bab i pendahuluan -...

12
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG GKI Di Tanah Papua dalam menjalankan misinya, kini sedang menghadapi realitas masa kini yaitu: masyarakat yang majemuk dengan pluralisme agama-agama, Marginalisasi, Stigmalisasi, Intimidasi, ketidakadilan sosial, ketertinggalan, konflik serta kerusakan lingkungan. Propinsi Papua yang terletak di ujung timur Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan posisi yang sangat strategis, terletak diantara benua Australia dan benua Asia sekaligus menjadi pintu gerbang di bagian timur Indonesia. Posisi ini telah mengundang berbagai suku bangsa dan budayanya memasuki Tanah Papua. Menurut Rumsarwir. 1 Tanah Papua walaupun sejak abad ke 16 telah didatangi dan berhubugan dengan orang-orang lain dari luar daerah, tetapi kontak yang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan yang berarti di Papua. Baru ketika Injil diberitakan, dibawa masuk oleh dua orang Zendeling asal Jerman, yaitu: Ottow dan Geissler, maka perubahan dan pengenalan tentang Papua mulai berarti. Pengaruh-pengaruh dari luar secara pelan mulai bertumbuh dan menjadi bagian dari kehidupan orang Papua. 1 W F. Rumsarwir, Injil dan Kebudayaan dalam Sejarah GKI Di Irian Jaya, ed. Duim dan Sulistyo,(Jayapura:Biro Pengabdian dan Penelitian STT I.S. Kijne dan Dep.Penelitian dan Pengembangan Sinode GKI TP, 1988)Hlm. 25

Upload: dothien

Post on 28-Apr-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

GKI Di Tanah Papua dalam menjalankan misinya, kini sedang

menghadapi realitas masa kini yaitu: masyarakat yang majemuk dengan

pluralisme agama-agama, Marginalisasi, Stigmalisasi, Intimidasi, ketidakadilan

sosial, ketertinggalan, konflik serta kerusakan lingkungan.

Propinsi Papua yang terletak di ujung timur Negara Kesatuan Republik

Indonesia, merupakan posisi yang sangat strategis, terletak diantara benua Australia

dan benua Asia sekaligus menjadi pintu gerbang di bagian timur Indonesia. Posisi ini

telah mengundang berbagai suku bangsa dan budayanya memasuki Tanah

Papua. Menurut Rumsarwir.1 Tanah Papua walaupun sejak abad ke 16 telah

didatangi dan berhubugan dengan orang-orang lain dari luar daerah, tetapi kontak

yang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

yang berarti di Papua. Baru ketika Injil diberitakan, dibawa masuk oleh dua

orang Zendeling asal Jerman, yaitu: Ottow dan Geissler, maka perubahan dan

pengenalan tentang Papua mulai berarti. Pengaruh-pengaruh dari luar secara pelan

mulai bertumbuh dan menjadi bagian dari kehidupan orang Papua.

1 W F. Rumsarwir, Injil dan Kebudayaan dalam Sejarah GKI Di Irian Jaya, ed. Duim dan

Sulistyo,(Jayapura:Biro Pengabdian dan Penelitian STT I.S. Kijne dan

Dep.Penelitian dan Pengembangan Sinode GKI TP, 1988)Hlm. 25

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

Menurut F. Ukur dan F.L.Cooley2, kedatangan bangsa barat ke benua

Asia pada umumnya dan Indonesia khususnya didorong oleh dua faktor utama :

faktor ekonomis dan faktor politis, serta diperkuat oleh faktor pendorong lain yaitu

faktor agama.

Tanah Papua yang memiliki luas Tiga setengah kali pulau Jawa, dengan

penduduk yang sedikit serta memiliki tanah yang subur, telah ditetapkan menjadi sala

satu tujuan program transmigrasi masyarakat dari jawa, bali dan nusa tenggara. Para

transmigran ini telah tumbuh dan berkembang menjadi banyak dan hidup

berbaur dengan penduduk asli Papua. Kenyataan lainnya, bahwa Tanah Papua yang

kaya dengan Sumber Daya Alam merupakan daya tarik tersendiri bagi berbagai suku

dari seluruh Indonesia untuk memasuki Tanah Papua dari waktu ke waktu dan

menetap disana. Para pendatang dari luar inilah yang pada akhirnya menguasai

sektor ekonomi, pasar dan perdagangan.

Sejak integrasi Papua ke dalam NKRI, berbondong-bondong masyarakat dari

daerah lain di seluruh Indonesia memasuki Tanah Papua. Tentang hal ini Theo Van

den Broek3, Uskup pada keuskupan Jayapura mengatakan bahwa :

Sejak terintegrasinya Irian Jaya ke dalam pangkuan Republik Indonesia;

yaitu sejak tahun 1970 an terjadi ledakan penduduk yang sangat hebat,

khususnya di daerahdaerah perkotaan. Hal ini dapat dilihat bahwa hanya dalam

kurun waktu sekitar 10 tahun, yaitu tahun 1971 – 1980 tercatat penambahan

penduduk dengan rata-rata 2,79% pertahun dan untuk kurun waktu 1080 -

1985 rata-rata 2,95%. Angka untuk daerah-daerah perkotaan lebih tinggi

2 F.Ukur dan F.L. Cooley, Jerih dan Juang, laporan nasional survey menyeluruh gereja di

Indonesia(Jkt:Lembaga Penelitan dan Studi DGI, 1979) 34 3 Van Den Broek, Theo, Pola peran sertat Gereja Katolik dalam proses pengembangan umat dan

masyarakat di Irian Jaya( Jayapura : KPKC Keuskupan Jpr: 1987) 159

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

lagi, yaitu 5% pertahun(Terendah Biak 2,27% pertahun, Jayapura 6,03%,

Manokwari 7,73% dan tertinggi Nabire 9,43%, Patut dicatat bahwa

kenaikan jumlah penduduk yang sangat cepat itu; sangat dipengaruhi

pula oleh tingginya migrasi spontan khususnya ke daerah-daerah perkotaan.

Van den Broek dalam bukunya yang sama mencatat bahwa 65% dari

seluruh migrasi spontan menetap di daerah-daerah perkotaan. Akibatnya untuk

tahun 1980, 30% dari penduduk kota adalah para pendatang; angka ini terus

melonjak dan mencapai 4o% untuk tahun 1986 dan ditaksir pada tahun 1990,

lebih dari 50% penduduk kota adalah pendatang. Para pendatang dengan

amat cepat merebut berbagai sek tor lapangan ker ja seper t i

perdagangan, sektor-sektor informal dan jabatan-jabatan di pemerintahan.

Kenyataan ini merupakan tantangan sekaligus dorongan bagi GKI di Tanah

Papua untuk membaharui misinya agar sesuai dengan konteks dimana gereja itu

tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kenyataan sekarang bahwa

masyarakat di Papua tidak lagi homogen, penduduk di Papua sangat majemuk.

Masyarakat, warga Jemaat dengan berbagai latar belakang budaya terus bertambah.

Di dalam kemajemukan inilah muncul tuntutan suatu sikap dan pola pelayanan yang

dapat menyentuh berbagai budaya dari suku-suku yang ada di Papua.

Realiras sosial dan keadaan Jemaat-jemaat di Papua dewasa ini menjadi

penting dalam penulisan ini, sebab mengungkapkan konteks misi Gereja, yaitu

dunia. Misi tak mungkin ada tanpa dunia. Gereja pun ada di dunia karena

misi yang diembannya dan sasaran misi gereja adalah dunia. Elizabeth

K.Notingham4 mengatakan :

Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnyakepada adanya suatu dunia

yang tidak dapat dilihat(akhirat) namun agama juga melibatkan diri

dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia ini

4 Elizabeth K.Notingham, Agama dan masyarakat, suatu Pengantar Sosiologi Agama

(Jakarta:Rajawali,1992)Hlm.4

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

Dengan demikian, membicarakan tentang misi Gereja, tak dapat

dipisahkan dengan dunia tempat gereja itu berada serta situasi yang dihadapi

masyarakat. Namun tidaklah objektif jika fungsi agama dalam hal ini misi Gereja

hanya dipahami secara sosiologis dengan mengabaikan momen transendental,

sebagaimana pandangan Berger, yang melihat agama sebagai realitas kudus yang

mengatasi dimensi waktu, sebagai tudung kudus yang melindungi manusia dari

kelemahan eksistensinya, sebagai yang menghubungkan manusia dengan dunia yang

tidak kelihatan atau yang kemudian dirumuskannya sebagai usaha untuk membangun

―kosmos yang kudus‖5

Selain kemajemukan dengan keberagaman agama-agama di Papua, realitas

lain yang penting adalah kemiskinan dan ketidakadilan sosial, sebab ternyata di

negara yang berdasarkan Pancasila, dimana hak-hak warga negara dijamin secara

adil masih dijumpai rakyat yang diperlakukan secara tidak adil dan hidup dalam

kemiskinan. Berdasarkan Data dari BPS6 Pusat, Propinsi Papua dan Papua Barat

merupakan propinsi yang termiskin di Indonesia sebagai berikut :

1. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan)

di Papua pada bulan Maret 2009 sebesar 760,35 ribu (37,53 persen).

Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2008 yang

berjumlah 733,15 ribu (37,08 persen), berarti jumlah penduduk miskin

5 R.B. Riyo Mursanto, “Peter Berger: Realitas Sosial”, (Jakarta:Gramedia, 1993) Hlm.223-224

6 Jumlah dan persentase Penduduk Miskin di Papua dalam, Berita resmi Statistik no 45/07/th.6XIII,

Juli 2010. Diakses pada 7 Desember 2010.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

bertambah sebesar 27,20 ribu.

2. Dilihat menurut tipe daerahnya, selama periode Maret 2008 - Maret 2009,

terjadi penambahan penduduk miskin di daerah perdesaan sebesar 30.660

orang, sebaliknya di daerah perkotaan penduduk miskinnya berkurang

sebanyak 3.460 orang.

3. Persentase penduduk miskin daerah perkotaan tidak banyak berubah,

dibanding periode Maret 2008, persentase penduduk miskin di perkotaan turun

sebesar 0,92 persen (7,02% pada Maret 2008 menjadi 6,10% pada Maret

2009). Sedangkan persentase penduduk miskin di perdesaan melonjak sebesar

0.85 persen (45.96 % pada Maret 2008 menjadi 46,81 persen pada Maret

2009).

4. Garis Kemiskinan (GK) daerah perkotaan pada Maret 2009 sebesar Rp. 285

158 lebih tinggi dari GK perdesaan yang hanya sebesar Rp. 234.727. Hal ini

berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic

needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada

di perdesaan.

Dari data BPS diatas nampak bahwa penduduk termiskin di Papua justru yang

berada di Pedesaan sebanyak 30.660 orang, itu berarti dapat dipastikan bahwa mereka

yang miskin adalah penduduk asli Papua yang berada di pedesaan, bahkan yang

berada jauh di daerah yang sangat terpencil.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

Melihat realitas ini, gubernur propinsi Papua, Barnabas Suebu

mengatakan bahwa masalah utama warga Papua adalah kemiskinan akibat

keterbatasan dan keterisolasian wilayahnya selama bertahun-tahun. Jika

kemiskinan di Papua dapat ditasi dan warga Papua menjadi sejahtera, maka

itulah yang disebut Papua Baru7. Sejalan dengan hal tersebut Sekretaris Dewan

Adat Papua, Taha Alhamid menyatakan bahwa Papua kaya degan Sumber

Daya Alam-nya, namun kenyataannya rakyatnya berada dalam kemiskinan.

Menurutnya, ada hal yang tidak beres dalam kehidupan berbangsa.8

Aspek ketidakadilan sosial merupakan suatu realitas yang telah

melahirkan berbagai konflik dan kekerasan dalam kehidupan bermasyarakat di

Papua. Menurut Frans Maniagasi9 salasatu akar konflik dan kekerasan adalah

perebutan tanah dan hak atas sumber daya alam. Pemerintah Indonesia dinilai

sangat tidak adil dalam mengelola sumber daya alam. Negara kerap memberi

konsensi kepada perusahaan pengelola sumber daya alam dengaan

mengabaikan hak-hak adat masyarakat Papua. Sementara itu Tentara dan Polisi

yang dipakai untuk menjaga konsensi-konsensi tersebut. Mereka seringkali

melakukan tindak kekerasan terhadap warga sipil, dianiya, diteror bahkan

terjadi pembunuhan terhadap mereka. Lebih lanjuta dikatakan bahwa aparat

keamanan Indonesia memiliki kepentingan ekonomi dalam hal ekstrasi sumber

7 Barnabas Suebu,Kemiskinan Dirubah, Itulah Papua Baru, dalam: Muridan S Widjoyo,Papua Road

Map(Jakarta:LIPI, 2009)Hlm.17 8 Wawancara dengan Bapak Taha Alhamid(Sekretaris Dewan Adat Papua) tanggal 26 juli 2010

9 Frans Maniagasi, Dalam Beny Ramandey, Irian Barat, Irian Jaya, sampai Papua(Jayapura,Aji

Press,2000)Hlm.21

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

daya alam di Papua. Nampak mereka terlibat langsung dalam penebangan kayu

illegal serta mendapat imbalan perlindungan yang dibayarkan oleh perusahaan

pengelola kayu.Banyak perwira aktif maupun yang pensiun mengantongi HPH

(Hak Pengelolaan Hutan) atau kepentingan usaha lainnya.10

Rakyat Papua telah menjadi korban dominasi politik birokrasi sipil dan

Militer. Oleh karena itu sebagian masyarakat melihat OPM (Organisasi Papua

Merdeka) sebagai alternatif perlawanan yang menggunakan simbol-simbol

OPM, kendati pelakunya tidak terkait secara gagasan maupun terlibat dengan

OPM. Sesekali kelompok ini muncul di perkotaan dengan simbol-simbol Papua

Merdeka, dalam bentuk unjuk rasa dan pengibaran bendera Bintang Kejora.

Akibatnya telah menjerumuskan rakyat Papua dalam situasi ―Maju Kena Undur

Kena‖. Karena pada akhirnya rakyat Papua terseret dalam situasi dimana

pilihan simbol dan praktek perlawanan itu justru melegitimasi kekerasan yang

dilakukan oleh Militer.

Realitas kehidupan warga jemaat/masyarakat ini lantas diperhadapkan dengan

berbagai fakta yang mengarah kepada munculnya berbagai konflik, yang seolah-

olah menempatkan Gereja dan jemaat pada situasi pertentangan (Ambivalen)

menghadapi kondisi dan situasi tersebut. Bahkan tidak jarang jemaat mulai

bersikap tidak peduli (apatis) antara satu dengan yang lainnya. Namun di sisi yang

lain jemaat/masyarakat sebagai korban dari situasi seperti ini secara tidak sadar telah

menjadi pelaku-pelaku kekerasan yang tentu saja semakin memperkeruh dan

10

Ibid

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

memperpanjang terwujudnya cita-cita damai di Tanah Papua. Sementara di sisi yang

lain fakta-fakta di lapangan menyebutkan bahwa banyak para pekerja sosial

atau HAM termasuk para Pendeta telah mengalami intimidasi11

. Bahkan ada yang

dibunuh, karena dicurigai sebagai anggota OPM, sebagaimana yang terjadi dengan

seorang Penginjil di Serui.

Meskipun demikian nyatanya tidak ada pilihan lain kecuali berada di posisi

sebagai gembala yang harus menuntun dan mengarahkan jemaat dalam menghadapi

masalah Keputusan untuk bertahan dan menghadapi situasi pelayanan seperti ini tidak

lain karena, GKI-TP memahami bahwa Tugas Gereja adalah menegakan keadilan dan

kebenaran.

Gereja bukan hanya mewartakan kebenaran yang terdapat dalam Alkitab,

tetapi sekalius menyikapi dan menegakkan keadilan dan kebenaran dalam situasi

kongkrit yang dialami oleh umatnya. Para Petugas Gereja diharapkan tidak hanya

berkata-kata saja, tetapi juga menyerukan suara kenabian dan

mewujudkannya dalam tindakan nyata, menjadi "Garam dan Terang".

Dalam konteks demikian itu GKI-TP tetap melakukan tugas Tri panggilan

gereja, yaitu bersekutu, bersaksi dan melayani. Karena apapun masalah yang

dihadapi, Misi harus tetap dilaksanakan. Karena gereja pada hakekatnya adalah misi

dan selalu ada dalam keadaan misioner. Misi itu bukan hanya tentang keselamatan

spiritual, melainkan juga kesejahteraan, keadilan, kebenaran dalam kehidupan sehari-

hari. Itu berarti GKI di Tanah Papua harus dapat mengaktualisasikan dan

11

Wawancara dengan Pdt. A. Yoku(wakil sekretaris sinode GKI TP) tanggal 20 oktober 2008.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

membahasakan misinya dalam konteks realitas sosial di Papua. maksudnya

gereja harus tetap eksis dan hidup, melaksanakan tugas panggilannya dengan

konsekwen, menerjemahkan misi secara konkrit dan relevan dalam konteks

kehidupan masyarakat di Papua, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi,

budaya,lingkungan hidup dan sebagainya.

Melihat realitas sosial di Papua tersebut maka pendekatan yang akan Penulis

gunakan untuk menyelesaikan tesis ini yaitu dengan menggunakan teori David

J.Bosch tentang Paradigma Misi Ekumenis yang diuraikan dalam bukunya:

Transformasi Misi Kristen, sejarah teologi misi yang mengubah dan berubah.

Diharapkan dengan meggunakan pemikiran misiologis David J. Bosch tentang teologi

misi, maka implementasinya akan nampak dalam misi GKI di Tanah Papua yang

adalah bagian dari gereja-gereja sedunia maupun gereja-gereja di Indonesia dan juga

memiliki kekhasan dan latar belakang yang khusus.

Dengan latar belakang permasalahan seperti diatas, maka Penulis

merumuskan judul penelitian ini sebagai berikut:

Misi GKI DI TANAH PAPUA

(Upaya Memahami Misi GKI DI TANAH PAPUA dan Relevansinya Dalam

Realitas Sosial Masa Kini)

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Rumusan Misi GKI DI TANA PAPUA

2. Bentuk Misi apa yang sudah dilakukan GKI DI TANAH PAPUA.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mendeskripsikan rumusan misi GKI DI TANAH PAPUA.

2. Mendiskripsikan bentuk-bentuk misi yang dilakukan oleh GKI DI TANAH

PAPUA.

D. SIGNIFIKASI PENELITIAN

1. Diharapkan hasil kajian tesis ini dapat memberikan kontribusi pemikiran

secara akademis , khususn ya b idang sos io logi agama dal am

mengembangkan misi yang kontekstual dan relevan dengan realitas sosial

masa kini.

2. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah referensi GKI-

TP baik secara institusi gereja, maupun warga jemaat yang terlibat langsung

maupun tidak langsung dalam melaksanakan tugas kesaksian dan

pelayanannya

E. METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif

dengan metode deskriptif. Menurut Nawawi12

, metode deskriptif diartikan

sebagai usaha mengungkapkan keadaan dan memberikan gambaran secara

objektif tentang keadaan seluruhnya dari objek yang diselidiki

12

H.B. Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,(Jogjakarta:Gajah Mada University Press, 1990)hl.

131

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui penelusuran bahan-bahan

pustaka yang menjadi sumber data. Sumber data tersebut berupa literatur,

dokumen-dokumen gereja: Tata Gereja, keputusan sidang sinode, Klasis dan

jemaat, hasil rapat kerja, pedoman pelayanan, peraturan-peraturan

dan kebijakan yang berkaitan dengan substansi penelitian ini. Sedangkan data

sekunder diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam tidak

terstruktur terhadap pimpinan gereja dan tokoh gereja yang

dikategorikan sebagai informan kunci.

G. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

Data yang penulis peroleh akan diolah dalam analisis interaktif, yang terdiri

dari: Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Selanjutnya data yang direduksi disajikan berdasarkan klasifikasi yang telah

ditetapkan. Siklus interaktif berlanjut hingga penarikan kesimpulan.13

H. LOKASAI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi yang akan dijadikan fokus penelitian adalah kantor sinode GKI-TP

dan Klasis Jayapura, di kota madya Jayapura, propinsi Papua. Diharapkan

penelitian ini akan dilakukan pada bulan September hingga oktober 2009

13

Sanafiah Faisal,Pengumpulan dan Analisa Data dalam Penelitian Kualitatif

(Jakarta:Grafika Raya Persada,2007), 67

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/636/2/T2_752008027_BAB I.pdfyang singkat dan sporadis itu tidak membawa banyak faedah bagi perubahan

I. GARIS BESAR PENELITIAN

Bab I : Merupakan pendahuluan yang berisi Pendahuluan, Perumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Signifikansi Penelitian,

Kerangka Teori, Tehnik Pengumpulan Data, Tehnik

Pengolahan Data, Lokasi dan Waktu Penelitian dan Garis

Besar Penelitian

Bab II : Memuat kerangka teoritis yang dipakai untuk menguji hasil

penelitian Bab III akan mengungkapkan hasil penelitian

tentang misi GKI TP

Bab III : Pemaparan hasil penelitian tentang Misi GKI di Tanah Papua

Bab IV : Pembahasan dan Analisa Hasil Penelitian

Bab V : Merupakan Bab penutup berisikan kesimpulan, saran dan

rekomendasi