basis salep absorbsi terhadap stabilitas sediaan salep .../per... · formulasi pada sediaan salep...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERBANDINGAN DAN PENGARUH VARIASI MINYAK NABATI PADA BASIS SALEP ABSORBSI TERHADAP STABILITAS SEDIAAN SALEP
EKSTRAK DAUN CEPLUKAN ( Physalisangulata Linn)
TUGAS AKHIR
Diajukanuntukmemenuhisalahsatupersyaratan
memperolehgelarAhliMadya D3 Farmasi
Oleh :
RhasantiDyahPramisthi
NIM M3509053
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian
saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.Apabila di kemudian hari dapat ditemukan
adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan atau
dicabut.
Surakarta, 31 Juli 2012
RhasantiDyah P
NIM M3509053
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERBANDINGAN DAN PENGARUH VARIASI MINYAK NABATI PADA BASIS
SALEP ABSORBSI TERHADAP STABILITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK DAUN CEPLUKAN
( Physalisangulata Linn)
Jurusan D3 FarmasiFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam UniversitasSebelasMaret
Surakarta
INTISARI
Physalisangulata L atauceplukanmengandung flavonoid dan alkaloid.TanamaninitelahterbuktimemilikiaktivitasantibakteriterhadapStaphylococcus aureusdengan KHM 0,20%. Untukitudibuatsediaansalepdenganmenggunakan basis minyaknabati.Tujuandaripenelitianiniyaituuntukmengetahuipengaruhformulasi basis salepabsorbsidenganvariasiminyaknabatiterhadapsifatfisikdanstabilitassalepekstrakdaunceplukan.
Penelitianinibersifateksperimentallaboratorium,dibuat 3 formulasisalep.Perbedaan yang adapadaformulasiiniyaituadanyavariasikomposisi basis salepabsorbsi, yaitupenggunaanminyakwijen, minyakzaitun, danminyakkelapa.Ketiga formula diujikestabilansediaansalepdenganujisifatfisikmeliputiujihomogenitas, organoleptis, ujiviskositas, ujidayalengket, ujidayasebar, danujipH.Pengujiandilakukanselama 4 mingguuntukmengetahui basis salep yang sesuaiuntukpembuatansalepekstrakdaunceplukan (Physalisangulata Linn).Data yang diperolehdianalisissecara statistic dengan Shapiro-Wilkdandilanjutkandenganone-way ANOVA padatarafkepercayaan 95%.
Hasilpenelitianmenunjukkanperbedaan basis minyaknabatiberpengaruhterhadapnilaiviskositas, dayalekat, dayasebar, tetapitidakberpengaruhterhadaphomogenitas, nilai pH, sertaorganoleptis.Formulasisalepdengan basis minyakzaitunadalah basis yang sesuaiuntuksediaansalepekstrakdaunceplukan.
Kata Kunci :Variasiminyaknabati, basis salepabsorbsi, ekstrakdaunceplukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
THE COMPARISON AND EFFECT OF VEGETABLE OIL VARIATION IN ABSORPTION OINTMENT BASE ON THE STABILITY OF
CEPLUKAN (Physalisangulata Linn) LEAF EXTRACT OINTMENT PREPARATION
D3 Pharmacy Department of Mathematics and Sciences
Faculty of SebelasMaret University
ABSTRACT
Physalisangulata L. or ceplukan contains flavonoid and alkaloid. This plant has evidently antibacterial activity against Staphylococcus aureus with KHM of 0.20%. For that reason, an ointment preparation is made using plant oil base. The objective of research is to find out the effect of absorption ointment base formulation with plant oil variation on physical properties and the stability of ceplukanleaf extract ointment.
This study was a laboratory experimental research in which 3 ointment formulations were made. The difference existing in this formulation was the presence of varied absorption ointment composition using wijen oil, olive oil, and coconut oil. These three formulas were tested for the stability of ointment preparation using physical properties test encompassing homogeneity, organoleptical, viscosity, adhesiveness, spreadability, and pH tests. The examination was done for 4 weeks to find out the appropriate ointment base for developing ceplukan(Physalisangulata L.) leaf extract ointment. The data obtained was then analyzed statistically with Shapiro-Wilk and followed by one-way ANOVA at confidence interval of 95%.
The result of research showed that the difference of plant oil base affected the viscosity, adhesiveness, spreadability values, but did not affect homogeneity, pH value, as well as organoleptic. The olive oil base was the one appropriate to ceplukan leaf extract ointment preparation.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Keywords: variety of vegetable oil,ceplukan leaf extract, absorbtionointment base
MOTTO
"Tidakada orang yang berputusasadarirahmatTuhan-nya, kecuali orang-orang
yang sesat." (QS. Al Hijr:56)
“Barangsiapabertakwakepada Allah niscayaDiaakanmengadakanbaginyajalankeluar. (QS.Ath Thalaq:2)
“HIDUP MEMANG BERAT TAPI JANGAN PUTUS ASA”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“TugasAkhirinisayapersembahkanuntukBapakdanIbu yang
selalumemberikandukungandandoanya, BapakdanIbu yang
selalumeyakinkansayauntuktetapmajudanterusmenjadiseoranglebihbaik….
Untukadikku yang selalumemberisemangatdandukungannya
Serta untuktemen-teman yang selaluadauntukku”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirobbil’alamin,
pujisyukurpenulispanjatkanataskaruniadananugerahTuhan Yang
MahaEsasehinggapenulisdapatmenyelesaikantugasakhirberjudul “Perbandingan
Dan PengaruhVariasiMinyakNabatiPada Basis
SalepAbsorbsiTerhadapStabilitasSediaanSalepEkstrakDaunCeplukan
(Physalisangulata Linn)”denganbaikdanlancar.
Penelitianinitermasukpenelitianeksperimentalsecaradeskriptifdenganmeng
gunakan data kualitatifdanbertujuanuntukmendapatkansalepekstrakdaunceplukan
yang
praktisdanefektifuntukdigunakanolehmasyarakat.Penelitiandanpenulisantugasakhi
rinimerupakansalahsatusyaratuntukdapatmemperolehgelarAhliMadyaFarmasi di
UniversitasSebelasMaret Surakarta.
Penulismenyadaribahwadalammelaksanakanpenelitiandanpenyusunanlapor
anini, penulistelahmendapatkandorongan, bimbingandanbantuandariberbagipihak,
olehkarenaitupenulismengucapkanterimakasih,
penghargaandanpenghormatankepada :
1. Kedua orang tua yang telahmemberikandukungan, semangat, dandoanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
2. Prof.Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons).,
PhD.selakuDekanFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitasS
ebelasMaret Surakarta.
3. Bapak Ahmad Ainurofiq,M.Si., Apt.selakuKetuaProgram D3
FarmasiUniversitasSebelasMaret Surakarta.
4. Bapak AnangKuncoro, S.Si., Apt. selakupembimbingTugasAkhir program D3
FarmasiUniversitasSebelasMaret Surakarta.
5. Sahabat dan teman-teman tercinta ( mbak ais, okti, bu bid dina, mami reyza)
yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini.
Penulismengharapkanadanyakritikdan saran yang
membangundarisemuapihakdalamrangkaperbaikantugasakhirini,
karenapenulismenyadarisepenuhnyabahwatugasakhirinimasihjauhdarisempurna.P
enulisberharapsemogatugasakhirinidapatbermanfaatbagipembacapadaumumnyada
ndapatmenjadibekalbagipenulisdalampengabdianAhliMadyaFarmasi di
masyarakatpadakhususnya.
Surakarta, 31Juli2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL….………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iii
INTISARI ……………………………………………………………… iv
ABSTRACT ……………………………………………………………… v
MOTTO ……………………………………………………………… vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………….. vii
KATA PENGANTAR .…………………………………………………... viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………. xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………... 1
1.1. LatarBelakangMasalah ………………………………….. 1
1.2. RumusanMasalah………………………………………..... 4
1.3. BatasanMasalah ………………………………………….... 4
1.4. Tujuan ……………………………………………………… 4
1.5.ManfaatPenelitian ………………………………………….. 4
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………... 5
2.1.TinjauanPustaka…………………………………………. 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2.1.1.Ceplukan(Physalisangulata Linn)………………….. 5
2.2. Simplisia .……………………………………………….. 8
2.3. Ekstrak…………………………………………………. 9
2.3.1. PengertianEkstrak…………………………………. 9
2.3.2. MetodeEkstraksi………………………………….. 10
2.3.3. LarutanPenyari …………………………………… 11
2.3.4. SkriningFitokimia ………………………………... 12
2.4. Salep ……………………………………………………… 14
2.4.1. PengertianSalep ……………………………………... 14
2.4.2. AbsorbsiMelaluiKulit ……………………………… 14
2.4.3. Syarat-syaratSalep…………………………………… 15
2.4.4. PenggolonganDasarSalep…………………………… 16
2.4.5. PembuatanSalep……………………………………... 17
2.4.6. MonografiBahan…………………………………….. 18
2.5. KerangkaPemikiran……………………………………….. 20
2.6. Hipotesis ……………………………………………........... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………….. 22
3.1. KategoriPenelitiandanRancanganPenelitian……………. 22
3.2. MetodePenelitian .………………………………………… 22
3.3. TempatPenelitian………………………………………….. 23
3.4. AlatdanBahan ……………………………………………. 23
3.4.1. Alat yang digunakan ………………………………… 23
3.4.2. Bahan yang digunakan ……………………………… 23
3.5. Analisa Data….. …………………………………………… 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………….. 32
4.1. DeterminasiTanaman ……………………………………... 32
4.2. HasilPreparasiSampel …………………………………… 32
4.3. HasilPembuatanEkstrak ………………………………….. 32
4.4. SkriningFitokimia ………………………………………… 33
4.5. HasilPemeriksaanSifatFisikSalep ……………………… 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………. 67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
5.1. Kesimpulan …………………………………….................. 67
5.2. Saran……………….……………………………………..... 67
DAFTAR PUSTAKA …………………………………......................... 68
LAMPIRAN …………………………………........................................ 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.BaganPembuatanEkstrak …………………………………… 30
Gambar 2.BaganPembuatanSalep …………………………………… 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.DeterminasiTanaman …………………………………..... 72
Lampiran 2. Data NilaiViskositas …………………………………..... 73
Lampiran 3.HasilAnalisis Data NilaiViskositas …………………….. 74
Lampiran 4.NilaiDayaSebarSalep …………………………………... 87
Lampiran 5.HasilAnalisis Data DayaSebarSalep ………………….. 88
Lampiran 6. Data NilaiDayaLekat ………………………………….. 101
Lampiran 7.HasilAnalisisDayaLekatSalep ……………………… 102
Lampiran 8.HasilNilai pH Salep ………………………………….... 114
Lampiran 9.HasilNilaiAnalisisNilai pH Salep…………………….. 115
Lampiran 10.Perhitungan RendemenEkstrak………………………. 128
Lampiran 11.DokumentasiPengujianSalep………………………. 129
Lampiran 12.HasilSkriningFitokimia…………………………… 130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya alam Indonesia, terutama obat tradisional merupakan aset
nasional yang perlu terus digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan
pemanfaatannya. Indonesia dengan wilayah yang mempunyai tingkat
keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana potensi sumber daya tumbuhan yang
ada merupakan suatu aset berharga dan sebagai modal dasar dalam upaya
pemanfaaatan dan pengembangannya untuk menjadi komoditi yang kompetitif.
Tanaman ceplukan (Physalis angulata Linn.) merupakan salah satu tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Physalis angulata L mengandung
flavonoid dan alkaloid (Anonim, 2002). Menurut Silva,et al.(2005), ekstrak etanol
ceplukan ( Physalis angulata L.) yang merupakan famili Solanaceae telah terbukti
memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dengan daya
hambat 0,20%. Robinson (1995) menyatakan bahwa salah satu kemungkinan
fungsi flavonoid adalah kerjanya sebagai antimikroba.
Formulasi pada sediaan salep akan mempengaruhi jumlah dan kecepatan zat
aktif yang diabsorbsi. Zat aktif dalam sediaan salep masuk ke dalam basis atau
pembawa yang akan membawa obat untuk kontak dengan permukaan kulit. Bahan
pembawa yang digunakan untuk sediaan topikal akan memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap absorbsi obat dan memiliki efek yang menguntungkan
jika dipilih secara tepat (Wyatt et al., 2001). Kualitas basis salep adalah stabil,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
lunak, mudah dipakai, kompatibel secara fisika kimia dan terdistribusi secara
merata (Anief, 2007).
Basis salep serap dan hidrokarbon mempunyai derajat penutupan yang
tinggi di kulit karena kedua basis ini dapat bertahan pada kulit pada waktu yang
lama dan tidak mudah dicuci. Semakin lama waktu pemakaian obat menempel di
kulit maka semakin banyak absorbsi (Ansel, 1989).
Minyak nabati merupakan salah satu basis minyak yang digunakan sebagai
basis salep absorbsi, terutama pada unguentum simplex. Minyak nabati banyak
jenisnya, misalnya minyak kacang, minyak zaitun, minyak kelapa, minyak wijen,
minyak kacang, minyak cokelat, dan sebagainya. Minyak nabati yang akan
dipakai sebagai basis dalam sediaan salep disini adalah minyak wijen, minyak
kelapa, dan minyak zaitun.
Minyak wijen yang terkandung didalam komposisi basis unguentum
simplex, diganti dengan minyak kelapa dan minyak zaitun. Minyak kelapa
merupakan minyak yang terdiri atas berbagai minyak kelapa dan minyak zaitun.
Minyak kelapa merupakan minyak yang terdiri atas berbagai asam lemak.
Dibandingkan minyak lain, minyak ini memiliki keunggulan dari segi
ekonomisnya yaitu harganya lebih murah dan mudah didapatkan. Minyak zaitun
dengan kandungan asam oleat hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan
melindungi elastis kulit dari kerusakan. Selain itu minyak zaitun juga kaya
vitamin E yang merupakan anti penuaan dini (Surtiningsih, 2005). Minyak zaitun
selain digunakan untuk berbagai maskan juga berkhasiat untuk perawatan
kecantikan. Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun merupakan
pelembab yang baik untuk melembabkan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak
zaitun merupakan pelembab yang baik untuk melembabkan kulit wajah dan tubuh.
Selain itu, minyak zaitun bermanfaat untuk melepaskan sel-sel kulit mati
(Surtiningsih, 2005).
Oleh karena itu disini akan dibuat suatu sediaan formulasi salep dengan
basis minyak nabati tersebut. Sediaan salep yang sudah jadi kemudian diuji
meliputi uji viskositas, uji daya sebar, uji daya lekat, uji pH, uji organoleptis, uji
homogenitas, uji daya proteksi, uji kesukaan, serta uji iritasi.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat fisik dan stabilitas salep ekstrak daun ceplukan dengan
menggunakan formulasi basis salep absorbsi dengan variasi minyak
nabati?
2. Formulasi manakah yang konsistensinya sesuai untuk sediaan salep daun
Ceplukan ?
1.3.Batasan masalah
Untuk menentukan sifat fisik dan stabilitas salep menggunakan uji
organoleptis, uji homgenitas salep, uji daya sebar, uji daya lekat, uji viskositas, uji
pH, serta uji iritasi pada kulit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1.4. Tujuan
1. Untuk mengetahui perbandingan dan pengaruh formulasi basis salep
absorbsi dengan variasi minyak nabati terhadap sifat fisik dan stabilitas
salep ekstrak daun ceplukan (Physalis angulata Linn.).
2. Untuk mengetahui formulasi salep basis absorbsi yang memiliki
konsistensi yang sesuai untuk sediaan salep daun ceplukan sebagai
antibakteri.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui formulasi salep dengan basis absorbsi yang cocok
dan stabil.
2. Dapat digunakan sebagai alternatif formulasi sediaan salep antibakteri
yang efektif dan efisien.
3. Dapat digunakan oleh masyarakat sebagai alternatif pengobatan penyakit
kulit, dalam sediaan yang praktis, efektif, dan mudah digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Tinjauan Pustaka
2.1.1. Ceplukan (Physalis angulata L.)
a. Sistematika daun ceplukan (Physalis angulata Linn)
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Solanaceae
Marga : Physalis
Jenis : Physalis angulata L
Sinonim : Physalis minima (Pitojo, 2002)
Penampakan morfologi daun ceplukan dapat dilihat seperti di bawah ini :
Gambar 1. Tanaman Physalis angulata L. (Anonim, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Nama Daerah
Morel berry (Inggris), Ciplukan (Indonesia), Ceplukan (Jawa), Cecendet
(Sunda), Yor-yoran (Madura), Lapinonat (Seram), Angket, Kepok-kepokan,
Keceplokan (Bali), Dedes (Sasak), Leletokan (Minahasa), Dagameme (Ternate).
c. Morfologi
Herba berumur setahun, tegak, tinggi s/d 1 m. Batang berusuk (=angulata)
bersegi tajam dan berongga. Daun berbentuk bundar telur memanjang berujung
runcing, dengan tepi rata atau tidak, 2,5-10,5 × 5-15 cm. Bunga di ketiak, dengan
tangkai yang tegak, keunguan, dan dengan ujung yang mengangguk. Kelopak
berbagi lima, dengan taju yang bersudut tiga dan meruncing, hijau dengan rusuk
keunguan. Mahkota serupa lonceng, berlekuk lima dangkal, kuning muda dengan
noda kuning tua dan kecoklatan di leher bagian dalam, 7-9 mm tingginya. Tangkai
sari kuning pucat dengan kepala sari biru muda. Buah dalam bungkus kelopak
yang menggelembung berbentuk telur berujung meruncing, hijau muda
kekuningan, dengan rusuk keunguan, 2-4 cm panjangnya. Buah buni di dalamnya
bulat memanjang, 1,5-2 cm, kekuningan jika masak (Depkes RI, 1995).
d. Sifat dan khasiat
Tanaman ceplukan bersifat analgetik (penghilang nyeri), detoksikan
(penawar racun) serta pengaktif fungsi kelenjar-kelenjar tubuh. Saponin yang
terkandung dalam ceplukan memberikan rasa pahit dan berkhasiat sebagai anti
tumor dan menghambat pertumbuhan kanker. Buah ceplukan berkhasiat sebagai
obat gusi berdarah, obat bisul, dan juga obat mulas, sedangkan daunnya berkhasiat
sebagai obat bisul. Untuk obat gusi berdarah dipakai ±30 gram buah masak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Physalis L., dengan cara dicuci dan dimakan ( Anonim, 2007). Akar ceplukan
dapat digunakan sebagai obat cacing yang berada di rongga perut, seduhan akar
ceplukan dapat digunakan sebagai obat sakit demam. Saponin yang terkandung
dalam ceplukan memberikan rasa pahit dan berkhasiat sebagai anti tumor dan
menghambat pertumbuhan. kanker, terutama kanker usus besar. Flavonoid dan
polifenol berkhasiat sebagai antioksidan (Depkes RI, 1994).
e. Kandungan kimia
Kandungan kimia dalam herba ceplukan antara lain Fisalin B, Fisalin D,
Fisalin F, Withangulantin A. Pada biji antara lain protein, minyak lemak, asam
palmitat, dan asam stearat. Akar dari ceplukan mengandung alkaloid, sedangkan
pada daun mengandung glikosida flavonoid dan pada tunas mengandung
flavonoid dan saponin (Sudarsono, dkk., 2002).
f. Dosis Dalam Sediaan
Ekstrak metanol tanaman ceplukan (Physalis angulata L) ini mempunyai
aktivitas sebagai antimikroba yaitu dapat melawan bakteri Bacillus subtilis
(Angulana, et al. 1975). Ekstrak etanol dari Physalis angulata L dapat
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Sanches
et al. 1997, Silva et al. 1999). Dari uji antimikroba didapatkan bahwa, ekstrak
tanaman ceplukan dengan konsentrasi 0,20% dapat menghambat S.aureus ATCC
29213, S.aureus ATCC 29253, dan N.gonorrhoeae dengan menggunakan metode
dilusi agar (Silva, et al. 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2.2. Simplisia
Simplisia adalah bahan yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman
utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan dikeluarkan dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia nabati
harus memenuhi syarat-syarat kemurnian simplisia diantaranya harus bebas dari
serangga, fragmen, hewan, atau kotoran hewan, tidak boleh menyimpang bau dan
warna, tidak boleh mengandung lendir dan cendawan atau menunjukkan tanda-
tanda pengotoran lain, tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau
berbahaya (Anonim, 1979).
2.3. Ekstrak
2.3.1. Pengertian ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat denagn menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim,
1986).
Penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa zat aktif yang semula
berada di didalam sel ditarik oleh cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan
bertambah baik bila serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin
banyak (Anonim, 1986).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Berdasarkan atas sifatnya ekstrak dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu :
a. Ekstrak encer (Extractum tenue)
Sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang.
b. Ekstrak cair (Extractun fluidum)
Ekstrak cair yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai
dengan 2 bagian (kadang-kadang juga 1 bagian) ekstrak cair (Voigt, 1984).
c. Ekstrak kental (Extractum spissum)
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya
berjumlah sampai 30%.
d. Ekstrak kering (Extractum siccum)
Konsistensinya kering dan mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan
pengekstraksian dan pengeringan sisanya akan terbentu suatu produk, yang
sebaiknya memiliki kendungan lembab tidak lebih dari 5%.
2.3.2. Metode Ekstraksi
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan dalam penelitian antara
lain maaserasi, perkolasi, sokhletasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan
beberapa faktor seperti : sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian
dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak
sempurna (Anief, 2004).
a. Maserasi adalah proses ekstraksi paling tepat dimana obat yang sudah
halus memungkinkan untuk direndam sampai meresap dan melunakkan susunan
sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut. Obat yang akan diekstraksi
biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
simplisia yang akan diekstraksi dimasukkan lalu bejana ditutup rapat, dan sisanya
dikocok berulang-ulang lamanya, biasanya berkisar dari 2-14 hari. Pengocokan
memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh
permukaan dari obat yang sudah halus. Maserasi biasanya dilakukan pada
temperatur 15-20°C dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut,
melarut (Syamsuni, 2006).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian
cara maserasi yaitu pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna
(Anonim, 1986).
b. Perkolasi merupakan proses dimana obat yang sudah halus, diekstraksi
dengan pelarut yang cocok dengan cara dilewatkan perlahan-lahan pada suatu
kolom. Obat dimampatkan dalam alat ekstraksi khusus yang disebut perkolator
(Syamsuni, 2006).
c. Sokhletasi adalah ekstraksi, dimana bahan yang akan diekstraksi
dimasukkan ke dalam sebuah kantong ekstraksi (kertas atau koran) di dalam
sebuah alat ekstraksi yang bekerja kontinyu.
Wadah gelas yang mengandung kantong diletakkan di atas labu suling dan
suatu pendingin aliran balik dan dihubungkan melalui pipa pipet. Labu tersebut
berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi pemanasan akan menguap
mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet lalu berkondensasi di
dalamnya dan menetes di atas bahan yang diekstraksi (Syamsuni, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2.3.3. Larutan penyari
Kriteria cairan penyari yang baik antara lain murah, mudah didapat, stabil
secara kimia dan fisika, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah
terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak
mempengaruhi zat berkhasiat. Cairan penyari yang dapat digunakan adalah air,
etanol, etanol-eter atau eter (Anonim, 1986).
Etanol adalah cairan penyari yang dapat melarutkan beberapa zat aktif
diantaranya alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, antrakinon,
flavonoid, steroid, dammar, klorofil, lemak, malam, tannin, dan saponin (Anonim,
1986).
Etanol tidak menyebabkan pembentukan membran sel dan memperbaiki
stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lainnya adalah sifatnya yang mampu
mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan
sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan,
khususnya campuran –etanol-air. Etanol (70% volume) sangat efektif dalam
menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan balast hanya sedikit
larut ke dalam cairan pengekstraksi (Voight, 1984).
2.3.4. Skrining Fitokimia
Ada 2 pendekatan dalam melakukan pencarian kandungan senyawa dari
bahan alami yang memiliki aktivitas biologi tertentu yaitu pendekatan
fitofarmakologi dan pendekatan skrining fitokimia. Pendekatan skrining fitokimia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
meliputi analisis kualitatif (Rakhmawati, 2010). Penapisan fitokimia meliputi
pemeriksaan terhadap adanya alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid
dan triterpenoid (Harborne, 1987).
Kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang,
daun, bunga, buah dan biji), terutama kandungan metabolit sekundernya yaitu
alkaloid, senyawa fenol, dan terpenoid. Tujuan dilakukan skrining fitokimia yaitu
untuk mensurvai tumbuhan dalam mendapatkan kandungan senyawa bioaktif atau
kandungan yang berguna untuk pengobatan (Rakhmawati, 2010).
Metode skrining fitokimia dipilih berdasarkan beberapa persyaratkan antara
lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal, dan selektif
terhadap golongan senyawa yang dipelajari serta dapat memberikan keterangan
ada tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang ada. Analisa kualitatif
untuk mengetahui golongan senyawa bioaktif dapat dilakukan dengan uji tabung
dan atau uji kualitatif secara KLT. Kedua metode ini dapat digabungkan dan dapat
dilakukan untuk melakukan survei tunbuhan di lapangan (Rakhmawati, 2010).
Pengujian alkaloid yaitu sebanyak dua gram serbuk bahan dilembabkan
dalam amnonia 25%, lalu digerus dalam mortir.Kemudian ditambah 20 mL
kloroform dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan difiltrat digunakan untuk
percobaan (larutan A). Larutan A diteteskan pada kertas saring dan kemudian
diberi pereaksi Dragendorff. Warna jingga yang timbul pada kertas saring
menunjukkan alkaloid positif. Larutan A diekstraksi dua kali dengan asam klorida
10% untuk larutan (larutan B). Masing-masing 5 mL larutan B dalam tabung
reaksi diuji dengan pereaksi Mayer positif bila endapan putih yang terbentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
bertahan selama 15 menit. Dan positif pada uji dengan pereaksi Dragendorff bila
terbentuk endapan merah bata yang bertahan selama 15 menit (Harborne, 1987).
Pengujian yang lain adalah ekstrak ditambahkan dengan larutan basa
ammonium 1% dan kloroform di dalam tabung reaksi, dikocok kemudian lapisan
kloroform (lapisan bawah) dipipet dan ditambahkan HCl 2 N lalu dikocok.
Larutan yang didapat dibagi tiga sebagai blangko, dan sisanya direaksikan dengan
pereaksi Mayer dan Dragendorf. Hasil positif yaitu campuran dengan pereaksi
Mayer menimbulkan endapan putih dan campuran dengan pereaksi Dragendorf
menimbulkan kekeruhan dan endapan berwarna jingga (Rakhmawati, 2010).
Pengujian flavonoid yaitu sebanyak satu gram bahan ditambah 100 mL air
panas, didihkan selama 15 menit, kemudian disaring. Filtrat (larutan C) juga
digunakan untuk percobaan saponin, tanin dan kuinon. Larutan C sebanyak lima
ml ditambah serbuk magnesium, dua ml alkohol, asam klorida (1:1) dan amil
alkohol, dikocok kuat-kuat dan kemudian dibiarkan memisah (Harborne, 1987).
2.4. Salep
2.4.1. Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan
lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika
adalah 10% ( Anonim, 1979).
Salap pada pokoknya berlaku untuk terapi lokal. Salap penutup dan salep
pelindung seharusnya melindungi kulit dari kerja yang merusak. Salep luka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dijumpai penggunaannya untuk menangani penyakit kulit akut atau kronis.
Kepada mereka diharapkan suatu pendesakan ke dalam lapisan kulit teratas
(penetrasi) dan dalam banyak kasus mulanya memberikan efek penyambuhan
(Voight, 1984).
2.4.2. Absorbsi Melalui Kulit (Perkutan)
Absorbsi perkutan didefinisikan sebagai absorbsi bahan dari luar kulit ke
posisi bawah kulit yang masuk ke dalam aliran darah. Umumnya absorbsi
perkutan dari bahan obat seperti sediaan salep, tidak hanya tergantung pada sifat
fisikokimia dari bahan obatnya saja, tapi juga pada sifat pembawa (basis) dan
pada kondisi kulit (Ansel, 1989). Tujuan umum penggunaan obat pada terapi
dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat
spesifik di jaringan epidermis ( Lachman et al., 1994).
a) Penetrasi kulit oleh obat. Obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh setelah
pemakaian topikal melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar
lemak atau antara sel-sel darai selaput tanduk. Apabila kulit utuh, maka cara
utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis, lebih baik
daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat. Stratum cornetum,
epidermis yang hidup dan dermis dapat dianggap meripakan penghalang.
Penetrasi lapisan ini dapat terjadi dengan cara difusi melalui penetrasi transeluler
(menyeberangi sel), penetrasi intaseluler (antarsel), penetrasi transappendageal
(melalui folikel rambut, keringat, kelenjar lemak, dan perlengkapan pilasebaceus)
(Ansel, 1989).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b) Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi perkutan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efek absorbsi obat dalam salep oleh kulit adalah laju difusi yang
sangat tergantung pada sifat fisikokimia obat, dan hanya sedikit tergantung pada
zat pembawa, PH, dan konsentrasi (Lachman et al, 1994). Sedangkan faktor
fisiologi melibatkan keadaan dan umur kulit, aliran dan tempat pengolesan,
kelembaban dan suhu (Aiache, 1982).
2.4.3. Syarat-syarat Salep
Salep harus memenuhi kualitas dasar antara lain :
a. Stabil
Salep harus stabil selama masih digunakan untuk mengobati. Oleh karena
itu bebas inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada
dalam panas.
b. Lunak
Salep banyak digunakan untuk kulit teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi dan
dibuat sedemikian sehingga semua zat keadaan yang halus dan seluruh
produk harus lunak dan homogen.
c. Mudah Digunakan
Kebanyakan keadaan salep adalah mudah digunakan, kecuali sediaan salep
dalam keadaan sangat kaku (keras) atau sangat encer. Salep tipe emulsi umumnya
paling mudah digunakan dan mudah dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok
Dasar salep harus dapat campur secara fisika dan fisika kimia dengan obat
yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
terapi dari obat dan dipilih sedemikian rupa untuk mampu melepas obat pada
daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata
Pengobatan dengan salep yang padat atau cair harus terdistribusi merata
melalui dasar salep. Pengobatan harus disesuaikan dengan fase yang cocok bila
dengan produk teremulsi.
2.4.4. Penggolongan Dasar Salep
a) Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon (bersifat lemak) bebas air, preparat yang berair
mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih
minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien.
Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan
tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya sebagai
bahan penutup saja.
Contoh : Vaseline, paraffin, minyak mineral (Anief, 2004).
b) Dasar salep absorbsi
Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan
derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Dasar salep
ini juga bermanfaat untuk percampuran larutan berair ke dalam larutan berlemak.
Contoh : Petrolatum hidrofilik, lanolin anhidrida, lanolin, cold cream (Ansel,1989).
c) Dasar salep larut dalam air
Basis yang larut dalam air biasanya disebut sebagai greseless karena
tidak mengandung bahan berlemak. Karena dasar salep ini sangat mudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
melunak dengan penambahan air, larutan air tidak efektif dicampurkan ke dalam
bahan dasar ini. Dasar salep ini lebih baik digunakan untuk dicampurkan dengan
bahan tidak berair atau bahan padat.
Contoh : Polietilenglikol, gummi arabicum (Anief, 2004).
2.4.5. Pembuatan Salep
Salep dibuat dengan dua metode yaitu pencampuran dan peleburan. Metode
untuk pembuatan tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya. Dalam
metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama-sama dengan
segala cara sampai sediaan yang rata tercapai. Pada metode peleburan, semua atau
beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan melebur bersama dan
didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-
komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang
sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk (Ansel, 1989).
2.4.6. Monografi Bahan
a. Malam Kuning ( Cera Flava)
Malam kuning ini sama dengan malam putih, yaitu malam yang diperoleh
dari sarang Apis mellifera L. Atau spesies apis lain. Mengandung lebih kurang
70% ester terutama miristil palmitat. Di samping itu juga mengandung asam
bebas, hidrokarbon, ester kolesterol, dan zat warna. Malam kuning ini bentuknya
padat, berwarna coklat kekuningan, baunya enak seperti madu. Zat padat ini agak
rapuh jika dingin, tapi menjadi elastik jika hangat dan bekas patahan buram dan
berbutir-butir. Kelarutannya sama dengan malam putih yaitu adalah praktis tidak
larut dalam air , agak sukar larut dalam etanol (95%) P dingin, larut dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
kloroform P dan dalam eter hangat, dalam minyak lemak serta dalam minyak
atsiri. Cara penyimpanannya dalam wadah tertutup baik, khasiat dan penggunaan
sebagai zat tambahan saja (Anonim, 1979).
b. Minyak wijen (Oleum Sesami)
Minyak wijen adalah minyak lemak yang diperoleh dengan penyulingan biji
sesamun indicum L. Bentuknya berupa cairan, berwarna kuning pucat, baunya
lemah, rasa tawar, serta tidak membeku pada suhu 0°. Kelarutan minyak wijen ini
adalah sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam
eter P, dan dalam eter minyak tanah P ( Anonim, 1979).
c. Minyak zaitun ( Oleum Olive)
Minyak zaitun merupakan minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan
dingin biji masak Olea europea L. Minyak ini berupa ciran berwarna kuning pucat
atau kuning kehijauan, berbau lemah, tidak tengik, serta rasanya yang khas.
Kelarutan minyak zaitun ini yaitu sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut
dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P.
Penyimpanannya dalm wadah tertutup baik dan terisi penuh. Khasiat dan
penggunaan minyak zaitun adalah sebagai zat tambahan.
d. Minyak kelapa (Oleum Cocos)
Minyak kelapa adalah minyak yang diperoleh dengan pemerasan panas
endosperm kering Cocos nucifera L. Minyak ini berupa cairan jernih, tidak
berwarna atau kuning pucat, bau khas dan tidak tengik. Kelarutannya yaitu larut
dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu 60˚, sangat mudah larut dalam
kloroform P dan dalam eter P. Cara penyimpanannya dalam wadah tertutup baik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
terlindung dari cahaya, dan di tempat yang sejuk. Khasiat dan penggunaan oleum
ini adalah sebagai zat tambahan (Anonim, 1979).
e. Lemak Bulu Domba ( Adeps Lanae)
Adeps lanae adalah suatu zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari
bulu domba Ovie aris Linne ( Farm Bovidae), yang mengandung air tidak lebih
dari 0.25%. Bentuknya berupa zat serupa lemak, liat, lekat, berwarna kuning
muda atau kuning pucat. Agak tembus cahaya, bau lemah dan khas. Kelarutannya
praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut
dalam kloroform P, dan dalam eter P (Anonim, 1979).
2.5. Kerangka Pemikiran
Physalis angulata Linn. atau biasa dikenal dengan nama ceplukan adalah
suatu tanaman yang banyak tumbuh liar di kebun. Bagian daun pada tanaman ini
memiliki metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional. Manfaat daun ceplukan salah satunya adalah dapat digunakan sebagai
antibakteri.
Pengobatan antibakteri berguna untuk membunuh atau mematikan bakteri
yang menjadi penyebab berbagai macam penyakit kulit. Namun, selama ini
masyarakat jarang memanfaatkan daun ceplukan ini sebagai alternatif pengobatan
tradisional. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, daun ceplukan
mempunyai senyawa bioaktif flavonoid yang berfungsi sebagai zat antibakteri.
Basis salep absorbsi merupakan basis yang bersifat hidrofil atau dapat
mengikat air, basis ini memiliki kemampuan menyerap kelebihan air. Basis salep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
absorbsi mempunyai sifat lengket yang kurang menyenangkan tapi mempunyai
sifat yang lebih mudah tercuci dengan air dibandingakan dasar salep berminyak.
Penggunaan minyak nabati dalam pembuatan dasar salep seperti pada
unguentum simplex adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
membuat sediaan salep dengan basis absorbsi. Unguentum simplex terdiri dari
cera flava dan minyak wijen. Ekstrak daun ceplukan ini akan diformulasi menjadi
sediaan salep antibakteri. Ada 3 jenis minyak nabati yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu minyak wijen, minyak zaitun, dan minyak kelapa.
Salep ekstrak daun ceplukan yang telah dibuat, diuji stabilitasnya selama 4
minggu. Uji yang dilakukan meliputi uji stabilitas fisik, uji pH, uji kelengketan,
uji iritasi serta uji viskositas. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan suatu formulasi sediaan salep yang mempunyai kestabilan fisik yang
baik serta memiliki keunggulan tertentu dengan digunakannya basis minyak
nabati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2.6. Hipotesis
a. Penggunaan variasi minyak nabati pada basis salep absorbsi diduga
berpengaruh terhadap kestabilan sifat fisik salep. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena adanya perbedaan bobot jenis minyak nabati.
b. Penggunaan minyak zaitun sebagai basis salep diduga memiliki kestabilan
yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan minyak wijen dan
minyak kelapa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kategori Penelitian dan Rancanangan Penelitian.
Kategori dan rancangan penelitian yang digunakan ini bersifat
eksperimental laboratorium dengan menggunakan 3 macam variabel, yaitu :
1. Variabel Bebas : Variasi komposisi minyak nabati yaitu minyak wijen, minyak
zaitun, dan minyak kelapa pada basis salep absorbsi.
2. Variabel Tergantung : sifat fisik sediaan salep (uji organoleptis, uji
homogenitas, uji proteksi, daya sebar, daya lekat, viskositas salep serta pH
salep).
3. Variabel Kendali : Lama penyimpanan, suhu.
3.2. Metode Penelitian
Penelitian yang bersifat eksperimental laboratorium ini dilakukan dalam 3
tahap. Yang pertama adalah pembuatan ekstrak daun ceplukan dengan
menggunakan penyari etanol 70% secara maserasi. Tahap kedua adalah
pembuatan salep dengan basis salep absorbsi. Tahap ketiga atau tahap terakhir
yaitu pengujian stabilitas fisik salep yang disimpan pada suhu ruangan. Perbedaan
yang ada pada formulasi ini yaitu adanya variasi komposisi basis salep absorbsi,
yaitu penggunaan minyak wijen, minyak kelapa dan minyak zaitun. Pengujian
terhadap stabilitas salep dilakukan selama seminggu sekali, dan salep disimpan
selama 4 minggu (Fauzani, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3.3. Tempat Penelitian
Penelitian ini rencananya akan dilakukan ini Laboratorium Farmasetika D3
Farmasi FMIPA UNS mulai bulan Mei sampai dengan bulan Juli.
3.4. Alat dan Bahan
3.4.1. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperangkat alat gelas, pH
meter, vaccum rotary evaporator (Stuart RE 300), lemari es pendingin (LG),
viskosimeter ( VT-04 E RION CO), timbangan, kaca preparat, dll.
3.4.2.Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain malam kuning,
minyak wijen, minyak zaitun, minyak kelapa, adeps lanae dan ekstrak daun
ceplukan.
1. Tahap Penelitian
a) Determinasi Bahan
Tanaman utuh ceplukan yang didapat di daerah Magetan, tepatnya di
Pupus RT 04/ RW 07, Lembeyan, Magetan. Pengumpulan daun ini
dilakukan pada bulan Februari, dipetik pada sore hari. Selanjutnya,
dideterminasi di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA UNS.
b) Pembuatan Simplisia
Tanaman ceplukan (Physalis angulata L) ini setelah terkumpul, lalu
daun ceplukan dipisahkan dari tangkai dan batangnya, kemudian dicuci
sampai bersih dengan air yang mengalir. Selanjutnya, dikeringkan di bawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
sinar matahari tidak langsung yaitu dengan ditutup kain. Setelah kering,
simplisia tersebut dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan derajat halus
(4/18).
c) Pembuatan Ekstrak Daun Ceplukan
Daun Ceplukan yang telah terkumpul dipisahkan dari batang dan
tangkainya, kemudian dicuci sampai bersih. Hal ini untuk menghindari
adanya kontaminan yang akan mempengaruhi kemurnian ekstrak yang
dihasilkan. Setelah bersih, selanjutnya dipotong dengan ketebalan ±2 mm,
lalu dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering benar. Selanjutnya,
simplisia kering dihaluskan dengan blender sampai menjadi serbuk (4/18).
Serbuk daun ceplukan diekstraksi dengan metode maserasi, menggunakan
pelarut etanol 70%.
Maserasi dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimasukkan dalam
sebuah bejana atau stoples, ditambahkan larutan penyari etanol 70%. Bejana
tersebut ditutupi dan disimpan di tempat yang terlindung dari sinar matahari
langsung, dibiarkan selama 5 hari, sambil sering diaduk. Setelah 5 hari,
campuran tersebut diserkai, diperas, dicuci ampasnya menggunakan larutan
penyari secukupnya. Maserat dipindah dalam bejana tertutup, dibiarkan di
tempat yang sejuk, terlindung dari cahaya matahari selama 2 hari. Setelah 2
hari, maserat dienaptuangkan. Dari hasil ini, dipisahkan antara filtrat dan
ampasnya. Filtrat yang diperolah diuapkan menggunakan vaccum rotary
evaporator dengan pemanas water bath, sampai didapatkan ekstrak kental
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
(Anonim, 1995). Ekstrak yang diperoleh kemudian dihitung rendemennya
dengan rumus sebagai berikut :
Rendemen =
X 100%
d) Pengujian Kandungan Flavonoid, Polifenol, dan Tanin
Ekstrak 0,5 gram ditambahkan dengan aquadest secukupnya, dan
dididihkan selama 10 menit. Hasil disaring, dan filtratnya ditambahkan
serbuk Mg dan pereaksi asam klorida (HCl), kemudian dipanaskan di atas
penangas air. Setelah itu ditambahkan dengan amil alcohol, dikocok hingga
tercampur merata. Hasil positif mengandung flavonoid yaitu tertariknya
warna kuning – merah pada lapisan alkohol.
Untuk pengujian polifenol yaitu dengan cara, 0,5 gram ekstrak daun
ceplukan dimasukkan dalam tabung reaksi dipanaskan dengan 5 ml air,
selama 10 menit. Hasil disaring dan ditambah pereaksi besi (III) klorida
sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna hijau biru menunjukkan adanya
polifenol.
Untuk uji tannin yaitu 0,5 gram ekstrak dipanaskan dengan 10 ml air
selama 30 menit. Hasilnya disaring, filtrate yang diperoleh ditambah dengan
natrium klorida 2% sebanyak 1 ml. bila terjadi suspensi atau endapan
disaring dengan kertas saring, kemudian filtrate yang diperoleh ditambah
dengan gelatin 1%. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tanin atau
zat samak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
e) Formulasi Salep
Formulasi salep modifikasi untuk 100 gram dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1. Formulasi Salep Ekstrak Daun Ceplukan dengan Variasi Basis Salep Absorbsi Bahan Formula I Formula II Formula III
Ekstrak daun ceplukan
Cera flava
Minyak wijen
Minyak Zaitun
Minyak kelapa
Adeps Lanae
Oleum Melati
Nipagin
Nipasol
1 gram
29,28 gram
68,32 gram
-
-
2 gram
5 tetes
0,1 gram
0,1 gram
1 gram
29,28 gram
-
68,32 gram
-
2 gram
5 tetes
0,1 gram
0,1 gram
1 gram
29,28 gram
-
-
68,32 gram
2 gram
5 tetes
0,1 gram
0,1 gram
Jumlah 100 gram 100 gram 100 gram
f) Cara pembuatan salep
Cera flava dilebur dalam cawan bersama adeps lanae, diatas penangas air
dan dicampur dengan minyak. Untuk FI dicampur dengan minyak wijen, F II
dengan minyak zaitun, dan F III dengan minyak kelapa. Setelah bahan lebur,
diaduk dalam mortir hangat ditambah dengan nipagin dan nipasol. Aduk
sampai rata, terakhir masukkan ekstrak daun ceplukan dan diaduk sampai
campuran salep dingin. Dikemas dalam pot salep, ditutup rapat dan disimpan
dalam suhu kamar selama 4 minggu.
g) Pengujian Sediaan Salep
Sediaan salep diamati secara organoleptis untuk mengetahui homogenitas,
warna, dan bau setiap minggu selama empat minggu pada suhu kamar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
1. Uji Homogenitas salep
Sediaan salep diuji homogenitasnya dengan mengoleskan pada sekeping
kaca atau bahan transparan yang cocok. Diamati sediaan salep menunjukkan
susunan yang homogen
2. Daya sebar
Salep ditimbang 0,5 gram diletakkan di tengah alat ( kaca bulat). Kaca
bulat bagian atas ditimbang terlebih dahulu, kemudian diletakkan di atas
massa salep dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter salep yang menyebar
diukur, diambil diameter dari berbagai sisi. Beban tambahan seberat 5 gram
ditambahkan, didiamkan selama 1 menit dan dicatat diameter salep yang
menyebar seperti sebelumnya. Diteruskan dengan menambahkan tiap kali
beban tambahan 10, 15, 20 gram sampai salep tidak menyebar lagi dan
diameter salep yang dicatat adalah penyebaran setiap 1 menit pada
penambahan beban (Paramita, 2005).
3. Uji Kelengketan
Uji ini dilakukan dengan alat-alat seperti alat tes melekat salep, dua objek
gelas, stopwatch, anak timbangan gram dan dilakukan dengan cara
meletakkan salep secukupnya di atas objek gelas, di atas salep tersebut
keudian ditekan dengan beban 500 gram selama selama 5 menit kemudian
pasang objek gelas pada alat tes setelah itu lepaskan beban seberat 50 gram
dan dicatat waktunya hingga kedua objek tersebut terlepas. Diulangi cara
diatas pada setiap formula masing-masin 3 kali. Pengujian dilakukan selama 4
minggu (Fauzani, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
4. Pemeriksaan pH
Uji pH dilakukan dengan cara melarutkan 0, 5 gram salep kedalam 30 ml
akuadest dan dipanaskan diatas waterbath hingga melarut. Larutan diukur
dengan menggunakan pH meter ditunggu sampai nilai pH konstan dan
diperoleh nilai pH salep. Sediaan salep diukur selama 4 minggu ( Sari, 2006).
5. Pengujian iritasi sediaan salep
Pengujian iritasi sediaan salep yang dibuat dilakukan terhadap dua puluh
orang sukarelawan dengan uji tempel terbuka ( Patch Test), yakni :
Sejumlah sediaan uji dioleskan pada punggung tangan kanan sukarelawan dan
dibiarkan terbuka selama lima menit. Punggung tangan kiri diolesi salep
dengan basis pembanding. Selanjutnya perubahan warna yang terjadi pada
punggung tangan kanan masing-masing sukarelawan diamati. Jika tidak
terjadi reaksi ( tidak merah dan tidak bengkak) diberi tanda (-), jika terjadi
reksi ( kulit memerah) diberi tanda (+) ( Padmadisastra dkk., 2007).
6. Pengujian Kesukaan (Hedonic test) Sediaan Salep
Uji kesukaan dilakukan terhadap kedua formula basis salep pilihan,
kepada 20 orang responden dengan metode angket. Faktor yang menjadi
evaluasi yaitu kesukaan mereka terhadap sediaan salep yang mudah
dioleskan, dan tidak lengket serta memberikan kenyamanan pemakaian akan
sediaan salep yang dioleskan ke permukaan kulit mereka (Padmadisastra et
al, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
7. Uji Viskositas
Uji viskositas salep dilakukan dengan menggunakan alat viskosimeter.
Viskosimeter dipasang pada klemnya dengan arah horizontal atau tegak lurus
dengan klemnya. Rotor kemudian dipasang dengan viskosimeter dengan
menguncinya berlawanan arah dengan jarum jam. Mangkuk diisi sampel
salep yang akan diuji, motor ditempatkan tepat berada di tengah-tengah
mangkuk yang berisi salep, kemudian alat dihidupkan dan ketika rotor
berputar jarum penunjuk viskositas secara otomatis akan bergerak menuju ke
kanan kemudian setelah stabil, ciskositas dibaca pada skala motor yang
digunakan (Sari, 2006).
8. Uji daya proteksi
Sediaan salep ekstrak daun ceplukan diuji daya proteksi dengan cara
membasahi kertas saring dengan fenolftalein, kemudian dikeringkan. Setelah
itu kering, kertas saring diolesi dengan salep. Kemudian ditempel dengan
kertas saring lain dan ditetesi dengan KOH 0,1 N, lalu diamati adanya noda
berwarna merah pada kertas tersebut. Pengamatan dilakukan dalam waktu 15
detik, 30 detik, 45 detik, 1 menit , 3 menit, dan 5 menit.
3.5.Analisa Data
Data yang diperoleh dari uji sifat fisik salep dianalisa secara statistik.
Untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak menggunakan
kolomogorov spirnov, bila terdistribusi normal dilanjutkan dengan Uji One way
Anova dan Uji Tukey.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Diagram Alir langkah kerja
1. Bagan Metode Pembuatan Ekstrak
dikeringkan
Gambar 1. Bagan pembuatan Ekstrak
Dikeringkan dengan vaccum
rotary evaporator
Ekstrak kental
Ekstrak Cair
Ekstraksi pelarut etanol 70%
metode maserasi
Simplisia Kering 1kg Daun Ceplukan
Segar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2. Cara Pembuatan Salep
Gambar 2. Bagan pembuatan salep
5 tetes minyak melati
Campuran dingin dan
terbentuk massa salep
Kedua campuran diaduk
dalam mortir hangat
Nipagin, nipasol dan
ekstrak daun ceplukan
dicampur
Cera flava, minyak nabati,
adeps lanae dilebur di atas
water bath
Penimbangan Cera flava, minyak nabati, adeps lanae,
Nipagin, Nipasol, Ekstrak daun sirih merah, dan minyak
melati
Salep yang siap pakai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
DAFTAR PUSTAKA
Aiache,J.M., 1982, Farmasetika 2 Biofarmasi diterjemahkan oleh Widji Soeratri
edisi II, 458-471, Airlangga Universitas Press, Surabaya.
Anonim, 1970, The United State Pharmacopea Rev 19, Inc. Washington, DC
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Hal 504, 506, 570, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Hal 7, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Ansel, Howard C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Hal 502-506, 606-
607, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Depkes RI, 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta
Depkes RI, 2000, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II), Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta
Fauzani, Nurul H.A., 2011, Stabilitas Fisik Sediaan Salep Pati Bengkuang dan
Aktivitasnya sebagai Tabir Surya pada Mencit, Skripsi, Fak Farmasi,
UGM, Yogyakarta
Lachman, L., Liebermen, H.A., & Kanig, J.L., 1986, The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, Third edition, 436-538, Lea and Febiger,
Philadelphia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Mayasari, R.A., 2011, Formulasi Sediaan Salep dari Fraksi Etanolik Daun Lobak
(Rhapanus sativus L. var. hortensis back. ) Sebagai Antibakteri dan
Antioksidan, Tugas Akhir, Program Studi D3 Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Padmadisastra, Y., Syaugi, A., dan Anggia, S., 2007, Formulasi Sediaan Salep
Antikeloidal Yang Mengandung Ekstrak Terfasilitasi Panas Microwave
Dari Herba Pegagan. Seminar Kebudayaan Indonesia Malaysia Kuala
Lumpur
Pasroni, 2004, Pengaruh Basis Salep Terhadap Aktivitas Antijamur Minyak
Atsiri Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) Secara In Vitro, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pitojo, S., 2002, Ceplukan dan herba berkhasiat Obat, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Robinson T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Terjemahan Patma
winata, K., Edisi IV, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 157.
Silva, et al., 2005, Studies on Antimicrobial Activity, in vitro, of Physalis angulata
L.(Solanaceae) Fraction and Physalin B Bringing Out The Importance of
Assay Determination, Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol.
100(7): 779-782.
Sudarsono, Gunawan, D., wahyono, S., Donatus, L. A. 2002. Tumbuhan Obat H.
Pusat Penelitian Obat Tradisional, UGM: Yogyakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Van Steenis C. G. G. J., 1997. Flora Untuk sekolah di Indonesia diterjemahkan
oleh Moeso Surjowinoto, dkk, Cetakan III, 391, Pradnya Paramita, Jakarta.
Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh
Noerono, S., Soewandi., Widianto, Mathilda B., Edisi V, , Gadjah Mada
Unversity Press, Yogyakarta.
Wulan, A., 2011, Pengaruh Penggunaan Basis Salep Serap Dan Basis Larut Air
Pada Sediaan Salep Ekstrak Etanol Batang Pisang Ambon (Musa
paradisiaca L var. sapientum) Dalam Berbagai Konsentrasi Ekstrak
Dengan Mengkaji Sifat Fisik Dan Stabilitasnya, Tugas Akhir, Program
Studi D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
International Federation of Societies of Cosmetic Chemists, IFSCC Monograph,
Number 2: The Fundamentals of Stability Testing, Micelle Press, 1992
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Determinasi Tanaman
Determinasi daun ceplukan (Physalis angulata L.) dilakukan di
laboratorium Morfologi Sistematik Tumbuhan Universitas Setia Budi. Hasil
determinasi daun ceplukan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.
4.2.Hasil Preparasi Sampel
Daun ceplukan yang telah bersih dikeringkan di bawah sinar matahari yang
ditutup kain hitam di atasnya. Proses pengeringan dilakukan selama 3 hari. Hasil
pengeringan daun ceplukan adalah dari 1 kg daun ceplukan basah didapatkan
348,21 gram simplisia kering. Daun ceplukan yang telah menjadi simplisia kering
diserbuk dengan blender sampai terbentuk bagian yang kecil.
4.3.Hasil Pembuatan Ekstrak
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi. Metode maserasi
dipilih dalam penelitian ini karena dapat menarik secara maksimal kandungan
kimia dari daun ceplukan yaitu flavonoid dan polifenol. Pelarut yang digunakan
untuk maserasi yaitu etanol 70% karena dapat menyari seluruh zat aktif. Selain
itu etanol merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Hasil proses
maserasi dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator agar pemekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
lebih sempuran dan tidak teroksidasi oleh udara. Suhu pemanasan plus minus 50
derajat celcius untuk menghindari terjadinya kerusakan kandungan kimia yang
terkandung dalam ekstrak daun ceplukan. Ekstrak dapat diambil setelah menjadi
kental dan tidak ada bau etanol lagi. Ekstrak kental yang didapat sebanyak 25,53
gram dan rendemen ekstrak kental berwarna coklat kehitaman sebesar 7,3% b/v
yang diperoleh dari perhitungan lampiran 11. Adapun karakteristik ekstrak daun
ceplukan adalah padatan lengket, berbau khas, dan berwarna hijau kecoklatan.
4.4.Skrining Fitokimia
Ekstrak etanol daun ceplukan yang diperoleh dilakukan skrining fitokimia
untuk mengetahui golongan senyawa apa saja yang terkandung di dalam ekstrak
etanol daun ceplukan tersebut. Skrining fitokimia yang dilakukan menggunakan
uji tabung. Golongan senyawa yang diuji adalah flavonoid, tanin, dan senyawa
fenol. Hasil pengujian skrining fitokimia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel I. Hasil Skrining Fitokimia Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Daun Ceplukan
(Physalis angulata L.)
Senyawa Hasil Keterangan
Polifenol Warna kuning +
Tanin Endapan putih +
Flavonoid Warna kuning + Keterangan : (+) : ekstrak mengandung zat yang dimaksud
( - ) : ekstrak tidak mengandung zat yang dimaksud
Hasil uji tabung ekstrak etanol daun ceplukan seperti yang tercantum
dalam tabel di atas menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun ceplukan
mengandung senyawa golongan fenolik, flavonoid, dan tanin. Komponen kimia
dari suatu tanaman tergantung dari daerah geografi, umur tanaman, iklim lokal,
musim dan perbedaan genetik (Yuksel, et al, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Aktivitas antibakteri dapat disebabkan adanya kandungan senyawa kimia
yaitu tanin dan flavonoid. Tanin dan flavonoid merupakan golongan senyawa
fenol. Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat
bakterisidal namun tidak bersifat sporisidal (Pratiwi, 2008). Berdasarkan
pengujian skrining fitokimia dengan uji tabung, ekstrak etanol mengandung
senyawa fenolik, flavonoid dan tanin yang secara teori telah terbukti aktif sebagai
senyawa antibakteri.
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar di alam. Fenol sendiri
merupakan salah satu antiseptik dengan khasiat bakterisid dan fungisid (Achmad,
S, 1986). Senyawa flavonoid dan tanin dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus (Agusta, 2000; Newall, et al, 1996)
4.5.Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Salep
Pemeriksaan sifat fisik salep dilakukan untuk membandingkan hasil ketiga
formulasi sediaan salep menggunakan basis minyak wijen, minyak kelapa, dan
minyak zaitun serta dibandingkan pula dengan kontrol masing-masing formulasi.
Pemeriksaan sifat fisik salep meliputi pemeriksaan kestabilan fisik salep (meliputi
organoleptis dan homogenitas salep), uji daya lekat, uji daya sebar, uji viskositas,
uji pH, uji iritasi, dan uji kesukaan.
1. Pemeriksaan Kestabilan Fisik Sediaan Salep
Hasil pemeriksaan kestabilan fisik sediaan salep secara organoleptis
meliputi warna, bau, dan konsistensi dari masing-masing salep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Tabel II. Hasil Pengamatan Salep Secara Organoleptis
Formula Warna Bau Konsistensi
Formula I Cokelat tua Khas minyak melati Liat/lekat
Formula II Cokelat Khas minyak melati Liat/lekat
Formula III Cokelat pucat Khas minyak melati Liat agak sedikit lunak
Selanjutnya, salep diuji selama 4 minggu (Fauzani, 2011). Hasil
pemeriksaan kestabilan fisik dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III . Hasil Pemeriksaan Kestabilan Fisik Salep Selama 4 Minggu
Pengamatan Formula Lama Waktu Penyimpanan (Minggu)
I II III IV
Konsistensi
F1 - - - -
F2 - - - -
F3 - - - -
Bau
F1 - - - -
F2 - - - -
F3 - - - -
Warna
F1 - - - -
F2 - - - -
F3 - - - -
Keterangan : F1 : Formula salep basis minyak wijen.
F2 : Formula salep basis minyak kelapa.
F3 : Formula salep basis minyak zaitun.
(-) : Tidak ada perubahan
(+) : Ada perubahan
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa ketiga formula salep tidak
mengalami perubahan konsistensi warna, dan bau selama masa penyimpanan 4
minggu. Berdasarkan hasil diatas disimpulkan bahwa ketiga salep yang dibuat
stabil secara fisik. Berdasarkan penelitian Padmadisastra dkk, (2007) juga
menunjukkan hasil yang sama yaitu formulasi salep antikeloidal dengan
menggunakan basis hidrokarbon dan serap tidak mengalami perubahan
konsistensi, warna, dan bau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Uji Homogenitas Salep
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III, konsistensi salep harus
menunjukkan susunan yang homogen karena salep digunakan dengan cara
dioleskan pada kulit. Pengujian homogenitas salep dilakukan dengan cara
mengoleskan salep pada sekeping kaca kemudian diamati kehomogenan salep.
Salep dikatakan homogen apabila olesan yang terlihat rata dan tidak ada
perbedaan warna. Salep disimpan di ruang dengan suhu kamar. Hasil uji
homogenitas salep dapat dilihat di tabel IV.
Tabel IV. Hasil Pemeriksaan Homogenitas Salep Selama 4 Minggu
Formula
Lama Waktu Penyimpanan (Minggu)
I II II IV
F1 - - - -
F2 - - - -
F3 - - - -
Keterangan : F1 : Formula salep basis minyak wijen.
F2 : Formula salep basis minyak kelapa.
F3 : Formula salep basis minyak zaitun.
( - ) : Tidak ada perubahan
( + ) : Ada perubahan
Setelah dilakukan pengujian, dari tabel dapat dilihat bahwa salep tetap
homogen dan konsistensi bentuknya tidak mengalami perubahan yaitu tidak ada
pemisahan komponen ataupun ketidakseragaman bentuknya. Hasil pengujian ini
sesuai dengan persyaratan Farmakope Indonesia edisi III. Hal ini berarti ketiga
tipe basis salep yang digunakan dalam pembuatan salep ekstrak daun ceplukan
mempunyai homogenitas yang baik.
3. Uji Viskositas Salep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Semakin
besar tahanan, maka viskositasnya semakin besar. Hasil pegujian salep ekstrak
daun ceplukan dapat dilihat pada tabel V.
Tabel V. Hasil Uji Viskositas Salep Selama 4 Minggu (dPas)
Formula Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Formula I 320±24,495 290±8,165 280±29,439 306,67±32,998
Formula II 393,33±12,472 391,67±8,498 393,33±16,997 400±17,795
Formula III 206,67±12,472 188,33±6,236 193,33±12,472 203,33±12,472 Keterangan : F1 : Formula salep basis minyak wijen.
F2 : Formula salep basis minyak kelapa.
F3 : Formula salep basis minyak zaitun.
Masing-masing formulasi direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula
1) Uji stabilitas nilai viskositas basis minyak wijen (Formula 1)
Data hasil viskositas dari F1 selama 4 minggu penyimpanan, selanjutnya
dianalisa dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data
terdistribusi normal atau tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis ini menunjukkan
bahwa besarnya nilai sig. untuk formula 1 dari minggu pertama sampai keempat
nilainya > 0,05 (lampiran 3) maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi
normal. Setelah itu, dilanjutkan dengan tes homogenitas untuk mengetahui varians
identik atau tidak. Hasilnya, diperoleh nilai signifikasi 0,350 > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa varians identik sehingga analisa dapat dilanjutkan dengan uji
anova satu jalan. Uji ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
signifikan selama 4 minggu penyimpanan, sehingga dapat diketahui stabilitas
viskositas salep. Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai signifikasi yaitu 0,458
> 0,05, maka Ho diterima yaitu tidak ada perbedaan nilai viskositas salep selama
4 minggu penyimpanan. Jadi dapat dikatakan nilai viskositas salep basis minyak
wijen dikatakan stabil selama penyimpanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Selanjutnya, formula 1 ini dibandingkan kontrolnya. Kontrol disini berupa
formulasi salep dengan basis minyak wijen yang dibuat tanpa penambahan ekstrak
daun ceplukan. Hal ini untuk mengetahui, apakah penambahan ekstrak daun
ceplukan berpengaruh terhadap viskositas salep atau tidak. Data hasil viskositas
formula 1 ini kemudian diuji menggunakan Shapiro-Wilk untuk mengetahui data
terdistribusi secara normal atau tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis ini
menunjukkan bahwa besarnya signifikan untuk formula 1 terhadap kontrolnya
yaitu > 0,05 (lampiran 3) sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara
normal. Selanjutnya, dilakukan test homogenitas untuk mengetahui varians
identik atau tidak. Hasilnya diperoleh signifikasi 0,429 > 0,05, maka dapat
dilanjutkan dengan test anova satu jalan. Hal ini untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh penambahan ekstrak terhadap viskositas basis salep yang digunakan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0,352 > 0,05, maka Ho
diterima, jadi dapat dikatakan bahwa penambahan ekstrak daun ceplukan tidak
mempengaruhi viskositas basis salep formula I.
2) Uji Stabilitas Nilai Viskositas Basis Minyak Kelapa (Formula II)
Hasil yang diperoleh dari analisis dengan Shapiro-Wilk menunjukkan
bahwa besarnya nilai Z untuk viskositas FII selama penyimpanan adalah > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal (Lampiran 3). Lalu,
dilanjutkan dengan tes homogenitas untuk mengetahui varians identik atau tidak.
Dari hasil tes homogenitas diperoleh nilai signifikasi 0,425 < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa varians identik. Analisa dilanjutkan dengan uji anova satu
jalan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai viskositas salep dari minggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
ke minggu, sehingga dapat diketahui stabilitas salep tersebut selama
penyimpanan. Hasil analisis menggunakan menunjukkan bahwa signifikasi yang
diperoleh yaitu 0,939 > 0,05 maka Ho diterima yaitu tidak ada perbedaan nilai
viskositas selama 4 minggu penyimpanan, jadi dapat dikatakan bahwa nilai
viskositas salep dengan basis minyak kelapa ini stabil.
Kemudian, dilakukan pengujian formulasi terhadap kontrolnya. Kontrol
yang dipakai disini adalah formulasi salep dengan basis minyak kelapa, namun
tidak ditambahkan ekstrak daun ceplukan. Untuk itu dilakukan analisis dengan
Shapiro-Wilk, hasilnya menunjukkan bahwa besarnya nilai sig. untuk F II yang
disimpan selama 4 minggu adalah > 0,05 maka hal menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal. Setelah data diketahui terdistribusi normal, dilanjtkan dengan
tes homogenitas untuk mengetahui varians identik atau tidak. Dari hasil tes
homogenitas didapatkan nilai signifikasi 0,769 > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa varians identik sehingga analisis dapat dilanjutkan dengan uji anova satu
jalan. Uji anova ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
penambahan ekstrak terhadap viskositas kontrol basis salep. Hasil uji anova
menunjukkan bahwa nilai signifikasi yaitu 0,657 > 0,05 maka Ho diterima.
Sehingga tidak ada pengaruh penambahan ekstrak daun ceplukan terhadap
viskositas salep formulasi II ini.
3) Uji Stabilitas Nilai Viskositas Basis Minyak Zaitun (Formula III)
Tujuan dilakukannya pengujian ini adalah untuk mengetahui stabil tidaknya
viskositas salep F III yang berbahan dasar minyak zaitun selama penyimpanan (4
minggu). Hasil yang diperoleh dari Uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai sig. > 0,05
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
sehingga hal ini menunjukkan data terdistribusi normal. Setelah diketahui data
telah terdistribusi normal, maka dilakukan tes homogenitas. Tes ini untuk
mengetahui varians identik atau tidak. Hasil tes homogenitas menunjukkan nilai
signifikasinya 0,638 > 0,05 maka dapat disimpulkan varians identik bisa
dilanjutkan dengan uji anova satu jalan. Hasil uji anova nilai viskositas dari
minggu ke minggu selama penyimpanan menunjukkan bahwa nilai signifikasi
yaitu 0,385 > 0,05 maka Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan viskositas
salep FIII selama 4 minggu. Jadi dapat dikatakan, viskositas salep FIII stabil
dalam penyimpanan.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian ekstrak daun ceplukan
terhadap stabilitas viskositas, maka dilakukan uji formulasi salep FIII terhadap
kontrolnya. Kontrol yang digunakan disini adalah salep FIII yang tidak ditambah
ekstrak daun ceplukan, jadi hanya berupa basis salepnya saja. Dari uji Shapiro-
Wilk yang dilakukan, didapatkan nilai sig. > 0,05 maka dapat disimpulkan data
terdistribusi normal (Lampiran 3). Lalu, apabila sudah diketahui data terdistribusi
normal dilanjutkan dengan tes homogenitas. Tes ini digunakan untuk mengetahui
apakah varians identik atau tidak. Hasilnya nilai signifikasi 0,511 > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa varians identik. Apabila sudah diketahui varians identik,
dilanjutkan dengan uji Anova satu jalan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh signifikan penambahan ekstrak daun ceplukan terhadap
stabilitas viskositas salep FIII selama penyimpanan 4 minggu. Dari uji Anova
didapatkan nilai sig. sebesar 0,361 > 0,05 maka Ho diterima. Berarti tidak ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
pengaruh penambahan ekstrak daun ceplukan terhadap stabilitas basis salep
formula III.
4) Uji perbedaan nilai viskositas antar formula
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai
viskositas yang signifikan antara ketiga formulasi salep basis minyak nabati yang
digunakan dalam pembuatan salep ekstrak daun ceplukan ini. Disamping itu, juga
untuk mengetahui formulasi mana yang paling baik untuk dijadikan salep anti
bakteri dilihat dari nilai viskositasnya. Apabila viskositas salep meningkat, maka
konsistensi salep pun akan semakin padat. Semakin besar viskositas maka akan
semakin besar pula tahanan dari suatu senyawa obat untuk berdifusi keluar dari
basisnya. Sehingga hal ini erat kaitannya dengan pelepasan obat menuju tempat
yang akan diobati. Zat aktif akan semakin lambat berdifusi keluar dari basisnya,
semakin lambat pula proses pengobatan yang terjadi di tempat yang sakit.
Sebaliknya, apabila viskositasnya rendah atau kecil, maka tahanan pun akan kecil.
Hal ini akan mempermudah zat aktif untuk berdifusi keluar dari basis, sehingga
proses pengobatan di tempat yang sakit pun juga akan cepat berlangsung.
Viskositas berhubungan erat dengan daya menyebar salep pada kulit dan
kenyamanan pada waktu pemakaian (Marchaban, 1993). Jadi semakin tinggi
viskositas maka kemampuan salep untuk menyebar di permukaan kulit akan
semakin kecil.
Hasil yang diperoleh dari analisis menggunakan uji Shapiro-Wilk
menunjukkan bahwa besarnya nilai sig. pada uji ini nilainya > 0,05 maka data
terdistribusi normal (Lampiran 3). Kemudian, dilanjutkan denga test homogenitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tujuan dari test ini adalah untuk mengetahui apakah varians identik atau tidak.
Dari test homogenitas diperoleh nilai signifikasi 0,014 < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa varians tidak identik sehingga analisis bisa dilanjutkan dengan
uji non parametrik yaitu Kruskal-Wallis. Uji ini untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan nilai viskositas yang signifikan diantara ketiga formula.
Hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan nilai viskositas dari ketiga formula
yaitu nilai signifikasi yaitu 0,007 < 0,05 maka Ho ditolak, jadi terdapat perbedaan
nilai viskositas yang signifikan dari ketiga formula. Selanjutnya dilakukan uji Post
Hoc Games Howel. uji ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut
perbedaan,yang terjadi antar kelompok variable. Dari hasil analisis menunjukkan
ada perbedaan yang signifikan antar kelompok variabel. Adanya basis minyak
nabati inilah yang menjadi penyebab adanya perbedaan yang signifikan antar
formulasi. Adanya tanda bintang (*) pada mean difference menunjukkan adanya
perbedaan nilai viskositas yang signifikan pada masing-masing formula.
Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa formula salep yang memiliki
viskositas paling rendah yaitu formula salep dengan basis minyak zaitun.
Sedangkan yang viskositasnya paling tinggi adalah formula dengan basis minyak
kelapa. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan bobot jenis dari ketiga
minyak nabati tersebut. Bobot jenis minyak zaitun lebih rendah (0,910 – 0,913
g/ml) dibandingkan bobot minyak kelapa yaitu sebesar 0,940 – 0,950 g/ml.
sedangkan untuk minyak wijen sebesar 0,916 – 0,921 g/ml. Semakin besar bobot
jenis, maka semakin besar pula tahanannya, sehingga viskositas juga akan
semakin besar. Sebaliknya, bobot jenis yang kecil akan memiliki viskositas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
kecil. Jadi, dapat disimpulkan bahwa basis salep dengan minyak zaitun memiliki
sifat yang paling baik dibandingkan dengan basis salep dengan minyak wijen
maupun minyak kelapa, apabila dilihat dari nilai viskositasnya. Karena, semakin
kecil nilai viskositasnya maka zat aktif akan lebih mudah berdifusi keluar dari
basis. Sehingga, dapat mencapai tempat yang sakit dengan cepat, dan efek terapi
pun dapat optimal.
4. Uji Daya Sebar Salep
Daya sebar dapat diartikan sebagai kemampuan salep untuk menyebar pada
permukaan kulit atau tempat yang akan diobati. Suatu sediaan salep diharapkan
mampu menyebar dengan mudah di tempat pemberian, tanpa menggunakan
tekanan yang berarti. Semakin mudah salep dioleskan, maka luas permukaan kulit
yang kontak dengan salep itu pun akan semakin besar. Sehingga, hal ini
memungkinkan absorbsi obat akan berlangsung dengan cepat dan efek terapi pun
akan cepat tercapai.
Daya sebar berhubungan erat dengan viskositas. Semakin besar viskositas,
maka semakin kecil daya penyebaran suatu salep. Permukaan penyebaran yang
dihasilkan dengan peningkatan beban yang ditambahkan merupakan karakteristik
daya sebar salep. Luas penyebaran salep berbanding lurus dengan kenaikan beban
yang ditambahkan, semakin besar beban yang ditambahkan maka luas
penyebarannya semakin lama. Hasil uji daya sebar salep ekstrak daun ceplukan
selama 4 minggu dapat dilihat di tabel VI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel VI. Hasil Uji Daya Sebar Salep Selama 4 Minggu
Formula Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Formula I 2,31±0,248 2,33±0,078 2,28±0,254 2,24±0,139
Formula II 2,07±0,062 2,18±0,041 2,09±0,041 2,09±0,046
Formula III 2,49±0,057 2,51±0,059 2,45±0,053 2,47±0,036
Keterangan : F1 : Formula salep basis minyak wijen.
F2 : Formula salep basis minyak kelapa.
F3 : Formula salep basis minyak zaitun.
Masing-masing formulasi direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula
1) Uji Stabilitas Daya Sebar Basis Minyak Wijen (Formula I)
Data hasil daya sebar dari FI selama 4 minggu penyimpanan kemudian
dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data tersebut
homogen atau tidak. Hasil yang diperoleh yaitu didapatkan nilai sig. > 0,05 maka
hal ini menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal (Lampiran 5). Setelah
itu, dilanjutkan dengan test homogenitas. Tes ini bertujuan untuk mengetahui
varians identik atau tidak. Dari hasil tes homogenitas diperoleh nilai signifikasi
0,171 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa varians identik sehingga analisa
dapat dilanjutkan dengan uji anova satu jalan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan yang signifikan selama 4 minggu dalam penyimpanan,
sehingga dapat diketahui stabilitas daya sebar dari salep formula I ini. Hasil uji
anova menunjukkan bahwa nilai signifikasi yaitu 0,972 > 0,05, maka Ho diterima
yaitu tidak ada perbedaan nilai daya sebar selama 4 minggu penyimpanan. Jadi
dapat dikatakan nilai daya sebar salep basis minyak wijen ini stabil dalam
penyimpanan.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan ekstrak daun
ceplukan terhadap kestabilan daya sebar salep FI, maka dilakukan uji terhadap
kontrolnya. Uji ini menggunakan salep FI dan kontrol yang berupa salep tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
penambahan ekstrak. Analisis yang digunakan yaitu menggunakan Shapiro-Wilk,
hasilnya bahwa besarnya nilai sig. untuk FI terhadap kontrol adalah > 0,05
(Lampiran 5) maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
Selanjutnya dilakukan tes homogenitas untuk mengetahui varians identik atau
tidak. Dari hasil tes homogenitas, dapat diketahui bahwa nilai signifikasi 0,552 >
0,05 maka dapat disimpulkan varians identik. Analisis dilanjutkan dengan uji
anova. Hasil perhitungan analisis anova didapat nilai signifikasi 0,067 > 0,05
maka Ho diterima yang berarti tidak ada pengaruh penambahan ekstrak daun
ceplukan terhadap kestabilan daya sebar salep FI selama 4 minggu berturut-turut.
2) Uji Stabilitas Daya Sebar Basis Minyak Kelapa (Formula II)
Hasil yang diperoleh dari analisis dengan Shapiro-Wilk menunjukkan
bahwa besarnya nilai sig. untuk FII dari nilai daya sebar selama penyimpanan 4
minggu, pada uji ini nilainya > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
terdistribusi normal. Setelah diketahui bahwa data terdistribusi normal, dapat
dilanjutkan dengan uji homogenitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui varians
identik atau tidak. Dari hasil tes homogenitas diperoleh nilai signifikasi 0,653 >
0,05 maka dapat diketahui bahwa varians identik. Sehingga analisis dapat
dilanjutkan dengan uji anova satu jalan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan selama 4 minggu penyimpanan, dengan ini dapat diketahui
stabilitas daya sebar salep FII. Hasil uji anova nilai daya sebar dari minggu ke
minggu selama 4 minggu penyimpanan menunjukkan bahwa : nilai signifikasi
yaitu 0,212 > 0,05 maka Ho diterima yaitu tidak ada perbedaan signifikan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
nilai daya sebar selama 4 minggu penyimpanan. Jadi dapat dikatakan bahwa salep
FII ini stabil dalam penyimpanan.
Selanjutnya, formula II ini dibandingkan kontrolnya. Kontrol disini berupa
formulasi salep dengan basis minyak kelapa yang dibuat tanpa penambahan
ekstrak daun ceplukan. Hal ini untuk mengetahui, apakah penambahan ekstrak
daun ceplukan berpengaruh terhadap daya sebar salep atau tidak. Data nilai daya
sebar formula II ini kemudian diuji menggunakan Shapiro-Wilk untuk mengetahui
data terdistribusi secara normal atau tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis ini
menunjukkan bahwa besarnya signifikan untuk formula II terhadap kontrolnya
yaitu > 0,05 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal.
Selanjutnya, dilakukan test homogenitas untuk mengetahui varians identik atau
tidak. Hasilnya diperoleh signifikasi 0,605 < 0,05, maka dapat dilanjutkan dengan
test anova satu jalan. Hal ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
penambahan ekstrak terhadap basis salep yang digunakan. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0,534 > 0,05, maka Ho diterima, jadi dapat
dikatakan bahwa penambahan ekstrak daun ceplukan tidak mempengaruhi daya
sebar basis salep formula II.
3) Uji Stabilitas Daya Sebar Basis Minyak Zaitun (Formula III)
Untuk mengetahui kestabilan salep FIII ini selama 4 minggu, maka dapat
dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk. Hasil yang diperoleh dari analisis ini
menunjukkan nilai signifikasi untuk FIII yaitu > 0,05, maka data terdistribusi
normal (Lampiran 5). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Uji ini berguna
untuk mengetahui varians identik atau tidak. Hasil uji homogenitas yaitu nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
signifikasinya 0,250 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varians identik.
Sehingga, analisis dilanjutkan dengan uji Anova satu jalan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan nilai daya sebar yang signifikan dari minggu ke minggu
selama penyimpanan. Dengan begitu, dapat diketahui stabilitas nilai dari daya
sebar salep FIII. Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai signifikasi yaitu 0,656
> 0,05 maka Ho diterima yaitu tidak ada perbedaan nilai daya sebar salep selama
4 minggu, jadi dapat dikatakan formula salep dengan minyak zaitun (FIII)
dikatakan stabil dalam penyimpanan.
Selain itu, salep FIII ini dibandingkan dengan kontrolnya. Kontrol dari FIII
berupa salep yang tidak ditambah dengan ekstrak daun ceplukan. Uji ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan ekstrak terhadap stabilitas
daya sebar salep FIII. Data nilai daya sebar dari salep FIII dan kontrolnya
dianalisis menggunakan Shapiro-Wilk. Hasilnya didapatkan nilai sig. > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan
tes homogenitas untuk mengetahui varians identik atau tidak. Hasilnya, diperoleh
nilai signifikasi 0,315 < 0,05 maka dapat dikatakan varians identik. Analisis
dilanjutkan dengan uji anova untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai
penyebaran yang signifikan dengan penambahan ekstrak daun ceplukan terhadap
kontrolnya. Hasilnya menunjukkan bahwa : nilai signifikasi yaitu 0,058 > 0,05
maka Ho diterima yaitu tidak ada pengaruh penambahan ekstrk daun ceplukan
terhadap penyebaran salep dalam FIII ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
4) Uji Perbedaan Nilai Daya Sebar Antar Formula
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui ada tidanya perbedaan nilai
penyebaran salep yang signifikan antara ketiga basis minyak nabati yang
digunakan dalam formulasi salep antibakteri ekstrak daun ceplukan. Disamping
itu juga untuk mengetahui basis mana yang cocok untuk dipakai sebagai salep
antibakteri dilihat dari nilai daya sebarnya. Semakin besar nilai daya sebar atau
penyebaran salep, maka salep akan lebih mudah dan lebih luas untuk kontak
dengan pemukaan kulit. Sehingga, absorbsi obat pun akan mudah tercapai.
Namun, apabila daya penyebaran salep kecil, maka salep akan sulit untuk kontak
dengan permukaan kulit secara luas. Dengan begitu, akan semakin lama pula
absorbsi obat terjadi di tempat yang sakit.
Hasil yang diperoleh dari analisis dengan Shapiro-Wilk menunjukkan
bahwa besarnya nilai sig. > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi
normal (Lampiran 5). Kemudian analisis dilanjutkan dengan tes homogenitas,
tujuannya untuk mengetahui varians identik atau tidak. Dari hasil tes homogenitas
diperoleh nilai signifikasi 0,518 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varians
identik. Sehingga, analisis dapat dilanjutkan dengan uji anova satu jalan utnuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai viskositas yang signifikan diantara
ketiga formula.
Hasil uji anova nilai daya sebar dari ketiga formula menunjukkan bahwa
nilai signifikasi yaitu 0,000 > 0,05 maka Ho ditolak. Jadi terdapat perbedaan daya
sebar yang signifikan dari ketiga formula tersebut. Kemudian, dilakukan uji Post
Hoc Test yaitu dengan metode Tukey. Fungsi uji ini adalah untuk mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
lebih lanjut perbedaan yang terjadi antar kelompok variabel. Dari hasil analisis
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antar kelompok variabel. Adanya
tanda bintang (*) pada means difference menunjukkan adanya perbedaan nilai
viskositas yang signifikan pada masing-masing formula.
Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
nilai yang signifikan antara ketiga basis salep minyak yang digunakan. Salep
ekstrak daun ceplukan menggunakan basis minyak kelapa memiliki daya sebar
yang paling kecil dan basis minyak zaitun memiliki daya sebar yang paling besar.
Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan Bj dari ketiga minyak
tersebut. Bj atau bobot jenis minyak kelapa lebih besar ( 0,940 – 0,950 g/ml)
daripada bobot jenis minyak zaitun yaitu 0,910 – 0,913 g/ml. sedangkan untuk
minyak wijen yaitu 0,916 – 0,921 g/ml. Bobot jenis minyak ini mempengaruhi
daya sebar salep, sebab semakin besar bobot jenis maka akan lebih sukar
terdispersi atau menyebar di permukaan kulit. Sebaliknya, minyak yang bobot
jenisnya lebih rendah, akan lebih mudah untuk menyebar di permukaan kulit.
Dapat disimpulkan bahwa basis salep dengan minyak zaitun memiliki sifat yang
paling baik dibandingkan dengan basis salep dengan minyak wijen maupun
minyak kelapa, apabila dilihat dari nilai daya sebarnya. Karena, semakin besar
daya sebar maka salep akan lebih luas untuk kontak dengan permukaan kulit,
sehingga efek terapi dapat cepat berlangsung.
5. Uji Daya Lekat Salep
Pegujian daya lekat salep ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan salep
untuk menempel pada kulit. Semakin besar daya lekat salep maka absorbsi obat ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
tempat sakit semakin cepat, hal ini disebabkan kontak obat dengan permukaan
kulit juga semakin lama. Sehingga, basis salep dapat melepaskan obat lebih
optimal. Hasil uji daya lekat dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII. Hasil Pengujian Daya Lekat Selama 4 Minggu
Formula Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Formula I 12,17±0,169 12,21±0,184 12,16±0,220 12,11±0,079
Formula II 19,51±1,877 19,02±0,438 19,41±0,309 19,24±0,042
Formula III 9,13±0,322 9,14±0,198 9,12±0,245 9,01±0,228
Keterangan : F1 : Formula salep basis minyak wijen.
F2 : Formula salep basis minyak kelapa.
F3 : Formula salep basis minyak zaitun.
Masing-masing formulasi direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula
1) Uji Stabilitas Daya Lekat Salep Basis Minyak Wijen (Formula I)
Untuk mengetahui stabilitas daya lekat salep formula I ini, yaitu dengan
basis minyak wijen, maka data yang diperoleh dianalisis menggunakan Shapiro-
Wilk. Hasil yang didapatkan yaitu nilai sig. > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa data terdistribusi normal (Lampiran 7). Setelah itu, dilanjutkan dengan uji
homogenitas. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah varians yang ada identik
atau tidak. Dari hasil tes homogenitas, didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,476
> 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa varians identik, sehingga analisis dapat
dilanjutkan dengan uji anova satu jalan. Tujuan dari uji ini adalah untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan selama 4 minggu
penyimpanan, sehingga dapat diketahui stabilitas daya lekat salep FI. Dari hasil
uji anova dapat diketahui bahwa nilai signifikasinya yaitu 0,949 > 0,05, maka Ho
diterima yaitu tidak ada perbedaan nilai daya lekat salep selama penyimpanan 4
minggu. Jadi, dapat dikatakan daya lekat salep stabil dalam penyimpanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Selain dilakukan uji stabilitas, salep FI juga diuji apakah penambahan
ekstrak berpengaruh terhadap kestabilan daya lekatnya. Pada uji ini, dipakai salep
FI yang sudah diberi ekstrak dan kontrolnya. Kontrol ini berupa formulasi FI yang
tidak ditambah dengan ekstrak daun ceplukan, sehingga hanya berupa basis salep
saja. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan Shapiro-Wilk, dan dari
analisis ini didapatkan hasil bahwa nilai signifikasi > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Setelah tahu bahwa data terdistribusi
normal, selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui varians identik atau tidak. Nilai signifikasi dari uji homogenitas yang
didapatkan yaitu sebesar 0,652 > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varians dalam
data ini identik. Analisis dilanjutkan dengan uji anova satu arah, uji ini untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan penambahan ekstrak daun ceplukan
terhadap kestabilan nilai daya lekat salep FI. Dari uji ini, didapatkan nilai
signifikasi 0,315 > 0,05 maka Ho diterima. Berarti, tidak ada pengaruh
penambahan ekstrak daun ceplukan terhadap kestabilan daya lekat salep FI.
2) Uji Stabilitas Daya Lekat Salep Basis Minyak Kelapa (Formula II)
Hasil yang diperoleh dari analisis dengan Shapiro-Wilk menunjukkan
bahwa besarnya nilai Z untuk viskositas FI selama penyimpanan > 0,05 maka
dapat diketahui bahwa data terdistribusi normal (Lampiran 7). Lalu, dilanjutkan
dengan tes homogenitas untuk mengetahui varians identik atau tidak. Dari hasil
tes homogenitas diperoleh nilai signifikasi 0,203 > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa varians identik. Analisa dilanjutkan dengan uji anova satu arah untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai daya lekat salep dari minggu ke minggu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
sehingga dapat diketahui stabilitas salep tersebut selama penyimpanan. Hasil
analisis menunjukkan bahwa signifikasi yang diperoleh yaitu 0,250 > 0,05 maka
Ho diterima yaitu tidak ada perbedaan nilai daya lekat selama 4 minggu
penyimpanan, jadi dapat dikatakan bahwa nilai daya lekat salep dengan basis
minyak kelapa ini stabil.
Kemudian, dilakukan pengujian formulasi terhadap kontrolnya. Kontrol
yang dipakai disini adalah formulasi salep dengan basis minyak kelapa, namun
tidak ditambahkan ekstrak daun ceplukan. Untuk itu dilakukan analisis dengan
Shapiro-Wilk, hasilnya menunjukkan bahwa besarnya nilai sig. untuk F II yang
disimpan selama 4 minggu adalah > 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal. Setelah data diketahui terdistribusi normal, dilanjutkan
dengan tes homogenitas untuk mengetahui varians identik atau tidak. Dari hasil
tes homogenitas didapatkan nilai signifikasi 0,613 > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa varians identik sehingga analisis dapat dilanjutkan dengan uji anova satu
jalan. Uji anova ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
penambahan ekstrak terhadap daya lekat kontrol basis salep. Hasil uji anova
menunjukkan bahwa nilai signifikasi yaitu 0,597 > 0,05 maka Ho diterima.
Sehingga tidak ada pengaruh penamabahan ekstrak daun ceplukan terhadap nilai
daya lekat salep formulasi II ini.
3) Uji Stabilitas Nilai Daya Lekat Basis Minyak Zaitun (Formula III)
Tujuan dilakukannya pengujian ini adalah untuk mengetahui stabil tidaknya
nilai daya lekat salep FIII yang berbahan dasar minyak zaitun selama
penyimpanan (4 minggu). Hasil yang diperoleh dari Uji Shapiro-Wilk didapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
nilai sig. > 0,05 hal ini menunjukkan data terdistribusi normal. Setelah diketahui
data telah terdistribusi normal, maka dilakukan tes homogenitas. Tes ini untuk
mengetahui varians identik atau tidak. Hasil tes homogenitas menunjukkan nilai
signifikasinya 0,621 > 0,05 maka dapat disimpulkan varians identik bisa
dilanjutkan dengan uji anova satu jalan. Hasil uji anova nilai daya lekatnya dari
minggu ke minggu selama penyimpanan menunjukkan bahwa nilai signifikasi
yaitu 0,946 > 0,05 maka Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan nilai
penyebaran salep FIII selama 4 minggu. Jadi dapat dikatakan, daya lekat salep
FIII stabil dalam penyimpanan.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian ekstrak daun ceplukan
terhadap stabilitas daya lekat, maka dilakukan uji formulasi salep FIII terhadap
kontrolnya. Kontrol yang digunakan disini adalah salep FIII yang tidak ditambah
ekstrak daun ceplukan, jadi hanya berupa basis salepnya saja. Dari uji Shapiro-
Wilk yang dilakukan, didapatkan nilai sig. > 0,05 maka dapat diketahui bahwa
data terdistribusi normal (Lampiran 7). Lalu, apabila sudah diketahui data
terdistribusi normal dilanjutkan dengan tes homogenitas. Tes ini digunakan untuk
mengetahui apakah varians identik atau tidak. Hasilnya nilai signifikasi 0,419 >
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varians identik. Apabila sudah diketahui
varians identik, dilanjutkan dengan uji anova satu arah. Analisis ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan penambahan ekstrak daun
ceplukan terhadap stabilitas daya lekat salep FIII selama penyimpanan 4 minggu.
Dari uji anova satu arah didapatkan nilai sig. sebesar 0,246 > 0,05 maka Ho
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
diterima. Berarti tidak ada pengaruh penambahan ekstrak daun ceplukan terhadap
stabilitas daya lekat basis salep formula III.
4) Uji Perbedaan Nilai Daya Lekat Antar Formula
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
signifikan antar formulasi, dilihat dari daya melekatnya salep. Disamping itu, juga
untuk mendapatkan atau mengetahui formula mana yang paling baik dan cocok
digunakan untuk salep ekstrak daun ceplukan yang berkhasiat sebagai antibakteri.
Jika daya lekat salep baik, maka salep tersebut akan melekat lebih lama dengan
kulit. Sehingga, proses absorbsi obat akan semakin lama pula dan efek terapi
dapat cepat tercapai. Namun sebaliknya, apabila daya lekat salep kurang baik,
maka salep akan sukar melekat dengan kulit atau akan sulit mencapai kontak
dengan kulit dalam waktu yang lama. Sehingga, proses absorbsi obat akan
semakin kecil karena ikatan yang terjadi antara salep dengan kulit semakin
singkat. Sehingga, basis kurang bisa melepaskan obat secara optimal.
Pada data hasil pengamatan ( Tabel VI ) dapat diketahui bahwa formula II
memiliki daya lekat yang paling lama. Hal ini dikarenakan, pada formula II ini
juga memiliki viskositas yang paling besar pula. Semakin besar viskositas salep,
maka daya lekat yang dimiliki juga akan semakin besar pula. Sehingga,
kemampuan melekatnya pada kulit pun juga semakin lama. Sedangkan formula
yang memiliki daya lekat paling kecil adalah formula III, hal ini dikarenakan
viskositas dari FIII juga kecil.
Analisis yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan daya
lekat antar formula ini juga menggunakan Shapiro-Wilk. Hasil yang diperoleh dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
analisis ini menunjukkan bahwa besarnya nilai Z pada uji ini nilainya > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Kemudian analisis
dilanjutkan dengan tes homogenitas, tujuannya untuk mengetahui varians identik
atau tidak. Dari hasil tes homogenitas diperoleh nilai signifikasi 0,023 < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa varians tidak identik. Analisis dapat dilanjutkan
dengan uji anova Kruskall-Wallis untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai
daya lekat salep yang signifikan diantara ketiga formula.
Dari hasil uji Kruskall-Wallis dapat diketahui nilai signifikasi daya lekat
dari ketiga formula yaitu 0,007 > 0,05 maka Ho ditolak (Lampiran 7). Jadi
terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga formula tersebut. Untuk lebih
jelasnya, dilakukan uji Post Hoc Games Howel, adanya tanda bintang (*) pada
means difference menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antar
formulasi. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan nilai yang signifikan antara ketiga basis salep minyak yang digunakan.
Salep ekstrak daun ceplukan menggunakan basis minyak kelapa memiliki daya
lekat yang paling besar dan basis minyak zaitun memiliki daya lekat yang paling
kecil. Hal ini disebabkan karena viskositas dari basis salep minyak kelapa lebih
besar daripada basis salep minyak zaitun. Disamping itu adanya perbedaan Bj dari
ketiga minyak tersebut. Bj atau bobot jenis minyak kelapa lebih besar ( 0,940 –
0,950 g/ml) daripada bobot jenis minyak zaitun yaitu 0,910 – 0,913 g/ml.
sedangkan untuk minyak wijen yaitu 0,916 – 0,921 g/ml. bobot jenis minyak ini
mempengaruhi viskositas salep, sehingga secara tidak langsung juga berpengaruh
pada daya lekat salep. Sebab semakin besar bobot jenis maka akan lebih lama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
untuk kontak dengan kulit disebabkan tahanannya juga besar. Sebaliknya, minyak
yang bobot jenisnya lebih rendah, akan lebih singkat untuk melekat di permukaan
kulit. Dapat disimpulkan bahwa basis salep dengan minyak kelapa memiliki sifat
yang paling baik dibandingkan dengan basis salep dengan minyak wijen maupun
minyak zaitun, apabila dilihat dari nilai daya lekatnya. Karena, semakin lama
salep melekat di kulit maka proses absorbsi obat juga akan berlangsung lebih
lama. Sehingga, pengobatan dapat berjalan dengan optimal.
6. Uji pH Salep
Pemeriksaan pH adalah salah satu bagian dari kriteria pemeriksaan sifat
kimia dalam memprediksi kestabilan sediaan salep. Uji pH ini penting untuk
dilakukan, yaitu bertujuan untuk mengetahui stabilitas pH salep dan pH harus
sesuai dengan pH kulit. Hal ini agar tidak tejadi iritasi kulit saat salep digunakan.
pH salep harus stabil dari minggu ke minggu, agar aman saat digunakan. Hasil
pengamatan uji pH selama 4 minggu dapat dilihat pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil Pengujian pH Salep Selama 4 Minggu
Formula Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Formula I 6,50± 0,076 6,63± 0,048 6,71± 0,033 6,68± 0,078
Formula II 6,63±0,052 6,60±0,104 6,72±0,059 6,65±0,057
Formula III 6,59±0,052 6,67±0,064 6,69±0,036 6,64±0,082
Keterangan : F1 : Formula salep basis minyak wijen.
F2 : Formula salep basis minyak kelapa.
F3 : Formula salep basis minyak zaitun.
Masing-masing formulasi direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula
1) Uji Stabilitas pH Salep Basis Minyak Wijen (Formula I)
Tujuan dilakukannya pengujian ini adalah untuk mengatahui kestabilan pH
salep selama 4 minggu penyimpanan. Data hasil pengujian pH dari formula I
dianalisa menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data terdistribusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
normal atau tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan
besarnya nilai sig. > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal
(Lampiran 9). Setelah diketahui data terdistribusi normal, uji dapat dilanjutkan
dengan uji Anova. Tujuannya adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
antar varians. Dari uji ini, didapatkan hasil bahwa nilai sig. sebesar 0,478 > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa varian antar kelompok sama. Lalu, dilanjtkan
dengan uji anova. Uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh lama
penyimpanan terhadap stabilitas pH sediaan salep FI. Hasilnya, didapatkan nilai
signifikasi sebesar 0,175 > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh
lama penyimpanan terhadap stabilitas pH salep. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
pH salep tetap stabil dalam penyimpanan selama 4 minggu.
Selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
penambahan ekstrak pada basis salep yang digunakan, khusunya salep dengan
basis minyak wijen. Untuk melakukan uji ini, menggunakan salep kontrol yaitu
salep yang hanya berupa basis salepnya saja tanpa penambahan ekstrak. Salep
kontrol ini kemudian dibandingkan dengan salep yang telah diberi ekstrak. Data
yang didapatkan dari keduanya dianalisis menggunakan analisis Shapiro-Wilk
untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak. Dari analisis didapatkan
nilai sig. > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
Selanjutnya, uji diteruskan dengan uji homogenitas. Uji ini berguna untuk
mengetahui varian identik atau tidak. Hasilnya, didapatkan nilai signifikasi
sebesar 0,557 > 0,05 maka dapat disimpulkan varians identik, analisa dilanjutkan
dengan uji anova. Uji ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
ekstrak terhadap stabilitas pH salep. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai
signifikasi yaitu 0,660 > 0,05 maka Ho diterima berarti tidak ada pengaruh
penambahan ekstrak terhadap kestabilan pH salep. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada pengaruh penambahan ekstrak daun ceplukan terhadap stabilitas
basis salep Formula I.
2) Uji Stabilitas pH Salep Basis Minyak Kelapa (Formula II)
Untuk mengetahui stabilitas pH salep formula I ini, yaitu dengan basis
minyak kelapa, maka data yang diperoleh dianalisis menggunakan Shapiro-Wilk.
Hasil yang didapatkan yaitu nilai signifikasi > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa data terdistribusi normal (Lampiran 9). Setelah itu, dilanjutkan dengan uji
homogenitas. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah varians yang ada identik
atau tidak. Dari hasil tes homogenitas, didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,619
> 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa varians identik, sehingga analisis dapat
dilanjutkan dengan uji anova satu jalan. Tujuan dari uji ini adalah untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh penyimpanan terhadap stabilitas sediaan salep.
Dari hasil uji anova dapat diketahui bahwa nilai signifikasinya yaitu 0,029 > 0,05,
maka Ho ditolak sehingga terdapat pengaruh antara lama penyimpanan terhadap
nilai pH salep selama penyimpanan 4 minggu.
Dari data dapat dilihat, bahwa selama penyimpanan pH salep semakin
menurun. Hal ini mungkin disebabkan adanya minyak kelapa yang memiliki pH
asam. Komponen utama minyak kelapa adalah asam lemak jenuh yang terdiri dari
± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat serta asam lemak tidak jenuh
sehingga minyak kelapa memiliki pH asam (Wardani, 2007). Jadi, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
disimpulkan untuk formulasi salep dengan basis minyak kelapa tidak stabil dalam
penyimpanan. Namun, pH salep masih memenuhi nilai pH yang aman bagi kulit
yaitu pH 5 sampai dengan 10 (Padmadisastra, 2007).
Selain dilakukan uji stabilitas, salep FII juga diuji apakah penambahan
ekstrak berpengaruh terhadap kestabilan pH basis salep. Pada uji ini, dipakai salep
FII yang sudah diberi ekstrak dan kontrolnya. Kontrol ini berupa formulasi FII
yang tidak ditambah dengan ekstrak daun ceplukan, sehingga hanya berupa basis
salep saja. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan Shapiro-Wilk, dan dari
analisis ini didapatkan hasil bahwa nilai sig. > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa data terdistribusi normal (Lampiran 9). Setelah tahu bahwa data
terdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Uji ini bertujuan
untuk menegetahui varians identik atau tidak. Nilai signifikasi dari uji
homogenitas yang didapatkan yaitu sebesar 0,561 > 0,05 maka dapat dikatakan
bahwa varians dalam data ini identik. Analisis dilanjutkan dengan uji anova satu
arah, uji ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan penambahan
ekstrak daun ceplukan terhadap kestabilan nilai daya sebar salep FI. Dari uji ini,
didapatkan nilai signifikasi 0,281 < 0,05 maka Ho diterima. Berarti, tidak ada
pengaruh penambahan ekstrak daun ceplukan terhadap kestabilan basis salep
dengan minyak kelapa (Formula II).
3) Uji Stabilitas Nilai pH Basis Minyak Zaitun (Formula III)
Tujuan dilakukannya pengujian ini adalah untuk mengetahui stabil tidaknya
nilai pH salep F III yang berbahan dasar minyak zaitun selama penyimpanan (4
minggu). Hasil yang diperoleh dari Shapiro-Wilk didapatkan nilai sig. > 0,05 hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
ini menunjukkan data terdistribusi normal (Lampiran 9). Setelah diketahui data
telah terdistribusi normal, maka dilakukan tes homogenitas. Tes ini untuk
mengetahui varians identik atau tidak. Hasil tes homogenitas menunjukkan nilai
signifikasinya 0,478 > 0,05 maka dapat disimpulkan varians identik bisa
dilanjutkan dengan uji anova satu jalan. Hasil uji anova nilai pH dari minggu ke
minggu selama penyimpanan menunjukkan bahwa nilai signifikasi yaitu 0,175 >
0,05 maka Ho diterima yang berarti tidak ada pengaruh lama penyimpanan
terhadap nilai pH salep FIII. Jadi dapat dikatakan, pH salep FIII stabil dalam
penyimpanan.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian ekstrak daun ceplukan
terhadap stabilitas pH salep, maka dilakukan uji formulasi salep FIII terhadap
kontrolnya. Kontrol yang digunakan disini adalah salep FIII yang tidak ditambah
ekstrak daun ceplukan, jadi hanya berupa basis salepnya saja. Dari uji Shapiro-
Wilk yang dilakukan, didapatkan nilai sig. > 0,05 maka dapat diketahui bahwa
data terdistribusi normal(Lampiran 9). Lalu, apabila sudah diketahui data
terdistribusi normal dilanjtkan dengan tes homogenitas. Tes ini digunakan untuk
mengetahui apakah varians identik atau tidak. Hasilnya nilai signifikasi 0,318 >
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varians identik. Apabila sudah diketahui
varians identik, dilanjutkan dengan uji anova satu arah. Analisis ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan penambahan ekstrak daun
ceplukan terhadap pH salep FIII. Dari uji anova satu arah didapatkan nilai Z
sebesar 0,956 > 0,05 maka Ho diterima. Berarti tidak ada pengaruh penambahan
ekstrak daun ceplukan terhadap stabilitas pH basis salep formula III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
4) Uji Perbedaan Nilai pH Antar Formula
Tujuan dari uji pH antar formula ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan pH antar formulasi salep, serta untuk memastikan nilai pH masih aman
untuk digunakan di kulit. Sehingga, si pengguna tidak mengalami iritasi kulit
disebabkan ketidaksesuaian pH salep dengan pH kulit. Selain itu, uji ini dilakukan
untuk mengetahui formulasi yang mana yang cocok untuk basis salep ekstrak
daun ceplukan.
Analisis yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pH
antar formula ini juga menggunakan Shapiro-Wilk. Hasil yang diperoleh dari
analisis ini menunjukkan bahwa besarnya nilai sig > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa data terdistribusi normal (Lampiran 9). Kemudian analisis dilanjutkan
dengan tes homogenitas, tujuannya untuk mengetahui varians identik atau tidak.
Dari hasil tes homogenitas diperoleh nilai signifikasi 0,444 > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa varians identik. Analisis dapat dilanjutkan dengan uji anova
tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan diantara ketiga formula. Dari
hasil uji ini dapat diketahui nilai signifikasi pH dari ketiga formula yaitu 0,898 >
0,05 maka Ho diterima. Jadi tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga
formula tersebut. Untuk lebih jelasnya, dilakukan uji Post Hoc Test dengan
menggunakan metode Tukey, tidak adanya tanda bintang (*) pada means
difference menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar formulasi
( Lampiran 9).
Pemeriksaan pH adalah salah satu bagian dari kriteria pemeriksaan fisika-
kimia dalam memprediksi kestabilan sediaan salep. Dimana profil pH menentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
stabilitas bahan aktif dalam suasana asam atau basa.(Lachman,1994). Dari data
tersebut (Lampiran 9) dapat diketahui bahwa pH sediaan salep antar formula basis
minyak nabati sama, dan tidak ada perbedaan yang signifikan. Nilai pH formula
pun sudah memenuhi persyaratan nilai pH yang aman untuk kulit yaitu pH 5
hingga 10 (Padmadisastra, 2007). Selain itu, basis salep yang digunakan juga
memiliki nilai pH (Lampiran 8) yang memenuhi persyaratan nilai pH basis salep
yang baik yaitu 5,5 sampai 7 (Padmadisastra, 2007). Disamping itu pH salep basis
minyak wijen, minyak kelapa, dan minyak zaitun ini masih sesuai dengan pH kulit
(5-8) sehingga aman digunakan dan tidak menyebabkan iritasi (Balsam, 1972).
7. Pengujian Iritasi Sediaan Salep
Pengujian iritasi sediaan salep bertujuan untuk mengetahui keamanan
sediaan salep pada penggunaan. Iritasi yang menimbulkan reaksi pada kulit sesaat
setelah pelekatan pada kulit disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi tersebut
timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit disebut iritasi sekubder.
Tanda-tanda yang ditimbulkan reaksi kulit tersebut umumnya sama, yaitu kulit
akan tampak kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak (Soekarto, 1981). Uji iritasi
dilakukan terhadap 20 orang sukarelawan. Salep dengan basis minyak wijen,
minyak kelapa dibandingkan dengan salep basis minyak zaitun. Data hasil uji
iritasi dapat dilihat pada tabel IX.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel IX. Hasil Uji Iritasi
Sukarelawan ke- Formula
F I F II F III
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
7 - - -
8 - - -
9 - -
10 - - -
11 - - -
12 - - -
13 - - -
14 - - -
15 - - -
16 - - -
17 - - -
18 - - -
19 - - -
20 - - -
Keterangan : (-) : Tidak terjadi iritasi
(+): Terjadi iritasi
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa dari 20 orang sukarelawan yang
telah mencoba semua formulasi tidak ditemui adanya efek yang tidak diinginkan
atau iritasi pada kulit. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa salep ekstrak
daun ceplukan yang diformulasikan dalam basis salep minyak wijen, minyak
kelapa, dan minyak zaitun aman untuk digunakan.
8. Pengujian Kesukaan (Hedonic Test) Sediaan Salep
Uji kesukaan (Hedonic Test) adalah pengujian terhadap kesan subyektif
yang sifatnya suka atau tidak suka terhadap suatu produk (Soekarto, 1981). Fungsi
dari uji kesukaan yaitu untuk mengetahui formula salep mana yang paling disukai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
oleh sukarelawan. Uji kesukaan ini dilakukan kepada 20 orang sukarelawan. Data
hasil uji kesukaan dapat dilihat pada tabel X.
Tabel X. Hasil Uji Kesukaan
Pertanyaan F I
(%)
F II
(%)
F III
(%)
Total (%)
Mudah tersebar saat dioleskan 45% 20% 35% 100%
Kelengketan di kulit 40% 25% 35% 100%
Kenyamanan di kulit 35% 15% 50% 100%
Pada uji kesukaan ini diajukan 4 pertanyaan kepada responden mengenai
mudah tidaknya penyebaran salep saat dioleskan, lengket tidaknya salep di kulit,
serta kenyamanan salep di kulit. Dari uji kesukaan ini didapatkan hasil
bahwalebih banyak sukarelawan memilih formula dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Padmadisastra dkk, (2007) dan Mayasari (2011) menunjukkan
bahwa sukarelawan atau responden lebih menyukai formula salep yang
diformulasikan kedalam basis absorbsi.
9. Hasil Uji Daya Proteksi
Salep diuji daya proteksinya untuk mengetahui seberapa jauh salep
memberikan perlindungan pada tempat pengobatan terhadap pengaruh dari luar.
Bila waktu timbulnya noda merah muda cepat, berarti salep tersebut mudah
ditembus KOH, sehingga daya proteksi basis untuk dilewati senyawa lain (alkali)
relative rendah. Pada pengujian ini kertas saring diibaratkan sebagai kulit
sehingga dari uji ini dapat diketahui daya proteksi salep ketika diaplikasikan pada
kulit. Hasil uji daya proteksi dapat dilihat pada tabel XI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Tabel XI. Hasil Uji Proteksi
Waktu Kemampuan Proteksi
Formula I Formula II Formula III
15 detik - - -
30 detik - - -
45 detik - - -
1 menit - - -
3 menit - - -
5 menit - - -
Keterangan : F1 : Formula salep basis minyak wijen.
F2 : Formula salep basis minyak kelapa.
F3 : Formula salep basis minyak zaitun.
Masing-masing formulasi direplikasi 3 kali dengan kontrol negatif untuk tiap formula
Tabel IX menunjukkan bahwa salep basis minyak nabati setelah lebih dari
5 menit tidak timbul noda kemerahan. Hasil ini menunjukkan kedua basis
memberikan proteksi yang baik terhadap KOH yang artinya ketiga basis minyak
nabati memiliki kemampuan memproteksi kulit. Penambahan ekstrak daun
ceplukan tidak berpengaruh terhadap kemampuan proteksi salep, hal ini dapat
dilihat dari tidak adanya perbedaan kemampuan proteksi formula salep tanpa
penambahan ekstrak dengan formula salep yang sudah ditambah ekstrak daun
ceplukan.
Basis yang digunakan disini berupa basis serap yang terdiri dari cera flava
dan minyak nabati (minyak wijen, minyak kelapa, minyak zaitun) merupakan
basis berminyak sehingga kemampuan proteksi basis serap lebih baik
dibandingkan basis larut air (Wulan, 2011). Dalam formula yang dipakai disini,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
semuanya menggunakan basis minyak nabati, sehingga ketiga formula memiliki
kemampuan proteksi yang dapat dikatakan sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Perbedaan basis salep absorbsi yang berupa minyak nabati yaitu minyak wijen,
minyak kelapa, dan minyak zaitun sangat berpengaruh pada sifat fisik dan
stabilitas salep ekstrak daun ceplukan. Hal ini disebabkan karena bobot jenis
yang berbeda yang dimiliki oleh ketiga basis minyak tersebut.
2. Formulasi yang sesuai untuk salep ekstrak daun ceplukan adalah formulasi
salep III yaitu salep dengan basis minyak zaitun.
5.2. Saran
1. Perlu adanya pengujian salep ekstrak daun ceplukan secara in vitro.
2. Pengembangan basis salep yang sesuai untuk salep ekstrak daun ceplukan,
selain basis hidrokarbon maupun absorbsi.