emerging disease di indonesia dan sistem pelaporan kejadian luar biasa

22
NEW EMERGING DISEASE DAN KEJADIAN LUAR BIASA Kelompok 5: Nuansa Chalid (1102006192) Ahmad Rifaii(1102007014) Diah Kartika (1102008071) Izza Ayudia Hakim (1102009150) KEPANITERAAN KESEHATAN MASYARAKAT KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Periode 30 Juni – 4 September 2014 1 | Page

Upload: izza-ayudia-hakim

Post on 21-Jul-2016

85 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

TRANSCRIPT

Page 1: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

NEW EMERGING DISEASE DAN KEJADIAN

LUAR BIASA

Kelompok 5:

Nuansa Chalid (1102006192)

Ahmad Rifaii(1102007014)

Diah Kartika (1102008071)

Izza Ayudia Hakim (1102009150)

KEPANITERAAN KESEHATAN MASYARAKAT

KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

Periode 30 Juni – 4 September 2014

1 | P a g e

Page 2: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

1) Sistem Pelaporan Kejadian Luar Biasa

Standar baku surveilence KLB bagi instansi pemerintah dalam bidang kesehatan

yaitu :

1. Laporan Kewaspadaan (Dilaporkan dalam waktu 24 jam)

Laporan kewaspadaan adalah laporan adanya penderita, atau tersangka

penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Yang diharuskan

menyampaikan laporan kewaspadaan adalah :

a. Orang tua penderita atau tersangka penderita/orang dewasa yang

tinggal serumah dengan penderita tau tersangka penderita/ kepala

keluarga/ ketua RT/ RW/kepala dusun.

b. Dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita/dokter hewan

yang memeriksa hewan tersangka penderita.

c. Kepala stasiun kereta api, kepala terminal kendaraan bermotor, kepala

asrama, kepala sekolah/ pimpinan perusahaan, kepala unit kesehatan

pemerintah atau swasta.

d. Nahkoda kendaraan air dan udara

Laporan kewaspadaan disampaikan kepada Kepala Lurah atau Kepala

Desa dan atau Unit Kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 jam

sejak mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita KLB/ baik

dengan cara lisan, maupun tertulis. Kemudian laporan kewaspadaan

tersebut harus diteruskan kepada laporan kepala Puskesmas setempat.

Isi laporan kewaspadaan tersebut adalah :

Nama penderita hidup atau telah meninggal

Golongan umur

Tempat dan alamat kejadian

Waktu kejadian

Jumlah yang sakit dan meninggal

2 | P a g e

Page 3: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

ALUR LAPORAN KEWASPADAAN

Ket:

2. Laporan Kejadian Luar Biasa (W1) Dilaporkan Dalam Waktu 1 x 24

jam

Merupakan salah satu laporan kewaspadaan yang dibuat oleh unit

kesehatan, segera setelah mengetahui adanya KLB penyakit

tertentu/keracunan makanan. Laporan ini digunakan untuk melaporkan

KLB atau wabah, sebagai laporan peringatan dini kepada pihak-pihak

yang menerijma laporan akan adanya KLB penyakit tertentu di suatu

wilayah tertentu. Laporan KLB ini harus memperhatikan asas dini, cepat,

dapat dipercaya dan bertanggung jawab yang dapat dilakukan dengan

lisan atau tertulis.

3 | P a g e

Rumah Sakit, Instansi lain (Stasiun, Perush)

Dinas Kesehatan Camat

Puskesmas pembantu/bidan desa

PUSKESMAS Desa/kelurahan

Dusun/RT/RW

Masyarakat

Penyelidikan epidemiologi dan

penanggulanangan KLBAlur laporan

Penyelidikan dan penanggulangan

Bantuan Penyelidikan dan penanggulangan

Page 4: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

Laporan KLB (W1) ini harus diikuti dengan laporan Hasil Penyidikan

KLB dan Rencana Penanggulangannya.

Unit kesehatan yang membuat laporan KLB (W1) adalah Puskesmas,

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Propinsi, dengan berpedoman pada

format Laporan KLB (W1).

Formulir Laporan KLB (W1) adalah sama untuk Puskesmas, Kab/Kota

dan Propinsi, dengan Kode berbeda. Berisi nama daerah KLB (desa,

kecamatan, kabupaten/kota dan nama puskesmas), jumlah penderita dan

meninggal pada saat laporan, nama penyakit, dan langkah-langkah yang

sedang dilakukan. Satu formulir W1 berlaku untuk 1 jenis penyakit saja.

ALUR LAPORAN KLB (W1)

4 | P a g e

Menteri Kesehatan (Dirjen PPM&PL)

Gubernur Bupati/walikota

Dinas Kesehatan

Propinsi

Dinas Kesehatan kab/kota

Rumah sakit

Puskesmas

Camat

Page 5: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

Laporan KLB Puskesmas (W1PU) :

Laporan KLB Puskesmas (W1Pu) dibuat oleh Puskesmas kepada camat

dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Laporan KLB Rumah Sakit (KD/RS) :

Laporan adanya penyakit KLB di RS dibuat oleh Rumah sakit dikirim ke

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Laporan KLB Kabupaten/Kota (W1Ka) :

Laporan KLB Kabupaten/Kota (W1Ka) dibuat oleh dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota Kepada Bupati/Walikota dan Dinas Kesehatan Propinsi.

Laporan KLB Propinsi (W1Pr):

Laporan KLB Propinsi (W1Pr) dibuat oleh Dinas Kesehatan Propinsi

kepada Gubernur dan Departemen Kesehatan, ub. Direktorat Jenderal

yang menangani KLB Penyakit (Dirjen PPM&PL)

3. Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB dan Rencana

Penanggulangan KLB

Setelah diterbitkan laporan KLB (W1), maka pelapor segera melakukan

penyelidikan epidemiologi KLB yang dimaksud, dan segera membuat

laporan hasil penyelidikan KLB. Laporan penyelidikan epidemiologi

KLB berguna untuk memberikan pedoman pada berbagai pihak yang

5 | P a g e

Page 6: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

menerima laporan untuk memberikan kewaspadaan yang tepat, dan

apabila diperlukan dapat memberikan dukungan yang efektif dan efisien.

Disamping itu, laporan penyelidikan epidemiologi KLB, dapat

dimanfaatkan oleh Bupati, Gubernur dan Departemen Kesehatan untuk

menjelaskan kepada masyarakat tentang adantya KLB penyakit dari

langkah-langkah yang sedang dan akan dilakukan, sekaligus mendorong

sikap tanggap masyarakat terhadap kejadian tersebut.

Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB dan Rencana Penangulangan

KLB berisi:

a. Kebenaran terjadinya KLB penyakit tertentu.

b. Daerah yang terserang, desa, kecamatan, kabupaten dan puskesmas

yang bertanggung jawab terhadap wilayah kejadian KLB.

c. Penjelasan diagnosis penyebab KLB dan sumber-sumber penularan

atau pencemaran yang sudah dapat diidentifikasi, termasuk bukti-

bukti laboratorium.

d. Waktu dimulainya kejadian KLB dan keadaan pada saat penyelidikan

epidemiologi KLB sedang dilakukan.

e. Kelompok penduduk terserang beserta jumlah kesakitan dan kematian

karena KLB (kurva epidemi, angka serangan dan angka kematian

karena penyakit/CFR).

f. Keadaan yang memperberat keadaan KLB, misalnya status Gizi,

musim kemarau, banjir dsb.

g. Upaya penanggulangan yang sedang dan akan dilakukan.

h. Apabila diperlukan adanya jenis dan jumlah bantuan yang dibutuhkan

i. Tim penyelidikan Epidmiologi KLB.

6 | P a g e

Page 7: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

j. Tanggal penyelidikan Epidemiologi dilaksanakan.

Laporan penyelidikan Epidemiologi KLB dan rencana penggulangan

KLB diikuti dengan LAPORAN BERKALA PERKEMBANGAN KLB

dengan isi laporan yang sama tetapi disesuaikan dengan keadaan terakhir,

ditambah denagn perkembangan KLB.

4. Laporan Penaggulangan KLB

Berbeda dengan Laporan KLB (W1) dan Laporan Penyelidikan dan

Rencana Penanggulangan KLB yang dibuat pada awal kejadian KLB,

maka Laporan Penanggulangan KLB dibuat setelah KLB berakhir.

Laporan penanggulangan KLB berguna untuk menjelaskan data

epidemiologi KLB, sumber daya yang telah dimanfaatkan dan

kkemungkinan terjadinya KLB lanjutan atau KLB dimasa yang akan

datang, serta kemungkinan terjadinya peyebaran kedaerah lain.

Isi laporan Penanggulangan KLB hampir sama dengan laporan

penyelidikan epidemiologi dan rencana pemnanggulangan KLB, sebagai

berikut:

a. Kebenaran terjadinya KLB penyakit tertentu.

b. Daerah yang terserang, desa, kecamatan, kabupaten, dan puskesmas

yang bertanggung jawqab terhadap wilayah kejadian KLB.

c. Penjelasan diagnosis penyebab KLB dan sumber-sumber penularan

atau pencemaran yang sudah dapat diidentifikasi, termasuk bukti-

bukti laboratorium.

d. Waktu dimulainya KLB dan berakhirnya KLB (periode serangan

KLB).

7 | P a g e

Page 8: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

e. Kelompok penduduk yang terserang beserta jumlah kesakitan dan

kematian karena KLB (kurva epidemi, angka serangan dan angka

kematian karena penyakit/CFR).

f. Keadaan yang memperberat keadaan KLB, misal, status gizi, musim

kemarau, banjir dsb.

g. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan.

h. Upaya pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap KLB dimasa yang

akan datang.

i. Tim Penanggulangan KLB.

j. Tanggal Laporan dibuat

Laporan ini merupakan sumber data epidemiologi yang sangat

penting untuk merumuskan kebijakan dan rencana kerja program

penanggulangan KLB dimasa akan datang.

5. Laporan Mingguan Wabah (W2)

Laporan Mingguan Wabah (W2) merupakan bagian dari sistem

Kewaspadaan Dini KLB yang dilaksanakan oleh unit kesehatan terdepan

(Puskesmas).

Sumber data laporan mingguan Wabah (W2) adalah data rawat jalan dan

rawat inap dari puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling,

posyandu, masyarakat dan Rumah Sakit pemerintah maupun Swasta.

Setiap daerah Kabupaten/Kota atau Propinsi memiliki beberapa penyakit

potensial KLB yang perlu diwaspadai dan deteksi dini. Sikap waspada

terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap tim

profesional, logistik dan tata cara penanggulangannya, termasuk sarana

administrasi, komunikasi dan transportasi.

8 | P a g e

Page 9: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

Secara nasional penyakit yang wajib diwaspadai adalah diare dan

polio/AFP ditambah dengan penyakit potensial KLB spesifik lokal misal

DBD, Malaria dan lain-lain, baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Penyakit ini yang dimasukkan dalam Laporan Mingguan Wabah (W2)

ini, Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membuat kurva

Mingguan Wabah untuk setiap jenis penyakit potensial KLB, sebagai alat

deteksi respon dini KLB.

ALUR PELAPORAN MINGGUAN WABAJ (W2) dan

PEMANFAATANNYA

9 | P a g e

3. Membuat kurva mingguan kab/kota dan tabel mingguan perPuskesmas setiap penyakit potensial KLB

4. Analisis deteksi dini KLB

1. Membuat kurva mingguan Puskesmas dan tabel mingguan per desa setiap penyakit potensial KLB

2. Analisis deteksi dini KLB

Dinas Kesehatan kab/kota

Rumah Sakit

Puskesmas

Praktek swasta

Masyarakat Masyarakat Bidan desa

Puskesmas pembantu

Poliklinik Puskesmas

Page 10: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

2) Faktor yang mempengaruhi tingginya angka Zoonosis di Indonesia

Peningkatan interaksi antara hewan domestik, satwa liar dan manusia adalah

faktor kritis dan penting secara progresif dalam dinamika kemunculan penyakit

dan penularan patogen zoonosis. Suatu model konvergensi yang disajikan

dibawah ini membantu untuk mengkonseptualisasikan bagaimana faktor-faktor

yang mendorong kemunculan penyakit baru dan penyakit lama yang muncul

kembali bergabung satu sama lain dan menyatu serta merubah keterkaitan antara

hewan-manusia-mikroba, sehingga kemudian mampu memproduksi dan

menularkan penyakit.

Faktor yang berpengaruh adalah :

a. Faktor “manusia” yang berkontribusi terhadap kemunculan zoonosis

mencakup elemen seperti perilaku dan gaya hidup, mobilitas (perjalanan dan

keimigrasian), serta kondisi kehidupan ekonomi dan teknologi. Skala

populasi manusia dan kepadatan habitat juga mempengaruhi kemunculan

zoonosis.

10 | P a g e

Page 11: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

b. Faktor “hewan” meliputi keragaman geografis, perdagangan legal dan ilegal

hewan domestik dan satwa liar, biodiversitas, keseimbangan

predator/pemangsa hewan lain, habitat dan kesehatan hewan.

c. Faktor “lingkungan” beragam mulai dari tanah dan vegetasi, cuaca dan

musim, perubahan iklim jangka panjang, serta kondisi lokal seperti

ketinggian tempat, temperatur, kelembaban yang mempengaruhi populasi

hewan dan vektor.

Gambar 2: Matriks dan interaksi antara faktor-faktor pendorong dengan

patogen yang berkontribusi terhadap kemunculan zoonosis baru dan yang

muncul kembali.

d. Globalisasi, pertumbuhan dan pergerakan populasi orang dan hewan;

urbanisasi yang cepat; ekspansi perdagangan hewan dan produk hewan;

meningkatnya kecanggihan teknologi dan praktek budidaya ternak; interaksi

yang lebih dekat dan lebih intensif antara ternak dan satwa liar;

meningkatnya perubahan ekosistem, perubahan ekologi vektor dan

‘reservoir’; perubahan pemanfaatan lahan, termasuk perambahan hutan; dan

perubahan pola perburuan dan konsumsi satwa liar. Tidak dapat dihindarkan

bahwa orang, hewan, dan produk secara global bergerak lebih cepat dari

masa inkubasi hampir setiap patogen yang pernah dikenal sampai saat ini.

11 | P a g e

Page 12: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

3) Kelemahan Sistem Dalam Penanggulangan New Emerging Disease

Faktor yang Berperan

Berbagai faktor dapat berperan dalam timbulnya penyakit lingkungan berbasis

wilayah seperti water born diseases, air born diseases, vector born diseases, food born

diseases, antara lain dukungan ekosistem sebagai habitat dari berbagai vektor,

peningkatan iklim global (global warming) yang meningkatkan akselerasi

perkembangbiakan nyamuk, peningkatan kepadatan populasi penduduk yang dijadikan

hamparan kultur biakan bagi berbagai macam penyakit serta dijadikan persemaian subur

bagi virus sekaligus sarana eksperimen rekayasa genetika.

Mobilisasi penduduk yang memungkinkan ’ekspor-import’ penyakit yang tidak

lagi mengenal batas administrasi wilayah, Kemampuan mikroba patogen untuk mengubah

sifat dirinya dari waktu ke waktu, misalnya mutasi yang menimbulkan perubahan sifat,

resistensi terhadap obat obatan dan lain sebagainya, kurangnya kesadaran masyarakat

dalam membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat atau perubahan perilaku yang

mendukung aksesbilitas agent menginfeksi host serta pencemaran lingkungan yang cukup

intens sebagai konsekuensi oleh eksplorasi, manipulasi, dan eksploitasi terhadap

lingkungan biologis, kimiawi, fisis dan sosial. Berbagai kegiatan pembangunan manusia

yang dikerjakan secara sendiri-sendiri berkelompok maupun yang diprogramkan karena

kepentingan negara, bahkan dunia sekalipun akan menimbulkan dampak, faktor-faktor ini

bisa menyebabkan kerentanan terhadap kemampuan tubuh dalam menangkal penyakit

sehingga melahirkan berbagai penyakit menular berbasis lingkungan yang melengkapi

koleksi penyakit di tanah air.

Pada kejadian suatu penyakit, berbagai variabel lingkungan dan kependudukan

termasuk didalamnya perilaku hidup sehat adalah dua faktor risiko utama penyakit.

Penyehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya utama

pengendalian berbagai faktor risiko penyakit dalam satu wilayah. Manajemen penyakit

lingkungan berbasis wilayah, dapat dilakukan melalui manajemen kasus (case

management) dan manajemen kesehatan masyarakat (public health management).

12 | P a g e

Page 13: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

1. Manajemen Kasus (case management)

Merupakan bagian penting dari manajemen penyakit infeksi baru maupun penyakit

infeksi lama yang muncul kembali, penerapan teknik dan kemampuan diagnosis,

pemeriksaan laboratorium, pengobatan, perawatan dan rehabilitasi serta pencegahan

agar tidak menular kepada orang lain. Manajemen kasus yang berhasil, merupakan

upaya pencegahan yang efektif agar penyakit tidak menyebar, dan tidak menjadi

sumber penularan. Surveilans kasus, yang dilakukan dengan baik, sampai

menimbulkan ”aksi’, merupakan salah satu item penting yang perlu dilakukan.

Surveilans terpadu adalah kegiatan pengumpulan data, baik faktor risiko maupun

kejadian penyakit yang dilakukan secara simultan, sistematik, periodik,

berkesinambungan dan terencana, yang diikuti oleh analisis data untuk mendapatkan

informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan (manajemen).

2. Manajemen Kesehatan Masyarakat (Public Health Management)

Manajemen penyakit berbasis lingkungan tidak bisa dilaksanakan secara sendiri.

Oleh sebab itu, kemitraan dan Networking adalah salah satu kunci utama. Global

Networking dilakukan antarnegara, misalnya ASEAN, ASEAN + 3 negara (Japan,

China, Korea). Dalam pola baru ini disamping digunakan cara klasifikasi gejala

penyakit yang praktis dan sederhana dengan teknologi tepat guna, juga dipisahkan

antara tatalaksana penyakit Pneumonia dan tatalaksana penderita penyakit infeksi

akut telinga dan tenggorok.

National Networking

Di Indonesia networking antara Pusat dengan Dinas Kesehatan, dengan laboratorium baik

di Rumah Sakit maupun Laboratorium Kesehatan Masyarakat seperti seperti Balai Teknik

Kesehatan Lingkungan dan Penyelidikan Penyakit Menular (BTKLP2M). Demikian pula

dengan unit vertikal lainnya seperti Kantor Kesehatan Pelabuhan serta dengan LSM yang

bergerak di bidang kesehatan yang relevan. Networking juga harus dilakukan dengan

semua pelaku kesehatan dan tentu saja masyarakat itu sendiri, melalui berbagai media.

13 | P a g e

Page 14: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

Kerja Sama Lintas Sektor

Sesuai dengan kasus yang berkembang, maka kerjasama dengan berbagai instansi lintas

sektor diperlukan, koordinasi dengan Departemen Pertanian beserta UPT Dinasnya di

daerah dalam menangani KLB Flu burung oleh Virus Influenza A subtype H5N1.

Kerja sama dengan Dinas Pariwisata ketika terjadi wabah SARS dan lain sebagainya.

Untuk keberhasilan program dalam skala massal dan berkesinambungan perlu diterapkan

pendekatan kesehatan berbasis masyarakat. Pembentukan kemampuan diagnosis dini dan

respon dini secara proaktif di level desa, dalam rangka pengendalian yang cepat dan tepat

sasaran berdasarkan spesifik wilayah, yang memiliki potensi risiko yang berbeda.

Lembaga pendidikan kesehatan sebagai institusi yang memiliki tugas tridharma

perguruan tinggi perlu melakukan rekonstruksi kurikulum pendidikan kesehatan

masyarakat yang berbasis kompetensi, boleh jadi diarahkan dari subject based knowledge

ke problem based learning yang antara lain didasari oleh SPICES (Student center,

Problem based, Integrated learning, Community oriented, Early clinical/exposure

environmental epidemiological serta Systematic) tema skenario yang diangkat

berdasarkan berbagai masalah penyakit infeksi baru yang memiliki evidenced based,

penyebaran (global dan local epidemiologi), teknik penyelidikan epidemiologi serta

manajemen penyakit infeksi baru tersebut.

Di satu sisi, penanggulangan eksposure lingkungan antara lain upaya pencemaran

lingkungan merupakan tanggung jawab semua pelaku pembangunan. Departemen

Kesehatan tidak mungkin dapat mewujudkan kesehatan masyarakat, tanpa komitmen

pelaku pembangunan, mulai dari aspek perundang-undangan termasuk PERDA,

penerapan strategi, adanya perioritas kebijakan dan program pelaksanaan dan evaluasi di

masing-masing instansi, untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih.

Kesimpulan

Masalah penyakit lingkungan berbasis wilayah meliputi penyakit New Emerging

Infectious Disease (NEID) dan Re Emerging Infectious Disease (REID)

merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang harus diantisipasi, karena

berpotensi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), menyebar dalam tempo

singkat dan menimbulkan dampak luar biasa terhadap kehidupan masyarakat

serta merupakan salah satu ancaman serius di masa mendatang. Untuk itu

dibutuhkan kolaborasi lintas sektor, lintas program maupun lintas negara dalam

manajemen penanggulangannya, termasuk keterlibatan aktif lembaga pendidikan

kesehatan.14 | P a g e

Page 15: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

Weak Surveillance System; tidak bisa dipungkiri untuk negara berkembang

terutama di Indonesia sendiri sistem pencatatan dan pelaporannya pun

masih minim dan jauh dari nilai-nilai efektifitas misalnya dalam hal

surveilans epidemiologi pun masih sangat lemah dan banyak kekeliruan

ditambah lagi masih ada sebagian besar yang menggunakan sistem

manual.

15 | P a g e

Page 16: Emerging Disease di Indonesia dan Sistem pelaporan Kejadian Luar Biasa

DAFTAR PUSTAKA

1. Efendy. Nasrul.1998. Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta; EGC.

2. Budiarto. Eko. Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta; EGC.

3. Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. 2006. Laporan Kajian Kebijakan

Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Tahun 2006 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2006.

4. King L.J. (2004). Emerging and re-emerging zoonotic diseases: Challenges and opportunities.

OIE document 72 SG/9. 72nd OIE General Session, Paris, 23-28 May 2004.

5. Fineberg H.V. and Wilson M.E. (2010). Emerging Infectious Diseases. Paper accompanies

the International Risk Governance Council (IRGC) report “The Emergence of Risks:

Contributing Factors”.

16 | P a g e