bahan referat trauma tumpul
DESCRIPTION
adalah buku cerita tentang pemeriksaan forensik yaiut trauma tumpulTRANSCRIPT
Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : luka karena
kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api), luka karena kekerasan fisik (luka
karena arus listrik, petir, suhu tinggi, dan suhu rendah), dan luka karena kekerasan kimiawi
(asam organik, asam anorganik, kaustik alkali, dan karen logam berat), kekerasan terhadap
rohani, yang lazimnya disebut trauma psikis, dimana untuk dapat melakukan penilaian perihal
luka ini diperlukan bantuan ilmu kedokteran jiwa.3
LUKA AKIBAT BENDA TUMPUL
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar,
dan luka robek atau luka terbuka. Bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya
dapat pula menyebabkan patah tulang.3
Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit yang
paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet
memiliki arti penting didalam ilmu kedokteran kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat
memberikan banyak petunjuk dalam banyak hal, misalnya3 :
a. Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti
hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak
adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.3
b. Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan
luka, seperti :
1. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai
suatu luka lecet yang berwarna merah coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya
dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang sesuai
dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti alinan tambang atau jalinan ikat
pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas
jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.3
2. Di dalam kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban kendaraan,
maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan
cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam keadaan yang
cukup baik dimana “kembang” dari ban tersebut masih tampak jelas, misalnya
berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari,
informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di
dalam penyelidikan.3
3. Dalam kasus penembakan, yaitu bila mocong senjata menempel pada tubuh korban,
akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”,
yang tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras tersebut dapat
memberikan informasi perkiraan dari bentuk mocong senjata yang dipakai untuk
menewaskan korban.3
4. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih
dikenal dengan istilah pencekikan, maka kukkuku jari pembunuh dapat
menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit, dimana
dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut
dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri, atau keduanya. Di dalam penafsiran
perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet seperti
tadi dijumpai pula alat penjerat, dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah
lengkungan serta ada-tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat
memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri
atau kasus pembunuhan setelah dicekik kemudian digantung.3
5. Dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan
radiator maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari
bentuk radiator penabrak.3
c. Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari yang
terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut terdapat di
sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh adalah dari arah kiri ke kana.
Di dalam kasus pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai
pengumpulan kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban
dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu
korban diseret.3
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka
lecet gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression, impact
abbrasion), dan luka lecet geser (friction abrasion).4
a. Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang
menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya
dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah
kekerasan yang terjadi.
b. Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya
dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat
letak tumpukan epitel.
c. Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit.
d. Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser,
misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut.
gambar1. luka lecet
Luka Memar (kontusio, hematom)
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan
yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler
akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka
memar terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti didaerah mata, leher, atau pada
orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidak sebanding dengan
kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut
memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang berdasarkan gravitasi.3
Letak, bentuk, dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti besarnya
kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan
ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan
pembuluh darah, penyakit (hipertensi, penyakit kardio vaskular, diatesis hemoragik). Umur
luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul,
memar berwarna meerah, kemudian berbuah menjadi ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5
hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10
hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari.4
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari
benda tumpul ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal
haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan , dimana pada tempat
dimana, perdarahan akan menepi sehingga terbentuk perdarah tepi yang bentuknya sesuai
dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan. Hal yang sama misalnya
bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar
yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak menunjukkan kelainan;
darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran lebar dari alat
pemukul yang mengenai tubuh korban.3
Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan
menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan
dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis
pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga bila
dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada hematom penampang
sayatan tetap berwarna merah kehitaman.4
gambar2. luka memar
Luka Robek / Terbuka (Vulnus Laseratum)
Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul dapat
terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya sehingga melampaui elastisistas
kuliat atau otot, dan lebih dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut
membentuk sudut dengan permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. Dengan demikian
bila luka robek tersebut salah satu tepinya membuka ke kanan misalnya, maka kekerasan
atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika membuka ke depan maka kekerasan
benda tumpul datang dari arah belakang. Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat
benda tumpul dengan demikian dapat sangat membantu penyidik khususnya sewaktu
dilakukannya rekonstruksi, demikian pula sewaktu dokter dijadikan saksi di muka hakim.3
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan dengan
luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan
jaringan di sekitar luka. Luka robek memiliki tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-
jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampaknya hancur
atau tercabut bila kekerasannyadi daerah yang berambut, di sekitar luka robek sering
tampak adanya luka lecet atau luka memar. Oleh karena luka pada umumnya
mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan kematian, maka jarang
dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka dengan benda tumpul.3
gambar3. luka robek
Patah tulang
Patah atau retaknya tulang akibat kekerasan benda tumpul mudah dibedakan dengan
patah atau retaknya tulang akibat benda tajam atau senjata api. Pada kasus dimana kepala
seseorang dipukul dengan benda tumpul, sering dijumpai patah tulang dimana bagian-
bagian yang patah tersebut tertekan ke dalam (fraktur kompresi). Pada kasus lalulintas
dimana seringkali tubuh korban terlempar dan jatuh dengan kepala menyentuh jalan, maka
lebih sering akan dijumpai patah tulang dengan garis patah yang linier. Dengan demikian
dapat dibedakan berdasarkan kelainan yang terjadi pada tengkorak, yaitu apakah benda
tumpul yang menghampiri kepala atau kepa yang mendekati benda tumpulnya.3
Pada kasus kecelakaan lalu lintas dimana tungkai korban terkena bumper kendaraan,
maka patah tulang yang terjadi dapat memberikan informasi arah datangnya kendaraan
yang mengenai tungkai korban. Bila ditabrak dari belakang tulang yang patah akan
terdorong ke depan dan dapat merobek otot serta kulit di daerah tungkai bagian depan, hal
yang sebaliknya bila korban ditabrak dari depan.3
Dengan demikian berdasarkan sifat-sifat patah tulang dapat diperkirakan dari mana
kekerasan itu datang dan mengenai tubuh korban, ini perlu untuk rekonstruksi peristiwa.
Di dalam kasus penembakan, dimana tulang juga terkena, maka arah dari mana datangnya
peluru dapat diketahui dengan mudah, khususnya bila tembakan tersebut mengenai tulang
pipih, seperti pada tengkorak.3
Kelainan atau kerusakan pada tengkorak akibat peluru akan berbentuk “corong”. Pada luka
tembak masuk, kerusakan pada tabula eksterna akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
kerusakan pada tabula interna, dengan demikian akan membentuk corong dengan bagian
yang lebih besar pada tabula interna. Bila peluru yang mengenai kepala tadi masih cukup
kuat untuk menembus keluar, maka pada sisi lain dari tengkorak pun akan terdapat
kerusakan, dimana kerusakan pada tabula interna akan lebih kecil bila dibandingkan
dengan kerusakan pada tabula eksterna, dengan demikian corong yang terbentuk akan
mempunyai bagian yang lebih besar pada tabula eksterna.3
Pada tulang-tulang yang lain, arah datangnya peluru masih dapat diketahui dengan
melihat kearah mana dari bagian tulang yang rusak akibat peluru tersebut. Bila tampak
tulang yang patah terdorong ke kiri misalnya, maka peluru tentunya datang dari arah
sebelah kanan.3
Didalam penafsiran arah datangnya peluru yang berkaitan dengan kerusakan pada tulang,
sudah tentu diperhitungkan pula faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jalannya anak
peluru di dalam tubuh.3
Pada kasus-kasus khusus bentuk kerusakan pada tulang dapat sesuai dengan bentuk dari
benda tumpulnya, misalnya martil, bagian punggung dari kampak dan sebagainya.
LUKA DAN KEKERASAN
ASPEK MEDIKOLEGAL
Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari
permasalahan sebagai berikut3 :
a. Jenis luka apakah yang terjadi?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu?
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu Kedokteran Forensik,
yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan bab XX (Tentang Penganiayaan),
terutama pasal 351 dan pasal 352; dan bab IX (Tentang Arti Beberapa Istilah Yang
Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang), yaitu pasal 90.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau
pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringa, dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu
terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
Pasal 90
Luka berat berarti :
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
atau yang menimbulkan harapan maut
Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian
Kehilangan salah satu panca indera
Mendapat cacat berat (verminking)
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindakan pidana, yaitu :
1. Penganiayaan ringan
2. Penganiayaan
3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian
Penganiayaan ringan yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian; di dalam ilmu Kedokteran
Forensik pengertiannya menjadi; “luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.” Luka ini dinamakan “luka derajat
pertama”. Bila sebagai akibat pengeniayaan seseorang itu mendapat luka atau menimbulkan
penyakit atau halangan di dalam melakukan pekerjaan jabatan atau pencaharian, akan tetapi
hanya untuk sementas waktu saja, maka luka ini dinamakan “luka derajat kedua”. Apabila
penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang dimaksud dalam pasal 90
KUHP, luka tersebut dinamakan “luka derajat ketiga”3
Suatu hal yang penting harus diingat didalam menentukan ada tidaknya luka akibat
kekerasan adalah adanya kenyataan bahwasannya tidak selamanya kekerasan itu akan
meninggalkan bekas/luka. Kenyataan tersebut antara lain disebabkan adanya faktor yang
menentukan terbentuknya luka akibat terbentuknya luka akibat kekerasan suatu benda, yaitu
luas permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh. Bila luas permukaan benda yang
bersentuhan dengan tubuh ini cukup besar, yang berarti kekuatan untuk dapat merusak
menimbulkan luka lebih kecil bila dibandingkan dengan benda yang mempunyai luas
permukaan yang mengenai tubuh lebih kecil. Dengan perkataan lain tidak selamanya
kekerasan itu akan menimbulkan kelainan/luka, sedangkan adanya luka berarti sudah dapat
dipastikan ada kekerasan.3
Faktor lain yang juga harus diingat adalah faktor waktu, oleh karena dengan
berjalannya waktu maka suatu luka dapat menyembuh dan tidak ditemukan pada saat
dilakukan pemeriksaan.3
Dasar Dasar Traumatologi
Definisi
Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis.
Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari
jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artiya orang yang sehat, tiba-tiba
terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan.
Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak
kekerasan yang terjadi pada seseoang.
Trauma Mekanik dan Trauma Tumpul
Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, alami atau
dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak, pisau, panah, martil dan
lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada sejak zaman pra sejarah dalam usaha
manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata-senjata masa kini seperti
senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat pada tubuh dapat dibedakan dari
penyebabnya.
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju,
lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah :
Tidak bermata tajam
Konsistensi keras / kenyal
Permukaan halus / kasar
Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang mengenai atau
melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat
yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan,
walaupun terkadang sulit dipastikan.
Luka karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari luka memar,
luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Luka Akibat Trauma Tumpul
Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah:
1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.
2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai
beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut
menimbulkan berbagai tipe luka yakni:
1. Abrasi
2. Laserasi
3. Kontusi/ruptur
4. Fraktur
5. Kompresi
6. Perdarahan
a. Abrasi
Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis
saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke
jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh
darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan
dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah
dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang
menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu
terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat
ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah
saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari),
beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi
dapat terjadi pada abrasi yang luas.
b. Kontusio Superfisial.
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu
yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang
dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang
ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu
tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti
untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga
karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka
akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut
pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam
sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok,
penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah
kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat
menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat
media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran
darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat
hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.
Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan.
Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel – sel lemak, cairan lemak kemudian
memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan
emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit
yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah
pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.
c. Kontusio pada organ dan jaringan dalam.
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang
berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan
kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan
dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan
bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan
kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi
organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan
dan peredaran darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran yang
bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama
jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat
pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.
Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan
pada rongga tubuh.
d. Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari
jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut
cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi
disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek
kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit.
Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh
bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak
sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan
luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi
dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang
landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga
menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut.
Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya
jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan
palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang
sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa
benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut
tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada
pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah
yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta.
Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran
luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai.
Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau
memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari.
Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup
yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan
arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi
yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang
hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau
membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari
sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai
dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka
akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut
sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan
bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau
sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari
suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi
dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.
e. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi.
Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat
menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada
pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu
pukulan.
f. Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit
makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit
atau terbuka.
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti
komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma
khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa
menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami
osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.
Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya
fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos.
Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat
menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan.
Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur
biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang
makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian
telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan
akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah
penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi.
Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum
terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi
robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak
yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi
robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan
pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding
dengan fraktur yang dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli
lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan
kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam
setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau
lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu
berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra dural,
sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat
merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga
kematian.
7. Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun
sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi
pertukaran udara.
8. Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan
1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan ¼ volume
darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½ volume
darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan
perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis
perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan
terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar
berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat
dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan
mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari
dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu
perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari
vena.
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan
pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang
lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan
pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol
biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung
memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh
perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau
kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.
Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang Terkena
Klasifikasi luka akibat benda tumpul meurut jaringan atau organ yang terkena adalah sebagai
berikut :
1. Kulit
1. Luka Lecet
2. Luka Memar
3. Luka Robek
2. Kepala
1. Tengkorak
2. Jaringan Otak
3. Leher dan Tulang Belakang
4. Dada
1. Tulang
2. Organ dalam dada
5. Perut
1. Organ Parenchym
2. Organ berongga
6. Anggota Gerak
Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulit
A. Luka Lecet (Abrasion)
Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar sehingga sebagian
atau seluruh lapisan epidermis hilang..
Contohnya :
Benda kasar : terseret di jalan aspal
Tali tampar : gantung diri
Benda runcing : duri, kuku
Meninggalkan bekas : ban mobil
Ciri luka lecet :
1. Sebagian/seluruh epitel hilang
2. Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
3. Timbul reaksi radang (Sel PMN)
4. Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut
Memperkirakan umur luka lecet:
Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan
Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru
Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
Perbedaan luka lecet ante motem dan post mortem
ANTE MORTEM POST MORTEM
1. Coklat kemerahan
2. Terdapat sisa sisa-sisa epitel
1. Tanda intravital (+)
2. Sembarang tempat
1. Kekuningan
2. Epidermis terpisah sempurna dari
dermis
3. Tanda intravital (-)
4. Pada daerah yang ada penonjolan
tulang
B. Luka Memar (Contusion)
Adalah kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah
meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak, berwarna merah
kebiruan.
Memperkirakan umur luka memar :
Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan
Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman
Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat
> 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh
Perbedaan Luka Memar dan Lebam mayat
Luka Memar Lebam mayat
1. Di sembarang tempat
2. Pembengkakan (+)
1. Bagian tubuh yang terendah
2. Pembengkakan (-)
3. Tanda Intravital (+)
4. Ditekan tidak menghilang
5. Diiris : tidak menghilang
3. Tanda Intravital (-)
4. Ditekan Menghilang
5. Diiris : dibersihkan dengan kapas
menjadi bersih
C. Luka Robek, Retak, Koyak (Laceration)
Adalah kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit yang mudah terjadi pada kulit
yang ada tulang di bawahnya dan biasanya pada penyembuhan meninggalkan jaringan parut
Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala
1. Kulit
L. Lecet
L. Memar
L. Robek
2. Tengkorak
Fraktur Basis Cranii
Fraktur Calvaria
3. Otak
Contusio Cerebri
Laceratio Cerebri
Oedema Cerebri
Commotio Cerebri
4. Selaput Otak
Epidural Haemorrhage
Sub dural Haemorrhage
Sub arachnoid Haemorrhage
Fraktur Calvaria
Sifat Atap Tengkorak :
Terdiri dari tulang melengkung dan tebalnya kurang lebih sama
Ada bagian-bagian yang lemah, yaitu : Sutura, Os temporalis
Bentuk Fraktur :
1. Fracture Linear
2. Fracture Compositum
3. Fracture Berbentuk (depressed Fracture )
4. Ring Fracture
Fraktur Basis Cranii
Gejala :
Keluar darah dari hidung, mulut, telinga
Brill Haematoma
Sifat Basis Cranii :
Posisi kurang lebih mendatar
Terdiri dari tulang-tulang yang tebalnya tidak sama
Tulangnya tipis dan mudah patah
Berlubang-lubang
Contusio Cerebri
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat
lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-abu
sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran
darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar,
edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan
kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio
tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus
epilepsi.
Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan dengan
arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan
kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak.
Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya
dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium
dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi
saat kepala relatif tidak bergerak.
Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai
benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium
dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun,
kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini
disebut kontusio contra-coup.
Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua komponen
trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang ada.,
diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi.
Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan
terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya,
sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan
penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau
abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan
kecil dinamakan ‘ball hemorrhages’ sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut
dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar
dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau
stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda
trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain
yang menyebabkan perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya melibatkan
daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan
serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai
orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.
Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang
dapat ditemui adalah ‘foam cone’ busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan
hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit
jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan
adanya trauma kepala.
Laceratio Cerebri (Robek Otak)
Merupakan kerusakan jaringan otak (white and grey mater) disertai robeknya Arachnoid.
Ada 2 macam :
1. Direct Laceration (Coup)
2. Countre Coup Laceration
Bagian yang mengalami kekerasan langsung dengan benda tumpul adalah Coup sedangkan
yang berlawanan adalah Counter-Coup. Counter-Coup terjadi bila ada Oscilasi (getaran) otak
yang membentur duramater dan ini terjadi bila kepala dalam keadaan bergerak atau bebas
bergerak.
Mekanisme Terjadinya Countre-Coup :
Pada trauma tumpul kepala terdapat Acelerasi dan Decelerasi.
Pada waktu Acelerasi terjadi gerakan tengkorak ke arah impact dan gerakan otak berlawanan
dengan arah impact
Pada waktu Decelerasi kepala bergerak tiba-tiba membentur benda tumpul. sedang otak
bergerak ke arah berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan tadi, sehingga otak
membentur bagian berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan langsung.
Oedema Cerebri
Tanda-tandanya :
Permukaan gyri menjadi lebih rata
Sulci menjadi lebih dangkal
Otak bertambah berat
Ventrikel-ventrikel mengecil
Karena adanya kompresi maka terjadi bekas cetakan ‘Foramen Magnum’ pada
Cerebellum bagian bawah
Mikroskopis terdapat timbunan cairan intra cellular, peri cellular, dan peri vascular
Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Merupakan gangguan fungsi otak akibat trauma kepala, tanpa dapat ditentukan kelainan
anatomisnya pada otak. Gegar otak merupakan pengertian klinis dengan gejala :
1. Pingsan : sebentar s/d 15 menit
2. Muntah
3. Amnesia
4. Pusing kepala
5. Tidak ada kelainan neurologi
Cedera Kepala pada Penutup Otak
Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater, atau
sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan tengkorak
kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang
epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik.
Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh, melekat
pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu penting
dalam bidang forensik.
Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid. Ruang
yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural. Kedalaman
ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada ruang
subarakhnoid, bukan di ruang subdural.
Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau ruang
subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.
Perdarahan Epidural (Hematoma)
Merupakan perdarahan di atas selaput tebal otak
Penyebabnya : Fraktura tengkorak yang merobek P.Darah di luar duramater.
a. Meningica Media (tersering)
a. Meningica anterior
a. Meningica posterior (jarang)
Sinus Lateralis (jarang)
Darah merembes di antara tulang dan duramater dan membeku. Timbul gejala kompresi otak.
Jumlah yang mematikan kurang lebih 125 gram. Ada : “PERIODE LATENT”. Pada anak
anak-anak/bayi : jarang dapat terjadi Epidural Haemorrhage.
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur
mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya
arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat.
Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural
menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan
kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala,
penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan
terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala
sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai “lucid
interval”
Perdarahan Subdural (Hematoma)
Merupakan perdarahan di bawah selaput tebal otak.
Mekanisme terjadinya :
1. Laceratio jaringan otak dam arachnoid
2. Pecahnya pembuluh.darah di permukaan
3. Perlukaan kembali dari lacerasi lama
4. Fraktura daerah parietal dan temporal yang merobek duramater dan meningica media
5. Jumlah perdarahan yang mematikan ± 60 gram
Perdarahan ini timbul apabila terjadi “bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di ruang
subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di
bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka “lucid interval” juga
lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari.
Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan
perdarahan subdural yang fatal.
Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan
tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya
menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan
operatif segera untuk dekompresi otak.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada
perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh
permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari
penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel
pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar
tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali.
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar
individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.
Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat tidak
berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan gangguan
mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan
perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma,
dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan
tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat
bersifat fatal.
Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat lain.
Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak melewati
pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural.
Perdarahan Subarakhnoid
Merupakan perdarahan di bawah selaput laba-laba otak.
Dapat diakibatkan karena :
1. Trauma
2. Penyakit/spontan seperti pecahnya aneurysma circulus willisi
Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya
antara lain:
1. Nontraumatik:
1. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
2. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
2. Traumatik:
1. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan
perdarahan subarakhnoid
2. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang
menyebabkan robeknya arteri vertebralis
3. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan
gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.
Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya
dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan
ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan
akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.
Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur
pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat
mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah
berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari
ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur
aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya
kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan
otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.
Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang
disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan
goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan
subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak
ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan
ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur
pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati
bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut
dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya
menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi
penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan
perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus,
kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh
ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe
perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral
otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar
yang terdapat di dasar otak. Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak
ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya
perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak,
serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa
mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti
pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher,
yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.
Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher
Berakibat :
Patah tulang leher
Robek P. darah, otot, oesophagus, trachea/larynx
Kerusakan syaraf
Kekerasan Benda Tumpul Pada Dada
Berakibat :
Patah os costae, sternum, scapula, clavicula
Robek organ jantung, paru, pericardium
Kekerasan Benda Tumpul Pada Perut
Berakibat :
Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro iliaca
Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus, kandung seni
Kekerasan Benda Tumpul Pada Vertebra
Dapat berakibat :
Fraktura, dislokasi os vertebrae
Dapat karena :
1. Trauma langsung
2. Tidak langsung karena tarikan / tekukan
Kekerasan benda Tumpul Pada Anggota Gerak
Berakibat :
Patah tulang, dislokasi sendi
Robek otot, P.darah, kerusakan saraf
Pola Trauma Tumpul
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang mengarah
kepada kepentingan medikolegal. Contohnya :
1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi
kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-fagmen
kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang berbentuk
segiempat atau sudut.
2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur tulang
panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper fractures’. Adanya fraktur tersebut yang disertai
luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan, memperlihatkan bahwa
korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan bermotor dan dapat diketahui
tinggi bempernya. Karena hampir seluruh kendaraan bermotor ‘nose dive’ ketika
mengerem mendadak, pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak
kaki, dapat mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem
pada saat kecelakaan terjadi.
3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka pada
dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah. Dengan adanya
pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan karena dipukul.
4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan
tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun
menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum
pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering mendapat
pukulan pada kepala
Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala
sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung
memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun
belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma. Persiapan diagram tubuh yang
memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan yang yang baik untuk
mengungkapkan pola trauma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apuranto Hariadi. Luka Akibat Benda Tumpul. Diunduh dari
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/…/LUKA%20TUMPUL.pdf
2. Amir Amri. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. 1995. Medan :
Percetakan Ramadhan. Hal 72-90
3. Idries, Abdul Mun’im.1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Binarupa
Aksara
4. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FK UI
5. Traumatologi Forensik. Diunduh dari
http://www.freewebs.com/traumatologie2/index.htm