bab ii tinjauan pustaka -...

36
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset Menurut Siregar (2004:178), “aset dapat dikatakan sebagai (thing) atau sesuatu barang (anything) yang dapat dimiliki oleh suatu badan hukum, instansi pemerintah, maupun perseorangan melalui perolehan yang legal dimana barang tersebut memiliki nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value). Aset juga dapat diartikan berdasarkan perspektif akuntansi (Sugiama, 2013:15). Berdasarkan perspektif akuntansi aset adalah kekayaan yang mencakup: 1. Kekayaan lancar (uang kas dan kekayaan lancar lainnya) 2. Aset jangka panjang atau aset tetap (long-term assets misal real estate, pabrik, peralatan, dan perlengkapan) 3. Prepaid and deffered assets (expenditure for future costs misalnya asuransi, hak sewa, dan bunga) 4. Harta tak berwujud (intengible assets) seperti hak merek (trademark), hak paten, hak cipta (copyright), dan nama baik atau goodwill. Keragaman aset dapat dikelompokkan menurut beberapa dasar (Sugiama, 2013: 24-25). Menurut bentuknya, aset dapat dibagi ke dalam dua bentuk : 1. Aset berwujud atau tangible assets adalah kekayaan yang dapat dimanifestasikan secara fisik dengan menggunakan panca indera. Contoh aset fisik berupa : a. Tanah atau lahan b. Bangunan c. Infrastruktur misal jalan raya, jembatan, irigasi, waduk d. Peralatan dan perlengkapan pabrik atau plant and machinery e. Peralatan dan perlengkapan kantor misa meubel atau furniture f. Persediaan barang

Upload: others

Post on 19-Mar-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

Menurut Siregar (2004:178), “aset dapat dikatakan sebagai (thing) atau

sesuatu barang (anything) yang dapat dimiliki oleh suatu badan hukum, instansi

pemerintah, maupun perseorangan melalui perolehan yang legal dimana barang

tersebut memiliki nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial

value) atau nilai tukar (exchange value).

Aset juga dapat diartikan berdasarkan perspektif akuntansi (Sugiama,

2013:15). Berdasarkan perspektif akuntansi aset adalah kekayaan yang mencakup:

1. Kekayaan lancar (uang kas dan kekayaan lancar lainnya)

2. Aset jangka panjang atau aset tetap (long-term assets misal real estate,

pabrik, peralatan, dan perlengkapan)

3. Prepaid and deffered assets (expenditure for future costs misalnya asuransi,

hak sewa, dan bunga)

4. Harta tak berwujud (intengible assets) seperti hak merek (trademark), hak

paten, hak cipta (copyright), dan nama baik atau goodwill.

Keragaman aset dapat dikelompokkan menurut beberapa dasar (Sugiama,

2013: 24-25). Menurut bentuknya, aset dapat dibagi ke dalam dua bentuk :

1. Aset berwujud atau tangible assets adalah kekayaan yang dapat

dimanifestasikan secara fisik dengan menggunakan panca indera. Contoh

aset fisik berupa :

a. Tanah atau lahan

b. Bangunan

c. Infrastruktur misal jalan raya, jembatan, irigasi, waduk

d. Peralatan dan perlengkapan pabrik atau plant and machinery

e. Peralatan dan perlengkapan kantor misa meubel atau furniture

f. Persediaan barang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

12

2. Aset tidak berwujud atau intangible assets adalah kekayaan yang

manifestasinya tidak berwujud secara fisik yakni tidak dapat disentuh,

dilihat, atau tidak dapat diukur secara fisik, namun dapt diidentifikasi

sebagai kekayaan secara terpisah, dan kekayaan ini memberikan manfaat

serta memiliki nilai tertentu secara ekonomi sebagai hasil dari proses usaha

atau melalui waktu. Aset ini antara lain berupa :

a. Hak paten misal untuk sebuah formulasi produk

b. Hak cipta atau copyright atas sebuah harga

c. Nama baik sebuah organisasi/perusahaan atau Goodwill

d. Hak merek dagang

e. Hak atas usaha waralaba atau franchise

Menurut Sugiama (2013:26) aset juga dapat dibagi ke dalam dua kelompok

berdasarkan tujuan penggunaan dan pemanfaatan aset tersebut yakni :

1. Aset untuk tujuan komersial misal aset yang dimiliki perusahaan guna

mencari laba. Perusahaan BUMN dan swasta menyediakan asetnya untuk

mendukung seluruh operasi perusahaan agar mencapai laba maksimum.

Seluruh lahan, bangunan berikut peralatan dan perlengkapan yang

dimilikinya diorientasikan untuk kepentingan bisnia/komersial.

2. Aset untuk tujuan non komersial seperti aset pemerintah untuk pelayanan

publik. Pemerintah menyediakan jalan, jembatan, irigasi, rumah sakit,

sekolah dan lain-lain ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Seluruh aset tersebut tidak ditujukan untuk mencari laba,

namun untuk meingkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Campbell (2011) terdapat beberapa klasifikasi aset yaitu Real

Estate and Facilities, Plant and Production, Mobile Assets, Infrastructure, and

Information Technology. Kelima klasifikasi aset tersebut dijabarkan pada Gambar

2.1.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

13

Sumber: Campbell dan kawan-kawan (2011 :12)

Gambar 2. 1 Klasifikasi Aset

2.2. Manajemen Aset

Manajemen aset merupakan sebuah bidang keilmuan yang menjelaskan

mengenai instrumen dalam pengelolaan aset yang berwujud mau pun yang tidak

berwujud. Pengelolaan aset dimuat dalam beberapa peraturan pemerintah,

peraturan menteri dan kebijakan-kebijakan lainnya untuk mendukung pengelolaan

aset menjadi lebih baik. Pengeloaan aset secara umum bertujuan agar aset-aset yang

dimiliki dan dikuasai dapat dikelola dengan optimal sehingga dapat memberikan

nilai kemanfaatan yang seimbang dengan nilai dan potensi yang terkandung dalam

aset tersebut dan bermanfaat bagi banyak pihak. Ada beberapa definisi manajemen

aset menurut para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menurut Mitchell, dkk. (2006:1) mendefinisikan bahwa “Asset management is

a general term that is commonly utilized in finance, real estate, building space,

resource allocation and a host of other areas to mean maximizing utilization

and return on asset, primarily financial”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

14

2. Menurut Sugiama (2013) manajemen aset adalah ilmu dan seni untuk memandu

pengelolaan kekayaan mencakup proses merencanakan kebutuhan aset,

mendapatkan, menginventarisasi, melakukan legal audit, menilai,

mengoperasikan, memelihara, memberharukan atau menghapuskan hingga

mengalihkan aset secara efektif dan efisien.

3. Menurut Hasting (2010:4) menyatakan bahwa serangkaian kegiatan manajemen

aset meliputi identifikasi aset apa yang diperlukan, identifikasi kebutuhan

pendanaan, perolehan aktiva, penyediaan dukungan sistem logistik dan

pemeliharaan untuk aset serta penghapusan atau pembaruan aset.

4. Menurut Australian Construction and Procurement Council (APCC) (dalam

Australian Asset Management Collaborative Group, 2008:41) konsep ‘asset

management’ dalam sektor publik adalah sebagai “systematic approach to the

procurement, maintenance, operation, rehabilitation and disposal of assets,

which integrates the utilisation of assets and their performance with the

business requirements of the owner and users”.

5. Menurut Britton, Connellan, Croft (dalam Siregar, 2004:517) Asset

Management adalah “define good asset management in term of measuring the

value of properties (asset) in monetary term and employing the minimum

amount of expenditures on its management”.

Berdasarkan pengertian manajemen aset tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa manajemen aset merupakan suatu proses sistematis yang mempertahankan,

meng-upgrade, dan mengoperasikan aset dengan cara yang paling hemat biaya

melalui penciptaan, akuisisi, operasi, pemeliharaan, rehabilitasi, dan penghapusan

aset yang terkait dengan; (1) mengidentifikasi apa saja yang dibutuhkan aset, (2)

mengidentifikasi kebutuhan dana, (3) memperoleh aset, (4) menyediakan sistem

dukungan logistik dan pemeliharaan untuk aset, (5) menghapus atau

memperbaharui aset secara efektif dan efisien sehingga dapat memenuhi tujuan. Inti

dari manajemen aset yaitu bahwa pengelolaan aset berkaitan dengan menerapkan

penilaian teknis dan keuangan dan praktek manajemen yang baik untuk

memutuskan apa yang dibutuhkan aset untuk memenuhi tujuan bisnis dan atau

layanan, dan kemudian untuk memperoleh dan mempertahankan aset selama umur

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

15

hidup aset tersebut sampai ke penghapusan.

Menurut Victoria Deapartment of Treasury and Finance (2000), suatu aset

memiliki siklus hidup fisik yang terdiri dari empat fase yaitu pengadaan

(acquisition), operasi dan pemeliharaan (operation and maintenance), penghapusan

(disposal), dan perencanaan (planning). Menurut Campbel, dkk. (2011:3)

menyebutkan tahapan dalam siklus hidup aset dimulai dari strategi (strategy),

perencanaan (plan), evaluasi rencana/membuat rancangan (evaluate/design),

pengadaan (create/procure), pengoperasian (operate), pemeliharaan (maintain),

pengembangan (modify) dan penghapusan (dispose).

Aset memiliki fungsi untuk mendukung pelayanan/jasa sehingga penting

bagi pengelola aset untuk memperhatikan siklus hidup aset agar aset tersebut dapat

menghasilkan suatu pelayanan/jasa sesuai dengan tujuan organisasi selama jangka

waktu tertentu yang telah direncanakan. Semua rangkaian siklus tersebut didukung

dan dijalankan dengan manajemen keuangan yang baik sebagai pengaturan

terhadap biaya-biaya yang timbul akibat adanya siklus hidup aset (life cycle cost of

asset) dan terintegrasi oleh suatu teknologi dan membentuk suatu sistem (asset

management information system). Hal ini memudahkan pengelola aset untuk

menganalisis dan mengelola aset-aset secara efektif dan efisien selama masa umur

ekonomis aset-aset tersebut, sehingga aset-aset tersebut memberikan nilai yang

optimal. Rangkaian kegiatan siklus hidup aset dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa selama umur ekonomis aset dalam

siklusnya dibutuhkan kompetensi manajemen keuangan yang baik dan teknologi

yang mengintegrasikan itu semua. Suatu aset akan terus dipertahankan bahkan

dioptimalkan nilai/manfaat ekonomisnya selama siklus hidup aset tersebut. Fakta

bahwa aset memiliki siklus hidup dapat dilihat dari masukan atau input sumber

dayanya. Secara khusus, tanggung jawab untuk keputusan pengadaan, terutama

dalam hal biaya pada suatu organisasi berbeda dengan tanggung jawab untuk

operasi dan pemeliharaan aset; dan kedua tanggung jawab tadi berbeda dengan

tanggung jawab untuk penghapusan. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk

pemisahan tanggung jawab manajemen selama masa sikuls hidup aset.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

16

Sumber: Campbel dan kawan-kawan (2011:16)

Gambar 2. 2 Siklus Hidup Aset

Memahami fase-fase dari siklus hidup aset dan biaya-biaya yang

menyertainya merupakan langkah penting pertama dalam mengelola aset atas dasar

konsep whole-of-life. Biaya siklus hidup (life cycle costing) merupakan komponen

penting dari perencanaan aset. Penggunaan biaya siklus hidup mengarahkan pada

evaluasi penuh terhadap biaya total dari pemilikan dan pemeliharaan sebelum

dilakukan pengadaan. Hal ini menimbulkan peluang untuk menentukan solusi

pemberian pelayanan yang efektif terhadap biaya (bisa menjadi solusi non-aset).

Mengestimasi biaya siklus hidup sebelum dilakukan pengadaan juga menyusun

standar yang akan menjadi dasar untuk mengontrol dan memonitor biaya setelah

pengadaan. Biaya modal adalah biaya dari pengadaan dan mungkin juga dapat

timbul dalam perbaikan berikutnya. Biaya siklus hidup terdiri dari biaya modal dan

biaya berulang (recurrent). Biaya modal merupakan biaya pengadaan aset. Biaya

tersebut mencakup tidak hanya harga pembelian tetapi semua ongkos dan beban

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

17

yang terkait, dan biaya pengiriman serta pemasangan yang terjadi sampai aset

tersebut siap untuk dioperasikan.

Biaya berulang (recurrent) merupakan biaya operasi atau biaya berjalan

yang mencakup biaya energi, pemeliharaan, dan biaya pembersihan. Biaya ini juga

mencakup biaya pegawai dimana pegawai spesialis ditugaskan untuk

mengoperasikan aset. Perbaikan dan pembaharuan yang direncanakan selama umur

manfaat aset, yang bersifat modal, juga dimasukkan sebagai bagian dari biaya

operasi untuk tujuan perencanaan. Biaya penghapusan hendaknya juga

dimasukkan, terutama jika biaya tersebut diperkirakan signifikan jumlahnya.

Mungkin akan menjadi masalah ketika suatu aset, proses yang berkaitan dengan

aset, atau output-nya, menimbulkan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan

sehingga memerlukan pekerjaan pembetulan atau perbaikan.

Biaya pengoperasian dan pemeliharaan aset selama umur manfaatnya

seringkali lebih besar daripada biaya pengadaan. Dalam kasus tersebut, perlu

dilakukan evaluasi dan memastikan keseluruhan biaya program pemberian

pelayanan tidak boleh tidak diakui dan atau diminimalkan. Manajemen aset

dibutuhkan untuk membentuk dan menerapkan pemahaman mengenai pentingnya

aset bagi para pengelola sesuai dengan kapasitas, wewenang dan tanggung

jawabnya serta bagi para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan dalam

suatu organisasi (Hasting, 2010:5).

2.3. Optimasi Aset

Optimasi adalah proses pencarian solusi terbaik dalam persaingan suatu

bisnis untuk memprioritaskan bagaimana suatu aset dapat menghasilkan

pendapatan yang optimum melalui pengaturan prioritas hal penting dari

pendayagunaan suatu aset (Campbell, 2011:24). Optimasi aset merupakan suatu

proses kerja manajemen aset dalam rangka pemanfaatan aset yang bertujuan untuk

mengoptimalkan aset tersebut. Untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan suatu

aset, harus dicari faktor penyebab ketidakoptimalan pemanfaatan aset tersebut.

Faktor-faktor penyebab ini dapat meliputi berbagai aspek diantaranya legal, fisik,

nilai ekonomi dan faktor lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

18

2.3.1. Definisi Optimasi Aset

Menurut Siregar (2004:519) optimasi aset merupakan suatu rangkaian

kegiatan dalam mengelola sebuah aset non produktif yang memiliki nilai ekonomi

dengan melihat potensi fisik, lokasi, jumlah/volume yang dimiliki aset tersebut.

Sedangkan menurut Sugiama (2013: 227) optimasi aset adalah sebuah cara untuk

menjadikan aset yang belum optimal pengelolaannya melalui perancangan yang

sistematis, efisien, dan efektif sehingga menghasilkan nilai tambah pada aset

tersebut sesuai rencana atau harapan. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan

bahwa optimasi aset merupakan sebuah tindakan atas pendayagunaan dan

pemanfaatan dari sebuah aset yang dapat menghasilkan manfaat lebih bagi suatu

entitas.

2.3.2. Tujuan Optimasi Aset

Menurut Siregar (2004:776), bahwa tujuan optimasi aset secara umum

adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran, fisik,

legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset tersebut yang

mencerminkan manfaat ekonomisnya.

2. Memanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan peruntukkannya

atau tidak.

3. Terciptanya suatu sitem informasi dan administrasi sehingga tercapainya

efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.

2.3.3. Analisis Optimasi Pemanfaatan Aset Tetap

Menurut Siregar (2004:779) analisis ini merupakan aktivitas

mengelompokkan dan memilih jenis aset yang masuk kedalam kelompok aset

operasional atau aset non operasional. Studi optimasi dilakukan terhadap aset yang

belum mampu memenuhi fungsi layanan aset tersebut sesuai yang direncanakan.

Hasil studi optimasi menjadi rekomendasi bagi pemilik atau pengelola aset untuk

mengoptimalkan aset tersebut. Optimasi terhadap aset operasional dilakukan

dengan melihat bentuk pemanfaatan saat ini dari penggunaan tanah yang di atasnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

19

didirikan sebuah bangunan, kemudian melihat fungsi bangunan tersebut dari aspek

ekonomis. Sedangkan aset non operasional dapat dilakukan metode Highest & Best

Use jika aset tersebut masih dapat dioptimalkan. Umumnya objek kajian HBU

merupakan tanah atau tanah dan bangunan yang memiliki potensi untuk

dikembangkan atau dirasakan belum optimal pengembangannya (Siregar, 2004:

779).

2.4. Kantor Sewa

Bangunan kantor dirancang untuk kepentingan perusahaan dalam

menjalankan bidang usahanya, namun adapun bangunan kantor yang dirancang

khusus untuk kepentingan komersil dengan cara disewakan kepada pihak lain.

Menurut Marlina (2008:116), kantor sewa merupakan suatu fasilitas perkantoran

yang digunakan oleh penyewa dengan beragam jenis usaha dalam satu bangunan

yang merupakan manifestasi tumbuhnya bisnis baru akibat peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Menurut Hunt, W.D. (dalam Marlina, 2008), kantor sewa

adalah suatu bangunan komersial yang menyediakan layanan ruang sewa untuk

kegiatan bisnis suatu entitas secara profesional. Berdasarkan pengertian tersebut

dapat disimpulkan bahwa kantor sewa adalah bangunan atau ruangan yang

dipinjamkan dengan imbalan yang difungsikan sebagai tempat bekerja dimana

besaran atau nominal harganya disesuaikan atas dasar kesepakatan bersama dengan

melihat situasi dan kondisi pada saat ini. Di dalam produk properti perkantoran

untuk mencapai target pasar ada beberapa faktor yang menjadi kunci kesuksesan

terpenuhinya ruang kantor sewa (Marlina, 2008) meliputi: (1) fleksibilitas ruang,

(2) tingkat hunian, (3) harga sewa, (4) service charge, (5) citra/Image.

2.4.1. Klasifikasi Bangunan Kantor

Building Owner and Managers Association (BOMA) Canada tahun 2012

memaparkan bahwa terdapat beberapa klasifikasi bangunan kantor. Klasifikasi

bangunan kantor bersifat relatif yang didasarkan pada kondisi pasar tertentu.

Klasifikasi bangunan kantor terbagi atas 3 kelas diantaranya, Kelas A, Kelas B dan

Kelas C, berikut dijelaskan pemaparan rinci dari setiap kelas bangunan kantor:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

20

1. Bangunan Kelas A

Kelas A merupakan bangunan paling bergengsi pada commercial building.

Bangunan kelas A memiliki banyak fasilitas dan terletak di lokasi yang

strategis. Bangunan kelas A dibangun dengan material, struktur, spesifikasi dan

metode konstruksi yang tinggi. Selain itu, bangunan ini biasanya memiliki

manajer profesional, akses yang baik, dan terletak di daerah sangat terlihat atau

terletak di jalanan yang memiliki mobilitas yang tinggi. Kriteria yang dimiliki

bangunan Kelas A adalah sebagai berikut:

a. Memilki kualitas bangunan terbaik.

b. Memiliki desain khas, tampilan yang menarik, memiliki desain eksterior

yang baik pada bagian luar bangunan, memiliki kualitas interior yang baik

di lobby atau di public area termasuk pada lift dan toilet.

c. Lokasi mudah ditemukan dan akses yang nyaman.

d. Dikelola oleh perusahaan dan manager profesional.

e. Harga sewa tinggi.

f. Berada pada kondisi pasar yang kuat.

g. Sistem yang memenuhi standar industri - otomatisasi mekanik, listrik dan

sistem keselamatan dan keamanan.

h. Keamanan 24 jam – akses keluar masuk setiap orang dan CCTV selalu

dipantau. Pengamanan dan pemantauan pada gedung yang ukurannya kecil

dilakukan pemantauan secara off-site. Dilakukan pengecekan berkala pada

seluruh bagian gedung secara berkala.

i. Parkir – Slot Parkir yang cukup untuk parkir khusus dan parkir umum,

untuk menampung penyewa dan pengunjung. Akses 24 jam untuk tenant

dengan kontrol keamanan pada area parkir.

j. Fasilitas – terdapat jalan penghubung/akses antar fasilitas dan terdapat

kanopi, terdapat pusat konferensi, pusat kebugaran, memiliki layanan

penunjang kantor berorientasi layanan ritel seperti toko, cafe, kantin /food

court dan restoran, layanan dry cleaning, ATM dan Wi-Fi. Jika bangunan

tidak terletak pada pusat kota atau memiliki akses lokasi yang kurang baik,

maka gedung menyediakan kantin dan tempat ibadah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

21

2. Bangunan Kelas B

Pada umumnya Gedung Kelas Kantor B adalah bangunan yang memiliki

kualitas bangunan di bawah kelas A dengan manajemen dan kualitas penyewa

yang baik. Gedung perkantoran kelas B biasanya memiliki dinding dengan

kualitas yang menengah, sistem mekanikal memadai, memiliki sistem

listrik,sistem keselamatan dan keamanan. Bangunan Kantor kelas B memiliki

Kriteria :

a. Memiliki kualitas bangunan di bawah kelas A

b. Banguan kantor yang masih tergolong baik kualitasnya.

c. Lokasi mudah ditemukan.

d. Dikelola oleh perusahaan dan manager professional.

e. Harga sewa menengah.

f. Berada pada kondisi pasar menengah.

g. Teknologi yang tersedia mencukupi

h. Terdapat akses keamanan yang cukup

i. Slot parkir mencukupi untuk parkir khusus dan umum.

j. Terawat - Fungsional.

k. Dapat ditingkatkan menjadi bangunan kelas A

3. Bangunan Kelas C

Bangunan kantor kelas C merupakan kelas terendah untuk gedung

perkantoran. Kriteria untuk bangunan kantor Kelas C adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kualitas bangunan di bawah kelas B.

b. Gedung perkantoran lama, arsitektur kurang mengesankan.

c. Terletak di lokasi yang kurang strategis

d. Dikelola oleh perusahaan dan manager berpengalaman.

e. Harga sewa rendah.

f. Berada pada kondisi pasar rendah.

g. Teknologi yang digunakan masih sederhana.

h. Akses keamanan masih kurang.

i. Slot parkir cukup.

j. Arsitektur Kurang mengesankan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

22

2.4.2. Perhitungan Sewa Kantor

Menurut Marlina (2008:122) terdapat istilah-istilah dalam perhitungan sewa

ruang kantor sebagai berikut:

1. Service Floor Area, meliputi area-area yang tidak termasuk disewakan, tetapi

merupakan layanan untuk penyewa seperti elevator, tangga, AC central, Fire

Tower Court.

2. Rentable Floor Area, dapat dibedakan menjadi:

a. Usable floor area, merupakan area yang disewakan dengan harga tertentu

b. Common floor area, meliputi elevator hall, koridor, dan toilet. Harga

sewa/m2 diperhitungkan berdasarkan rentable floor area.

3. Gross Area System

Sistem sewa dengan memperhitungkan semua bagian bangunan (ruang-ruang

yang ada) termasuk lobby, lift, lavatory dan ruang penunjang lainnya.

4. Net Area System

Sistem sewa dengan memperhitungkan luas ruang yang benar-benar hanya

digunakan oleh penyewa. Dalam hal ini lavatory, ruang lift, dan penunjang yang

tidak disewakan.

5. Semi Gross System

Sistem sewa dengan memperhitungkan semua ruang yang digunakan oleh

penyewa ditambah dengan beberapa ruang fasilitas, tetapi tidak termasuk ruang

transportasi, tangga darurat dan fasilitas umum lainnya.

2.5. Hotel

Hotel merupakan salah satu contoh fasilitas akomodasi yang

dikomersialkan dengan sistem sewa (Marlina, 2008:58). Hotel saat ini tidak lagi

dijadikan sebagai tempat untuk menginap, tetapi seiring berkembangnya zaman

hotel kini dijadikan sebagai sarana bisnis. Sebagian besar pendapatan hotel berasal

dari bisnis MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Menurut Pendit

(1999:25) MICE didefinisikan sebagai wisata konvensi dimana didalamnya

terdapat usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran. Selanjutnya

menurut Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

23

menyebutkan bahwa MICE merupakan pemberian jasa bagi suatu pertemuan

sekelompok orang, penyelenggaraan perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha

sebagai imbalan atas pretasinya, serta penyelenggaraan pameran dalam rangka

penyebarluasan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala

nasional, regional, dan internasional. Lokasi hotel ini biasa berada di pusat kota

dekat dengan pusat bisnis dan pemerintahan. Berikut penjelasan masing-masing

dari kata MICE berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2017:

1. Pertemuan (Meeting)

Pertemuan adalah pertemuan dua atau lebih orang yang diselenggarakan untuk

maksud mencapai tujuan bersama melalui interaksi verbal, seperti berbagi

informasi atau mencapai kesepakatan yang dapat berupa presentasi, seminar,

lokakarya, pelatihan, team building maupun event organisasi atau perusahaan

lainnya.

2. Insentif (Incentive)

Insentif adalah alat manajemen global yang menggunakan pengalaman wisata

yang luar biasa untuk memotivasi dan/atau memberikan pengakuan kepada

peserta dengan tujuan dapat meningkatkan kinerja dalam mendukung tujuan

organisasi atau perusahaan.

3. Konvensi (Convention)

Konvensi adalah sebuah pertemuan resmi dalam skala besar yang dihadiri oleh

perwakilan atau delegasi (pemerintah, asosiasi, atau industri) untuk melakukan

diskusi, pertukaran informasi atau tindakan atas permasalahan khusus yang

menjadi perhatian bersama.

4. Pameran (Exhibition)

Pameran adalah sebuah acara yang terorganisir dimana objek ditampilkan

kepada publik yang dapat berupa pameran dagang antar bisnis maupun pameran

untuk konsumen akhir.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

24

2.5.1. Kelas Kamar Sebuah Hotel

Salah satu realisasi kenyamanan pada bangunan hotel dapat diklasifikasikan

berdasarkan fasilitas yang disediakan pada setiap kamarnya. Semakin mewah

kelengkapan fasilitas yang tersedia, semakin tinggi pula kelas kamar tersebut.

Klasifikasi kelas kamar sebuah hotel menurut Marlina (2008:47) adalah sebagai

berikut:

1. Standart Room

Standart Room adalah jenis kamar yang harganya paling murah di suatu hotel

karena fasilitas yang tersedia di dalam kamar tersebut berlaku umum di semua

hotel.

2. Deluxe Room

Deluxe Room adalah jenis kamar dengan fasilitas yang lebih baik dari kamar

standar, misalnya dengan ukuran kamar yang lebih besar dan tambahan fasilitas

lain seperti televisi dan lemari es.

3. President Deluxe Suite Room

President Deluxe Suite Room adalah jenis kamar yang paling mahal dalam

suatu hotel. Fasilitas pada kamar ini lebih lengkap dibandingkan dengan deluxe

room, misalnya meja kursi baca, sofa untuk bersantai, meja kursi tamu, kamar

mandi yang lebih besar, serta ukuran kamar yang lebih luas.

2.5.2. Klasifikasi Hotel Berbintang

Klasifikasi hotel yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan klasifikasi

hotel secara umum yang berlaku di seluruh dunia. Lebih spesifik lagi, terdapat

klasifikasi hotel yang berlaku di Indonesia yang didasarkan pada pertimbangan

jumlah kamar, fasilitas dan peralatan yang disediakan, model sistem pengelolaan,

dan bermotto pelayanan (Marlina, 2008:71).

Berdasarkan pertimbangan aspek-aspek di atas, hotel dapat diklasifikasikan

menjadi berbagai tingkatan yang kemudian dinyatakan dalam sebutan bintang dan

melati yang masing-masing terdiri dari 5 (lima) tingkatan. Peninjauan terhadap

kelas-kelas hotel ini dilakukan setiap 3 tahun sekali. Pengklasifikasian hotel

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

25

berbintang didasarkan atas pertimbangan aspek-aspek berikut seperti pada Tabel

2.1.

Tabel 2. 1 Pengklasifikasian Hotel Berbintang

No. Jenis Hotel Aspek Pertimbangan Kriteria 1 Hotel Bintang 2 Umum 1. Lokasi mudah dicapai

2. Bebas polusi 3. Sirkulasi di dalam

bangunan mudah Bedroom 1. Minimum mempunyai 20

kamar dengan luasan 22 m2/kamar

2. Setidaknya terdapat 1 kamar suite dengan luasan 44 m2/kamar

Dining Room Standar luas 1,5 m2/tempat duduk

Bar Standar luas 1,1 m2/tempat duduk

Lobby 1. Harus ada lobby 2. Tata udara dengan

AC/Ventilasi 3. Kapasitas penerangan

minimum 150 lux 2 Hotel Bintang 3 Umum Unsur dekorasi Indonesia

tercermin pada lobby, restoran, kamar tidur, dan function room.

Bedroom 1. Terdapat minimum 20 kamar standar dengan luas 22 m2/kamar

2. Terdapat minimum 2 kamar suite dengan luas 44 m2/kamar

Dining room Bila tidak berdampingan dengan lobby, maka harus dilengkapi dengan kamar mandi/wc sendiri.

Bar 1. Apabila berupa ruang tertutup, maka harus dilengkapi AC dengan suhu 24oC

2. Lebar ruang kerja bartender setidaknya 1 m

Sumber: Marlina (2008:72-79)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

26

Tabel 2.1 Pengklasifikasian Hotel Berbintang (Lanjutan)

No. Jenis Hotel Aspek Pertimbangan Kriteria Ruang fungsional 1. Dilengkapi dengan toilet

apabila tidak satu lantai dengan lobby

2. Terdapat pre function room Lobby 1. Mempunyai luasan

minimum 30 m2 2. Dilengkapi dengan lounge 3. Toilet umum minimum 1

buah dengan perlengkapan Drug store 1. Minimum terdapat

drugstore, bank, money changer, biro perjalanan, air line agent, souvenir shop, perkantoran, dan butik.

2. Tersedia poliklinik Sarana Rekreasi dan

Olahraga Minimum 1 buah dengan pilihan: tennis, bowling, golf, fitness, sauna, billiard, jogging, diskotik, atau taman bermain anak.

3 Hotel Bintang 4 Umum Minimum seperti pada hotel bintang 3

Bedroom 1. Mempunyai minimum 50 kamar standar dengan luasan 24 m2/kamar

2. Mempunyai minimum 3 kamar suite, dengan luasan minimum 48 m2/kamar

3. Dilengkapi dengan pengatur suhu kamar (AC) di dalam bedrom

Dining room Mempunyai minimum 2 buah dining room, salah satunya berupa coffe shop

Bar Mempunyai ketentuan minimum sama dengan hotel bintang 3

Ruang Fungsional Mempunyai ketentuan minimum sama dengan hotel bintang 3

Sumber: Marlina (2008:72-79)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

27

Tabel 2.1 Pengklasifikasian Hotel Berbintang (Lanjutan)

No. Jenis Hotel Aspek Pertimbangan Kriteria Lobby 1. Mempunyai luasan

minimum 100 m2 2. Terdapat 2 toilet umum

untuk pria dan 3 toilet umum untuk wanita dengan perlengkapannya

Drug store Mempunyai ketentuan minimum sama dengan hotel bintang 3

Sarana rekreasi dan olahraga

Seperti pada hotel bintang 3 ditambah dengan diskotik/night club kedap suara dengan AC dan toilet

4 Hotel Bintang 5 Umum Minimum seperti pada hotel berbinang 4

Bedroom 1. Mempunyai minimum 100 kamar standar dengan luasan 26 m2/kamar

2. Mempunyai minimum 4 kamar suite dengan luasan 52 m2/kamar

3. Dilengkapi dengan pengatur suhu kamar di dalam kamar

Dining room Mempunyai minimum 3 buah dining room, salah satunya dengan spesialisasi masakan (Japanese/Chinese/European Food)

Bar Minimum seperti pada hotel berbintang 4

Ruang fungsional Minimum seperti pada hotel berbintang 4

Lobby Minimum seperti pada hotel berbintang 4

Drug store Minimum seperti pada hotel berbintang 4

Sarana rekreasi dan olahraga

Seperti pada hotel berbintang 4 ditambah dengan area bermain anak minimum ayunan atau ungkit (children playground)

Sumber: Marlina (2008:72-79)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

28

2.6. Analisis Highest and Best Use (HBU)

Menurut Prawoto (2003: 170) menjelaskan bahwa Highest and Best Use

didefinisikan sebagai kemungkinan yang rasional dan sah penggunaan tanah atau

properti yang sudah dikembangkan yang secara fisik mungkin, mendapat dukungan

yang cukup dan secara finansial layak dan menghasilkan nilai yang tinggi. Menurut

Prawoto (2012), pandangan pertama yaitu penggunaan yang paling cocok

ditentukan yang merupakan kompromi yang terbaik dengan mempertimbangkan

faktor-faktor berupa pandangan konsumen, aspek keuangan, implikasi hukum dan

sosialnya, dan sebagainya. Sedangkan pandangan yang kedua bahwa kita dapat

menentukan the most probable use yang merupakan pencerminan dari faktor-faktor

lokal yang bersifat politis, kondisi pasar uang pada saat itu, sikap/pandangan

pemerintah setempat dan sebagainya. Pandangan yang kedua tersebut bukan

menjadi the highest and best use yang tidak memenuhi kualifikasi, melainkan

dibatasi oleh suatu perhitungan secara realistis dalam kondisi yang terbatas dimana

pembeli potensial dapat menggunakan suatu properti sebaik mungkin berdasarkan

kondisi saat itu.

Berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan the highest

and best use akan termasuk pula perhitungan semua sifat-sifat penting dari properti

yang kemudian diikuti dengan suatu perhitungan keuangan dari suatu

jarak/jangkauan yang masuk akal atas potensi penggunaan tanah yang potensial.

Untuk memperoleh kesimpulan itu, perlu dilakukannya analisis singkat

berdasarkan kepada perkiraan biaya, perkiraan kasar atas pendapatan dan estimasi

jangka waktu secara logis untuk dapat menentukan penggunaan mana yang akan

lebih menguntungkan dibandingkan yang lain (Prawoto, 2012: 35).

Menurut SPI 360 (2015) , HBU didefinisikan sebagai penggunaan yang

paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan,

telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finasial

layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. Hasil dari analisis ini

sangat berguna bagi perusahaan dalam melakukan optimalisasi penggunaan aset,

baik untuk keperluan penjualan, kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

29

efisiensi dan efektivitas pengelolaan aset yang dimiliki (Siregar, 2004: 780).

Menurut Hidayati dan Harjanto (2014:54) terdapat 2 tipe analisis HBU, yaitu:

1. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik dari Tanah Kosong/Tanah yang

Dianggap Kosong

Kegunaan tertinggi dan terbaik dari tanah atau tapak (site) yang dianggap

kosong adalah mengasumsikan bahwa tanah tersebut adalah kosong atau dapat

dibuat kosong melalui pembongkaran bangunan. Dengan asumsi demikian

maka kegunaan yang menciptakan nilai dalam suatu pasar dapat teridentifikasi,

dan penilai dapat menilai untuk memilih properti pembanding serta

mengestimasi nilai.

2. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik Properti yang Telah Terbangun

Kegunaan tertinggi dan terbaik dari sebuah properti yang telah terbangun

adalah terkait dengan kegunaan yang seharusnya pada properti tersebut sejalan

dengan perkembangannya. Sebagai contoh apakah sebuah bangunan hotel yang

telah berumur 30 tahun tetap dipertahankan seperti sedia kala, atau perlu

direnovasi, dikembangkan atau sebagian dibongkar? Apakah memungkinkan

untuk diganti jenis dan intensitas penggunaan yang lain.

Menurut SPI 360 (2015) kriteria analisis HBU meliputi aspek hukum, aspek fisik,

aspek keuangan, dan aspek produktivitas maksimum.

2.6.1. Aspek Hukum

Aspek Hukum yaitu menentukan pengunaan apa yang diizinkan oleh

peraturan yang ada saat ini, penggunaan apa yang diizinkan apabila perubahan

peruntukan diberikan, dan penggunaan apa yang dilarang oleh adanya

batasan/retriks pada lahan tersebut, Apabila retriks berbeda dengan peraturan tata

kota, maka penilai harus merujuk kepada ketentuan yang lebih membatasi.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan penilai antara lain:

1. Peruntukan (zoning)

Menurut Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata

Ruang dan Peraturan Zonasi, peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur

pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap

zona peruntukan sesuai dengan rencana tata ruang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

30

2. Retriksi/ Batasan

Dalam pertimbangan ini restriksi/ batasan berkaitan dengan retriksi oleh individu

atau diakibatkan oleh perjanjian tertentu yang dapat melarang pembangunan

tertentu, atau menentukan Garis Sempadan Bangunan (GSB), ketinggian dan

jenis material yang digunakan.

3. Peraturan Bangunan

Dalam pertimbangan ini peraturan bangunan berkaitan dengan berapa meter

Garis Sempadan Bangunan (GSB) & berapa persentase Koefisien Dasar Hijau

(KDH) untuk aset lahan tersebut berdasarkan RTRW.

Menurut Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang

dan Wilayah Kota Jakarta

a. Garis sempadan bangunan (GSB) adalah garis yang membatasi ruang antara

batas persil yang dikuasai ke arah letak bangunan.

b. Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka perbandingan luas ruang

terbuka hijau terhadap luas lahan/persil yang dikuasai, dalam satuan persen.

c. Koefisien Tapak Basement (KTB) adalah angka perbandingan maksimun

yang diijinkan antara luas lantai basement dengan luas tapak yang ada.

4. Kontrak/ Perjanjian

Dalam pertimbangan ini kontrak/ perjanjian berkaitan dengan apakah aset lahan

tersebut sedang dalam kontrak atau perjanjian.

5. Hak Menggunakan/Status Kepemilikan

Dalam SPI 360 (2015), Hak atas aset tanah/lahan yang dapat dimiliki oleh

perorangan, sekumpulan orang atau badan hukum, diatur dalam peraturan

perundang-undangan indonesia, meliputi:

a. Hak Milik (HM)

b. Hak Guna Usaha (HGU)

c. Hak Guna Bangunan (HGB)

d. Hak Pakai (HP)

e. Hak Pengelolaan (HPL)

6. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).

Menurut Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

31

Ruang dan Peraturan Zonasi mendefinisikan KDB dan KLB sebagai berikut:

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah persentase perbandingan antara

luas seluruh lantai dasar bangunan dan luas lahan perpetakan atau lahan

perencanaan yang dikuasai sesuai RTRW, RDTR, dan Peraturan Zonasi.

b. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB adalah angka

persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan

luas lahan perpetakan yang dikuasai sesuai RTRW, RDTR, dan Peraturan

Zonasi.

2.6.2. Aspek Fisik

Aspek Fisik yaitu mempertimbangkan karakteristik fisik dari aset yang akan

dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan alternatif pengembangan mana kah

yang memungkinkan secara fisik. Beberapa hal yang menjadi faktor pertimbangan

dalam aspek fisik adalah sebagai berikut:

1. Ukuran

Dalam pertimbangan ini ukuran yang digunakan untuk mengekpresikan luas

tanah, hal ini tergantung pada tempat dan kegunaan tanah. Contoh untuk tanah

pertanian dan industri dideskripsikan dalam hektar. Untuk bidang tanah biasanya

dideskripsikan dalam meter persegi, kaki persegi dan sebagainya. Tujuan dari

penetapan dimensi ukuran ini adalah untuk memudahkan perhitungan dan

pengidentifikasian. (Hidayati & Harjanto, 2014:89)

2. Bentuk dan Kegunaan

Dalam pertimbangan ini, berujuan untuk mengetahui bagaimanakah bentuk aset

lahan dan Apa kegunaan aset lahan tersebut saat ini.

3. Lebar Hadap Jalan (Frontage)

Frontage adalah jarak toleransi dari garis yang juga merupakan bagian dari jalan

umum atau jalan lainnya. Properti yang mempunyai 2 (dua) sisi depan terhadap

jalan dapat mempunyai unit nilai yang lebih tinggiatau lebih rendah dari properti

sekitarnya yang hanya memiliki satu sisi depan (frontage) terhadap jalan.

(Hidayati & Harjanto, 2014:89)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

32

4. Kemudahan Akses

Dalam pertimbangan ini, kemudahan akses di cerminkan oleh jenis sarana

transportasi apa sajakah yang dapat melewati aset lahan tersebut.

5. Ketersediaan dan Kapasitas Utilitas

Dalam pertimbangan ini dapat dijelaskan bahwa Menurut UU No. 4 Tahun 1992

tentang Perumahan dan Permukiman, menyebutkan utilitas umum meliputi

jaringan air bersih, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan

pemadam kebakaran.

6. Lokasi dalam Market Area

Menurut Hidayati & Harjanto (2014:90) analisis lokasi berfokus pada waktu dan

jarak tempuh dari properti terhadap landmark atau tujuan tertentu. Dalam

pertimbangan ini lokasi dan market area berhubungan dengan berapa jarak lahan

tersbut dari kawasan strategis. Dalam RTRW Kota Jakarta 2030 “Kawasan

strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena

mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap wilayah yang lebih besar”.

7. Topografi

Penelitian topografi ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai

kontur tanah, penjenjangan tanah (grades), draiase alam, keadaan tanah,

pemandangan (view) dan keadaan fisik umum lainnya (Hidayatti & Harjanto,

2014:90).

8. Banjir dan Kemacetan

Dalam pertimbangan ini, bertujuan untuk mengetahui apakah aset lahan tersebut

merupakan daerah rawan banjir dan lokasi rawan macet.

2.6.3. Aspek Finansial

Aspek Finansial bertujuan untuk mengetahui apa saja yang perlu

diperhatikan dalam merencanakan bangunan yang sesuai dengan peraturan yang

telah ditetapkan dan juga mengetahui perkiraan biaya dalam perencanaan bangunan

tersebut. Analisis aspek finansial meliputi analisis pasar, biaya pembongkaran

bangunan, perencanaan bangunan, perencanaan biaya investasi, perencanaan

pendapatan dan biaya operasional, aliran arus kas, dan penilaian investasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

33

1. Analisis Pasar

Menurut Baker (2007:130), “a market is a collection of products and

geographic locations, delineated as part of an inquiry aimed at making inferences

about market power and anticompetitive effect”. Pasar yang ingin diketahui dan

dituju perlu dilakukan proses analisis pada potensi pasar tersebut. Aspek pasar

penting dalam analisis investasi, karena akan merinci potensi penerimaan (arus kas

masuk) selama usia ekonomi proyek (masa konsesi). Analisis aspek pasar dilakukan

untuk menjawab apakah bisnis yang akan dijalankan dapat menghasilkan produk

yang dapat diterima pasar dengan tingkat penjualan yang menguntungkan.

Analisis pasar merupakan proses untuk memperkecil cakupan dari data

pasar makro menjadi data pasar mikro terkait properti yang dinilai (SPI 360 Tahun

2015). HBU bergantung kepada hasil analisis pasar untuk dapat mengidentifikasi

penggunaan yang paling menguntungkan dan kompetitif dari suatu properti. Pasar

yang ingin diketahui dan dituju perlu dilakukan proses analisis pada potensi pasar

tersebut. Menurut Suliyanto (2013), hal yang dapat dilakukan untuk menghitung

potensi pasar, yaitu deskripsi pasar, analisis permintaan, dan analisis penawaran.

Untuk mengukur potensi pasar dapat dianalisis melalui selisih antara kapasitas yang

ditawarkan (penawaran) dengan permintaan.

Berdasarkan pernyataan di atas, analisis aspek pasar dibagi kedalam tiga

segi yakni segi permintaan dan penawaran, serta strategi pemasaran.

1. Permintaan dan Penawaran

Hukum permintaan menerangkan bahwa apabila harga suatu komoditas naik,

maka jumlah komoditas yang diminta akan turun (sementara variabel lainnya

tetap). Sedangkan penawaran adalah jumlah komoditas yang ditawarkan oleh

pasar. Hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga suatu komoditas

naik, maka jumlah komoditas yang ditawarkan akan meningkat, dengan catatan

bahwa variabel-variabel lainnya tetap.

2. Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran pada penelitian ini meliputi analisis segmenting, targeting,

positioning dan bauran pemasaran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

34

a. Analisis segmenting, targeting, positioning

Banyak organisasi yang memanfaatkan pemasaran sasaran yaitu dengan

membagi pasar ke dalam segmen-segmen pasar utama, membidik satu atau

dua segmen, dan mengembangkan produk serta program pemasaran yang

dirancang khusus bagi masing-masing segmen. Pemasaran sasaran

dilakukan dengan tiga langkah utama seperti pada Gambar 2.3.

Sumber: Kotler dan Armstrong (2003)

Gambar 2. 3 Segmenting, Targeting, dan Positioning

2. Biaya Pembongkaran Bangunan

Menurut UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002, pembongaran adalah

kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung,

komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya. Pembongkaran

gedung dilakukan apabila memiliki dampak luas terhadap keselamatan umum dan

lingkungan. Bangunan dapat dibongkar atau dirobohkan apabila:

a. Tidak layak fungsi dan tidak dapat diperbaiki

b. Dapat menimbulkan bahaya atau dalam pemanfaatan bangunan gedung

dan/atau lingkungannya

c. Tidak memiliki izin mendirikan bangunan

Mary dan Vasudev (2014:407) mengemukakan bahwa pembongkaran

gedung dapat dilakukan apabila umur bangunan sudah lama dan gedung tidak

sesuai dengan penggunaannya. Biaya pembongkaran bangunan gedung dapat

diketahui melalui luas per meter persegi bangunan gedung yang akan dibongkar.

Berdasarkan Jurnal Harga Satuan Bahan Bangunan Konstruksi dan Interior (2016)

terdiri dari biaya pekerja, mandor dan keuntungan maksimal. Biaya pembongkaran

sebagaimana dimaksud di atas dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Segmentasi Pasar

Mengidentifikasi dasar-dasar untuk segmentasi pasar

Penentuan Target Pasar

Mengembangkan daya tarik masing-

masing segmen

Penetapan Posisi Pasar

Mengembangkan posisi dan bauran

untuk segmen yang ditargetkan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

35

Tabel 2. 2 Standar Biaya Pembongkaran

Bagian Pembongkaran Biaya Pembongkaran (Rp)

Pembongkaran dinding bata 128.920

Pembongkaran plesteran dinding 5.225

Pembongkaran genteng/sirap 4.180

Pembongkaran Rangka Atap/Reng/kaso 17.242

Pembongkaran Kuda pada Genteng 490.600

Pembongkaran Plafond 25.946

Total Biaya Per meter persegi 672.113

Sumber: Harga Satuan Bahan Bangunan Konstruksi dan Interior (2016)

3. Perencanaan Bangunan

Sebelum mendirikan suatu bangunan, penting bagi perencana untuk

mengetahui persayaratan peraturan pengembangan tapak yaitu Koefisien Dasar

Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau

(KDH), maksimum ketinggian lantai, dan Garis Sempadan Bangunan (GSB).

Menurut Juwana (2005:12), KDB dan KLB dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Ketentuan lainnya adalah menyangkut jarak lantai ke lantai, sebagaimana pada

Gambar 2.4

KDB = 𝐿𝑙𝑡−𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟

𝐿𝐷𝑃

KLB = 𝐿𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝐿𝐷𝑃

Dimana :

𝐿𝐷𝑃 adalah luas Daerah Perencanaan

luas tanah di belakang GSJ.

𝐿𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 adalah luas total lantai bangunan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

36

Sumber: Juwana (2005:17)

Gambar 2. 4 Jarak Maksimum antar Lantai Bangunan

Analisis selanjutnya adalah perhitungan perancangan bangunan proyek

berdasarkan peraturan RDTR yang berlaku. Hal tersebut untuk menentukan biaya-

biaya yang dikeluarkan dan menentukan proyeksi pendapatan dari investasi

bangunan properti tersebut. Analisis bangunan proyek gedung kantor sewa dan

hotel dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Luas Lantai Kotor (Floor Plate)

Luas floor plate diperoleh dari luas daerah perencanaan dikurangi luas lahan

bebas bangunan (LDP –LBB). LBB diperoleh dari total GSB + KDH. Luas

lantai dasar harus lebih kecil atau sama dengan luas lahan yang diboleh

dibangun (KDB).

b. Efisiensi Lantai

Efisiensi lantai adalah persentase luas lantai yang disewakan terhadap luas

lantai kotor. Semakin besar efisiensi lantai, makin besar pula pendapatan

gedung. Efisiensi untuk gedung kantor sewa adalah 85%.

c. Luas Lantai Bersih (Net Floor)

Luas lantai bersih adalah luas lantai yang digunakan seluruhnya untuk

disewakan atau untuk memperoleh pendapatan (revenue). Rumus luas net floor

diperoleh dengan cara sebagai berikut:

Net floor = floor plate x efisiensi lantai

Maks. 5 m

Maks. 10 m

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

37

d. Jumlah Lantai Terbangun

Jumlah lantai terbangun dapat diketahui dengan cara sebagai berikut:

Jumlah lantai terbangun = luas lantai bangunan maksimum

𝑓𝑙𝑜𝑜𝑟 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒

e. Luas Lantai Bangunan Aktual Kotor (Gross Actual Building Area)

Luas lantai bangunan aktual kotor adalah luas bangunan yang akan dibangun

harus lebih kecil atau sama dengan luas lantai bangunan yang diizinkan. Luas

lantai bangunan aktual kotor tidak memperhitungkan efisiensi lantai, sehingga

benar-benar mempresentasikan luas bangunan secara keseluruhan. Luas lantai

bangunan aktual kotor diperoleh melalui floor plate x jumlah lantai terbangun.

f. Lantai Bangunan Aktual Bersih (Net Actual Building Area)

Net Actual Building Area adalah luas bangunan yang akan dibangun setelah

memperhitungkan efisiensi lantai, sehingga luas bangunan ini benar-benar

digunakan untuk memperoleh pendapatan. Lantai bangunan aktual bersih

biasanya menempati lantai tipikal. Lantai bangunan aktual bersih ditentukan

dari net floor x jumlah rencana lantai yang akan disewakan. Untuk ruang

fasilitas seperti lounge dan executive meeting room yang dijadikan ruang usaha

ditempatkan pada bangunan podium. Jumlah lantai tipikal harus memenuhi

ketentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan jumlah lantai podium harus

memenuhi ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB).

Selanjutnya untuk perancangan bangunan hotel dapat menggunakan pendekatan

perancangan bangunan tinggi oleh Juwana. Menurut Juwana (2005:11), sirkulasi

horizontal bangunan hotel yaitu 10% luas bruto dan sirkulasi vertikal 25% luas

bruto, sehingga perhitungan luas bruto untuk unit adalah sebagai berikut:

𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑼𝒏𝒊𝒕 𝑩𝒓𝒖𝒕𝒐 = [𝟏

𝟏, 𝟏𝟎+

𝟏

𝟏, 𝟐𝟓] 𝒙 (∑ 𝒖𝒏𝒊𝒕) 𝒙 (𝑳𝑼𝒏𝒊𝒕)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

38

Keterangan :

Σ unit adalah jumlah unit yang disediakan

Lunit adalah luas netto unit kamar

Selain luas lantai untuk tiap unit, diperlukan pula ruangan-ruangan bagi

kebutuhan penunjang kegiatan produktif. Menurut Juwana (2005:11), hal tersebut

dapat dihitung dengan rumus berikut:

Dengan demikian jumlah luas lantai produktif menjadi:

Selanjutnya kebutuhan lantai non-produktif (ruangan pengelolaan hotel,

mekanikal, dan elektrikal, dan lain-lain) mengikuti rumus sebagai berikut:

𝑳𝑷𝒓𝒐𝒅 ∶ 𝑳𝑵𝒐𝒏−𝑷𝒓𝒐𝒅 = 𝟔𝟎 ∶ 𝟒𝟎% Atau

𝑳𝑵𝒐𝒏−𝒑𝒓𝒐𝒅 =𝟐

𝟑 𝑳𝑷𝒓𝒐𝒅

Jadi, luas lantai bruto untuk hotel adalah:

Luasan yang diperlukan untuk unit (𝑳𝒖𝒏𝒊𝒕−𝑩𝒓𝒖𝒕𝒐) biasanya menempati lantai

tipikal, sedang sisanya (𝑳𝑩𝒓𝒖𝒕𝒐− 𝑳𝒖𝒏𝒊𝒕−𝑩𝒓𝒖𝒕𝒐) ditempatkan pada bangunan podium.

Adapun jumlah lantai podium disesuaikan dengan ketentuan Koefesien Dasar

Bangunan dan jumlah lantai tipikal harus memenuhi ketentuan Koefisien Lantai

Bangunan.

Selanjutnya adalah menentukan kebutuhan ruang parkir untuk gedung

kantor sewa dan hotel. Ketentuan jumlah parkir menurut Juwana (2005) dapat

dilihat pada Tabel 2.3

𝑳𝑷𝒆𝒏𝒋−𝒑𝒓𝒐𝒅 = 𝟒𝟎% 𝑳𝒖𝒏𝒊𝒕−𝑩𝒓𝒖𝒕𝒐

𝑳𝒑𝒓𝒐𝒅 = 𝑳𝒖𝒏𝒊𝒕−𝑩𝒓𝒖𝒕𝒐 + 𝑳𝑷𝒆𝒏𝒋−𝑷𝒓𝒐𝒅

𝑳𝑩𝒓𝒖𝒕𝒐 = 𝑳𝑷𝒓𝒐𝒅 + 𝑳𝑵𝒐𝒏−𝑷𝒓𝒐𝒅

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

39

Tabel 2. 3 Standar Jumlah Parkir

Penggunaan Predikat Standar Parkir 1(satu) mobil

Perkantoran - Setiap 100 m2 lantai bruto Hotel Bintang 4-5 Setiap 5 unit kamar

Bintang 4-5 Setiap 7 unit kamar Bintang 1 ke bawah Setiap 10 unit kamar

Sumber: Juwana (2005:19)

Sedangkan kebutuhan ruang parkir untuk jenis kendaraan adalah sebagaimana pada

Tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Kebutuhan Ruang Parkir

Jenis Kendaraan Satuan Ruang Parkir

Mobil 2,3 m x 5,5 m / mobil Motor 0,9 m x 2 m / motor Bus 2 m x 2,8 m / bus

Sumber: Data arsitek, 2002

4. Perencanaan Biaya Investasi

Perencanaan biaya investasi dalam perencanaan gedung kantor sewa dan

hotel tidak memperhitungkan desain detail konstruksi bangunan. Perencanaan

biaya investasi menggunakan perencanaan biaya secara kasar. Adapun rencana

biaya yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2. 5 Perencanaan Biaya Investasi

Uraian Volume Unit Biaya Total Biaya a. Biaya Bangunan X m² Rp Y Rp XY b. Biaya Peralatan Tetap b % Rp XY Rp B c. Biaya Pengembangan Tapak c % Rp XY Rp C d. Biaya Konstruksi Rp XY + Rp B + Rp C

Uraian Volume Unit Biaya Total Biaya e. Biaya Pembongkaran Bangunan Z m2 Rp V Rp ZV f. Biaya Jasa Profesi f % Rp D Rp F g. Biaya Peralatan Bergerak g % Rp XY Rp G h. Biaya Administrasi h % Rp D Rp H i. Biaya lain-lain i % Rp D Rp I J. Biaya Investasi (Rp D + Rp ZV + Rp F + Rp G + Rp H + Rp I)

Sumber: Adaptasi Juwana (2005:279)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

40

Biaya-biaya yang dipertimbangkan dalam Tabel 2.5 diperoleh melalui

pendekatan berikut ini:

a. Biaya Bangunan

Harga dasar bangunan yang digunakan untuk perencanaan gedung kantor sewa

dan hotel menggunakan Biaya Teknis Bangunan (BTB) Provinsi DKI Jakarta

tahun 2017 dari MAPPI. Adapun Biaya Teknis Bangunan untuk gedung

bertingkat dapat dilihat pada Tabel 2.6

Tabel 2. 6 Biaya Teknis Bangunan Provinsi DKI Jakarta

Elemen Bangunan

Bangunan Gedung Bertingkat

Rendah (Low-Rise)

Sedang (Mid-Rise)

Tinggi (High-Rise)

Maks. 4 Lantai Maks. 8 Lantai Min. 9 Lantai (Rp) (Rp) (Rp) Pondasi 452.941 771.200 986.426 Struktur 1.078.528 1.341.607 1.922.597 Penutup Atap 358.132 133.347 73.296 Plafon 184.378 143.127 132.616 Dinding 279.256 566.080 774.215 Pintu dan Jendela 118.449 633.152 723.449 Lantai 180.938 50.455 40.830 Utilitas 149.898 518.010 626.152 Total Biaya 2.802.520 4.156.978 5.279.581 PPN 10% 280.252 415.698 527.958 Total Biaya Setelah PPN

3.082.772 4.572.676 6.257.539

Sumber: MAPPI, 2017

Untuk mengetahui harga bangunan untuk tingkat berikutnya bisa diperoleh

dengan mengalikan faktor perkalian tinggi lantai dengan harga dasar satuan

meter persegi. Faktor perkalian tinggi lantai dapat dilihat pada pada Tabel 2.7.

Tabel 2. 7 Faktor Perkalian Tinggi Lantai

Tinggi Bangunan Faktor Perkalian (x harga dasar)

Lantai ke – 1 1 Lantai ke – 2 1,090 Lantai ke – 3 1,120 Lantai ke – 4 1,135

Sumber: Panduan Sistem Bangunan Tinggi (Juwana, 2005: 272)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

41

Tinggi Bangunan Faktor Perkalian (x harga dasar)

Lantai ke – 5 1,162 Lantai ke – 6 1,197 Lantai ke – 7 1,236 Lantai ke – 8 1,265 Lantai ke – 9 1,294 Lantai ke – 10 1,323 Lantai ke – 11 1,352 Lantai ke – 12 1,381 Lantai ke – 13 1,410 Lantai ke -14 1,439

Sumber: Panduan Sistem Bangunan Tinggi (Juwana, 2005: 272)

Faktor perkalian tinggi lantai di atas hanya sampai pada lantai 14. Sedangkan

faktor pengalian untuk lantai 15 dan seterusnya menggunakan rumus empiris

(Juwana, 2005) sebagai berikut:

BBn = BBo x (1+0.0237)n

Dimana : BBn : harga dasar untuk bangunan berlantai n

BBo : harga dasar untuk bangunan tidak berlantai

n : jumlah lantai bangunan

b. Biaya Peralatan Tetap

Bobot biaya bangunan untuk peralatan tetap berkisar antara 10% - 15% dari

biaya bangunan (Juwana, 2005:279).

c. Biaya Pengembangan Tapak

Bobot biaya pengembangan tapak sebesar 10% - 15% dari biaya bangunan

(Juwana, 2005:279).

d. Biaya Pembongkaran Bangunan

Biaya pembongkaran bangunan menggunakan harga satuan dari bangunan

konstruksi dan interior tahun 2016. Harga pembongkaran bangunan per meter

persegi adalah Rp 672.113.

e. Biaya Jasa Profesi

Biaya jasa profesi sebesar 3% - 6% dari biaya konstruksi (Juwana, 2005:279).

f. Biaya Peralatan Bergerak Bobot terhadap biaya bangunan untuk peralatan bergerak adalah 10% - 15%.

Tabel 2.7 Faktor Perkalian Tinggi Lantai (Lanjutan)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

42

g. Biaya Administrasi Biaya administrasi sebesar 1% - 5% dari biaya konstruksi (Juwana, 2005:279).

h. Biaya Lain-Lain

Biaya lain-lain berkisar antara 5% - 15% dari biaya konstruksi (Juwana, 2005:279).

5. Perencanaan Biaya Operasional

Setelah bangunan selesai dibangun, masih terdapat biaya lainnya yaitu biaya

dalam mengoperasikan bangunan. Biaya-biaya operasional dalam pengelolaan

bangunan menurut Juwana (2005) adalah sebagai berikut:

a. Biaya Energi/Listrik

Konsumsi energi/listrik per tahun menurut Juwana (2005) dalam bentuk

kWh per m2. Biaya kebutuhan energi bisa dihitung dengan konsumsi energi

dikali tarif energi.

b. Biaya Kebutuhan Air

Kebutuhan air dari suatu gedung bisa ditentukan per m2 gedung tersebut.

Biaya kebutuhan air bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan air per hari

dengan tarif airnya.

c. Biaya Pemeliharaan

Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007

dijelaskan bahwa besarnya biaya pemeliharaan bangunan gedung per m2

setiap tahunnya maksimum adalah sebesar 2% dari harga standar per m2.

d. Biaya Pemasaran

Biaya pemasaran untuk suatu pengelolaan gedung ditetapkan 0,5% dari

biaya investasi (Hutomo, 2011).

e. Biaya Gaji

Penentuan biaya gaji ditinjau berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR)

Kota Jakarta Selatan tahun 2017 dilihat dari jabatan pegawai ditentukan

berdasarkan estimasi dari hasil perbandingan beberapa sumber.

f. Biaya Pajak

Biaya pajak yang dikeluarkan adalah biaya Pajak Bumi dan Bangunan dan

Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan ketentuan UU No. 12 Tahun 1985

tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan UU No. 36 Tahun 2008 tentang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

43

Pajak Penghasilan. Selain PPh terdapat pajak daerah yang dikenakan

terhadap usaha sewa kamar hotel sesuai UU No.28 Tahun 2009.

6. Aliran Arus Kas

Menurut Mardiyanto (2009) arus kas adalah laba ditambah penyusutan.

Dalam studi kelayakan investasi, arus kas merupakan unsur analisis yang sangat

penting kedudukannya, karena kelayakan finansial sebuah usulan rencana investasi

diukur dari arus kas nilai sekarang. Kemudian menurut Haming dan Basamalah

(2010) jika nilai sekarang arus kas masuk lebih besar daripada nilai arus kas keluar

sekarang, maka rencana investasi itu dari sudut aspek finansial adalah layak

dilaksanakan, demikian pula jika terjadi yang sebaliknya maka rencana investasi itu

tidak layak dilaksanakan. Ataupun dapat dilihat berdasarkan Net Income Cash Flow

(NICF) yang bernilai positif. Adapun rumus arus kas masuk sesuai menurut

Mardiyanto (2009) sesuai dengan persamaan berikut:

Keterangan:

CFn = Arus kas masuk (cash inflow) untuk tahun ke-n

R = Pendapatan

OE = Beban Operasional

D = Beban Penyusutan

T = Pajak

Sedangkan arus kas keluar menurut Mardiyanto (2009), rumus arus kas keluar

adalah sebagai berikut:

𝑨𝒓𝒖𝒔 𝑲𝒂𝒔 𝑲𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓 = 𝑯𝒂𝒓𝒈𝒂 𝑩𝒆𝒍𝒊 + 𝑩𝒊𝒂𝒚𝒂 𝑻𝒂𝒎𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏

+𝑻𝒂𝒎𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒎𝒐𝒅𝒂𝒍 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂

7. Penilaian Investasi

kelayakan finansial dari alternatif pengembangan yang dianalisis dapat

dilihat dari faktor-faktor kelayakan finansial suatu proyek yang meliputi net

operating income (NOI), pay back period (PP), net present value (NVP), internal

rate of return (IRR) dan return on investment (ROI).

CFn = [R-OE-D] (1-T) + D

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

44

a. Net Operating Income (NOI)

Net operating income diformulasikan dari pendapatan kotor setahun dikurangi

biaya operasional setahun.

b. Pay back Period (PP)

Menurut Al-Ani (2015:470), “Payback Period Technique is based on the idea of

how much is needed by the project to generate cash flows sufficient to recover

the cost of investments”. Payback period digunakan untuk mengukur seberapa

cepat modal (arus kas keluar / investasi awal) dapat diterima kembali oleh

perusahaan (Mardiyanto, 2009:205). Suatu proyek bisa diterima apabila

memiliki payback periode ≤ jangka waktu yang disyaratkan. Apabila terdiri dari

beberapa alternatif, maka alternatif yang memiliki payback periode yang lebih

cepat yang layak dipilih.

c. Net Present Value (NPV)

Menurut Mardiyanto (2009), Net Present Value (NPV) digunakan untuk

menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk yang akan diterima pada masa

yang akan datang setelah dikurangi arus keluar (investasi awal). Berikut adalah

rumus NPV:

Indikasi kelayakan yang digunakan dengan rumus NPV:

NPV > 0, maka proyek layak dibangun.

NPV = 0, maka proyek pengembalian sama dengan investasi.

NPV < 0, maka proyek tidak layak dibangun.

d. Internal Rate of Return (IRR)

Internal rate of return didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil sedemikian rupa

sehingga menyebabkan NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, untuk

menghitung IRR, digunakan rumus NPV yang telah diubah, maka rumus IRR

adalah sebagai berikut:

𝑁𝑃𝑉 = ∑𝐶𝐹𝑛

(1 + 𝑘)𝑛

𝑛

𝑖=1

− 𝐼0

𝐼0 = ∑𝐶𝐹𝑛

(1 + 𝑘)𝑛

𝑛

𝑖=1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

45

Berdasarkan rumus IRR diatas, k tidak dapat dihitung secara langsung. Nilai k

dapat diperoleh dengan cara trial and error. Kriteria IRR yang dinilai layak

adalah apabila nilainya lebih besar daripada biaya modal (Mardiyanto, 2009).

Ukuran kelayakan yang digunakan dari IRR adalah:

IRR > arus pengembalian (i) yang diinginkan, maka proyek diterima.

IRR < arus pengembalian (i) yang diinginkan, maka proyek ditolak.

2.6.4. Aspek Produktivitas Maksimum

Untuk menentukan kegunaan tertinggi dan terbaik atas tanah untuk masing-

masing alternatif properti digunakan tingkat pengembalian yang sama untuk

mengkapitalisasi aliran pendapatan. Alat analisis atau tolak ukur yang digunakan

terhadap aspek produktivitas maksimum adalah payback period, aliran tunai bersih

(net present value), dan internal rate of return. Alternatif kegunaan yang

menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi adalah

alternatif yang memenuhi kriteria kegunaan tertinggi dan terbaik.

2.7. Landasan Normatif

Landasan normatif yang digunakan dalam peenyelesaian penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2)

Tentang Pajak Bersifat Final.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 35 ayat (1)

Tentang Tarif Pajak Hotel.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 BAB IV Pasal 5

Tentang Tarif Pajak Bumi dan Bangunan.

4. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-22/MBU/12/2014

Pasal 3 ayat (2) Tentang Penghapusbukuan Aktiva Tetap.

5. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No.Per-13/MBU/09/2014 Pasal

2 ayat (1) Tentang Optimalisasi Nilai Perusahaan BUMN.

6. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012

Pasal 18 ayat (1) Tentang Sistem Pusat Kegiatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/160/jbptppolban-gdl-novianhida-7970-3-bab2--7.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Jenis Aset

46

7. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014

Pasal 609 ayat (2) Tentang Kegiatan Diizinkan Bersyarat yang ditetapkan oleh

Gubernur.

8. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 BAB II

Tentang Kriteria dan Indikator Venue MICE.