bab iv hasil dan pembahasan -...
TRANSCRIPT
42
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian
4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian
Kelurahan Cipageran berada di kecamatan Cimahi Utara kota Cimahi yang
terletak di propinsi Jawa Barat. Batas wilayah kelurahan Cipageran yaitu :
Sebelah Utara : Desa Jambudipa
Sebelah Selatan : Kelurahan Padasuka
Sebelah Barat : Desa Tanimulya
Sebelah Timur : Kelurahan Citeureup
Kondisi Geografis kelurahan Cipageran berada diatas permukaan laut sekitar
850-1000 meter dengan banyak curah hujan 500 mm/th. Kelurahan Cipageran ini
termasuk daratan tinggi yang memiliki suhu udara rata-rata 30 oC. Kelurahan
Cipageran memiliki luas wilayah sekitar 594,32 hektar. Luas wilayah tersebut
diperuntukan sebagai jalan 1,00 hektar, tanah bengkok 4,93 hektar, bangunan umum
5,20 hektar, empang 1,00 hektar, pemukiman 311,70 hektar, perkuburan 5,34 hektar,
perkantoran 2,1 hektar, tanah wakaf 3,7 hektar, tanah sawah (irigasi) 22,20 hektar,
perladangan 10,4 hektar, tegalan 226,74 hektar. Kelurahan Cipageran ini menjadi
kelurahan terluas dibanding kelurahan lainnya (Cibabat, Citeureup dan Pasirkaliki).
4.1.2 Keadaan Penduduk
43
Berdasarkan data kelurahan Cipageran hingga 2014 penduduknya berjumlah
40.663 orang yang terdiri dari 20.879 orang laki–laki dan 19.784 orang perempuan
dengan jumlah kepala keluarga 10.772 KK. Komposisi ini menunjukan bahwa jumlah
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Faktor utama penyebab adanya
pertumbuhan jumlah populasi yaitu umur panjang, penurunan kematian, peningkatan
kelahiran, pengaruh budaya, imigrasi dan emigrasi. Penurunan tingkat kematian
karena kemajuan medis memungkinkan banyak penyakit yang dapat disembuhkan,
angka kematian bayi sangat rendah dan kasus kematian saat melahirkan sering
berkurang. Kenaikan tingkat kelahiran dipengaruh oleh pernikahan dini yang
meningkatkan kemungkinan memiliki anak lebih banyak. Pengaruh budaya memupuk
kepercayaan bahwa menikah pada usia tertentu atau memiliki sejumlah anak
dianggap ideal. Adapun jumlah penduduk menurut usia tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Kependudukan Kelurahan Cipageran menurut usia
4.1.3 Tingkat Pendidikan Formal dan Non-formal Penduduk
Secara umum pendidikan formal di kelurahan Cipageran yaitu sekolah dasar
sebesar 31,09 %, SMP/SLTP pun sekitar 23,74% dan SMA/SLTA sekitar 23,02%.
NoUsia
(tahun)Jumlah Penduduk
(orang)Pesentase
(%)1 0-3 3.349 8,252 4-6 2.541 6,253 7-12 4.146 10,204 13-15 1.586 3,905 16-18 1.985 4,886 >19 27.056 66,53
Jumlah 40.663 100,00
44
Selain mengikuti pendidikan formal ada juga yang mengikuti pendidikan khusus.
Pendidikan merupakan hal yang penting untuk kemajuan seseorang, dari tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi status mulai dari status sosial, status ekonomi.
Lulusan sekolah dasar biasanya memiliki kesempatan atau peluang bekerja lebih
sedikit. Yang akhirnya berpengaruh pada perekonomian keluarga (penghasilan yang
kurang terpenuhi). Adapun penggolongan jumlah penduduk menurut tingkat
pendidikan yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Keadaan penduduk menurut pendidikan
No. Tingkat pendidikanJumlah penduduk
(orang)Persentase
(%)1 Taman kanak-kanak 1.591 3,912 Sekolah Dasar 12.643 31,093 SMP/SLTP 9.652 23,744 SMA/SLTA 9.361 23,025 Akademi/D1/D3 934 2,306 Sarjana 681 1,67
Lulusan pendidikan khusus7 Pondok pesantren 1.140 2,818 Madrasah 871 2,149 Pendidikan keagamaan 192 0,4710 Sekolah luar biasa 81 0,2011 Kursus/ keterampilan 663 1,6312 Tidak mengikuti pendidikan
formal/non-formal2.854 7,02
Jumlah 40.663 100,00
4.1.4 Mata pencaharian penduduk
Penduduk kelurahan Cipageran memiliki mata pencaharian yang bervariasi
salah satunya 10,41% sebagai swasta. Pada Tabel 4. Masyarakat Cipageran
berpendidikan dikisaran lulusan sekolah dasar yang akan mempengaruhi mata
45
pencaharian. Apabila masyarakat Cipageran memiliki keinginan untuk bekerja di
perusahaan atau di kantor yang lebih besar masyarakat Cipageran harus memiliki
pendidikan yang sesuai permintaan perusahaan atau kantor tersebut, selain itu
ketertarikan masyarakat Cipageran bermata pencaharian swasta. Data mengenai mata
pencaharian penduduk kelurahan Cipageran dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Cipageran
No. Mata pencaharianJumlah(orang)
Persentase(%)
1 Pegawai negeri sipil 1.629 4,002 ABRI 382 0,943 Swasta 4.231 10,404 Wirausaha/pedagang 3.613 8,905 Tani 1.011 2,496 Pertukangan 245 0,607 Buruh tani 1.598 3,938 Pensiunan 1.059 2,609 Pemulung 3 0,0110 Jasa 271 0,6711 Tidak memiliki mata
pencaharian*26.621 65,46
Jumlah 40.663 100,00
Keterangan* : masih bersekolah atau tidak bekerja
4.2 Identitas Responden
4.2.1 Umur RespondenUmur merupakan salah satu aspek yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang dalam menerima sesuatu yang baru. Di masa produktif, secara umum
semakin bertambahnya umur maka aktivitas akan semakin meningkat yang
tergantung juga pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Kekuatan fisik seseorang untuk
46
melakukan aktivitas sangat erat dengan umur karena bila umur seseorang melewati
masa produktif, maka semakin menurun kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya
pun menurun dan pendapatan pun ikut menurun. Oleh karena itu umur dapat
menunjang produktivitas seseorang dan usaha. Umur responden dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Umur Responden
Tabel 6 menunjukan 36,67% merupakan peternak yang berumur 41-50 tahun.
Dengan umur tersebut peternak dapat melaksanakan kegiatan dengan baik. Pada
umur 21-30 tahun juga memiliki peranan dalam beternak.
Dengan ini peternak mendapatkan generasi penerus untuk beternak. Selain
memiliki generasi penerus, ketetarikan responden berusia muda untuk beternak juga
menjadi faktor pendukung. Produktivitas seseorang dalam bekerja sangat dipengaruhi
oleh umur. Umumnya seseorang yang berada pada umur produktif akan mampu
melakukan kegiatan lebih banyak daripada seseorang yang termasuk umur non
produktif. Secara umum, rata-rata umur responden di ketiga kelompok masih berada
pada kelompok usia produktif untuk bekerja. Artinya secara fisik responden masih
memiliki potensi yang besar untuk mengerjakan prosedur pemerahan dengan baik dan
benar.
No. Umur Jumlah(orang)
Persentase(%)
1 Kurang dari 20 0 0,002 21-30 6 20,003 31-40 7 23,334 41-50 11 36,675 51-60 5 16,676 Lebih dari 61 1 3,33Jumlah 30 100,00
47
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang
yang lebih dewasa lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal
ini dilihat dari pengalaman dan kematangan. Namun umur yang lebih muda akan
lebih mudah dan baik dalam pemahaman pengetahuan dan keterampilannya
dibandingkan dengan umur yang lebih tua.
Umur juga berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menerima
sesuatu yang baru. Usia muda adalah saat dimana hidup penuh dinamis, kritis dan
sealu ingin tahu hal-hal baru. Wiraatmadja (1973) dalam hal ini menyatakan bahwa
golongan pelopor umumnya berumur setengah baya (40 tahun), namun memiliki
tingkat pendidikan dan ekonomi yang baik, golongan pengetrap awal berumur 41-45
tahun, pengetrap akhir berumur 46-50 tahun dan golongan penolak lebih dari 50
tahun.
4.2.2 Tingkat Pendidikan Formal Responden
Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi penerapan prosedur pemerahan. Orang yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi diharapkan melakukan pemerahan sesuai dengan
prosedur. Tingkat pendidikan juga diperlukan untuk mendapatkan informasi. Tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan
pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan (Nursalam, 2003). Tingkat pendidikan secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Tingkat Pendidikan Formal Responden
48
No. Pendidikan Jumlah(Orang)
Persentase(%)
1 SD 27 90,002 SMP/SLTP 3 10,00
Jumlah 30 100,00
Tabel 7 menunjukkan bahwa 90% orang responden menempuh jenjang
sekolah dasar (SD) dan 10% responden (3 orang) yang menempuh jenjang sekolah
menengah pertama (SMP). Rendahnya tingkat pendidikan formal menjadi salah satu
kendala responden untuk tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Wirdahayati (2010) menyatakan bahwa peternak yang berpendidikan rendah
biasanya lebih sulit menerima inovasi baru yang berkaitan dengan usaha ternak, dan
cenderung menekuni pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang tuanya. Sementara
peternak yang memiiki pendidikan sekolah menengah pertama dapat mengelola
dengan baik peternakannya dan sudah dapat dikatakan mengikuti prosedur
pemerahan.
Tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh responden dapat
diseimbangkan dengan pendidikan non-formal. Responden dapat mengikuti
pendidikan non-formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Cimahi agar
menunjang pendidikan formal. Pendidikan non-formal meliputi penyuluhan
pemeliharaan ternak (sapi perah), penyuluhan formulasi ransum, penyuluhan
perbedaan pakan yang baik atau buruk, penyuluhan memerah sapi perah yang baik,
penyuluhan cara mengolah hasil produksi ternak. Pada tahun 2015 penyuluhan
diadakan sebulan sekali dari pemerintahan kota Cimahi.
4.2.3 Pengalaman Beternak
49
Menurut Edwina, dkk (2006) semakin lama seseorang memiliki pengalaman
beternak akan semakin mudah peternak mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dialaminya. Pengalaman beternak berkaitan dengan baik buruknya peternak dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pengalaman beternak juga merupakan
interaksi antara lama kegiatan dan tingkat keterampilan sehingga akan mempengaruhi
pengalaman dalam usaha ternak yang dilakukan. Pengalaman beternak responden
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengalaman Beternak Responden
No Lama Beternak(Tahun)
Jumlah(Orang)
Persentase(%)
1 Kurang dari 5 4 13,332 5-10 20 66,673 11-20 5 16,674 21-30 1 3,335 Lebih dari 30 0 0,00
Jumlah 30 100,00
Tabel 8 menunjukan bahwa 66,67 % responden memiliki pengalaman sekitar
5-10 tahun berarti peternak memulai beternak sekitar umur 40 tahun jika diambil dari
lama beternak yang 10 tahun dan umur peternak yang 50 tahun. Pada awalnya
50
peternak hanya mulai bertani belum beternak. Dengan harapannya semakin lama
peternak beternak sapi perah maka semakin banyak pula pengalaman yang dapat
dipelajari dan dikuasai. Pengalaman peternak beternak sapi perah menunjukan bahwa
peternak belum menguasai dan memahami pemeliharaan ternak terutama prosedur
pemerahan. Dengan semakin lama beternak seharusnya peternak memiliki penge-
tahuan dan sikap yang baik dalam pemeliharaan ternak khsususnya pada prosedur
pemerahan. Soeharsono, dkk (2010) mengatakan bahwa semakin lama pengalaman
peternak membudidayakan ternak, memungkinkan untuk lebih banyak belajar dari
pengalaman, sehingga dapat dengan mudah menerima inovasi teknologi yang
berkaitan dengan usaha ternak menuju perubahan yang baik secara individu dan
kelompok.
4.2.4. Kepemilikan Ternak
Peternak belum melakukan seleksi calon bibit. Peternak mengawinkan
ternaknya dengan cara alami atau IB, kemudian setelah pedet lahir dan disapih maka
induk atau pedet salah satunya akan dijual. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab kepemilikan ternak yang cenderung tetap. Berbagai hambatan untuk
meningkatkan populasi sapi dapat diidentifikasi yaitu bibit, pakan, penyakit dan lahan
yang sempit (Soekartawi, 2002). Jumlah kepemilikan responden dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Rekapitulasi jumlah kepemilikan ternak sapi perah responden
No Kepemilikan ternak(ekor)
Jumlah(orang)
Persentase(%)
51
1 1-3 11 36,672 4-6 15 50,003 ≥ 7 4 13,33
Jumlah 30 100,00
Tabel 9 menunjukan bahwa 50% atau 15 responden ini memiliki ternak
sekitar 4-6 ekor. Menurut responden memiliki banyak ternak juga sangat berpengaruh
pada pemeliharaannya dan jumlah pakan yang akan diberi, lahan yang tidak memadai
dengan ini kebutuhan dan pendapatan juga yang didapatkan responden tidak
seimbang kemudian ternak yang terkena penyakit dijual ke penjagalan atau dipotong.
Sedangkan menurut Soekartawi (1988) Jumlah kepemilikan ternak
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap inovasi. Peternak yang mempunyai
jumlah ternak relatif banyak akan memiliki pendapatan relatif tinggi, relatif
berpandangan positif maju dan mempunyai wawasan luas. Artinya, responden rata-
rata memiliki ternak berskala usaha sedang yang memungkinkan mendapatkan
penghasilan yang sedang pula namun tetap berpandangan postif terhadap perubahan
tetapi tidak terlalu skeptis terhadap perubahan baru yang ada disekitar.
4.3 Pengetahuan dan Sikap Peternak
4.3.1 Pengetahuan peternak tentang penerapan prosedur pemerahan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan responden di
kelurahan Cipageran dapat dilihat pada Tabel 10. Pengetahuan juga disamaartikan
dengan aspek koginitif. Aspek kognitif pada penelitian ini berupa pengetahuan
peternak dengan penerapan prosedur pemerahan yaitu pengetahuan peternak tentang
tujuan pemerahan, pengetahuan peternak tentang tahapan pemerahan, pengetahuan
52
peternak tentang sebelum pemerahan, pengetahuan peternak tentang pelaksanaan
pemerahan, pengetahuan peternak tentang setelah pemerahan,
Tabel 10. Rekapitulasi penilaian tingkat pengetahuan peternak tentang penerapanprosedur pemerahan (%).
No. Tingkat pengetahuan peternak tentangprosedur pemerahan
Tinggi(%)
Sedang(%)
Rendah(%)
1 Tujuan pemerahan 3,33 26,67 70,002 Tahapan pemerahan 10,00 53,33 36.673 Persiapan pemerahan 3,33 73,33 23,334 Pelaksanaan pemerahan 16,67 66,67 16,675 Penyelesaian pemerahan 10,00 60,00 30,00Rekapitulasi tingkat pengetahuan peternaktentang prosedur pemerahan
23,33 76,67 -
Pengetahuan peternak merupakan hasil dari tahu melalui panca indera.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, namun
dari pendidikan non-formal pun bisa mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan
peternak bisa didapat dengan 2 cara yaitu melalui cara tradisional dan modern.
Responden mendapatkan pengetahuan melalui cara tradisional berupa pengalaman
pribadi. Pengalaman pribadi responden merupakan pengalaman yang didapatkan
orang tua atau keluarga secara turun temurun. Pengetahuan juga disamaartikan
dengan aspek kognitif yaitu mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis,
mensintesiskan, mengevaluasi. Tingkat Pengetahuan peternak tentang proses
pemerahan 76,67% dikategorikan sedang. Pengetahuan tentang proses pemerahan
yang dimiliki peternak cukup sesuai, seluruh pertanyaan yang dijawab oleh peternak
dapat disampaikan walaupun rata-rata pendidikan peternak sekolah dasar dan umur
53
peternak sekitar 41-50 ini menunjukan bahwa penyuluhan yang disampaikan oleh
pemerintah kota Cimahi tersampaikan dan dapat diketahui oleh peternak.
Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat
hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang
tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi
perlu ditekankan, bahwa bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak
berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan
tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan non-formal. Pengetahuan seseorang
tentang sesuatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua
aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek
yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu
(Wawan dan Dewi, 2010)
Pengetahuan peternak tentang tujuan pemerahan 70% dikategorikan rendah
ini dikarenakan peternak melakukan pemerahan sapi perah belum bertujuan untuk
mendapatkan jumlah susu yang maksimal dari ambingnya (Williamson dkk, 1993),
mengeluarkan air susu sapi perah, menjaga kesehatan ambing, menjaga kualitas susu
ternak dan mendapatkan susu yang ASUH (Arif dkk, 2013) melainkan untuk
kebutuhan sehari-hari (ekonomi keluarga). Peternak belum mengetahui secara jelas
bahwa memerah susu sapi perah bukan hanya untuk ekonomi saja tetapi dapat
berpengaruh untuk kesehatan ternak juga. Di dalam tubuh sapi, air susu dibuat oleh
kelenjar susu di dalam ambing. Apabila air susu sapi perah tidak dikeluarkan ternak
pun menjadi sakit.
54
Pengetahuan peternak tentang tahapan pemerahan 53,33% dikategorikan
sedang, peternak sebagian besar sudah mengetahui tahapan yang dilakukan untuk
memenuhi prosedur pemerahan, yaitu persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan,
dan setelah pemerahan. Pada saat dilakukan wawancara peternak menjelaskan secara
berurutan namun dengan tidak menggunakan istilah yang ada pada kuisioner.
Peternak sudah mengetahui tahapan-tahapan yang dilakukan dan tahapan yang selalu
dilakukan adalah tahapan persiapan pemerahan. Sesuai dengan pendapat Syarief dan
Sumoprastowo (1984) bahwa pemerahan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pra
pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan.
Pengetahuan peternak tentang persiapan pemerahan dikategorikan sedang
(73,33%) ini menunjukan bahwa responden rata-rata sudah mengetahui dan memiliki
pengetahuan tentang persiapan pemerahan dilihat dari kebersihan kandangnya,
peralatan pemerahannya, kebersihan ternaknya, dan kebersihan peternaknya itu
sendiri. Dari segi kebersihan kandang responden mengetahui bahwa pentingnya
membersihkan kandang terutama lantai sebelum memerah itu dapat mencegah
penyakit namun responden masih belum mengetahui tentang peralatan yang baik dan
standar untuk wadah penampungan susu yang baik dan benar. Responden hanya
mengatakan untuk menampung susu yang terpenting semua peralatan bersih dan tidak
bocor namun berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Peternakan nomor 17
tahun 1983, selain kandang harus bersih, wadah penampungan susu harus juga
memenuhi standar seperti kedap air, terbuat dari bahan yang tidak berkarat (stainless,
alumunium), tidak mengelupas, tidak bereaksi dengan susu dan tidak mengubah
warna karena apabila wadah penampungan susu tidak memenuhi standar dapat
55
menurunkan kualitas susu dan menyebabkan tumbuhnya bakteri. Ini ditimbulkan dari
sudut-sudut bagian dalam peralatan susu yang lancip akan sulit dibersihkan dengan
sikat sehingga sisa-sisa susu dapat menempel. 10% dari responden sudah mengetahui
bahwa pentingnya memperhatikan kebersihan diri sebelum memerah itu juga dapat
mempengaruhi kesehatan ternaknya juga, apabila kuku pemerah panjang, telapak
tangan pemerah kotor ternak berpengaruh terhadap kebersihan susu dan kesehatan
ternak (dilihat dari jawaban kuisioner). Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana
(1985) yang menyatakan bahwa sebelum pemerahan dimulai sapi yang akan diperah
dibersihkan dari segala kotoran, tempat dan peralatan telah disediakan dan dalam
keadaan yang bersih.
Pengetahuan peternak tentang pelaksanaan pemerahan 66,67%
dikategorikan sedang. Ini menunjukkan bahwa sebagian responden sudah mengetahui
tujuan kebersihan ambing dan puting, peralatan untuk membersihkan ambing dan
puting, tujuan pemerahan awal, cara pemerahan awal, teknik pemerahan dan tujuan
akhir pemerahan. Namun diantara pengetahuan tersebut beberapa responden masih
kurang mengetahui mengenai pembersihan ambing dan puting dengan air hangat itu
bertujuan selain untuk ambing dan puting menjadi bersih juga untuk merangsang
pengeluaran susu, dengan mengusapkan benda hangat pada ambing akan merangsang
otak untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Cara pemerahan awal peternak tidak
mengetahui harus mengeluarkan 3-4 pancaran dari setiap puting, peternak hanya
mengetahui harus diperiksa tiap puting saja tanpa memperhatikan pancaran yang
dikeluarkan. Pada teknik pemerahan peternak tidak mengetahui bahasa asing atau
istilah dari teknik-teknik tersebut. Peternak hanya mengatakan bahwa teknik
56
pemerahan itu menggunakan seluruh jari, dijepit dengan kedua jari dan ditarik.
Pemerahan dengan seluruh tangan (whole hand), pemerahan dengan memijat puting
antara ibu jari (knevelen), pemerahan dengan menarik puting antara ibu jari dan jari
telunjuk (stripping).
Pengetahuan peternak tentang penyelesaian pemerahan 60% dikategorikan
sedang. Yang termasuk dalam pengetahuan penyelesaian pemerahan yaitu cara
penyucihamaan puting, manfaat dari penyucihamaan puting dan manfaat mencatat
produksi harian. Dengan melakukan penyucihamaan yang baik dan benar seperti
melakukan pengosongan susu pada puting, membersihkan puting dari vaselin,
melakukan dipping dan menggunakan spray dapat mencegah terjadinya mastitis,
mencegah masuknya bakteri dan hinggapan lalat. (Sudono, 1999). Dari 30 responden
hanya beberapa yang sudah mengatakan bahwa cara penyucihamaan itu harus
menggunakan spraying dan dipping agar tidak ada bakteri dan timbulnya penyakit.
Responden yang mengetahui hal tersebut merupakan responden lulusan SMP dan
responden yang selalu mengikuti penyuluhan dari pemerintah kota Cimahi.
Pencatatan produksi dikalangan peternak juga sudah diketahui agar dapat melihat
perkembangan dari ternaknya itu sendiri.
Pengetahuan responden mengenai prosedur pemerahan dilakukan menurut
kebiasaan sehari-hari tanpa adanya inovasi baru untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik. Dengan ini pengetahuan yang dimiliki oleh responden mengenai prosedur
pemerahan dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal mulai
dari umur, pendidikan dan pekerjaannya lalu faktor eksternal didapatkan dari
informasi yang disampaikan, sosial budaya dan lingkungan.
57
4.3.2 Sikap Peternak Terhadap Penerapan Prosedur Pemerahan.
Menurut Saifuddin (1988) sikap dapat dikatakan sebagai respon seseorang.
Sikap peternak terhadap prosedur pemerahan ini dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rekapitulasi penilaian sikap peternak terhadap prosedur pemerahan
No.
Sikap peternak tentang prosedur pemerahan Tinggi(%)
Sedang(%)
Rendah(%)
1 Tujuan Pemerahan 100,00 - -2 Tahapan Pemerahan 93,33 6,67 -3 Persiapan Pemerahan 96,67 3,33 -4 Pelaksanaan Pemerahan 76,67 23,33 -5 Penyelesaian Pemerahan 93,33 6,67 -
Rekapitulasi sikap peternak dengan prosedurpemerahan
100,00 - -
Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap peternak terhadap prosedur pemerahan
100% dikategorikan tinggi. Ini dikarenakan peternak memahami dengan prosedur
pemerahan yang baik, namun sikap bukan berarti tindakan yang dilakukan. Peternak
menyetujui memahami dengan tujuan pemerahan, tahapan pemerahan persiapan
pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan penyelesaian pemerahan tetapi belum tentu
peternak melakukannya. Tiga kompenen pokok pada sikap itu ada kepercayaan
(keyakinan), ide, konsep, kehidupan emosional, evaluasi terhadap suatu objek,
kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara
58
bersamaan membentuk sikap seorang peternak secara utuh (total attitude). Dalam
penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang
peranan yang penting.
Sikap juga memiliki beberapa tingkatan antara lain tingkat pertama berupa
penerimaan dengan menerima peternak memahami prosedur pemerahan dengan baik.
Tingkat kedua yaitu merespon (responding) yang artinya memberi jawaban apabila
ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan karena dengan suatu
usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari prosedur pemerahan yang dilakukan benar atau salah berarti orang
menerima ide tersebut. Tingkat ketiga yaitu menghargai (valving) yang artinya
peternak mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan tentang
prosedur pemerahan bisa dikatakan sebagai menghargai. Tingkat yang keempat yaitu
bertanggung jawab (responsible) yang artinya bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Jika diihat dari sikap peternak terhadap
prosedur pemerahan sudah mencapai 100% berarti peternak sudah mau memahami
prosedur pemerahan yang akhirnya akan menerima, merespon, menghargai dan
bertanggung jawab dengan melakukan prosedur pemerahan.
Sikap peternak terhadap tujuan pemerahan 100% dikategorikan tinggi.
Responden menunjukan sikap memahami dari tujuan pemerahan. Peternak
memahami tujuan pemerahan dengan baik. Peternak akan mendapatkan banyak
keuntungan untuk dirinya sendiri apabila peternak menjaga kesehatan ambing ternak,
memproduksi air susu sapi yang sedang laktasi dan menjaga kualitas susu sapi. Dari
sikap peternak yang memahami hal tersebut peternak akan mendapatkan harga jual
59
susu yang tinggi dan ternak harus sehat, maka dari itu peternak dapat memberikan
konsumen air susu yang aman sehat utuh dan halal. Apabila air susu yang didapatkan
dari peternak itu tidak memenuhi standar kualitas yang sesuai akan merugikan diri
peternak sendiri karena tidak mendapatkan harga yang tinggi dari koperasi atau IPS.
Selain peternak harus memahami dan menyetujui peternak juga harus menyadari
bahwa hal tersebut harus dilaksanakan.
Sikap peternak terhadap tahapan pemerahan 93,33% dikategorikan tinggi.
Responden menyetujui melakukan tahapan pemerahan secara berurutan baik dan
benar. Responden sudah mau mengerjakan prosedur pemerahan dimulai dari
persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian pemerahan. Sikap itu merupakan keadaan
dalam diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak menyertai seseorang dalam
keadaan–keadaan tertentu dalam menghadapi objek dan terbentuk berdasarkan
pengalaman-pengalaman. Peternak juga telah memahami bahwa tahapan pemerahan
harus dilaksanakan dengan benar dan secara berurutan.
Sikap peternak terhadap persiapan pemerahan 96,67% dikategorikan tinggi.
Responden memahami bahwa persiapan pemerahan dimulai dari kebersihan kandang,
peralatan pemerahan, peralatan kandang, pemerah dan lingkungan sekitarnya juga
harus mendukung. Dengan ini responden memiliki sikap menyetujui bahwa semua
persiapan pemerahan tersebut harus dilaksanakan dengan baik dan bersih. Hampir
seluruh responden memiliki rasa antusiasme dalam persiapan pemerahan. Dengan
memiliki rasa antusiasme responden akan mengerjakan seluruh persiapan pemerahan.
Berdasarkan data yang didapatkan responden kurang menyetujui dan memahami
bahwa pemerah harus memperhatikan kebersihan diri sebelum pemerahan, responden
60
mengatakan bahwa tidak harus menggunakan baju yang bersih pada saat pemerahan
asalkan ternaknya sudah bersih dan tangan pemerah pun bersih, namun jika dilihat
dari penggunaan pakaian yang terdapat kotoran pun juga dapat menimbulkan
pencemaran pada susu.
Sikap peternak terhadap pelaksanaan pemerahan 76,67% dikategorikan
tinggi. Ini menyatakan bahwa responden melakukan pelaksanaan pemerahan harus
mengikuti prosedur pemerahan yang sesuai. Dalam pelaksanaan pemerahan sikap
yang ditunjukkan oleh peternak lebih rendah dibandingkan persiapan pemerahan.
Sikap dalam pelaksanaan pemerahan yaitu sikap pembersihan puting ambing dengan
menggunakan lap bersih, air hangat mendahulukan pembersihan puting dan ambing ,
memeriksa setiap puting sebelum pemerahan, menggunakan media gelap, melakukan
pemerahan awal, menggunakan teknik, melakukan pemerahan akhir. Sikap
pelaksanaan pemerahaan yang kurang mendapatkan perhatian dari peternak antara
lain, mendahulukan pembersihan puting kemudian ambing dan menggunakan air
hangat. Responden kurang menyetujui bahwa peternak harus mendahulukan puting
kemudian ambing karena responden tidak memperhatikan hal tersebut, responden
melakukan pembersihan puting ambing secara acak keseluruhan, ini dikarenakan
responden memiliki beberapa sapi perah, jadi responden kurang memperhatikan.
Apabila responden melakukan pembersihan ambing dahulu baru puting atau secara
acak dan akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin terlalu dini. Biasanya
responden menggunakan air hangat untuk sapi yang habis melahirkan bukan untuk
sapi yang sedang laktasi.
61
Sikap peternak terhadap penyelesaian pemerahan 93,33% dikategorikan
tinggi. Dengan ini menyatakan bahwa responden menyetujui dan melakukan
penyelesaian setiap kali akan memerah. Sikap peternak terhadap penyelesaian antara
lain penyucihamaan setelah pemerahan, menyaring susu hasil pemerahan dan
mencatat hasil produksi susu harian. Dilihat dari data yang sudah diperoleh
penyaringan susu hasil pemerahan yang kurang disetujui oleh responden karena
peternak sudah menganggap bahwa susu yang diperahnya sudah bersih terlihat dari
kasat mata. Apabila bila tidak dilakukan penyaringan dapat terkontaminasi oleh bulu
bulu halus dari sapi perah itu sendiri. Responden dalam penyucihamaan sudah
menyetujui tetapi responden hanya menggunakan air seadanya. Responden
menyetujui dan memahami namun belum melakukannya.
4.4. Tindakan Peternak Terhadap Penerapan Prosedur Pemerahan
Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu
maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan bervariasi. Tindakan
peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai
berikut.
62
Tabel 12. Rekapitulasi penilaian tindakan peternak terhadap penerapan prosedurpemerahan.
No.
Tindakan peternak terhadap Tinggi(%)
Sedang(%)
Rendah(%)
1 Persiapan pemerahan 20,00 80,00 -2 Pelaksanaan pemerahan 73,33 26,67 -3 Penyelesaian pemerahan 63,33 36,67 -Rekapitulasi tindakan peternakterhadap penerapan prosedurpemerahan
13,33 86,67 -
Tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan 86,67%
dikategorikan sedang. Peternak melakukan pemerahan agar peternak dapat memenuhi
kehidupan sehari-hari. Tindakan peternak ini didapatkan dari pelatihan yang diadakan
pada tahun 2015 oleh pemerintah kota Cimahi. Peternak sudah melakukan pemerahan
dengan cukup baik namun belum mendekati sempurna yang artinya seluruh prosedur
belum dilaksanakan. Ini karena adanya beberapa faktor seperti keterbatasan materi,
sebagai kebiasaan, agar waktu cepat selesai dan lain-lain.
Tindakan peternak terhadap persiapan pemerahan 80% termasuk kategori
sedang dari persiapan pemerahan tindakan yang jarang dilakukan yaitu pemerah
dalam keadaan bersih ini merupakan salah satu faktor pendukung tumbuhnya bakteri
pemerah harus menyiapkan diri sebelum memerah karena apabila pemerah memiliki
kuku yang panjang akan melukai ambing dan puting, kebersihan telapak tangan
juga berpengaruh terhadap kebersihan dan kesehatan susu. Tangan yang kotor atau
tangan yang tidak dibersihkan akan mengandung kuman. Bakteri yang banyak
terdapat dalam tangan yang tidak dibersihkan yaitu Staphylococcus aureus. Seluruh
responden melakukan pembersihan sapi yang kotor dengan cara dimandikan,
63
seharusnya sapi yang akan diperah lebih baik tidak dimandikan atau dimandikan
setelah pemerahan. Jika ternak hendak diperah dan kondisinya kotor, ternak tersebut
dapat dimandikan dengan syarat : hanya membersihkan bagian yang kotor saja dan
ambing tidak ikut dibersihkan kecuali kondisi sangat kotor.
Tindakan peternak terhadap pelaksanaan pemerahan 73,33% termasuk
kategori tinggi dengan arti peternak sudah banyak melakukan pelaksaanan pemerahan
sesuai dengan pedoman prosedur pemerahan, namun pada penggunaan teknik full
hand pada pemerahan merupakan tindakan yang jarang dilakukan dikarenakan
responden merasa lelah apabila menggunakan teknik full hand, waktu yang ditempuh
untuk pemerahan lama sedangkan menurut pendapat Arif dkk (2013) menggunakan
teknik full hand memiliki keuntungan seperti puting tidak menjadi panjang puting
tidak mudah lecet, dapat memproduksi susu lebih banyak, tidak perlu menggunakan
vaselin sehingga puting lebih mudah disucihamakan dengan desinfektan, dan dapat
terhindar dari penularan penyakit. Puting dahulu baru ambing juga jarang dilakukan
oleh peternak. Peternak mengetahui bahwa harus mendahulukan puting namun tidak
dilakukan pada saat pelaksanaan pemerahannya. Lama pemerahan juga sangat jarang
diperhatikan oleh responden. Responden menghabiskan waktu 10-15 menit untuk
memerah sapi perah.
Tindakan peternak terhadap penyelesiaan pemerahan 63,33% termasuk
kategori tinggi. Pada tindakan penyelesaian ini pendinginan susu hasil pemerahan
juga jarang dilakukan karena susu hasil pemerahan ini langsung disetorkan pada
mobil dari penampung. Responden menunggu mobil pengangkut susu di ruang
terbuka atau di depan rumah masing-masing, tidak menutup wadah penampung susu
64
dan tidak juga mendinginkan susu hasil perahannya. Ini akan memberikan peluang
kepada mikroba untuk berkembang biak dan susu akan menjadi cepat rusak. Strategi
untuk menghadapi kendala ini susu bisa didinginkan dalam waktu 2 jam dengan suhu
susu segar harus mencapai 2-4 derajat celcius, mempersingkat waktu tempuh dengan
ini waktu pemerahan dan pengumpulan harus singkat maksimum 30 menit, dan
menghindari semaksimal mungkin mengangkut susu segar yang belum didinginkan
(susu panas).
Idealnya prosedur pemerahan dilaksanakan sesuai dengan tahapan secara
berurutan yang terdiri dari tiga tahapan yaitu persiapan pemerahan, pelaksanaan
pemerahan dan penyelesaian pemerahan. Pada Tabel 13. Tindakan prosedur
pemerahan yang harus dilaksanakan dan rekapitulasi tindakan prosedur pemerahan
yang dilakukan oleh responden.
Tabel 13. Tindakan peternak terhadap prosedur pemerahan yang harus dilaksanakandan rekapitulasi tindakan peternak terhadap prosedur pemerahan yangdilakukan oleh responden.
No Tindakan Peternak terhadapProsedur Pemerahan yang harusdilaksanakan
Rekapitulasi Tindakan Peternak terhadapProsedur pemerahan yang dilakukanresponden (30 orang responden)
Persiapan Pemerahan Persiapan Pemerahan1. Peternak membersihkan
kandang.Responden 100% sudah melakukanpembersihan kandang, penyiapanperalatan dan pembersihan sapi yangkotor dengan ini responden sudahmengetahui, memahami dan melakukanprosedur pemerahan.
2. Peternak menyiapkan peralatanpemerahan yang sudah bersih
3. Peternak membersihkan sapiyang kotor
65
4. Pemerah dalam keadaan bersih 80% responden sudah memerah dalamkeadaan bersih dan 20% respondenmenganggap bahwa menggunakan bajuseadanya (baju yang habis dipakaibertani) tidak akan mempengaruhipemerahan
Pelaksanaan Pemerahan Pelaksanaan Pemerahan5. Peternak membersihkan ambing
dan puting dengan satu lap satusapi
53,33% responden membersihkanambing dan puting dengan menggunakansatu lap satu sapi dan 46,67% tidakmenggunakan satu lap satu sapidikarenakan menurut responden agarlebih cepat
6. Peternak membersihkan ambingdan puting menggunakan airhangat.
40% responden menggunakan air hangatsaat pelaksanaan pembersihan ambingdan puting dan 60% tidak melakukanpembersihan ambing dan putingmenggunakan air hangat secara rutinhanya pada saat sapi perah setelahmelahirkan agar merangsang pengeluaranair susu untuk pedet dan menghemat air.
7. Peternak mendahulukan putingdahulu baru ambing
36,67% responden mendahulukan putingdahulu baru ambing dan 63,33%melakukan secara acak
8. Peternak memeriksa susu daritiap puting
96,67% responden melakukanpemeriksaan tiap puting 1-3 pancaransaja.
9. Peternak menggunakan mediagelap untuk memeriksa kondisisusu sebelum perahan
100% responden melakukan pemeriksaanmenggunakan media gelap ke lantai atauke dalam ember lalu dibuang. Namunresponden jarang yang memeriksa kebagian tangan.
10. Peternak menggunakan metodewhole / fullhand
Hanya 3,33% responden menggunakanmetode wholelhand dan 96,67%responden menggunakan metodestripping hand, ini dikarenakanmenggunakan metode wholehandresponden merasa mudah pegal danbelum terbiasa
66
11. Peternak tidak menggunakanvaselin
6,67% responden tidak menggunakanvaselin. Yang digunakan adalah mentegasebagai pengganti vaselin dan 93,33%menggunakan vaselin karenamenggunakan stripping method agartidak panas saat pemerahan
12. Peternak menggunakan emberkhusus untuk pemerahan
10% responden sudah menggunakanember khusus saat pemerahan dansisanya tidak menggunakan emberkhusus menggunakan ember seadanya
13. Peternak mendahulukan ambingyang sehat
100% responden sudah melaksanakanmendahulukan ambing yang sehat karenabiasanya peternak mendiamkan ambingyang sakit terlebih dahulu.
14. Peternak memerah sapi sakitpada akhir pemerahan
90% responden sudah memerah sapiyang sakit pada akhir pemerahan karenaresponden sudah mengetahui bahwa akanterjadi pencemaran untuk susu yang lainapabila susu yang sakit diperah pertama.
15. Peternak memerah dalam waktu7 menit
26,67% responden sudah memerah dalamwaktu 7 menit. Dan 73,33% memerahsekitar 10-15 menit sampai benar-benaroptimal.
16. Peternak tidak memberi pakanselama pemerahan
76,67% responden tidak memberikanpakan pada saat pemerahan, pakandiberikan sebelum dan sesudahpemerahan lalu 23,33% respondenmemberikan pakan pada saat pemerahan.
17. Peternak tidak melakukankegiatan lain di kandang selainpemerahan
100% responden tidak ada yangmelakukan kegiatan lain selainpemerahan karena peternak mengurussapi perah sendiri jadi dilakukan secaraberurutan.
18. Peternak menghabiskan susudari setiap ambing dan putingyang diperah
100% responden menghabiskan susu darisetiap puting yang telah diperah dengancara mengurut dari ambing dan mengurutputingnya saja
19. Peternak memisahkan susuhasil pemerahan sapi yangsedang diobati dengan
100% responden memisahkan susu hasilpemerahan sapi perah dan ikut disetorkanjuga.
67
antibiotik.Penyelesian Pemerahan Penyelesaian Pemerahan
20. Peternak memberikandesinfektan pada setiap puting
6,67% responden sudah memberikandesinfektan untuk setiap puting yaitumenggunakan dipping dan 93,33% hanyamengusap menggunakan air bersih saja.
21. Peternak mencatat produksisusu tiap sapi.
43,33% responden sudah ada yangmencatat produksi susu tiap sapi,responden melakukan pencatatanproduksi susu pagi dan sore.
22. Peternak menyaring susu hasilpemerahan.
33,33% responden sudah melakukanpenyaringan dengan berbagai kain sepertikain kasa, kain kerudung, kain kaos yangtipis, kain lap.
23. Peternak mendinginkan susuhasil pemerahan
Tidak ada responden yang melakukanpendinginan susu karena respondenlangsung membawa susu hasilpemerahan ke mobil pengangkut susu.
24. Peternak membawa susu keTPK dengan milkcan stainlessatau alumunium tertutup
43,33% responden sudah membawa susumenggunakan milkcan ke mobilpengangkut bukan ke TPK. Respondenmemiliki milkcan adanya bantuan daripemerintahan untuk setiap kelompok dansisanya masih mengadakan arisan untukmendapatkan milkcan tersebut.Responden membawa susu menggunakanember yang telah digunakan pada saatpemerahan.
25. Peternak mencuci peralatanyang sudah digunakan
70% responden sudah mencuci peralatannamun tidak menggunakan desinfektanmelainkan menggunakan sabun ekonomiatau sunlight saja
Dari 25 tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan, tingkat
penerapan prosedur pemerahan 86,67% dikategorikan sedang dengan ini tindakan
yang dilakukan oleh responden cukup sesuai mengikuti prosedur pemerahan. Dari 25
tindakan yang jarang dilakukan oleh peternak antara lain menggunakan metode full
68
hhand, tidak menggunakan vaseline, menggunakan ember khusus untuk pemerahan,
lama pemerahan selama 7 menit, memberikan desinfektan pada tiap puting, mencatat
produksi susu, menyaring susu dan mendinginkan susu.
4.5. Rekapitulasi Tingkat Pengetahuan (Kognisi), Sikap (Afeksi) dan PenerapanProsedur pemerahan (Psikomotorik).
Rekapitulasi penilaian dari masing-masing aspek yaitu tingkat pengetahuan
peternak (kognisi), sikap peternak (afeksi) dan penerapan prosedur pemerahan
(psikomotorik). Dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rekapitulasi penilaian pada masing-masing aspek (tingkat pengetahuanpeternak, sikap peternak sapi perah dan penerapan prosedur pemerahan).
No. Rekapitulasi penilaian masing-masing aspek.
Tinggi(%)
Sedang(%)
Rendah(%)
1 Rekapitulasi nilai tingkatpengetahuan peternak sapi perah(Kognisi)
23,33 76,67 -
2 Rekapitulasi nilai tingkat sikappeternak sapi perah (Afeksi)
100 - -
3 Rekapitulasi nilai tingkatpenerapan prosedur pemerahan.(Psikomotorik)
13,33 86,67
69
Dari hasil rekapitulasi masing-masing aspek menunjukkan hasil yang jelas
bahwa pengetahuan termasuk kategori sedang, sikap termasuk kategori tinggi dan
penerapan termasuk kategori sedang. Aspek pengetahuan ini memiliki nilai persentasi
yang paling rendah dibandingkan dengan yang lain. Nilai ini dapat diartikan bahwa
peternak sudah harus memiliki pengetahuan tentang prosedur pemerahan karena
sudah didapatkan dari penyuluhan walaupun nilai pengetahuan paling rendah diantara
ketiganya tetapi peternak sudah memahami bahwa pentingnya mengikuti prosedur
pemerahan akan berpengaruh terhadap kualitas susu ternak tersebut.
4.6. Rekapitulasi penilaian tingkat pengetahuan dan sikap peternak denganpenerapan prosedur pemerahan.
Tingkat pengetahuan dan sikap peternak merupakan variabel bebas dari
penelitian ini dan variabel terikat yaitu penerapan prosedur pemerahan (tindakan).
Dari tingkat pengetahuan dan sikap peternak terhadap prosedur pemerahan ini
76,67% dikategorikan tinggi, artinya responden sudah mengetahui dan memahami
tentang tujuan pemerahan, tahapan pemerahan, persiapan pemerahan, pelaksanaan
pemerahan, dan penyelesaian pemerahan. Responden sudah memiliki banyak
pengetahuan dikarenakan banyaknya informasi yang disampaikan mulai dari
pemerintahan kota, penyuluhan-penyuluhan, bahkan pada zaman ini sudah dapat
dikatakan mudah mendapatkan pengetahuan melalui media massa dan sikap juga
merupakan kesiapan untuk beraksi dari pengetahuan yang diperoleh dari
lingkungannya.
Tabel 15. Rekapitulasi penilaian tingkat pengetahuan dan sikap peternak sapi perahdengan penerapan prosedur pemerahan.
70
No. Rekapitulasi penilaian Tinggi(%)
Sedang(%)
Rendah(%)
1 Tingkat pengetahuan dan sikappeternak terhadap prosedurpemerahan (variabel bebas)
76,67 23,33 -
2 Tingkat penerapan prosedurpemerahan (variabel terikat)
13,33 86,67
Penerapan merupakan sebuah tindakan mempraktikkan hasil dari yang
diketahui untuk suatu kegunaan atau tujuan khusus. Namun pada tindakan penerapan
prosedur pemerahan mendapatkan persentase 86,67% yang dikategorikan sedang,
artinya responden tidak menerapkan 11 dari 25 prosedur pemerahan yaitu
pendinginan susu, penggunaan metode fullhand/ wholehand, tidak menggunakan
vaselin, pemberian desinfektan pada puting, penggunaan ember khusus pemerahan,
pemerahan dalam waktu 7 menit, penyarngan susu hasil pemerahan, pendahuluan
puting kemudian ambing, pembersihan ambing dan puting dengan air hangat,
pengangkutan susu dengan milkcan/alumunium tertutup dan pencatatan produksi susu
harian.
Seharusnya penerapan responden pada prosedur pemerahan itu dikategorikan
tinggi sama dengan pengetahuan dan sikap peternak yang dikategorikan tinggi juga.
Adanya faktor yang menjadikan tindakan responden pada prosedur pemerahan tidak
sama dengan pengetahuan dan sikap responden pada prosedur pemerahan yaitu
lingkungan sekitar, ketersediaan bahan-bahannya, waktu, tenaga kerja, biaya dan
kebutuhan untuk mencukupi sehari-hari pun harus dijalani yang mengakibatkan
tingkat penerapannya pun sedang.
4.7. Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap peternak denganpenerapan prosedur pemerahan.
71
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan korelasi rank Spearman (rs)
hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur
pemerahan menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,348. Menguji signifikan rs
dapat diketahui thitung yang didapat sebesar 1,965 dari ttabel diperoleh data bahwa untuk
N = 28 (df= N-2= 30-2= 28) pada taraf nyata 5% diperoleh nilai ttabel adalah 2,048
sehingga terlihat thitung < ttabel hal ini berarti Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang cukup berarti antara tingkat pengetahuan, sikap
peternak dengan penerapan prosedur pemerahan. Berdasarkan aturan Guilford (1998)
hubungan kedua variabel dengan rs = 0,348 berada pada kisaran 0,20 ≤ rs 0,40 yang
artinya hubungan kedua variabel tersebut dikategorikan lemah.
Hubungan antara pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur
pemerahan hanya 34,8% dari kedua variabel tersebut. Ini disebabkan oleh responden
banyak yang mengetahui pengetahuan kemudian responden menyetujui sikap yang
dilakukan namun dalam tindakan responden belum mampu memenuhinya
dikarenakan responden melihat dari kondisi yang ada disekitar dan kebutuhan dari
responden. Dengan ini faktor eksternal yang merupakan pengalaman pribadi,
infomasi, dan sosial budaya (kebiasaan) juga dapat mempengaruhi, dan 65,2%
merupakan faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti.