laporan kasus kepada yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 secara epidemiologi,...

20
0

Upload: others

Post on 03-Mar-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

0

Page 2: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

1

LAPORAN KASUS Kepada Yth:

Dipresentasikan pada :

Hari/Tanggal : / Januari 2018

Jam : WITA

SATU KASUS KERATOAKANTOMA DENGAN

TINDAKAN BEDAH EKSISI ELIPS

Oleh:

Venny Tandyono

Pembimbing:

Prof. Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH

DENPASAR

2017

Page 3: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

2

PENDAHULUAN

Keratoakantoma (KA) merupakan tumor epitelial kulit yang berasal dari unit

pilosebasea, dengan karakteristik pertumbuhan yang cepat, dan cenderung

mengalami regresi spontan.1,2

Hingga saat ini klasifikasi KA masih menjadi

perdebatan karena berada diantara tumor jinak dan ganas.3 Beberapa ahli

berpendapat KA sebagai tumor kulit jinak dengan prototipe “pseudomalignant”

dan ahli lain menyatakan bahwa KA sebagai tumor kulit ganas dan dianggap

sebagai varian karsinoma sel skuamosa (KSS).1,3

Keratoakantoma sering ditemukan pada orang berkulit putih (tipe kulit

Fitzpatrick I dan II), lebih sering terjadi pada laki-laki, dan umumnya ditemukan

pada usia antara 65-71 tahun.1,3

Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar

sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai sekitar 150 per

100.000 penduduk per tahun.2 Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah

Denpasar pada periode Januari 2015 hingga Desember 2016 didapatkan 4 kasus.4

Etiologi keratoakantoma masih belum diketahui secara pasti. Beberapa

faktor yang berperan dalam terjadinya KA antara lain predisposisi genetik,

paparan sinar ultraviolet, trauma, merokok, paparan bahan kimia karsinogenik,

radiasi, dan kondisi imunosupresi seperti infeksi human immunodeficiency virus

(HIV), transplantasi sumsum tulang, konsumsi obat kemoterapi, leukemia.3,5

Manifestasi klinis keratoakantoma pada umumnya berupa papul sewarna

kulit atau kemerahan berbentuk bulat dan konsistensi keras, kemudian tumbuh

cepat dalam waktu 4-6 minggu menjadi nodul berdiameter 1-2 cm, bentuk kubah

yang ditengahnya berisi sumbatan keratin tertutup krusta, bila sumbatan keratin

diangkat maka akan tampak seperti kawah atau “volcano like appearance”.

Sekitar 5-6 bulan KA mengalami regresi spontan, dan terbentuk jaringan parut.

Predileksi KA terjadi di area yang sering terpapar sinar matahari.5,6

Keratoakantoma cenderung mengalami regresi spontan sehingga sebagian

para ahli berpendapat untuk hanya melakukan observasi terhadap perkembangan

lesi ini. Namun beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa keratoakantoma perlu

diterapi karena KA seringkali sulit dibedakan dengan karsinoma sel skuamosa

(KSS), dan sekitar 20% dapat berkembang menjadi KSS hingga metastasis.7,8,9

Page 4: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

3

Bedah eksisi merupakan terapi baku emas untuk KA karena selain merupakan

tehnik yang mudah dan efektif, terapi ini juga dapat mengangkat lesi secara utuh

untuk pemeriksaan histopatologi, sehingga dapat membantu dalam menegakkan

diagnosis KA.3,7

Berikut dilaporkan satu kasus keratoakantoma yang diterapi dengan bedah

eksisi elips. Kasus ini dilaporkan karena merupakan kasus yang jarang, sehingga

diharapkan dapat menambah pemahaman tentang gambaran klinis dan

penegakkan diagnosis keratoakantoma, serta penatalaksanaannya, khususnya

mengenai bedah eksisi elips.

KASUS

Seorang laki-laki berusia 73 tahun, ras Kaukasian, Warga Negara Perancis,

dengan nomor rekam medis 17.04.89.43 datang ke Subdivisi Tumor Bedah Kulit

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah pada tanggal 14 November 2017

dengan keluhan utama benjolan pada pelipis kanan.

Berdasarkan anamnesis, didapatkan muncul benjolan pada pelipis kanan

sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya benjolan berukuran kecil, sebesar jarum pentul,

teraba keras, dan berwarna merah muda. Benjolan kemudian dirasakan semakin

membesar (sebesar kacang polong) dan menonjol sejak 3 bulan yang lalu.

Benjolan ini tidak dirasakan gatal, nyeri, maupun mudah berdarah. Satu bulan

yang lalu, pasien mengamati muncul luka pada benjolan akibat kadang

dimanipulasi oleh pasien, sehingga bagian tengah benjolan tampak lebih datar dan

luka meninggalkan keropeng berwarna kuning-kecoklatan. Kemudian pasien

berobat ke spesialis kulit dan dilakukan elektrokauter pada lesi tersebut serta

diberikan obat oles (nama lupa). Riwayat munculnya luka/ trauma pada kulit

sebelum keluhan muncul disangkal.

Pasien mengaku keluhan ini baru pertama kali dialami, dan tidak ada

riwayat penyakit kulit yang pernah diderita sebelumnya. Riwayat penyakit

jantung, hipertensi, diabetes melitus, ataupun keganasan disangkal. Riwayat

penurunan berat badan, dan diare lebih dari satu bulan serta batuk lama tidak ada.

Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat pengencer darah maupun antiradang

Page 5: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

4

jangka lama, dan tidak pernah mengalami gangguan perdarahan, seperti sering

mimisan maupun gusi berdarah. Riwayat luka yang sembuh dengan menimbulkan

bekas parut yang membesar (keloid) disangkal. Tidak ada riwayat alergi obat,

makanan, maupun asma.

Pasien sering beraktivitas di luar ruangan tanpa menggunakan tabir surya.

Pasien sebelumnya tinggal di Perancis dan bekerja sebagai pelayar, namun sudah

tidak bekerja sejak 8 tahun yang lalu. Sejak tahun 2010 pasien pindah ke bali, dan

menikah lagi dengan orang Bali. Sejak saat itu pasien memulai bisnis travel agent

dan sering beraktivitas diluar ruangan. Pasien sesekali mengkonsumsi alkohol dan

merokok saat berkumpul bersama dengan teman-temannya.

Keluhan penyakit yang sama pada keluarga disangkal. Riwayat alergi obat

pada pasien maupun keluarga disangkal. Riwayat penyakit jantung, hipertensi,

diabetes melitus, ataupun penyakit kulit lain pada keluarga disangkal.

Pemeriksaan status present didadapatkan kesadaran kompos mentis,

keadaan umum baik, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit,

frekuensi pernafasan 20 kali/menit, temperatur aksila 36,5◦C. Berat badan 78 kg,

tinggi badan 185 cm, dan body mass index 22,79. Status generalis didapatkan

kepala normosefali, mata tidak terdapat tanda-tanda anemia dan ikterus. Pada

pemeriksaan leher, kelenjar getah bening preaurikular, retroaurikular,

submandibula dan supraklavikula tidak teraba pembesaran. Pemeriksaan telinga,

hidung, tenggorokan tidak terdapat kelainan. Pemeriksaan thoraks didapatkan

suara jantung S1S2 tunggal, reguler, tidak terdengar murmur, pada paru suara

nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing. Pemeriksaan abdomen

terdengar bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba, ekstremitas atas dan

bawah teraba hangat dan tidak didapatkan edema serta deformitas. Pemeriksaan

mukosa dan kuku tidak ditemukan kelainan.

Status dermatologis pada lokasi malar dekstra didapatkan efloresensi

nodul eritema soliter, bentuk oval, ukuran 0,8 x 1,5 x 0,3 cm, dengan permukaan

datar, berskuama, dan disertai telangiektasia pada kulit sekitarnya. Pada palpasi,

benjolan teraba keras, padat, melekat pada dasar, tanpa nyeri tekan. Pasien

mempunyai tipe kulit Fitzpatrick II (Gambar 1).

Page 6: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

5

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosis banding

keratoakantoma dan karsinoma sel skuamosa (KSS). Pemeriksaan dermoskopi

dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang, didapatkan gambaran keratin pearl-

like structures di bagian sentral, dikelilingi dengan berbagai morfologi pembuluh

darah berupa hairpin, glomerular, dan branching vessels, di atas background

warna putih. Tampak telangiektasia dibagian bawah lesi. (Gambar 2).

Diagnosis kerja pasien adalah keratoakantoma. Penatalaksanaan yang

diberikan adalah bedah eksisi elips. Pada pasien direncanakan pemeriksaan

histopatologi jaringan paska operasi.

Pada tahapan operasi, pertama pasien diberikan penjelasan tentang

tindakan yang akan dilakukan dan komplikasi yang mungkin terjadi. Setelah

pasien memahami tentang tindakan yang akan dilakukan, pasien diminta untuk

menandatangani surat persetujuan operasi. Selanjutnya dilakukan persiapan alat-

alat yang akan digunakan, kemudian pasien diminta berbaring di meja operasi

Gambar 1. Pada malar dekstra tampak nodul soliter, bentuk oval dengan permukaan datar

berskuama dan telangiektasia di sekitarnya.

Gambar 2. Tampak keratin pearl-like structures di bagian tengah, pembuluh darah bentuk

hairpin & glomerular (lingkaran) dan branching vessels (panah) di atas background warna

putih. Telangiektasia tampak di bagian bawah (segitiga).

1b

2

1c

Page 7: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

6

dengan posisi miring kiri, dan dilakukan pemetaan (marker) pada area yang akan

dieksisi. Operator dan asisten mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan

steril. Setelah itu, dilakukan desinfeksi pada area yang akan dilakukan

pembedahan dengan menggunakan larutan povidon iodin 10% dan kemudian

dipasang duk steril untuk mempersempit area operasi. Selanjutnya dilakukan

anestesi lokal dengan lidokain 2% dengan tehnik infiltrasi. Setelah anestesi

bekerja, dilakukan eksisi elips pada lesi sampai kedalaman subkutis sesuai marker

yang sudah dibuat, dengan safety margin 5 mm, rasio panjang berbanding lebar

3:1, dan sudut elips 30o. Lesi dilepaskan dari jaringan dibawahnya dengan skalpel,

kemudian dimasukkan ke dalam tabung berisi larutan buffer formalin 10% untuk

pemeriksaan histopatologi. Perdarahan dihentikan dengan bebat tekan dan

elektrokoagulasi. Kulit dijahit dengan teknik simple interrupted sutures

menggunakan benang nilon monofilamen 5-0 sesuai pola rules of halves sebanyak

8 jahitan dengan panjang 3 cm. Setelah terjahit, luka dibersihkan dengan cairan

NaCl 0,9% dan dioleskan salep gentamisin 0,3%, lalu ditutup dengan Duoderm

extrathin (Gambar 3). Tindakan selesai dan spesimen dikirim ke bagian Patologi

Anatomi (PA) untuk pemeriksaan histopatologi.

Gambar 3. Tindakan bedah eksisi elips. 3a. Persiapan alat. 3b. Desinfeksi

lapangan operasi menggunakan povidone iodine dan lapangan operasi

dipersempit dengan duk steril

Gambar 3c. Penyuntikan anestesi lokal dengan lidokain. 3d. Bedah eksisi elips.

3a

3c

3b

3d

Page 8: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

7

Setelah tindakan operasi, pasien diberikan analgetik asam mefenamat tablet 500

mg setiap 8 jam per oral diminum bila nyeri. Pasien diberikan komunikasi,

informasi, dan edukasi (KIE) untuk menjaga luka tetap kering dan kontrol

kembali untuk rawat luka setelah 3 hari.

PENGAMATAN LANJUTAN I (HARI KETIGA PASKA TINDAKAN): 17

NOVEMBER 2017

Pasien tidak mengeluh nyeri ataupun gatal. Tidak didapatkan keluhan bengkak

pada bekas luka operasi, tidak ada demam. Pasien tidak mengeluhkan bekas luka

operasi mengeluarkan nanah, maupun kemerahan di sekitar lokasi jahitan. Status

present dan generalis didapati dalam batas normal.

Pemeriksaan dermatologi pada lokasi malar dekstra didapatkan luka

jahitan berbentuk linier, panjang 3 cm dengan 8 jahitan dan tidak didapatkan

hematoma, eksudat, maupun edema. (Gambar 4).

Gambar 3e. Proses pemisahan tumor dari jaringan sekitarnya. 3f. Penghentian

perdarahan.

Gambar 3g. Penjahitan luka dengan teknik simple interrupted suture dan

rule of halves. 3h. Luka paska tindakan bedah eksisi elips.

3f 3e

3g 3h

Page 9: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

8

Pasien didiagnosis kerja dengan keratoakantoma diagnosis banding KSS paska

bedah eksisi elips hari ketiga. Penatalaksanaan pada pasien meliputi rawat luka

dan penggantian perban, analgetik asam mefenamat 500 mg tablet yang

dikonsumsi tiap 8 jam apabila merasa nyeri. Pasien diberikan KIE untuk menjaga

kebersihan daerah luka, mengurangi aktivitas di bawah paparan sinar matahari

pada pk 10.00-14.00, dan menggunakan tabir surya dan pelindung fisik bila

beraktivitas di luar ruangan. Pasien direncanakan kontrol hari keenam paska eksisi

tanggal 20 November 2017.

PENGAMATAN LANJUTAN II (HARI KEENAM PASKA TINDAKAN):

20 NOVEMBER 2017

Pasien datang untuk kontrol dan membawa hasil pemeriksaan histopatologi. Dari

anamnesis tidak didapatkan keluhan demam, nyeri, bengkak, maupun nanah pada

luka jahitan. Status present dan generalis dalam batas normal. Status dermatologi

pada lokasi pelipis kanan menunjukkan luka jahitan berbentuk linier, panjang 3

cm dengan 8 buah jahitan dan tidak didapatkan nanah, hematoma, nekrosis

maupun edema (Gambar 5).

Gambar 4. Luka paska tindakan bedah eksisi elips hari ketiga. Tidak tampak edema, hematom,

maupun pus.

4

Page 10: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

9

Hasil pemeriksaan histopatologi tanggal 14 November 2017 dengan nomor

spesimen 4235/PP/2017 didapatkan gambaran morfologi sesuai dengan

keratoakantoma diagnosis banding well-differentiated squamous cell carcinoma.

Terdapat pola pertumbuhan eksoendofitik dengan diferensiasi sel-sel skuamoid

yang sebagian melibatkan infundibulum folikel. Tampak parakeratosis dan

gambaran shallow crater dan bagian tepi lesi membentuk lipping. Lesi relatif

berbatas tegas dan simetris dengan ekspansi bulbus pada bagian dasar. Tampak

beberapa fokus infiltrasi sel-sel tersebut pada stroma yang tidak melewati kelenjar

ekrin. Sel-sel pada bagian basal epidermis mengalami atipia berat, kromatin kasar,

anak inti prominen, membran inti ireguler. Mitosis terjadi di basal hingga

suprabasal. Sitoplasma glassy eosinofilik tampak pada sel-sel bagian superfisial.

Pada dermis tampak solar elastosis dengan sebaran sel radang limfosit dan sel

plasma.

Pasien didiagnosis dengan keratoakantoma paska bedah eksisi hari

keenam. Penatalaksanaan pada pasien adalah lepas jahitan, pemberian asam

mefenamat 500 mg tablet tiap 8 jam apabila merasa nyeri, dan antibiotika topikal

gentamisin 0.3% salep tiap 12 jam. Pasien diberikan edukasi untuk menjaga

kebersihan daerah luka, mengurangi aktivitas di bawah paparan sinar matahari

pada pk 10.00-14.00, dan menggunakan tabir surya dan pelindung fisik bila

Gambar 5. Luka paska tindakan bedah eksisi elips setelah dilakukan pengangkatan jahitan

5

Page 11: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

10

beraktivitas di luar ruangan. Pasien diinformasikan untuk memonitor secara ketat

adanya lesi kulit baru timbul.

PEMBAHASAN

Keratoakantoma (KA) merupakan tumor epitelial kulit yang berasal dari unit

pilosebasea, tumbuh cepat, dan cenderung mengalami regresi spontan.1,2

KA juga

dikenal sebagai “molluscum sebaceum”, “pseudotumor”, dan “self-healing

squamous cell carcinoma”, karena hingga saat ini KA berada diantara neoplasma

jinak dan ganas dan seringkali KA sulit dibedakan dengan karsinoma sel

skuamosa (KSS).3

Etiologi keratoakantoma masih belum jelas. Beberapa faktor yang

berperan dalam terjadinya KA antara lain kerentanan genetik, paparan sinar

ultraviolet, radiasi, trauma, paparan bahan kimia karsinogenik, dan kondisi

imunosupresi seperti terinfeksi HIV, transplantasi sumsum tulang, konsumsi obat

Gambar 6a. Tampak diferensiasi sel-sel skuamoid yang sebagian melibatkan infundibulum

folikel, parakeratosis, gambaran shallow crater dengan lipping di bagian tepi. 6b. Pola

pertumbuhan eksoendofitik sel skuamoid, dengan infiltrasi di bagian stroma yang tidak melewati

kelenjar ekrin. Keratinosit superfisial memiliki sitoplasma glassy eosinofilik. 6c. Atipia berat sel

skuamosa dengan kromatin kasar, anak inti prominen, membran inti ireguler pada bagian basal

epidermis.

6c

6a 6b

Page 12: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

11

kemoterapi, leukemia.3,5

KA lebih sering mengenai individu berkulit putih (tipe

kulit Fitzpatrick I dan II), dapat mengenai semua usia dengan puncak usia antara

65-71 tahun, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki dengan rasio perbandingan laki-

laki dan perempuan 2:1.1,3

Pada kasus, pasien seorang laki-laki usia 73 tahun, ras Kaukasia, dengan

tipe kulit Fitzpatrick II. Pasien memiliki beberapa faktor risiko, seperti riwayat

sering terpapar sinar matahari, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.

Keratoakantoma memiliki predileksi pada area yang sering terpapar

matahari, seperti wajah dan ekstremitas. Lesi yang khas ditandai dengan lesi

soliter hiperkeratotik yang berkembang pesat dalam beberapa minggu dan

kemudian mengalami involusi lambat selama beberapa bulan. Terdapat tiga

tahapan klinis pada keratoakantoma yaitu tahap proliferasi, matur, dan regresi.

Pada tahap proliferasi, lesi awal berupa papul sewarna kulit atau kemerahan

berbentuk bulat dan konsistensi keras, kemudian tumbuh cepat dalam waktu 4-6

minggu menjadi nodul berdiameter 1-2 cm. Pada stadium matur, lesi berupa

nodul eritematosa atau serwarna kulit, bentuk kubah yang ditengahnya berisi

sumbatan keratin tertutup krusta, bila sumbatan keratin diangkat maka akan

tampak seperti kawah atau “volcano like appearance Pada tahap regresi, lesi

ditandai dengan nodul keratotik yang menjadi semakin datar dan akhirnya

mininggalkan jaringan parut hipopigmentasi.5,6

Varian lesi KA soliter lainnya

adalah giant KA, KA subungual, dan KA pada area mukosa. Giant KA dapat

mencapai ukuran hingga 15 cm yang cenderung terjadi di hidung dan bagian

dorsal tangan. KA subungual yang berada di distal nail bed dan dapat

menyebabkan kehancuran seluruh ruas tulang dari jari yang terkena. KA pada

daerah mukosa, terutama mukosa oral berupa lesi seperti kawah yang tumbuh

lambat hingga bertahun-tahun. Selain lesi soliter, dapat pula ditemukan varian lesi

KA multipel berupa KA sentrifugum marginatum, KA tipe ferguson-smith dan

tipe grzybowski. Pada KA sentrifugum marginatum, lesi multipel mempunyai tepi

berbentuk poliskilik maupun sirkuler. KA multipel tipe ferguson-smith, bersifat

familial yang diturunkan secara autosomal dominan dengan onset pada masa

remaja dan dewasa muda. KA erupsi generalisata grzybowski, lesi berupa papul

Page 13: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

12

folikular keratotik, berjumlah ratusan hingga ribuan pada seluruh tubuh, yang

disertai dengan gejala pruritus. 1,3

Pada kasus, pasien mengeluh muncul benjolan pada pelipis kanan sejak 6

bulan yang lalu, awalnya benjolan kecil, keras dan bewarna merah muda yang

kemudian semakin membesar dan teraba keras dalam 3 bulan terakhir. Pada status

dermatologis pada lokasi pelipis kiri didapatkan nodul eritema soliter, bentuk

oval, ukuran 0,8 x 1,5 cm, dengan permukaan datar, berskuama, dan disertai

telangiektasia pada kulit sekitarnya. Pada palpasi, benjolan teraba keras, padat,

melekat pada dasar, tanpa nyeri tekan. Dari gambaran klinis tersebut, maka pasien

didiagnosis banding dengan keratoakantoma dan karsinoma sel skuamosa.

Salah satu kelainan kulit yang secara klinis sering kali sulit dibedakan

dengan keratoakantoma adalah karsinoma sel skuamosa.11

Gambaran klinis kedua

lesi tersebut tumpang tindih, keduanya memiliki manifestasi klinis berupa lesi

hiperkeratotik dengan debris seluler, ulserasi, dan dasar yang berbatas tegas.

Tidak terdapat tanda patognomonik yang dapat membedakan KSS dengan

keratoakantoma dengan mudah.9

Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma

ganas berasal dari keratinosit epidermal suprabasal dan bersifat infiltratif yang

bermetastasis sehingga dapat menyebabkan kematian. KSS berkaitan dengan usia

lanjut (meningkat setelah usia 40 tahun), cenderung pada jenis kelamin laki-laki

dan orang berkulit putih (tipe kulit Fitzpatrick I dan II). Beberapa faktor yang

berkaitan dengan KSS antara lain paparan sinar ultraviolet, adanya lesi prekursor

(aktinik keratosis, penyakit bowen), radiasi sinar x dan karsinogen lingkungan

(herbisida, insektisida, arsen, hidrokarbon), infeksi human papilloma virus (HPV),

kondisi imunosupresi, merokok, dan alkohol, serta adanya skar kronis.

Manifestasi klinis KSS biasanya muncul soliter berasal dari lesi prekursor, kecuali

pada penderita imunosupresi.12,13

Predileksi KSS seringkali pada area yang

terpapar sinar ultraviolet seperti kepala, leher, punggung, ekstremitas atas dan

bawah. KSS umumnya asimtomatik, tetapi dapat juga bergejala seperti nyeri, dan

mudah berdarah.13

Morfologi KSS bervariasi, dapat berupa papul maupun plak

keratotik sewarna kulit maupun eritema hingga hiperpigmentasi. Gambaran

lainnya dari KSS yaitu ulkus, nodul lunak, cutaneous horn yang tebal, verukosa,

Page 14: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

13

abses periungual.12,13

Selain itu, manifestasi klinis KSS juga dapat dibedakan

berdasarkan sifat diferensiasinya yaitu terdiferensiasi baik berupa papul, plak

tebal berskuama, dan terdiferensiasi buruk berupa lesi yang lunak, tidak

berskuama, mudah berdarah, ulserasi.13

Pasien secara klinis didiagnosis banding dengan keratoakantoma dan KSS

karena disamping lesi sudah ada sejak 6 bulan yang lalu, namun berkembang

cukup cepat dan membesar dalam waktu 3 bulan, serta memiliki gambaran klinis

berupa nodul eritema keratotik padat dan melekat pada dasar. Selain itu, pasien

juga memiliki faktor predisposisi untuk kedua kondisi tersebut, yaitu adanya

riwayat paparan sinar ultraviolet yang berlebihan, konsumsi alkohol dan merokok,

serta kulit fototipe Fitzpatrick II.

Dermoskopi merupakan pemeriksaan penunjang yang bermanfaat

untuk membantu menegakkan diagnosis keratoakantoma. Namun, karsinoma sel

skuamosa dan keratoakantoma tidak dapat dibedakan secara jelas dengan

pemeriksaan dermoskopi karena memiliki gambaran dermoskopi yang serupa.

Pada karsinoma sel skuamosa dan keratoakantoma, gambaran dermoskopik yang

sering ditemukan meliputi massa keratin tidak berstruktur berwarna putih-

kekuningan di bagian tengah, dan dikelilingi oleh pembuluh darah dengan

berbagai bentuk dan lingkaran putih (whitish halo, yang menyebabkan tumor

seolah-olah berada dalam latar belakang berwarna putih).14,15

Keratin memiliki

sensitivitas tertinggi untuk karsinoma sel skuamosa dan keratoakantoma (79%)

dan lingkaran putih memiliki spesifisitas tertinggi (87%). Keratin sentral paling

sering ditemukan pada keratoakantoma dibandingkan dengan karsinoma sel

skuamosa (51.2% vs 30.0%).16

Studi yang dilakukan oleh Pyne dkk, pada 510

kasus keratoakantoma dan karsinoma sel skuamosa didapatkan gambaran

dermoskopi pembuluh darah yang bercabang (branching vessels) lebih banyak

ditemukan pada kasus keratoakantoma dibanding dengan karsinoma sel skuamosa

(20% vs 12.4%).17

Pada kasus, dermoskopi menunjukkan gambaran keratin pearl-like

structures di bagian sentral, dikelilingi pembuluh darah yang polimorfik berupa

hairpin, glomerular dan branching vessels di atas background warna putih.

Page 15: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

14

Tampak telangiektasia dibagian bawah lesi. Gambaran ini dapat menyerupai

gambaran keratoakantoma dan karsinoma sel skuamosa. Oleh karena itu, masih

diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut dengan histopatologi.

Pemeriksaan histopatologi dari KA dapat ditemukan gambaran lesi

eksoendofitik dengan invaginasi epitel skuamosa berdiferensiasi baik pada bagian

tepi dan dasar dari lesi. Terdapat gambaran menyerupai kawah berisi keratin di

bagian sentral, disertai dengan epidermis pada bagian tepi yang secara simetris

melingkupi kawah tersebut membentuk gambaran lipping (dikenal juga dengan

butressing). Didapatkan pula hiperplasia epidermis, dengan sel-selnya mempunyai

sitoplasma eosinofilik glassy, yang akan membesar seiring perkembangan sel ke

arah sentral. Sel atipia dapat ditemukan terutama pada batas bawah dari lesi. Pada

lapisan dermis dapat ditemukan infiltrat sel inflamasi campuran, terutama

neutrofil, sel plasma, limfosit, histiosit, dan eosinofil. Tidak ditemukan

perkembangan ke arah stroma yang lebih dalam dari kelenjar ekrin.18

Sedangkan

pada KSS, akan tampak infiltrasi dan perluasan keratinosit atipikal dari epidermis

ke dermis. Sarang tumor menunjukkan berbagai derajat anaplasia dan

keratinisasi. Sel atipikal ditandai dengan peningkatan jumlah mitosis, inti

hiperkromasia dan hilangnya jembatan interseluler.19,20

Diferensiasi keratinisasi

skuamosa terlihat sebagai suatu fokus keratinisasi berbentuk cincin konsentris

yang disebut horn pearl (mutiara tanduk). Hilangnya diferensiasi berhubungan

dengan produksi keratin yang menurun. 12,18

Tanda yang dapat membantu diferensiasi histologis antara keratoakantoma

dan KSS, antara lain: pada keratoakantoma memiliki gambaran morfologi

arsitektur seperti kawah (flask-like configuration) dan sumbatan keratin di bagian

sentral. Pola keratinisasi sel makin ke tengah makin besar dan pucat, dengan

sitoplasma eosinofilik. Atipia sel skuamosa dapat menginfiltrasi stroma, namun

tidak melewati kelenjar ekrin, serta terdapat batas tegas antara sarang tumor dan

stroma. Tanda-tanda tersebut tidak diamati pada KSS.20,21,22

Karsinoma sel

skuamosa berasal dari epitel permukaan, sedangkan keratoakantoma berasal dari

dinding folikel rambut tepat di atas muara duktus sebasea.22

Page 16: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

15

Pada kasus, pemeriksaan histopatologi menunjukkan hiperplasia

keratinositik berbatas tegas dan simetris, dengan diferensiasi sel-sel skuamoid

yang membentuk pola eksoendofitik, dan sebagian melibatkan infundibulum

folikel. Tampak gambaran shallow crater dan bagian tepi lesi membentuk lipping.

Tampak beberapa fokus infiltrasi sel skuamus pada stroma, yang tidak melewati

kelenjar ekrin. Sel-sel pada bagian basal epidermis mengalami atipia berat,

kromatin kasar, anak inti prominen, membran inti ireguler, sedangkan sel-sel di

bagian superfisial memiliki sitoplasma glassy eosinofilik. Pada dermis tampak

solar elastosis dengan sebaran sel radang limfosit dan sel plasma. Dengan

demikian, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

histopatologi pasien didiagnosis dengan keratoakantoma.

Hubungan keratoakantoma dengan KSS masih dalam perdebatan.1

Keratoakantoma sering disebut sebagai varian KSS yang berdiferensiasi baik

(well-differentiated) yang dapat sembuh sendiri, karena keratoakantoma memiliki

perjalanan alamiah yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Namun, masih

merupakan pertanyaan apakah keratoakantoma termasuk pseudokarsinoma jinak,

atau sebaiknya dikategorikan sebagai suatu keganasan. Berbagai laporan yang

menyatakan adanya destruksi jaringan lokal dan metastasis pada keratoakantoma

cenderung menggolongkan tumor ini sebagai sebuah varian KSS. Maka dari itu,

biopsi dan terapi definitif terhadap kasus-kasus keratoakantoma sangat

dianjurkan.16

Berbagai modalitas terapi untuk KA antara lain bedah eksisi, Mohs

Micrographic Surgery (MMS), kuretase diikuti elektrodesikasi, krioterapi, laser

ablasi, radioterapi, injeksi intralesi metotreksat atau bleomisin, sistemik retinoid,

dan terapi topikal.1,7

Dari berbagai modalitas terapi tersebut, bedah eksisi

merupakan terapi baku emas untuk KA karena mudah dilakukan, memberikan

hasil kosmetik yang baik, jaringan yang dieksisi dapat diperiksa histopatologi

untuk membantu menegakkan diagnosis KA.3,7

Bedah eksisi elips atau fusiformis, sebagai salah satu prosedur bedah pada

bidang dermatologi yang paling sering dikerjakan, bertujuan untuk mengangkat

tumor dengan margin yang tepat dan mencapai hasil yang baik secara kosmetik.23

Indikasi bedah eksisi adalah untuk mengangkat neoplasma jinak ataupun ganas

Page 17: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

16

yang berukuran kecil hingga sedang. Salah satu keuntungan bedah eksisi adalah

jaringan yang diambil dapat secara utuh dilakukan pemeriksaan histopatologis

untuk menentukan batas bebas tumor (clear margin). Margin untuk mengangkat

keseluruhan lesi tergantung dari diagnosis klinis. Sebagian besar lesi jinak dapat

diangkat secara komplit dengan margin 1-2 mm dari tepi tumor. Sedangkan pada

lesi yang dicurigai ganas, seperti KSS, maka diperlukan margin sebesar 4-6 mm.

Tidak ada margin spesifik untuk KA, namun dapat digunakan batas margin sesuai

dengan KSS non-invasif, yaitu 5mm, untuk mendapatkan kemungkinan 95%

pengangkatan lesi secara komplit.3 Eksisi dilakukan pada keseluruhan tebal kulit

sampai lemak subkutis, dan luka ditutup dengan jahitan primer.23,24,25,26

Pada kasus, penatalaksanaan yang dipilih adalah bedah eksisi elips dengan

safety margin 5 mm.

Elemen yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan bedah eksisi

antara lain penggunaan teknik yang steril, anestesi lokal, merencanakan arah

eksisi dengan memperhatikan garis tegangan kulit, tehnik atraumatik dalam

melakukan insisi dan undermining, hemostasis dan penjahitan, serta perawatan

luka dan kontrol nyeri paska operasi.23,27,28

Eksisi elips memberikan kosmetik

yang baik dengan meminimalkan pengangkatan jaringan, pergerakan kulit dan

panjang insisi. Tehnik eksisi elips didasarkan pada rasio optimal panjang dan

lebar 3:1 yang dapat ditingkatkan menjadi 4:1 atau lebih pada lokasi dengan

distensibilitas jaringan kurang. Tehnik ini menghasilkan sudut sekitar 30o pada

ujung elips.29

Aksis panjang eksisi harus diorientasikan paralel dengan garis

tegangan kulit (Relaxed Skin Tension Line/ RSTL), untuk mencapai hasil

kosmetik yang optimal.23,24,28

Kedalaman eksisi harus mencapai subkutis agar tepi

luka dapat diaproksimasi dengan baik. Undermining diperlukan untuk

meningkatkan mobilitas jaringan sekitar, membantu eversi luka, mengurangi

tegangan pada tepi luka sehingga defek dapat ditutup dan mengurangi kontraksi

jaringan parut.23,29

Undermining harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak

merusak struktur anatomi penting, dan penggunaan skin hook sangat membantu

karena mengangkat tepi luka dengan kerusakan jaringan yang minimal.29

Page 18: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

17

Pada kasus, eksisi elips dibuat dengan rasio panjang berbanding lebar 3:1

dengan sudut 30o dengan arah sesuai dengan RSTL wajah. Pada saat memisahkan

lesi dengan jaringan kulit sekitarnya, dilakukan undermining dan penggunaan skin

hook pada ujung luka untuk menghindari trauma pada struktur sekitarnya.

Penutupan luka dengan teknik simple interrupted suture dan pola rules of

halves bertujuan untuk mendapatkan aproksimasi dan hemostasis yang baik.23,24

Tehnik ini dapat mencegah terjadinya wound dehiscence dan mengurangi

tegangan pada tepi luka. Tehnik ini mempunyai kekuatan regangan lebih besar,

serta memiliki risiko edema, indurasi dan gangguan mikrosirkulasi yang lebih

rendah dibandingkan dengan running suture.24,30

Rules of halves adalah pola

penjahitan pertama kali dimulai dari tengah luka, dan kemudian diikuti oleh

penjahitan berikutnya dengan pola yang sama, sehingga dapat mencegah

terjadinya dog-ear.23

Untuk menjahit jaringan superfisial, digunakan benang yang

tidak dapat diserap (seperti nilon atau polipropilen). Umumnya benang ukuran 5-0

atau 6-0 dipakai di area dengan tegangan rendah seperti wajah, kelopak mata dan

telinga.24

Penutupan luka paska eksisi pada kasus dilakukan jahitan primer dengan

teknik simple interrupted suture dan pola rule of halves menggunakan benang

nilon monofilamen 5-0.

Paska tindakan bedah eksisi, rawat luka merupakan hal yang penting. Luka

dioleskan antibiotik topikal, kemudian ditutup dengan kasa perban untuk menjaga

hemostasis selama 24-48 jam.23,31

Penggunaan balut luka tertutup membuat

penyembuhan 3-4 hari lebih cepat. Selama jahitan belum diangkat, luka dijaga

tetap kering, bersih dan tertutup untuk mengurangi kontaminasi bakteri,

meningkatkan reepitelisasi, dan menjaga hidrasi kulit serta mempercepat

penyembuhan.23,31

Pengangkatan jahitan harus dilakukan pada waktu yang tepat

untuk mendapatkan hasil luka yang sudah menutup, namun tidak terlalu lama

untuk menghindari infeksi, terhambatnya penyembuhan luka, serta komplikasi

bekas jalur jahitan. Jahitan pada area wajah dan telinga diangkat dalam waktu 5-7

hari, pada area leher dan kulit kepala diangkat dalam waktu 7-10 hari, pada area

badan dan ekstremitas diangkat dalam waktu 10-14 hari.30

Page 19: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

18

Pada kasus, setelah terjahit, pada luka operasi diberikan gentamisin topikal

dan kemudian ditutup dengan balut tertutup dengan duoderm extrathin.

Pengangkatan jahitan pada kasus dilakukan setelah hari keenam paska bedah

eksisi, dan didapatkan penutupan luka yang sudah baik.

Komplikasi jangka pendek paska tindakan bedah eksisi dapat berupa

infeksi, dermatitis kontak, nyeri, perdarahan dan hematoma, nekrosis, dan wound

dehiscence. Komplikasi jangka panjang sampai satu tahun meliputi munculnya

jaringan parut hipertrofik, suture track marks, depressed or furrow-like scars, dan

gangguan pigmentasi pada tempat dilakukannya pembedahan.23,24

Pada kasus, tidak ditemukan adanya komplikasi jangka pendek paska

tindakan bedah eksisi, sedangkan komplikasi jangka panjang belum dapat

dievaluasi.

Keratoakantoma yang diterapi dengan pembedahan eksisional memiliki

prognosis yang sangat baik dengan angka kesembuhan mencapai 97%.1,32

Meskipun lesi keratoakantoma sudah dihilangkan, sekitar 1-8% keratoakantoma

dapat mengalami rekurensi, dan dapat timbul kembali pada lokasi yang diterapi

dalam 1 minggu - 8 bulan paska terapi karena fenomena koebner.3 Pasien

dianjurkan untuk menghindari faktor pencetus, terutama paparan matahari yang

berlebihan, dan disarankan untuk melakukan evaluasi berkala pada area

predisposisi.3 Selain itu, transformasi maligna KA menjadi KSS dapat terjadi

terutama pada pasien usia tua (> 85 tahun) yang disertai kondisi

imunokompromais.18

Pada kasus, prognosis pasien adalah dubius ad bonam karena lesi KA

dapat diangkat secara utuh dengan eksisi elips, luka menutup dengan baik, dan

tidak didapatkan komplikasi paska tindakan. Namun, oleh karena pada beberapa

kasus dapat ditemukan rekurensi, maka masih diperlukan follow up hingga 8

bulan paska terapi. Pada kasus sudah diberikan edukasi untuk menghindari

paparan matahari yang berlebihan, menggunakan tabir surya dan pelindung fisik

(topi, payung, pakaian) saat aktivitas sehari-hari, serta menghindari konsumsi

alkohol dan mengurangi kebiasaan merokok. Pasien disarankan untuk melakukan

evaluasi secara ketat apabila muncul lesi kulit yang baru.

Page 20: LAPORAN KASUS Kepada Yth · 2018. 7. 20. · pada usia antara 65-71 tahun.1,3 Secara epidemiologi, keratoakantoma menyebar sporadis, insidennya pada populasi di Australia dan Hawai

19

SIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus keratoakantoma yang diterapi dengan bedah

eksisi elips pada seorang laki-laki berusia 73 tahun dengan tipe kulit Fitzpatrick

II. Diagnosis KA ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya benjolan pada pelipis

kanan sejak 6 bulan yang lalu, awalnya kecil kemudian dalam 3 bulan terakhir

membesar dengan cepat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya nodul eritema

soliter, berbentuk oval, dengan permukaan datar berskuama, dan disertai dengan

telangiektasia pada kulit sekitarnya. Dari dermoskopi didapatkan gambaran

menyerupai keratoakantoma maupun KSS, yaitu berupa keratin sentral berbentuk

pearl-like structures, dikelilingi oleh pembuluh darah polimorfik pada bagian tepi,

di atas background halo berwarna putih. Dari pemeriksaan histopatologi

didapatkan morfologi yang sesuai dengan KA; yaitu didapatkan adanya shallow

crater dengan epidermis di bagian tepinya membentuk gambaran lipping,

hiperplasia epidermis dengan pola eksoendofitik yang berbatas tegas dan simetris,

keratinosit dengan sitoplasma glassy eosinofilik pada bagian superfisial, atipia

pada bagian basal, serta beberapa fokus infiltrasi pada stroma yang tidak melebihi

kelenjar ekrin. Pasien diterapi dengan bedah eksisi elips dengan arah sesuai

dengan garis lipatan kulit dan penjahitan luka secara simple interrupted suture

dengan pola rules of halves. Luka paska bedah eksisi menunjukkan hasil yang

baik, setelah 6 hari dilakukan pengangkatan jahitan, dan tidak didapatkan

komplikasi paska tindakan. Prognosis pada pasien adalah dubius ad bonam karena

lesi KA dapat diangkat secara utuh, jaringan luka menutup dengan baik dan tidak

didapatkan komplikasi paska tindakan. Pasien diberikan KIE untuk menghindari

faktor pencetus serta melakukan monitor rutin apabila terdapat lesi kulit yang

baru.