bab-iii-perio-ske-1

63
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pemeriksaan Periodonsium 3.1.1 Jaringan Periodontal Periodonsium mempunyai empat komponen yang terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan sementum. Pengetahuan tentang jaringan periodontal dalam keadaan sehat penting untuk mengenal perjalanan penyakit ini (Hamzah, 2001). A. Gingiva Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar. Merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi, periodonsium, dan dengan membentuk hubungan dengan gigi, gingiva berfungsi melindungi jaringan di bawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Gingiva tergantung pada gigi geligi, bila ada gigi yang dicabut gingiva akan hilang (Hamzah, 2001). Gingiva yang hilang berwarna merah muda, tepinya seperti pisau dan scallop agar sesuai dengan kontur gigi geligi. Warnanya dapat bervariasi tergantung pada jumlah pigmen melanin pada epitelium, derajat keratinisasi epitelium dan vaskularisasi dan sifat fibrosa dari jaringan ikat di bawahnya (Hamzah, 2001). B. Ligamen Periodontal 5

Upload: premaysari

Post on 05-Feb-2016

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

BAB-III-perio-ske-1

TRANSCRIPT

Page 1: BAB-III-perio-ske-1

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pemeriksaan Periodonsium

3.1.1 Jaringan Periodontal

Periodonsium mempunyai empat komponen yang terdiri dari gingiva,

tulang alveolar, ligamen periodontal, dan sementum. Pengetahuan tentang

jaringan periodontal dalam keadaan sehat penting untuk mengenal perjalanan

penyakit ini (Hamzah, 2001).

A. Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan

menutupi lingir (ridge) alveolar. Merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi,

periodonsium, dan dengan membentuk hubungan dengan gigi, gingiva berfungsi

melindungi jaringan di bawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan

rongga mulut. Gingiva tergantung pada gigi geligi, bila ada gigi yang dicabut

gingiva akan hilang (Hamzah, 2001).

Gingiva yang hilang berwarna merah muda, tepinya seperti pisau dan

scallop agar sesuai dengan kontur gigi geligi. Warnanya dapat bervariasi

tergantung pada jumlah pigmen melanin pada epitelium, derajat keratinisasi

epitelium dan vaskularisasi dan sifat fibrosa dari jaringan ikat di bawahnya

(Hamzah, 2001).

B. Ligamen Periodontal

Ligamen adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang.

Akar gigi berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur

jaringan ikat yang dapat dianggap sebagai ligamen. Ligamen periodontal tidak

hanya menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada

soketnya dan menyerap beban yang mengenai gigi. Beban selama mastikasi,

menelan dan berbicara sangat besar variasinya, juga frekuensi, durasi dan arahnya.

Struktur ligamen biasanya menyerap baban tersebut secara efektif dan

meneruskannya ke tulang pendukung (Hamzah, 2001).

5

Page 2: BAB-III-perio-ske-1

6

Ligamen terdiri dari serabut jaringan ikat yang tersusun dengan teratur

pada matriks substansi dasar yang dilewati pembuluh darah dan saraf. Bundel

serabut yang berinsersio pada salah satu ujungnya di sementum dan ujung lainnya

pada dinding soket sebagai serabut Sharpey, biasanya diidentifikasikan

perkelompok, sesuai dengan orientasi dominannya (Hamzah, 2001).

Tekanan aksial dapat diserap dengan sangat mudah. Pada saat ada beban,

serabut utama yang seperti gelombang akan memanjang dan gigi tertekan dalam

soketnya. Tekanan lateral dan rotasional kurang mudah diabsorpsi. Pada sisi

tegangan serabut akan memanjang pada sisi tekanan serabut akan tertakan.

Tekanan yang lebih besar akan menyebabkan terjadinya resorpsi sedang tegangan

yang lebih lagi menyebabkan deposisi tulang (Hamzah, 2001).

C. Sementum

Sementum adalah jaringan ikat kalsifikasi yang menyelubungi dentin akar

dan tempat berinsersinya bundel serabut kolagen. Sementum dapat dianggap

sebagai tulang perlekatan dan merupakan satu-satunya jaringan gigi khusus dari

jaringan periodontal. Hubungannya dengan tepi email bervariasi, dapat terletak

atau bersitumpang dengan email tetapi dapat juga terpisah dari email oleh adanya

sepotong kecil dentin yang terbuka. Ketebalan sementum bervariasi, pada daerah

sepertiga koronal hanya 16-60µm dan sepertiga apikal 200 µm (Hamzah, 2001).

Seperti jaringan kalsifikasi lainnya, tulang dan dentin, sementum terdiri

dari serabut kolagen yang tersusun di dalam matriks organik yang terkalsifikasi.

Kandungan organiknya, yaitu hidroksiapatit, lebih kecil dari tulang, misalnya

hanya sekitar 45% (tulang 65%, dentin 70%, email 97%) (Hamzah, 2001).

Ada dua tipe sementum; selular dan aselular. Sementum selular

mengandung sementosit pada lakunan seperti osteosit pada tulang, dan saling

berhubungan satu sama lain melalui anyaman kanalikuli. Sementum aselular

membentuk lapisan permukaan yang tipis, sering terbatas hanya pada bagian

servikal akar. Tidak mengandung sementosit di dalam substansinya, tetapi

sementoblas terletak di permukaan (Hamzah, 2001).

Page 3: BAB-III-perio-ske-1

7

D. Tulang Alveolar

Prosesus alveolaris adalah bagian tulang rahang yang menopang gigi-

geligi. Prosesus ini sebagian bergantung pada gigi dan setelah tanggalnya ggigi

akan terjadi resorpsi tulang. Prosesus alveolaris tidak terlihat pada keadaan

anodonsia. Tulang dari prosesus alveolaris tidak berbeda dengan tulang pada

bagian tubuh lainnya. Serabut kolagen dari ligamen periodontal berinsersi pada

dinding soket, disebut bundel tulang. Serabut ligamen periodontal yang tertanam

pada tulang disebut serabut Sharpey (Hamzah, 2001).

Seperti tulang lainnya, tulang alveolar terus menerus mengalami

remodeling sebagai respons terhadap stres mekanis dan kebutuhan metabolisme

terhadap ion fosfor dan kalsium. Pada keadaan sehat, remodeling prosesus

berfungsi untuk mempertahankan volume keseluruhan dari tulang dan anatomi

keseluruhan relatif stabil (Hamzah, 2001).

3.1.2 Pemeriksaan

Pemeriksaan periodonsium harus sistematik, dimulai dari regio molar baik

pada maksilla maupun mandibula kemudian diteruskan ke seluruh rahang

(Manson, 1993).

Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:

1. Pemeriksaan plak dan kalkulus

Banyak metode yang digunakan untuk memeriksa plak dan kalkulus.

Kalkulus dan plak supragingival dapat dideteksi menggunakan probe (Manson,

1993).

2. Gingiva

Pemeriksaan gingiva dapat dilakukan secara visual dan juga menggunakan

alat ataupun secara palpasi untuk medeteksi kelainan patologis, lokasi serta ada

atau tidaknya pus. Gambaran gingiva meliputi kontur, konsistensi, ukuran, warna,

posisi, pendarahan, struktur permukaan serta rasa sakit (Manson, 1993).

3. Poket periodontal

Pemeriksaan poket ini meliputi kedalaman poket serta tipe poket

(Infraboni atau supraboni). Mendeteksi adanya poket dapat dilakukan dengan

menggunakan probe, poket tidak dapat dideteksi menggunakan foto Rontgen.

Page 4: BAB-III-perio-ske-1

8

Kedalaman poket dibagi menjadi dua yaitu kedalaman poket biologi adalah jarak

antara gingival margin dengan dasar poket, kedalaman probe adalah jarak dari

instrumen probe berpenetrasi kedalam poket (Manson, 1993).

4. Penentuan aktivitas penyakit,

Penentuan dari kedalaman poket atau attcahment levels tidak dapat

memberikan informasi bahwa lesi tersebut aktif ataupun sedang tidak aktif.

Sekarang ini tidak ada metode yang benar-benar mengetahui bahwa lesi tersebut

aktif ataupun tidak. Pada lesi yang tidak aktif akan menunjukan sedikit atau tidak

ada pendarahan saat dilakukan probing dan sedikit jumlah dari cairan gingiva,

bakteri flora, dapat dilihat dark-field mikroskopi, terdiri dari banyaknya sel-sel

cocoid. Lesi yang aktif akan mengeluarkan banyak darah saat dilakukan probing

dan banyak mengeluarkan cairan gingival dan exudate, banyak terdapat

spirochaeta dan bakteri motil. Pada pasien dengan penyakit periodontitis agresif

yang cepat atupun tidak,dapat menunjukan banyak perbedaan saat dilakukan

probing. Penentuan aktivitas penyakit secara seksama merupakan pengaruh

langsung dari diagnosis, prognosis dan terapinya. Hasil dari terapi dapat berubah,

tergantung dari keparahan lesi/luka periodontal (Manson, 1993).

5. Jumlah Gingiva Cekat

Penentuan jumlah gingiva cekat sangat penting untuk menentukan adanya

hubungan antara dasar poket dengan batas mukogingival. Lebar dari gingival

cekat adalah jarak diantara mukogingival junction dan proyeksi dari bagian luar

permukaan dari dasar sulkus gingiva dari poket periodontal. Metode lain yang

digunakan adalah menentukan jumlah dari attached gingival mendorong

memasukan berdekatan mukosa koronal dengan instrumen tumpul ataur warnai

mukosa dengan larutan Schiller’s potassium iodide, yang mana berupa noda pada

keratin (Manson, 1993).

6. Alveolar Bone Loss

Alveolar bone loss atau kehilangan tulang alveolar dapat diketahui

pemeriksaan klinis dan radiografi. Probing dapat membantu mengetahui tinggi

dan bentuk fasial dan lingual tulang yang diketahui dari pemeriksaan radiografi

dan bentuk dari kehilangan tulang daerah interdental. Probing trasngingival dapat

digunakan setelah dilakukan anestesi pada daerah yang akan dilakukan probing,

Page 5: BAB-III-perio-ske-1

9

metode ini sangat akurat untuk mengevaluasi dan memberikan informasi dari

bentuk kehilangan tulang (Manson, 1993).

7. Palpasi

Palpasi bagian dari prosedur diagnosis yang mencakup pemeriksaan

bagian tubuh tertentu dengan menggunakan tangan atau ujung jari . Palpasi pada

mukosa oral dibagian lateral dan apikal daerah sekitar akar gigi dapat menetukan

letak rasa sakit yang pasien rasakan. Infeksi yang dalam pada jaringan periodontal

dan merupakan awal dari terjadinya abses periodontal dapat di deteksi dengan

cara palpasi (Manson, 1993).

8. Supurasi

Supurasi adalah pembentukan pus akibat dari adanya peradangan.

Beberapa studi mengatakan bahwa adanya hubungan antara supurasi dengan

penyakit periodontitis tetapi persentasinya sangat rendah(3% sampai 5%)

(Manson, 1993).

9. Abses peridontal

Abses periodontal terjadi secara lokalisata serta terdapat akumulasi pus

didalamnya, abses ini dapat terjadi secara akut atau kronis (Manson, 1993).

3.2 Etiologi Penyakit Periodontal

3.2.1 Faktor Lokal (Ekstrinsik)

Faktor lokal (ekstrinsik) merupakan penyebab yang berada pada

lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik (intrinsik), dihubungkan

dengan metabolisme dan kesehatan umum.

1. Plak bakteri

Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang

melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva

2. Kalkulus

Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang

mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah.

Page 6: BAB-III-perio-ske-1

10

3. Impaksi makanan

Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan) merupakan

keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal

4. Pernafasan mulut

Pasien penderita pilek dan pada beberapa anak yang gigi depan atas

protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup bibir

5. Sifat fisik makanan

6. Iatrogenik Dentistry

Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan

dokter gigi yang tidak hati-hati

7. Trauma dari oklusi

Tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik

oklusi (Hamzah, 2001).

3.2.2 Faktor Sistemik

Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat

diperberat oleh keadaan sistemik . Faktor-faktor sistemik meliputi :

1. Demam Tinggi

Hal ini disebabkan anak yang sakit tidak dapat melakukan pembersihan

mulutnya secara optimal dan makanan yang diberikan biasanya berbentuk

cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul

2. Vitamin C

Sangat berpengaruh pada jaringan periodontal, karena fungsinya dalam

pembentukan serat jaringan ikat.

3. Drugs atau obat-obatan

Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada

anak-anak penderita epilepsi.

Page 7: BAB-III-perio-ske-1

11

4. Hormonal

Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan

hormon estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat memperhebat

inflamasi margin gingiva (Hamzah, 2001).

3.3 Klasifikasi Penyakit Periodontal

3.3.1 Klasifikasi Gingivitis

1. Chronic marginal gingivitis

a. Klinis : keradangan kronis, perubahan warna gingiva, pembengkakan

b. Etiologi : Faktor lokal ( plak), pertumbuhan gigi tidak menyebabkan

gingivitis, tetapi keradangan disebabkan akumulasi bakteri plak.

c. Insiden meningkat : anak dgn over bite & overjet yg besar, gangguan

pernafasan, & kebiasaan bernafas dgn mulut (Hamzah, 2001).

2. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)

a. Suatu keradangan gingiva yang destruktif dengan tanda-tanda atau gejala

spesifik

b. Serangan tiba-tiba

c. Penyerta pada: penyakit debiliting; infeksi saluran pernapasan; perubahan

kebiasaan hidup; kerja tanpa istirahat; stress psikologis (Hamzah, 2001).

d. Klinis:

1. lesi yang khas: lekukan berlubang seperti kawah pada crest gingival

2. Tertutup pseudomembran-> berwarna keabu-abuan, beberapa kasus

tidak dilapisi pseudomembrane, tetapu gingival margin kemerahan,

mengkilap, dan haemorrhagic

3. Foeter, saliva meningkat, perdarahan spontan dan banyak

Page 8: BAB-III-perio-ske-1

12

4. ANUG dpt terjadi bersama-sama dgn gingivitis khronis atau poket

periodontal

5. Lesi sangat sensitive terhadap sentuhan, rasa sakit terus menerus dan

menyebar (Hamzah, 2001).

e. Etiologi:

1. Bisa terjadi pada mulut yang bebas dari penyakit

2. Belum diketahui dengan pasti, diduga oleh bakteri spesifik

3. Predisposisi local;

a) Gingivitis dan pocket periodontal yg terjadi sebelumnya

b) Injury pada gingiva dg atau tanpa trauma oklusi

c) Perokok: flap perikoronal

d) Faktor sistemik: defisiensi nutrisi

e) Penyakit debiting, antara lain: TBC, sifilis

f) Psikomotorik (Hamzah, 2001).

3. Allergy gingivitis, disebabkan berbagai alergi.

4. Berbagai dermatosis yang menyerang gingival antara lain Linchen planus,

pemphigus, Erythema Multiformis, dll.

5. Karena adanya gangguan sistemik antara lain kehamilan, pubertas dan

defisiensi vitamin C.

6. Gingival Enlargement.

7. Berbagai tumor jinak dan ganas pada gingival (Hamzah, 2001).

3.3.2 Klasifikasi Periodontitis

1. Periodontitis

a. Bentuk umum dari penyakit periodontal

b. Kelanjutan dari proses keradangan pada gingiva (gingivitis)

Page 9: BAB-III-perio-ske-1

13

c. Bentuk khas terdapat resorbsi tulang angular (angular bone loss) pada M1

dan I dan dapat terjadi pada dewasa muda.

d. Periodontitis dibagi

1. Berdasarkan lamanya perjalanan penyakit: Slowly progressive dan

Rapidly progressive

2. Berdasarkan usia terkenanya: Adult onset periodontitis dan early onset

periodontitis (Hamzah, 2001).

2. Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP)

a. Biasanya oleh karena ANUG yang berulang

b. Terdapat crater tulang interdental yang dalam. Biasanya terlokalisasi tapi

dapat menyeluruh.

c. Terlihat pada penderita AIDS (Hamzah, 2001).

3. Refractory Periodontitis

a. Penyakit yang berulang meskipun telah dirawat

b. Respon terhadap perawatan tidak bagus

c. Refractory kambuhan (side)-> hanya sebagian yang mengalami

periodontitis, bisa disebabkan oleh maloklusi

d. Refractory case -> terjadi pada seluruh rahang (Hamzah, 2001).

4. Trauma Oklusi

a. Dapat terjadi tanpa diawali keradangan

b. Bila proses patologis maka 2 gambaran klinis yang penting yaitu

peningkatan kegoyangan gigi dan periodontal yang melebar, kadang-

kadang pada daerah akar gingiva

c. Mungkin adaptasi fungsional

Page 10: BAB-III-perio-ske-1

14

d. Tidak menimbulkan keradangan pada gingiva atau pembentukan poket

(Hamzah, 2001).

5. Atrophi Periodontal

a. Pengurangan ukuran jaringan lunak, organ atau elemen setelah mencapai

ukuran normal

b. Penurunan ketinggian periodonsium dan tulang akibat resesi gingiva bisa

karena keradangan (patologis) maupun tidak (faktor usia)

c. Dapat terjadi oleh karena trauma yang berulang

d. Bila seiring dengan peningkatan umur-> Physiologic Atrophy atau Senile

Atrophy (Hamzah, 2001).

3.4 Patologi Penyakit Periodontal

3.4.1 Patologi Gingivitis

Karena plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio interdental

yang terlindungi, inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla

interdental dan menyebar dari daerah ke sekitar leher gigi.

Histopatologi dari gingivitis kronis dijabarkan dalam beberapa tahapan.

Lesi awal timbul 2-4 hari diikuti gingivitis tahap awal, dalam waktu 2-3 minggu

akan menjadi gingivitis yang cukup parah.

1. Lesi awal

• Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva

yang kecil di sebelah apikal dari epitelium junctional. Pembuluh ini

mulai bocor dan kolagen perivaskular mulai menghilang,

digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma, dan limfosit

T cairan jaringan dan protein serum.

2. Gingivitis tahap awal

a. Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap

awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan

gingiva dan migrasi Polymorphonuclear Neutrophils (PMN).

Page 11: BAB-III-perio-ske-1

15

Perubahan yang terjadi baik pada epithelium jungsional

maupun pada epitelium krevikular merupakan tanda dari

pemisahan sel dan beberapa proliferase dari sel basal.

3. Gingivitis tahap lanjut

a. Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih

parah. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada

tahap ini sel-sel plasma terlihat mendominasi. Limfosit masih

tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel

mast juga dapat ditemukan. Gingiva sekarang berwarna merah,

bengkak, dan mudah berdarah (John, 2006).

3.4.2 Patologi Periodontitis

(Winn dkk, 2006) menyatakan bahwa proses utama yang

menyebabkan hilangnya perlekatan dan pembentukan poket :

Plak subgingiva yang meluas ke arah apical menyebabkan junctional

epithelium terpisah dari permukaan gigi.

Respon jaringan inflamasi epithelium poket berakibat pada destruksi dari

jaringan ikat gingiva, mebran periodontal dan tulang alveolar.

Proliferasi di apical dari junctional epithelium menyebabkan migrasi dari

perlekatan epithelium.

Tingkat kerusakan jaringan tidak bersifat konstan, tetapi episodic,

sejumlah tipe penyakit dapat terjadi, mulai dari kerusakan slowly

progressive hingga aktivitas episodic yang berkembang cepat.

Menurut (Ireland, 2006) ada lima tahapan yang diketahui pada

perkembangan penyakit periodontal, yaitu :

Pristine gingiva (hanya ditemukan pada hewan percobaan) yang memiliki

lapisan epithelium yang intak dan melapisi gingiva crevice serta tidak

terdapat sel inflamasi dalam jaringan ikat. Terdapat perpindahan yang

kontinyu dari leukosit neutrofil ke bagian korona dari junctional

epithelium dan gingiva crevice.

Page 12: BAB-III-perio-ske-1

16

Gingiva sehat yang normal memiliki sejumlah sel inflamasi dalam

junctional epithelium dan jaringan ikat. Meskipun gingivitis pada tahap ini

tidak dapat dideteksi secara klinis, perubahan inflamasi dapat dideteksi

secara mikroskopik.

Gambar 6. Gingiva yang normal

Early gingivitis nampak setelah 10-20 hari setelah akumulasi plak.

Terdapat peningkatan sel inflamasi di dalam jaringan dan meningkatnya

migrasi neutrofil ke dalam gingiva crevice. Epithelium gingiva menjadi

lebih tebal. Jaringan ikat gingiva telah banyak mengandung sel inflamasi

dan terjadi dilatasi pada pembuluh darah.

Gambar 7. Early lesion gingivitis

Established gingivitis memiliki jaringan ikat yang lebih banyak didominasi

oleh sel plasma (10-30%)

Page 13: BAB-III-perio-ske-1

17

Gambar 8. Established gingivitis

Sumber : Essential of microbiology for dental students

Periodontitis ditandai dengan migrasi ke arah apical dari junctional

epithelium – tahap pertama dari hilangnya perlekatan. Infiltrasi yang sama

dari sel inflamasi dapat dilihat, namun lebih dominan (>50 %). Kehilangan

tulang mulai terjadi disini.

3.5 Diagnosa Pada Kasus

Jenis Pemeriksaan:

1. Subyektif:

- Px laki-laki 30 th

- Rasa perih pada seluruh gusi

- Sakit ± 1 minggu yang lalu

- Gusi mengelupas dan berdarah tiba-tiba

- Halitosis

- Demam 2 hari yg lalu

- Merokok dan minum alkohol

2. Obyektif:

- Gingival creater anterior bawah

- Gingiva kemerahan, lunak, mengkilat, hangat, sakit, supurasi

- Druk (+), Perkusi (+), Mobilitas gigi (-)

- Kalkulus

- Poket 6 mm

3. Penunjang:

Page 14: BAB-III-perio-ske-1

18

- 23 Radiolusen batas tidak jelas pada apikal gigi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosa kasus ini adalah

ANUG. ANUG dalah infeksi yang merusak jaringan, terutama pada gingiva

interdental dan marginal yang ditandai oleh hilangnya sebagian dari papila

interdental, perdarahan gingiva dan rasa sakit (Langlais, 2009).

(Fatima et al., 2013) (Rathe et al., 2007)

3.6 Hubungan Merokok Terhadap Jaringan Periodontal

Periodontitis pada perokok ditandai dengan ciri-ciri spesifik berupa,

adanya karakteristik gingiva fibrotik disertai kemerahan gingiva, saku yang lebih

dalam pada anterior dan lingual mandibula, dan resesi gingiva. Hal ini merupakan

parameter klinis bagi perokok terkena periodontitis yang lebih parah dan

mempunyai kecendrungan terpapar GUNA (acute necrotizing ulcerative

gingivitis) daripada bukan perokok (Johnson, 2001) .

Merokok dapat memberikan pengaruh langsung terhadap jaringan

periodontal dan peluang lebih besar menderita penyakit periodontal seperti

kehilangan tulang alveolar, peningkatan kedalaman saku gigi serta kehilangan

gigi, dibandingkan dengan yang bukan perokok. Skor plak juga terbukti lebih

tinggi pada perokok, dibanding bukan perokok (Axelsson, 1998).

Panas yang ditimbulkan akibat pembakaran rokok, dapat mengiritasi

mukosa mulut secara langsung, menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi

saliva. Terdapat peningkatan laju aliran saliva dan konsentrasi ion Kalsium pada

saliva, selama proses merokok. Senyawa Kalsium fosfatase yang ditemukan pada

kalkulus supragingiva, berasal dari saliva. Hal tersebut dapat dijadikan dasar,

Page 15: BAB-III-perio-ske-1

19

mengapa skor kalkulus pada perokok lebih tinggi dibanding bukan perokok

(Pejcic, 2007).

Merokok juga menyebabkan penurunan antibodi dalam saliva, yang

berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut, sehingga terjadi

gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Potensial reduksi-oksidasi (Eh) pada

regio gingiva dan rongga mulut menurun akibat merokok. Hal tersebut

berpengaruh terhadap peningkatan jumlah bakteri anaerob dalam rongga mulut.

Penurunan fungsi antibodi saliva, disertai dengan meningkatnya jumlah bakteri

anaerob rongga mulut, menimbulkan rongga mulut rentan terserang infeksi. Acute

Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) merupakan salah satu lesi yang

muncul akibat infeksi bakteri anaerob (Pejcic, 2007).

Menurunnya kebersihan rongga mulut perokok disertai dengan peningkatkan

deposisi kalkulus, plak debris dan stain tembakau. Pinborg, dkk menyimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara konsumsi tembakau terhadap deposisi kalkulus.

Analisa selanjutnya dengan data yang sama oleh Kowalski juga menunjukkan

bahwa bukan perokok mempunyai kalkulus supragingiva jauh lebih rendah

dibandingkan perokok.

Perokok lebih rentan terserang penyakit periodontal dibandingkan bukan

perokok. Apabila perokok dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan

optimal maka tidak ditemukan perbedaan yang bermakna secara statistik antara

perokok dan bukan perokok pada kesehatan periodonsium (Haesman, 2006).

3.7 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Penyakit Sistemik

3.7.1 Hubungan Penyakit Periodontal Dengan Aterosklerosis

Dalam kaitan antara penyakit periodontal dan hubungannya dengan

penyakit kardiovaskuler sampai saat ini telah banyak didiskusikan oleh para

peneliti. Sampai saat ini, studi tentang hubungan penyakit periodontitis dan

kardiovaskuler telah dikonsentrasikan pada kasus klinis kardiovaskuler, tetapi

hubungan periodontitis untuk ukuran subklinis aterosklerosis belum diperiksa

(Hatta, 2011).

Page 16: BAB-III-perio-ske-1

20

Penyakit periodontal mungkin merupakan faktor resiko independen untuk

pengembangan aterosklerosis. Namun hubungan antara penyakit periodontal dan

aterosklerosis belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Mekanisme potensial yang bisa

menjelaskan peran untuk penyakit periodontal pada aterosklerosis adalah

mekanisme peradangan umum atau infeksi lokal dan interaksi bakteri tertentu

(Hatta, 2011).

Beberapa penelitian terbaru memperlihatkan hubungan antara kesehatan

rongga mulut terutama periodontitis dan penyakit kardiovaskuler. Penyakit

kardiovaskuler umumnya sering dihubungkan dengan terjadinya aterosklerosis.

Faktor resiko klasik seperti merokok, kelebihan berat badan, diabetes mellitus,

hipertensi, dan kelebihan lemak tidak dapat menjelaskan kejadian aterosklerosis

pembuluh darah jantung pada sejumlah pasien. Adanya infeksi lokal seperti

penyakit periodontal yang merupakan reaksi inflamasi kronis telah menjadi

pertimbangan sebagai dasar mekanisme terjadinya aterosklerosis (Hatta, 2011).

Secara teoritis, penyakit periodontal dapat dipertimbangkan

mempengaruhi kesehatan sistemik oleh satu atau beberapa mekanisme (Hatta,

2011):

1. Perluasan infeksi secara langsung dari periodontium kedalam jaringan yang

lebih dalam seperti infeksi pada muka, sinus dan otak.

2. Perjalanan mediator peradangan dari periodonsium kedalam sirkulasi darah

mempengaruhi aterosklerosis.

3. Penetrasi bakteri mulut kedalam sirkulasi darah menyebabkan infeksi pada

tempat yang jauh seperti endokarditis, thrombosis/aterosklerosis.

4. Perluasan bakteri mulut, dan produknya atau produk hospes yang dapat

mengakibatkan infeksi paru dan gastrointestinal.

Periodontitis secara bermakna dihubungkan dengan penyakit jantumg

koroner, ada banyak hipotesa mekanisme berkaitan dengan studi epidomologi.

Beberapa hipotesa itu meliputi (Hatta, 2011):

1. Keterlibatan langsung bakteri periodontal dengan proses ateroma / trombotik.

2. Keterlibatan langsung mediator peradangan dari periodontitis pada proses

ateroma / trombotik.

Page 17: BAB-III-perio-ske-1

21

3. Mekanisme faktor resiko yang mempengaruhi kedua penyakit tersebut.

4. Interaksi kombinasi mekanisme tersebut diatas.

Peran infeksi pada aterosklerosis telah dibicarakan selama bertahun-tahun.

Baru-baru ini, dari bukti yang telah dikumpulkan bahwa beberapa infeksi rongga

mulut biasa memainkan peran penting dalam aterosklerosis. Lesi aterosklerosis

dapat terjadi pada arteri elastis berukuran besar dan menengah dan arteri otot. Hal

ini dapat menyebabkan lesi iskemik pada otak, jantung, atau anggota gerak dan

dapat mengakibatkan thrombosis dan infark yang merusak pembuluh darah, yang

menimbulkan kematian. Penyakit kardiovaskuler, terutama terkait dengan

aterosklerosis, tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian di Amerika

Serikat, Eropa dan sebagian besar Asia (Hatta, 2011).

Proses, didukung oleh cukup banyak bukti, bahwa aterosklerosis adalah

penyakit inflamasi. Konsep ini, juga disebut The Ross response-to-injury

hypothesis of atherosclerosis, mengusulkan bahwa permulaan lesi adalah hasil

dari cedera pada endothelium dan petunjuk menuju proses peradangan kronis di

artery. Hal ini mengakibatkan migrasi monosit melalui endothelium ke dalam

jaringan dasar dan proliferasi sel otot polos. Pengaktifan monosit ( makrofag ) di

dalam pembuluh darah menyebabkan pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, kemokin

dan faktor pertumbuhan, yang menyebabkan kerusakan lebih lanjut,

mengakibatkan nekrosis fokal. Akumulasi lipid merupakan ciri utama dari proses

ini, dan secara bertahap kemudian plak atheromatous dapat ditutup dengan serat

penutup mengelilingi area nekrotik fokal. Pada titik tertentu, tutup fibrosa dapat

menjadi terkikis dan pecah, yang menyebabkan pembentukan thrombus dan

kemacetan dalam arteri, menghasilkan suatu infark (Hatta, 2011).

Infeksi periodontal dapat merangsang pelepasan sitokin, seperti tumor

nekrosis faktor-α (TNF-α), interleukin (IL-1β, IL-6, dan IL-8). Satu dari stimuli

potensial ini, LPS endotoksin, hadir dalam plak subgingival pasien dengan

penyakit periodontal parah. LPS dan komponen bakteri lainnya dapat

mengaktifkan kaskade mengesankan sitokin inflamasi, yang pada gilirannya dapat

memainkan peran dalampenyakit jantung aterosklerotik baik melalui tindakan

Page 18: BAB-III-perio-ske-1

22

langsung di dinding pembuluh darah atau dengan mendorong hati untuk

menghasilkan fase akut protein (Hatta, 2011).

Infeksi periodontal mempengaruhi terjadinya aterosklerosis dan penyakit

kardiovaskuler, periodontitis dan aterosklerosis keduanya mempunyai faktor

etiologi yang komplek. Aterosklerosis adalah penebalan pembuluh darah arteri,

terjadi pada lapisan dalam pembuluh darah, penebalan dibawah lapisan intima

yang terdiri dari otot polos, kolagen dan serat elastik (Hatta, 2011).

( Sumber : Carranza's clinical periodontology 10th ed. Carraza FA. Philadelphia:

W.B Saunder Company. 2006: Hal. 318 )

1. Monosit/makrofag menempel pada endotel.

2.Monosit/makrofag berpenetrasi ke dalam arteri, menghasilkan sitokin dan faktor

pertumbuhan.

3. Pembesaran monosit.

4. Proliferasi otot dan penebalan dinding pembuluh darah.

Pembentukan aterosclerosis diawali dengan sirkulasi monosit menempel

pada endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi

pada permukaan sel endotel, yaitu intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1),

endotelial leucocyte adhesion molecule (ECAM-1) dan vaskular cell adhesion

molecule-1 (VCAM-1).1,7 Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu

produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin. Setelah berikatan

dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi kelapisan lebih dalam dibawah

lapisan intima, terjadi pembesaran monosit dan terbentuk atheromatous plaque

(Hatta, 2011).

Page 19: BAB-III-perio-ske-1

23

Pembentukan atheromatous plaque dan penebalan dinding pembuluh darah

menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah, akibatnya terjadi

berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi setelah pecahnya plaque

atheromatous, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi. Kumpulan platelet

dan fibrin dapat menutupi pembuluh darah menyebabkan iskemi seperi angina

atau myocardial infarction (Hatta, 2011).

Gambar 3.2 Pengaruh infeksi periodontal pada aterosklerosis

3.8 Penatalaksanaan dan Rencana Perawatan

Adapun penatalaksanan dan rencana perawatan pada kasus diantaranya adalah:

1. Debridement (Pengangkatan jaringan mati atau yang telah terinfeksi)

2. Rinses (eg, hydrogen peroxide, chlorhexidine) (Obat kumur)

3. Improved oral hygiene (Meningkatkan kesehatan mulut)

4. Beberapa antibiotik oral

Pengobatan terdiri dari pengankatan jaringan dengan lemah lembut dengan

scaler tangan atau peralatan ultrasonic. Pengangkatan selesai setelah beberapa

hari. Pasien menggunakan sikat gigi yang halus atau pencuci mulut untuk

membersihkan gigi. Kumur setiap interval waktu dengan larutan hangat saline

atau 2 kali per hari dengan 1,5% hydrogen perokside atau 0,02% chlorhexidine

dapat membantu selama beberapa hari setelah pengangkatan awal. Berikan

pendukung berupa meningkatkan kesehatan mulut, meningkatkan nutrisi,

meningkatkan pemasukan cairan, istirahat, analgesic jika perlu, dan mengurangi

iritasi karena rokok atau makanan panas.

Page 20: BAB-III-perio-ske-1

24

Perubahan biasanya terjadi setelah 24 atau 48 jam setelah pengakatan

selesai. Jika pengangkatan jaringan batal karena tidak adanya instrument, oral

antibiotic (eg, amoxicillin 500 mg q 8 h, erythromycin 250 mg q 6 h, or

tetracycline 250 mg q 6 h) dan dapat di lanjutkan setelah 72 jam setelah gejala

teratasi. Jika kontur gingival membalik (jika papilla hilang) setelah akute phase.

Bedah dibutuhkan untuk mencegah menjadi periodontitis.

Empiris terapeutikresi menuntukan ug, harus di garis bawahi, meliputi

untuk pengobatan antimikroba dan terapi pembantu. Sebagaimana kebersihan

mulut adalah pengobatan pertama, dan diserahkan ke dokter gigi atau ahli perio.

Terapi topikal adalah semua yang pasien butuhkan, dengan antibiotic systemik

hanya dibutuhkan untuk pasien yang mempunyai gejala sistemik atau infeksi.

• Amoxicillin 500 mg PO TID for 10d plus metronidazole 250 mg PO TID

for 10d[1] or

• PO= by mouth (per os) b.i.d 2 kali seharitid 3 kali sehari

• Amoxicillin-clavulanate 500 mg/125 mg PO TID or 875 mg/125 mg PO

BID for 10d or

• Clindamycin 150-300 mg PO TID for 10d or

Doxycycline 100 mg PO BID for 10d [1]

Obat kumur saline dapat membantu mempercepat pemecahan, obat kumur

dengan hydrogen dapat sangat membantu

• Chlorhexidine 0.12% oral rinse 15 mL BID [3]

Untuk pasien positif HIV, dipertimbangkan nystatin membilas 4 kali

sehari. Pasien dengan ANUG harus diberikan topikal anastesi dan analgesik

karena rasa sakit sangat penting untuk menjadikan kesehatan mulut pasien baik.

Page 21: BAB-III-perio-ske-1

25

3.9 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan

Sebagaimana halnya pada jaringan lain di tubuh, penyembuhan

padaperiodonsiumadalah dipengaruhi oleh dua faktor: faktor lokal dan faktor

sistemik.

3.9.1 Faktor – Faktor Lokal Penyembuhan

Faktor-faktor lokal dapat memghambat atau mempercepat penyembuhan.

a. Faktor-faktor lokal yang menghambat penyembuhan.

Beberapa faktor lokal ternyata dapat menghambat penyembuhan pasca

terapi periodontal. Faktor lokalyang sering menghambat penyembuhan adalah:

1. Terkontaminasinya daerah luka oleh mikroorganisme plak.

2. Manipulasi yang berlebihan pada waktu melakukan perawatan.

3. Adanya benda asing pada daerah luka.

4. Prosedur perawatan yang berulang-ulang yang mengganggu aktivitas seluler

pada proses penyembuhan.

5. Terganggunya pasok darah ke daerah luka. Agar aktivitas seluler meningkat

selama penyembuhan dibutuhkan pasok darah yang adekuat. Bila pasok

darah terganggu atau berkurang, akan terjadi daerah-daerahnekrosis dan

penyembuhan akan terhambat.

b. Faktor-faktor lokal yang mempercepat penyembuhan.

Beberapa faktor lokal justru dapat mempercepat penyembuhan, yaitu:

1. Penyingkiran jaringan yang degenerasi dan nekrosis (debridemen). Pada

waktu penyembuhan jaringan yang degenerasi dan nekrosis memang dapat

difagositosis, namun dengan dilakukannya debridemen proses

penyembuhan menjadi lebih cepat.

2. Imobilisasi daerah penyembuhan. Hal ini dilakukan dengan pemasangan

splin pada gigi yang mobiliti.

3. Penekanan pada daerah luka, misalnya dengan pemasangan pembalut

periodontal.

Page 22: BAB-III-perio-ske-1

26

3.9.2 Faktor – Faktor Sistemik

Berbeda dengan faktor lokal, faktor sistemik pada umumnya menghambat

penyembuhan. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Pertambahan usia. Hal ini diduga karena perubahan aterosklerosis pada

pembuluh darah yang sering terjadi pada usia lanjut

menyebabakanberkurangnya sirkulasi darah.

2. Penyakit infeksi, diabetes mellitus, dan penyakit-penyakit yang

melemahkan (debilitating diseases).

3. Gangguan nutrisi seperti: pasok makanan yang kurang; kondisi yang

menghambat penyerapan nutrien; dan defisiensi vitamin C, protein dan

nutrien lainnya. Luka bedah periodontal pada umumnya adalah tergolong

luka kecil, sehingga diet yang seimbang sudah cukup bagi

penyembuhanyang baik.

4. Glukosteroid seperti kortison menghambat penyembuhan dengan jalan

menekan reaksi inflamatoris atau menghambat pertumbuhan fibroblas,

produksi kolagen, dan pembentukan sel-sel endotel.

5.Stress, tiroidektomi, testosteron, hormon adrenokortikotropik

(adrenocorticotropichormone / ACTH), dan estrogen dalam dosis besar

dapat menekan jaringan granulasi sehingga menghambat penyembuhan.

6. Progesteron meningkatkan dan mempercepat vaskularisasi

jaringangranulasi yang belum matang, dan menyebabkan dilatasi

pembuluh-pembuluhdarah marginal sehingga gingiva rentan terhadap

iritasi mekanis.

3.9.3 Penyembuhan Pasca Terapi Periodonal

Proses penyembuhan yang umum berupa penyingkiran debris jaringan

yangmengalami degenerasi serta penggantian jaringan yang telah dirusak

penyakitadalah sama pada semua bentuk terapi periodontal. Ada tiga aspek

penyembuhanperiodontal yang perlu diperhatikan karena berkaitan dengan hasil

perawatan yangdicapai, yaitu regenerasi (regeneration), perbaikan (repair), dan

perlekatan baru(new attachment).

Page 23: BAB-III-perio-ske-1

27

a. Regenerasi

Regenerasi adalah pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel dan substansi

selulerbaru membentuk jaringan atau bagian yang baru. Regenerasi berasal dari

tipejaringan yang sama dengan jaringan yang rusak, atau dari prekursornya.

Penggantiepitel gingiva yang rusak adalah berasal dari epitel, sedangkan jaringan

ikat dan ligamen periodontal penggantinya adalah berasal dari jaringan ikat.

Sebaliknyatulang dan sementumbaru bukan berasal dari tulang dan

sementumyang telah ada,tetapi dari dari jaringan ikat yang merupakan prekursor

keduanya. Jaringan ikatyang tidak berdiferensiasi berkembang menjadi osteoblas

dan sementoblas yangnantinya akan membentuk tulang alveolar dan sementum

baru. Pada periodonsium regenerasi merupakan suatu proses fisiologis yang

kontiniu. Dalam keadaan yang normal, sel dan jaringan baru senantiasa dibentuk

untuk menggantikan sel dan jaringan yang matang dan mati. Proses tersebut

tercermin dari adanya: (1) aktivitas mitotik pada epitel gingiva dan jaringan ikat

ligamen periodontal, (2) pembentukan tulang baru, dan (3) deposisi sementum

yang terus menerus.Sebenarnya regenerasi juga berlangsung selama

berkembangnya penyakitperiodontal yang destruktif. Kebanyakan penyakit

gingiva dan periodontal adalah berupa penyakit inflamatori kronis, yang berarti

adalah suatu proses penyembuhan. Berhubung karena regenerasi merupakan

bagian dari penyembuhan, maka padawaktu berkembangnya penyakit gingiva den

periodontal yang berupa inflamasi sebenarnya berlangsung juga regenerasi. Akan

tetapi karena bakteri beserta produk bakteri yang berperan dalam proses penyakit,

dan eksudat inflamasi yang dihasilkan bersifat mencederai sel-sel dan jaringan

yang sedang regenerasi, maka penyembuhan pada saat masih berlangsungnya

penyakit tidak berakhir dengan sempurna.

Terapi periodontal akan menyingkirkan plak bakteri dan menciptakan

kondisi yang dapat menghalangi pembentukan dan penumpukan kembali plak.

Dengan tersingkirnya faktor-faktor yang menghalangi regenerasi tersebut,

kapasitas regeneratif jaringan akan maksimal dan memungkinkan terjadinya

terjadinya regenerasi.

Page 24: BAB-III-perio-ske-1

28

b. Perbaikan

Proses perbaikan hanya mengembalikan kontinuitas permukaan gingiva

danmengembalikan sulkus gingiva yang normal dengan level dasarnya pada

permukaanakar sama dengan level dasar saku periodontal sebelum perawatan

Gambar 1: Dua kemungkinan penyingkiran saku periodontal. A. Saku

periodontal praperawatan; B. Sulkus normal terbentuk kembali pada level

yang setentangdengan dasar saku pra perawatan; C. Periodonsium

diperbaiki pada permukaan akar yang tadinya tersingkap; keadaan yang

demikian dinamakan perlekatan baru (lihat Gambar 1). Proses tersebut

akan menghentikan perusakan tulang alveolar tanpa meninggikan tinggi

tulang. Perbaikan periodonsium yang rusak mencakup mobilisasi sel-sel

epitel dan jaringan ikat ke daerah yang rusak dan peningkatan pembelahan

mitotik lokal guna penyediaan sel-sel dalam jumlah yang mencukupi.

c. Perlekatan Baru

Perlekatan baru adalah tertanamnya serabut ligamen periodontal yang baru

kesementumyang baru dan perlekatan epitel gingiva ke permukaan gigi yang

tadinyatersingkap karena penyakit (lihat Gambar 1). Kata kunci pada pengertian

Page 25: BAB-III-perio-ske-1

29

diatasadalah permukaan gigi yang tadinya tersingkap karena penyakit (lihat

Gambar2).

Gambar 2: Perlekatan baru; ZonaA. Permukaan enamel; ZonaB.Daerah

sementumyangtersingkap karena pembentukan saku periodontal; Zona C.

Daerah sementumyang yang dibalut oleh epitel penyatu; Zona D. Daerah

semen-tumapikal dariepitel penyatu. Pada perlekatan baru, epitel penyatu

yang baru dan serabutjaringan yang melekat terbentuk pada zona B.

Apabila gingiva atau ligamen periodontal melekat kembali kepermukaan

gigipadaposisi semula sebelumtersingkirkan pada waktu penskeleran dan

penyerutan akar,atau pada waktu preparasi gigi pada daerah subgingiva untuk

pembuatan suaturestorasi, proses tersebut bukanlah perlekatan baru melainkan

hanya berupaperlekatan kembali (reatttachment). Istilah perlekatan kembali

pernah digunakanuntuk menamakan perbaikan kembali periodonsium. Namun

karena padakenyataannya yangmelekat kembali bukanlah serabut yang ada tetapi

serabut yangbaru dibentuk dan melekatnya ke sementum yang baru, maka istilah

yang palingtepat adalah perlekatan baru (new attachment). Sekarang ini istilah

perlekatankembali hanya digunakan untukmenyatakan perbaikan daerah pada akar

gigiyangbukan tersingkap karena pembentukan saku periodontal, misalnya karena

insisipada prosedur bedah, karena fraktur akar, atau pada perawatan lesi

periapikal.

Page 26: BAB-III-perio-ske-1

30

Gambar 3. Penyembuhan berupa adaptasi epitel. A. Saku periodontal; B.

Pasca perawatan. Dinding saku beradaptasi rapat ke permukaan gigi, tetapi

tidakmelekat ke permukaan gigi.Bentuk penyembuhan lain yang berbeda

dengan perlekatan baru adalah adaptasi epitel (epithelial adaptation). Pada

adaptasi epitel, epitel gingiva beradaptasi rapat dengan permukaan gigi

sedangkan saku periodontal tetap ada. Namun karena epitel gingiva

beradaptasi rapat, prob tidak dapat diselipkan sampai ke dasar saku (lihat

Gambar 3). Sulkus yang dalam ini yang didindingi oleh epitel yang tipis

dan panjang, dan oleh sebab itu bentuk penyembuhan ini dinamakanjuga

epitel penyatu yang panjang (long junctional epithelium). Adaptasi epitel

bisa sama daya tahannya terhadap penyakit seperti perlekatan jaringan ikat

yang sebenarnya. Apabila adaptasi epitel tidak disertai oleh pendarahan

pada probing, tanda-tanda klinis inflamasi, dan penumpukan plak pada

permukaan gigi, berarti sulkus yang dalam ini berada dalam keadaan

inaktif, tanpa disertai kehilangan perlekatan selanjutnya. Pada kasus yang

demikian sulkus dengan kedalaman 4,0-5,0 mm pasca perawatan adalah

masih akseptabel. Sejak lama perlekatan baru dan regenerasi tulang

merupakan sasaran dari terapi periodontal. Penelitian laboratorium dan

klinis yang dilakukan secara intensif sejak tahun 1970-an telah

mengembangkan beberapa konsep dan tehnik perawatan yang

menghasilkan hasil perawatan yang mendekati sasaran yang ideal tersebut.

Regenerasi ligamen periodontal merupakan kunci dari tercapainya

perlekatanbaru. Dengan regenerasinya ligamen periodontal akan

Page 27: BAB-III-perio-ske-1

31

dimungkinkan konti-nuitas antara tulang alaveolar dengan sementum.

Disamping itu, pada ligamenperiodontal terkandung sel-sel yang dapat

mensintesa dan membentuk kembali gingiva, ligamen periodontal, dan

tulang alveolar.Pada masa penyembuhan pasca terapi periodontal guna

menyingkirkan saku periodontal, daerah luka dinvasi oleh sel-sel yang

berasal dari empat sumber yang berbeda: (1) epitel oral, (2) jaringan ikat

gingiva, (3) tulang alveolar, dan (4) ligamen periodontal (lihat Gambar 4).

Hasil penyembuhan saku periodontal yang dicapai sangat tergantung pada

sekuens proliferasi sel-sel yang terlibat pada stadium penyembuhan.

Apabila epitel berproliferasi lebih dahulu sepanjang permukaan akar gigi

sebelum jaringan periodonsium lainnya mencapai daerah tersebut, maka

bentuk penyembuhan yang dicapai adalah berupa epitel penyatu yang

panjang. Bila sel-sel dari jaringan ikat gingiva yang terlebih dahulu

mempopulasi daerah tersebut, hasilnya adalah serabut-serabut yang sejajar

dengan permukaan akar gigi dan remodeling tulang alveolar, tanpa

perlekatan serabut ke sementum. Apabila sel-sel tulang yang lebih dulu

mencapai daerah tersebut, bisa terjadi resorpsi akar dan ankilosis.

Sebaliknya bila sel-sel dari ligamen periodontal proliferasi lebih dulu ke

daerah tersebut, baru akan terjadi pembentukan sementum dan ligamen

periodontal baru.

Page 28: BAB-III-perio-ske-1

32

Gambar 4. Sumber sel yang regenerasi pada stadium penyembuhan saku

periodontal.Kiri: Saku infraboni;Kanan: Pasca perawatan, dimana klot

darah(blood clot)diinvasi oleh sel-sel yang berasal dari gingiva (A),

jaringan ikat gin-giva (B),sumsum tulang (C) dan ligamen periodontal

(D).Pemahaman terhadap sekuens proliferasi sel-sel tersebut telah diapli-

kasikanuntuk kebutuhan klinis dengan dikembangkannya tehnik perawatan

yangdinamakan regenerasi jaringan terarah (guided tissue regeneration),

yang lebihmenjamin tercapainya perlekatan baru.

3.10 Pencegahan Penyakit Periodontal

Pencegahan penyakit periodontal merupakan kerja sama yang dilakukan

oleh dokter gigi, pasien dan personal pendukung. Pencegahan dilakukan dengan

memelihara gigi geligi dan mencegah serta kambuhnya penyakit. Pencegahan

dimulai pada jaringan periodontal yang sehat yang bertujuan untuk memelihara

dan mempertahankan kesehatan jaringan periodontal dengan mempergunakan

teknik sederhana dan dapat dipakai diseluruh dunia.

Umumnya penyakit periodontal dan kehilangan gigi dapat dicegah karena

penyakit ini disebabkan faktor faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan

dikontrol. Sasaran yang ingin dicapai adalah adalah mengontrol penyakit gigi

untuk mencegah perawatan yang lebih parah.

Pencegahan penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling

berhubungan satu sama lain, yaitu:

1. Kontrol Plak

Merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah pembentukan

kalukulus dan merupakan dasar pokok pencegahan penyakit periodontal,

tanpa kontrol plak kesehatan mulut tidak dapat dicapai atau dipelihara.

Setiap pasien dalam praktek dokter gigi sebaiknya diberi program kontrol

plak.

- Bagi pasien dengan jaringan periodonsium yang sehat, kontrol plak

berarti pemeliharaan kesehatan

Page 29: BAB-III-perio-ske-1

33

- Bagi penderita penyakit periodontal, kontrol plak berarti penyembuhan

- Bagi pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak berarti

mencegah kambuhnya penyakit ini.

Metode kontrol plak dibagi atas 2 yaitu secara mekanis dan kimia:

a. Secara mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya, meliputi

penggunaan alat alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat pembersih

proksimal seperti dental floss, tusuk gigi dan kumur kumur dengan air

b. Kontrol plak secara kimia adalah memakai bahan kumur kumur seperti

chlorhexidine (betadine, isodine)

2. Profilaksis

Merupakan pembersihan gigi di klini, terdiri dari penyingkiran materi

alba, kalkulus, stain dan pemolisan gigi.

Untuk memberikan manfaat yang maksimum bagi pasien, profilasis mulut

harus lebih luas dan meliputi hal hal berikut:

a. Memakai larutan pewarna (disclosing solution) untuk mendeteksi plak.

Gincu kue warna ros dapat dipakai untuk mendeteksi plak pada anak anak

b. Penyingkiran plak, kalkulus (supra dan sub gingiva) pada seluruh

permukaan.

c. Membersihkan dan memolis gigi, menggunakan pasta pemolis/ pasta gigi

d. Memakai zat pencegah yang ada dalam pasta pemolis/ pasta gigi

e. Memeriksa tambalan gigi, memperbaiki tepi tambalan yang menggantung

f. Memeriksa tanda dan gejala impaksi makanan.

3. Pencegahan trauma dari oklusi

Menyesuaikan hubungan gigi gigi yang mengalami perubahan secara

perlahan lahan (akibat pemakaian yang lama). Hubungan tonjol gigi asli

dengan tambalan gigi yang tidak tepat dapat menimbulkan kebiasaan

oklusi yang tidak baik seperti bruxim atau clenching.

4. Pencegahan dengan prosedur orthontik

Tujuan koreksi secara ortodontik ini adalah untuk pemeliharaan tempat

gigi tetap pengganti, letak gigi dan panjang lengkung rahang.

5. Pencegahan dengan tindaan sistemik

Page 30: BAB-III-perio-ske-1

34

Cara lain untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan tindakan

sistemik sehingga daya tahan tubuh meningkat yang juga mempengaruhi

kesehatan jaringan periodontal. Agen pencedera seperti plak bakteri dapat

dinetralkan aksinya bila jaringan sehat.

6. Pendidikan kesehatan gigi masyatakat

Agar pencegahan penyakit periodontal menjadi efektif, tindakan

pencegahan harus diperluas dari klinik gigi kpada masyarakat. Hal yang

penting diketahui masyarakat adalah bukti bahwa penyakit periodontal

dapat dicegah dengan metode yang sama atau lebih efektif dari metode

pencegahan karies gigi.

Pendidikan kesehatan gigi masyarakat adalah tanggung jawab dokter gigi,

organisasi kedokteran gigi dan departemen kesehatan. Pengajaran yang

efektif dapat diberikan di klinik. Sedangkan untuk masyarakat dapat

diberikan melalui kontak pribadi, aktivitas dalam kelompok masyarakat,

media cetak maupun elektronik,perkumpulan remaja,sekolah dan wadah

lainnya.

Perlu diluruskan adanya pertentangan psikologis pada masyarakat, seperti:

- Menerangkan bahwa kerusakan yang disebabkan penyakit periodontal

pada orang dewasa dimulai pada masa anak anak

- Menghilangkan dugaan bahwa pyorrhea (gusi berdarah) tidak dapat

dielakkan dan disembuhkan. Juga menghilangkan pendepat

masyarakat bahwa kehilangan gigi selalu terjadi bila mereka sudah tua.

- Menegaskan bukti bahwa seperti karies gigi, penyakit periodontal

biasanya tidak menimbulkan rasa sakit pada awalnya sehingga

masyarakat tidak menyadarinya. Pemeriksaan gigi dan mulut secara

teratur diperlukan untuk mengetahui adanya karies gigi dan penyakit

periodontal secepatnya kemudian segera merawatnya bila ditemukan

adanya penyakit

- Memberi penjelasan bahwa perawatan periodontal yang efektif adalah

bila segera dirawat sehingga lebih besar kemungkinan berhasil

disembuhkan. Disamping itu waktu yang digunakan lebih sedikit dan

Page 31: BAB-III-perio-ske-1

35

merupakan cara yang paling ekonomis daripada menanggulangi

penyakit.

- Menegaskan manfaat pencegahan dengan hygine mulut yang baik dan

perawatan gigi yang teratur

- Menerangkan bahwa tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut

harus merupakan inti dari perencanaan gigi masyarakat.

7. Pencegahan kambuhnya penyakit

Setelah kesehatan jaringan tercapai, diperlukan program yang positif untuk

mencegah kambuhnya penyakit periodontal. Ini merupakan tanggung

jawab bersama antara dokter gigi dan pasien (untuk pasien anak peran

orang tua juga dibutuhkan). Pasien harus mentaati pengaturan untuk

menjaga hygine mulut dan kunjungan berkala, dokter gigi harus membuat

kunjungan berkala sebagai pelayanan pencegahan yang bermanfaat.

8. Cara lain dari pencegahan periodontitis adalah:

- Sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam

hari sebelum tidur

- Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengankat plak dan sisa

makanan yang tersangkut diantara celah gigi geligi

- Berhenti merokok

- Lakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali

untuk kontrol rutin dalam pembersihan.

3.11 Gejala Klinis Penyakit Periodontal

Untuk mengungkapakan gejala gejala penyakit periodontal dapat dinilai

melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologis, diantaranya adalah:

1. Gingivitis Kronis

Tanda pertama dari inflamasi adanya hiperami, warna gingiva berubah

dari merah muda menjadi merah tua, disebabkan dilatasi kapiler, sehingga

jaringan lunak karena banyak mengandung darah. Gingiva menjadi besar

(bengkak), licin, berkilat dan keras, perdarahan gingiva spontan atau bila

Page 32: BAB-III-perio-ske-1

36

dilakukan probing, gingiva sensitif, gatal gatal dan terbentuknya saku

periodontal akibat rusaknya jaringan kolagen.

2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LJP)

Angka karies rendah, sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang

melekat pada gigi, tetapi pada tempat yang dirusak dijumpai kalkulus

subgingiva, Gingiva bisa keliahatan normal tetapi dengan probing bisa

terjadi perdarahan dan gigi yang dikenal akan terlihat goyang.

3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)

Hampir mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh pada gigi

permanen dan dijumpai penumpukan plak yang banyak serta inflamasi

gingiva yang nyata.

4. Periodontitis Kronis

Merupkan suatu diagnosa yang digunakan untuk menyebut bentuk

penyakit periodontal destruktif, namun tidak sesuai dengan kriteria

periodontitis juvenile generalisata, lokalisata maupun prebupertas. Angka

karies biasanya tinggi dan penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis,

akan tetapi terjadi kehilangan sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat.

5. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)

Adanya lesi berbentuk seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal

dengan daerah nekrosis yang luas, ditutupi/ tidak ditutupi lapisan

pseudomembran berwarna putih keabu abuan, lesi yang mengalami

inflamasi akut menambah serangan rasa sakit yang cepat, perdarahan dan

sangat sensitif bila disentuh, gingiva berkeratin, edematus dan epitel dan

epitelnya terkelupas, mulut berbau, kerusakan kelenjar limpa, lesu dan

perasaan terbakar,

6. Periodontitis Prebupertas

Angka karies biasanya rendah, plak dan kalkulus yang melekat pada gigi

biasanya sedikit, kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment)

terlihat secara rediografis, kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada

bentuk generalisata daripada bentuk terlokalisir

Page 33: BAB-III-perio-ske-1

37

3.12 Diagnosis Banding dari ANUG

1. Gingivostomatitis Herpetik Akut (GHA)

Gingivostomatitis herpetik akut adalah infeksi primer pada semua

membran mukosa mulut termasuk gingiva yang disebabkan oleh herpes

simpleks virus (HIV tipe 1).

Gingivostomatitis herpetik akut paling sering terjadi pada bayi dan

anak-anak di bawah usia 6 tahun, namun dapat juga pd remaja dan dewasa.

Tanda Oral dari gingivostomatitis herpetik akut

• Terlihat eritema difus berkilat

• Oedema

• Perdarahan gingiva

• Pada stadium inisial terlihat vesikel warna abu-abu, bentuk elips, diskret

pada gingiva, mukosa labial dan bukal, palatum mole, farings, mukosa

sublingual dan lidah.

• Setelah 24 jam, vesikel pecah dan berbentuk ulkus yg sangat sakit, tepi

meninggi berwarna merah dan lekukan berwarna kekuningan atau putih

keabu-abuan pada bagian tengahnya

• Durasi 7 – 10 hari

Page 34: BAB-III-perio-ske-1

38

2. Gingivitis deskuamasi

Gingivitis deskuamasi merupakan warna kemerahan, deskuamasi

permukaan epitel gingiva attach.

Gambran klinis Gingivitis deskuamasi :.

• Ringan; erytema difus pada marginal, interdental dan attach gingiva, tidak

sakit. Sering terjadi pada wanita usia 17 sampai 23 tahun.

• Sedang; lebih terlihat area merah dan abu-abu meliputi margin dan attach

gingiva. Permukaan halus dan mengkilat, konsistensi lunak. Ada sedikit

membekas bila ditekan.

• Berat; permukaan kasan kemerahan, dibatasi dengan gingiva lain dengan

warna bini keabuan. Sangat sakit tidak dapat makan dan rasa panas

terbakar.

3. Manifestasi oral dari Difteria dan Sifilis

3.13 Penyakit Predisposisi

Faktor Sistemik.

Faktor –faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara

keseluruhan; misalnya faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi.

1. Faktor genetik :

Kerentanan individual terhadap periodontitis kronis umumnya bervariasi

dan ada beberapa individu yang mencapai usia tua tanpa menunjukkan tanda –

tanda kerusakan periodontal, sedangkan individu lainnya sudah terkena serangan

periodontitis yang progresif pada usia yang lebih muda. Variasi pada respons

Page 35: BAB-III-perio-ske-1

39

hospes ini diperantarai oleh berbagai faktor genetik dan tidak berhubungan

dengan standar kebersihan mulut.

Ada sejumlah penyakit genetik, beberapa diantaranya sangat langka, yang

meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan periodontal :

a. Sindroma Down (trisomi 21), kerentanan disini berhubungan dengan

terganggunya fungsi neutrofil atau perubahaan jaringan ikat.

b. Sindroma Chediak-Higashi. Merupakan kondisi autosomal resesif yang

langka, ditandai dengan neutrofil yang terganggu.

c. Hipofosfatasia dan sindroma Papillon-Lefevre (hiperkeratosis palmaris et

planaris). Adalah kondisi genetik yang langka yang berhubungan dengan

periodontitis yang sangat merusak dan berkembang dengan cepat.

d. Neutropenia siklik. Ditandai reduksi siklik yang drastis dari jumlah

neutrofil sirkulasi yang menyebabkan terjadinya infeksi periodontal

piogenik yang rekuren.

2. Faktor Nutrisi.

Secara teoritis defisiensidari nutrien utama dapat mempengaruhi keadaan

gingva dan daya tahannya terhadap iritasi plak, tetapi karena kesalingtergantungan

antara berbagai elemen diet yang seimbang, sangatlah sulit untuk mendefinisikan

akibat defisiensi spesifik pada manusia. Anak – anak yang mendapatkan gizi

cukup umumnya mempunyai gingiva yang lebihsehat dari pada anak – anak yang

gizinya buruk, tanpa ada hubungannya dengan standar kebersihan mulut.

Waerhaug (1967) menemukan hubungan antara keparahan kerusakan periodontal

dan defisiensi vitamin B.

Pada defisiensi nutrisi yang parah, umumnya disertai dengan kebersihan

mulut yang sangat buruk, terlihat adanya kerusakan jaringan periodontal yang

berkembang dengan cepat dan tanggalnya gigi yang cukup dini.

Prevalensi gingivitis ulceratif akut juga meningkat dan keadaan dapat

berkembang mengadi cancrum oris yang merusak dan fatal.

Kerusakan periodontal yang hebat sudah sejak lama terbukti berhubungan

dengan scurvy. Vitamin C diperlukan untuk produksi kolagen, oleh karena itulah

vitamin C juga dibutuhkan untuk pertukaran sel dan perbaikan sel normal, namun

Page 36: BAB-III-perio-ske-1

40

penelitian tentang defisiensi vitamin C tidak menunjukkan adanya perubahan

gingiva yang jelas. Kelihatannya scurvy juga dibutuhkan faktor inflamasi yang

disebabkan oleh plak, agar dapat terjadi perubahan kondisi gingiva. Efek

penambahan diet yang seimbang dan adekuat dan permberian vitamin ekstra

sebagai salah satu bentuk perawatan penyakit periodontal, sampai sekarang ini

masih belum terbukti dengan jelas.

3. Faktor hormonal.

Perubahan hormon seksual berlangsung semasa pubertas dan kehamilan,

keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang merubah

respons terhadap produk – produk plak.

Pubertas :

Pada masa pubertas insidens gingivitis mencapai puncaknya dan seperti

dikatakan oleh Sutcliffe (1972) perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol plak

tetap tidak berubah. Bila masa pubertas sudah lewat, inflamasi cenderung reda

sendiri tetapi tidak dapat hilang sama sekali bila dilakukan pengontrolan plak

yang adekuat.

Kehamilan :

Dahulu kehamilan selalu dihubungkan dengan gingivitis dan tanggalnya

gigi, tetapi bila rongga mulut dapat dipertahankan tetap dalam keadaan bersih,

gingivitis biasanya tidak akan timbul pada masa kehamilan. Seperti pada

pubertas, inflamasi ringan akibat plak akan menjadi jauh lebih parah pada masa

kehamilan. Perubahan ini dimulai sejak bulan kedua kehamilan. Setelah partus

biasanya keparahan simtom ini akan berkurang. Disini dianggap bahwa

peningkatan jumlah progesteron akan meningkatkan vaskularisasi dan perubahan

dinding pembuluh darah yang membuat pembuluh menjadi lebih permiabel,

perubahan serupa juga dapat ditemukan pada wanita yang menggunakan pil

kontrasepsi yang mengandung progesteron dan estrogen sintesis.

4. Diabetes.

Bukti – bukti ilmiah belum terlalu jelas, diabetes yang tidak terkontrol

kelihatannya dapat merubah respons jaringan periodontal terhadap plak,

khususnya pada kasus yang parah dan sudah berlangsung lama. Anak – anak yang

Page 37: BAB-III-perio-ske-1

41

menderita diabetes umumnya terserang gingivitis yang lebih parah dari pada anak

– anak yang sehat dengan skore plak yang sama (Bernick, dkk, 1975). Penderita

diabetes dewasa terutama pada kasus jangka panjang dengan perubahan retina

mengalami kerusakan periodontal yang lebih besar dari pada yang tidak menderita

diabetes.

5. Faktor hematologi (penyakit darah).

Penyakit darah kalihatannya tidak menyebabkan gingivitis, tetapi

menimbulkan perubahan jaringan terhadap plak.

Anemia :

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya keonsentrasi hemoglobin

didalam darah sampai dibawah batas normal. Anemia karena berbagai penyebab,

termasuk perdarahan, kerusakan kimiawi dan penyakit, tetapi yang paling sereing

adalah anemia defisiensi zat besi yang dapat ditemukan pada sekitar 10 %

populasi wanita. Anemia menurunkan kapasitas pembawa oksigen dari darah

sedemikian rupa sehingga pasien cepat letih dan pingsan, sulit bernafas dan

merasakan gelenyar pada jari – jari tangan dan kakinya. Kulit terlihat pucat tetapi

hal ini bukan merupakan tanda karakteristik; pucatnya mukosa mulut termasuk

gingiva merupakan tanda yang lebih dapat diandalakan tetapi keadaan inipun

hanya timbul bila anemia tersebut parah. Lidah mungkin juga terlihat permukaan

papila yang kasar dan menjadi halus. Disini mungkin juga terjadi ulcer aptosa dan

keilitis angularis yang rekuren.

Leukemia :

Ada beberapa bentuk leukemia yang merupakan proliferasi neoplastik dari

jaringan pembentuk leukosit, terutama pada sumsum tulang. Keadaan ini

menyebabkan meningkatnya jumlah sel darah putih didalam sirkulasi dan pada

berbagai organ dan jaringan termasuk gingiva. Lesi orofaringeal merupakan

keluhan pertama pada lebih dari 10 % kasus leukemia akut (Sculy dan Cawson,

1987). Manifestasi gingiva paling sering ditemukan pada bentuk akut dari

leukemia monositik, mielogenus dan limfatik, tetapi gingiva tidak terlalu sering

terkena pada leukomia kronis.

Page 38: BAB-III-perio-ske-1

42

Pada leukomia akut gingiva pada umumnya lunak, berwarna merah gelap

dan bengkak, pembengkakan dapat sangat besar sehingga gigi – geligi tertutup

gingiva. Disini terlihat perdarahan spontan dari gingiva. Jaringan periodontal

mengalami kerusakan yang berlangsung dengan cepat disertai dengan kerusakan

puncak tulang alveolar dan tulang apikal serta goyangnya gigi – geligi.

Leukopenia (agranulositosis) :

Leukoppenia dapat timbul sendiri maupun dalam hubungannya dengan

penyakit darah lainnya dimana aktifitas sumsum tulang tertekan. Tertekannya

aktifitas sumsum tulang juga dapat disebabkan karena berbagai obat. Pada

leukopenia jumlah sel darah putih berkurang, kadang – kadang hampir nol.

Karena sel – sel ini merupakan sel pertahanan tubuh yang penting, leupopenia

tentunya menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi.

6. Acquired immune deficiency sydrmoe (AIDS).

Human immunogeficien virus HIV1 dan HIV2 khususnya menyerang

helper lyphocytes oleh sebab itu akan mengganggu sistem imun. Tidak ada

manifestasi periodontal yang khas dari penyakit ini dan lesi yang terlihat pada

gingiva umumnya disebabkan karena immunodefisiensi yang parah dan infeksi

ikutan. Kandidiasis rongga mulut (thrush) adalah manifestasi AIDS yang umum

dan dapat ditemukan pada hampir 50 % pasien (Scully dan Cawson, 1987)

sarkoma kaposi rongga mulut juga ditemukan dalam persentase yang cukup tinggi

pada pasien – pasein ini.

Penderita AIDS sangat rentan terhadap akan kebersihan mulut

periodontitis yang agresif dan gingivitis ulceratif akut. Tulang alveolar dapat

terbuka dan pada kondisi ini dapat terjadi pernanahan (Greenspan. dkk, 1987).

7. Penyakit psikologis :

Gangguan psikologis dapat meningkatkan laju kerusakan periodontal

melalui berkurangnya aliran saliva, baik karena akibat dari kondisi itu sendiri atau

karena terapi obat yang diterima pasien. Gangguan ini juga mengurangi perhatian

pasien.

Page 39: BAB-III-perio-ske-1

43

8. Hiperplasia epanutin :

Obat anticonvulsan seringkali diberikan pada penderita epilepsi dan

mumnya pada sebagian besar penderita ini terutama yang berusia dibawah 40

tahun terlihat adanya pembesaran gingiva yang cukup luas.

Gingiva pada permukaan labial gigi –g eligi anterior terserang lebih parah

dari pada gingiva di sekitar gigi – geligi posterior. Pembengkakan tersebut

terbentuk terutama dari jaringan fibrosa, kecuali bila perubahan inflamasi dapat

diredakan, daerah pembengkakan biasanya keras, berwarna merah muda dan

belobus. Pembengkakan tidak terlalu parah bila kebersihan mulut pasien baik,

tetapi bila sudah terjadi perubahan inflamasi kronis akibat dari plak, pemberian

epanutin akan makin meningkatkan aktifitas fibroblas sehingga akan terlihat lebih

banyak serabut kolagen. Meskipun demikian besar daerah pembengkakan tidak

berhubungan langsung dengan dosis obat. Bila inflamasi berlanjut, terutama

selama masa remaja, pembengkakan gingiva akan menjadi lunak dan berwarna

merah serta mudah berdarah secara spontan.

9. Fibromatosis gingiva:

Merupakan gangguan gen tunggal herediter yang sangat langka, dimana

gingiva membesar dan hampir menutupi gigi – geligi. Keadaan ini dapat timbul

sendriri atau diikuti dengan hipertrikosis, gangguan mental dan epilepsi.

Jaringan yang membesar umumnya keras, dan berwarna merah muda, terdiri dari

pembesaran jatingan ikat fibrosa. Bila pasien cukup kooperatif, tindakan

gingivektomi dapat memberikan manfaat besar.

10. Dermatosis :

Beberapa penyakit kulit mempunyai manifestasi rongga mulut yang dapat

timbul pada gingiva. Beberapa penyakit ini sangat langka. Beberapa diantaranya

adalah liken planus, pemfigoid membaran mukosa yang jinak dan pemfigus

vulgaris.

Page 40: BAB-III-perio-ske-1

44

3.14 Pengaruh Penyakit Periodontal terhadap Ibu Hamil

Dalam UU RI no.23/92 tentang kesehatan, menjelaskan bahwa untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan

upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaankesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan

berkesinambungan (Depkes RI, 2008).

Mochtar (2007) menyatakan pada masa kehamilan biasanya perhatian

tercurah pada kehamilan calon bayi yang akan dilahirkan. Sedangkan perhatian

terhadap bagian tubuh lain hampir dilupakan, karena dianggap tidak berhubungan

dengan kehamilan. Pendapat ini adalah keliru, mengingat semua anggota tubuh

pada dasarnya saling menunjang satu sama lain, sehingga memerlukan perhatian

tertentu. Kusmiyati dkk (2009) juga mengatakan selama kehamilan mungkin ibu

hamil lupa untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya karena kesibukan

pekerjaan, atau kegiatan mengunjungi klinik bersalin, menyiapkan pakaian atau

kamar untuk calon bayinya. Sehingga selama kurun waktu tersebut ibu

mengabaikan perawatan rongga mulutnya, baik dalam menjaga kebersihan mulut

maupun pengontrolan ke dokter gigi. Pada ibu hamil perubahan hormonal dan

peningkatan aliran darah ke seluruh tubuh termasuk gusi akan membuat gusi

menjadi lebih lunak dan lembut sehingga ketika menyikat gigi akan mudah

berdarah (El-Firdan, 2011).

Hasibuan (2007) menyatakan bahwa istilah gingivitis kehamilan dibuat

untuk menggambarkan keadaan klinis peradangan gingiva yang terjadi pada

kebanyakan ibu hamil. Perubahan gingiva biasanya mulai terlihat padakehamilan

usia dua bulan, dan akan mencapai puncaknya pada bulan kedelapan.

Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan hormon estrogen dan

progesteron selama periode kehamilan, serta adanya vaskularisasi yang

menyebabkan respon berlebih terhadap faktor iritasi lokal. Noerdin (2001) juga

menyatakan, pembengkakan yang terjadi pada gusi mencapai puncaknya pada

bulan ketujuh dan kedelapan. Meskipun setelah kelahiran akan hilang dengan

sendirinya tetapi tetap akan merupakan sumber peradangan bila kebersihan gigi

dan mulut tidak terpelihara. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Newman

Page 41: BAB-III-perio-ske-1

45

(2000) yang menyatakan gingivitis akan semakin parah dalam bulan kedelapan

dan akan menurun pada masa kehamilan bulan kesembilan, hal ini disebabkan

oleh akumulasi plak yang merupakan penyebab utama. Retnoningrum (2006)

mengatakan bahwa bahaya yang ditimbulkan dari gingivitis selama kehamilan

adalah terjadinya risiko 8,75 kali kelahiran berat badan lahir rendah pada bayi,

seperti penelitian yang pernah dilakukannya pada tahun 2006 di RS Kariadi

Semarang. Di duga bakteri plak yang ada pada gigi dan jaringan periodontal dapat

masuk ke dalam aliran darah dan menetap pada uterus, sehingga mengganggu

prosespenyerapan nutrisi janin.

Tindakan perawatan gingivitis pada ibu hamil yaitu dengan

menghilangkan semua jenis iritasi lokal yaitu plak dan karang gigi dengan

menyikat gigi secara baik dan benar dan membersihkan karang gigi. Sebaiknya

ibu hamil juga memeriksakan keadaan gigi dan mulut ke klinik gigi agar dapat

diberikan penanggulangan yang tepat bagi ibu hamil serta mengkonsumsi buah

yang mengandung vitamin C dan sayuran yang mengandung air dan serat untuk

mengurangi resiko gingivitis pada masa kehamilan (Maulana, 2006).