145310111 kejadian luar biasa

25
Kejadian Luar Biasa (KLB) A. Pengertian KLB Wabah adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa pada satu/sekelompok masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama (Last, 1983) Untuk penyakit-penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa), maka KLB didefinisikan sebagai : suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan daerah tertentu. Pada penyakit yang lama tidak muncul atau baru pertama kali muncul di suatu daerah (non-endemis), adanya satu kasus belum dapat dikatakan sebagai suatu KLB. Untuk keadaan tersebut definisi KLB adalah : suatu episode penyakit dan timbulnya penyakit pada dua atau lebih penderita yang berhubungan satu sama lain. Hubungan ini mungkin pada faktor saat timbulnya gejala (onset of illness), faktor tempat (tempat tinggal, tempat makan bersama, sumber makanan), faktor orang (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lainnya). Uraian tentang batasan Wabah atau KLB tersebut di atas terkandung arti adanya kesamaan pada ciri-ciri orang yang terkena, tempat dan waktunya. Untuk itu dalam mendefinisikan KLB selalu dikaitkan dengan waktu, tempat dan orang. Selain itu terlihat bahwa definisi KLB ini sangat tergantung pada kejadian (insidensi) penyakit tersebut sebelumnya (Barker, 1979; Kelsey, et al., 1986). Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang- undang Wabah sebagai berikut : Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka. Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1984). Terlihat adanya perbedaan definisi antara Wabah dan KLB. Wabah harus mencakup jumlah kasus yang besar, daerah yang luas dan waktu yang lebih lama, dengan dampak yang timbulkan lebih berat. Di Indonesia dengan tujuan mempermudah petugas lapangan dalam mengenali adanya KLB telah disusun petunjuk penetapan KLB, sebagai berikut : 1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih. 2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat

Upload: luckyariesandi

Post on 17-Sep-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

klb

TRANSCRIPT

Kejadian Luar Biasa (KLB)

A. Pengertian KLB

Wabah adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa pada satu/sekelompok masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama (Last, 1983)

Untuk penyakit-penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa), maka KLB didefinisikan sebagai : suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan daerah tertentu.Pada penyakit yang lama tidak muncul atau baru pertama kali muncul di suatu daerah (non-endemis), adanya satu kasus belum dapat dikatakan sebagai suatu KLB.Untuk keadaan tersebut definisi KLB adalah : suatu episode penyakit dan timbulnya penyakit pada dua atau lebih penderita yang berhubungan satu sama lain. Hubungan ini mungkin pada faktor saat timbulnya gejala (onset of illness), faktor tempat (tempat tinggal, tempat makan bersama, sumber makanan), faktor orang (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lainnya).Uraian tentang batasan Wabah atau KLB tersebut di atas terkandung arti adanya kesamaan pada ciri-ciri orang yang terkena, tempat dan waktunya. Untuk itu dalam mendefinisikan KLB selalu dikaitkan dengan waktu, tempat dan orang. Selain itu terlihat bahwa definisi KLB ini sangat tergantung pada kejadian (insidensi) penyakit tersebut sebelumnya (Barker, 1979; Kelsey, et al., 1986).Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah sebagai berikut :Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1984).Terlihat adanya perbedaan definisi antara Wabah dan KLB. Wabah harus mencakup jumlah kasus yang besar, daerah yang luas dan waktu yang lebih lama, dengan dampak yang timbulkan lebih berat.Di Indonesia dengan tujuan mempermudah petugas lapangan dalam mengenali adanya KLB telah disusun petunjuk penetapan KLB, sebagai berikut :1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih.2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu.3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di kecamatan yang sama pula.4. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di suatu kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di kecamatan tersebut.5. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.6. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS : Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas. Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut di atas. Di suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.7. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok masyarakat.8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal.

B. Metodologi Penyelidikan KLB

Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :

a. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian deskriptif, analitik atau keduanya.b. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),c. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit, klinik, laboratorium dan lapangan).

Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian), dengan tujuan khusus :a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakitb. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLBc. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularand. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLBe. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB (CDC, 1981; Bres, 1986).

Metodologi atau langkah-langkah yang harus dilalui pada pada penyelidikan KLB, seperti berikut :

Tabel 1 : langkah-langkah Penyelidikan KLB

NO Langkah-langkah Penyelidikan KLB1 Persiapan penelitian lapangan2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB3 Memastikan Diagnose Etiologis4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran8 Mengidentikasi keadaan penyebab KLB9 Merencanakan penelitian lain yang sistematis10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi12 Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggiSumber : CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990.

Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak. Pemastian diagnose dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan (Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989).

Persiapan Penelitian Lapangan

Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana kerja. Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986) mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi :

1. Pemantapan (konfirmasi) informasi.Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau masyarakat (Laporan S-0).b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis, pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan dan lainnya).c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.

2. Pembuatan rencana kerjaBerdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal berisi :a. Tujuan penyelidikan KLBb. Definisi kasus awalc. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularand. Macam dan sumber data yang diperlukane. Strategi penemuan kasusf. Sarana dan tenaga yang diperlukan.

Definisi kasus : definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya. Mengingat informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan penyakit tertentu atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya dibuat longgar, dengan kemungkinan kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan definisi kasus akan dilakukan setelah pemastian diagnose, pada langkah identifikasi kasus dan paparan.

Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara penularan. Untuk membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan pola epidemiologis penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih spesifik dan dibuktikan pada waktu penyelidikan (Bres, 1986).Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan penanggulangan dan pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :a. Memastikan diagnosis penyakitb. Menetapkan KLBc. Menentukan sumber dan cara penularand. Mengetahui keadaan penyebab KLB

Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang berhubungan dengan penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui pelaksanaan program imunisasi, mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang dapat digunakan (Goodman et al., 1990).Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya dengan pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan strategi yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)b. Luas wilayah KLBc. Asal KLB diketahuid. Sifat penyakitnya.

Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :

Tabel 2. Strategi pencarian kasus

No Strategi Keuntungan Kerugian1 Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus2 Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan kontak Hanya kasus-kasus yang berat3 Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir populasi Kesalahan interpretasi pertanyaan4 Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-tahui hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik5 Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik6 Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama, hasil hanya terbatas pada kasus yang diketahui7 Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penya-kit dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakanSumber : Bres, 1986.

3. Pertemuan dengan pejabat setempat.Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB, kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.

Pemastian Diagnosis Penyakit Dan Penetapan KLBA. Pemastian diagnosis penyakit

Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus adalah sebagai berikut :1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

Contoh :KLB dengan jumlah kasus 50 orang, diketahui kasus dengan gejala panas 50 orang, nyeri sendi 48 orang, diare 45 orang. Distribusi gejala klinis adalah sebagai berikut :

No. Gejala klinis Jumlah kasus Frekuensi (%)1 Panas 50 1002 Nyeri sendi 48 963 Diare 45 90

B. Penetapan KLB

Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu.Dalam membandingkan insidensi penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode tahunan pola maksimum dan minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).

Kriteria kerja untuk penetapan KLB yang digunakan adalah sebagai berikut :1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih.2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu.3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di kecamatan yang sama pula.4. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di suatu kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di kecamatan tersebut.5. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.6. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS : Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas. Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut di atas. Di suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.

7. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok masyarakat.8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal.

KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui. Sebagai contoh adalah suatu KLB penyakit Fog di London. Kejadian penyakit tersebut telah dimulai pada tahun 1952, tetapi tidak mendapat perhatian karena dampak penyakit tersebut belum diketahui. Perhatian terhadap penyakit ini baru dimulai setelah adanya informasi peningkatan jumlah kematian di suatu masyarakat. Hasil penyelidikan KLB mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut karena penyakit Fog (Mausner and Kramer, 1985).KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena : Perubahan cara mendiagnosis penyakit Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau Perubahan organisasi pelayanan kesehatan, Perhatian yang berlebihan.

Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh Depkes. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik Pola Maksimum-Minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

Latihan

1. Pada suatu KLB campak di Kecamatan M Kabupaten K Propinsi JT tanggal 21 Juli 2002 didapatkan data gejala klinis penderita sebagai berikut :

No. Ka-sus Gejala klinis No. Ka-su Gejala klinispanas batuk pilek rash Mata merah diare panas batuk pilek rash Mata merah diare1 + + + + 36 + + + +2 + + + + 37 + + + +3 + + + + 38 + + + +4 + + + + 39 + + + +5 + + + + 40 + + + +6 + + + + 41 + + + +7 + + + + 42 + + + +8 + + + + 43 + + + +9 + + + + 44 + + + +10 + + + + 45 + + + +11 + + + + 46 + +12 + + + + 47 + + + +13 + + + + 48 + + + +14 + + + + 49 + + + +15 + + + + 50 + + + +16 + + + + 51 + + + +17 + + + + 52 + + + +18 + + + + 53 + + + +19 + + + + 54 + + + +20 + + + + 55 + + + +21 + + + + + 56 + + +22 + + + + 57 + + + +23 + + + + 58 + + + +24 + + 59 + + + +25 + + + + + 60 + + + +26 + + + + + 61 + + + +27 + + + + 62 + + + +28 + + + + 63 + + + +29 + + + + 64 + + + +30 + + + + 65 + + + +31 + + + + 66 + + + +32 + + + + 67 + + + +33 + + + + 68 + + + +34 + + + + 69 + + + +35 + + + + + 70 + +

Dari tabel tersebut di atas :1. Buat distribusi frekuensi gejala klinis,2. Diagnose sementara / definisi operasional kasus

2. Di bawah ini tersaji data situasi penyakit malaria di Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah, selama tahun 1997 2002 :

Bulan Jumlah kasus1997 1998 1999 2000 2001 2002Januari 241 70 108 37 46 52Februari 84 77 76 33 47 31Maret 217 163 138 51 46 29April 612 216 109 54 46 31Mei 318 291 87 46 58 33Juni 372 214 98 51 81 18Juli 484 231 131 44 62 14Agustus 291 296 69 61 63 11September 163 163 35 118 85 10Oktober 99 125 36 44 81 10November 75 143 47 35 80 10Desember 77 187 49 36 34 8

Pertanyaan :a. Buat grafik Pola Maksimum dan Minimum selama 5 tahun (1997 2001), dan lakukan analisis dari grafik tersebutb. Buat grafik kasus tahun 2002 pada grafik Maksimum dan Minimum 5 tahunan (1997 2001), interpretasikan situasi kasus malaria tahun 2002 terhadap Pola Maksimum dan Minimum tesebut.

Identifikasi kasus atau paparan

Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang dengan lebih teliti. Ketelitian dalam mengidentifikasikan kasus sangat diperlukan untuk dasar deskripsi KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang (Mac Mahon and Pugh, 1970; Kelsey at al., 1986).Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit. Jika diagnosis pasti belum dapat ditentukan maka dapat digunakan frekuensi gejala klinis, kemudian dibuat definisi operasional kasus yang sesuai dengan frekuensi gejala klinis yang ditemukan.Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979).Menurut Greg (1985) pada KLB penyakit dengan carrier identifikasi kaus awal perlu dilakukan untuk membantu pencarian orang yang diduga (kontak) sebagai sumber pemularan (carrier). Identifikasi paparan ini selanjutnya dapat dipakai sebagai arahan untuk identifikasi sumber penularan yang lebih spesifik (tingkat resiko penularan) atau untuk membantu penegakan diagnosis penyakit.

Deskripsi KLB

1. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.

Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung), yang digambarkan dalam suatu kurva epidemik.Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs horizontal adalah saat mulainya sakit dan sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus.Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe kurva epidemik tersebut (common source atau propagated).b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan minimum.

Kesalahan yang sering terjadi pada pembuatan kurva epidemik adalah penetapan interval waktu. Pemilihan interval waktu yang terlalu panjang akan menyembunyikan perbedaan-perbedaan kecil pada distribusi temporal (menyembunyikan puncak-puncak kasus). Pemilihan interval yang terlalu pendek akan menimbulkan puncak-puncak palsu. Suatu pedoman yang berguna untuk memilih interval waktu ialah memilih sebesar seperdelapan atau seperempat inkubasi penyakit. Ada baiknya membuat kurva epidemik dengan interval yang berbeda, sehingga dapat diperoleh grafik yang paling baik untuk menyajikan data (Fiedman, 1974; Kelsey., 1986; CDC, 1979).Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit : salah satu cara untuk menentukan cara penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva epidemik, sebagai berikut :

Gambar 1 : Kasus-kasus keracunan stapilokok menurut masa inkubasi, Tennesse, 25 Mei 1969 (dikutip dari CDC, 1979)

(1) Gambar 1 di atas menampilkan kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan (misalnya : kolera, typoid).

(2) Gambar 2 di bawah ini menampilkan kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak antara puncak sistematis, Kurang lebih sebesar masa inkubasi rata rata penyakit tersebut.

Gambar 2 : Distribusi kasus Campak menurut tanggal mulai mulai sakit di Desa Wiromartan Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen, Juli 2002

(3) Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan propagated (gambar 3). Tipe kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari orang ke orang (kasus sekunder).

Gambar 3. Distibusi kasus Salmonelosis menurut hari mulai sakit, Clarkville, Tennese, 4-15 Juli 1970 (dikutip dari CDC, 1979)

Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan periode paparan yang paling mungkin (pada KLB tipe common source), yaitu dengan menggunakan : Masa inkubasi rata-rata, dan Masa inkubasi maksimum-minimumMetode masa inkubasi rata-rata lebih sering digunakan, karena hasilnya lebih sering mendekati kebenaran.

Metode masa inkubasi rata-rata :

Pertama, identifikasi puncak KLB (25 Juni). Kedua, dari puncak KLB dihitung ke belakang selama masa inkubasi rata-rata rubella 18 hari (minimum 14 hari maksimum 21 hari). Diperoleh waktu paparan yang paling mungkin 7 Juni (hambar 4).

Gambar 4. Distribusi kasus Rubella menurut hari mulai sakit di Sun City 21-29 Juni (dikutip dari CDC, 1979)

2. Deskripsi kasus berdasarkan tempat

Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980).Kesalahan yang sering terjadi adalah pemikiran bahwa pengelompokan kasus berdasarkan tempat adalah berdasarkan tempat tinggal, sehingga sering tidak didapatkan hasil yang nyata. Sebagai contoh suatu KLB Brucellosis pada manusia, jika dilakukan pengelompokan kasus berdasarkan tempat tinggal tak akan mendapatkan sesuatu, tetapi pengelompokan berdasarkan tempat pekerjaan mungkin akan memberikan petunjuk tentang sumber penularan (CDC, 1979).Penilaian variasi geografik dari suatu paparan infeksi harus memperhitungkan distribusi populasi (area specific attack rate), maka kesimpulan mengenai perbedaan risiko daerah harus dinyatakan dalam rate bukan jumlah kasus.

Pada tabel 1 ditampilkan suatu contoh analisis kasus-kasus menurut tempat yang dikunjungi atau dilalui. Terlihat bahwa attack rate pada daerah A jauh lebih besar dari daerah B. Tetapi setelah kasus-kasus di daerah B ditabulasikan menurut orang yang mengunjungi dan minum air di daerah A terlihat bahwa attack rate-nya hampir sama. Analisis KLB berdasarkan tempat dianggap telah dilakukan dengan baik apabila angka insidens daerah yang diduga sebagai sumber infeksi, berbeda secara bermakna dengan angka rata-rata (CDC, 1979).

Tabel 1. Angka serangan diare menurut Sumber Air Minum pada Masyarakat A dan B, Agustus 1985

Pelayanan Air Jumlah orang Attack Rate(%)Sakit Sehat TotalMasyarakat A 98 57 155 63,23

Masyarakat B 31 158 187 16,58

Masyarakat B Yang tidak terpapar air masy.A Yang terpapar air masy.A

9

22

132

24

141

46

6,38

47,83

Masyarakat B yang terpapar air masy.A : Yg minum air A Yg tidak minum air A

220

186

406

550

3. Deskripsi KLB berdasarkan orang

Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi penyakit.Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986).Penyusunan distribusi kasus berdasarkan umur dilakukan dengan mengelompokan kasus pada interval umur, yang disesuaikan dengan kemungkinan pembuatan kesimpulan yang lebih baik. Pengelompokan dapat menggunakan interval yang sistematis (5, 10 tahun) atau interval kelompok tertentu (balita, usia sekolah, usia dewasa). Kesalahan yang sering terjadi adalah interval umur yang terlalu lebar, sehingga menyembunyikan perbedaan risiko sakit yang mungkin berharga untuk mengetahui sumber penularan.

Sebagai contoh : apabila penyediaan susu di sekolah tercemar dan menjadi sumber infeksi, maka penggunaan interval umur 5 tahun akan memungkinkan perhatian diberikan pada anak usia sekolah (berisiko sakit), populasi belum sekolah dan pasca sekolah (tidak mempunyai risiko sakit). Dengan demikian dapat dibuat kesimpulan bahwa yang terpapar adalah anak sekolah. Seandainya digunakan interval 10 tahun atau lebih, maka kesimpulan tersebut aakan sulit dibuat (CDC, 1979).Distribusi penyakit berdasarkan sifat-sifat lain yang dapat dikerjakan jika sifat-sifat tersebut ditemukan berulang-ulang di antara kasus. Misalnya kategori kasus berdasarkan pekerjaan dilakukan jika di antara kasus jenis pekerjaan tertentu ditemukan berulang-ulang.Seperti pada analisis berdasarkan tempat, kesimpulan mengenai perbedaan risiko sifat-sifat orang harus dinyatakan dalam rate bukan jumlah kasus.

Penanggulangan sementara

Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB dilaksanakan.Kecepatan keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara penularannya (Goodman et al., 1990), sebagai berikut :

Sumber dan cara penularan

ETIOLOGI TAHU Tahu Tidak

Penyelidikan +Penanggulangan +++

Penyelidikan +++Penanggulangan +TIDAK

Penyelidikan +++Penanggulangan +++

Penyelidikan +++Penanggulangan +

Keterangan :Penyelidikan : Luasnya penyelidikan yang dilakukanPenanggulangan : Dasar dari penerapan secara cepat cara-cara penanggulanganTanda + : Tingkat indikasi response+ : Rendah++ : Sedang+++ : Tinggi

1. Jika etiologi telah diketahui sumber dan cara penularannya dapat dipastikan maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas. Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di Rumah sakit, segera dapat dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk mencari orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985).

2. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara penularannya.Sebagai contoh : KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan telah diketahui etiologinya (Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap segera ditetapkan sebelum hasil penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982).

3. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya. Sebagai contoh : suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa sumber penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat dilakukan dengan mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih diperlukan untuk mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al., 1987).

4. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan. Sebagai contoh : Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi dan cara penularan penyakit tersebut (Frase et al., 1977).

Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB

A. Identifikasi sumber penularan

Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan : Membuktikan adanya agent pada sumber penularan secara laboratoris atau adanya hubungan secara statistik antara kasus dan pemaparan (Mac Mahon and Pugh, 1970; CDC, 1979). Hubungan secara statistik ialah jika proporsi orang-orang dengan kedua sifat (sebab-akibat) mempunyai perbedaan (lebih tinggi/rendah) yang bermakna secara statistik. Atau perubahan variabel yang satu diikuti oleh variabel yang lain. Biasanya pada penyelidikan KLB untuk menguji atau membuktikan adanya hubungan ini dilakukan : dengan penelitian kasus-pembanding (Kelsey et al., 1986).

Menurut MacMahon and Pugh (1970), CDC (1979), dan Kelsey et al (1986), penentuan dugaan sumber dan cara penularan penyakit dianggap telah baik jika :1. Ditemukan agent yang sama antara sumber infeksi dan penderita.2. terdapat perbedaan angka serangan (attack rate) yang bermakna antara orang-orang yang terpapar dan yang tidak terhadap sumber penularan.3. Tidak ada cara lain pada semua kasus, atau cara penularan lain tidak dapat menerangkan distribusi umur waktu dan geografis pada semua kasus.

B. Identifikasi keadaan penyebab KLB

Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan yang dapat terjadi oleh karena :1. Kenaikan jumlah atau virulensi dari agent2. Adanya agent penyebab baru atau yang sebelumnya tidak ada3. Keadaan yang mempermudah penularan penyakit4. perubahan imunitas penduduk terhadap agent yang pathogen,5. lingkungan dan kebiasaan penduduk yang berpeluang untuk terjadinya pemaparan.

Perencanaan penelitian lain Yang sistematis

Goodman et al (1990) mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian. Misalnya penelitian tentang hubungan yang berat antara ilmu epidemiologi dan penggunaannya di lapangan, mengevaluasi program-program kesehatan (cara diagnosis, pengobatan, imunisasi, pencegahan penyakit, penyuluhan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan perorangan dan lainnya), mengevaluasi kemampuan sistem surveilans yang ada, mengetahui partisipasi masyarakat, mengetahui sumber yang tepat untuk perencanaan program, kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan peraturan atau dapat digunakan sebagai sarana pelatihan epidemiologi pada petugas kesehatan.Di Indonesia, setiap penyelidikan epidemiologi KLB, sebaiknya digunakan sebagai sarana mendapatkan informasi untuk perbaikan program kesehatan pada umumnya dan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan sistem surveilans pada khususnya. Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan :1. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem surveilans.2. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit (KLB) yang sedang berlangsung3. Evaluasi terhadap program kesehatan.

Penyusunan rekomendasi

A. Penanggulangan KLBMenurut Goodman et al (1990), tujuan utama penyelidikan epidemiologi KLB adalah merumuskan tindakan untuk mengakhiri KLB pada situasi yang dihadapi (penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB di masa mendatang (pengendalian).Tindakan penanggulangan KLB didasari oleh diketahuinya :1. etiologis,2. sumber dan cara penularan.Secara garis besar cara penanggulangan KLB ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1. Beberapa cara dalam penanggulangan KLB

TINDAKAN CONTOH1. Menghilangkan sumber penularan Menjauhkan sumber penularan dari orang Membunuh bakteri pada sumber penularan Melakukan isolasi atau pengobatan pada orang yang diduga sebagai sumber penularan2. Memutus rantai penularan Strategi sumber pencemaran Mengendalikan vektor Peningkatan higiene perorangan3. Mengubah respons orang terhadap penyakit Melakukan imunisasi Mengadakan pengobatanSumber : Kelsey et al., 1986B. Pengendalian

Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB pada populasi, tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian untuk pengendalian KLB selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih diperlukan informasi lain.Informasi tersebut meliputi :1. Keadaan penyebab KLB,2. kecenderungan jangka panjang penyakit3. daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat) dan4. populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas).

Sistem surveilans

Agar dapat mengevaluasi terhadap tindakan penanggulangan yang dijalankan dan mencegah timbulnya komplikasi atau kematian, maka diperlukan sistim penemuan kasus dan kasus komplikasi secara dini. Sistim berlaku selama periode KLB atau periode yang diduga komplikasi akan terjadi. Sistim surveilans penyakit di masyarakat (menggunakan tenaga masyarakat, kader) biasanya lebih dapat dipergunakan untuk memantau kasus baru dan komplikasinya (Bres, 1986).

Penyusunan laporan KLB

Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan diperlukan agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang dan mereapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian KLB.

Menurut Bres (1986) agar hasil penyelidikan epidemiologi KLB dapat digunakan sesuai dengan tujuannya maka laporan hasil penyelidikan epidemiologi KLB hendaknya berisi :1. Latar belakang, yang meliputi analisis keadaan geografis, kondisi alam, kependudukan, status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan, sistem kewaspadaan dini yang berlaku, insidens penyakit dalam keadaan biasa.2. Riwayat kejadian KLB pada penyakit yang sama di daerah setempat atau di daerah yang lain.3. Metoda penyelidikan epidemiologi KLB, yang meliputi definisi kasus, alat yang digunakan (kuestioner), perjalanan penyakit, cara survai (pelayanan kesehatan, Rumah sakit, survai rumah tangga), rancangan penelitian, cara pengumpulan specimen, teknik pemeriksaan laboratorium, kuantitas dan kualitas tenaga yang dipakai.4. Analisis data, meliputi : Data klinis (frekuensi gejala/tanda), perjalanan penyakit, diagnosis banding, komplikasi penyakit, case fatality rate, frekuensi komplikasi yang terjadi) Data epidemiologi, deskripsi kejadian menurut waktu, tempat dan orang. Analisis cara dan sumber penularan (sumber infeksi, tempat dan cara masuknya agent penyebab ke penjamu, faktor-faktor yang mempengaruhi penularan) Data laboratorium (pemeriksaan agent penyebab, konfirmasi serologis, reliabilitas dan validitas hasil pemeriksaan).5. Pembahasan, yaitu interpretasi dari analisis data, perumusan hipotesis mengenai penyebab, sumber dan cara penularan, analisis statistik dari uji hipotesis.6. Kesimpulan, mengenai diagnosis penyakit, keadaan KLB, sumber dan cara penularan, keadaan penyebab KLB.7. Rekomendasi cara penanggulangan dan penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi dasar-dasar pengambilan keputusan dan deskripsi cara penanggulangan dan pengendalian KLB.

Berbagai kendala yang khas pada penyelidikan epidemiologi KLB

Menurut Goodman (1990) ada beberapa kendala yang sering dihadapi pada penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi :1. Variasi sumber, macam dan keakuratan dataPada penyelidikan epidemiologi KLB sering diperlukan beberapa data misalnya data rumah sakit, Puskesmas, sekolah. Berbagai data tersebut kadang bervariasi dalam macam informasi yang dicatat dan tenaga yang mencatat. Dengan demikian dapat menimbulkan perbedaan pada reliabilitas dan validitas datanya. Untuk itu pada penyelidikan epidemiologi KLB kadang diperlukan pencatatan ulang agar data yang digunakan valid dan reliabel.2. Validitas dan reliabilitas pengumpulan data. Pada penyelidikan epidemiologi KLB sering tak cukup waktu untuk mengadakan pelatihan kepada petugas pengumpul data maupun uji coba kuestioner.3. Kekuatan penelitian. Jumlah sampel kadang hanya sedikit sehingga tidak dapat diperoleh kekuatan penelitian seperti yang diharapkan.4. Pengumpulan specimen. Penyelidikan epidemiologi KLB kadang baru dilaksanakan beberapa hari sesuadah kejadian sehingga sering specimen (bahan makanan atau makanan) yang diperlukan sudah tidak didapat.

WABAH - OUTBREAKDr. Suparyanto, M.Kes

Apa Itu Wabah: Menurut UU : 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

Apa Itu KLB Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu

Kriteria KLB1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, "DHF/DSS", (a)Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan pestisida.

Klasifikasi KLB menurut Penyebab:1. Toksin2. Infeksi3. Toksin Biologis4. Toksin Kimia

Toxin1. Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella.2. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium perfringens.3. Endotoxin.

Infeksi1. Virus.2. Bacteri.3. Protozoa.4. Cacing.

Toxin Biologis1. Racun jamur.2. Alfatoxin.3. Plankton4. Racun ikan5. Racun tumbuh-tumbuhan

Toxin Kimia1. Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida.2. Zat kimia organik: nitrit, pestisida.3. Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya

Sumber KLB Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti : Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis. Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek, penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun). Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok. Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella. Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

Penyakit Wabah1. Kholera2. Pes3. Demam kuning4. Demam bolak-balik5. Tifus bercak wabah6. Demam Berdarah Dengue7. Campak8. Polio9. Difteri10. Pertusis11. Rabies12. Malaria13. Influensa14. Hepatitis15. Tipus perut16. Meningitis17. Encephalitis18. Anthrax19. SARS

Kholera: Diare mendadak disertai muntah-muntah. Tinja mengucur seperti air sehingga dalam waktu singkat tubuh kekurangan cairan ( dehidrasi) . Pemeriksaan laboratorium pada najis/muntahan ditemukan adanya kuman kholera (Vibrio cholera) dan dalam darah terdapat zat antinya.

Pes: Demam tinggi mendadak, Pembengkakan kelenjar (bubo) dilipat paha atau ketiak, atau leher, Batuk darah mendadak (tanpa didahului sakit batuk). Pemeriksaan laboratorium pada darah, cairan bubo, sputum atau usap tenggorok menunjukkan adanya kuman pes (Yersinia pestis).

Demam Kuning Demam mendadak, Kulit kuning, sakit kepala, lemah/lesu, mual, muntah, denyut nadi lambat dan lemah, Seringkali disertai dengan pendarahan berupa mimisan, perdarahan mulut, muntah darah, berak darah. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya virus demam kuning atau zat antinya.

Demam Bolak Balik Demam 2-9 hari diikuti masa tanpa demam 3-4 hari yang berulang-ulang 2-10 kali. Kadang-kadang selama masa demam ditemukan bercak-bercak merah di kulit. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya kuman demam bolak-balik (Borellia recurrentis).

Tifus Bercak Wabah Demam 2 minggu, sakit kepala, menggigil, badan lemah, kadang-kadang disertai bercak merah menimbul (erupsi macular) pada kulit. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya zat anti terhadap tifus bercak wabah (Rickettsia prowazeki).

DBD Demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, Lemah/lesu atau gelisah, nyeri ulu hati, hati membesar dan disertai pendarahan di kulit berupa bintik merah (petechiae), ruam (purpura), atau lebam (ecchymosis) . Kadangkadang berak darah, muntah darah, kesadaran menurun, dan renjatan (shock). Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya pengentalan darah (hemokonsentrasi) dan kekurangan sel pembeku darah (trombosit), dan ditemukan virus dengue atau zat antinya (antibodi).

Campak Panas tinggi, sakit kepala, batuk pilek dan conjunctivitis fotophoby yang berakhir lebih kurang setelah 3-7 hari. Masa timbulnya bercak-bercak merah (rash) pada kulit sesudah kira-kira 3 hari panas. Mula-mula timbul pada belakang telinga menyebar ke seluruh muka, dada dan anggota badan lainnya. Bercak bertahan selama 4-6 hari, bila tidak ada komplikasi panas akan turun setelah timbul bercak. Sebelum bercak timbul ada "koplik spot" yaitu bercak seperti putih garam pada mukosa (selaput lendir) pipi. Pada fase penyembuhan bekas bercak menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) . Pemeriksaan laboratorium pada lendir conjungtiva dan tenggorokan menunjukkan adanya virus campak, dan pada darah terdapat virus campak atau zat antinya.

Polio: Panas, ingusan, batuk, lemas, muntah, diare. Panas menurun kemudian timbul kelemahan/kelumpuhan anggota gerak (lengan/kaki) , biasanya asimetris. Pemeriksaan laboratorium pada najis atau lendir tenggorokan menunjukan adanya virus polio dan pada darah terdapat zat antinya.

Difteri Panas lebih kurang 38 derajat celcius. Adanya pseudomembrane putih keabu-abuan, tak mudah lepas dan mudah berdarah. Letak pseudomembrane bisa di faring, laring atau tonsil, Sakit waktu menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor) . Pemeriksaan laboratorium pada jaringan luka (lesi) menunjukkan adanya kuman difteri.

Pertusis Batuk beruntun, pada akhir batuk anak menarik nafas panjang dan terdengar, suara "hup" (whoop) khas, biasanya disertai muntah. Batuk lebih sering pada malam hari. Anak mengeluarkan riak liat dan kental. Akibat batuk yang berat dapat terjadi perdarahan conjungtiva atau edema periorbital. Lamanya batuk 1-3 bulan (sering disebut batuk 100 hari). Pemeriksaan laboratorium pada lendir tenggorokan menunjukkan adanya kuman pertusis (Bordetella pertussis).

Rabies Demam tinggi, sakit kepala hebat, kelumpuhan mulai dari tungkai menjalar ke atas, sulit menelan, takut air (hydrophobia), sulit bernapas, kesadaran menurun, Terjadi beberapa minggu sampai satu tahun setelah digigit anjing, kucing, kera, yang menderita rabies. Pemeriksaan laboratorium pada otak dan kelenjar air liur hewan yang menggigit, dan pada air liur, air mata serta jaringan otak penderita menunjukkan adanya virus Rabies.

Malaria Demam berkeringat-dingin, menggigil, yang berulang setiap I-3 hari, sakit kepala hebat, badan lemah, muka pucat, sering disertai mual, muntah dan nyeri otot. Kadangkadang limpa membesar, kejang dan kesadaran menurun. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya parasit malaria (Plasmodium)

Influenza Demam, perasaan dingin dan ingusan 1-6 hari, seringkali disertai sakit kepala, sakit pada otot-otot clan batuk. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya virus influenza atau zat antinya.

Hepatitis Demam badan lemas, mual, selaput mata kuning, air seni berwarna seperti air teh kental. Pemeriksaan laboratorium pada darah/tinja menunjukkan adanya virus Hepatitis dan pada darah juga terdapat antigen virus tersebut

Tifus Abdominalis Demam tinggi terus menerus 1 minggu atau lebih, badan lemah, sakit kepala, sembelit (obstipasi) kadang-kadang diare, permukaan lidah kotor dan pinggirnya merah, disertai dengan kesadaran menurun. Pemeriksaan laboratorium pada darah, air seni, tinja atau sumsum tulang menunjukkan kuman Salmonella typhi dan pada darah terdapat adanya kenaikan kadar zat antinya

Meningitis Panas, kaku kuduk, kejang-kejang, kesadaran menurun reflek patologis positif. Pemeriksaan laboratorium pada cairan serebrospinal menunjukkan adanya kuman/virus penyebab meningitis

Enchephalitis Panas tinggi, kejang-kejang, kesadaran menurun dan reflek patologis positif. Pemeriksaan laboratorium pada darah/cairan serebrospinal menunjukkan adanya virus/kuman atau zat antinya

AnthraxTipe Kulit : Kulit melepuh (vesikel) tanpa sebab yang jelas atau tukak (ulcus) dengan pinggir menonjol dan bagian tengahnya berwarna merah tua-kehitaman, kadang-kadang disertai demam tinggi.Tipe gastrointestinal : Sakit perut hebat yang terjadi beberapa jam sesudah makan daging hewan yang menderita penyakit anthrax. Pemeriksaan laboratorium pada darah, lesi di kulit, tinja/ rektal swab, bangkai hewan (tulang, daging, alat organ dalam), dan tanah yang tercemar hewan penderita anthrax menunjukkan adanya kuman anthrax (Bacillus Anthracis).

Referensi1. Noor, 1997, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta2. Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta3. Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta4. Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta5. Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti6. Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan Kabupaten, Bandung, ITB