bahan referat trauma tumpul

45
Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api), luka karena kekerasan fisik (luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi, dan suhu rendah), dan luka karena kekerasan kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali, dan karen logam berat), kekerasan terhadap rohani, yang lazimnya disebut trauma psikis, dimana untuk dapat melakukan penilaian perihal luka ini diperlukan bantuan ilmu kedokteran jiwa. 3 LUKA AKIBAT BENDA TUMPUL Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar, dan luka robek atau luka terbuka. Bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang. 3 Luka lecet (ekskoriasi, abrasi) Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet memiliki arti penting didalam ilmu kedokteran kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat memberikan banyak petunjuk dalam banyak hal, misalnya 3 : a. Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat dalam tersebut. 3

Upload: aditya-nugroho

Post on 29-Oct-2015

233 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

adalah buku cerita tentang pemeriksaan forensik yaiut trauma tumpul

TRANSCRIPT

Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : luka karena

kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api), luka karena kekerasan fisik (luka

karena arus listrik, petir, suhu tinggi, dan suhu rendah), dan luka karena kekerasan kimiawi

(asam organik, asam anorganik, kaustik alkali, dan karen logam berat), kekerasan terhadap

rohani, yang lazimnya disebut trauma psikis, dimana untuk dapat melakukan penilaian perihal

luka ini diperlukan bantuan ilmu kedokteran jiwa.3

LUKA AKIBAT BENDA TUMPUL

Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar,

dan luka robek atau luka terbuka. Bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya

dapat pula menyebabkan patah tulang.3

Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)

Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit yang

paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet

memiliki arti penting didalam ilmu kedokteran kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat

memberikan banyak petunjuk dalam banyak hal, misalnya3 :

a. Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti

hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak

adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.3

b. Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan

luka, seperti :

1. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai

suatu luka lecet yang berwarna merah coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya

dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang sesuai

dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti alinan tambang atau jalinan ikat

pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas

jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.3

2. Di dalam kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban kendaraan,

maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan

cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam keadaan yang

cukup baik dimana “kembang” dari ban tersebut masih tampak jelas, misalnya

berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari,

informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di

dalam penyelidikan.3

3. Dalam kasus penembakan, yaitu bila mocong senjata menempel pada tubuh korban,

akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”,

yang tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras tersebut dapat

memberikan informasi perkiraan dari bentuk mocong senjata yang dipakai untuk

menewaskan korban.3

4. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih

dikenal dengan istilah pencekikan, maka kukkuku jari pembunuh dapat

menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit, dimana

dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut

dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri, atau keduanya. Di dalam penafsiran

perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet seperti

tadi dijumpai pula alat penjerat, dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah

lengkungan serta ada-tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat

memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri

atau kasus pembunuhan setelah dicekik kemudian digantung.3

5. Dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan

radiator maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari

bentuk radiator penabrak.3

c. Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari yang

terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut terdapat di

sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh adalah dari arah kiri ke kana.

Di dalam kasus pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai

pengumpulan kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban

dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu

korban diseret.3

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka

lecet gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression, impact

abbrasion), dan luka lecet geser (friction abrasion).4

a. Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang

menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya

dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah

kekerasan yang terjadi.

b. Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya

dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat

letak tumpukan epitel.

c. Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit.

d. Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser,

misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut.

gambar1. luka lecet

Luka Memar (kontusio, hematom)

Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan

yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler

akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka

memar terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti didaerah mata, leher, atau pada

orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidak sebanding dengan

kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut

memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang berdasarkan gravitasi.3

Letak, bentuk, dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti besarnya

kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan

ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan

pembuluh darah, penyakit (hipertensi, penyakit kardio vaskular, diatesis hemoragik). Umur

luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul,

memar berwarna meerah, kemudian berbuah menjadi ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5

hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10

hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari.4

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari

benda tumpul ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal

haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan , dimana pada tempat

dimana, perdarahan akan menepi sehingga terbentuk perdarah tepi yang bentuknya sesuai

dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan. Hal yang sama misalnya

bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar

yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak menunjukkan kelainan;

darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran lebar dari alat

pemukul yang mengenai tubuh korban.3

Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan

menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan

dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis

pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga bila

dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada hematom penampang

sayatan tetap berwarna merah kehitaman.4

gambar2. luka memar

Luka Robek / Terbuka (Vulnus Laseratum)

Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul dapat

terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya sehingga melampaui elastisistas

kuliat atau otot, dan lebih dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut

membentuk sudut dengan permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. Dengan demikian

bila luka robek tersebut salah satu tepinya membuka ke kanan misalnya, maka kekerasan

atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika membuka ke depan maka kekerasan

benda tumpul datang dari arah belakang. Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat

benda tumpul dengan demikian dapat sangat membantu penyidik khususnya sewaktu

dilakukannya rekonstruksi, demikian pula sewaktu dokter dijadikan saksi di muka hakim.3

Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan dengan

luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan

jaringan di sekitar luka. Luka robek memiliki tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-

jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampaknya hancur

atau tercabut bila kekerasannyadi daerah yang berambut, di sekitar luka robek sering

tampak adanya luka lecet atau luka memar. Oleh karena luka pada umumnya

mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan kematian, maka jarang

dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka dengan benda tumpul.3

gambar3. luka robek

Patah tulang

Patah atau retaknya tulang akibat kekerasan benda tumpul mudah dibedakan dengan

patah atau retaknya tulang akibat benda tajam atau senjata api. Pada kasus dimana kepala

seseorang dipukul dengan benda tumpul, sering dijumpai patah tulang dimana bagian-

bagian yang patah tersebut tertekan ke dalam (fraktur kompresi). Pada kasus lalulintas

dimana seringkali tubuh korban terlempar dan jatuh dengan kepala menyentuh jalan, maka

lebih sering akan dijumpai patah tulang dengan garis patah yang linier. Dengan demikian

dapat dibedakan berdasarkan kelainan yang terjadi pada tengkorak, yaitu apakah benda

tumpul yang menghampiri kepala atau kepa yang mendekati benda tumpulnya.3

Pada kasus kecelakaan lalu lintas dimana tungkai korban terkena bumper kendaraan,

maka patah tulang yang terjadi dapat memberikan informasi arah datangnya kendaraan

yang mengenai tungkai korban. Bila ditabrak dari belakang tulang yang patah akan

terdorong ke depan dan dapat merobek otot serta kulit di daerah tungkai bagian depan, hal

yang sebaliknya bila korban ditabrak dari depan.3

Dengan demikian berdasarkan sifat-sifat patah tulang dapat diperkirakan dari mana

kekerasan itu datang dan mengenai tubuh korban, ini perlu untuk rekonstruksi peristiwa.

Di dalam kasus penembakan, dimana tulang juga terkena, maka arah dari mana datangnya

peluru dapat diketahui dengan mudah, khususnya bila tembakan tersebut mengenai tulang

pipih, seperti pada tengkorak.3

Kelainan atau kerusakan pada tengkorak akibat peluru akan berbentuk “corong”. Pada luka

tembak masuk, kerusakan pada tabula eksterna akan lebih kecil bila dibandingkan dengan

kerusakan pada tabula interna, dengan demikian akan membentuk corong dengan bagian

yang lebih besar pada tabula interna. Bila peluru yang mengenai kepala tadi masih cukup

kuat untuk menembus keluar, maka pada sisi lain dari tengkorak pun akan terdapat

kerusakan, dimana kerusakan pada tabula interna akan lebih kecil bila dibandingkan

dengan kerusakan pada tabula eksterna, dengan demikian corong yang terbentuk akan

mempunyai bagian yang lebih besar pada tabula eksterna.3

Pada tulang-tulang yang lain, arah datangnya peluru masih dapat diketahui dengan

melihat kearah mana dari bagian tulang yang rusak akibat peluru tersebut. Bila tampak

tulang yang patah terdorong ke kiri misalnya, maka peluru tentunya datang dari arah

sebelah kanan.3

Didalam penafsiran arah datangnya peluru yang berkaitan dengan kerusakan pada tulang,

sudah tentu diperhitungkan pula faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jalannya anak

peluru di dalam tubuh.3

Pada kasus-kasus khusus bentuk kerusakan pada tulang dapat sesuai dengan bentuk dari

benda tumpulnya, misalnya martil, bagian punggung dari kampak dan sebagainya.

LUKA DAN KEKERASAN

ASPEK MEDIKOLEGAL

Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat

kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari

permasalahan sebagai berikut3 :

a. Jenis luka apakah yang terjadi?

b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka?

c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu?

Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu Kedokteran Forensik,

yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan bab XX (Tentang Penganiayaan),

terutama pasal 351 dan pasal 352; dan bab IX (Tentang Arti Beberapa Istilah Yang

Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang), yaitu pasal 90.

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara

paling lama lima tahun

(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

Pasal 352

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau

pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringa, dengan pidana penjara paling lama

tiga bulan. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu

terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

Pasal 90

Luka berat berarti :

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,

atau yang menimbulkan harapan maut

Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

pencaharian

Kehilangan salah satu panca indera

Mendapat cacat berat (verminking)

Menderita sakit lumpuh

Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih

Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan

Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindakan pidana, yaitu :

1. Penganiayaan ringan

2. Penganiayaan

3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat

4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian

Penganiayaan ringan yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian; di dalam ilmu Kedokteran

Forensik pengertiannya menjadi; “luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.” Luka ini dinamakan “luka derajat

pertama”. Bila sebagai akibat pengeniayaan seseorang itu mendapat luka atau menimbulkan

penyakit atau halangan di dalam melakukan pekerjaan jabatan atau pencaharian, akan tetapi

hanya untuk sementas waktu saja, maka luka ini dinamakan “luka derajat kedua”. Apabila

penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang dimaksud dalam pasal 90

KUHP, luka tersebut dinamakan “luka derajat ketiga”3

Suatu hal yang penting harus diingat didalam menentukan ada tidaknya luka akibat

kekerasan adalah adanya kenyataan bahwasannya tidak selamanya kekerasan itu akan

meninggalkan bekas/luka. Kenyataan tersebut antara lain disebabkan adanya faktor yang

menentukan terbentuknya luka akibat terbentuknya luka akibat kekerasan suatu benda, yaitu

luas permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh. Bila luas permukaan benda yang

bersentuhan dengan tubuh ini cukup besar, yang berarti kekuatan untuk dapat merusak

menimbulkan luka lebih kecil bila dibandingkan dengan benda yang mempunyai luas

permukaan yang mengenai tubuh lebih kecil. Dengan perkataan lain tidak selamanya

kekerasan itu akan menimbulkan kelainan/luka, sedangkan adanya luka berarti sudah dapat

dipastikan ada kekerasan.3

Faktor lain yang juga harus diingat adalah faktor waktu, oleh karena dengan

berjalannya waktu maka suatu luka dapat menyembuh dan tidak ditemukan pada saat

dilakukan pemeriksaan.3

Dasar Dasar Traumatologi

Definisi

Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis.

Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari

jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda

yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artiya orang yang sehat, tiba-tiba

terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan.

Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak

kekerasan yang terjadi pada seseoang.

Trauma Mekanik dan Trauma Tumpul

Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, alami atau

dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak, pisau, panah, martil dan

lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada sejak zaman pra sejarah dalam usaha

manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata-senjata masa kini seperti

senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat pada tubuh dapat dibedakan dari

penyebabnya.

Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju,

lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah :

Tidak bermata tajam

Konsistensi keras / kenyal

Permukaan halus / kasar

Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang mengenai atau

melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat

yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan,

walaupun terkadang sulit dipastikan.

Luka karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari luka memar,

luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Luka Akibat Trauma Tumpul

Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah:

1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.

2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.

Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat

perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai

beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut

menimbulkan berbagai tipe luka yakni:

1. Abrasi

2. Laserasi

3. Kontusi/ruptur

4. Fraktur

5. Kompresi

6. Perdarahan

a.   Abrasi

Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis

saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke

jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh

darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan

dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah

dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang

menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu

terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat

ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah

saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari),

beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi

dapat terjadi pada abrasi yang luas.

b. Kontusio Superfisial.

Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu

yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat

menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang

dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang

ditimbulkannya.

Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu

tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti

untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga

karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka

akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.

Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu

terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut

pun bergantung pada keahlian pemeriksa.

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam

sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok,

penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah

kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat

menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat

media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran

darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat

hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.

Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan.

Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel – sel lemak, cairan lemak kemudian

memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan

emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit

yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah

pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.

c. Kontusio pada organ dan jaringan dalam.

Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang

berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan

kelainan fungsi dan bahkan kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan

dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan

bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan

kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi

organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan

dan peredaran darah.

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran yang

bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama

jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat

pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.

Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan

pada rongga tubuh.

d.  Laserasi

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari

jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut

cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi

disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek

kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit.

Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh

bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak

sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan

luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi

dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang

landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga 

menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut.

Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya

jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan

palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang

sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa

benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut

tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada

pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah

yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta.

Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran

luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai.

Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau

memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari.

Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup

yaitu tidak adanya perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan

arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi

yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang

hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau

membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari

sekitar kulit yang luka  masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai

dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna.  Bila luka terjadi dekat persendian maka

akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut

sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan

bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau

sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari

suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.

Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi

dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.

e. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi.

Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat

menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada

pukulan selanjutnya.  Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu

pukulan.

f. Fraktur

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit

makna pada ilmu forensik.  Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit

atau terbuka.

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti

komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma

khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa

menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami

osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.

Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya

fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos.

Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.

Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat

menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan.

Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur

biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang

makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian

telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan

akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah

penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi.

Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum

terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi

robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak

yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi

robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan

pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding

dengan fraktur yang dialaminya.

Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli

lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan

kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam

setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau

lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu

berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra dural,

sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat

merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga

kematian.

7. Kompresi

Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun

sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi

pertukaran udara.

8. Perdarahan

Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan

1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan ¼ volume

darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½ volume

darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan

perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis

perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan

terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar

berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat

dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan

mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari

dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu

perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari

vena.

Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan

pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang

lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan

pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol

biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung

memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh

perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau

kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.

Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang Terkena

Klasifikasi luka akibat benda tumpul meurut jaringan atau organ yang terkena adalah sebagai

berikut :

1. Kulit

1. Luka Lecet

2. Luka Memar

3. Luka Robek

2. Kepala

1. Tengkorak

2. Jaringan Otak

3. Leher dan Tulang Belakang

4. Dada

1. Tulang

2. Organ dalam dada

5. Perut

1. Organ Parenchym

2. Organ berongga

6. Anggota Gerak

Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulit

A. Luka Lecet (Abrasion)

Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar sehingga sebagian

atau seluruh lapisan epidermis hilang..

Contohnya :

Benda kasar : terseret di jalan aspal

Tali tampar : gantung diri

Benda runcing : duri, kuku

Meninggalkan bekas : ban mobil

Ciri luka lecet :

1. Sebagian/seluruh epitel hilang

2. Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)

3. Timbul reaksi radang (Sel PMN)

4. Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut

Memperkirakan umur luka lecet:

Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan

Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram

Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru

Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

Perbedaan luka lecet ante motem dan post mortem

ANTE MORTEM POST MORTEM

1. Coklat kemerahan

2. Terdapat sisa sisa-sisa epitel

1. Tanda intravital (+)

2. Sembarang tempat

1. Kekuningan

2. Epidermis terpisah sempurna dari

dermis

3. Tanda intravital (-)

4. Pada daerah yang ada penonjolan

tulang

B. Luka Memar (Contusion)

Adalah kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah

meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak, berwarna merah

kebiruan.

Memperkirakan umur luka memar :

Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan

Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman

Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat

> 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Perbedaan Luka Memar dan Lebam mayat

Luka Memar Lebam mayat

1. Di sembarang tempat

2. Pembengkakan (+)

1. Bagian tubuh yang terendah

2. Pembengkakan (-)

3. Tanda Intravital (+)

4. Ditekan tidak menghilang

5. Diiris : tidak menghilang

3. Tanda Intravital (-)

4. Ditekan Menghilang

5. Diiris : dibersihkan dengan kapas

menjadi bersih

C. Luka Robek, Retak, Koyak (Laceration)

Adalah kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit  yang mudah terjadi pada kulit

yang ada tulang di bawahnya dan biasanya pada penyembuhan meninggalkan jaringan parut

Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala

1. Kulit

L. Lecet

L. Memar

L. Robek

2. Tengkorak

Fraktur Basis Cranii

Fraktur Calvaria

3. Otak

Contusio Cerebri

Laceratio Cerebri

Oedema Cerebri

Commotio Cerebri

4. Selaput Otak

Epidural Haemorrhage

Sub dural Haemorrhage

Sub arachnoid Haemorrhage

Fraktur Calvaria

Sifat Atap Tengkorak :

Terdiri dari tulang melengkung dan tebalnya kurang lebih sama

Ada bagian-bagian yang lemah, yaitu : Sutura, Os temporalis

Bentuk Fraktur :

1. Fracture Linear

2. Fracture Compositum

3. Fracture Berbentuk (depressed Fracture )

4. Ring Fracture

Fraktur Basis Cranii

Gejala :

Keluar darah dari hidung, mulut, telinga

Brill Haematoma

Sifat Basis Cranii :

Posisi kurang lebih mendatar

Terdiri dari tulang-tulang yang tebalnya tidak sama

Tulangnya tipis dan mudah patah

Berlubang-lubang

Contusio Cerebri

Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat

lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-abu

sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah  dengan terhambatnya aliran

darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan  dan seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar,

edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan

kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio

tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus

epilepsi.

Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan dengan

arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan

kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak.

Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya

dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium

dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi

saat kepala relatif tidak bergerak.

Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai

benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium 

dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun,

kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini

disebut kontusio contra-coup.

Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua komponen

trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang ada.,

diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi.

Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan

terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya,

sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan

penjelasan mendetail.

Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau

abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan

kecil dinamakan ‘ball hemorrhages’ sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut

dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar

dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau

stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda

trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain

yang menyebabkan perdarahan.

Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya melibatkan

daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan

serebelum.  Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai

orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.

Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang

dapat ditemui adalah ‘foam cone’ busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan

hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit

jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan

adanya trauma kepala.

Laceratio Cerebri (Robek Otak)

Merupakan kerusakan jaringan otak (white and grey mater) disertai robeknya Arachnoid.

Ada 2 macam :

1. Direct Laceration (Coup)

2. Countre Coup Laceration

Bagian yang mengalami kekerasan langsung dengan benda tumpul adalah Coup sedangkan

yang berlawanan adalah Counter-Coup. Counter-Coup terjadi bila ada Oscilasi (getaran) otak

yang membentur duramater dan ini terjadi bila kepala dalam keadaan bergerak atau bebas

bergerak.

Mekanisme Terjadinya Countre-Coup :

Pada trauma tumpul kepala terdapat Acelerasi dan Decelerasi.

Pada waktu Acelerasi terjadi gerakan tengkorak ke arah impact dan gerakan otak berlawanan

dengan arah impact

Pada waktu Decelerasi kepala bergerak tiba-tiba membentur benda tumpul. sedang otak

bergerak ke arah berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan tadi, sehingga otak

membentur bagian berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan langsung.

Oedema Cerebri

Tanda-tandanya :

Permukaan gyri menjadi lebih rata

Sulci menjadi lebih dangkal

Otak bertambah berat

Ventrikel-ventrikel mengecil

Karena adanya kompresi maka terjadi bekas cetakan ‘Foramen Magnum’ pada

Cerebellum bagian bawah

Mikroskopis terdapat timbunan cairan intra cellular, peri cellular, dan peri vascular

Commotio Cerebri (Gegar Otak)

Merupakan gangguan fungsi otak akibat trauma kepala, tanpa dapat ditentukan kelainan

anatomisnya pada otak. Gegar otak merupakan pengertian klinis dengan gejala :

1. Pingsan : sebentar s/d 15 menit

2. Muntah

3. Amnesia

4. Pusing kepala

5. Tidak ada kelainan neurologi

Cedera Kepala pada Penutup Otak

Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater, atau

sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan tengkorak

kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang

epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik.

Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh, melekat

pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu penting

dalam bidang forensik.

Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid. Ruang

yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural. Kedalaman

ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada ruang

subarakhnoid, bukan di ruang subdural.

Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau ruang

subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.

Perdarahan Epidural (Hematoma)

Merupakan perdarahan di atas selaput tebal otak

Penyebabnya : Fraktura tengkorak yang merobek P.Darah di luar duramater.

a. Meningica Media (tersering)

a. Meningica anterior

a. Meningica posterior (jarang)

Sinus Lateralis (jarang)

Darah merembes di antara tulang dan duramater dan membeku. Timbul gejala kompresi otak.

Jumlah yang mematikan kurang lebih 125 gram. Ada : “PERIODE LATENT”. Pada anak

anak-anak/bayi : jarang dapat terjadi Epidural Haemorrhage.

Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur

mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya

arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat.

Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural

menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan

kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala,

penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan

terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala

sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai “lucid

interval”

Perdarahan Subdural (Hematoma)

Merupakan perdarahan di bawah selaput tebal otak.

Mekanisme terjadinya :

1. Laceratio jaringan otak dam arachnoid

2. Pecahnya pembuluh.darah di permukaan

3. Perlukaan kembali dari lacerasi lama

4. Fraktura daerah parietal dan temporal yang merobek duramater dan meningica media

5. Jumlah perdarahan yang mematikan ± 60 gram

Perdarahan ini timbul apabila terjadi “bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di ruang

subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di

bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka “lucid interval” juga

lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari.

Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan

perdarahan subdural yang fatal.

Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan

tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya

menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan

operatif  segera untuk dekompresi otak.

Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada

perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh

permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari

penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel

pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar

tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali.

Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar

individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.

Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat tidak

berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan gangguan

mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan

perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma,

dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan

tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat

bersifat fatal.

Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat lain.

Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak melewati

pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural.

Perdarahan Subarakhnoid

Merupakan perdarahan di bawah selaput laba-laba otak.

Dapat diakibatkan karena :

1. Trauma

2. Penyakit/spontan seperti pecahnya aneurysma circulus willisi

Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok

besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya

antara lain:

1. Nontraumatik:

1. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak

2. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid

2. Traumatik:

1. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan

perdarahan subarakhnoid

2. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang

menyebabkan robeknya arteri vertebralis

3. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan

gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.

Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya

dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan

ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan

akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.

Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur

pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat

mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku  berupa perilaku mudah

berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari

ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur

aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya

kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan

otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.

Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang

disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan

goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan

subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak

ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan

ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.

Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur

pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati

bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut

dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya

menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi

penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan

perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus,

kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh

ruptur aneurisma.

Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe

perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral

otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar

yang terdapat di dasar otak. Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak

ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya

perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak,

serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa

mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti

pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher,

yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.

Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher

Berakibat :

Patah tulang leher

Robek P. darah, otot, oesophagus, trachea/larynx

Kerusakan syaraf

Kekerasan Benda Tumpul Pada Dada

Berakibat :

Patah os costae, sternum, scapula, clavicula

Robek organ jantung, paru, pericardium

Kekerasan Benda Tumpul Pada Perut

Berakibat :

Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro iliaca

Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus, kandung seni

Kekerasan Benda Tumpul Pada Vertebra

Dapat berakibat :

Fraktura, dislokasi os vertebrae

Dapat karena :

1. Trauma langsung

2. Tidak langsung karena tarikan / tekukan

Kekerasan benda Tumpul Pada Anggota Gerak

Berakibat :

Patah tulang, dislokasi sendi

Robek otot, P.darah, kerusakan saraf

Pola Trauma Tumpul

Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang mengarah

kepada kepentingan medikolegal. Contohnya :

1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat  terjadi

kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-fagmen

kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang berbentuk

segiempat atau sudut.

2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur tulang

panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper fractures’. Adanya fraktur tersebut yang disertai

luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan, memperlihatkan bahwa

korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan bermotor dan dapat diketahui

tinggi bempernya. Karena hampir seluruh kendaraan bermotor ‘nose dive’ ketika

mengerem mendadak, pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak

kaki, dapat mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem

pada saat kecelakaan terjadi.

3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka pada

dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah. Dengan adanya

pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan karena dipukul.

4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan

tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun

menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum

pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering mendapat

pukulan pada kepala

Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala

sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung

memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun

belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma.  Persiapan diagram tubuh yang

memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan yang yang baik untuk

mengungkapkan pola trauma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Apuranto Hariadi. Luka Akibat Benda Tumpul. Diunduh dari

www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/…/LUKA%20TUMPUL.pdf

2. Amir Amri. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. 1995. Medan :

Percetakan Ramadhan. Hal 72-90

3. Idries, Abdul Mun’im.1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Binarupa

Aksara

4. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FK UI

5. Traumatologi Forensik. Diunduh dari

http://www.freewebs.com/traumatologie2/index.htm