bab ii landasan teoretik -...

27
BAB II LANDASAN TEORETIK 2.1. Perubahan Kurikulum Dunia pendidikan kita sudah berkali-kali mengalami perubahan kurikulum. Setidaknya sudah tujuh kali perubahan kurikulum tercatat dalam sejarah, yakni Kurikulum 1962, 1968, 1975, 1984, 1994, dan KBK tahun 2004 dan KTSP tahun 2006. Namun, apa dampaknya terhadap mutu pendidikan? Sudahkah pendidikan di negeri ini mampu melahirkan anak-anak bangsa yang mampu membawa bangsa ini berdiri sejajar dan terhormat dengan negara lain di kancah global? Sudahkah dunia pendidikan kita melahirkan generasi bangsa yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, dan sosial? Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan. Selama ini kita sibuk mengurusi dan membenahi dokumen tertulisnya saja. Perubahan kurikulum di negara kita kebanyakan menitikberatkan pada perubahan konsep tertulis, tanpa mau memperbaiki proses pelaksanaannya di tingkat sekolah. Kurikulum di Indonesia sebenarnya memiliki empat dimensi dasar, yakni konsep dasar kurikulum, dokumen tertulis, pelaksanaan, dan hasil belajar siswa. Di Indonesia yang kerap mengalami

Upload: dangtram

Post on 12-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

BAB II LANDASAN TEORETIK

2.1. Perubahan Kurikulum

Dunia pendidikan kita sudah berkali-kali mengalami

perubahan kurikulum. Setidaknya sudah tujuh kali

perubahan kurikulum tercatat dalam sejarah, yakni

Kurikulum 1962, 1968, 1975, 1984, 1994, dan KBK tahun

2004 dan KTSP tahun 2006. Namun, apa dampaknya

terhadap mutu pendidikan? Sudahkah pendidikan di negeri

ini mampu melahirkan anak-anak bangsa yang mampu

membawa bangsa ini berdiri sejajar dan terhormat dengan

negara lain di kancah global? Sudahkah dunia pendidikan kita

melahirkan generasi bangsa yang tidak hanya cerdas secara

intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, dan

sosial? Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak

begitu menggembirakan. Selama ini kita sibuk mengurusi dan

membenahi dokumen tertulisnya saja. Perubahan kurikulum

di negara kita kebanyakan menitikberatkan pada perubahan

konsep tertulis, tanpa mau memperbaiki proses

pelaksanaannya di tingkat sekolah. Kurikulum di Indonesia

sebenarnya memiliki empat dimensi dasar, yakni konsep

dasar kurikulum, dokumen tertulis, pelaksanaan, dan hasil

belajar siswa. Di Indonesia yang kerap mengalami

Page 2: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

perubahan hanya dimensi dokumen tertulis berupa buku-

buku pelajaran dan silabus saja yang sudah dilaksanakan.

Persoalan proses dan hasilnya, tak pernah mampu dijawab

oleh kurikulum pendidikan kita. Kita berharap, implementasi

KTSP saat ini tidak lagi terjebak ke dalam praktik semu di

mana perubahan kurikulum hanya sekadar jadi momentum

adu konsep, sedangkan dimensi proses dan hasil-hasilnya

sama sekali tak terurus.

A S P E K

KURIKULUM

BERBASIS

MATERI

KURIKULUM

BERBASIS

KOMPETENSI

• PENGAMBILAN

KEPUTUSAN

Semua aspek

kurikulum

ditentukan oleh

Departemen

(Pusat)

Pembagian

wewenang dalam

menentukan

kurikulum

• PUSAT

PERHATIAN

Penyampaian

materi pelajaran

oleh guru

Kompetensi dasar

yang dikuasai

siswa

• PROSES Teaching:

berpusat pada

guru , metoda

monoton, guru

sumber ilmu

utama

Learning:

berpusat pada

siswa, metoda

bervariasi, guru

sebagai fasilitator

Page 3: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

• HASIL

PENDIDIKAN

Tekanan

berlebihan pada

aspek kognitif

Menekankan

pada keutuhan

ranah kognitif,

afektif, dan

psikomotorik

• EVALUASI Acuan norma dan

tes obyektif

Acuan kriteria,

tes, dan portofolio

Jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya,

kurikulum berbasis kompetensi ini memuat perubahan yang

cukup mendasar terutama dalam hal penerapan pandangan

bahwa dalam proses belajar, anak dianggap sebagai

pengembang pengetahuan. Selain itu, adanya penekanan pada

pengembangan kemampuan pemecahan masalah; berfikir

logis, kritis, dan kreatif; serta mengkomunikasikan gagasan

secara matematik, maka teori belajar yang dominan

digunakan kemungkinannya adalah aliran psikologi

perkembangan serta konstruktivisme. Dalam penerapannya,

guru antara lain harus mampu menciptakan suatu kondisi

sehingga proses asimilasi dan akomodasi seperti yang

dikemukakan Piaget dapat berjalan secara efektif. Selain itu,

guru juga harus memperhatikan adanya keberagaman

kemampuan di antara siswa sehingga dengan kondisi tertentu

yang diciptakan guru, maka potensi masing-masing siswa

dapat berkembang secara optimal.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

Perkembangan lingkungan pendidikan seperti teknologi,

kemudahan akses pengetahuan, hilangnya batas-batas antar

negara dengan masuknya pendidikan asing ke Indonesia,

mengakibatkan perlunya dilakukan penyesuaian secara

berkelanjutan. Jika tidak ingin menjadi penonton di negeri

sendiri, telah seharusnya sistem pendidikan kita yang salah

satunya adalah kurikulum disesuaikan secara terus-menerus.

Pandangan pakar pendidikan terkait hal ini sudah banyak

dilakukan, masalahnya adalah seberapa besar para pemangku

kebijakan memiliki kemauan untuk mengaplikasikannya.

Masyarakat sebagai pelanggan pendidikan menantikan

bagaimana kira-kira wajah kurikulum pada tingkat satuan

pendidikan ini. Tentunya hal ini terkait dengan bentuk revisi

yang dilakukan nanti. Paling tidak ada dua pertanyaan,

pertama, apakah revisi dilakukan hanya menambah atau

mengurangi nama dan jumlah mata pelajaran? Kedua,

apakah revisi akan merubah sama sekali format kurikulum

tingkat satuan pendidikan? Jika yang dilakukan adalah yang

pertama, maka tidak akan banyak perubahan yang terjadi

terkait mutu pendidikan kita. Sebaliknya, jika yang dilakukan

adalah yang kedua, maka diskusi-diskusi publik secara

terencana (strategic planning) harus dilakukan diantara para

pelaku, praktisi, pendidik, pemerhati pendidikan dan

pemangku kebijakan. Tujuannya adalah agar dihasilkan suatu

bentuk kurikulum yang dapat merespon semua kearipan lokal

dan perubahan global. Apalagi, pasca otonomi daerah, bidang

pendidikan telah diserahkan kepada daerah kabupaten/kota.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

Tulisan ini ingin mencoba memberikan pertimbangan bagi

penyusunan kurikulum pada tingkat Sekolah Dasar (SD).

2.1.1 Hakikat Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan

(KTSP)

Istilah kurikulum pada zaman Yunani kuno bersal dari

kata “Curere”yang berarti “tempat perlindungan”. Kurikulum

diartikan “jarak yang harus ditempuh dalam suatu

perlombaan lari“ atau “raca cource“. Analog denganmakna

diatas kurikulum dalam pendidikan diartikan sebagai

sejumlah matapelajaran dan materi yang harus dikuasai

peserta didik untuk memperolehijazah tertentu. Dengan

pengertian ini kurikulum digunakan pertama kali

dalambidang pendidikan. Kurikulum adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan

pembelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan tertentu (Depdiknas , 2004).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. KTSP adalah

kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di

masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan

pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan

kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,

dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu

dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang

mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi

pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,

Page 6: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan

kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi

untuk penilaian.

Menurut BSNP (2007) KTSP dikembangkan sesuai

dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan

pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas

pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota

untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan

menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL

dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang

disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan

komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk

pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas

pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta

panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip (1) berpusat

pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan

peserta didik dan lingkungannya, (2) beragam dan terpadu, (3)

tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi

dan seni, (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan, (5)

menyeluruh dan berkesinambungan, (6) belajar sepanjang

hayat.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

2.2. Teori tentang sikap, Intensi dan perilaku

Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia

terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue. (Petty,

Cocopio, dalam Azwar S., 2000 : 6). Struktur sikap terdiri atas

3 komponen yang saling menunjang yaitu (Azwar S., 2000 :

23): 1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang

dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif

berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai

sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama

apabila menyangkut masalah isu atau problem yang

kontroversial. 2) Komponen afektif merupakan perasaan yang

menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang

biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan

merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-

pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang

komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki

seseorang terhadap sesuatu. 3) Komponen konatif merupakan

aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan

sikap yang dimiliki oleh seseorang, serta berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak / bereaksi terhadap sesuatu

dengan cara-cara tertentu.

Sikap dapat diukur. Pengukuran sikap dapat dilakukan

dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap

adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai

obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap

mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif

Page 8: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung

atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut

dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya pernyataan

sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek

sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra

terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan

pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat

mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable

dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan

demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan

tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau

tidak mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2003).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana

pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek.

Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

pernyataanpernyataan hipotesis kemudian ditanyakan

pendapat responden melalui kuesioner.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga

terhadap obyek sikap antara lain :1). Pengalaman pribadi.

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu,

sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman

pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor

emosional; 2). Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap

yang konformis atau searah dengan sikap orang yang

Page 9: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi

oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting

tersebut. 3). Pengaruh Kebudayaan. Tanpa disadari

kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita

terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap

anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi

corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4). Media Massa. Dalam pemberitaan surat kabar mauoun

radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya

faktual disampaikan secara obyekstif cenderung dipengaruhi

oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap

konsumennya. 5). Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama.

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan

lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan

tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep

tersebut mempengaruhi sikap; 6). Faktor Emosional. Kadang

kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang

didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran

frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan

ego.(Azwar, 2003).

2.2.1. Teori Perilaku

Dalam bukunya yang berjudul The Teory of Planned

Behavior (TPB) atau Teori Perilaku Terencana, Ajzen (1991)

mengemukakan bahwa sikap ditentukan oleh keyakinan yang

diperoleh mengenai konsekuensi dari suatu perilaku atau

Page 10: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

disebut juga behavioral beliefs. Belief berkaitan dengan

penilaian-penilaian subjektif seseorang terhadap dunia

sekitarnya, pemahaman mengenai diri dan juga

lingkungannya. Bagaimana cara mengetahui belief ini? Nah

ternyata dalam teorinya TPB ini, Ajzen cerita bahwa belief

dapat diungkap dengan cara menghubungkan suatu perilaku

yang akan kita prediksi dengan berbagai manfaat atau

kerugian yang mungkin diperoleh apabila kita melakukan

atau tidak melakukan perilaku itu. Keyakinan ini dapat

memperkuat sikap terhadap perilaku itu apabila berdasarkan

evaluasi, diperoleh data bahwa perilaku itu dapat memberikan

keuntungan bagi pelakunya.

Inti teori ini mencakup 3 hal yaitu; yaitu keyakinan

tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku

tersebut (behavioral beliefs), keyakinan tentang norma yang

diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut

(normative beliefs), serta keyakinan tentang adanya factor yang

dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran

akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs). Behavioral

beliefs menghasilkan sikap suka atau tidak suka berdasarkan

perilaku individu tersebut. Normative beliefs menghasilkan

kesadaran akan tekanan dari lingkungan sosial atau norma

subyektif, sedangkan control beliefs menimbulkan kontrol

terhadap perilaku tersebut. Dalam perpaduannya, ketiga

faktor tersebut menghasilkan intensi perilaku (behavior

intention). Secara umum, apabila sikap dan norma subyektif

menunjuk ke arah positif serta semakin kuat kontrol yang

Page 11: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

dimiliki maka akan lebih besar kemungkinan seseorang akan

cenderung melakukan perilaku tersebut. Tahapan intervensi

tingkah laku berdasarkan Theory of Planned Behavior (TPB)

secara singkat dapat dilihat pada Gambar 02 dibawah ini yang

merupakan hipotesis

Gambar 1. Theory of planned behavior

Dari Gambar 1 tersebut di atas nampak bahwa model

teoritik dari Teori Planned Behavior mengandung berbagai

variabel yaitu :. 1). Sikap adalah Evaluasi Umum yang di buat

Guru terhadap evaluasi. 2). Norma subjektif (Subjective

Norm) adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk

mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan

dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu

���������

�� �������

�������

�������������������� ��������

���� �

����������

��������

��������

Page 12: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia

lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka

dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku

yang akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975)

menggunakan istilah motivation to comply untuk

menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu

mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam

hidupnya atau tidak.3). Persepsi kemampuan mengontrol

atau kontrol keperilakuan (Perceived Behavioral Control),

yaitu keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah

melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku

tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk

melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan

estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya

kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk

melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan kondisi ini

dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived

behavioral control).

2.2.2. Intensi

Intensi (intention) adalah niat untuk melakukan perilaku

atau kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan

atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan

oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku

tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk

melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari

orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

Ajzen (dalam Azwar.2011) menjelaskan intensi sebagai

hal yang mengindikasikan besarnya usaha yang dikeluarkan

individu untuk melakukan suatu tingkah laku. Intensi atau

behavioral intention didefinisikan sebagai: “As a person location

on subjective probability dimention involving a relation between

himself and some action. A behavioral intention therefore, refers

to a person’s subjective probability that he will perform some

behavior.” (Fishbein & Ajzen, 1975; hal 288) Berdasarkan

definisi ini berarti intensi menunjukkan kemungkinan

dilakukannya suatu perilaku oleh individu. Jika belum

menjadi perilaku nyata, intensi masih merupakan suatu

disposisi (kecenderungan) untuk bertingkah laku. Namun,

ketika kesempatan atau situasi yang tepat muncul, intensi

berubah menjadi suatu usaha untuk melakukan tingkah laku

tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang akan

melakukan suatu perilaku jika ia memiliki intensi untuk

melakukan perilaku tersebut.

Intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar,

yaitu sikap individu terhadap perilaku, persepsi individu

terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak

melakukan perilaku yang bersangkutan, dan aspek kontrol

perilaku yang dihayati (Azwar, 1995:10-11). Intensi seringkali

dipandang sebagai suatu komponen konatif (kecenderungan

bertingkah laku) dari sikap (Fishbein, 1975). Biasanya

diasumsikan bahwa intensi merupakan komponen afektif

(menyangkut kehidupan emosional seseorang) dari sikap.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

Menurut teori perilaku terencana (theory of planned behavior)

yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein menjelaskan

bahwa faktor utama dari suatu perilaku yang ditampilkan

individu adalah intensi untuk menampilkan perilaku tertentu

(Ajzen,1991). Intensi diasumsikan sebagai faktor motivasional

yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi

seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak

usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku.

Jadi, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam

suatu perilaku, semakin besar kecenderungan dia untuk

benar-benar melakukan perilaku tersebut. Intensi untuk

berperilaku dapat menjadi perilaku sebenarnya jika perilaku

tersebut ada di bawah kontrol individu. Individu memiliki

pilihan untuk memutuskan menampilkan perilaku tertentu

atau tidak sama sekali (Ajzen, 1991:6 dalam Kurniasari,

2005:16). Seberapa jauh individu akan menampilkan perilaku,

tergantung pada faktor-faktor non motivasional. Salah satu

contoh dari faktor non motivasional adalah ketersediaan

kesempatan dan sumber yang dimiliki (misalnya uang, waktu,

dan bantuan dari pihak lain). Faktor-faktor ini mencerminkan

kontrol aktual terhadap perilaku. Jika kesempatan dan

sumber-sumber yang dimiliki tersedia dan terdapat intensi

untuk menampilkan perilaku, maka kemungkinan perilaku itu

muncul sangat besar. Dengan kata lain, suatu perilaku akan

muncul jika terdapat intensi dan kemampuan mengontrol

(kontrol perilaku). Pernyataan tersebut didasari oleh dua hal

penting yaitu: 1) jika intensi dianggap sebagai faktor yang

Page 15: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

konstan, maka usaha-usaha untuk menampilkan perilaku

tertentu tergantung pada sejauh mana kontrol yang dimiliki

individu tersebut, 2) bahwa ada hubungan langsung antara

kontrol keperilakuan (perceived behavioral control) dan

perilaku nyatanya, seringkali dapat digunakan sebagai

pengganti atau subtitusi untuk mengukur kontrol nyata

(actual control).

2.3. Peran Guru Dalam Implementasi Kurikulum KTSP

Implementasi KBK berimplikasi terhadap serangkaian

tuntutan yang harusdipenuhi oleh seorang guru dalam

menjalan tugas keprofesionalannya Dengan asumsi bahwa

gurulah yang paling tahu mengenai tingkat perkembangan

pesertadidik, perbedaan perorangan (individual) siswa, daya

serap, suasana dalam kegiatanpembelajaran, serta sarana dan

sumber yang tersedia maka guru berwenang

untuk menjabarkan dan mengembangkan kurikulum ke

dalam silabus. Pengembangan ini hendaknya mendasarkan

pada beberapa hal diantaranya: isi (konten),

konsep,kecakapan / keterampilan, masalah, serta minat siswa

(Anonim, 2004). Guru perlu memahami prinsip-prinsip

mengajar yang mengacu pada peningkatan

kemampuaninternal siswa. Peningkatan kemampuan ini

misalnya dilakukan dengan menerapkan berbagai strategi

pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu

mencapaikompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual

(Anonim, 2003).

Page 16: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

Peran guru dalam pembelajaran pada konteks

kurikulum berbasis kompetensi, menurut Sanjaya

(2005),adalah sebagai: (1) fasilitator; (2) manajer; (3)

demonstrator; (4) administrator; (5)motivator; (6) organisator;

dan (7) evaluator. Sebagai fasilitator guru berperan

untuk memudahkan siswa dalam melaksanakan proses

pembelajaran, terutama dalamkaitannya dengan penggunaan

media dan sumber belajar. Sebagai manajerpembelajaran guru

berperan dalam menciptakan suasana / iklim belajar

yangmemungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman,

melalui pengelolaan kelas yangbaik. Peran sebagai

demonstrator dapat ditunjukkan dengan penampilan guru

yangmenjadi acuan bagi siswa. Sebagai administrator guru

memungsikan penggunaandokumentasi dan data siswa untuk

keperluan pembinaan dan bimbingan. Sebagaiorganisator

peran yang diharapkan pada guru dalam mengorganisasi

siswa, baik secara kelompok maupun individual, sehingga

tetap terjaga keharmonisan diantarasiswa. Guru sebagai

evaluator harus memilik kemampuan untuk

mengukurketercapaian tujuan pembelajaran pada masing-

masing siswa dan kelompok siswa,serta mampu

menggunakannya sebagai alat untuk penentuan tindak

lanjut.Dibalik sejumlah manfaat yang diharapkan dari

kurikulum ini, muncul juga sejumlah kekhawatiran akan

keberhasilannya, terutama berkaitan dengan kualitas guru.

Mulyasa (2004) menyatakan banyaknya sekolah yang memiliki

Page 17: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

sedikit guru profesional dan tidak mampu melakukan proses

pembelajaran secara optimal.

Dalam implementasi KTSP guru dituntut dapat tampil

sebagai Guru yang benar-benar professional. Profesional guru

menyangkut dua hal. Pertama, guru harus memiliki

kompetensi professional dan pedagogik yang memadai

sehingga mampu mengembangkan kurikulum setiap mata

pelajaran pada tingkat satuan pendidikan yang sesuai dan

tepat bagi peserta didiknya (Mungin Eddy Wibowo, 2007).

Dilihat dari sisi ini fakta menunjukkan bahwa guru belum

terbiasa mengembangkan kurikulum secara mandiri karena

selama ini guru hanya disodori kurikulum yang sudah baku

dari pusat. Kedua, guru dituntut memiliki komitmen

professional untuk mengimplementasikan KTSP karena

penerapan KTSP menuntut adanya inovasi, improvisasi,

kreativitas dan motivasi yang kuat, selain itu penerapan KTSP

berimplikasi pada semakin beratnya beban kerja guru.

2.4. Penelitian Relevan

Dr. Morris A. Okun dari Department of Psychology,

Arizona State University, Amarika Serikat dan Erin S. Sloane

dari Los Angeles Unified School District, California, Amerika

Serikat melakukan penelitian yang didasarkan pada TPB

untuk memprediksi keikutsertaan (enrollment) mahasiswa

sebagai relawan dalam suatu program kampus (Okun &

Sloane, 2002). Penelitiannya dilatarbelakangi pemikiran

bahwa menjadi relawan dalam suatu kegiatan dipercaya akan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

member manfaat bagi individu maupun masyarakat, tetapi

hanya individu-individu tertentu saja yang tertarik untuk

menjadi relawan. Penelitiannya dirancang untuk menguji

hipotesis yang diturunkan dari TPB. Hipotesis pertamanya

adalah bahwa sikap, norma subjektif, dan kontrol

keperilakuan (Perceived Behavioral Control/PBC) PBC akan

menjadi predictor signifikan dari intensi menjadi relawan.

Hipotesis kedua, bahwa intensi merupakan satu-satunya

prediktor signifikan menjadi relawan secara aktual. Sampel

penelitian didapatkan secara random dari para mahasiswa

yang mengikuti mata kuliah Pengantar Psikologi pada suatu

universitas besar di Amerika, sebanyak 647 orang. Setelah

kepada mereka disampaikan pesan mengenai rekrutmen dari

kegiatan tersebut (menjadi relawan pada the Student Life

Community Service Program = SLCSP), mereka diminta mengisi

kuesioner yang berisi komponen-komponen dalam TPB dan

dua bulan kemudian keikutsertaan mereka dalam kegiatan

tersebut dicek. Konsisten dengan TPB, sikap, norma subjektif

dan PBC merupakan prediktor intensi untuk menjadi relawan

pada SLCSP, dan selanjutnya bisa memprediksi keikutsertaan

mereka secara nyata sebagai relawan pada SLCSP. Akan

tetapi, kurang dari 33% mahasiswa yang memiliki skor intensi

yang tinggi yang benar-benar menjadi relawan dalam program

tersebut. Ini menggambarkan bahwa diperlukan suatu strategi

untuk memperkuat intensi agar bisa diwujudkan dalam

perilaku nyata.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

Jeffrey J. Martin dari the Division of Kinesiology, Health

and Sport Studies at Wayne State University bersama Pamela

Hodges Kulinna dari the Department of Physical Education at

Arizona State University melakukan penelitian yang

didasarkan pada TPB dan Self-Efficacy Theory untuk menguji

penentu-penentu (determinan) intensi para guru olahraga

untuk melakukan aktivitas fisik ketika mengajar di kelas-kelas

mereka (yaitu menggunakan sedikitnya 50% dari waktu 13

mereka untuk melakukan aktivitas fisik dari yang sedang

hingga berat). Dilakukannya penelitian tesebut

dilatarbelakangi pengamatan mereka bahwa semakin

meningkat usia seseorang, semakin berkurang aktivitas fisik

yang dilakukan, padahal melakukan aktivitas fisik penting

bagi kesehatan jantung. Sementara, para guru olah raga

seharusnya mengajak para murid mereka untuk melakukan

aktivitas fisik sebagai bagian dari proses pembelajaran yang

menjadi tanggung jawab mereka. Subjek penelitian Martin

dan Kulinna (2004) tersebut menggunakan 342 guru olah raga

dari SD hingga SMA, pria dan wanita, berusia antara 23

hingga 62 tahun dengan pengalaman mengajar 1 sampai 40

tahun. Instrumen pengukuran yang digunakan berupa

kuesioner (untuk data-data demografis) dan skala (untuk

semua variabel penelitian). Dari data yang terkumpul

menunjukkan bahwa para guru tersebut memiliki intensi yang

kuat untuk mengajar kelas yang banyak melibatkan aktivitas

fisik untuk murid-murid mereka. Mereka juga menunjukkan

Page 20: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

sikap yang positif untuk mengajar kelas yang aktif dan

memiliki motivasi untuk patuh terhadap kelompok sosial yang

penting (orang tua, para murid) yang mengharapkan mereka

mengajar dengan melibatkan banyak aktivitas fisik. Para guru

tersebut juga memiliki PBC yang tinggi untuk bisa mengajar

kelas-kelas yang melibatkan banyak aktivitas fisik. Sesuai

dengan tujuan penelitian, data-data tersebut kemudian

dianalisis dengan teknik regresi bertingkat (hierarchical

regression). Hasilnya menunjukkan bahwa hipotesis yang

diajukan yaitu bahwa intensi para guru untuk mengajar kelas

yang banyak melibatkan aktivitas fisik untuk murid-murid

mereka ditentukan oleh sikap, norma subjektif dan PBC,

diterima. TPB mendapat dukungan, bahwa intensi berperilaku

para guru tersebut 59%-nya ditentukan oleh sikap, norma

subjektif dan PBC mereka

Stephen Richard Marrone dari Columbia University

Teachers College di tahun 2005 melakukan penelitian yang

juga didasarkan pada TPB dari Ajzen dan Fishbein, terkait

dengan intensi para perawat gawat darurat untuk memberi

pelayanan yang secara kultural sesuai bagi pasien Muslim

Arab. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menyelidiki

hubungan antara sikap, norma subjektif dan PBC para

perawat gawat darurat dengan intensi mereka untuk

memberikan pelayanan yang secara kulutral sesuai dengan

pasien-pasien Muslim Arab. Subjek penelitian terdiri dari 208

orang perawat. Data penelitian dikumpulkan dengan

menggunakan skala model Likert. Masing masing subjek

Page 21: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

memperoleh skor sikap, norma subjektif, PBC dan intensi.

Hasil penelitian Marrone (2005) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif yang signifikan antara sikap para perawat

gawat darurat dan norma subjektif mereka dengan intensi

untuk memberikan pelayanan yang secara kultural sesuai

untuk pasien Muslim Arab; dan ada hubungan positif yang

signifikan antara PBC dengan sikap. Perbedaan yang

signifikan juga ditemukan dalam hal sikap dan norma

subjektif antara mereka yang memiliki intensi dan tidak

memiliki intensi memberikan pelayanan yang secara kultur

sesuai terhadap pasien Muslim Arab. Dari penelitiannya

tersebut Marrone kemudian menyarankan akan pentingnya

memberikan materi-materi yang transkultural pada proses

pendidikan perawat. Ia juga menyarankan agar dalam

pendidikan dan pelayanan perawat juga dilakukan

pendekatan pendekatan yang didasarkan pada informasi-

informasi yang terkait dengan budaya-budaya tertentu

2.5. Model Kerangka berpikir

Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang

direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu :

a) Keyakinan Perilaku atau behavioral belief yaitu hal-hal

yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku

dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku

atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif

terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak

suka pada perilaku tersebut.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

b) Keyakinan Normatif (Normative Beliefs), yang berkaitan

langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara

tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory.

Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen

melalui PBT. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial

khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi

kehidupan individu (significant others) dapat

mempengaruhi keputusan individu. Hasilnya berupa

Norma subjektif (Subjective Norm) adalah sejauh mana

seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti

pandangan orang terhadap perilaku yang akan

dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa

itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang

akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain

disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan

orang tentang perilaku yang akan dilakukannya.

Fishbein & Ajzen (1975) menggunakan istilah motivation

to comply untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu

apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang

berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.

c) Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan

(control beliefs) diperoleh dari berbagai hal, pertama

adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama

sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena

melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat)

melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki

keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

Selain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman,

keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat

dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu

untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya

fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki

kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang

menghambat pelaksanaan perilaku. Hasilnya berupa

Persepsi kemampuan mengontrol (Perceived Behavioral

Control), yaitu keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah

melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan

perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu

untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu

melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah

dia punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan

untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan

kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol”

(perceived behavioral control).

Niat untuk melakukan perilaku (Intention) adalah

kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan

atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini

ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap

positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau

dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia

mendapat dukungan dari orang-orang lain yang

berpengaruh dalam kehidupannya.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

Secara skematis, model kerangka berpikir dalam

penelitian ini tergambar dalam gambar No. 2 berikut.

[

Gambar 2. Model Kertangka berpikir

berdasarkan Teori TPB Ajzen (2005)

Model kerangka berpikir ini menggambarkan bahwa

persepsi guru terhadap manfaat mengimplementasikan

kurikulum KTSP serta peningkatan efisiensi dan efektifitas

kinerja guru dengan mengimplementasikan perubahan KTSP

Attitude Toward The Behavior Memutuskan : Setuju untuk melaksanakan perubahan KTSP karena memberikan keuntungan ATAU Tidak setuju karena dipandang merugikan diri sendiri

Subjective Norm Adanya dorongan dari lingkungan sosial : keluarga, siswa, teman sejawat, kepala sekolah,penilik sekolah dan warga masyarakat pendidikan yang mendukung pengimplementasian perubahan KTSP.

Perceived Behavioral Control Memahami bahwa faktor implementasi perubahan kurikulum merupakan keharusan untuk dilakukan karena dapat menimngkatkan profesionalisme dan dapat meningkatkan kompetensi para siswa.

Intensi Indikasi adanya

niat untuk untuk melaksanakan

perubahan KTSP�

Perilaku Perilaku

melaksanakan perubahan

KTSP��

Page 25: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

mempengaruhi setiap komponen perilaku, yaitu a) sikap

setuju untuk melaksanakan KTSP karena memberikan

keuntungan atau jika persepsinya negatif cenderung tidak

setuju karena dipandang merugikan diri sendiri, b) adanya

dorongan dari lingkungan sosial : keluarga, siswa, teman

sejawat, kepala sekolah,penilik sekolah dan warga masyarakat

pendidikan yang mendukung pengimplementasian perubahan

KTSP, c) memahami bahwa faktor implementasi kurikulum

merupakan keharusan untuk dilakukan karena dapat

menimngkatkan profesionalisme dan dapat meningkatkan

kompetensi para siswa, d) dorongan berperilaku menerima

dan mengimplementasikan perubahan kurikulum dipengaruhi

oleh sejauhmana individu guru menangkap bahwa produk

hukum berupa Permendiknas pemberlakuan KTSP mengikat

untuk diimplementasikan, e) sinergi kompleks antar

komponen (sikap, norma subyektif dan kontrol keperilakuan)

memunculkan intensi untuk menerima dan melaksanakan

perubahan kurikulum KTSP, akhirnya f) intensi menerima dan

mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP akan

menjadi perilaku nyata dalam mengemban tugas profesinya

sebagai guru.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

���

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini

adalah :

1 Ho

:

Tidak ada pengaruh positif dan signifikan

antara sikap guru dan intensi

mengimplementasikan perubahan kurikulum

KTSP

Ha

:

Terdapat pengaruh positif dan signifikan

antara sikap guru dan intensi

mengimplementasikan perubahan kurikulum

KTSP

2 Ho

:

Tidak ada pengaruh positif dan signifikan

antara norma subyektif guru dan intensi

mengimplementasikan perubahan kurikulum

KTSP

Ha

:

Terdapat pengaruh positif dan signifikan

antara norma subyektif guru dan intensi

mengimplementasikan perubahan kurikulum

KTSP

3 Ho

:

Tidak ada pengaruh positif dan signifikan

antara kontrol keperilakuan guru dan intensi

mengimplementasikan perubahan kurikulum

KTSP

Ha

:

Terdapat pengaruh positif dan signifikan

antara kontrol keperilakuan guru dan intensi

mengimplementasikan perubahan kurikulum

Page 27: BAB II LANDASAN TEORETIK - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2978/3/T2_942010027_BAB II.pdf · Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknyatidak begitu menggembirakan

��

KTSP

4 Ho

:

Tidak ada pengaruh positif dan signifikan

antara sikap guru, norma subyektif dan

kontrol keperilakuan secara simultan dengan

intensi mengimplementasikan perubahan

kurikulum KTSP

Ha

:

Terdapat pengaruh positif dan signifikan

antara sikap guru, norma subyektif dan

kontrol keperilakuan secara simultan dengan

intensi mengimplementasikan perubahan

kurikulum KTSP

5 Ho

:

Tidak ada pengaruh positif dan signifikan

antara intensi menerima perubahan kurikulum

KTSP dan perilaku mengimplementasikan

perubahan kurikulum KTSP

Ha

:

Terdapat pengaruh positif dan signifikan

antara intensi menerima perubahan kurikulum

KTSP dan perilaku mengimplementasikan

perubahan kurikulum KTSP