bahan sken 1 blok psikiatri (mega)
DESCRIPTION
meggyTRANSCRIPT
JUMP 1
Waham: Kepercayaan atau keyakinan yang salah yang didasarkan atas kesimpulan yang salah
tentang kenyataan luar, yang tidak sesuai dengan latar belakang intelegensia dan kebudayaan
pasien, serta tidak dapat dikoreksi dengan penalaran atau alasan apapun dengan kriteria: pasien
percaya 100% bahwa isi pikirannya benar, bersifat egosentrik, tidak sesuai dengan rasio logika,
tidak bisa dikoreksi dengan cara apapun termasuk dengan cara yang logis dan realistik, serta
pasien hidup atau berperilaku menurut wahamnya.
JUMP 3
A. Jenis-jenis waham:
- Waham Capgras: suatu waham bahwa keluarganya telah digantikan oleh penipu yang
lihai.
- Waham Fregoli: suatu waham yang orang-orang yang dikenalinya menyamar seperti
orang lain.
- Setan penyewa kamar (Phantom Boarder): suatu waham bahwa para pengganggu
tinggal di rumahnya.
- Bayangan cermin (Mirror Image): sering mengalami bahwa bayangannya di cermin
adalah orang lain.
B. Jenis-jenis halusinasi dan ilusi:
- Hipnagogik: halusinasi atau ilusi yang terjadi pada saat menjelang tidur yang pada
umumnya tidak merupakan gejala yang bersifat patologis.
- Hipnopompik: halusinasi atau ilusi yang terjadi pada saat bangun dari tidur yang pada
umumnya tidak dianggap gejala yang bersifat patologis.
- Akustik/auditif/auditori/pendengaran: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah
terhadap bunyi-bunyian. Biasanya suara-suara tetapi juga bunyi-bunyi lainnya seperti
musik, lebih sering merupakan gejala psikiatrik.
- Visual/penglihatan: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah yang menyangkut
penglihatan, bisa merupakan bayangan yang mempunyai bentuk (orang) atau tidak
mempunyai bentuk (kilatan cahaya), lebih sering terjadi pada gangguan organic
tertentu.
- Olfaktorik/pembauan: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah terhadap bau-
bauan dan biasanya terjadi pada gangguan yang bersifat organik.
- Gustatorik/perasaan lidah/pengecapan: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah
dari perasaan lidah, misalnya rasa tidak enak yang diakibatkan oleh serangan kejang
pada kerusakan girus unkinatus, biasanya terjadi pada gangguan organik.
- Taktil/haptik/perasaan kulit: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah dari
sentuhan atau perabaan seperti yang dirasakan oleh orang yang kakinya sudah
diamputasi (orang bunting) yang disebut sebagai phantom limb atau perasaan ada
yang merayap di permukaan atau bawah kulit (formikasi). Bila kesalahan persepsi
pada gerakannya disebut halusinasi atau ilusi kinestetik.
- Somatik: halusinasi atau ilusi akibat kesan yang salah dari benda yang terjadi dalam
atau ke tubuh, misalnya sensasi belati menembus tubuh, aliran listrik di lengan
(biasanya ada hubungannya dengan waham yang sesuai dengan perasaannya).
Umumnya berasal dari alat-alat dalam yang disebut halusinasi, ilusi senestetsik
(cenesthetsic hallucination, illusion).
- Liliputian: halusinasi atau ilusi di mana benda tampak ukurannya mengurang (lebih
kecil dari ukuran sebenarnya) yang sering diistilahkan juga sebagai mikropsia.
Keadaan sebaliknya disebut makropsia.
- Serasi afek: halusinasi atau ilusi yang isinya sesuai dengan afek pada saat depresi atau
mania (misalnya pasien depresi mendengar suara-suara yang menyatakan bahwa
dirinya orang jelek sedangkan pasien mania mendengar suara yang menyatakan
bahwa dirinya kuat, sangat berharga, sangat pandai).
- Tidak serasi afek: halusinasi atau ilusi yang isinya tidak serasi dengan afek depresi
maupun mania, kebalikannya dengan yang serasi afek.
- Halusinosis: suatu halusinasi yang umumnya bersifat pendengaran yang ada
hubungannya dengan penyalahgunaan alkohol secara kronis dan terjadi dalam
kesadaran penuh (sebaliknya dari Delirium tremens yang terjadi dalam suasana
kesadaran yang mengabut).
- Sinestesia (synesthesia): suatu sensai atau halusinasi yang diakibatkan oleh sensasi
lain (misalnya sensasi pendengaran disertai atau dipicu oleh sensasi penglihatan,
suara dialami sebagai hal yang terlihat, atau penglihatan seperti terdengar).
- Fenomena jejak (trailing phenomenon): suatu kelainan persepsi yang ada
hubungannya dengan obat-obat halusinogenika. Benda yang bergerak terlihat sebagai
sederetan bayangan yang terpisah atau terputus-putus.
- Pareidolia: merupakan ilusi yang khas yang dapat ditimbulkan dengan cara menyuruh
pasien secara pasif mengamati awan atau karpet dan kemudian sebagai respon pasien
akan mengatakan bahwa dia melihat gambaran atau bentuk yang kompleks. Keadaan
ini biasanya ditemukan pada pasien-pasien yang mempunyai riwayat penggunaan
obat-obat halusinogenika.
JUMP 7
A. Defense mechanism
1. Represi (Repression)
Merupakan cara individu untuk menekan perasaan frustasi, konflik batin, mimpi
buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. individu
mencoba merepresikan perasaannya dengan melakukan usaha seperti, lebih sering
mengomunikasikan berita baik daripada berita buruk, selalu mengingat hal positif
daripada hal yang negatif. contoh, individu bermimpi bahwa orang tersayangnya
meninggal dunia. ini akan menimbulkan kecemasan dari dalam dirinya. Untuk
menekan perasaan cemasnya, dia mencoba berfikir positif, bahwa yang tadi dia
mimpikan tidak akan mungkin terjadi.
2. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Individu melakukan pembentukan reaksi ketika dia berusaha menyembunyikan motif
dan perasaan yang sesungguhnya dan menampilkan wajah yang berlawanan dari
ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebenarnya. Sigmund Freud
berpendapat bahwa pembentukan reaksi digunakan banyak orang yang kelihatannya
“bermoral” sebenarnya berjuang dengan susah payah melawn ketidakbermoralan
mereka sendiri. Contohnya, seorang tokoh agama yang berkotbah menentang seks
bebas pada kalangan remaja, ternyata dia sendiri melakukan hal tersebut.
Pembentukan reaksi (reaction formation) merupakan salah satu mekanisme
pertahanan diri yang paling sering digunakan di kalangan masyarakat.
3. Fiksasi
Fiksasi merupakan bentuk pertahanan diri dimana individu dihadapkan pada suatu
situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga
membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan
membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementar atau selamanya. Fikasi
menyebabkan individu menjadi tergantung kepada individu yang lain. Contoh,
seorang remaja yang disuruh orang tuanya mencari pekerjaan. remaja tersebut merasa
kalau dia kerja nanti, akan ada masalah-masalah baru terutama dalam dirinya. Seperti,
dimarahi atasan, tidak diterima pekerjaan, diejek temannya karena pekerjaan yang
sebagai pelayan, ataupun yang lainnya. Hal ini membuat individu tadi terfikasi dan
akhirnya tidak jadi bekerja. Hal ini bisa berlangsung sementara atau selamanya.
4. Pengalihan (Displacement/Sublimation)
Pengalihan merupakan bentuk pertahanan diri menghadapi anxietas dengan cara
memindahkannya dari objek yang mengancam kepada objek yang lebih aman.
Contohnya, seorang mahasiswa yang dimarahi dosennya karena telat mengumpulkan
tugas, akan mencoba mencari bentuk pengalihan seperti bermain tinju untuk
melampiaskan amarahnya, atau bermain game. Intinya dia mencari objek lain sebagai
bentuk pengalihan dari rasa amarah, cemas, takut, dll. Ini juga merupakan mekanisme
pertahanan diri yang sering dipakai. Displacement bersifat destruktif atau
pengalihannya cenderung ke hal-hal negatif (misalnya memakai narkoba) sedangkan
sublimasi atau sublimation bersifat konstruktif di mana pengalihannya cenderung ke
hal-hal positif (misalnya olahraga, menggambar).
5. Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme pertahanan diri dimana impuls yang menyebabkan
kecemasan dikeluarkan dengan cara mengarahkan kecemasan tersebut ke orang lain.
jadi intinya, kecemasan yang dihadapinya dilampiaskan ke orang lain. Akan tetapi,
hal ini berbeda dengan pengalihan. Contoh dari proyeksi misalnya, seorang laki-laki
menyukai seorang wanita, ketika ditanya sahabat dari laki-laki ini, laki-laki tersebut
mengatakan bahwa wanita itulah yang menyukai dan mengejar-ngejar dia. Dia
mencoba memproyeksikan kecemasanya.
6. Rasionalisasi
Bentuk mekanisme pertahanan diri adalah cara individu memproduksi alasan-asalan
“baik” untuk menjelaskan egonya yang terhantam. Rasionalisasi membantu untuk
membenarkan berbagai tingkah laku spesifik dan membantu untuk melemahkan
pukulan yang berkaitan dengan kekecewaan. contohnya, seorang mahasiswa yang
telat datang ke kampus. Ketika ditanya dosen, dia mengatakan bahwa di jalan macet.
Padahal yang sebenarnya, bahwa dia telat bangun pagi. Dia menggunakan alasan
macet sebagai bentuk suatu yang dapat diterima akal (rasional).
7. Menyangkal Kenyataan (Denial)
Penyangkalan merupakan sebuah tindakan menolak mengaku adanya stimulus yang
menyebabkan timbulnya rasa cemas. Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia
menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Contohnya, seorang anak yang
telah divonis dokter mengidap kanker hati, ketika anak tersebut menanyakan kepada
orang tuanya sakit apa yang sedang diidapnya, orang tua menjawab bahwa kamu
hanya sakit perut biasa, nanti minum obat juga sembuh. Orang tuanya mencoba
menyangkal kenyataan yang ada, agar tidak menimbulkan kecemasan. Intinya
berbohong kepada diri sendiri.
B. Etiologi Skizofrenia
Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil
penelitian yang dilaporkan saat ini, yaitu:
1. Biologi
Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik ditemukan pada
penderita skizofrenia. Meskipun demikian, beberapa gangguan organik dapat terlihat
(telah direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien. Gangguan paling banyak
dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang kadang-kadang sudah
terlihat sebelum awitan penyakit, atropi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik
yaitu girus parahipokampus, hipokampus dan amigdala, disorientasi epitel sel pyramid
hipokampus, dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya stastis dan
telah dibawa sejak lahir (tidak ada gliosis), dan pada beberapa kasus perjalanannya
progresif. Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia,
misalnya gangguan hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi lobus
frontalis dihubungkan dengan symptom negatif skizofrenia.
Penemuan lain yaitu adanya antibody sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal
(CSS), limfosit atipikal tipe P (terstimulasi), gangguan fungsi hemisfer kiri, gangguan
transmisi dan pengurangan ukuran korpus kalosum, pengecilan vermis serebri, penurunan
aliran darah dan metabolism glukosa di lobus frontal (dilihat dengan PET), kelainan
EEG, EP P300 auditorik (dengan QEEG), sulit memusatkan perhatian, dan perlambatan
waktu reakasi, serta berkurangnya kemampuan menamakan benda.
Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden
komplikasi persalinan (prematur, berat badan lahir rendah, lahir pada masa epidemi
influenza), lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau awal musim
panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-penemuan ini
belum diketahui. Bagaimanapun, ini menunjukkan adanya dasar biologic dan
heterogenitas skizofrenia.
2. Biokimia
Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis paling banyak yaitu adanya
gangguan neurotransmitter sentral yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral
(hipotesis dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama, yaitu:
a. Efektivitas obat-obat neuroleptic (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia, ia
bekerja memblok reseptor dopamine pasca sinaps (tipe D2).
b. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar
dibedakan secara klinik dengan psikosis skizofrenia paranoid akut. Amfetamin
melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin memperburuk skizofrenia.
c. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben,
dan putamen pada skizofrenia.
Penelitian reseptor D1, D5, dan D4 saat ini tidak banyak memberikan hasil. Teori lain
yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat dan kelebihan norepinefrin (NE) di
forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita skizofrenia). Setelah pemberian obat
yang bersifat antagonis terhadap neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinik
skizofrenia.
3. Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara signifikan, kompleks dan
poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah
gangguan bersifat keluarga (misalnya terdapat dalam keluarga). Semakin dekat hubungan
kekerabatan maka semakin tinggi resiko. Pada penelitian anak kembar, kembar
monozigot mempunyai resiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan
dengan kembar dizigot. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua
skizofrenia yang diadopsi waktu lahir oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya
sama dengan bila anak-anak tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia.
Frekuensi kejadian gangguan non-psikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan
secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan
spectrum skizofrenia), gangguan obsesif-kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan
dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.
4. Faktor keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan
kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke rumah sering relaps
pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di residensial.
Pasien yang beresiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang hostilitas,
memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut
campur, sangat pengeritik. Pasien skizofrenia sering tidak “dibebaskan” oleh
keluarganya.
Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh
pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan
sedikit tidak logis. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga
tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak skizofrenia.
C. Tatalaksana Skizofrenia
a. Terapi Psikososial
Terapi utama skizofrenia adalah faramakologi. Psikoterapi jangka panjang yang
berorientasi tilikan, tempatnya sangat terbatas dan tidak direkomendasikan. Di sisi lain,
metode terapi psikososial berorientasi suportif sangat bermanfaat terutama pada terapi
jangka panjang skizofrenia. Pasien skizofrenia harus didekati secara baik dengan penuh
empati. Bangunlah hubungan yang nyaman dengan pasien. Komunikasi baik dengan
pasien sangat diperlukan.
Bila pasien skizofrenia berada dalam keadaan delirium, ancaman bunuh diri atau
membunuh, dan atau tidak mempunyai dukungan dari masyarakat, maka pasien
hendaklah dirawat. Bila memungkinkan berobat jalan lebih baik guna menghindari
hospitalisasi jangka lama. Efek buruk hospitalisasi kronik sangat jelas (regresi dan sangat
menarik diri, kehilangan keterampilan, dll). Kecenderungan saat ini adalah perawatan
singkat selama episode akut dan untuk pemeliharaan di antara episode akut dilakukan
dengan berobat jalan.
Selama dirawat, biarkan pasien sebebas mungkin tetapi dibatasi pada lingkungan
yang aman. Lingkungan adalah tempat bagi pasien untuk mengembangkan keterampilan
mempertahankan hubungan interpersonal dan mempelajari metode koping yang baru.
Modifikasi perilaku sangat efektif untuk menghilangkan perilaku tertentu yang tidak
dapat diterima dan mengajarkan keterampilan personal sederhana kepada pasien rawat
inap dengan fungsi yang sangat buruk dan regresi. Sebagian pasien skizofrenia dapat
diobati sebagai pasien rawat jalan namun ada beberapa prinsip yang mesti diingat dan
pasien harus dievaluasi terus.
b. Terapi Biologik
Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok
berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor antagonist (DRA) atau
antipsikotika generasi I (APG-I) dan serotonin-dopamine antagonist (SDA) atau
antipsikotika generasi II (APG-II). Obat APG-I disebut juga antipsikotika konvensional
atau tipikal, sedangkan APG-II disebut juga antipsikotika baru atau atipikal.
Obat APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif sedangkan
untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala
positif maupun negatif. Standar emas baru adalah APG-II. Meskipun harganya mahal
tetapi manfaatnya sangat besar. Pilihlah APG-II yang efektif dan efek samping lebih
ringan dan dapat digunakan secara aman tanpa memerlukan pemantauan jumlah sel darah
putih setiap minggu atau pemantauan yang ketat.
Contoh obat golongan APG-I adalah fenotiazine, tioxantine, dibenzoxazepine,
dihidronidol, difenilbutil piperidine. Contoh obat golongan APG-II adalah clozapine,
olanzapine, ziprasidone.
D. Prognosis Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronik. Pasien secara berangsur-
angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi setelah bertahun-tahun. Pasien
dapat mempunyai waham dengan taraf ringan dan halusinasi yang tidak begitu jelas
(samar-samar). Sebagian gejala akut dan gejala yang lebih dramatik hilang dengan
berjalannya waktu, tetapi pasien secara kronik membutuhkan perlindungan atau
menghabiskan waktunya bertahun-tahun di rumah sakit jiwa.
Keterlibatan dengan hukum untuk pelanggaran ringan kadang-kadang terjadi
(misalnya menggelandang, mengganggu kenyamanan) dan sering dikaitkan dengan
penyalahgunaan obat. Sebagian kecil pasien menjadi demensia. Secara keseluruhan
harapan hidupnya pendek, terutama akibat kecelakaan, bunuh diri, dan
ketidakmampuannya merawat diri.
Gambaran klinik yang dikaitkan dengan prognosis baik yaitu:
1. Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi secara mendadak.
2. Awitan terjadi setelah umur 30 tahun, terutama pada perempuan.
3. Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid (sebelum sakit) baik. Performa
sebelumnya tetap merupakan predictor terbaik untuk meramalkan performa di
masa datang.
4. Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol selama episode akut
(simptom positif).
5. Kemungkinan adanya suatu stressor yang mempresipitasi psikosis akut dan tidak
ada bukti gangguan susunan saraf pusat (SSP).
6. Tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia.
Meskipun ada variabilitas yang besar, tipe disorganisasi secara umum mempunyai
prognosis yang buruk, tetapi tipe paranoid (dan beberapa katatonik) mempunyai
prognosis yang baik. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien menyalahgunakan zat
atau hidup dalam keluarga yang tidak harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Elvira, S. D. dan Gitayanti Hadisukanto. 2014. Buku Ajar Psikiatri Edisi ke-2. Jakarta: FKUI.
Nuhriwangsa, Ibrahim. 2004. Simptomatologi Psikiatri. Surakarta: FK UNS.
Maslim, R. (1997). Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.