bab iii hasil penelitian -...
TRANSCRIPT
BAB III
HASIL PENELITIAN
Dalam Bab III ini, penulis akan membahas hasil penelitian yang dimulai dengan
pembahasan tentang daerah penelitian yaitu Kota Jayapura di Provinsi Papua. Kemudian
dilanjutkan dengan suatu pembahasan pendapat kalangan Tokoh Gereja dan Tokoh Masyarakat
Papua tentang ungkapan Pdt.Izaak Samuel Kijne mengenai memimpin diri sendiri.
A. Gambaran Umum tentang wilayah Kota Jayapura di Provinsi Papua
A.1. Keadaan Geografis
Kota Jayapura adalah ibukota provinsi Papua, Indonesia. Kota ini merupakan ibukota
Provinsi yang terletak paling timur di Indonesia. Kota yang indah ini terletak di Teluk Jayapura.
Secara geografis wilayah Kota Jayapura terletak di bagian utara Provinsi Papua, , Kota Jayapura
terletak pada 1°28”17,26” Lintang Utara - 3°58’082” Lintang Selatan dan 137°34’10,6”Bujur
Timur - 141°0’8’22”Bujur barat. Kota Jayapura secara administratif memiliki batasan bagian
utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, bagian barat dengan Kabupaten Jayapura, bagian
selatan dengan Kecamatan Arso Kabupaten Keerom,
dan bagian timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea1.
Topografi daerah cukup bervariasi, mulai dari dataran hingga landai dan berbukit /
gunung 700 meter di atas permukaan air laut. Kota Jayapura dengan luas wilayah 94.000 Ha
terdapat ± 30% tidak layak huni, karena tediri dari perbukitan yang terjal, rawa-rawa dan hutan
dengan kemiringan 40% bersifat konservasi dan hutan lindung. Variasi curah hujan antara 45-
255 mm/th dengan jumlah hari hujan rata-rata bervariasi antara 148-175 hari hujan / tahun.Suhu
1http://info.indotoplist.com/?YldWdWRUMWtaWFJoYVd3bWFXNW1iMTlwWkQweU5UWT0= diunduh
pada hari Jumat 1 Februari 2013, pukul 02.45 WIB.
tara-rata 29° C - 31,8° C, musim hujan dan musim kemarau tidak teratur,. Kelembaban udara
rata- rata bervariasi antara 79% - 81% di lingkungan perkotaan sampai daerah pinggiran kota
keadaan iklim seperti ini sangat menunjang bidang pertanian dan peternakan. Luas wilayah Kota
Jayapura 940 KM² atau 94.000 ha atau 0,23% dari luas seluruh daerah Provinsi Papua yang
terdiri dari 4 (empat) Distrik yaitu Distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura dan Muara
Tami yang terdiri dari 11 Kampung (dulu Desa) dan 20 Kelurahan. Sebagian lahan di Kota
Jayapura adalah merupakan hutan yaitu seluas 4.967 ha. Kesesuaian lahan untuk pembangunan
di Kota Jayapura dikelompokkan ke dalam Kawasan Budidaya (14.220 Ha) dan Kawasan Non
Budidaya (79.780 Ha) serta pemukiman dan lain-lain2
A.2. Keadaan Sosial Budaya
Penduduk Kota Jayapura adalah penduduk heterogen yang terdiri dari bermacam-macam
suku yang ada di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Jayapura pada tahun 2011 sesuai dengan
data dari BPS Kota Jayapura adalah 157.741 orang3. Kota Jayapura saat ini dihuni pelbagai suku
bangsa, mulai dari suku bangsa asli tanah Papua sendiri, meliputi Kayu Batu, Kayu Pulo, Tobati,
Injros, Nafri, Yoka, Waena dan Skow4.
Sementara para pendatang terdiri atas suku bugis, Buton, Makassar, Tana Toraja, Jawa,
Sunda, Padang, Batak, Ambon, Palembang, Manado, Maluku, Maluku Utara, maluku Tenggara
(Kai), Tionghoa, dan suku-suku lainnya. Tak heran, keragaman suku bangsa yang mendiami
daerah ini memberikan warna tersendiri bagi kekayaan khazanah budaya bangsa di Tanah air.
Mereka ini adalah aset Sumber daya Manusia (SDM) yang penting sebagai motor penggerak
2 Ibid
3 http://www.bisnis-kti.com/index.php/2012/05/kependudukan-populasi-penduduk-kota-jayapura-tumbuh-36-per-
tahun/ diunduh pada hari Jumat 1 Februari 2013, pukul 02.55 WIB.
4 Drs.Menase Robert Kambu, M.Si., Sarbinnor Karim, S.IP., M.M, Jayapura Kota di Ujung Timur yang
Spesifik, Eksotik, Unik, dan Menarik, Jayapura: Indomedia,2008, 20
roda perekonomian dan pembangunan daerah di Kota Jayapura saat ini5. Orang Papua sendiri
mayoritas beragama Kristen protestan dengan sinode terbesar dan tertua ialah GKI di Tanah
Papua.
B. Kedatangan Pdt. Izaak Samuel Kijne ke Papua
Pada Tahun 1923 tibalah di Mansinam beberapa pendeta zending baru dari Tanah
Belanda. Mereka adalah Pdt. Izaak Samuel Kijne, Pdt. F.Slump dan Pdt. J. Eigendaal6. Tugas
Kepala sekolah guru diserahkan kepada Pdt. Izaak Samuel Kijne, sedangkan Pdt. F.Slump dan
Pdt. J. Eigendaal diberi tugas untuk menempati Resort Fak-fak/Resort Berau. Sekolah guru ini
pada saat itu tergabung dengan sekolah rakyat yang mau tidak mau harus menamatkan sekolah
Guru Penghantar Jemaat dalam tiga Tahun.
Pertama kali Kijne menginjakan kaki di pulau Mansinam tampaknya ia sangat berkesan
dan tertarik dengan apa yang ada di sana. Terbukti, Kijne dalam tulisannya menulis kehidupan
tentang pulau Mansinam sebagai berikut : Alangkah senangnya kehidupan di Pulau Mansinam.
Anak-anak dari seluruh pelosok bekerja di sekolah dan di halaman. Terdengar nyanyian-
nyanyian baru. Timbul harapan untuk bekerja bagi perkembangan daerahnya sebagaimana yang
dilakukan oleh banyak guru Ambon dan Sangihe. Mereka mau bekerja dan bisa bekerja. Mereka
bisa bernyanyi dan bermain musik. Mereka belajar bermain. Dan Alangkah indahnya Pulau ini
untuk mengadakan penemuan-penemuan baru7.
Ada beberapa masalah juga yang dihadapi oleh Kijne dalam kepemimpinannya sebagai
kepala sekolah di Mansinam. Masalahnya ialah tidak adanya sarana dan prasarana seperti asrama
asrama yang yang memadai, pemondokan sederhana untuk tidur yang terbuat dari kayu yang
5 Ibid
6 Pdt. J.F. Onim, M.Th, 87 Tahun Sejarah Pendidikan Teologi di Tanah Papua, Jayapura:GMT,2004,15 7 Ibid14
mudah lapuk dan juga sebuah sumur yang amat dalam dan kadangkala mengalami kekeringan.
Sekolah guru tersebut terletak di dalam kompleks zending, berdiri di atas tanah karang dan
kurang subur. Dalam kebutuhan yang mendesak, seringkali para murid harus menyeberang dari
Teluk Doreri ke Manokwari untuk menjual sagu dan buah kelapa dan juga untuk berbelanja
keperluan lain yang mengakibatkan para murid pardidu (berpergian tanpa arah dan tujuan yang
jelas) sehingga mengurangi waktu belajar dari para murid. Banyaknya kebutuhan dan juga biaya
yang mahal untuk mendatangkan barang dari toko-toko di Manokwarilah yang menambah
kesusahan dalam perkembangan pendidikan saat itu. Anak-anak Papua juga dikuasai oleh anak-
anak amber (pendatang) yang bersekolah di sana. Dengan alasan dan pengalaman-pengalaman
yang ada maka diusulkan pendidikan harus diatur ulang kembali. Anak-anak amber (pendatang)
tadi dikirim untuk pulang kembali belajar di daerahnya.
Demi mendapatkan lokasi yang baik maka Zendeling D.C.Bout dan D.B. Sttarenburg
mengusulkan untuk memindahkan sekolah pendidikan guru dari Mansinam8. Sebelum proses
perpindahan berlangsung Kijne diutus untuk melihat tempat yang akan dipakai, dengan
berkunjung selama satu bulan di Teluk Wondama. Kijne mengunjungi kampung demi kampung
untuk mencari tempat terbaik agar dapat dipakai untuk mendirikan sekolah dan asrama. Sampai
akhirnya Kijne tiba di Miei dan memilih Miei sebagai lokasi yang akan dipakai. Kijne berkata :
Miei letaknya sangat indah dan bersandar pada bukit-bukit di kaki gunung Wondiwoi. Tempat
ini tanahnya baik, airnya jernih mengalir dari sungai yang tidak pernah kering. Di sinilah tempat
untuk suatu pekerjaan yang berguna, suatu kehidupan yang menyatu secara alamiah dengan
kehidupan di kampung-kampung9. Tujuan utama untuk memindahkan sekolah guru dari
8 Ibid 16 9 Ibid 17
Mansinam ke Miei adalah agar anak-anak Papua diupayakan untuk dididik agar hidup secara
mandiri, sehingga mereka sendiri dapat berprestasi10
.
C. Pembukaan Sekolah Guru di Miei
Pada Tanggal 25 Oktober 1925 Pdt. Izaak Samuel Kijne, Johan Ariks, dan C.M. Gossal
tiba di Miei Teluk Wondama sebuah kapal KPM Belanda (Maskapai Pelayaran Nasional
Belanda) dan membawa 35 orang murid yang dipindahkan dari CVO (Cursus Volkschool
Onderwijzer) di Mansinam ke bukit Aitumieri dan kemudian mereka di tempatkan di asrama
yang sudah tersedia11
. Mereka di sambut dengan meriah oleh warga Miei. Bahkan ada sumber
yang mengatakan bahwa mereka menyiapkan tandu yang terbuat dari bambu untuk mengangkat
Pdt. Izaak Samuel Kijne, tetapi beliau tidak bersedia dengan alasan hendak berjalan bersama
rombongan menuju ke asrama. Gedung asrama tersebut telah dipersiapkan oleh Pdt. Bout dan
Starrenburg dengan diarsiteki oleh Bastian Lano12
.
Pada sekolah guru di Miei, Kijne bekerja sebagai Direktur sekaligus guru. Di Tahun 1926
pemerintah Belanda mengalokasikan biaya kepada sekolah tersebut. Dapat terlihat Kijne
mengatur seluruh siswa menggunakan pola asrama yang membuat para siswa hidup dengan
teratur. Asrama menjadi suatu pemondokan yang sederhana. Ini adalah hasil karya mereka
10 Ibid 16 11 Hanz Wanma, Cahaya Yang Pudar di Bukit Peradaban Tanah Nieuw Guinea, Jayapura:Andy Wijaya,2011,hal
104 12 Ibid 53
sendiri yang dapat dipraktekkan di kampung-kampung. Alat-alat yang mereka gunakan sama
dengan alat pertukangan yang akan digunakan di kampung-kampung13
.
D. Bentuk Kehidupan Asrama
Kehidupan asrama ini ternyata sangat membantu untuk membentuk kepribadian orang Papua
yang pada saat itu masih mengenal kehidupan yang bersifat individu. Pola pembentukan asrama
ternyata membuat orang Papua yang terdiri dari banyaknya suku dan bahasa dipersatukan di
dalam satu Asrama. Berikut adalah hal yang dilakukan Kijne dalam strategi dan pola
pembangunan asrama.
E. Kehidupan Asrama14
Kehidupan dari anak-anak asrama sejak awal diorganisir agar dapat terus berlangsung
secara berkesinambungan. Peraturan tertulis maksudnya menjadi suatu persiapan untuk
pekerjaan praktis di kemudian hari di kampung-kampung orang Papua. Pelajaran di Sekolah
tidak diuraikan. Hanya perlu dicatat bahwa :
a. Jadwal pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga ada pekerjaan di kebun dan pekarangan
pada pagi hari yang dilaksanakan beberapa hari. Karena itu, beberapa mata pelajaran tidak
diberikan pada siang hari, khususnya Kursus Normaal (Normaal School). Peserta Kursus
Normaal mengadakan praktik lapangan pada Sekolah Rakyat di Miei.
b. Mata pelajaran untuk nyanyian tidak mengalami perubahan, kecuali bahan pengajaran dari
tahun 1930 yang disusun oleh Tuan Geurts yakni Inspektur Pengajaran pada tahun 1929
untuk Kursus Normaal, sehingga dapat mengarah kepada soal-soal ujian yang tidak sesuai
13
Pdt. J.F. Onim, M.Th, 87 Tahun Sejarah Pendidikan Teologi di Tanah Papua, Jayapura:GMT,2004, 22
14 Ibid 22
dengan keadaan pendidikan yang sesungguhnya. Soal-soal ujian disusun sendiri oleh
pengajar.
c. Ilmu Bumi, ilmu tumbuh-tumbuhan dan binatang serta ilmu kesehatan (hiegene) mendapat
perhatian utama, yaitu mengenal lingkungan secara praktis. Kemudian ilmu tumbuh-
tumbuhan disatukan dengan pelajaran pertanian.
d. Pelajaran agama dengan sendirinya diambil dari apa yang dilihat di teluk Wondama dan
dengan mendengar apa yang ditemukan oleh murid-murid itu sendiri.
F. Dinas-Dinas15
Semua pekerjaan untuk gedung-gedung, halaman, kebun dan yang lainnya, diorganisir
dalam beberapa dinas, kecuali pekerjaan memasak di dapur yang diatur dalam jadwal dan hanya
dikerjakan oleh anak-anak dari sekolah sambungan. Mereka ini juga memelihara "taman" dan
halaman rumput.
Pada tahun 1932, sebagian dari lahan kebun sekolah pecah. Lalu dibuatlah sebuah jalan
setapak dari rumput dan lapangan bulu tangkis. Pada tahun 1935 didirikan sebuah gedung untuk
dosen teologi, dan di sebelahnya ada taman yang sangat indah pemandangannya. Juga ada
saluran air yang panjangnya 200 meter, yang dialirkan dari sumber air terjun yang romantis,
yang dikerjakan dengan sekuat tenaga oleh anak-anak dan harus dipelihara. Perbaikan-perbaikan
sesudah banjir selalu mereka kerjakan.
Untuk mengepalai setiap dinas, ada satu atau dua orang mandor. Anak-anak dibagi dalam 9
kelompok. Murid-murid yang lama dipilih menjadi pemimpin. Tiap tahun setelah satu kelas
tamat naik kelas, diadakan pemilihan. Berbagai dinas secara bergilir bekerja dalam kelompok.
Jadi semuanya dapat giliran untuk bekerja dalam dinas-dinas dan juga terlibat dalam pekerjaan
15 Ibid 23
itu. Mandor-mandor harus bertanggung-jawab atas pekerjaan itu dan boleh berprakarsa
bagaimana seharusnya pekerjaan tersebut dilaksanakan. Para pemimpin harus melihat anak-anak
dalam kelompoknya sebagai murid-murid yang dipercayakan kepada mereka. Pada jam apel
malam pukul 18.30, para mandor wajib lapor absensi. Mereka juga harus merawat anak-anak
yang sakit.
F.1. Dinas Perumahan
Dinas ini bertugas memelihara dan membersihkan semua gedung sepanjang minggu,
pada jam yang ditetapkan. Pada hari sabtu mereka membersihkan gedung sekolah, perabot
dan sebagainya. Penerangan dalam gedung hanya ada pada ruang makan dan ruang belajar,
dengan menggunakan lampu petromaks. Lampu-lampu ini juga biasa digunakan orang-orang
di kampung. Lampu listrik dianggap akan memanjakan seorang guru yang nantinya akan
menjalani tahun-tahun kehidupannya dalam suatu perkampungan Papua yang
memprihatinkan. Karena itu, perlu untuk mengetahui apa itu minyak tanah. Apalagi menurut
perhitungan, penerangan listrik akan lebih mahal biayanya. Di dalam ruang yang semula
dibangun untuk "Bengkel Pertukangan" dijadikan ruang makan-rekreasi-belajar dengan
lantai semen dan perabot yang menarik. Juga ada podium untuk pementasan dan
pertunjukan. Ruangan ini mempunyai akustik suara yang baik. Bengkel pertukangan yang
lama kemudian ditutup.
Para tamatannya tersebar luas di seluruh Niuew Guinea Utara dan Miei. Tidak ada
cukup lapangan pekerjaan untuk suatu sekolah pertukangan. Kepala tukang direkrut untuk
asrama, guna melatih dan memimpin pekerjaan pertukangan bagi anak-anak.
F.2. Dinas Kesehatan
Dinas ini bertugas membersihkan kamar mandi dan jamban (WC), saluran pembuangan
dan seluruh kompleks, memungut sampah dapur. mengosongkan bak-bak sampah serta
membuangnya ke muara sungai Miei. Disentri tidak pernah ada di asrama walaupun air yang
diminum belum dimasak. Saluran air sambungan dialirkan ke kamar mandi/WC masing-
masing. Pipa induk mengalir kekamar mandi asrama dengan pancuran, melalui WC yang
selanjutnya menghanyutkan segala macam kotoran. Air limbah ini dialirkan ke sungai Miei.
Secara bergilir, mandor-mandor dinas mengukur suhu dari penderita deman panas dan
membantu poliklinik yang dibuka setiap pagi pukul 06.30.
F.3. Halaman
Memelihara halaman, rumput di bukit-bukit dan taman-taman bunga adalah tugas dinas
ini. Di halaman ada banyak pohon kapok yang menghasilkan kapok untuk kasur-kasur dan
sebagainya.
F.4. Dinas Jalan Setapak
Dinas ini bertugas memelihara jalan-jalan setapak dan jembatan- jembatan. Di bukit-
bukit, jalan-jalan setapak ini harus dilindungi dari banjir. Pinggiran jalan harus selalu rapi.
Suatu jembatan yang panjangnya 24 meter yang menghubungkan halaman dengan tanah di
sebelahnya melewati satu lembah yang dalamnya 15 meter. Seluruh jembatan ini dibangun
oleh anak-anak sendiri. Untuk itu, mereka masuk hutan untuk menebang pohon kayu besi
dengan penuh semangat, walaupun pekerjaan ini berat. Selanjutnya ada beberapa jembatan
di atas sungai di daerah datar perkebunan kelapa dan beberapa jembatan kecil di taman.
F.5. Dinas Kebun Kelapa
Pos Zending mempunyai satu kebun kelapa yang letaknya di antara gunung dengan
kampung Miei. Hasilnya tidak seberapa dan asrama adalah pembeli utama. Seluruh kebun
kelapa itu kemudian diambil alih oleh asrama dan selanjutnya mengusahakannya. Kebun
kelapa ini kelihatan bersih dan selalu menyediakan buah-buah kelapa untuk dapur asrama.
Pada awalnya buah kelapa diolah juga menjadi kopra. Tetapi karena harganya jatuh, maka
usaha itu dihentikan.
F.6. Dinas Lapangan Olahraga
Sebuah lapangan olah raga dibuat di atas sebidang tanah hutan rawa yang sudah dibeli.
Lapangan ini cukup teratur dan luas, yang secara teratur dijaga oleh dinas lapangan olah
raga. Di sini tidak berlaku kebiasaan "biarkan semua bertumbuh dulu baru secara bersama-
sama membabatnya". Untuk menjaga supaya rumputnya tetap pendek, juga alang-alangnya,
tidak digunakan mesin babat, melainkan dengan babat-babat dari belahan-belahan bambu.
Organisasi ini memberikan kesempatan untuk mengenal sernua pekerjaan dalam kehidupan
sehari-hari yang mestinya dijaga.
Semua anak yang luput dari perang Pasifik yang pernah dididik di Miei seringkali
mengenang bahwa guru-guru Papua di Yoka mendorong untuk mengatur asrama seperti
dengan yang ada di Miei. Juga Penilik Sekolah (schoolop ziener) Latumahina yang pernah
menyaksikannya di Miei bertahun-tahun lamanya, setelah penempatannya di Ambon sebagai
Pengawas pengajaran (Inspekteur) menganjurkan hendaknya Pendidikan Guru Ambon
mengikuti cara-cara praktis dari Miei.
F.7. Makanan
Sagu dan ikan adalah makanan pokok dari penduduk Wondama. orang menjual dengan
murah buah-buahan, sayur-mayur dan umbi-umbian. Pengawas pertanian (opzichter)
kemudian melihat bahwa asrama kami mempunyai suatu potensi ekonomis bagi Wondama,
kendatipun kami tidak memasukkan lebih banyak uang bagi kas-kas orang-orang papua.
Tetapi sekolah ini menjadikan Wondama lebih populer. Hal ini sangat menyenangkan
karena orang-orang Wondama mendesak untuk membukanya kembali bukan hanya karena
penjualan sagu dan ikan, melainkan karena orang teluk ini hidup bersama-sama dengan
sekolah dan sekolah ini hidup bersama-sama dengan mereka. Anak-anak mempunyai kebun-
kebun sendiri di daerah perbukitan di belakang asrama. Mereka menjual ketela pohon
(singkong), ubi jalar, keladi, jagung, pisang dan nenas kepada asrama. Juga ada kebun
percontohan (proeftuin) sekolah yang menghasilkan sayur-mayur bagi asrama.
Menu makanan terdiri dari : sarapan pagi: Sagu lempeng dengan teh; makan siang :
papeda dengan sayur dan ikan; makan malam : tiga kali seminggu, nasi dengan sayur, ikan
dan kacang hijau. Selain itu ditambah pula dengan jenis makanan lainnya yaitu : ubi jalar
(petatas), singkong, pisang, jenis umbi-umbian lain, jagung dan sebagainya. Makanan yang
disediakan cukup bervariasi. Anak-anak bertumbuh tegap dan kekar, berbeda dengan orang-
orang dewasa di kampung-kampung. Hal ini nampak di dalam pesta-pesta pertandingan bola
kaki pada hari-hari raya tertentu.
Makanan yang baik merupakan persyaratan bagi inteligensia dan watak. Akan tetapi,
cara makan ini tidak boleh melebihi cara makan di kampung-kampung. Di kemudian hari,
orang harus melihat bagaimana semestinya dapat mengatur pola dan menu makanan di
kampung-kampung. Sagu lempeng dibakar oleh ibu-ibu dari Wasior, beberapa hari dalam
seminggu, karena pekerjaan ini di buat oleh kaum ibu-ibu.
Tetapi pekerjaan masak-memasak selanjutnya ditugaskan kepada murid-murid dari
Sekolah Sambungan. Regu masak terdiri dari lima orang setiap dua minggu. Inilah pekerjaan
terberat yang membuat mereka harus bangun pagi-pagi dan mengundang banyak kritik dari
teman-teman mereka. Selain ikan, kadang kala ada juga daging dari sapi potong yang
diperoleh dari kawanan lembu Miei, juga hasil tangkapan dari perburuan anak-anak. Dekat
kebun-kebun, mereka pasang jerat dan sejenis pintu jebakan pada pagar kebun yang di
atasnya ditimbun batu-batu besar yang dapat dengan mudah menimpa babi yang terkurung
dalam jerat itu.
Untuk waktu yang agak lama anak-anak juga memperoleh suatu jaring tarik (pukat)
yang dipakai untuk menangkap ikan. Pukat ini dapat menjaring banyak ikan, tetapi kami
menghentikannya karena mengganggu pelajaran mereka, juga dengan alasan bahwa dasar
laut kurang cocok bagi pukat ini. Banyak mata pukat yang putus sehingga membutuhkan
waktu berminggu-minggu untuk menjahitnya kembali. Ada malam-malam yang berkesan
sewaktu kami menerima sejenis pukat terapung dari Vlaardingen, dari seorang nelayan di
kapal. Kami melabuhkannya berjam-jam lamanya. Tetapi menurut seorang Papua pukat
terapung ini tidak akan menjaring ikan.
F.8. Menabung
Anak-anak menerima uang bulanan, sebagai jaminan kebutuhan dirinya sendiri, seperti
pakaian, sabun dan lain-lain. Untuk itu mereka harus mengetahui tata buku. Mereka tidak
menerima uang setiap bulan, tetapi mereka boleh mengambilnya sesuai kebutuhan masing-
masing. Apalagi mereka juga menerima uang dari penjualan hasil kebunnya kepada asrama.
Harganya agak murah dibandingkan dengan harga yang kami bayar kepada orang-orang
Wondama. Semua pemasukan kami catat pada kolom rekening koran mereka. Setiap anak
memiliki rekening koran sendiri. Bila ia mengambil uangnya maka dicatat pada kolom
debet. Dengan begitu, mereka dapat melihat praktik sederhana tentang kredit dan debet, juga
apa artinya saldo dan belajar menabung. Hal ini adalah sarana untuk melatih mereka
mengenai pemakaian finansialnya, penghematan, pertanggungjawab dan kerapian dari
pakaian mereka.
Ada beberapa orang dari mereka yang waktu tamat menerima sejumlah uang untuk
harta mas kawinnya atau perlengkapan rumah tangga. Ada pula yang menghabiskan
uangnya. Isi tanaman kebun-kebun mereka ditaksir harganya dan uangnya dikirimkan
kepada mereka.
F.9. Pendidikan Pertanian
Dinas penerangan pertanian pada tahun 1935 menempatkan seorang pengawas pertanian
yang dengan sendirinya dapat menjalankan pendidikan pertanian. Di sekolah, juga di
Sekolah Sambungan, ia memberi pelajaran teoritis dan semua anak mempraktikkannya
empat jam seminggu di kebun percontohan. Dalam kebun itu dicoba untuk menanam padi
dan berbagai jenis sayur. Cara menanam yang baik dan juga memilih bibit dipraktikkan.
Pupuk hijau dimanfaatkan juga. Orang-orang Papua mengambil banyak pengalaman dari
kebun itu secara praktis. Pengawas Pertanian juga menjadi juru penerang pertanian untuk
penduduk. Dengan sendirinya sekolah ini mengabdi secara nyata kepada masyarakat.
Di belakang pekarangan asrama, kami menanam pala juga berbagai jenis jeruk manis,
pohon buah-buahan seperti manggis, durian, rambutan yang pada waktu itu belum ada di
Wondama. Selanjutnya diperkenalkan kakao (coklat), katun (kapas) dan tanaman-tanaman
langka yang lain. Dalam perjalanan petualangan ke hutan kami mengambil beberapa jenis
tumbuhan untuk menghias asrama sekolah ini.
F.10. Nyanyian, Musik dan Olahraga
Anak-anak secara bersama-sama membentuk sebuah paduan suara yang mempunyai
makna tersendiri. Nyanyian-nyanyiin yang mereka pelajari tersebar luas di Nieuw Guinea.
Selanjutnya ada satu orkes seruling bambu dari semua anak. Seruling bambu mereka ambil
dari hutan dan pada saat mereka tamat, mereka membawa pulang berikat-ikat suling bambu,
karena ada beberapa daerah yang tidak mempunyai hutan bambu. Ada sebuah kelompok
musik fanfare yang mempunyai 16 alat musik yang dapat ditiup dengan baik. Tetapi
kelompok ini kurang berprestasi, karena anak-anak belum berlatih dengan baik untuk
menggunakan alat-alat tersebut. Namun, hari-hari khusus dirayakan dengan meniup suling
bambu dan memainkan alat-alat kelompok musik ini.
Kami mengadakan suatu kunjungan penginjilan ke seluruh teluk dengan musik,
menyanyi dan pertunjukan dengan cahaya lampu di mana semua anak menjadi tamu dari
seluruh kampung di Wondama. Ada olahraga bebas dan yang terjadwal. Olahraga bebas
adalah pertandingan sepak bola di lapangan olahraga. Pada waktu lowong diadakan
pertandingan antara kesebelasan intern asrama yang sudah terjadwal. Senam terdiri atas
latihan-latihan sederhana dari Swedia yang terkenal. Selanjutnya kami mengajar mereka
bermain kasti, memukul bola, bola keluar, bola kena dan sebagainya. Rabu sore sesudah
pukul 16.00 merupakan waktu olahraga. Juga patut dicatat hari tibanya kapal-kapal KPM
(Koninklijke Paketvaart Maatschappij), sebuah perusahan pelayaran kolonial, sekali dua
bulan dari Makasar yang membawa barang-barang untuk Miei yang diangkut dengan
perahu-perahu. Hari-hari yang menyibukkan, tetapi menarik untuk membuka peti-peti dan
mengukur kekuatan tenaga dengan memikul karung-karung beras.
Pekerjaan yang baik yaitu menjaga supaya jangan kampung Miei kebanjiran dan
lapangan bola ikut rusak. Ini terjadi karena Sungai Miei selalu banjir. Sabtu malam menjadi
malam luar biasa. Tidak ada pekerjaan rumah, mereka semua ikut bermain. Secara bergilir
ada kelompok bermain di rumah kami, ada juga yang menonton. Juga ada jam-jam
konsultasi di malam hari di kantor saya, bagi mereka yang dipanggil. Anak-anak ini jarang
berlibur ke rumah orang tua karena belum ada hubungan kapal di Nieuw Guinea yang dapat
memudahkan mereka kembali tepat waktu.
Memang ada liburan, di mana tidak ada kegiatan sekolah, ada pekerjaan tambahan
misalnya mengunjungi tempat-tempat keramat dari mitologi Wondama, ke air terjun atau
sumber air panas, ke kebun-kebun baru dari rakyat, ke pentahbisan gedung-gedung gereja
baru dan sebagainya. Anak-anak di asrama memperoleh kebebasan untuk berkarya. Mereka
mengenal penduduk Miei, Wasior dan kampung-kampung lain. Mereka juga selalu mencoba
banyak hal baru di berbagai bidang sebab mereka tidak terisolir. Setiap hari mereka
menyaksikan jerih dan juang soal-soal di kampung. Mereka adalah para peniup seruling dari
jemaat Miei dan mengambil bagian dalam ibadah16
.
C. Sejarah Nubuatan Pdt. Izaak Samuel Kijne
Pada Tanggal 26 oktober 1925, sehari setelah tiba di Miei untuk membuka sekolah
Peradaban, Pdt. Izaak Samuel Kijne bertemu dengan beberapa orang tua dikampung Miei.
Mereka adalah Matirere Jakonias Sanggemi, Tuani Bernaard Karubuy, Kokor Kambumi Miei
Sayori, Saweri Ayomi,Abraham Payabai Torey dan Marthinus Sawonggai Ramar bahwa ia akan
datang ke sebuah batu yang berbentuk seperti meja di kaki bukit Aitumieri untuk berdoa dan
16 Ibid 29
menyerahkan seluruh pekerjaan dan pelayanan ditempat yang untuk pertama kali ia datang
bersama anak didiknya dari mansinam17
.
Kemudian pada malam itu Kijne pergi dan berdoa namun tidak diketahui dengan jelas apa
yang dikatakannya. Tetapi bahasa yang diucapkan mengenai batu itu sempat didengarkan oleh
beberapa orang tua seperti Yakonias Sanggemi, Saweri Ayomi, Bernaard Karubuy dan Kokor
Kambumi Miei Sayori. Bahasa yang dikatakan Kijne mengenai batu itu adalah “Di atas batu ini
saya meletakkan peradaban orang Papua, Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal
budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan
memimpin dirinya sendiri”18
.
Waktu hendak pulang ke Belanda, ia masih sempat mengunjungi Miei pada Agustus 1958
dan menyampaikan pesan kepada keluarga Karubuy untuk menjaga batu tersebut. Batu tersebut
kemudian disebut batu peradaban orang Papua. Disebut demikian dikarenakan Pdt. Izaak Samuel
Kijne menjadikan batu ini sebagai mimbar ketika anak-anak Noormal School melakukan praktik
bernyanyi, batu ini juga bisa menjadi tempat bersantai dan juga Kijne biasa menggunakan batu
tersebut untuk memimpin dan juga untuk melatih anak didiknya bernyanyi. Dengan kata lain
anak Papua dapat membaca, menulis dan bernyanyi ketika berdiri diatas batu ini, serta kata-kata
bijak yang pernah diucapkan Pdt. Izaak Samuel Kijne pada batu ini mengenai peradaban orang
Papua.
D. Riwayat Hidup 19
17 Hanz Wanma, Cahaya Yang Pudar di Bukit Peradaban Tanah Nieuw Guinea, Jayapura:Andy Wijaya,2011,hal
104 18 Ibid 19
Pdt. J. Mamoribo, Ketika Tertentu, KIJNE-RUMAINUM, Jayapura:Labor,1971,hal 14
Nama Lengkap Izaak Samuel Kijne, lahir 1 Mei 1899 di Vlaardingen, Nederland.
PENDIDIKAN
1. Acte Onderwijzer di Klokkenberg, Nijmegen 1918
2. Acte Hoofdonderwijzer 1920
3. Acte Maleis = Land en Volkenkunde melalui Zending-school di Oegstgeest 1921
4. Taalcursus di Tubingen, Jerman
5. Tinggal di Zendingschool, Oegstgeest 1918 – 1923
PENGALAMAN KERJA :
1. Sebagai utusan Zending ke Irian Barat 1923, ditempatkan sebagai kepala sekolah pada
sekolah Guru di Mansinam (Juni 1923).
2. Direktur Normaaleergang en Evanglisten cursus di Mici Oktober 1925
3. Cuti 1932 – 1933 dan menikah dengna Johana Regina Uittenbogaard (lahir 20-2-1907)
4. Anak-anak :
- Hugo (lahir di Serui setelah beberapa hari kemudian meninggal)
- Maria Cornelia (Lahir 16-2-1942, di Balige, Sumatera Utara)
- Jan Willem (Lahir 27-10-1947 di Vlaardingen)
5. Cuti ke Jawa (Agustus – Desember 1941)
6. Ditempatkan di Balige (Januari 1947) karena para utusan zending Jerman diasingkan
(diinternir).
7. Maret 1942 – Agustus 1945 diinternir oleh Jepang.
8. Oktober 1945 – Mei 1946 pejabat pendeta di Medan.
9. Mei 1946 – Desemebr 1946 Perjalanan Orientasi ke Irian Barat.
10. Januari 1947 cuti ke Nederland.
11. 15 Februari Terreninleider dari pekerjaan zending di Irian Barat.
12. Direktur Joka – Instituut (Maret 1948 – Agustus 1951).
13. 30 Juni 1953 cuti ke Nederland
14. Juni 1955 – 1958, Rektor Sekolah Teologia di Serui.
15. Juli 1958, perpisahan untuk pulang ke Nederland.
16. 1958 – 1959 dosen pada Zendingshogeschool dalam matakuliah etno-sociologic.
17. 1964 – 1969 Bibliothecaris Perpustakaan Zendinghogeschool
18. 10 Mei 1969 perpisahan dengan pekerjaan zending.
KARYA – KARYA20
:
1. Bersifat Ilmiah
- Mana en tabu in de talen van de Geelvink Baai MTZ 1930.
- Het Parpoese Wereldbeeld (in Godsdiencstonderwijz voor Papoea’s Opwekker 1934.
- Zending en Zendingsonderwijz – opwekker 1937.
- Onderwijz en opvoeding 1954 dalam W.C. Klein deel iii hal 302..
- Serie Pidato-pidato radio dalam Schakels Dinas Penerangan Negara.
- Harapan kemudian diterbitkan kembali dengan judul, Kemana Nieuw Guinea?
2. Bersifat Misiologi ;
- De Zekkerheid der dingen, die men hoop (dalam Kruis en Korwar) Den Haag 1953.
- Alasan Jang Hidup (Sedjarah Zending di Irian Barat) 1954, Den Haag.
- Mythe of Kruis in Nieuw Guinea dalam Heerbaan 1955.
3. Bersifat Pastoral
20 Ibid 15
- Effatha-Pembimbing PL Untuk Katakisasi. Selanjutnya beberapa seri karangan dalam
Nederlandse Zendingsblad. Dari Hervormade Kerk sejak tahun 1958 – 1969.
4. Buku-buku Sekolah
- Angka Berbaris, Metode Berhitung
- Itu Dia (5 jilid diantaranya gambar-gambar dari penulis sendiri)
- Kota Emas ( Bacaan wajib para siswa)
- Selain itu menulis buku-buku bacaan dalam bahasa daerah – surat Wasja I, II, surat Naf
(Bahasa Biak) dan dalam bahasa Belanda untuk SD di Irian Barat, yaitu Het Begin ( 5
jilid ) dan Paradijsvodels (9 jilid).
5. Buku-buku Nyanyian
- Mazmur dan nyanyian Rohani (terjemahan dari Leidern uit de scgat der Mazmur dan 200
Nyanyian rohani yang sekarng di pakai dalam GKI di Irian Barat.
- Festa Beba (Do Samfur) dalam bahasa Biak.
- Masmur ma Ranu (Nyanyian Rohani dalam Bahasa Wandamen).
- Seruling Mas (Lagu-lagu untuk Sekolah)
- Suara Gembira (Lagu-lagu untuk sekolah) minggu, dengan ilustrasi dari Mieke Kijne).
6. Diktat
- Inleding N.T. Ethiek, Volkenkunde, Exegese Bijbelboeken.
- Dalam Bentuk Stensilan, Geshiedenis Van Neiuw Guinea – Volkenkunde (Cult.
Antropologie) etc.
7. Lain-lain
- Kijne, seorang ahli dalam bidang musik, dan seni suara, melukis dan memilikii
pengetahuan tentang Psikologi, memiliki pengetahuan Bahasa, serta ahli Mithology,
Teologi dan Misiologi.
E. Pdt. Izaak Samuel Kijne di Mata Orang Papua
Menurut Pdt. Herman Saud, Kijne adalah pelopor pembangunan dan peradaban di Tanah
Papua. Didikannya membuat banyak hasil yang baik di Tanah Papua. Berbicara Papua Tidak
terlepas dari Kijne. Ia mulai bekerja di Papua cukup lama. Dan sebagian hidupnya ia habiskan di
Papua. Misi yang paling khusus yang dibuat adalah dalam bidang pendidikan. Menurut beliau
orang mau memulai bekerja dengan apapun pasti tidak terlepas dari pendidikan. Itulah yang
membuat Kijne berbuat banyak hal terhadap orang Papua dalam bidang Pendidikan. Fokus yang
dilakukannya dalam pendidikan adalah secara luas. Beliau setuju bahwa Kijne adalah bapak
peradaban dan kemajuan bagi orang papua, tetapi juga bapak GKI di Tanah Papua. Karena
menurut beliau dari pendidikan akan menghasilkan suatu peradaban baru21
.
Senada dengan Pdt. Herman Saud, Pdt. Willem Malowali mengatakan filosofi hidup dari
Kijne adalah mendidik. Kepemimpinannya mempunyai dasar cukup kuat. Malowali mengatakan
seperti itu dikarenakan Kijne adalah gurunya sendiri. Kijne adalah pendidik bangsa Papua secara
menyeluruh. Menurut beliau Kijne mendidik orang Papua dengan kasih sayang. Beliau
merasakan secara langsung cara kerjanya. Ternyata Kijne sendiri mempunyai keyakinan kepada
orang Papua yang mempunyai sebuah kekhususan dari suku-suku lain dan yang mempunyai adat
21 Wawancara dengan Pdt. Herman Saud (Mantan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 16 Agustus
2012.
istiadat yang baik. Semuanya itu sudah ada dalam diri orang Papua. Menurut beliau, Kijne
membuat suatu transformasi yang baru bagi orang Papua22
.
Menurut Pdt. Herman Awom, Kijne membangun dan membuat peradaban di Tanah
Papua tanpa adanya tendensi politik. Tetapi mereka membangun Tanah Papua dengan hati dan
kasih. Sekolah peradaban yang dibuat di Miei mempunyai hasil untuk memimpin sekolah di
kampung-kampung. Dari apa yang dibuat Kijne tersebut, tampaknya ia mempunyai keyakinan
bahwa orang Papua akan dapat memimpin dirinya sendiri23
.
Menurut Pdt.Theofilus Bonai, Kijne adalah Tokoh Peradaban Orang Papua yang memulai
pekerjaannya dengan membuka sekolah peradaban. Beliau menjeleskan mengenai ilmu yang
Kijne miliki. Ia adalah seorang pendeta dan juga adalah seorang pendidik, seniman di bidang
musik gereja, dan juga pengarang. Ia datang khusus untuk membuka sekolah tersebut. Ia
memulai pengajarannya yang baik dengan membuat berbagai macam metode untuk sekolah
zending dulu. Metodenya sangat tepat dan sangat baik untuk digunakan.
Ia juga membuat buku yang sangat berguna bagi murid di sekolahnya dan memulai
teknik mengajar secara global. Ia mengajar murid yang baru menggunakan buku dengan judul
“Itu Dia”. Cara kerjanya dengan memulai memecahkan kalimat dan menggabungkan kalimat
yang ada. Untuk berhitung, ia menggunakan “metode angka” berbaris. Dengan cara tersebut,
anak-anak pada saat itu dapat memahami dengan benar pelajaran yang ada.
Kijne dengan kemampuannya, ia mengarang Mazmur dan Nyanyian rohani yang dipakai
sebagai nyanyian untuk beribadah bagi orang dewasa, Suara Gembira untuk anak sekolah
minggu dan Seruling Emas yang dibuat untuk mengajarkan agar orang Papua mencintai
22 Wawancara dengan Pdt. Willem Maloali (Mantan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 18 Agustus
2012. 23 Wawancara dengan Pdt. Herman Awom (Mantan Wakil Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 16
Agustus 2012.
tanahnya. Ia juga menyusun satu buku nyanyian yaitu Mazmur Maranu untuk orang di
Wondama. Dengan kata lain Kijne bermaksud secara khusus untuk mendidik orang Papua dalam
bidang pendidikan yang akan membuat suatu peradaban baru24
.
F. Makna Perkataan Kijne Bagi Orang Papua
J.1. Makna “Memimpin Diri Sendiri” Pada Saat Dulu
Menurut Guru Jemaat Wandosa, makna yang melatarbelakangi Kijne mengatakan hal
tersebut ialah karena pengalaman dan juga apa yang ia rasakan secara manusiawi terhadap orang
Papua. Belanda yang pada saat itu ingin menguasai Papua, langsung menyadari dan mendukung
apa yang Kijne katakan25
. Menurut Bapak Lukas Noriwari, kedatangan zending ke Tanah Papua
mengikuti penjajahan Belanda. Tetapi dilihat dari tugas utama zending adalah memberitakan
Injil. Cara pandang pemerintah Belanda dirasakan cukup berbeda dengan apa yang dipikirkan
zending. Pemerintah belanda ingin supaya menguasai Papua, tetapi zending tidak demikian.
Zending ada untuk membantu orang Papua mendapatkan peradaban melalui injil dan
pendidikan. Begitu juga yang dibuat oleh Kijne sendiri. Ini yang membuat ia berpikir bahwa
orang Papua suatu saat akan mampu memimpin dirinya sendiri. Oleh sebab itu Pemerintah
Belanda menyerahkan semua tanggung jawab kepada zending dan mereka yang membiayai
keperluan zending bagi orang Papua. Zending mempunyai pemikiran akan membuat Papua
menjadi bangsa atau negara yang ada sendiri, yang pada saat belum bergabung dengan Republik
Indonesia. Dan sebenarnya itu adalah visi yang melatabelakangi perkataan ini26
.
24
Wawancara dengan Pdt. Th. Bonai (Mantan Wakil Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 29 Agustus
2012. 25 Wawancara dengan Guru Jemaat Elia Wandosa (Murid Kijne), pada tanggal 25 Agustus 2012. 26 Wawancara dengan Pdt. Lukas Noriwari (Dosen STT Izaak Samuel Kijne), pada tanggal 26 Agustus 2012.
Noriwari juga berpendapat, bahwa makna perkataan menurut Kijne ialah suatu saat
Bangsa Papua akan bebas dari Belanda dan akan memimpin dirinya sendiri melalui pendidikan.
Karena menurutnya, ketika seseorang memiliki pendidikan, maka akan dapat membuat suatu
perubahan dalam diri, tetapi juga orang disekitarnya. Pendidikan pada saat itu itu penting bagi
orang Papua. Pendidikan menurut noriwari adalah untuk mempersiapkan SDM orang papua
sedemikian rupa untuk memimpin diri sendiri, tetapi perlu ditegaskan Kijne tidak mempunyai
tujuan yang lain selain membangun pendidikan tersebut. Idealis Kijne tersebut tidak tercapai.
Pada tahun 1963 ketika perdebatan diparlemen Internasional pada saat itu yang menginginkan
Papua bergabung dengan Republik Indonesia27
.
Menurut Pdt. Willem Malowali, Kijne tampaknya memiliki visi yang baik bagi orang
Papua. Dengan pandangannya ia melihat bagaimana Papua yang merupakan suatu bangsa akan
dapat memimpin dirinya sendiri. Dalam kata-kata ini terkandung nilai sosiologis dan
antropologis, serta rasa manusiawi yang keluar dari diri Kijne. Makna perkataan ini merupakan
penegasan bahwa orang Papua ternyata bisa dan mampu. Menurut beliau, Kijne juga melihat dari
pendekatan budaya orang Papua. Dari watak orang Papua yang keras dan berpendirian seperti
pada batu yang diibaratkan itu, Ia berusaha untuk mengembangkan jati diri orang Papua untuk
mulai membangun diri mereka sebagai pemimpin dan memberikan keyakinan bahwa orang
Papua mampu untuk memimpin28
.
Pdt. Herman Awom lebih menekankan kepada cara Kijne bekerja, agar orang Papua
dapat memimpin dirinya sendiri. Menurut beliau, pada zaman zending orang Papua hidup dalam
keadaan yang tertib, disiplin, penuh kesetiaan serta memiliki tanggung jawab. Dalam hal ini
27 Ibid 28 Wawancara dengan Pdt. Willem Maloali (Mantan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 18 Agustus
2012.
Kijne mencoba untuk menampilkan orang Papua dengan cara memulai sekolah peradaban. Orang
Papua dididik dengan disiplin, dikarenakan ia yakin pada saat itu orang Papua mampu
memimpin dirinya dan gerejanya melalui pola kedisiplinan. Beliau menekankan tidak ada
tendensi politik pada saat itu. Kijne pada waktu itu mengajar hal yang paling mendasar dan
paling manusiawi kepada orang Papua. Hal yang diajarkan adalah bagaimana mengajar anak-
anak Papua untuk membaca yang nantinya berguna untuk membaca firman Allah, dan berhitung
yang nantinya untuk menghitung banyak hal mengenai perhitungan. Ia juga mengajarkan
mengenai kebersihan dan mengajarkan orang papua tentang kearifan lokal. Semuanya itu ada
dalam pengaturan yang diatur tersebut, melaluli pembagian dinas-dinas yang terdapat dalam
asrama yang dibuat olehnya29
.
Pdt. Herman Awom berpendapat, pendidikan yang Kijne buat adalah kohesi. Ia telah
mengenal orang Papua secara antropologi, sosiologi dan budaya30
. Kemudian ia menggabungkan
semua suku di Papua menjadi satu dalam sebuah peradaban baru. Dahulu terlihat adanya
perpecahan dalam orang Papua sendiri karena masih hidup dalam sifat individu yang tinggi,
tetapi ia membuat mereka menjadi satu dalam sebuah asrama pada JVVS (sekolah untuk pria)
dan MVVS (sekolah untuk wanita) tanpa mengenal suku dan bahasa, sehingga orang Papua
saling mengenal dan bersatu.
Itulah kohesi yang dilakukannya. Menurut beliau, Kijne juga mempunyai pemikiran yang
mendasar tentang kesatuan dan kasih31
. Terlihat dalam asrama yang dibuatnya, semua orang
Papua berkumpul dari segala suku yang ada dan pada akhirnya terbentuk sebuah peradaban baru
dalam kasih Kristus yang mempersatukan. Ada hal yang menarik menurut beliau. Ada beberapa
29 Wawancara dengan Pdt. Herman Awom (Mantan Wakil Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 16
Agustus 2012. 30 Ibid 31 Ibid
kampung pada waktu itu seperti Raja Ampat, Fak-Fak, Bintuni, Kaimana dan Babo, yang
beragama Islam.
Mereka juga turut masuk ke dalam sekolah zending. Zending memberikan kesempatan
kepada mereka untuk dapat bersekolah bersama-sama. Dari hal ini dapat dilihat ada peradaban
kasih yang diwariskan zending. Pada dasarnya, yang dibuat oleh zending sebelum integrasi
sangat baik dan jauh dari aspek politik, tetapi mereka mengandalkan kasih, setia dan saling
menghargai harkat dan martabat orang papua32
. Jadi yang dimaksudkan oleh Kijne dahulu pada
dasarnya adalah siapapun yang berpengetahuan dan memliki segalanya, tidak dapat memimpin
orang Papua, tetapi orang Papua yang dapat memimpin dirinya sendiri, dan itulah yang
dimaksudkan oleh Kijne pada saat itu.
J.2. Makna “Memimpin Diri Sendiri” Pada Masa Kini
Menurut Pdt. Albert Yoku, makna memimpin diri sendiri bagi orang Papua sekarang ini
adalah merupakan suara kenabian dari seorang zending yang datang dengan keyakinan imannya,
untuk membentuk suatu peradaban baru bagi orang Papua. Dengan kata lain, makna ini adalah
bagaimana dapat membuat orang Papua menjadi para pemimpin. Apa yang dikatakan oleh Kijne,
sebenarnya harus dipahami dari makna tugas gereja sebagai bagian dari penyataan-penyataan
kenabian33
. Kata-kata ini ini merupakan bagian yang dapat diteologiskan. Dilihat kesungguhan
hati dari Kijne bekerja di Tanah Papua, terlihat pola pembelajaran yang dibuat dibidang
pendidikan dalam sistem berasrama. Dalam asrama yang dibuatnya orang Papua dikumpulkan
tanpa memandang suku dalam kebersamaan, untuk menjadi pemimpin masa depan dengan visi
dan misi bersama serta mental dan spiritual yang baik.
32 Ibid 33 Wawancara dengan Pdt. Albert Yoku (Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 29 Agustus 2012.
Kebersamaan nurani kristiani yang kuat dan kebersamaan orang Papua telah diikat
olehnya, agar nantinya orang Papua dapat menjadi pemimpin disemua kampung dimanapun ia
berada. Di kemudian hari, kata-kata ini menjadi kenyataan. Banyak orang papua menjadi
pemimpin disemua bidang, kecuali menjadi presiden. Mengapa demikian? Beliau menegaskan,
semua warga GKI di Tanah Papua khususnya orang Papua sudah merasakan memimpin di segala
bidang. Ada banyak orang Papua yang telah menjadi Walikota, Bupati, Gubernur, Duta Besar
dan juga Menteri. Hanya saja menjadi Presiden yang sampai sekarang ini belum pernah ada.
Beliau melandasi pemikirannya bahwa pemimpin yang memimpin diri sendiri pada saat itu
mempunyai spiritualitas yang baik, tetapi juga pengetahuan yang baik pula34
.
Menurut Pdt. Herman Awom, makna memimpin diri sendiri bagi orang Papua pada masa
sekarang terjadi pergeseran makna. Dapat dilihat zending sebelumnya membangun Papua
dengan hati dan kasih tanpa adanya politik terhadap makna ini. Tetapi sekarang ini kepentingan
politik demikian besar. Tanah Papua tidak lagi dibangun dengan kasih, tetapi karena adanya
kepentingan. Orang Papua dibuat untuk tidak bersatu pada saat ini, tetapi terjadi
pengelompokan35
.
Identitas Papua yang dulu ada telah hilang, dan mulailah ada penciptaan Papua dengan
pemetaan atau pengelompokan. Ada orang gunung dan ada orang pantai. Kohesi yang dulu ada
telah hilang karena hal tersebut. Dengan kata lain orang Papua tidak menampakkan kasih Kristus
pada saat ini. Pengelompokan-pengelompokan ini ada karena kepentingan politik, dan makna
dari Kijne ini tidak tersampaikan dengan baik, karena orang Papua sekarang mengalami
kerapuhan dengan adanya pemetaan-pemetaan tersebut. Pembangunan yang sekarang terjadi di
34 Ibid 35 Wawancara dengan Pdt. Herman Awom (Mantan Wakil Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 16
Agustus 2012.
Tanah Papua karena adanya kepentingan politik. Semua ini jauh dari arti injil yang membuat
peradaban baru dan yang mepersatukan orang Papua pada masa sekarang. Akibat dari
pengelompokan ini membuat hilangnya persatuan dan kesatuan dalam diri orang Papua, dan
sekarang makna ini tidak dimaknai dengan baik36
.
Senada dengan apa yang dikatakan oleh Pdt. Herman Awom, menurut Pdt. Lukas
Noriwari, sekarang terjadi pergesaran makna terhadap kata ini. Pergeseran ini disebabkan oleh
karena panggilan yang bukan diutamakan, tetapi adanya kepentingan yang sedemikan rupa
dibuat dan membuat makna tersebut telah dilupakan makna sebenarnya. Orang kebanyakan
hanya mengejar jabatan dan uang, karena ingin hidup dalam persaingan modern pada masa
sekarang. Orang Papua sekarang tidak memimpin seperti seorang pemimpin yang seharusnya
memimpin dengan hati. Inilah yang tidak dimiliki orang Papua pada masa sekarang. Beliau
menegaskan yang Kijne katakan itu sangat jauh dari aspek politik. Hanya saja pada masa
sekarang, orang menggunakan kata ini karena adanya ketidakpuasan yang terjadi akibat
kepentingan tersebut37
.
Akibat dari kesalahan pemahaman makna ini, orang Papua lebih mengutamakan
Primodialisme. Seperti contohnya, ada banyak pemekaran Kabupaten yang terjadi di Papua.
Orang Papua beralasan agar ingin menjadi tuan di negerinya sendiri. Disini terjadi perpecahan
antara orang Papua sendiri dengan alasan, bahwa orang atau suku yang bukan berasal dari daerah
pemekarannya ini tidak boleh memimpin daerah tersebut. Ini bertentangan dengan apa yang
diajarkan zending tentang persatuan bagi orang Papua. Orang Papua pada saat ini tidak lagi satu
dan terpecah. Adanya isu dan pernyataan bahwa Papua telah terpecah dengan adanya orang
36 Ibid 37 Wawancara dengan Pdt.Lukas Noriwari (Dosen STT Izaak Samuel Kijne), pada tanggal 26 Agustus 2012.
gunung dan pantai ini, dapat mengacaukan persatuan orang Papua. Visi dan misi dari Kijne
melalui perkataan itu, tidak dapat berlaku pada masa sekarang bagi orang Papua. Menurut beliau
orang Papua tidak memimpin dirinya pada masa sekarang, tetapi orang papua dipimpin oleh
orang lain untuk memimpin dirinya sendiri38
.
Menurut Pdt Willem Malowali, makna memimpin diri sendiri pada masa sekarang ini
mengalami pergeseran makna sesuai dengan keadaan hidup manusia dan kepentingan pribadi.
Orang Papua pada masa sekarang sudah banyak yang menjadi pemimpin dikarenakan sekarang
ini mereka memiliki berbagai gelar kesarjanaan. Orang Papua yang dulu jauh berbeda dengan
masa sekarang. Mereka yang dulu pada masa Zending ketika memimpin di bekali dengan 3
aspek penting yaitu, Teologis mengenai ketuhanan, mempunyai prinsip atau jati diri dan juga
ilmu pengetahuan keterampilan hidup39
.
Beliau berpendapat orang Papua sekarang tidak dilengkapi dengan 3 aspek ini. Pada masa
sekarang, orang Papua dianggap belum dapat memimpin dirinya sendiri secara utuh, tetapi hanya
sebagai simbol semata. Beliau juga mengatakan, aspek teologis yang sangat penting itu, sama
sekali kurang dalam diri orang Papua sekarang, dan jati diri tidak ada dalam diri orang Papua
dalam memimpin pada masa kini. Ketika ketiga hal ini kurang dimiliki, maka hal ini yang
membantu untuk adanya pergeseran makna.
Beliau mengatakan pada masa sekarang orang bisa berbuat apa saja. Ketika semua hal
bisa dibuat tanpa memiliki jati diri, maka akan menjadi kehancuran bagi dirinya sendiri dan bagi
masyarakatnya. Yang menjadi masalah bagi orang Papua saat ini untuk memimpin adalah,
bagaimana orang Papua dapat memposisikan diri kepada politik yang dualistis. Dalam hal ini
38 Ibid 39 Wawancara dengan Pdt. Willem Maloali (Mantan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 18 Agustus
2012.
perlu memiliki jati diri yang kuat, sehingga orang tidak mudah untuk dibeli. Beliau menegaskan
bahwa ada terjadi kepentingan yang khusus dalam makna ini. Ini dikarenakan orang Papua
kurang Takut akan Tuhan, sehingga tidak lagi melihat orang yang membutuhkannya, tetapi
melihat kepentingan pribadai dan golongan.
Unsur teologis yang kuat sangat dibutuhkan oleh orang Papua dan para pemimpin di
Papua agar dapat menghadirkan tanda kerajaan Allah kepada semua orang, sehingga akan ada
kesejahteraan bagi semua orang. Melalui hal ini juga nantinya tidak akan ada orang yang
tertindas sehingga tidak perlu meminta untuk merdeka. Pergeseran makna menuju kepada
merdeka sebenarnya menurut beliau, karena tidak tampaknya kerajaan Allah dalam diri orang
Papua, dan ini yang harus diubah40
.
Pdt. Socorates Sofyan Yoman mengatakan, makna tersebut seharusnya dapat disikapi
dengan baik oleh Orang Papua. Terlalu banyak kekejaman yang terjadi. Pembunuhan hak asasi
orang asli Papua dalam bentuk teror intimidasi dengan stigma yang meliputi: Gerakan Pengacau
Keamanan (GPK), Gerakan Pengacau Liar (GPL), Gerakan Papua Merdeka (OPM), Gerakan
Separatis, gerakan membuat makar, Gerakan Separatis Bersenjata (GSB) adalah surat ijin
Tentara dan Polisi Republik Indonesia untuk mengejar, menangkap, memenjarakan, menyiksa,
memperkosa, menculik, dan membunuh orang-orang asli Papua. Labelisasi seperti ini sangat
efektif dan efisien yang dipakai atau digunakan oleh aparat militer dalam menciptakan rasa
ketakutan dan mempolarisasikan watak dan mental orang asli Papua41
.
Ada istilah-istilah lain yang didengar lebih indah dan halus,. tetapi itu bagian integral yang
tak tepisahkan dari pembunuhan karakter, mental dan kekayaan intelektual, potensi, karunia dan
40 Ibid 41
Socratez Sofyan Yoman, Pemusnahan Etnis Melanesia, Jayapura:Cenderawasih Press,2007, 180
talenta yang diberikan Tuhan kepada orang-orang asli Papua. Istilah-istilah itu meliputi:
terbodoh, terbelang, termiskin, tertinggal, primitif, kanibal, belum bisa, belum maju, dan
pemabuk. Yang paling menyakitkan lagi adalah istilah primitif dan kanibal.
Pembunuhan dan penghancuran hak asasi manusia, karakter, martabat dan harapan hidup
orang-orang asli Papua adalah berbagai proses pengadilan yang dilakukan oleh hakim-hakim dan
penuntut hukum orang-orang Indonesia terhadap orang asli Papua. Orang-orang Papua selalu
dikatakan bagian dari orang-orang Indonesia tetapi tidak pernah mendapat keadilan dalam hidup
ini. Orang Papua ditangkap dan diadili tetapi tidak pernah dibuktikan kesalahan mereka. Mereka
selalu dikatakan anggota separatis, makar dan OPM. Kata separatis, makar dan OPM adalah alat
pembenaran untuk membungkam orang-orang Papua dalam perjuangan dan pembelaannya.
Orang-orang Papua dipenjarakan bertahun-tahun tanpa peradilan dan pembuktian yang adil,
benar dan jujur. Hukum Rimba berlaku di tanah Papua. Hukum Indonesia yang diterapkan di
Tanah Papua memang amat diskriminatif. Hukum Indonesia yang berlaku terhadap umat di
Tanah Papua benar-benar hukum yang menindas dan membunuh orang-orang asli Papua42
.
Orang-orang Melanesia di Tanah Papua sudah kehilangan banyak tanah dan seluruh yang
ada di atas dan di dalamnya' Orang Papua telah kehilangan identitas dan tidak memiliki apa-apa
lagi. Di kemudian hari orang Papua sadar atau tidak sadar jika keadaan ini berlanjut maka 20
sampai 50 tahun ke depan bangsa Papua nasibnya tidak jauh berbeda atau lebih buruk dari
pengemis-pengemis di emperan jalan dan di bawah kolong jembatan di Puiau lawa, Sulawesi dan
kota besar lain di dunia. Jika orang Papua harus menjadi tuan di negeri mereka maka sepatutnya,
atau selayaknya roda perekonomian tingkat menengah sampai ke tingkat tertinggi paling tidak
75% dikendalikan dan dikuasai oleh bangsa Papua, bukan saudara saudari kita dari pulau
42 Ibid 181
Sumatera, Jawa dan Sulawesi di atas tanah Papua dari Sorong sampai dengan Merauke43
. Ada
dua hal yang dapat kita kritisi di sini yang seharusnya pengusaha dan pemerintah lakukan
terhadap bangsa Papua, jika benar bahwa bangsa Papua bagian dari NKRI dan mereka
mempunyai hak dan kedudukan yang sama di atas NKRI dan di atas yang diklaim NKRI sebagai
wilayahnya dalam berbagai lapangan usaha yang dikelola oleh swasta atau pemerintah44
.
Hai ini menyebabkan pemahaman tersebut perlu kembali diingat dan sebagai motivasi
bagi orang papua untuk memipin diri sendiri. Tidak menjadi sebuah persoalan ketika memahami
makna tersebut dengan berbagai cara. Tetapi yang perlu diingat, orang Papua harus terus melihat
makna ini sebagai motivasi yang membangun dirinya, tanpa adanya tekanan dari siapapun, dari
situ orang Papua dapat berkembang untuk memimpin dirinya sendiri ketika dalam situasi yang
akan menghancurkan identitas dan karakter Papua yang ada45
.
Menurut Pdt. Herman Saud, makna perkataan ini menurut orang Papua pada saat ini
terdapat dua makna, yaitu dari sisi positif, bagaimana orang Papua dapat berkembang kapanpun
dan di manapun, dan dari sisi negatif terlihat secara politis atau harapan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu46
. Dikatakan negatif demikian seakan-akan Kijne mengatakan agar Papua akan
merdeka. Beliau menegaskan, Kijne tidak mengatakan demikian. Dapat disimpulkan bahwa
makna tersebut ada dikarenakan konteks kepentingan yang ada pada masa sekarang, dan dilihat
juga situasi yang dulu dan sekarang sangat berbeda sehingga menyebabkan pergeseran makna
dapat terjadi.
43 Ibid 182 44 ibid 45 Wawancara dengan Pdt. Socorates Sofyan Yoman (Ketua BPP-PGBP), pada tanggal 20 Agustus 2012. 46 Wawancara dengan Pdt. Herman Saud (Mantan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 16 Agustus
2012.
Pdt. Albert Yoku mengatakan bahwa sudah sangat jelas ada terjadi kepentingan makna
dalam memahami hal ini. Pada waktu zending bekerja mereka mempersiapkan orang Papua
untuk menjadi pemimpin bagi gereja, adat dan juga bagi masyarakat. Apa yang dikatakan Kijne
ini dapat dimaknai dalam banyak cara. Dalam nuansa gerejawi, dalam nuansa agamawi, dalam
publik, dalam masyarakat, tetapi juga dalam unsur politik. Memimpin dalam hal ini berarti,
ketika ada orang yang datang untuk memimpin kelompok suku tertentu dengan cara penindasan,
maka akan bangkit seseorang pemimpin dari dalam sukunya tersebut untuk mebicarakan
kebebasan bagi sukunya.
Perkataaan menurut Kijne ini bermakna motivasi positif dalam pendidikan bagi orang
Papua untuk menjadi pemimpin pada saat itu tanpa adanya tendensi politik47
. Ternyata dimensi
waktu dan situasional menentukan sebuah perubahan makna. Apa yang dikatakan Kijne itu
adalah suara kenabian yang positif, yang memberikan sugesti bagi orang pada saat itu untuk
dapat menjadi pemimpin dalam segala bidang. Dimaksudkan juga orang Papua akan
mendapatkan pendidikan yang baik dalam bidang asrama, dan mendapatkan semua hal yang baik
dengan dilatih secara khusus dengan semua kelengkapan yang ada di Miei pada saat itu48
.
Menurut beliau, Sinode GKI di Tanah Papua harus kembali mengarahkan kepada maksud
awal kata-kata ini diucapkan. Kijne memiliki tujuan untuk menghadirkan orang asli Papua
menjadi pemimpin di atas tanah Papua. Setiap pemimpin pada dirinya mempunyai pilihan yang
bisa dilakukan secara pribadi, bukan atas dasar kata yang Kijne ucapkan, tetapi semua itu
bukanlah tujuan dari gereja untuk mempersiapkan para pemimpin. Gereja mempunyai tugas
untuk mempersiapkan pemimpin orang-orang asli papua untuk memimpin di Tanah Papua.
47 Wawancara dengan Pdt. Albert Yoku (Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), pada tanggal 29 Agustus 2012. 48 Ibid
Ketika makna tersebut sudah sampai masuk kearah politik, orang tersebut pasti mempunyai kiat
yang dibuat sendiri sesuai dengan kekuasaannya yang dimilikinya.
Disamping itu juga, Otonomi Khusus yang ada ketika disalahgunakan, akan menjadi
senjata kafir bagi orang Papua yang masih mengandalkan sukuisme dan kedaerahannya. Dahulu
kijne membangun kesatuan orang Papua di dalam kebersamaan. Hal yang menyimpang ini
bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh zending. Menurut beliau, orang Papua tidak boleh
masuk dan terjerumus ke dalam pandangan Otonomi Khusus yang sempit tersebut, tetapi harus
kembali melihat kepada kebersamaan orang Papua yang dulu telah diwariskan oleh zending,
untuk saling mendukung dalam memimpin. Beliau juga menegaskan bahwa, Sinode GKI di
Tanah Papua tetap utuh dan satu di Tanah Papua. Sinode tetap mempertahankan nilai zending
yang ada dan yang telah menetapkan dasar pendidikan dan peradaban di Tanah Papua49
.
K. Analisis Data Dan Refleksi Teologis
Berbicara mengenai pendidikan di Tanah Papua berarti kita berbicara mengenai peran
zending yang adalah pelopor di mana injil mulai dikenal dan juga pendidikan yang pada dasarnya
membentuk peradaban bagi orang Papua50
. Menurut tokoh zending kenamaan, Amerika Venn
menyebutkan ciri-ciri dalam ajaran tentang zending yang digunakan juga oleh G.Warneck adalah
sebagai berikut51
:
1. Mencukupi Kebutuhan Sendiri
2. Memerintah Diri Sendiri
3. Memperluaskan Diri
49
Ibid 50 Decky Wamea, Peranan zending dalam bidang pendidikan, Manokwari:SasakoPapuaPublisher,2010, Hlm 6 51 Pdt. Joh Rauws, ONZE ZENDINGSVELDEN,Oegstgeest:ZendingStudieRaad,1919,195
Injil, Pendidikan dan Peradaban merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk suatu
masyarakat. Begitu juga yang dialami oleh orang Papua. Dengan ketiga hal tersebut orang Papua
berkembang dengan kemampuannya sehingga sekarang dapat menjadi pemimpin bagi
masyarakatnya.
Pdt. Izaak Samuel Kijne yang merupakan bagian dari zending yang mempunyai misi
untuk mendidik orang Papua pernah bernubuat di Miei, 26 Oktober 1925 dengan mengatakan
“Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, Sekalipun orang memiliki
kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini
akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”52
. Makna ini merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari ajaran zending. Apa yang diajarkan zending khususnya Pdt. Izaak Samuel Kijne
tentang memimpin diri sendiri kepada orang Papua tampaknya berhasil. Keberhasilan Kijne
dimulai dengan membuat suatu pola kehidupan baru bagi orang Papua yang bertujuan
membentuk karakter orang Papua sehingga menjadi pemimpin. Terlihat dari orang Papua yang
sekarang telah banyak menjadi pemimpin baik dalam Pemerintahan, Gereja, dan juga
Masyarakat. Namun tidak dapat dipungkiri pada saat ini di Papua terdapat banyak masalah yang
kompleks mengenai memimpin diri sendiri.
K.1. Makna Perkataan Pdt. Izaak Samuel Kijne
Menurut sumber dan hasil wawancara tersebut dapat dianalisa bahwa makna tersebut
sebenarnya jauh dari makna Politik atau kepentingan Kijne sendiri. Maksud Kijne yang
sebenarnya dapat dikatakan demikian.
„Di atas batu ini saya meletakan peradaban orang Papua”, maksud dari kata ini
sendiri bahwa, batu merupakan filosofi dari sifat dan watak orang Papua yang keras dan
52 Hanz Wanma, Cahaya Yang Pudar di Bukit Peradaban Tanah Nieuw Guinea, Jayapura:Andy Wijaya,2011, 104
mempunyai pendirian yang teguh. Sedangkan meletakan peradaban ini sendiri yang
dimaksudkan oleh Kijne adalah Injil telah ada dan menyatu dalam diri orang Papua. Dapat
ditambahkan dari dasar yang Kijne bawa yaitu misi pendidikan. Ketika seseorang telah
memperoleh injil dan kemudian ditambahkan dengan pendidikan yang cukup dan memadai, ia
dapat memiliki suatu pemikiran yang baik dari apa yang ia dapat dan secara tidak langsung ia
telah berada dalam sebuah peradaban baru. “Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi,
akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini”, yang di maksudkan Kijne
pada masa itu adalah tidak seorangpun yang dapat memimpin orang Papua. Meskipun seseorang
memiliki semuanya, baik itu pengetahuan dan kemampuan lainnya. Bangsa ini akan bangkit
dan memimpin dirinya sendiri”, Kijne sendiri melihat bahwa orang Papua ternyata mampu
untuk memimpin dirinya. Yang ia maksudkan pada saat itu, suatu waktu ketika masa zending
berakhir, orang Papua akan terlepas dari zending pada khususnya dan Pemerintahan Belanda
pada umumnya. Kijne tampaknya juga percaya dengan kemampuan secara menyeluruh dari
orang Papua.
Seiring dengan berjalannya waktu dan banyak terjadinya masalah sosial mengakibatkan
pemahaman tersebut mulai berubah. Orang Papua dalam kenyataan sekarang ini hidup dalam
penindasan baik secara fisik, mental dan juga beberapa pengelompokan-pengelompokan.
Dimulai dengan adanya penciptaan secara tidak langsung bahwa Papua menjadi dua bagian yaitu
orang gunung dan juga orang pantai.
Dalam contoh ini dapat dilihat bahwa pemekaran Provinsi dan Kabupaten yang terjadi
saat ini membuat pembagian antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Dalam wilayah yang
telah dimekarkan juga dibutuhkan seorang pemimpin. Pemimpin tersebut ketika dapat
memimpin dengan baik dan memperhatikan masyarakatnya, tentunya akan didukung dengan
baik. Tetapi ketika pemimpin tersebut kurang memperhatikan masyarakatnya dan hanya
mementingkan kepentingannya dan golongan tertentu maka akan menimbulkan kesenjangan.
Pengelompokan ini sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan zending khususnya
Kijne kepada orang Papua pada saat itu. Sekolah Peradaban dibuat dengan tujuan
mempersatukan orang Papua dari seluruh penjuru untuk datang berkumpul bersama-sama dan
bersekolah di Miei dengan pola pembentukan asrama yang bertujuan untuk mempersatukan
semua orang Papua sehingga dapat menjadi pemimpin. Seperti contoh orang Biak dulu dapat
menjadi pemimpin di Jayapura yang bukan merupakan daerahnya. Tetapi sekarang tidak
demikian. Yang menjadi pemimpin didaerahnya haruslah orang dari suku tersebut. Sukuisme
yang berlebihan ini mengakibatkan orang Papua sekarang tidak lagi bersatu. Kesukuaan yang
dimiliki mengakibatkan perpecahan di antara orang Papua.
Dengan adanya pengelompokan dan juga sukuisme yang berlebihan ini terlihat masing-
masing suku saling bersaing dan berlomba-lomba dalam kepentingan sosial, politik dan
ekonomi. Seperti halnya orang Pantai yang terlalu sering memimpin di semua bidang
kepemimpinan sehingga membuat orang gunung merasa tersisih dan menimbulkan sentimen
suku sehingga timbullah pengelompokan tersebut. Dari hal tersebut juga dapat kita lihat masing-
masing kelompok juga mempunyai kepentingan yang berbeda untuk memimpin dan hal ini
bertentangan dengan apa yang diajarkan zending untuk memimpin diri sendiri.
Melihat banyak penindasan yang terjadi serta pengelompokan yang ada, orang Papua
kembali melihat nubuatan Kijne ini sebagai kata-kata penyemangat. Penyemangat ini dibawa ke
dalam maksud yang lebih berbeda dengan apa yang zending saat itu maksudkan, yaitu
memimpin diri sendiri adalah memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap
orang dapat menggunakan tanggapan pribadi atau reaksi pribadinya pada makna perkataan ini.
Orang dapat dengan bebas mengungkapkan apa yang boleh dimengerti dari makna tersebut.
Makna “Memimpin Diri Sendiri” ini sebenarnya mempunyai tujuan bahwa suatu ketika
orang Papua akan memimpin dirinya, masyarakatnya, dan jemaatnya. Kalimat ini bermakna
bahwa suara kenabian Kijne di Miei ini bersifat menyeluruh dan komperhensif, jauh dari
pertimbangan politik dan murni untuk menghasilkan pendidikan yang menuju kepada peradaban
baru yang mempersatukan orang Papua. Di mana dari pendidikan orang Papua belajar dan terus
berkembang sehingga menjadi pemimpin disemua bidang.
K.2. Refleksi Teologis
Injil di Tanah Papua ada dan berkembang sesuai denga firman Tuhan. Hal ini dimulai
dengan doa sulung Ottow dan Geissler: “Dengan Nama Allah kami menginjak tanah ini”53
.
Dengan kata lain kepemimpinan di Tanah Papua haruslah berlandaskan Takut Akan Tuhan.
Begitu pula yang dilakukan oleh Pdt. Izaak Samuel Kijne. Ketika datang dan melayani di Miei,
Kijne melandasi seluruh pekerjaannya yang akan dikerjakannya dengan suatu pergumulan
dengan berdoa di atas sebuah batu kepada Tuhan dan membuat suatu pernyataan bahwa orang
Papua suatu saat akan memimpin dirinya sendiri.
Tampaknya Kijne memahami batu tersebut seperti pergumulan dan doa yang dinaikan
untuk sebuah maksud tertentu yang sama dan yang dilakukan oleh beberapa tokoh Alkitab.
Seperti batu yang diletakan oleh Yakub dan diberi nama Bethel dalam mimpinya, Batu tempat
Musa berdiri dan tangannya dipegang oleh Harun dan Hur ketika bangsa Israel berperan
melawan Midian, 12 Batu yang disuruh oleh Yosua untuk diletakan di seberang sungai Yordan
agar menjadi sebuah peringatan sampai anak cucu. Batu yang diletakan Samuel yang diberi
nama Ebenhaezer (1 Samuel 7:12), batu tempat Yesus duduk dan mengucapkan ucapan bahagia
53 Doa Carl Ottow dan Johan Gottlob Geissler, Penginjil pertama di Papua
(Matius 5), batu Doa Bapa Kami (Matius 6:9-13), batu di Taman Getsemani tempat Yesus
berdoa dan bergumul, dan batu di Bukit Zaitun tempat Yesus terangkat ke Surga (Kis 1:8)54
.
Kijne memahami hal tersebut sebagai doa dan pergumulan yang secara khusus bagi
perkembangan tanah dan orang Papua pada masa itu, masa sekarang dan juga masa yang akan
datang. Semua hal yang dilakukan olehnya dilakukan atas dasar takut akan Tuhan. Ini yang
diajarkan oleh Kijne pada masa lalu kepada orang Papua. Dapat dilihat orang Papua dahulu lebih
Takut akan Tuhan, lebih bertanggung jawab dan menjadi pemimpin yang membangun Papua
dengan hati dan kasih.
Terlihat Pemimpin Papua pada masa sekarang tidak Takut akan Tuhan dan tidak
mempunyai kepemimpinan yang sama seperti orang Papua pada masa dulu yang ada dan yang
dipersiapkan oleh zending. Pemimpin Papua pada masa sekarang kurang tegas dan kurang peka
terhadap kebutuhan orang Papua dan realita sosial serta sistem yang ada pada masa sekarang.
Terlihat orang Papua khususnya para pemimpin di Papua sangat terikat dengan sistem yang ada.
Seperti contoh Otonomi Khusus yang ada membuat orang Papua dapat mengatur dan memimpin
daerahnya sendiri, tetapi pada kenyataannya telah salah menggunakan otonomi khusus tersebut.
Otonomi khusus yang ada hanya dipakai untuk memenuhi kepentingannya dan golongannya.
Realita sekarang juga banyak orang Papua bisa memimpin orang lain, tetapi belum dapat
memimpin diri sendiri dan menata hidupnya. Ketika kepuasaan secara materi sudah menutupi
mata hati dalam memimpin, akhirnya membuat orang lupa akan tugas dan tanggung jawab
pelayanannya. Dalam hal ini juga gereja sebenarnya harus lebih berperan penting untuk
mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang Takut akan Tuhan, untuk menjadi pemimpin di
pemerintahan maupun dalam berbagai bidang.
54 Hanz Wanma, Cahaya Yang Pudar di Bukit Peradaban Tanah Nieuw Guinea, Jayapura:Andy Wijaya,2011,hal
104
Gereja juga mempunyai tanggung jawab agar dapat menghasilkan pemimpin yang takut
akan Tuhan. Gereja perlu mengadakan pembinaan bagi warga jemaat sesuai dengan profesinya,
sehingga dari hal tersebut gereja dapat mempersiapkan para pemimpin bagi orang Papua sesuai
dengan kebutuhan. Gereja juga dapat bekerja dengan cara mengadakan kunjungan pastoral
kepada para pemimpin di Papua sekarang. Contohnya, Pendeta mengadakan kunjungan Pastoral
kepada para bupati atau walikota di daerahnya. Dari kunjungan tersebut pendeta dapat
mengarahkan hal tentang spiritual dan hal mana yang perlu dilakukan, tetapi pendeta juga dapat
mengajarkan kasih kepada para pemimpin tersebut. Hal ini dapat mendorong dan mengarahkan
para pemimpin Papua agar dapat memimpin dengan baik.
Dengan demikian, takut akan Tuhan dapat membuat orang Papua tahu cara sebenarnya
untuk bagaimana menjadi pemimpin bagi masyarakat dan dirinya sendiri tanpa memandang
suku, agama dan kepentingan pribadi maupun golongan. Karena takut akan Tuhan adalah hal
yang terpenting dalam memimpin, dan ini harus dimiliki oleh setiap pemimpin di Tanah Papua.
Sehingga apabila terjadi tekanan dari pihak manapun untuk memenuhi kepentingan pribadi atau
golongan, maka pemimpin tersebut sanggup untuk menolak hal-hal yang bertentangan dengan
kehendak Tuhan.
Injil yang diletakan oleh Tuhan telah bekerja melalui para zending. Dahulu Zending telah
mengajarkan orang Papua untuk menjadi Pemimpin yang berkepribadian, berdedikasi, dan
memiliki kejujuran serta tanggung jawab kepada Tuhan, selain itu juga kepada sesama di dalam
kasih. Hal ini yang patut diteladani oleh setiap orang Papua sebagai pewaris Kerajaan Allah.