bagian lapsus bab iii edit
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan merupakan suatu indikator sensitif kesehatan anak, status
nutrisi dan latar belakang genetiknya di mana untuk dapat mencapai tumbuh
kembang yang optimal tergantung pada potensi biologik seseorang yang
merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan yaitu faktor
genetik, lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial dan perilaku.1 Proses yang unik dan
hasil akhir yang berbeda-beda yang memberikan ciri tersendiri pada setiap anak.
Namun adanya penyimpangan dari pertumbuhan rata-rata baik itu tinggi badan
ataupun berat badan dapat menunjukkan adanya masalah kesehatan. Salah satu
penyimpangan tersebut dapat berupa suatu keadaan dimana tinggi badan
seseorang di bawah ukuran normal sesuai umur dan jenis kelamin yang dikenal
sebagai perawakan pendek.2
Perawakan pendek merupakan suatu keadaan yang dapat mengakibatkan
seorang anak menjadi frustrasi. Hal ini dapat terjadi karena berkurangnya
bermacam kesempatan akibat tubuhnya yang pendek. Tak jarang orang tua
khawatir tentang pertumbuhan anaknya dan sering bertanya - tanya berapa tinggi
anaknya kelak setelah dewasa. Kekhawatiran akan bertambah lagi bila anaknya
tampak lebih pendek dibanding teman – teman sebayanya, walaupun sering sekali
ternyata tinggi anak tersebut dalam kisaran normal potensi genetiknya. Selain itu
budaya kita sering mengkaitkan tinggi badan seseorang dengan status sosial dan
sering orang yang pendek dianggap kurang mampu.
Perawakan pendek sendiri bukan merupakan suatu diagnosis klinis.
Perawakan pendek merupakan suatu keadaan di mana tinggi badan seseorang di
bawah ukuran normal sesuai umur, jenis kelamin dan mudah diketahui dengan
segera. Dikatakan seorang berperawakan pendek bila tinggi badan seseorang
berada di bawah 2 standar deviasi (SD) dari rata-rata populasi atau di bawah
persentil 3 kurva pertumbuhan.2
Kejadian perawakan pendek cukup sering, namun sangat sedikit data
tentang epidemiologi perawakan pendek.2 Perawakan pendek sendiri dapat
merupakan variasi normal pertumbuhan ataupun kondisi patologis yang
1
disebabkan oleh berbagai hal antara lain kelainan endokrin, penyakit kronis,
malnutrisi dan displasia skeletal.3
Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar
etiologinya dan keluarga perlu dijelaskan mengenai potensi normal pertumbuhan
seorang anak sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagian kasus tidak perlu
langsung diterapi, dapat hanya dengan pemantauan berkala, namun sebagian kasus
yang jelas penyebabnya dapat diterapi sesuai penyebabnya.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Perawakan Pendek
Perawakan pendek (short stature) adalah tinggi badan seseorang yang berada pada
-2 standar deviasi (SD) atau di bawah persentil ke 3 pada kurva pertumbuhan
yang berlaku pada populasi tersebut atau baku NCHS.2 Perawakan pendek bukan
merupakan suatu diagnosis klinis namun merupakan suatu keadaan dimana tinggi
badan seseorang di bawah ukuran normal jika dibandingkan dengan anak lain
pada usia dan jenis kelamin yang sama namun dengan tetap mempertimbangkan
tinggi badan anggota keluarganya.3
Perawakan pendek harus dibedakan dengan gagal tumbuh (failure to
thrive). Gagal tumbuh lebih merupakan ketidakmampuan untuk meningkatkan
berat badan dibandingkan pertumbuhan linearnya yang berakibat penurunan rasio
berat badan terhadap tinggi badan. Walaupun gagal tumbuh berhubungan dengan
perawakan pendek atau laju pertumbuhan yang pelan, gagal tumbuh terutama
menunjukkan ketidakmampuan mencapai berat badan yang optimal dan gangguan
dalam pertumbuhan linier hanya merupakan akibat sekunder.4 Definisi gagal
tumbuh sendiri cukup banyak namun beberapa ilmuwan mendiagnosa gagal
tumbuh bila berat badan anak berada di bawah persentil 5 kurva NCHS atau
menyilang 2 garis persentil.
2.2 Epidemiologi
Tidak banyak data – data yang ada mengenai epidemiologi perawakan pendek di
Indonesia, bahkan untuk data tentang orang berperawakan pendek yang datang
dan menjalani pengobatan di suatu RS atau poliklinik. Di poliklinik endokrin anak
dan remaja FKUI/ RSCM dari tahun 1983 sampai dengan 1985 terdapat 68 pasien
dari 367 pasien baru yang dibawa berobat dengan keluhan perawakan pendek.2 Di
RSUD dr. Soetomo Surabaya, dalam tahun 1989/1990 ditemukan 28 kasus
perawakan pendek di antara 209 kasus rujukan.
Bila berdasarkan definisi, 2,5% dari populasi penduduk Amerika Serikat
tergolong pendek. Namun ras bukan merupakan penyebab spesifik perawakan
3
pendek karena kriteria perawakan normal tidak sama pada masing-masing etnis.
Misalnya seseorang yang menurut orang Kamboja dianggap tinggi ternyata
dianggap pendek oleh orang Norwegia. Selain itu, perawakan pendek juga dapat
terjadi pada semua golongan usia dan jenis kelamin walaupun dengan penyebab
utama yang berbeda, misalnya sindrom Ullrich-Turner yang hanya terjadi pada
perempuan.
2.3 Fisiologi pertumbuhan
Pertumbuhan normal merupakan hasil akhir dari interaksi berbagai faktor antara
lain faktor hormonal, lingkungan, nutrisi dan genetik yang semuanya itu
mempengaruhi tinggi badan seseorang.3 Secara genetik artinya tinggi badan
sangat dipengaruhi oleh tinggi badan kedua orangtuanya, dan dalam skala kecil
tinggi badan keluarga terdekat kedua orang tua. Selain itu faktor genetik
mengandung pengertian bahwa anaknya tidak menderita gangguan genetik
tertentu. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain adalah lingkungan selama
masih dalam kandungan, tingkat kesehatan, tidur yang cukup, olahraga, dan kasih
sayang dalam keluarga.4,5 Optimalnya semua faktor pendukung dan minimalnya
faktor penghambat tinggi badan (penyakit kronis) akan menghasilkan tinggi badan
yang sesuai dengan potensi genetiknya. Pemahaman mengenai hal-hal tersebut
berperan penting untuk mengetahui penyebab pertumbuhan yang terhambat dan
perawakan pendek.
Faktor hormonal terutama sekali dibutuhkan dalam jumlah dan pada waktu
yang tepat untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal. Hormon pertumbuhan
dan insulin-like growth factor I (IGF-I) memainkan peranan yang sangat penting
dalam proses pertumbuhan. Hormon-hormon yang lain seperti hormon thyroid,
insulin, sex steroids, dan glucocorticoid juga mempunyai pengaruh dalam
pertumbuhan melalui interaksinya pada hypothalamic-pituitary-GH-IGFaxis.4
Hormon pertumbuhan merupakan suatu molekul protein kecil yang terdiri
atas 191 asam amino yang disekresikan oleh kelenjar hypofisis anterior.6 Sekresi
hormon pertumbuhan dirangsang oleh hypotalamic GH-releasing factor (GRF),
dihambat oleh GH release inhibitory factor (somatostatin, SRIF) dan bersirkulasi
dengan cara berikatan dengan GH-binding protein. Sekresi hormon pertumbuhan
4
menyebabkan produksi dan sekresi insulin-like growth factor (IGF-1 dan IGF-2)
pada berbagai jaringan tubuh. Selain itu hormon pertumbuhan juga merangsang
produksi 6 jenis IGF binding protein yang berbeda dan yang paling banyak adalah
IGF BP3. Pengukuran kadar IGF-1 dan IGF BP3 berfungsi dalam mengukur
kecukupan hormon pertumbuhan.3
Hormon pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan seluruh jaringan tubuh
yang memang mampu untuk bertumbuh. Hormon ini menambah ukuran sel dan
meningkatkan proses mitosis yang diikuti dengan bertambahnya jumlah sel dan
diferensiasi khusus dari beberapa tipe sel seperti sel – sel pertumbuhan tulang dan
sel – sel otot awal. Selain efek dalam menyebabkan pertumbuhan, hormon
pertumbuhan juga mempunyai efek metabolik khusus lain yaitu peningkatan
kecepatan sintesis protein di seluruh sel – sel tubuh, peningkatan mobilisasi asam
lemak dari jaringan adiposa, meningkatkan asam lemak bebas dalam darah, dan
meningkatkan penggunaan asam lemak untuk energi, serta menurunkan kecepatan
pemakaian glukosa di seluruh tubuh.6
Efek hormon pertumbuhan dalam meningkatkan pertumbuhan struktur
rangka adalah melalui peningkatan timbunan protein oleh sel kondrositik dan sel
osteogenik yang menyebabkan pertumbuhan tulang dan juga meningkatkan
kecepatan reproduksi dari sel – sel tersebut. Selain itu, hormon pertumbuhan juga
memiliki efek khusus dalam mengubah kondrosit menjadi sel osteogenik, jadi
menyebabkan timbunan khusus tulang yang baru.
Hormon pertumbuhan merangsang semua proses pertumbuhan kartilago
epifisis dan pertumbuhan tulang panjang. Akan tetapi sekali epifisis sudah bersatu
dengan batang tulang, hormon pertumbuhan tidak mempunyai kemampuan lagi
dalam memanjangkan tulang. Hormon pertumbuhan juga dengan kuat
merangsang osteoblas. Oleh karena itu, tulang dapat terus membesar sepanjang
usia di bawah pengaruh hormon pertumbuhan. Hal ini benar terutama pada tulang
membranosa, sebagai contoh tulang rahang masih dapat dirangsang untuk tumbuh
bahkan setelah usia remaja, menyebabkan pipi menonjol ke depan dan
merendahkan gigi.
Kecepatan sekresi hormon pertumbuhan akan meningkat dan menurun
dalam beberapa menit yang kadang tidak diketahui penyebabnya. Namun pada
5
saat lain hal tersebut jelas berkaitan dengan keadaan nutrisi penderita atau
berkaitan dengan kondisi stres misalnya selama kelaparan, hipoglikemi,
rendahnya konsentrasi asam lemak dalam darah, olahraga, ketegangan dan
trauma. Yang khas dari sekresi hormon pertumbuhan adalah bahwa sekresi
hormon ini meningkat pada 2 jam pertama tidur lelap.6
2.4 Kurva pertumbuhan
Kurva pertumbuhan sudah lama sekali dikenal dan merupakan suatu rekaman
tentang pertumbuhan seseorang. Salah satu rekaman yang paling terkenal, tertua
dibuat pada abad ke 18 oleh Count Philibert Guneau de Montbeillard dengan
merekam panjang badan anak laki-lakinya setiap bulan sejak lahir sampai 18
tahun.2 Jika pertumbuhan dipandang sebagai suatu bentuk gerakan misalnya suatu
perjalanan, maka kurva ini menggambarkan jarak yang telah ditempuhnya.
Pertumbuhan manusia dicirikan dengan pertumbuhan janin yang cepat,
diikuti perlambatan pertumbuhan semasa bayi, pertumbuhan perlahan yang
konstan selama masa awal kanak – kanak, pertumbuhan cepat semasa remaja, dan
terhentinya pertumbuhan saat penyatuan epifisis. Setelah lahir, kurva
pertumbuhan individu dipengaruhi faktor genetik dan pengaruh lingkungan.
Kurva velositas atau laju pertumbuhan sebenarnya lebih menggambarkan
keadaan seorang anak pada setiap saat tertentu. Sejak lahir sampai umur 4-5 tahun
velositas pertumbuhan dengan cepat berkurang (deselerasi) dan kemudian
deselerasi ini mengurang secara perlahan-lahan hingga umur 5-6 tahun. Pada
Sejak saat ini sampai awal pacu laju pertumbuhan, maka pertumbuhan bersifat
konstan. Namun sering terjadi kenaikan kecil yang terjadi antara 6-8 tahun yang
secara umum menyebabkan suatu gelombang lagi pada kurva laju pertumbuhan,
tetapi hal ini tidak selalu ada. Pada umur 13-15 tahun yang merupakan masa
remaja terjadilah percepatan (akselerasi) pertumbuhan yang disebut pacu tumbuh
adolesen.1
Pada umumnya anak perempuan lebih pendek dari anak laki-laki sampai
masa adolesen dengan rata-rata kenaikan tinggi badan pada anak prasekolah
adalah 6-8 cm per tahun. Kemudian pada masa remaja terjadi pacu tumbuh
adolesen, yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan seperti halnya berat
6
badan. Anak perempuan umumnya memulai pacu tumbuh tinggi badan
adolesennya kira-kira pada umur 10,5 tahun dan mencapai puncaknya kira-kira
umur 12 tahun di Inggris dan 3 bulan lebih awal di Amerika. Anak laki-laki
memulai pacu tumbuh dan mencapai puncaknya 2 tahun kemudian. Namun
puncak untuk anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Rata-rata laju
pertumbuhan tinggi badan anak laki-laki adalah 10,3 cm per tahun sedangkan
pada anak perempuan adalah 9 cm per tahun.1
Kenaikan tinggi badan ini akhirnya berhenti pada umur 18-20 tahun di
mana tulang-tulang anggota gerak berhenti bertambah panjang. Tetapi ruas-ruas
tulang belakang berlanjut tumbuh sampai umur 30 tahun, dengan pengisian tulang
pada ujung atas dan bawah korpus-korpus ruas-ruas tulang belakang sehingga
tinggi badan sedikit bertambah yaitu sekitar 3-5 mm. Antara umur 30-45 tahun,
tinggi badan tetap statis dan kemudian menyusut.1
Peningkatan nilai rata-rata tinggi badan orang dewasa suatu bangsa
merupakan indikator peningkatan kesejahteraan atau kemakmuran yang meliputi
perbaikan gizi, perawatan kesehatan dan keadaan sosial ekonomi jika potensi
genetik belum tercapai secara optimal.
2.5 Pengukuran pertumbuhan
Pengukuran tinggi badan atau panjang badan dan berat badan yang akurat
sebaiknya diplot ke kurva pertumbuhan yang berlaku pada masing-masing daerah.
Namun karena Indonesia belum memiliki kurva pertumbuhan yang berlaku secara
nasional maka digunakanlah kurva pertumbuhan yang dikeluarkan oleh Center for
Disease Control and Prevention (CDC).
Pengukuran panjang badan pada anak sampai umur 2 tahun, diukur dengan
posisi tidur terlentang dan selanjutnya di atas umur 2 tahun tinggi badan diukur
dengan posisi berdiri. Namun panjang badan pada posisi tidur terlentang pada
umumnya 1 cm lebih panjang daripada tinggi berdiri pada anak yang sama meski
diukur dengan teknik pengukuran yang terbaik dan secara cermat.2
Pengukuran terhadap rentang lengan juga penting dalam mendiagnosis
sindrom Marfan atau Klinefelter, short-limbed dwarfism ataupun kondisi
dismorfik lainnya. Rentang lengan diukur dengan membandingkan panjang antara
7
ujung-ujung jari dengan merentangkan tangan secara horizontal sambil berdiri di
atas permukaan yang keras.2
Perbandingan segmen atas dan bawah tubuh merupakan rasio segmen atas,
yang didapatkan dengan mengurangi ukuran antara simfisis pubis dan lantai (yang
dikenal dengan segmen bawah) dengan tinggi badan total, terhadap segmen
bawah. Rasio ini berubah seiring usia. Pada bayi, perbadingan segmen atas dan
bawah adalah 1,7:1, pada usia 1 tahun perbandingannya adalah 1,4:1 dan pada
usia 10 tahun perbadingannya menjadi 1:1.2
2.6 Prediksi tinggi akhir
Rumus prediksi tinggi akhir anak sesuai potensi genetiknya berdasarkan data
tinggi badan orangtua dengan asumsi semuanya tumbuh optimal sesuai potensinya
adalah sebagai berikut:1,2
Rumus prediksi tinggi akhir anak sesuai potensi genetiknya :
Anak Perempuan :
( tinggiayah−13 )+ tinggiibu2
±8,5
Anak Laki-laki :
( tinggiibu+13 )+ tinggiayah2
±8,5
2.7 Etiologi
Perawakan pendek disebabkan oleh berbagai macam faktor dan terdapat beberapa
teknik klasifikasi perawakan pendek. Dalam tulisan ini digunakan klasifikasi
menurut etiologi dari European Society for Paediatric Endocrinology yang
klasifikasinya adalah sebagai berikut7,8,9:
1. Idiopathic short stature
a. Familial short stature
Seseorang dengan perawakan pendek familial memiliki kecepatan
pertumbuhan yang normal meskipun itu berada di bawah persentil 5,
pertumbuhan rangkanya tidak terhambat (umur tulang sesuai dengan umur
kronologis), pubertas dan pacu tumbuh pubertasnya terjadi pada usia
kronologis yang normal, tinggi badan akhirnya masih dalam rentang
8
potensi genetiknya, dan adanya riwayat pendek terutama salah satu atau
kedua orang tua.
b. Non-Familial Short Stature
Normal onset of puberty
Constitutional delay of growth
Seseorang dengan Constitutional delay of growth mengalami
perlambatan pertumbuhan pada dua tahun pertama hidupnya, dengan
kecepatan pertumbuhan normalnya didapatkan saat umur 3 tahun dan
terus berlanjut selama masa kanak-kanak, maturitas rangkanya juga
terhambat, dan oleh karena waktu terjadinya pubertas berhubungan
dengan umur rangka maka pubertas dan pacu tumbuh pubertasnya juga
terhambat.
2. Primary Growth Failure
a. Clinically Defined Syndrome with Chromosomal Abnormality
Sindrom Ullrich-Turner
Sindrom Down
b. Clinically Defined Syndrome without Known Chromosomal Abnormality
Sindrom Noonan
Sindrom Russel-Silver
c. Intrauterine Growth Retardation with Failure to Demonstrate Catch-up
Growth in Height or Weight
d. Skeletal Dysplasia
Biasanya ditandai dengan dimensi tubuh yang abnormal berupa
ekstremitas bawah yang pendek. Kelainannya bervariasi dari
achondroplasia yang parah hingga hipochondroplasia yang bersifat lebih
ringan dengan angka insiden sekitar 1 dalam 15.000 kelahiran hidup.
e. Disorder of Bone Metabolism
Merupakan kelainan yang jarang terjadi. Dapat berupa
mukopolisakaridosis atau mukolipidosis. Hampir semuanya ditandai
dengan punggung yang lebih pendek dibandingkan kakinya.
9
3. Secondary Growth Failure
a. Disorder in Spesific System
Paru : asma, PPOK
Jantung : hipoksemia, gagal jantung kongestif
Ginjal : gagal ginjal, insufisiensi ginjal kronis, ginjal tubular asidosis
Gastrointestinal : Inflammatory bowel disease, sindrom malabsorpsi
Sistem saraf pusat
Hematologi : hemoglobinopati
Hati : penyakit hati kronis
b. Endocrine Disorder
Ditandai dengan kegagalan dalam mencapai pertumbuhan linear yang
lebih besar dibandingkan dengan penurunan berat badan. Penyebabnya
dapat berupa :
Hipotiroid
Defisiensi hormon pertumbuhan
Sindrom Cushing
c. Metabolic Disorder
Dapat berupa kelainan dalam penyimpanan glukosa yang menyebabkan
perawakan pendek dengan obesitas di daerah perut namun kurus di daerah
ekstremitas.
d. Disorder of Calsium and Phosphate Metabolism
Dapat berupa pseudohipoparatiroid dengan hipokalsemia, yang
menyebabkan perawakan pendek, obesitas dan pemendekan metacarpal,
penyakit ricket dan osteogenesis imperfecta.
e. Iatrogenic Short Stature
Dapat disebabkan oleh pengobatan keganasan pada anak-anak atau
pengobatan dengan glukokortikoid. Dosis steroid yang dapat
menyebabkan perawakan pendek jauh lebih rendah daripada dosis yang
dapat menyebabkan gejala sindrom cushing lainnya. Oleh karena itu,
10
pertumbuhan semua anak yang mengkonsumsi steroid sebaiknya dipantau
secara berkala.
f. Psycohosocial Short Stature
Lingkungan emosional yang kurang baik dapat menyebabkan perawakan
pendek psikososial yang dikenal dengan sebutan dwarfism psikososial
atau emosional
Selain itu, gangguan pertumbuhan sekunder juga dapat disebabkan karena
malnutrisi dan malnutrisi masih merupakan penyebab terbanyak dalam
gangguan pertumbuhan di seluruh dunia.
2.8 Pendekatan diagnosis
Untuk menghindari pemborosan pemeriksaan serta sebaliknya
kemungkinan terlewatkan diagnosis patologik yang dapat menyebabkan hilangnya
kesempatan untuk meningkatkan tinggi badan, maka langkah awal yang harus
dilakukan adalah menentukan apakah perawakan pendek ini patologik atau
normal. Kriteria awal untuk melakukan pemeriksaan terhadap anak pendek
adalah:2
1. Tinggi badan terletak dibawah 2 SD atau persentil 3 dibawah tinggi rata-
rata populasi berdasarkan kurva pertumbuhan.
2. Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25 kurva kecepatan tumbuh atau
kurang 4 cm/tahun pada anak berumur 4 – 10 tahun.
3. Prakiraan tinggi dewasa di bawah potensi tinggi genetiknya.
4. Kecepatan tumbuh melambat setelah umur 3 tahun dan turun menyilang
garis persentilnya pada kurva panjang/tinggi badan.
2.8.1 Anamnesa
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesa untuk melakukan
pemeriksaan terhadap anak pendek :
1. Riwayat keluarga :
Tinggi badan orang tua dan saudara kandung, anamnesis mengenai
umur saat pubertas dan umur saat mencapai tinggi badan dewasa.
Masalah kesehatan pada orang tua dan saudara kandung
11
Riwayat kelainan kongenital pada keluarga
2. Riwayat kelahiran :
Masalah yang dihadapi ibu selama kehamilan
Berat badan dan panjang badan lahir
Kelahiran prematur, kesulitan saat melahirkan dan kelahiran
sungsang
Masalah – masalah dan komplikasi yang terjadi setelah kelahiran
3. Perkembangan anak
Milestone perkembangan anak
Umur saat gigi tanggal dan tercabut
Prestasi sekolah
4. Nutrisi
5. Riwayat pengobatan
Untuk mengetahui apakah anak pernah mendapat terapi obat berupa
methylpenidate atau obat stimulan lainnya, antikonvulsan, dan
antidepresan.
6. Keadaan kesehatan umum :
Infeksi telinga berulang
Infeksi saluaran kemih
Konstipasi
Kurangnya nafsu makan
Diare
7. Aktifitas
Aktifitas fisik
Stamina
8. Perkembangan pubertas
Perkembangan payudara
Perkembangan genitalia
Perkembangan rambut pubis dan axial
9. Kejadian – kejadian khusus : cedera kepala, riwayat pembedahan.
10. Gejala-gejala lain yang menetap : sakit kepala, masalah penglihatan dan
pendengaran, kulit kering, alergi.
12
2.8.2 Pemeriksaan fisik
Hal-hal yang diamati dalam pemeriksaan fisik adalah :
1. Penampakan wajah dan tanda-tanda maturitas
2. Bentuk dismorfik : bentuk langit-langit mulut, penempatan telinga, bentuk
dan ukuran tangan dan kaki
3. Kulit : jerawat, rambut wajah, temperatur.
4. Proporsi badan : rentang lengan, rasio tinggi berdiri dan tinggi duduk,
lingkar kepala
5. Tangan : metacarpal yang pendek, nailbeds < 80% dari lebar ujung jari
6. Dada : jarak putting susu yang lebar, pectus excavatum, bentuk dada yang
lebar
7. Perkembangan payudara
8. Pemeriksaan status general : jantung, paru, abdomen
9. Genitalia
2.8.3 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Lab:
Serum level IGF-I dan IGFBP-3
Serum level dari Growth Hormone
Serum total thyroxine (total T4) and thyrotropin (TSH) level
Darah lengkap
LED, CRP
Urea dan elektrolit
Tes fungsi hati
Pengukuran kadar cortisol pada jam 9 pagi
Prolaktin
Urinalisis
Karyotipe
2. Pemeriksaaan imaging : Rontgen tulang jari-jari tangan kiri untuk menilai
umur tulang.
2.9 Penatalaksanaan
13
Setiap anak dengan perawakan pendek harus diketahui penyebabnya dan
keluarga perlu dijelaskan mengenai potensi normal pertumbuhan seorang anak
sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagian kasus tidak perlu langsung diterapi,
dapat hanya dengan pemantauan berkala, namun sebagian kasus yang jelas
penyebabnya dapat diterapi sesuai penyebabnya. Kasus yang jelas penyebabnya
seperti kelainan endokrin antara lain defisiensi hormon pertumbuhan dan
defisiensi hormon tiroid dapat segera diobati. Gangguan pertumbuhan sekunder
seperti malnutrisi dan penyakit kronis juga harus segera diobati sesuai
penyebabnya.
Khusus defisiensi hormon pertumbuhan dapat diberikan terapi substitusi
hormon pertumbuhan. Terapi defisiensi hormon pertumbuhan adalah terapi
substitusi growth hormone (somatotropin recombinant), dengan dosis 0,05
U/kg/hari, diberikan 6-7 kali per minggu. Dikatakan terapi responsif dengan
Growth Hormone apabila kecepatan tumbuh minimal 2 cm per tahun di atas
kecepatan tumbuh sebelum diberikan terapi. Biasanya kecepatan tumbuh pada
tahun pertama pengobatan adalah 9-12 cm per tahun.
Sebelum terapi dimulai, kriteria anak dengan defisisensi hormon
pertumbuhan harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai berikut10 :
Tinggi badan di bawah persentil 3 atau -2 SD
Kecepatan tumbuh di bawah persentil 25
Bone age terlambat > 2 tahun
Kadar Growth Hormone/hormon pertumbuhan < 7 ng/ml dengan 2 jenis uji
provokasi
IGF – 1 rendah
Tidak ada kelainan dismorfik, tulang dan sindrom tertentu
Beberapa penyakit dengan perawakan pendek yang berhasil dengan
pemberian hormon pertumbuhan adalah anak dengan defisiensi/kekurangan
hormon pertumbuhan, sindrom Turner, berat badan lahir rendah, gagal ginjal
kronis, dan sindrom Prader Willi. Kondisi lain dengan perawakan pendek yang
juga diberikan hormon pertumbuhan ialah "pendek tanpa sesuatu sebab patologis"
(idiopathic short stature). Pada kondisi terakhir ternyata pemberian hormon
pertumbuhan memberikan respons yang cukup baik.
14
Terapi hormon dihentikan bila lempeng epifisis telah menutup atau respon
terapi tidak adekuat. Ciri respon terapi yang tidak adekuat adalah pertambahan
kecepatan pertumbuhan yang lebih kecil dari 2 cm per tahun.
2.10 Pencegahan
Langkah preventif yang dapat dilakukan untuk setidaknya dapat mencegah
terjadinya perawakan pendek pada anak adalah dengan terus memantau
perkembangan tinggi badan anak.
Pengukuran tinggi badan harus dilakukan secara periodik, setiap bulan
pada anak usia 0 – 12 bulan, setiap 3 bulan pada usia 1 – 2 tahun, setiap 6 bulan
pada usia 2 – 12 tahun, dan setiap tahun pada usia 12 tahun sampai akhir masa
pubertas. Adapun interpretasi dari hasil pengukuran adalah :
c. Tinggi badan antara -2 SD dan -3 SD, 80% merupakan varian normal. Bila
tinggi badan kurang dari -3 SD pada umumnya 80% patologis.
d. Penurunan kecepatan pertumbuhan anak antara umur 3 dan 12 tahun
(memotong beberapa garis persentil) harus dianggap patologis kecuali
dibuktikan lain.
e. Berat badan menurut tinggi badan mempunyai nilai diagnostik dalam
menentukan etiologi. Pada kelainan endokrin umumnya tidak mengganggu
berat badan sehingga anak telihat gemuk. Kelainan sistemik umumnya lebih
mengganggu berat badan daripada tinggi badan sehingga anak lebih terlihat
kurus.
2.2 Global Developmental Delay
Global developmental delay (GDD) atau keterlambatan perkembangan global
(KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain
perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,
personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun
saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang
dipergunakan adalah retardasi mental. Anak dengan KPG tidak selalu menderita
retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak
15
mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi
psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.2,3
2.2.1 Epidemiologi
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika
Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5
tahun.3 Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat bervariasi,
sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia
perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20% nya belum
diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat
dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin, serta
asfiksia perinatal.3
Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari
12 bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan
terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan
berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien.
Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah ditemukan
pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%
mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan
40 (60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan pada
61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral
disgenesis, palsi serebral.
2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.6
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.6
16
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara
simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya
perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi.
Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri
yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain
perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada
tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi
dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta
perkembangan memiliki tahap yang berurutan. 6,7
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga
memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan
sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan
anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat
diramalkan.6,7
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal
yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-
faktor tersebut antara lain faktor internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa,
keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,
diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,
infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan,
faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis
dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan,
stimulasi, dan obat-obatan).6,8
2.3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
17
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi6:
1. Motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti
duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat
seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.
4. Personal dan sosial adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah
dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya, dan sebagainya.
2.3.4 Periode Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh
kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak
adalah sebagai berikut6,8:
1. Masa prenatal atau masa intra uterin
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.
Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum
yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism, terjadi
diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir
kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur
kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada
masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia
sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi.
18
Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.
Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.
Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan
Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.
2. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
a. Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
b. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem
saraf.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping
ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh
yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak
terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.
3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan
dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi
ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa
balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan
dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan
serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan pengaturan
hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi segala
kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga
bersosialisasi.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada
masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak
19
dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya
manusia dikemudian hari.
4. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan)
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan
dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan
proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka
lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini juga anak
dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima
rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar
dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah
dengan cara bermain.
2.4 Etiologi
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar) hingga kelainan
neuromuskular. Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :
Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters
AV, 2010)8
Kategori PenjelasanGenetik atau SindromikTeridentifikasi dalam 20% dari mereka yang tanpa tanda-tanda neurologis, kelainan dismorfik, atau riwayat keluarga
Sindrom yang mudah diidentifikasi, misalnya Sindrom Down
Penyebab genetik yang tidak terlalu jelas pada awal masa kanak-kanak, misalnya Sindrom Fragile X, Sindrom Velo-cardio-facial (delesi 22q11),Sindrom Angelman, Sindrom Soto, Sindrom Rett, fenilketonuria maternal, mukopolisakaridosis, distrofi muskularis tipe Duchenne, tuberus sklerosis, neurofibromatosis tipe 1, dan delesi subtelomerik.
MetabolikTeridentifikasi dalam 1% dari mereka yang tanpa tanda-tanda neurologis, kelainan dismorfik,
Skrining universal secara nasional neonatus untuk fenilketonuria (PKU) dan defisiensi acyl-Co A Dehidrogenase rantai sedang.
20
atau riwayat keluarga Misalnya, kelainan siklus/daur urea
Endokrin Terdapat skrining universal neonatus untuk hipotiroidisme kongenital
Traumatik Cedera otak yang didapatPenyebab dari lingkungan Anak-anak memerlukan kebutuhan
dasarnya seperti makanan, pakaian, kehangatan, cinta, dan stimulasi untuk dapat berkembang secara normal
Anak-anak tanpa perhatian, diasuh dengan kekerasan, penuh ketakutan, dibawah stimulasi lingkungan mungkin tidak menunjukkan perkembangan yang normal
Ini mungkin merupakan faktor yang berkontribusi dan ada bersamaan dengan patologi lain dan merupakan kondisi yaitu ketika kebutuhan anak diluar kapasitas orangtua untuk dapat menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral Misalnya, kelainan migrasi neuronPalsi Serebral dan Kelainan Perkembangan Koordinasi (Dispraksia)
Kelainan motorik dapat mengganggu perkembangan secara umum
Infeksi Perinatal, misalnya Rubella, CMV, HIV
Meningitis neonatalToksin Fetus: Alkohol maternal atau obat-
obatan saat masa kehamilan Anak: Keracunan timbal
2.5 Deteksi Dini
Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan
pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap
tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan
normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali
terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua
perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak.9 Untuk mengetahui
apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data /
21
laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining
perkembangan pada anak.
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini
dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan
dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan
penilaian perkembangan.6,9
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat
dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang
tercantum di bawah 9,10:
Tanda bahaya perkembangan motorik kasar
1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh
bagian kiri dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari
usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
Tanda bahaya gangguan motorik halus
1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan
2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat
dominan setelah usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
22
1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap
suatu benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan
dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi /
interaksi
Tanda bahaya gangguan kognitif
1. 2 bulan: kurangnya fixation
2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini
gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
23
Screening Test – II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s
Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining
yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)
dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai
kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3
tahun.10,11
2.6 Gejala Klinis
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian
dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila
di perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli
dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining
prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan
berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan
beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang
berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,
motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari
dimana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal
spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya,
yaitu10,11:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
24
Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi, resiko biologi akibat dari
gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat salah asuh, dan
akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat masih bayi
dan balita.
Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis
dan Judith, 199410
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.
Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)
adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering
dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit
dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10 Pemeriksaan secara terstruktur dari mata,
yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat bayi dan balita, dengan
menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya
lampu. Saat anak sudah memasuki usia prasekolah, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat
ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test
dengan menggunakan brain-stem evoked potentials pada balita. Saat umur
memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan
peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa
menggunakan audiometer portabel. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari
infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi
25
secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan
kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit
ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan
dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang
berhubungan dengan perkembangan seperti adanya refleks, yaitu moro reflex,
hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.10,11
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan
gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan
pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun
beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12:
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik
rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan
sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya
bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang
mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-
anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas
kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak
dengan gangguan tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin
phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit
muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan
suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi fragile X, dilakukan bila adanya
riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk fragile X lebih sering
dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas yang
lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila terdapat
indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan pada
26
wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat
dijelaskan.
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital
perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya
dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).
Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum
dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG
tanpa riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG
(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus
lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara
klinis sebelumnya.
2.8 Diagnosis Banding
Terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD,
namun memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral,
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder
(ASD).12
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum
ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-
anak belajar dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan
kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan KPG
dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor
yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain6,9,12:
1. Speech and Language Therapy
27
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,
autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities.
Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak
tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang
yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada
mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak
dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat
yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi
tersebut.
2. Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri
dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka
antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi,
memakai pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami
kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka
meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.
3. Terapi fisik
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan
halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya.
Kemampuan motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang
besar seperti berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat.
Kemampuan motorik halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti
kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau
perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan
sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini
dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak
tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Terapi perilaku
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan
memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau
buruk seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-
28
lain. Terapi perilaku melibatkan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi
masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini
dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun,
terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi
kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi
sikap tertentu, sedangkan terapi perilaku dilakukan dengan mengubah dan
mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan. Beberapa terapis
mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-behavioural
therapy.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni
kemunduran perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak
tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya
aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi
akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya. Sehingga
anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.
2.11 Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan
penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan
pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang
baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi
hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam
menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif
(faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan
menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami
kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan
dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya.6,9
2.10 Hipotiroid Kongenital
2.10.1 Anatomi Kelenjar Tiroid
29
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus tiroid
berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar
tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang dewasa berat
normalnya antara 10-20 gram. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada
fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan
terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid
atau tidak.
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari : A. Tiroidea superior yang
merupakan cabang dari A. Carotis Externa dan A. Tiroidea Inferior yang
merupakan cabang dari A. Subclavia,. Sistem venanya berasal dari pleksus
parafolikuler yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior,
lateral dan inferior. Vena tiroidea superior berjalan bersama arteria tiroidea
superior dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis interna. Vena
thyroidea media terpisah dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis
interna. Vena tiroidea inferior mendrainase darah dari kutub bawah tiap lobus dan
berjalan ke vena brachicephalica dextra.
Persarafan kelenjar tiroid:
1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang
N.vagus)
3. N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita
suara terganggu (serak/stridor)
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat
berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian
ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk
menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.
B. Fisiologi Kelenjar Tiroid
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid dikendalikan oleh mekanisme:
30
a. Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin
hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang
tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi
hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid;
b. Autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam
hubungannya dengan suplai iodinnya;
c. Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH.
Kemampuan dari limfosit B untuk mensintesis antibodi reseptor TSH yang
dapat menghambat aksi dari TSH ataupun meniru aktivitas TSH dengan
berikatan dengan daerah-daerah yang berbeda pada reseptor TSH memberikan
suatu bentuk pengaturan tiroid oleh sistem kekebalan. Dengan demikian,
sintesis dan sekresi dari hormon tiroid dikontrol oleh tiga tingkatan yang
berbeda: (1) tingkat dari hipotalamus, dengan mengubah sekresi TRH; (2)
tingkat hipofisis, dengan menghambat atau merangsang sekresi TSH; dan (3)
tingkat tiroid, melalui autoregulasi dan blokade atau perangsangan dari reseptor
TSH .
Pembentukan hormon tiroid melalui beberapa proses diantaranya :
1. Iodide Trapping, yaitu penangkapan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Iodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai
status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu
tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim
tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Pembentukan iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)
menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin)
dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi
oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi
dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada
dalam sel folikel.
31
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.
Proses ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,
dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan
dalam proses ini.
Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan
kompleks golgi.
2.10.2. Definisi dan Klasifikasi Hipotiroid
Hipotiroid artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar tiroid. Hipotiroid anak dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Hipotiroidisme Kongenital
a. Hipotiroid Kongenital menetap
b. Hipotiroid Kongenital transien
2. Hipotiroidisme Didapat (Acquired)
a. Hipotiroidisme Primer (kelainan pada kelenjar tiroid)
b. Hipotiroidisme Sekunder (kelainan pada hipofisis)
c. Hipotiroidisme tersier (kelainan hipotalamus)
d. Resistensi Perifer terhadap kerja hormon tiroid
1. Hipotiroidisme Kongenital
a. Hipotiroid kongenital menetap
1) Disgenesis Tiroid
Disgenesis tiroid disebabkan tidak adanya jaringan tiroid total
(agenesis) atau parsial (hipoplasia) yang dapat terjadi akibat gagalnya
penurunan kelenjar tiroid ke leher (ektopik). Disgenesis tiroid
merupakan penyebab terbesar hipotiroidisme kongenital non endemik,
yaitu 85-90 %.
Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme kongenital pada saat lahir
tidak bergejala walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini
dianggap berasal dari perpindahan transplasenta sejumlah sedang
tiroksin ibu (T4) yang memberikan kadar janin 25-50% normal pada
32
saat lahir. Kadar T4 serum yang rendah ini dan secara bersamaan kadar
TSH meningkat memungkinkan pendeteksian neonatus dengan
hipotiroid.
Jaringan tiroid ektopik (lidah, bawah lidah, subhioid) dapat
memberikan jumlah hormon tiroid yang cukup selama bertahun-tahun
atau dapat gagal pada masa anak-anak.
2) Dishormogenesis
Dishormogenesis meliputi kelainan proses sintesis, sekresi, utilisasi
hormon tiroid sejak lahir. Dishormogenesis disebabkan oleh defisiensi
enzim yang diperlukan dalam sintesis hormon tiroid. Kelainan ini
mencakup 10% dari kasus hipotiroid kongenital. Kelainan ini dapat
terjadi karena :
a) Kelainan reseptor TSH / Resisten TSH
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) resisten adalah
suatu keadaan kelenjar tiroid refakter terhadap
rangsang TSH. Hal ini dapat disebabkan karena defek
pada reseptor atau post reseptor. Hilangnya fungsi
reseptor TSH , akibat mutasi reseptor TSH defek
molekuler pada sebagian keluarga kasus dengan
resisten TSH yang ditandai dengan kadar serum TSH
tinggi , dan serum hormon tiroid normal atau menurun,
disertai kelenjar tiroid normal atau hipoplastik.
b) Kegagalan menangkap yodium
Kelainan ini jarang terjadi dan disebabkan oleh
kegagalan fungsi pompa yodium untuk memompa
yodida konsentrat menembus membran sel tiroid.
c) Kelainan organifikasi
Kelainan organifikasi disebabkan oleh defisiensi
enzim tiroid peroksidase menyebabkan yodida tidak
dapat dioksidasi sehingga tidak dapat mengikat diri
pada tirosin di dalam tiroglobulin.
33
d) Defek coupling
Disebabkan oleh kegagalan enzim untuk
menggabungkan MIT dan DIT menjadi T3 ataupun
DIT dan DIT menjadi T4.
e) Kelainan reseptor hormon tiroid perifer
Kelainan ini terjadi akibat gagalnya ikatan hormon
tiroid dengan reseptor di inti sel jaringan target
sehingga hormon tidak dapat berfungsi.
3) Hipotiroid sentral
a) Aplasia hipofisis kongenital
b) Idiopatik, beberapa diantaranya dengan riwayat trauma
lahir, hipoksia, dan hipotensi sehingga mengakibatkan
infark hipofisis.
c) Defisiensi TSH
Hipotiroidisme karena defisiensi TSH dapat terjadi
pada keadaan apapun yang terkait dengan defek
perkembangan kelenjar pituitaria atau hipotalamus.
Lebih sering pada keadaan ini, defisiensi TSH akibat
defisiensi hormon pelepas tiroropin (TRH). Mayoritas
bayi yang terkena memiliki defisiensi kelenjar
pituitaria multipel dan datang dengan hipoglikemi,
ikterus persisten, dan mikropenis bersama dengan
displasia septo-optik, celah bibir linea mediana,
hipoplasia wajah tengah, dan anomali wajah linea
mediana yang lain.
b. Hipotiroid kongenital transien
1) Defisiensi Yodium pada ibu atau paparan yodium pada janin atau
bayi baru lahir
2) Pengobatan ibu dengan antitiroid
34
Dapat terjadi pada ibu yang diberikan obat antitiroid (PTU
atau karbimasol atau metimasil) untuk penyakit graves, bayi nya
ditandai oleh pembesaran kelenjar tiroid, sehingga dapat
mengakibatkan gangguan prnafasan, khususnya bila diberikan obat
yang dosisnya tinggi.
3) Transfer antibodi antitiroid dari ibu
Reseptor TSH (TSHR) berbentuk seperti jangkar terhadap
permukaan sel epitel tiroid (Tirosid) yang mengatur sintesis dan
lepasnya hormon tiroid . bila terjadi blok TSH endogen dapat
mengakibatkan hipotiroidisme. TSH binding inhibitor
imunoglobulin dari ibu mampu menembus plasenta yang
selanjutnya menyebabkan hipotiroid.
4) Hipotiroid sekunder transien
Bayi preterm dan bayi berat lahir rendah dapat mengalami
imaturitas organ yakni imaturitas aksis hipotalamus-hipofisis,
produksi dan sekresi TRH kurang, respon kelenjar tiroid terhadap
TSH imatur, kapasitas sel folikuler tiroid terhadap organifikasi
yodium tidak efisien dan kapasitas untuk merubah T4 menjadi T3
aktif rendah. Bila bayi lahir preterm, kadar T4 lebih rendah
dibanding bayi aterm, ini berhubungan dengan umur kehamilan dan
berat badan lahir.
Dalam keadaan normal bayi aterm pada saat lahir, karena
suhu lingkungan sekitar rendah, terjadi kenaikan TSH sekitar 80
μU/L dalam waktu 30 menit. Keadaan ini merangsang kelenjar
tiroid melepaskan T3 dan T4 dalam jumlah besar diatas kadar
normal. Pada bayi aterm kadar T4 total dan T4 bebas menurun
setelah 4-6 minggu, namun setelah 6 bulan kadarnya masih tetap
lebih tinggi dibanding anak yang lebih besar dan dewasa. Kadar T3
secara bertahap mencapai kadar bayi normal antara 2-12 minggu.
Pada bayi preterm, kejadiannya sama, TSH, T4 dan T3
meningkat cepat, tatpi tidak terlalu tinggi. Pada bayi yang lahir
dengan umur kehamilan lebih dari 30 minggu, kadar T4 dan T4
35
bebas setelah 6-8 minggu meningkat ke kadar yang sama dengan
bayi yang lahir aterm. Namun pada bayi yang lahir kurang dari 30
minggu dan berat badan lahir sangat rendah (kurang dari
1500gram), kenaikan kadar TSH dan T4 terbatas bahkan seringkali
T4 turun dalam minggu pertama sampai kedua setelah lahir,
seringkali terjadi hipotiroksinemia.
2. Hipotiroidisme Didapat
a. Primer
1) Tiroiditis Hasimoto :
a) Dengan goiter
b) Atropi tiroid idiopatik, diduga sebagai stadium akhir penyakit
tiroid autoimun, setelah tiroiditis Hashimoto atau penyakit
Graves.
2) Terapi iodin radioaktif untuk penyakit Graves.
3) Tiroidektami subtotal untuk penyakit Graves atau goiter nodular.
4) Asupan iodide berlebihan (kelp, zat warna kontras)
5) defisiensi iodide.
6) bahan goitrogenik lain seperti litium; terapi dengan obat antitiroid.
b. Sekunder : Hipopituitarisme karena adenoma hipofisis, terapi ablasi
hipofisis, atau destruksi hipofisis.
c. Tersier : Disfungsi hipotalamus (jarang).
d. Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid.
2.10.3. Patogenesis Hipotiroid
Hipotiroid dapat terjadi melalui beberapa jalur berikut :
1. Jalur 1
Agenesis tiroid dan keadaan lain yang menyebabkan sintesis dan sekresi
hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan peningkatan
kadar TSH tanpa adanya struma.
2. Jalur 2
36
Defisiensi yodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid
menurun sehingga hipofisis mensekresi TSH lebih banyak untuk memacu
kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid sesuai kebutuhan.
Akhirnya kadar TSH meningkat dan kelenjar tiroid membesar (stadium
kopensasi). Pada stadium ini kadar TSH meningkat dan kadar hormon tiroid
normal. Bila kompensasi ini gagal maka akan terjadi stadium dekompensasi,
yaitu terdapatnya struma difusa, peningkatan kadar TSH, dan kadar hormon
tiroid rendah.
3. Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjar tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/obat goitrogenik, tiroiditis,
pascatoidektomi, pasca terapi dengan yodium radioaktif, dan adanya kelainan
enzim dalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis sehingga
terjadi hipotiroid dengan kadar TSH tinggi, dengan atau tanpa struma
tergantung penyebabnya.
4. Jalur 4a
Semua keadaan yang menyebabkan turunnya kadar TSH akibat kelainan
hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH
rendah atau tak terulur.
5. Jalur 4b
Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TRH menurun akan
menimbulkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan tanpa struma.
2.10.4. Manifestasi Klinis Hipotiroid
Gejala hipotiroid sangat bervariasi tergantung berat ringannya kekurangan
hormon tiroid. seringkali pada minggu-minggu pertama setelah lahir, bayi nampak
normal atau memperlihatkan gejala tidak khas seperti kesulitan bernafas, bayi
kurang aktif, malas menetek, ikterik berkepanjangan karena keterlambatan
maturasi enzim glukoronil transferase hati, hernia umbilikalis, kesulitan buang air
besar, kecenderungan mengalami hipotermi. Bila tidak segera diobati(sebelum
bayi berumur 1 bulan) akan terlihat gejala hambatan pertumbuhan dan
perkembangan anak berpenampilan jelek.
37
Tubuh pendek (cebol), muka hipotiroid yang khas, muka sembab, lidah
besar, bibir tebal, hidung pesek, mental terbelakang, bodoh (IQ dan EQ rendah),
kesulitan bicara. Gambaran klinis klasik (lidah besar, suara tangisan serak, wajah
sembab, hernia umbilikalis, hipotonia, kulit belang belang, akral dingin,letargi)
tidak jelas.
Dicurigai adanya hipotiroid bila skor hipotiroid kongenital lebih dari 5;
tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan
kemungkinan hipotiroid kongenital.
Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan
tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan
mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini
tidak berhubungan dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan
hipertrofi hipofisis yang berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.
2.10.5. Pemeriksaan Penunjang Hipotiroid
a. Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan diagnosis.
intepretasi hasil pemeriksaan laboratoitum adalah sebagai berikut:
1) Kadar T4 bebas yang rendah dan meningkatnya kadar TSH
mengkonfirmasi hipotiroid primer, sedangkan kadar T4 bebas rendah
dan TSH rendah pula mengarahkan pada diagnosis hipotiroid sekunder
atau tersier.
2) Pada hipotiroid transien kadar T4 mula-mula rendah dan TSH tinggi,
lalu pada pemeriksaan selanjutnya kadar T4 dan TSH normal.
3) Pada defisiensi TBG kadar T4 rendah , TSH normal dan kadar TBG
rendah.
Pada bayi preterm sering dijumpai kadar T3 dan T4 rendah sedangkan TSH
normal. Keadaan ini merupakan adaptasi fisiologis bayi yang mendapat stres
tertentu, maka tidak boleh dianggap sebagai hipotiroid. Pada bayi prematur
kadar T3 dan T4 akan mencapai kadar sesuai bayi aterm setelah usia 12 bulan.
b. Pemeriksaan darah perifer lengkap
c. Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa antibody
antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila
dengan hormon tiroid tidak ada respon.
38
d. Pemeriksaan radiologis :
1) Color Doppler ultrasonografi , tidak menggunakan radiasi, prosedur ini
merupakan alternative pertama yang dianjurkan untuk pencitraan tiroid
2) Bone age, adanya retardasi perkembangan tulang misalnya disgenesis
epifise atau deformitas veterbra
3) Untuk menentukan penyebabnya maka dilakukan pemeriksaan skintigrafi
kelenjar tiroid untuk membantu memperjelas penyebab yang mendasari
bayi dengan hipotiroidisme kongenital. Pasien meminum radioaktif
yodium atau technetium dan ditunggu hingga substansi tersebut ada pada
kelenjar tiroid. Jika tiroid berfungsi maka akan terlihat level penyerapan
yang sama pada seluruh kelenjar tiroid. Bila ada aktivitas berlebih akan
terlihat daerah berwarana putih. Sedangkan area yang kurang aktif akan
terlihat lebih gelap.
4) X-foto tengkorak, menunjukkan adanya fontanella besar dan sutura yang
melebar, tulang antar sutura (wormian) biasanya ada, terlihatnya sella
tursika yang membesar dan bulat, dan mungkin terlihat adanya erosi dan
penipisan
2.10.6. Penatalaksanaan Hipotiroid
Pengobatan hipotiroid adalah dengan memberikan penggantian hormon
tiroid yang kurang dengan tablet hormon tiroid sintetik, disebut levotiroksin atau
L-tiroksin(L-T4) setiap hari. hormon sintetik ini khasiatnya sama seperti hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid.
39
Dosis L-Tiroksin pada hipotiroid kongenital
2.10.7. Komplikasi Hipotiroid
Komplikasi hipotiroid diantaranya adalah :
a. Keadaan hipotiroid pada masa anak-anak mengganggu tumbuh kembang fisik
dan mental.
b. Pembesaran tiroid saat lahir dapat mengakibatkan distres pernafasan
c. Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati.
Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi,
hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. Pemeriksaan
menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat. Tes serum akan menunjukkan
FT4 yang rendah dan biasanya TSH yang sangat meningkat. Asupan iodin
radioaktif tiroid adalah rendah dan antibodi antitiroid biasanya positif kuat,
menunjukkan dasar tiroiditis EKG menunjukkan sinus bradikardi dan tegangan
rendah. Seringkali bila pemeriksaan laboratorium tidak tersedia, diagnosis
harus dibuat secara klinis.
2.10.8. Prognosis Hipotiroid
Penderita hipotiroid kongenital yang mendapat pengobatan adekuat dapat
tumbuh secara normal. Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu, IQ
penderita hipotiroid dapat normal. Walaupun secara umum tidak ditemukan
kelainan mental, tetapi ada beberapa kekurangan pada anak dengan hipotiroid
kongenital. Kasus berat dan tidak mendapat terapi adekuat pada 2 tahun pertama
40
kehidupan akan mengalami gangguan perkembangan intelektual dan neurologis.
Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat dijumpai kelainan neurologis
berupa gangguan koordinasi motorik kasar dan halus, ataksia, tonus otot menurun,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan bicara, dan tuli sensorineural.
2.11 Sindrom Bardet-Biedl
Sindrom Bardet-Biedl atau Bardet Biedl Syndrome (BBS) adalah gangguan pada
silia yang bersifat jarang, diperantarai oleh kromosom autosom resesif dan
ditandai dengan distrofi retina, obesitas, polidaktili, disfungsi ginjal, kesulitan
belajar dan hipogonadisme. Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan
dikonfirmasi oleh gen penyebab penyakit yang ditemukan pada 80% pasien. Gen
BBS mengkode protein yang terdapat pada silia dan corpus basalis yang berperan
dalam biogenesis dan fungsi silia.
2.11.1 Gambaran Klinis
Fenotipe BBS berkembang perlahan-lahan dalam dekade pertama
kehidupan, meskipun dapat juga bervariasi. Sebagian besar pasien didiagnosis
pada akhir masa kanak-kanak atau dewasa awal. Post axial polydactyly sangat
umum dan mungkin satu-satunya bentuk dismorfik yang jelas saat lahir. Kelainan
ini dapat mengenai keempat ekstremitas atau hanya ekstremitas atas atau bawah
dan bisa juga terjadi brakidaktili dan / atau sindaktili. Manifestasi klinis BBS
yaitu rabun senja dengan onset bertahap, diikuti fotofobia dan hilangnya fokus
penglihatan dan warna. Elektroretinografi adalah pemeriksaan pilihan dan dapat
menunjukkan perubahan awal dalam dua tahun pertama kehidupan, meskipun
perubahan signifikan jarang terlihat sebelum usia lima tahun. Gejala biasanya
berkembang dalam dekade pertama kehidupan dan sebagian besar pasien
mengalami kebutaan pada dekade kedua atau ketiga. Kelainan mata lainnya
seperti katarak dan gangguan refraksi juga sering terjadi pada BBS.
Obesitas adalah temuan klinis utama lainnya di mana terjadi pada 72-86%
populasi BBS. Berat badan lahir biasanya dalam kisaran normal, meskipun
terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan beberapa berat badan bayi berada
dalam distribusi di atas rata-rata. Sepertiga dari mereka dengan berat lahir normal
41
mengalami obesitas pada usia satu tahun. Diabetes tipe 2 umum terjadi di antara
pasien. Hal ini mungkin terkait dengan tingkat obesitas dan sering ditemukan
kaitannya dengan tanda-tanda lain sindrom metabolik. Hipogonadisme
bermanifestasi berupa pubertas tertunda atau hipogenitalisme pada laki-laki dan
kelainan genital pada wanita. Hal ini dapat terjadi sendiri atau bersama dengan
hipogonadisme. Berbagai macam malformasi genital telah diamati pada
perempuan, berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kesuburan. Pada laki-laki
hampir selalu mengalami infertil. Keterlambatan perkembangan dan defisit fungsi
kognitif juga umum terjadi pada BBS. Keterlambatan perkembangan sering
terjadi menyeluruh namun dapat pula spesifik pada area tertentu
Anak-anak dengan BBS sering dilaporkan memiliki perilaku labil dan
frustrasi. Mereka cenderung memilih memiliki rutinitas tetap, berperilaku obsesif
kompulsif dan kurangnya dominasi sosial. Beberapa lainnya memiliki perilaku
lebih parah dan berkembang dengan gangguan autistik atau psikosis. Selain itu
kelainan ginjal bisa menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian di BBS.
Gangguan konsentrasi urin umum terjadi bahkan pada pasien dengan fungsi ginjal
yang mendekati normal dan tidak terdapat kista. Gangguan berbicara juga telah
dilaporkan pada 60% pasien terutama berbicara dengan nada tinggi dan anak-anak
biasanya belum dapat berbicara jelas sebelum usia empat tahun. Kesulitan
berbicara mungkin dipersulit dengan gangguan pendengaran yang dilaporkan
dalam 17-21% pasien. Kebanyakan pasien menderita gangguan pendengaran
konduktif sekunder akibat otitis media kronis. Keterlambatan bicara pada anak
dengan BBS umumnya responsif terhadap terapi wicara
Keterlibatan sistem organ lain seperti jantung dan sistem pencernaan juga
diamati. Abnormalitas jantung yang diamati pada BBS sangat bervariasi. Sebuah
penelitian menggunakan echocardiography dari 22 orang mengungkapkan
frekuensi kelainan jantung mencapai 50%. Beales et al menemukan frekuensi
hanya 7% dalam penelitian didasarkan pada 109 pasien. Kelainan jantung
termasuk katup stenosis, patent ductus arteriosis dan kardiomiopati. Keterlibatan
hati berkisar dari fibrosis hingga dilatasi kistik saluran empedu, saluran
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyakit Hirschsprungs telah dilaporkan dalam
BBS namun insidennya tidak diketahui. Gigi yang berdesakan dan langit-langit
42
tinggi melengkung juga umum terjadi. Kelainan lainnya termasuk hipodonia,
maloklusi dan hipoplasia enamel. Anosmia telah dijelaskan dalam pengamatan
pada model tikus. Dalam sebuah penelitian terhadap 19 pasien BBS, 9 mengalami
anosmia / hiposmia. Beberapa penderita BBS mengalami kecanggungan dan 40%
dari satu penelitian menggambarkan tanda-tanda ataksia dan koordinasi yang
buruk. Disdiadokokinesia dan past pointing sering ditemukan (79%) seperti
kesulitan dengan tandem walking dan Fogg test.
Gambar 1. Gambaran klinis pasien yang menunjukkan bentuk dismorfik berkaitan
dengan BBS. (a–d) menunjukkan gambaran tipe wajah. Biasanya hampir tidak
disadari dan tidak selalu muncul. Gambarannya berupa mata yang dalam,
hipertelorisme, fisura palpebral turun, jarak nasal datar, mulut kecil, hipoplasia
malar and retronagsia. (e) Brakidaktili dan jaringan parut bekas eksisi digiti
aksesori. (f) Gigi yang berdesakan. (g) palatum yang melengkung tinggi. (h)
Fundoskopi menunjukkan distropi sel kerucut dan sel batang pada retina.
43
Tabel 1. Fitur diagnostik dan prevalensi pada BBS
2.11.2 Penatalaksanaan
Pendekatan multidisiplin diperlukan dalam penatalaksanaan efektif erhadap
kondisi pleiotrofik. Sindrom ini masih terus diteliti namun target terapi masih
belum ditentukan. Komplikasi sindrom ini perlu ditangani secara simtomatis.
44
Tekanan darah sebaiknya diukur setiap 6 bulan sekali untuk mengetahui adanya
hipertensi. Obat antihipertensi dan antilipid diperlukan bila pasien mengalami
hipertensi. Setiap pasien BBS setidaknya diperiksa kelainan renal melalui
ultrasound. Anamnesis terkait gejala diabetes insipidus juga diperlukan. Pasien
yang mengalami gangguan fungsi ginjal sebaiknya dirujuk kebagian nefrologi.
Pengkajian oftalmologi meliputi elektroretinogram dibutuhkan untuk
menentukan onset dan derajat distrofi sel batang dan sel kerucut dan menskrining
defek visual lainnya seperti kelainan refraktif, retinopati diabetikum, ataupun
katarak. Koreksi visual dan latihan mobilitas dapat meningkatkan kualitas hidup
pada pasien yang mengalami gangguan visual. Terapi terhadap berat badan
berlebih diperlukan untuk mencegah morbiditas obesitas seperti sindrom
metabolik. Pengkajian perkembangan dan edukasi secara rutin diperlukan untuk
memastikan pasien memperoleh lingkungan yang optimal dalam proses
pembelajaran. Sebagian besar pasien memperoleh manfaat yang besar dari terapi
psikologi dalam masalah kecemasan, depresi, maupun masalah perilaku.
Pengkajian endokrin terutama berkaitan dengan diabetes mellitus meliputi tes
glukosa oral juga diperlukan, selain pengkajian fungsi hormon tiroid, profil lipid,
dan perkembangan seksual sekunder. Rujukan ke ortodontis mengenai penilaian
hipodontia dan pertumbuhan gigi yang tumpang tindih serta kardiologis mengenai
pengkajian abnormalitas struktur jantung.
2.11.4 Konseling Genetik
BBS merupakan kelainan yang melibatkan kromosom autosomal resesif.
Meskipun terdapat kelainan trialelik yang terjadi pada 10% kasus. Keluarga
pasien dan pasien sendiri memerlukan konseling genetik terkait risiko penurunan
autosomal secara resesif. Saudara dari pasien BBS memiliki risiko sebesar 25%
terhadap BBS, 50% sebagai karier asimtomatik, dan 25% terbebas baik dari BBS
maupun sebagai karier. Dalam keluarga di mana mutasi penyebab penyakit
diketahui, diagnosis genetik pra-implantasi atau tes prenatal mungkin dilakukan
atau dalam keluarga berisiko di mana mutasi telah diketahui, sonografi pada
trimester kedua dapat diterapkan untuk visualisasi post axial polydactyly dan
malformasi ginjal untuk diagnosis BBS. Pasien dan orang tua harus diberitahu
45
mengenai sifat heterogen dari kondisi. Meskipun infertilitas adalah umum, namun
hal tersebut tidak dapat diasumsikan karena terdapat beberapa laporan dari pria
dan wanita dengan BBS yang telah memiliki anak.
BAB III
LAPORAN KASUS
46
3.1 Identitas Penderita
Nama : IGA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 2 tahun 6 bulan
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Belum sekolah
Alamat : Br. Gede Desa Muncan Selat, Karangasem
Tanggal kunjungan ke RS : 7 Mei 2014
3.2 ANAMNESIS
Heteroanamnesis (Ibu Pasien)
Keluhan Utama
Pasien dikeluhkan belum dapat berjalan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien kontrol rutin di Poliklinik Anak Bagian Endokrin RSUP
Sanglah, datang dalam kedaan sadar diantar oleh kedua orang tuanya ke Poliklinik
Anak Bagian Endokrin pada hari Selasa, tanggal 7 Mei 2014 pukul 10.30 WITA.
Pasien dikeluhkan belum dapat berjalan hingga saat ini, dimana pasien saat ini
telah berusia 2 tahun 6 bulan. Pasien sejak lahir dirasakan mengalami kelainan
dan keterlambatan dalam tumbuh dan berkembang jika dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya. Pasien telah dilatih berjalan sejak usia 10 bulan, namun
hingga saat ini pasien belum mampu menegakkan kedua kakinya untuk berdiri
ataupun mempertahankan kedua kakinya saat dipapah dan dituntun untuk
berjalan. Pasien hanya mampu merangkak dan menegakkan kepala serta duduk
dibantu, dan belum dapat membalikkan badan atau bangun dari posisi tiduran
secara mandiri.
Pasien juga dikeluhkan gemuk oleh kedua orang tuanya. Pasien disadari memiliki
berat badan berlebih sejak berusia 1 tahun. Awalnya saat pasien lahir, berat badan
lahir dikatakan normal, sebesar 2800 gram, dimana pasien lahir secara spontan,
47
segera menangis, dan cukup bulan. Pasien hanya diberi asupan ASI hingga usia 6
bulan dan susu formula sekitar 6-8 kali sehari (±1440-1920 cc/hari), namun berat
badan pasien mengalami kenaikan yang pesat rata-rata sekitar 1,5-2 kg/bulan
hingga pasien berusia 2 tahun. Dimana saat berusia 1 tahun berat badan pasien
mencapai 1450 gram, setlah menjalani terapi diet dan nutrisi dari dokter pasien
mengalami penuruan berat badan menjadi 1300 gram pada usia 2 tahun dan saat
ini menjadi 1250 gram. Pasien hingga saat ini pasien belum mampu mengunyah
makanan padat, sehingga pasien hanya minum ASI dan susu formula. Pasien
sendiri menjalani diet sejak 6 bulan terakhir untuk menurunkan berat badan
pasien. Frekuensi pemberian susu ditingkatkan dengan jumlah yang lebih sedikit.
Pasien juga dikeluhkan sulit diajak berkomunikasi dengan kedua orang tuanya
maupun kakak kandungnya di rumah, serta orang-orang disekitarnya. Pasien
belum dapat berbicara selain mengucapkan kata ”Aji” dan cenderung berteriak
”Aaaa..” bila pasien merasa tidak nyaman. Pasien baru mampu mengucapkan
bunyi ”Aaa..” sejak usia 1 tahun, dan baru mampu mengucapkan kata ”Aji” sejak
nerusia 2 tahun. Pasien sendiri secara rutin diberikan stimulasi dan dilatih
berbicara oleh kedua orangtuanya dan kakaknya sejak lahir. Pasien juga masih
diasuh oleh ibu pasien dan tidak pernah menggunakan pengasuh. Pasien sendiri
menjalani terapi wicara sejak berusia 1 tahun secara rutin setiap 1 kali dalam 2
minggu. Pasien sendiri mampu tersenyum pada ibu dan ayah pasien serta
mempertahankan kontak mata dan terlihat memahami perkataan kedua orang
tuanya.
Pasien diakatakan memiliki nafsu makan yang baik. Pasien kuat minum dan saat
ini pasien diberikan asupan ASI on demand dan susu formula. BAB dan BAK
dikatakn normal, dengan frekuensi BAB skeitar 1x/hari, konsistensi lunak,
berwarna kuning, sedangkan BAK dikatan sebanyak 6-8x/hari menggunakan
diapers, volume diperkirakan 1 kali BAK sekitar 1/4 -1/2 diapers dan berwarna
kuning jernih.
Riwayat Penyakit Dahulu
48
- Penderita pernah memiliki benjolan di kepalanya sejak saat lahir
dikatakan meningochepalocele yang dioperasi pada usia 4 hari di
RSUP Sanglah.
- Penderita dikatakan mengalami kekurangan hormon tiroid dikatakan
hipotiroid kongenital yang diketahui setelah operasi pengangkatan
benjolan dikepalanya. Pasien sendiri rutin mengkonsumsi obat tiroksin
yang diresepkan dokter di Poliklinik Anak RSUP Sanglah dan rutin
menjalani pemeriksaan laboratorium kadar hormon tiroid setiap 3
bulan sekali.
- Pasien juga mengalami kegemukan sejak usia 1 tahun.
- Pasien juga mengalami keterlambatan tumbuh kembang sejak lahir dan
sudah menjalani terapi rehabilitasi medic di klinik swasta setiap 2 kali
seminggu.
- Riwayat tekanan darah tinggi (-), sakit jantung (-), kencing manis (-),
asma (-). diare (-), alergi (-).
Riwayat Pengobatan
- Penderita mengonsumsi L-tiroksin sejak usia 4 hari sampai sekarang
untuk meningkatkan hormon tiroidnya.
- Penderita sudah menjalani terapi di fisioterapi untuk memperbaiki
perkembangan tubuhnya.
- Penderita memiliki riwayat operasi pengangkatan
meningoencephalocele pada usia 4 hari.
Riwayat Keluarga/Sosial
- Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, dimana kakak pasien
disangkal mengalami keluhan yang sama.
- Ibu dan ayah penderita tidak terlalu tinggi.
- Ibu penderita selama kehamilan tidak pernah mengalami infeksi berat,
tidak mengambil obat-obatan di luar resep, tidak merokok dan minum
minuman beralkohol.Konsumsi iodium dikatakn berasal dari garam
beriodium dan dikatakan konsumsi cukup selama kehamilan. Ibu
pasien juga menyangkal riwayat sakit gondok sebelumnya.
49
- Ibu penderita umur menarche 12 tahun dan ayah penderita dikatakan
tidak mengalami keterlambatan pubertas.
Riwayat Persalinan
Pasien dilahirkan di bidan di Karangasem secara spontan segera menangis
dengan berat badan lahir 2800 gram, panjang badan dan lingkar kepala
dikatakan lupa. Saat dilahirkan terdapat benjolan di kulit kepala dibagian
ubun-ubun kecil berwarna agak kemerahan, sehingga pasien dibawa ke RSUD
Karangasem dan akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah.
Riwayat Nutrisi
ASI : 0-2 tahun 6 bulan
Susu formula : 6 bulan-2 tahun 6 bulan
Bubur susu : Belum mampu
Nasi Tim : Belum mampu
Makanan dewasa : Belum mampu
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar diakui lengkap oleh ibu penderita.
Umur Jenis Imunisasi
0 bulan HB1, BCG, Polio 1
2 bulan HB 2, DPT 1, Polio 2
3 bulan HB 3, DPT 2, Polio 3
4 bulan DPT 3, Polio 4
9 bulan Campak
Riwayat Tumbuh Kembang
Perkembangan pasien dikategorikan terlambat berdasarkan pemeriksaan yang
telah dilakukan dengan Denver II.
1. Aspek Personal-Sosial
IGA dapat menatap muka, membalas senyum, tersenyum
spontan, merusaha mencapai mainan, menetang jika
mainannya diambil.
50
IGA belum dapat makan biskuit sendiri, bermain cilukba,
mula—mula malu terhadap orang lain, bermain tanah
liat/lilin, menyatakan maksud dengan tangan tanpa
menangis, bermain bola dengan si pemeriksa, minum dari
gelas, meniru pekerjaan rumah, membuka baju,
menggunakan sendok tanpa banyak tumpah, dapat
membantu pekerjaan rumah, memakai baju, bermain
dengan anak lain, memakai baju dengan pengawasan,
ataupun mudah dipisahkan dari ibu.
2. Aspek Motorik Halus-Adaptif
IGA dapat bereaksi terhadap bel dan melihat manik-manik
IGA belum dapat gerakan 2 yang sama, mengikuti sampai
lewat garis tengah, kedua tangan didekapkan, mengikuti
180°, memegang kericikan, mengambil benda,
memindahkan kubus ketangan lain, duduk mencari benang,
duduk mengambil 2 kubus, berhasil mengambil manik-
manik, memegang dengan jempol dan keempat jari,
membenturkan 2 kubus yang dipegang, memegang dengan
jempol dan telunjuk, membangun menara dari 2 kubus,
menegluarkan manik-manik dari botol dengan contoh,
mencoret sendiri, membangun menara dari 4 kubus,
mengeluarkan manik-manik dari botol dengan sendiri,
meniru garis verikal dalam batas 30°, mengikuti membuat
0, ataupun membangun menara dari 8 kubus.
3. Aspek Bahasa
IGA dapat bereaksi terhadap bel, bersuara dan bukan
menangis, tertawa, berteriak, berpaling terhadap panggilan,
papa/mama (asal bunyi), meniru bunyi kata-kata,
papa/mama berpengertian
IGA belum dapat mengatakan 3 kata selain mama papa,
menyebut salah satu bagian tubuh, menggabung 2 kata
berlainan, menyebut 1 gambar, mengikuti perintah 2 dari 3,
51
memakai kata majemuk, ataupun menyebut nama dan nama
keluarga.
4. Aspek Motorik Kasar
IGA dapat tengkurap kepala diangkat, tengkurap kepala
diangkat 45°, dan tengkurap kepala diangkat 90°.
IGA belum dapat duduk kepala tegak, tengkurap pada
diangkat dan ditahan kedua lengan, membalik, bangkit
duduk dengan kepala tegak, belajar berdiri, duduk tanpa
bantuan, berdiri dengan pegangan, bangun sendiri untuk
berdiri, dapat duduk sendiri, merambat, berdiri sebentar,
berdiri sendiri dengan baik, bungkuk dan bangun, berjalan
baik, berjalan mundur, naik tangga, melempar bola, lompat
ditempat, naik sepeda roda 3, berdiri pada 1 kaki selama 1
detik, ataupun lompatan lebar.
Hasil Denver II :
Motorik halus = ≥2 delay
Motorik kasar = ≥2 delay
Personal sosial = ≥2 delay
Bahasa = ≥2 delay
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Kesan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi cukup
Laju respirasi : 24 kali/menit (reguler)
Suhu aksila : 36,5°C
Status Antropometri
Berat Badan : 12,5 kg
52
Berat Badan Ideal : 11 kg
Lingkar Lengan Atas : 18 cm
Panjang Badan : 84 cm
Lingkar Kepala : 40 cm
BMI : 15 kg/m2
TB Ayah : 162 cm
TB Ibu : 160 cm
Target tinggi akhir : 167,5 cm
Prediksi tinggi akhir : 159-176cm
(potensi tinggi genetik)
Status gizi:
CDC Growth Chart :
BB/PB = 1-2 (z-score)
PB/Umur = <-3 (z-score)
BB/Umur = <-1 (z-score)
Berat badan ideal menurut Waterlow : 11 kg
Interpretasi status gizi : 114 % (Gizi berlebih)
Status General
Kepala
Inspeksi : Mikrocephali, wajah dismorfik (+)
Palpasi : Ubun-ubun besar menutup
Mata: anemia -/-, ikterus -/-, Refleks Pupil +/+ isokor
THT
Telinga
Inspeksi : dalam batas normal
Hidung
Inspeksi : napas cuping hidung (-), sianosis (-)
Tenggorokan
Inspeksi : Faring hyperemis (-),Tonsil T1/T1hyperemia (-)
53
Leher
Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Kaku Kuduk : (-)
Thoraks : simetris
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : thrill (-), RV heave (-), LV impuls (-),
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), A1>P2
Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : perkusi paru sonor, batas jantung paru dalam batas normal
Auskultasi : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor (+) normal
Genital : normal, perempuan
Extremitas
Inspeksi : normal, dismorfik (-)
Palpasi : Akral hangat (+)
Tenaga : (+)
Tonus : (+)
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Endokrinologi
Tanggal fT4 TSH
11 November 2011 1,01 (0,93-1,70) 19,13 (0,25-5,00)
12 Maret 2012 0,86 (0.93-1,70) 5,13 (0,25-5,00)
29 Oktober 2013 1,26 (0,93-1,70) 3,07 (0,27-4,20)
26 April 2014 20,13 (10,6-19,4) 3,56 (0,25-5,00)
54
Darah Lengkap
19 November 2011
Parameter Hasil Nilai rujukan Keterangan
WBC 24,61 9,80 – 34,00 Normal
RBC 4,71 4,00 – 6,60 Normal
HGB 16,50 14,50 – 22,50 Normal
HCT 47,30 45,00 – 67,00 Normal
MCV 100,50 92,00 – 121,00 Normal
MCH 35,10 31,00 – 37,00 Normal
MCHC 34,90 29,00 – 36,00 Normal
PLT 214,00 140,00 – 440,00 Normal
Pemeriksaan Kimia Klinik
19 Maret 2012
Parameter Nilai Nilai rujukan Keterangan
Bilirubin total
Bilirubin indirek
Bilirubin direk
Alkali fosfatase
SGOT
SGPT
Gamma GT
Total protein
Albumin
Globulin
Kolesterol
HDL direk
LDL
Trigliserida
0,55
0,32
0,23
183
42,00
32,00
30,00
6,10
4,00
2,09
193,00
45,70
100,30
235,00
84,00
0,00 -6,00
<0,8
0,00 – 0,40
0,00 - 231,00
11,00 – 27,00
11,00 – 34,00
7,00 – 32,00
4,60 – 7,00
3,80 – 4,20
3,20 – 3,70
140 – 199
40,00 – 65,00
<100
<150
80,00 – 100,00
Normal
Normal
Normal
Normal
Tinggi
Normal
Normal
Normal
Normal
Rendah
Normal
Normal
Tinggi
Tinggi
Normal
3.1.5 Diagnosis kerja
55
Hipotiroid kongenital + global delayed development + Bardet Biedl
syndrome + perawakan pendek (short stature) + overweight + gizi berlebih
3.1.6 Planing Terapi
L-tyroxin 1 x 25 mcg per oral
Fisioterapi URM
Cek fT4 dan TSH Juli 2014 (3 bulan lagi)
3.1.7 Planing Monitoring
Pengukuran secara berkala setiap tahun sampai pubertas.
Monitoring aspek psikososial-depresi
56
BAB IV
PEMBAHASAN
Perempuan, usia 2 tahun 5 bulan, suku Bali, beragama Hindu, dengan gejala
keterlambatan perkembangan personal sosial, motorik halus, motorik kasar, dan
bahasa untuk anak seusianya. Dari pemeriksaan fisik sendiri pasien nampak sulit
berkomunikasi dan sering berteriak, dengan wajah dismorfik, dan dari
antropometri pasien termasuk kedalam kriteria mikrosepali, severely stunted, dan
overweight, dimana dari pemeriksaan dengan Denver II pasien juga mengalami
global delayed development. Hasil pemeriksaan penunjang sebelumnya
menyatakan pasien mengalami hipotiroid kongenital yang sedang dalam terapi
hormon tiroksin. Pasien juga sudah menjalani terapi rehabilitasi medik untuk
membantu perkembangan dan pertumbuhan pasien.
Kasus Teori
Pasien mengalami global delayed development,
severely stunted, overweight, serta gangguan
visual. Pasien didiagnosis hipotiroid kongenital
sejak berumur 4 hari melalui pemeriksaan
hormon TSH dan fT4.
Hipotiroid kongenital merupakan salah satu
penyebab gangguan pertmubuhan dan
perkembangan pada bayi dan anak-anak.
Hormon tiroid sendiri berfungsi dalam
metabolism sel terhadap karbohidrat, lipid, dan
vitamin. Reseptor hormon tiroid terletak
intranuklear dan berfungsi dalam transkripsi
DNA pada sintesis protein, peningkatan
konsumsi O2 sel, pemicu pertumbuhan dan
diferensiasi sel, terutama sel-sel yang aktif
membelah pada masa awal kehidupan, seperti
sel neuron, osteosit, myosit, dll. Hipotiroid
menyebabkan gangguan pertumbuhan sel
neuron dan berdampak pada perkembangan
pembelajaran anak pada awal masa kehidupan
mereka, serta menghambat proses pertumbuhan,
dan metabolism karbohidrat, lipid, dan protein
yang berjung pada ketidakseimabgan
katabolisme dan anabolisme.
57
Pasien menjalani pengobatan L-thyroxin
dengan dosis 1x25 mcg hingga saat ini untuk
hipotiroid kongenital.
Sodium L-tyhroxine secara oral merupakan
pilihan terapi pada hipotiroid kongenital. Sekitar
80% hormon T3 yang beredar dibentuk oleh
proses monodeiodinasi T4 di serum, hal ini
memungkinkan kadar T3 dan T4 pada anak-
anak yang diterapi dapat mencapai kadar
normal. Pada neonatus dosis awal sebesar 10-15
µg/kg. Tablet tiroid tidak boleh dicampur
dengan protein kedelai ataupun zat besi, hal ini
dapat menghambat absorbs karena berikatan
dengan T4. Kadar T4 dan TSH harus dimonitor
dan dijaga tetap dalam kisaran normal sesuai
dengan umur. Anak-anak dengan hipotiroid
memerlukan dosis 4 µg/kgBB/jam.
Penghentian obat pada usia 3 tahun selama 3-4
minggu yang berujung pada peningkatan kadar
TSH menunjukkan pasien tersebut mengalami
hipotiroidisme permanen.
Pemberian obat secara berlebihan berisiko
terhadap kraniosinostosis dan gangguan
perilaku.
Pasien juga didiagnosis mengalami Bardet
Biedl syndrome dan menjalani terapi diet dan
trapi rehabilitasi medik.
BBS merupakan sindrom congenital yang
diturunkan secara autosomal resesif. Sindrom
ini terdiri dari didtrofi retina, obesitas,
polidaktili, ganguan renal, hipogonadisme, serta
gangguan belajar. Defek genetik terjadi pada
DNA yang mengkode protein silia dan corpus
basalis.
Terapi dilakukan secara simtomatik dan
melibatkan berbagai disiplin ilmu. Terapi diet
bermanfaat dalam mencapai berat badan yang
ideal, sedangkan rehabilitasi medic
memungkinkan pasien mencapai lingkungan
yang optimal dalam pembelajarannya. Terapi
psikiologis mungkin diperlukan pada anak-anak
dengan usia lanjut, mengingat gangguan
perilaku maupun tingkat depresi cukup tinggi
58
pada pasien dengan sindrom ini.
BAB V
KESIMPULAN
Perawakan pendek merupakan simptom dimana tinggi badan seseorang
dibawah ukuran normal sesuai umur, jenis kelamin dan mudah diketahui dengan
segera.Setiap anak yang pertumbuhannya melambat, turun dari garis persentil
kurvanya setelah umur 3 tahun, tinggi badandi bawah persentil 3 atau TB jelas
dibawah potensi genetik harus segera ditindak lanjuti.Terdapat carta tersendiri
untuk menentukan tinggi anak secara berpatutan dalam kaitannya dengan tinggi
orang tua mereka.
Kejadian perawakan pendek cukup sering, namun sangat sedikit data
tentang epidemiologi perawakan pendek. Orang tua sering mencurigai suatu
penyakti endokrin (misalnya, defisiensi hormon pertumbuhan) sebagai penyebab
utama perawakan pendek pada anak mereka,tetapi sesungguhnya, sebanyak 95%
atau kebanyakan dari anak-anak dengan pertumbuhan yang lambat ( percepatan <
5 cm/tahun) tidak mempunyai suatu penyakit endokrin. Kekurangan gizi adalah
penyebab yang paling umum perawakan pendek ini di seluruh dunia.Diagnosa
banding untuk perawakan pendek adalah banyak dan merangkumi penyebab
endokrin maupun bukan endokrin.
59
Perawakan pendek kebanyakannya bermanifestasi sebagai variasi normal
atau konsekuensi daripada kronik, penyakit non endokrin.Gejala-gejala klinis
berbeda tergantung jenis kondisi dan penyebabnya. Anak-anak dengan familial
short stature tidak mempunyai penyakit yang berhubungan dengan simptom dan
memperoleh tinggi yang secara tipikal sama dengan orang tua mereka. Anak-anak
yang dengan delay puberty atau ‘late bloomers’, akan meningkat lagi tinggi
badannya suatu saat nanti.Anamnesis yang detail, pemeriksaan fisik, kurva dan
poin pertumbuhan memberikan petanda etiologi yang sama penting dengan
evaluasi laboratorium.
Pengukuran tinggi badan merupakan hal yang mudah dilakukan dan tidak
memerlukan peralatan canggih dan dapat dilaksanakan secara rutin sejak mulai
bayi seperti halnya berat badan.Perawakan pendek dapat dicegah dengan
mengamalkan pemakanan yang seimbang dan bernutrisi, ibu hamil dengan
mendapatkan nutrisi yang baik dan tidak mengambil obat-obatan sembarangan
tanpa preskripsi dokter.
Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar
etiologinya dan keluarga perlu dijelaskan mengenai potensi normal pertumbuhan
seorang anak sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagian kasus tidak perlu
langsung diterapi, dapat hanya dengan pemantauan berkala, namun sebagian kasus
yang jelas penyebabnya dapat diterapi sesuai penyebabnya. Keterlambatan
diagnosis dan pengobatan penyebab perawakan pendek jelas akan membuat
kegagalan untuk mencapai potensi genetik.
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjiadi AH,
Kosim MS, Rusmil K. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Ed. Ke-
I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 2004. hal. 34-38
2. Jose FK, Update On Short Stature. (Diakses: 1 April 2008). Diunduh dari:
URL : http://www.e-medicine.com/medline/sds4/html
3. M. Rudolph A, Robert KK, Overby JK, Rudolph’s Fundamental of Pediatric 3rd International Edition. Philadelphia: Mc Graw Hill : 2002. hal 747-751
4. Scott Moses, Constitutional Short Stature. (Diakses: 1 April 2008).
Diunduh dari: URL :
http://www.familypractisenotebook.com/online/sry11/html
5. Scott Moses, Familial Short Stature. (Diakses: 1 April 2008). Diunduh
dari: URL :
http://www.familypractisenotebook.com/online/sr4/html
6. Soetjiningsih. Penilaian pertumbuhan fisik anak, dalam: Ranuh, IG.N (ed),
Tumbuh Kembang Anak, edisi I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
hal. 37-38: 1995.
7. Robert JF, Short Stature. (Diakses: 1 April 2008). Diunduh dari: URL :
61
http://www.e-medicine.com/medline/aar/455/html
8. Aman B, Pulyan, Apakah Anak Pendek Dapat Diobati. (Diakses: 1 April
2008). Diunduh dari: URL :http://www.IDAI.com/arp/335 /html
9. J.Frenny,Varian Short Stature. (Diakses: 1 April 2008). Diunduh dari:
URL :
http://www.nucleosino.com/wep/56645/html
10. Parrick A. Clark, Constitutional Growth Delay. (Diakses: 1 April 2008).
Diunduh dari: URL :http://www.e-medicine.com/aap/6745/html
11. Soetjiningsih & Suandi. Petunjuk pemeriksaan fisik pada bayi dan anak, , Denpasar: 2000.
12. Markum (1999), Ilmu Kesehatan Anak., Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
62