bahan referat

26
Kematian akibat Asfiksia Mekanik Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Dari segi Etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: 1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru. 2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya. 3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat, narkotika. ASFIKSIA MEKANIK. Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya: 1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas : Pembekapan (smothering) Penyumbatan (Gagging dan choking)

Upload: heryanto-andreas

Post on 16-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan referat

Kematian akibat Asfiksia Mekanik

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara

pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan

karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan

oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.

Dari segi Etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:

1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti

laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.

2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan

atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.

3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat,

narkotika.

ASFIKSIA MEKANIK.

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki

saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya:

1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas :

Pembekapan (smothering)

Penyumbatan (Gagging dan choking)

2. Penekanan dinding saluran pernapasan :

Penjeratan (strangulation)

Pencekikan (manual strangulation, throttling)

Gantung (hanging)

3. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)

4. Saluran pernapasan terisi air (tenggelam, drowning)

Karena mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni disebabkan oleh asfiksia,

maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan tenggelam ke dalam kelompok asfiksia

mekanik, tetapi dibicarakan tersendiri.

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase,

yaitu :

Page 2: Bahan referat

1. Fase dispnea. Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan C02 dalam

plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo

dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan

mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.

2. Fase konvulsi. Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap

susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula berupa kejang

klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme

opistotonik.

Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek

ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan

O2.

3. Fase apnea. Depresi pusat pernapasan menjadi iebih hebat, pernapasan melemah dan

dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi

pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.

4. Fase akhir. Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti

setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut

beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya

berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 ber-langsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari

tingkat peng-halangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan

tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

PEMERIKSAAN JENAZAH

Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari

dan kuku.

Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan

tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.

Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam

lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah

sukar membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan

cepatnya proses kematian.

Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas

pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar

Page 3: Bahan referat

masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-

kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.

Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuiuh darah konjungtiva

bulbi dan palbebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh

darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak

endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul

bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu's spot.

Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya

pada konjungtiva buibi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit

wajah.

Penulis lain mengatakan bahwa Tardieu's spot ini timbul karena permeabilitas kapiler

yang meningkat akibat hipoksia.

PEMERIKSAAN BEDAH JENAZAH.

Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenasah korban mati akibat asfiksi

adalah:

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat

pasca mati.

2. Busa halus di dalam saluran pernafasan.

3. Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,

berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang

jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah

pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah

otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.

5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.

6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring

langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan

krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

PEMBEKAPAN

Smothering (pembekapan) adalah penutupan lubang hidung dan mulut yang

menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Pembekapan menimbulkan kematian akibat

asfiksia. Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa:

Page 4: Bahan referat

1. Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi

misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan menggunakan gulungan

kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut.

2. Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi

dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan

mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Anak-anak dan dewasa muda yang terkurung

dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan atau

dalam kantung plastik.

3. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang

mendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan hidung tertutup dengan pasir,

gandum, tepung dan sebagainya.

4. Pembunuhan (homicidal smothering). Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak

sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang yang tidak berdaya seperti orang

tua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras.

Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, maka pada pemeriksaan luar

jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Tanda kekerasan yang dapat

ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan dan kekuatan menekan.

Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet jenis tekan atau geser, goresan

kuku dan luka memar pada ujung hidung, bibir, pipi dan dagu yang mungkin terjadi akibat

korban melawan.

Luka memar atau lecet pada bagian/permukaan dalam bibir akibat bibir yang

terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Luka memar atau lecet pada bagian belakang

tubuh korban.

Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada

pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban, adakah

darah atau epitel kulit si pelaku.

GAGGING DAN CHOCKING

Pada keadaan ini, terjadi sumbatan jalan napas oleh benda asing, yang mengakibatkan

hambatan udara untuk masuk ke paru-paru.

Pada gagging, sumbatan terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking sumbatan

terdapat lebih dalam pada laringofaring.

Page 5: Bahan referat

Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal akibat

rangsangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring, yang menimbulkan inhibisi kerja

jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian.

Kematian dapat terjadi sebagai akibat:

1. Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukkan benda

asing ke dalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks batuk atau muntah.

Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau tahanan.

2. Pembunuhan (homicidal choking). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik

lemah atau tidak berdaya.

3. Kecelakaan (accidental choking). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau

menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan.

Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam

saluran pernapasan.

Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar

maupun pembedahan jenazah. Dalam rongga mulut (orofaring atau laringofaring) ditemukan

sumbatan berupa sapu tangan, kertas koran, gigi palsu, bahkan pernah ditemukan arang, batu

dan sebagainya. Bila benda asing tidak ditemukan, cari kemunginan adanya tanda kekerasan

yang diakibatkan oleh benda asing.

PENCEKIKAN (MANUAL STANGULATION)

Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan, yang menyebabkan dinding

saluran napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas sehingga udara

pernafasan tidak dapat lewat.

Mekanisme kematian pada pencekikan adalah :

1. Asfiksia.

2. Refleks vagal, terjadi sebagai akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus pada

corpus caroticus (carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna.

Refleks vagal ini jarang sekali terjadi.

Pada pemeriksaan jenazah ditemukan perbendungan pada muka dan kepala karena

turut tertekan pembuluh darah vena dan arteri yang superfisial, sedangkan arteri vertebralis

tidak terganggu.

Page 6: Bahan referat

Tanda-tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi berbeda-beda,

tergantung pada cara mencekik: Luka-luka lecet pada kulit, berupa luka lecet kecil, dangkal,

berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari.

Luka-luka memar pada kulit, bekas tekanan jari, merupakan petunjuk berharga untuk

menentukan bagaimana posisi tangan pada saat mencekik. Akan menyulitkan bila terdapat

rnemar subkutan luas, sedangkan pada permukaan kulit hanya tampak memar berbintik.

Memar atau perdarahan pada otot-otot bagian dalam dapat terjadi akibat kekerasan

langsung. Perdarahan pada otot sternokleido-mastoideus dapat disebabkan oleh kontraksi

yang kuat pada otot tersebut saat korban melawan.

Fraktur pada tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior rawan gondok yang unilateral

lebih sering terjadi pada pencekikan, namun semuanya tergantung pada besar tenaga yang

dipergunakan pencekikan. Patah tulang lidah kadang-kadang merupakan satu-satunya bukti

adanya kekerasan, bila mayat sudah lama dikubur sebelum diperiksa.

Pada pemeriksaan jenazah, bila mekanisme kematian adalah asfiksia, maka akan

ditemukan tanda-tanda asfiksia. Tetapi bila mekanisme kematian adalah refleks vagal, yang

menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, sehingga tidak ada tekanan intravaskular

untuk dapat menimbulkan perbendungan, tidak perdarahan petekial, tidak ada edema

pulmoner dan pada otot-otot leher bagian dalam hampir tidak ditemukan perdarahan.

Diagnosis kematian akibat refleks vagal hanya dapat dibuat pereksklusionam.

PENJERATAN (STRANGULATION)

Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai,

stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang

makin lama makin kuat. hingga saluran pernapasan tertutup.

Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan suicide (bunuh

diri) maka penjeratan biasanya adalah pembunuhan.

Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks

vasovagal (perangsangan reseptor pada carotid body).

Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada

penjeratan, arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal ini disebabkan oleh karena

kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar.

Jerat.

Page 7: Bahan referat

Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka tersebut harus disimpan

dengan baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik

bersama-sama dengan Visum et Repertum nya.

Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar dapat diperbesar atau

diperkecii) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus diamankan

dengan melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat

jerat.

Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan melintang)

pada tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat direkonstruksikan kembali di

kemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah.

Jejas jerat. Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan

terdapat lebih rendah daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak

setinggi atau di bawah rawan gondok.

Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar

seperti handuk atau selendang sutera, maka jejas nungkin tidak ditemukan dan pada

otot-otot leher sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali

yang tipis seperti kaus kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih

dari 2-3 mm.

Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant icotch tape pada

daerah jejas di leher, kemudian ditempelkan pada kaca obyek dan dilihat dengan

mikroskop atau dengan sinar ultra violet.

Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban

melawan akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa

kulit yang mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen

(luka lecet tekan). Pada otot-otot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah.

Cara kematian dapat berupa:

1. Bunuh diri (self strangulation). Hal ini jarang dan menyulitkan diagnosis. Pengikatan

dilakukan sendiri oleh korban dengan simpul hidup atau bahan hanya dililitkan saja,

dengan jumlah lilitan lebih dari satu.

2. Pembunuhan. Pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat bekas luka

pada leher.

3. Kecelakaan. Dapat terjadi pada orang yang sedang bekerja dengan selendang di leher

dan tertarik masuk ke mesin.

Page 8: Bahan referat

GANTUNG {HANGING)

Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terdapat pada asal

tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat.

Pada penjeratan, tenaga tersebut datang dari luar, sedangkan pada kasus gantung,

tenaga tersebut berasal dari berat badan korban sendiri, meskipun tidak perlu seluruh berat

badan digunakan.

Mekanisme kematian pada kasus gantung:

1. Kerusakan pada batang otak dan medulla spinalis. Hal ini terjadi akibat dislokasi atau

fraktur vertebra ruas leher, misalnya pada judicial hanging (hukum gantung).

Terhukum dijatuhkan dari ketinggan 2 meter secara mendadak dengan

"menghilangkan" tempat berpijaknya sehingga mengakibatkan terpisahnya C2-C3

atau C3-C4, yang juga terjadi akibat terdorong oleh simpul besar yang terletak pada

sisi leher. Medula spinalis bagian atas akan ter-tarik/teregang atau terputar dan

menekan meduia oblongata. Kadang-kadang medula oblongata pada batas pons

terputar sehingga mennyebabkan hilang kesadaran, sedangkan denyut jantung dan

pernapasan masih berlangsung sampai 10-15 menit. Pada autopsi sering ditemukan

adanya faring yang terluka dan biasanya tidak ada perbendungan, sedangkan arteri

karotis terputar sebagian atau seluruhnya.

2. Asfiksia akibat terhambatnya aliran udara pernapasan.

3. Iskemia otak akibat terhambatnya aliran arteri-arteri leher.

4. Refleks vagal.

Kasus gantung biasanya merupakan kasus bunuh diri (gantung diri) meskipun kasus

pembunuhan kadang-kadang dilaporkan, yaitu untuk menunjukan kesan seolah-olah si korban

bunuh diri dengan maksud untuk menghilangkan jejak pembunuhan.

Posisi korban pada kasus gantung diri:

1. Kedua kaki tidak menyentuh lantai (complete hanging).

2. Duduk berlutut (biasanya menggantung pada daun pintu).

3. Berbaring (biasanya di bawah tempat tidur).

Diketahui terdapat beberapa jenis gantung diri:

1. Typical hanging, terjadi bila titik gantung terletak di darah oksiput dan tekanan pada

arteri karotis paling besar.

2. Atypical hanging, bila titik penggantungan terdapat disamping, sehingga leher dalam

posisi sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri

karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.

Page 9: Bahan referat

3. Kasus dengan letak titik gantung di depan atau dagu.

Pada pemeriksaan jenazah, kelainan pada autopsi tergantung pada apakah arteri pada

leher tertutup atau tidak. Bila jerat kecil dan keras maka terjadi hambatan total arteri sehingga

muka akan tampak pucat dan tidak terdapat petekie pada kulit maupun konjungtiva.

Bila jerat lebar dan lunak maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernapasan dan pada

aliran vena dari kepala ke leher, sehingga akan tampak perbendungan pada daerah sebelah

atas ikatan. Kadang-kadang perbendungan akan dialirkan melalui pleksus vena vertebralis

yang tidak begitu mudah tertekan seperti sistem vena jugularis, meskipun pengikatan tetap

atau tidak berubah.

Pada keadaan di atas, darah tidak terkumpul di otak, sedangkan pada kulit dan

konjungtiva masih terdapat petekie yang merupakan akibat terkumpulnya darah ekstra-

vaskular.

Jejas jerat relatif terletak lebih tinggi pada leher dan tidak mendatar, melainkan lebih

meninggi di bagian simpul. kulit mencekung ke dalam sesuai dengan bahan penjeratnya,

berwarna coklat, perabaan kaku, dan akibat bergesekan dengan kulit leher, maka pada tepi

jejas dapat ditemukan luka lecet.

Kadang-kadang pada tepi jejas jerat akan terdapat sedikit perdarahan, sedangkan pada

jaringan bawah kulit dan otot-otot sebelah dalam terdapat memar jaringan. Namun ini tidak

selalu terjadi, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik untuk melihat reaksi vital

pada jaringan di bawah jejas untuk menentukan apakah jejas terjadi pada waktu orang masih

hidup atau setelah meninggal.

Patah tulang lidah atau rawan gondok atau keduanya tidak sering terjadi pada kasus

gantung.

Rawan gondok biasanya patah pada persambungan kornu superior dengan lamina

sedangkan tulang lidah patah pada atau dekat persambungan taju dan korpus. Fraktur

biasanya diliputi sedikit perdarahan.

Distribusi lebam mayat pada kasus gantung, mengarah ke bawah yaitu pada kaki, tangan

dan genitalia eksterna, bila korban tergantung cukup lama. Pada korban wanita, labium

membesar dan terdapat lebam, sedangkan pada korban Iaki-laki hal ini terjadi pada skrotum.

Penis dapat tampak seolah mengalami ereksi akibat terkumpulnya darah, sedangkan semen

keluar karena relaksasi otot sfingter post mortal.

Asfiksia seksual terjadi pada kasus deviasi seksual yang menggunakan cara gantung atau

jerat untuk mendapatkan kepuasan, yang karena terlambat mengendurkan tali atau sukar

Page 10: Bahan referat

melepaskan diri sesudah tercapai keadaan penurunan kesadaran. Korban biasanya lelaki,

pasca adolesens dan ditemukan tanda penyimpangan seksual lain.

Efek lanjut penekanan saluran pernapasan. Bila korban masih hidup setelah penjeratan,

sebagai akibat perbendungan, maka perdarahan petekie akan menetap selama beberapa hari.

Sedangkan jejas jerat akan membengkak dan terbentuk kulit keras pada epidermis yang telah

terkikis. Keadaan ini akan menghilang setelah 1-2 minggu. Luka pada laring akan

menimbulkan kesulitan menelan karena nyeri, dan suara serak selama beberapa hari sampai

beberapa minggu. Patah tulang akan menyembuh. Hipoksia serebral yang menimbulkan

koma, dapat bersifat menetap (irreversible), yang bila sembuh akan meninggalkan gejala sisa

seperti psikosis, kelainan neurologik, dan lain-lain.

Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk memperkirakan cara

kematian memberikan gambaran:

Pembunuhan Bunuh Diri

Alat penjerat:

simpul biasa simpul mati simpul hidup

jumlah lilitan hanya satu satu atau lebih

Arah Mendatar serong ke atas

Jrk ttk tumpu-simpul dekat jauh.

Korban:

jejas jerat berjalan mendatar meninggi ke arah simpul

luka perlawanan + -

luka-luka lain ada, sering di dae biasanya tidak ada.

rah leher mungkin terdapat luka

percobaan lain.

jarak dari lantai Jauh dekat, dapat tidak ter-

gantung

TKP:

Lokasi bervariasi tersembunyi

Kondisi tidak teratur teratur

Pakaian tak teratur, robek. Rapi dan baik

Alat: dari si pembunuh Berasal dari yang ada di

Page 11: Bahan referat

TKP

Surat peninggalan: - +

Ruangan : tak teratur, terkunci terkunci dari dalam

dari luar

ASFIKSIA TRAUMATIK

Kematian akibat asfiksia traumatik terjadi karena penekanan dari luar pada dinding

dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan gangguan gerak pemapasan;

misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan tembok atau tergencet saat saling berdesakan.

Mekanisme kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan sirkulasi. Pada mayat

ditemukan sianosis dan bendungan hebat.

Perbendungan pada muka menyebabkan muka membengkak dan penuh dengan

petekie, edema konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva. Petekie terdapat pula pada leher,

bokong dan kaki.

TENGGELAM {DROWNING)

Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan, bila tidak

dijumpai tanda yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam. Pada mayat yang

ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal

sebelum masuk ke dalam air.

Keadaan sekitar individu penting. Tenggelam tidak hanya terbatas di dalam air dalam

seperti laut, sungai, danau atau kolam renang, tetapi mungkin pula terbenam dalam kubangan

atau selokan dengan hanya muka yang berada di bawah permukaan air.

Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas (asfiksia)

disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Sebenarnya istilah tenggelam

harus pula mencakup proses yang terjadi akibat terbenamnya korban dalam air yang me-

nyebabkan kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa.

Beberapa istilah drowning

1. Wet drowning. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan

setelah korban tenggelam.

2. Dry drowning. Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran

pernapasan, akibat spasme laring.

Page 12: Bahan referat

3. Secondary drowning. Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam

(dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.

4. Immersion syndrome. Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air

dingin akibat refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan

faktor pencetus.

Tenggelam dalam air tawar

Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif. Karena konsentrasi elektrolit

dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi

darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah

merah (hemolisis).

Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan

melapaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma

meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung dapat

mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian

menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5

menit.

Tenggelam dalam air asin (hipertonik)

Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air

akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru yang akan

menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar

magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan

menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit

setelah tenggelam.

Mekanisme kematian pada korban tenggelam

1. Asfiksia akibat spasme laring.

2. Asfiksia karena gagging dan choking.

3. Refleks vagal.

4. Fibrilasi ventrikel (dalam air tawar).

5. Edema pulmoner (dalam air asin).

Page 13: Bahan referat

Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar

mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat ditemukan sudah dalam

keadaan membusuk.

Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah :

1. Menentukan identitas korban.

Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:

a. Pakaian dan benda-benda milik korban.

b. Warna dan distribusi rambut dan identitas lain.

c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut.

d. Sidik jari.

e. Pemeriksaan gigi.

f. Teknik identifikasi lain.

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam.

Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau

sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan.

a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup

waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.

b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar

elektrolit Magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.

c. Benda asing dalam paru dan saluran pernapasan mempunyai nilai yang

menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai

membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.

d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara

fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam

mempunyai nilai yang bermakna.

e. Pada beberapa kasus, ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat

menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat

masuk ke dalam air.

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning.

Pada mayat yang segar, gambaran pasca-mati dapat menunjukkan tipe drowning

dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau kekerasan lain.

Pada kecelakaan di kolam renang benturan ante-mortem (ante mortem impact)

pada tubuh bagian atas, misalnya memar pada muka, perlukaan pada vertebra

servikalis dan medula spinalis dapat ditemukan.

Page 14: Bahan referat

4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian.

Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol

atau obat-obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah

jenazah.

5. Tempat korban pertama kali tenggelam.

Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran

pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat

membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di tempat lain.

6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.

a. Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke

dalam air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air

masuk ke dalam saluran pernapasan (tengelam). Pada immersion, kematian

terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh sudden cardiac

arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran pernapasan bagian

atas. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu

menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain adalah

keadaan hipersensitivitas dan kadang kadang keracunan alkohol.

b. Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung, berarti kematian

terjadi seketika akibat spasme glotis, yang menyebabkan cairan tidak dapat

masuk.

Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan

sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang bersangkutan,

keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran

pernapasan.

Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak,

kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal period). Dalam periode ini bila

korban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi ber-

hasil.

Pemeriksaan luar jenazah

1. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-benda

asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam air.

2. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.

3. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang terdapat perdarahan atau

perbendungan.

Page 15: Bahan referat

4. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas

akibat kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang dinginnya air.

Gambaran seperti cutis anserina kadangkala dapat juga akibat rigor mortis pada

otot tersebut.

5. Washer woman's hand, telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan

berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke daiam kutis dan biasanya

membutuhkan waktu lama.

6. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban

berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau

benda-benda lain dalam air.

7. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada benda-

benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur pada dasar waktu terbenam,

tetapi dapat pula terjadi luka post-mortal akibat benda-benda atau binatang dalam

air.

Pemeriksaan bedah jenazah

1. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran pernapasan

(trakhea dan percabangannya)

2. Paru-paru membesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung jantung.

Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi pada kasus

tenggelam di laut.

3. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit di antara septum interalveolar. Mungkin

terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya

penyekat alveoli (Polsin). Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan

ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha

respirasi.

4. Dapat juga ditemukan paru-paru yang "biasa" karena cairan tidak masuk ke dalam

alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah (melalui proses imbibisi), Ini

dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.

5. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan.

6. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan sebagainya yang mungkin

pula terdapat dalam usus halus.

Pemeriksaan laboratorium

Page 16: Bahan referat

1. Pemeriksaan diatom. Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat

(Si02) yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar.

air laut, air sungai, air sumur dan udara.

Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom akan masuk ke

dalam saluran pernapasan atau percernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam

aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan

tersebar ke seluruh jaringan.

Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah

membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet atau

sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna

sebab dapat berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air

minum atau makanan.

Pemeriksaan destruksi (digesti asam) pada paru. Ambil jaringan perifer paru

sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat

pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan lebih kurang setengah hari agar

jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam

nitrat pekat sampai terbentuk cairan yang jernih, dinginkan dan cairan dipusing dalam

centrifuge.

Sedimen yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan akhirnya dilihat

dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan

diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu sediaan; atau pada sumsum tulang

cukup ditemukan hanya satu.

Pemeriksaan getah paru. Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian

perifer, ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas obyek,

tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.

Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya.

2. Pemeriksaan darah jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah

yang berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan.

Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri

lebih rendah dari jantung kanan Sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi

sebaliknya.

Perbedaan kadar elektrolit lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis, walaupun

secara tersendiri kurang bermakna.

Page 17: Bahan referat

Diagnosis tenggelam

Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukan), maka diagnosis kematian

akibat tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan yang teliti dari:

pemeriksaan luar.

pemeriksaan dalam.

pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan berat jenis

serta kadar elektrolit darah.

Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat

berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh

penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau diatom pada sumsum tulang, maka diagnosis

akan menjadi makin pasti.