bab ii tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2841/3/bab ii.pdf · 8 8 tanda...
TRANSCRIPT
4
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi)
Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat
dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan
resep dokter atau nasehat tenaga medis lainnya (Supardi et al, 2004).
Pengobatan sendiri adalah pengobatan yang dilakukan secara sendiri
tanpa bantuan dokter atau petugas kesehatan lainnya untuk penyakit-
penyakit ringan.
Beberapa penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat,
antara lain demam, nyeri, batuk, flu, sakit maag, kecacingan, diare, serta
beberapa jenis penyakit kulit (Depkes RI, 2006). Pengobatan sendiri
menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan. Penggunaan obat bebas dan obat bebas
terbatas secara benar akan menguntungkan masyarakat dalam pengobatan
sendiri yang efektif dan efisien. Karena bagaimanapun obat bebas dan
obat bebas terbatas bukan berarti bebas dari efek samping dan tetap harus
digunakan sesuai indikasi, lama pemakaian yang benar dan
memperhatikan kontraindikasinya (Kristina et al, 2008).
Dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) setidaknya ada 5
komponen informasi yang sesuai yaituinformasi bahan aktif yang
dikandung obat tersebut, indikasi, dosis, cara penggunaan, efek samping
dan kontraindikasi. Dalam penelitiannya, Supardi et al (2005)
menyebutkan bahwa keuntungan pengobatan sendiri adalah aman apabila
digunakan sesuai dengan petunjuk (efek samping dapat diperkirakan),
efektif untuk menghilangkan keluhan karena 80% sakit bersifat self-
limiting, yaitu sembuh sendiri tanpa intervensi tenaga kesehatan, biaya
pembelian obat relatif lebih murah daripada biaya pelayanan kesehatan,
hemat waktu karena tidak perlu mengunjungi fasilitas atau tenaga
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
5
5
kesehatan, kepuasan karena ikut berperan aktif dalam pengambilan
keputusan terapi, berperan serta dalam sistem pelayanan kesehatan,
menghindari rasa malu atau stress apabila harus menampakkan bagian
tubuh tertentu di hadapan tenaga kesehatan, dan membantu pemerintah
untuk mengatasi keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada masyarakat.
Adapun kekurangan pengobatan sendiri adalah obat dapat
membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan,
pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat,
kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan,
misalnya sensitivitas, efek samping atau resistensi, penggunaan obat
yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, tidak
efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat, dan sulit bertindak
objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman
menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya.
Masyarakat memerlukan informasi obat yang jelas dan dapat
dipercaya agar penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan
berdasarkan kerasionalan. Masyarakat seringkali mendapatkan informasi
obat melalui iklan, baik dari media cetak maupun media elektronik, dan
itu merupakan jenis informasi yang paling berkesan, sangat mudah
ditangkap, serta sifatnya komersial. Ketidaksempurnaan iklan obat yang
mudah diterima oleh masyarakat, salah satunya adalah tidak adanya
informasi mengenai kandungan bahan aktif. Dengan demikian, apabila
hanya mengandalkan jenis informasi ini, masyarakat akan kehilangan
informasi yang sangat penting, yaitu jenis zat obat yang dibutuhkan
untuk mengatasi gejala sakitnya. Akibat langsung yang dapat dirasakan
adalah meningkatnya pola konsumsi obat dengan seringnya didapatkan
pemakaian beberapa nama dagang obat yang ternyata isinya persis sama.
Dipandang dari segi ekonomi, hal ini merupakan suatu pemborosan
(Depkes RI, 2008).
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
6
6
2. Penggolongan Obat
Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi
(Undang-Undang Kesehatan No. 36tahun 2009). Obat dapat dibagi
menjadi 4 golongan (Depkes, 2008), yaitu :
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan
dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan
etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna
hitam. Contoh: Parasetamol, vitamin dan mineral.
Tanda khusus obat bebas
b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk
obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep
dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan
garis tepi berwarna hitam. Contoh: CTM.
Tanda khusus obat bebas terbatas
Selain tanda khusus obat bebas terbatas, terdapat pula tanda
peringatan. Tanda peringatan ini diberikan karena hanya dengan
takaran dan kemasan tertentu obat ini aman dipakai untuk
pengobatan sendiri. Tanda peringatan berupa empat persegi panjang
dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari 6 macam,
yaitu:
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
7
7
c. Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek
dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah
huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh: Asam Mefenamat.
Tanda khusus obat keras
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khaspada aktivitas mental dan perilaku. Contoh: Diazepam,
Phenobarbital.
d. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan
ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin.
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
8
8
Tanda khusus obat narkotika
Menurut Badan POM, terdapat juga penggolongan obat
keras, yaitu Obat Wajib Apotek (OWA). Obat Wajib Apotek yaitu
obat-obatan yang dapat diserahkan tanpa resep dokter, namun harus
diserahkan oleh apoteker di apotek. Disini terdapat daftar obat wajib
apotek yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan.
Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan
diserahkan tanpa resep dokter. Seperti telah kita ketahui bersama,
peraturan mengenai daftar OWA tercantum dalam:
1). Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/
1990 tentang Obat Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib
Apotek No. 1
2). Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924 / Menkes /Per / X /
1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
3). Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/ 1999
tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
3. Penggunaan Obat yang Rasional
Penggunaan obat yang rasional merujuk pada penggunaan obat
yang benar, sesuai, dan tepat. Menurut WHO, penggunaan obat dikatakan
rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya,
dengan dosis yang sesuai kebutuhannya, untuk jangka waktu yang
adekuat, dan dengan biaya serendah mungkin bagi pasien dan
komunitasnya (World Healh Organization, 2010).
Masalah-masalah yang sering timbul sebagai bentuk
ketidakrasionalan penggunaan obat antara lain polifarmasi (penggunaan
obat yang terlalu banyak), penggunaan yang berlebihan dari antibiotika
dan injeksi, kegagalan untuk meresepkan obat yang sesuai dengan
panduan klinis, serta pengobatan sendiri yang tidak tepat (World Health
Organization, 2010).
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
9
9
Sasaran dari pengobatan yang rasional ini adalah tercapainya
penggunaan obat dalam jenis, bentuk, dosis, dan jumlah yang tepat,
disertai informasi yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan
(Kepmenkes RI No 189/Menkes/SK/III/2006).
Batasan penggunaan obat rasional adalah bila memenuhi
beberapa kriteria, antara lain (Depkes RI, 2008):
a. Tepat diagnosis
Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak
ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan salah.
b. Tepat indikasi penyakit
Obat yang diberikan harus tepat bagi suatu penyakit.
c. Tepat pemilihan obat
Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.
d. Tepat dosis
Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat.
Apabila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi,
menyebabkan efek terapi tidak tercapai.
1). Tepat jumlah
2). Tepat cara pemberian
3). Tepat interval waktu pemberian
4). Tepat lama pemberian
e. Tepat penilaian kondisi pasien
Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus
memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan,
menyusui, lanjut usia, atau bayi.
f. Waspada terhadap efek samping
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek yang tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi,
seperti timbulnya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya.
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
10
10
g. Efektif, aman, mutu terjamin, terjamin, tersedia setiap saat, dan harga
terjangkau. Untuk mencapai kriteria efektif, maka obat harus dibeli
melalui jalur resmi.
h. Tepat tindak lanjut (Follow-up)
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut
konsultasikan ke dokter.
i. Tetap penyerahan obat (Dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan pasien sendiri
sebagai konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat
penyerahan obat di puskesmas akan dipersiapkan obatnya dan
diserahkan kepada pasien dengan informasi yang tepat.
j. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan
Ketidakpatuhan minum obat dapat terjadi pada keadaan seperti
berikut:
1). Jenis sediaan obat beragam
2). Jumlah obat terlalu banyak
3). Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
4). Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
5). Pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai cara
menggunakan obat
6). Timbulnya efek samping
Menurut Cipolle et al (1998), kriteria untuk kerasionalan
penggunaan obat dapat terdiri dari beberapa aspek, antara lain ketepatan
indikasi, kesesuaian dosis, ada tidaknya kontraindikasi, ada tidaknya efek
samping dan interaksi obat, serta ada tidaknya polifarmasi (Kristina et al,
2008).
4. Perilaku Kesehatan
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,
baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Menurut Skinner, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
11
11
(rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus
maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2012) yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan atau kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan
belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah
dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
Menurut Notoatmodjo (2012), meskipun perilaku adalah bentuk
respons terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang),
namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik
atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor –faktor yang
membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi
perilaku manusia itu kedalam tiga domain, sesuai dengan tujuan
pendidikan (Notoatmodjo, 2012). Bloom menyebutnya ranah atau
kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor
(psychomotor).
Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:
a. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), Pengetahuan merupakan hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan yang dicakup didalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2012), yakni:
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
12
12
1). Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari.
2). Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3). Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya).
4). Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih didalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
5). Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru.
6). Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah
ada.
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, disingkat AIETA
(Notoatmodjo, 2012) yang artinya:
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
13
13
1). Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2). Interest yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus atau objek
tersebut.
3). Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
4). Trial dimana subjek mulai mencoba perilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
5). Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012).
b. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan suatu reaksi
atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok (Notoatmodjo, 2012), yakni:
1). Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2). Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap
yang utuh (total attitude). Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, antara
lain:
1). Menerima ( receiving)
Bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
14
14
2). Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap.
3). Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkap tiga.
4). Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau
pertanyaan responden terhadap suatu objek atau dapat dilakukan
dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan
pendapat responden.
c. Praktik atau Tindakan (Practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan apa
yang diketahui dan disikapinya (dinilai baik). Praktik atau tindakan
mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2012) yakni:
1). Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat
pertama.
2). Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,
maka ia sudah mencapai praktik tingkat kedua.
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
15
15
3). Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung
yakni dengan wawancara dan pengukuran juga dapat dilakukan secara
langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
responden.
5. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
Program Pengelolaan Penyakit Kronis atau yang biasa disebut
“Prolanis” adalah salah satu program dari PT Askes yang merancang
suatu format promotif dan preventif yang terintegrasi dan merancang
model pengelolaan penyakit kronis bagi peserta penderita penyakit
kronis. Program ini diharapkan akan meningkatkan kualitas hidup peserta
Askes yang menderita penyakit kronis melalui pengelolaan penyakit
secara spesifik dan terintegrasi yang juga melibatkan peran aktif peserta,
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), dan PT Askes (Persero) (Askes,
2010).
Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) merupakan program yang
berawal dari Disease Management Program (DMP) yang telah
dilaksanakan di Eropa dan Amerika. Suatu sistem yang memadukan
antara penatalaksanaan pelayanan kesehatan dan komunikasi bagi
sekelompok peserta dengan kondisi penyakit tertentu yang jumlahnya
cukup bermakna melalui upaya-upaya penanganan penyakit secara
mandiri (Askes, 2010).
Sasaran Prolanis adalah seluruh pesertaAskes Sosial penderita
penyakit kronis. Tahapannya, peserta harus mendaftar dahulu di Kantor
Cabang PT Askes (Persero) terdekat. Setelah mendaftar, peserta akan
mendapatkan dokter keluarga Prolanis yang dipilih serta buku
pemantauan status kesehatan. Dokter keluarga di sini berperan dalam
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
16
16
memberikan pelayanan komprehensif dan terfokus pada upaya promotif
dan preventif.
Salah satu yang menjadi indikator keberhasilan Prolanis adalah
meningkatnya kepuasan peserta Askes dan provider terhadap pelayanan
PT Askes (Persero). Hal ini bisa diukur dari melalui survei nasional di
seluruh wilayah regional PT Askes (Persero) untuk mengetahui image
peserta dan provider sebelum dan sesudah adanya Prolanis. Selain itu,
juga dilakuan survei Customer Satisfaction Index dan Provider
Satisfaction Index. Dengan program ini, juga diharapkan terjadinya
efisiensi dan pengendalian biaya, baik dari aspek Prolanis sendiri
maupun pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Askes, 2010).
B. Kerangka Konsep
Penelitian ini menganalisis pengaruh antara variabel bebas, yaitu
pengetahuan, sikap, dan faktor sosiodemografi terhadap variabel terikat, yaitu
perilaku pengobatan sendiri pada pasien Prolanis.
Gambar 1. Gambar kerangka konsep
C. Hipotesis
Terdapat pengaruh hubungan antara pengetahuan, sikap, dan faktor
sosiodemografi (jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan) terhadap
perilaku pengobatan sendiri pada pasien Prolanis.
Pengetahuan
Perilaku pengobatan
sendiri Sikap
Faktor
sosiodemografi
Kajian Perilaku Pengobatan…, Jessy Endra Lestari, Fakultas Farmasi, UMP, 2014