bahan sken 1 blok psikiatri (mega)

16
JUMP 1 Waham: Kepercayaan atau keyakinan yang salah yang didasarkan atas kesimpulan yang salah tentang kenyataan luar, yang tidak sesuai dengan latar belakang intelegensia dan kebudayaan pasien, serta tidak dapat dikoreksi dengan penalaran atau alasan apapun dengan kriteria: pasien percaya 100% bahwa isi pikirannya benar, bersifat egosentrik, tidak sesuai dengan rasio logika, tidak bisa dikoreksi dengan cara apapun termasuk dengan cara yang logis dan realistik, serta pasien hidup atau berperilaku menurut wahamnya. JUMP 3 A. Jenis-jenis waham: - Waham Capgras: suatu waham bahwa keluarganya telah digantikan oleh penipu yang lihai. - Waham Fregoli: suatu waham yang orang-orang yang dikenalinya menyamar seperti orang lain. - Setan penyewa kamar (Phantom Boarder): suatu waham bahwa para pengganggu tinggal di rumahnya. - Bayangan cermin (Mirror Image): sering mengalami bahwa bayangannya di cermin adalah orang lain. B. Jenis-jenis halusinasi dan ilusi: - Hipnagogik: halusinasi atau ilusi yang terjadi pada saat menjelang tidur yang pada umumnya tidak merupakan gejala yang bersifat patologis.

Upload: mushthafa-habiburrahman

Post on 27-Jan-2016

233 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

meggy

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

JUMP 1

Waham: Kepercayaan atau keyakinan yang salah yang didasarkan atas kesimpulan yang salah

tentang kenyataan luar, yang tidak sesuai dengan latar belakang intelegensia dan kebudayaan

pasien, serta tidak dapat dikoreksi dengan penalaran atau alasan apapun dengan kriteria: pasien

percaya 100% bahwa isi pikirannya benar, bersifat egosentrik, tidak sesuai dengan rasio logika,

tidak bisa dikoreksi dengan cara apapun termasuk dengan cara yang logis dan realistik, serta

pasien hidup atau berperilaku menurut wahamnya.

JUMP 3

A. Jenis-jenis waham:

- Waham Capgras: suatu waham bahwa keluarganya telah digantikan oleh penipu yang

lihai.

- Waham Fregoli: suatu waham yang orang-orang yang dikenalinya menyamar seperti

orang lain.

- Setan penyewa kamar (Phantom Boarder): suatu waham bahwa para pengganggu

tinggal di rumahnya.

- Bayangan cermin (Mirror Image): sering mengalami bahwa bayangannya di cermin

adalah orang lain.

B. Jenis-jenis halusinasi dan ilusi:

- Hipnagogik: halusinasi atau ilusi yang terjadi pada saat menjelang tidur yang pada

umumnya tidak merupakan gejala yang bersifat patologis.

- Hipnopompik: halusinasi atau ilusi yang terjadi pada saat bangun dari tidur yang pada

umumnya tidak dianggap gejala yang bersifat patologis.

- Akustik/auditif/auditori/pendengaran: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah

terhadap bunyi-bunyian. Biasanya suara-suara tetapi juga bunyi-bunyi lainnya seperti

musik, lebih sering merupakan gejala psikiatrik.

- Visual/penglihatan: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah yang menyangkut

penglihatan, bisa merupakan bayangan yang mempunyai bentuk (orang) atau tidak

Page 2: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

mempunyai bentuk (kilatan cahaya), lebih sering terjadi pada gangguan organic

tertentu.

- Olfaktorik/pembauan: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah terhadap bau-

bauan dan biasanya terjadi pada gangguan yang bersifat organik.

- Gustatorik/perasaan lidah/pengecapan: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah

dari perasaan lidah, misalnya rasa tidak enak yang diakibatkan oleh serangan kejang

pada kerusakan girus unkinatus, biasanya terjadi pada gangguan organik.

- Taktil/haptik/perasaan kulit: halusinasi atau ilusi akibat persepsi yang salah dari

sentuhan atau perabaan seperti yang dirasakan oleh orang yang kakinya sudah

diamputasi (orang bunting) yang disebut sebagai phantom limb atau perasaan ada

yang merayap di permukaan atau bawah kulit (formikasi). Bila kesalahan persepsi

pada gerakannya disebut halusinasi atau ilusi kinestetik.

- Somatik: halusinasi atau ilusi akibat kesan yang salah dari benda yang terjadi dalam

atau ke tubuh, misalnya sensasi belati menembus tubuh, aliran listrik di lengan

(biasanya ada hubungannya dengan waham yang sesuai dengan perasaannya).

Umumnya berasal dari alat-alat dalam yang disebut halusinasi, ilusi senestetsik

(cenesthetsic hallucination, illusion).

- Liliputian: halusinasi atau ilusi di mana benda tampak ukurannya mengurang (lebih

kecil dari ukuran sebenarnya) yang sering diistilahkan juga sebagai mikropsia.

Keadaan sebaliknya disebut makropsia.

- Serasi afek: halusinasi atau ilusi yang isinya sesuai dengan afek pada saat depresi atau

mania (misalnya pasien depresi mendengar suara-suara yang menyatakan bahwa

dirinya orang jelek sedangkan pasien mania mendengar suara yang menyatakan

bahwa dirinya kuat, sangat berharga, sangat pandai).

- Tidak serasi afek: halusinasi atau ilusi yang isinya tidak serasi dengan afek depresi

maupun mania, kebalikannya dengan yang serasi afek.

- Halusinosis: suatu halusinasi yang umumnya bersifat pendengaran yang ada

hubungannya dengan penyalahgunaan alkohol secara kronis dan terjadi dalam

kesadaran penuh (sebaliknya dari Delirium tremens yang terjadi dalam suasana

kesadaran yang mengabut).

Page 3: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

- Sinestesia (synesthesia): suatu sensai atau halusinasi yang diakibatkan oleh sensasi

lain (misalnya sensasi pendengaran disertai atau dipicu oleh sensasi penglihatan,

suara dialami sebagai hal yang terlihat, atau penglihatan seperti terdengar).

- Fenomena jejak (trailing phenomenon): suatu kelainan persepsi yang ada

hubungannya dengan obat-obat halusinogenika. Benda yang bergerak terlihat sebagai

sederetan bayangan yang terpisah atau terputus-putus.

- Pareidolia: merupakan ilusi yang khas yang dapat ditimbulkan dengan cara menyuruh

pasien secara pasif mengamati awan atau karpet dan kemudian sebagai respon pasien

akan mengatakan bahwa dia melihat gambaran atau bentuk yang kompleks. Keadaan

ini biasanya ditemukan pada pasien-pasien yang mempunyai riwayat penggunaan

obat-obat halusinogenika.

JUMP 7

A. Defense mechanism

1. Represi (Repression)

Merupakan cara individu untuk menekan perasaan frustasi, konflik batin, mimpi

buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. individu

mencoba merepresikan perasaannya dengan melakukan usaha seperti, lebih sering

mengomunikasikan berita baik daripada berita buruk, selalu mengingat hal positif

daripada hal yang negatif. contoh, individu bermimpi bahwa orang tersayangnya

meninggal dunia. ini akan menimbulkan kecemasan dari dalam dirinya. Untuk

menekan perasaan cemasnya, dia mencoba berfikir positif, bahwa yang tadi dia

mimpikan tidak akan mungkin terjadi. 

2. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)

Individu melakukan pembentukan reaksi ketika dia berusaha menyembunyikan motif

dan perasaan yang sesungguhnya dan menampilkan wajah yang berlawanan dari

ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebenarnya. Sigmund Freud

berpendapat bahwa pembentukan reaksi digunakan banyak orang yang kelihatannya

“bermoral” sebenarnya berjuang dengan susah payah melawn ketidakbermoralan

mereka sendiri. Contohnya, seorang tokoh agama yang berkotbah menentang seks

Page 4: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

bebas pada kalangan remaja, ternyata dia sendiri melakukan hal tersebut.

Pembentukan reaksi (reaction formation) merupakan salah satu mekanisme

pertahanan diri yang paling sering digunakan di kalangan masyarakat.

3. Fiksasi

Fiksasi merupakan bentuk pertahanan diri dimana individu dihadapkan pada suatu

situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga

membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan

membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementar atau selamanya. Fikasi

menyebabkan individu menjadi tergantung kepada individu yang lain. Contoh,

seorang remaja yang disuruh orang tuanya mencari pekerjaan. remaja tersebut merasa

kalau dia kerja nanti, akan ada masalah-masalah baru terutama dalam dirinya. Seperti,

dimarahi atasan, tidak diterima pekerjaan, diejek temannya karena pekerjaan yang

sebagai pelayan, ataupun yang lainnya. Hal ini membuat individu tadi terfikasi dan

akhirnya tidak jadi bekerja. Hal ini bisa berlangsung sementara atau selamanya.

4. Pengalihan (Displacement/Sublimation)

Pengalihan merupakan bentuk pertahanan diri menghadapi anxietas dengan cara

memindahkannya dari objek yang mengancam kepada objek yang lebih aman.

Contohnya, seorang mahasiswa yang dimarahi dosennya karena telat mengumpulkan

tugas, akan mencoba mencari bentuk pengalihan seperti bermain tinju untuk

melampiaskan amarahnya, atau bermain game. Intinya dia mencari objek lain sebagai

bentuk pengalihan dari rasa amarah, cemas, takut, dll. Ini juga merupakan mekanisme

pertahanan diri yang sering dipakai. Displacement bersifat destruktif atau

pengalihannya cenderung ke hal-hal negatif (misalnya memakai narkoba) sedangkan

sublimasi atau sublimation bersifat konstruktif di mana pengalihannya cenderung ke

hal-hal positif (misalnya olahraga, menggambar).

5. Proyeksi 

Proyeksi adalah mekanisme pertahanan diri dimana impuls yang menyebabkan

kecemasan dikeluarkan dengan cara mengarahkan kecemasan tersebut ke orang lain.

jadi intinya, kecemasan yang dihadapinya dilampiaskan ke orang lain. Akan tetapi,

hal ini berbeda dengan pengalihan. Contoh dari proyeksi misalnya, seorang laki-laki

menyukai seorang wanita, ketika ditanya sahabat dari laki-laki ini, laki-laki tersebut

Page 5: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

mengatakan bahwa wanita itulah yang menyukai dan mengejar-ngejar dia. Dia

mencoba memproyeksikan kecemasanya.

6. Rasionalisasi

Bentuk mekanisme pertahanan diri adalah cara individu memproduksi alasan-asalan

“baik” untuk menjelaskan egonya yang terhantam. Rasionalisasi membantu untuk

membenarkan berbagai tingkah laku spesifik dan membantu untuk melemahkan

pukulan yang berkaitan dengan kekecewaan. contohnya, seorang mahasiswa yang

telat datang ke kampus. Ketika ditanya dosen, dia mengatakan bahwa di jalan macet.

Padahal yang sebenarnya, bahwa dia telat bangun pagi. Dia menggunakan alasan

macet sebagai bentuk suatu yang dapat diterima akal (rasional).

7. Menyangkal Kenyataan (Denial)

Penyangkalan merupakan sebuah tindakan menolak mengaku adanya stimulus yang

menyebabkan timbulnya rasa cemas. Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia

menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan

dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Contohnya, seorang anak yang

telah divonis dokter mengidap kanker hati, ketika anak tersebut menanyakan kepada

orang tuanya sakit apa yang sedang diidapnya, orang tua menjawab bahwa kamu

hanya sakit perut biasa, nanti minum obat juga sembuh. Orang tuanya mencoba

menyangkal kenyataan yang ada, agar tidak menimbulkan kecemasan. Intinya

berbohong kepada diri sendiri.

B. Etiologi Skizofrenia

Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil

penelitian yang dilaporkan saat ini, yaitu:

1. Biologi

Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik ditemukan pada

penderita skizofrenia. Meskipun demikian, beberapa gangguan organik dapat terlihat

(telah direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien. Gangguan paling banyak

dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang kadang-kadang sudah

terlihat sebelum awitan penyakit, atropi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik

Page 6: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

yaitu girus parahipokampus, hipokampus dan amigdala, disorientasi epitel sel pyramid

hipokampus, dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya stastis dan

telah dibawa sejak lahir (tidak ada gliosis), dan pada beberapa kasus perjalanannya

progresif. Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia,

misalnya gangguan hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi lobus

frontalis dihubungkan dengan symptom negatif skizofrenia.

Penemuan lain yaitu adanya antibody sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal

(CSS), limfosit atipikal tipe P (terstimulasi), gangguan fungsi hemisfer kiri, gangguan

transmisi dan pengurangan ukuran korpus kalosum, pengecilan vermis serebri, penurunan

aliran darah dan metabolism glukosa di lobus frontal (dilihat dengan PET), kelainan

EEG, EP P300 auditorik (dengan QEEG), sulit memusatkan perhatian, dan perlambatan

waktu reakasi, serta berkurangnya kemampuan menamakan benda.

Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden

komplikasi persalinan (prematur, berat badan lahir rendah, lahir pada masa epidemi

influenza), lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau awal musim

panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-penemuan ini

belum diketahui. Bagaimanapun, ini menunjukkan adanya dasar biologic dan

heterogenitas skizofrenia.

2. Biokimia

Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis paling banyak yaitu adanya

gangguan neurotransmitter sentral yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral

(hipotesis dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama, yaitu:

a. Efektivitas obat-obat neuroleptic (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia, ia

bekerja memblok reseptor dopamine pasca sinaps (tipe D2).

b. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar

dibedakan secara klinik dengan psikosis skizofrenia paranoid akut. Amfetamin

melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin memperburuk skizofrenia.

c. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben,

dan putamen pada skizofrenia.

Page 7: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

Penelitian reseptor D1, D5, dan D4 saat ini tidak banyak memberikan hasil. Teori lain

yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat dan kelebihan norepinefrin (NE) di

forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita skizofrenia). Setelah pemberian obat

yang bersifat antagonis terhadap neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinik

skizofrenia.

3. Genetika

Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara signifikan, kompleks dan

poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah

gangguan bersifat keluarga (misalnya terdapat dalam keluarga). Semakin dekat hubungan

kekerabatan maka semakin tinggi resiko. Pada penelitian anak kembar, kembar

monozigot mempunyai resiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan

dengan kembar dizigot. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua

skizofrenia yang diadopsi waktu lahir oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya

sama dengan bila anak-anak tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia.

Frekuensi kejadian gangguan non-psikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan

secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan

spectrum skizofrenia), gangguan obsesif-kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan

dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.

4. Faktor keluarga

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan

kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke rumah sering relaps

pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di residensial.

Pasien yang beresiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang hostilitas,

memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut

campur, sangat pengeritik. Pasien skizofrenia sering tidak “dibebaskan” oleh

keluarganya.

Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh

pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan

Page 8: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

sedikit tidak logis. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga

tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak skizofrenia.

C. Tatalaksana Skizofrenia

a. Terapi Psikososial

Terapi utama skizofrenia adalah faramakologi. Psikoterapi jangka panjang yang

berorientasi tilikan, tempatnya sangat terbatas dan tidak direkomendasikan. Di sisi lain,

metode terapi psikososial berorientasi suportif sangat bermanfaat terutama pada terapi

jangka panjang skizofrenia. Pasien skizofrenia harus didekati secara baik dengan penuh

empati. Bangunlah hubungan yang nyaman dengan pasien. Komunikasi baik dengan

pasien sangat diperlukan.

Bila pasien skizofrenia berada dalam keadaan delirium, ancaman bunuh diri atau

membunuh, dan atau tidak mempunyai dukungan dari masyarakat, maka pasien

hendaklah dirawat. Bila memungkinkan berobat jalan lebih baik guna menghindari

hospitalisasi jangka lama. Efek buruk hospitalisasi kronik sangat jelas (regresi dan sangat

menarik diri, kehilangan keterampilan, dll). Kecenderungan saat ini adalah perawatan

singkat selama episode akut dan untuk pemeliharaan di antara episode akut dilakukan

dengan berobat jalan.

Selama dirawat, biarkan pasien sebebas mungkin tetapi dibatasi pada lingkungan

yang aman. Lingkungan adalah tempat bagi pasien untuk mengembangkan keterampilan

mempertahankan hubungan interpersonal dan mempelajari metode koping yang baru.

Modifikasi perilaku sangat efektif untuk menghilangkan perilaku tertentu yang tidak

dapat diterima dan mengajarkan keterampilan personal sederhana kepada pasien rawat

inap dengan fungsi yang sangat buruk dan regresi. Sebagian pasien skizofrenia dapat

diobati sebagai pasien rawat jalan namun ada beberapa prinsip yang mesti diingat dan

pasien harus dievaluasi terus.

b. Terapi Biologik

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok

berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor antagonist (DRA) atau

antipsikotika generasi I (APG-I) dan serotonin-dopamine antagonist (SDA) atau

Page 9: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

antipsikotika generasi II (APG-II). Obat APG-I disebut juga antipsikotika konvensional

atau tipikal, sedangkan APG-II disebut juga antipsikotika baru atau atipikal.

Obat APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif sedangkan

untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala

positif maupun negatif. Standar emas baru adalah APG-II. Meskipun harganya mahal

tetapi manfaatnya sangat besar. Pilihlah APG-II yang efektif dan efek samping lebih

ringan dan dapat digunakan secara aman tanpa memerlukan pemantauan jumlah sel darah

putih setiap minggu atau pemantauan yang ketat.

Contoh obat golongan APG-I adalah fenotiazine, tioxantine, dibenzoxazepine,

dihidronidol, difenilbutil piperidine. Contoh obat golongan APG-II adalah clozapine,

olanzapine, ziprasidone.

D. Prognosis Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronik. Pasien secara berangsur-

angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi setelah bertahun-tahun. Pasien

dapat mempunyai waham dengan taraf ringan dan halusinasi yang tidak begitu jelas

(samar-samar). Sebagian gejala akut dan gejala yang lebih dramatik hilang dengan

berjalannya waktu, tetapi pasien secara kronik membutuhkan perlindungan atau

menghabiskan waktunya bertahun-tahun di rumah sakit jiwa.

Keterlibatan dengan hukum untuk pelanggaran ringan kadang-kadang terjadi

(misalnya menggelandang, mengganggu kenyamanan) dan sering dikaitkan dengan

penyalahgunaan obat. Sebagian kecil pasien menjadi demensia. Secara keseluruhan

harapan hidupnya pendek, terutama akibat kecelakaan, bunuh diri, dan

ketidakmampuannya merawat diri.

Gambaran klinik yang dikaitkan dengan prognosis baik yaitu:

1. Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi secara mendadak.

2. Awitan terjadi setelah umur 30 tahun, terutama pada perempuan.

3. Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid (sebelum sakit) baik. Performa

sebelumnya tetap merupakan predictor terbaik untuk meramalkan performa di

masa datang.

Page 10: Bahan Sken 1 Blok Psikiatri (Mega)

4. Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol selama episode akut

(simptom positif).

5. Kemungkinan adanya suatu stressor yang mempresipitasi psikosis akut dan tidak

ada bukti gangguan susunan saraf pusat (SSP).

6. Tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia.

Meskipun ada variabilitas yang besar, tipe disorganisasi secara umum mempunyai

prognosis yang buruk, tetapi tipe paranoid (dan beberapa katatonik) mempunyai

prognosis yang baik. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien menyalahgunakan zat

atau hidup dalam keluarga yang tidak harmonis.

DAFTAR PUSTAKA

Elvira, S. D. dan Gitayanti Hadisukanto. 2014. Buku Ajar Psikiatri Edisi ke-2. Jakarta: FKUI.

Nuhriwangsa, Ibrahim. 2004. Simptomatologi Psikiatri. Surakarta: FK UNS.

Maslim, R. (1997). Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.