bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produk
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk
memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa,
pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, konfirmasi, dan ide (Kotler
& Keller, 2009:4). Sedangkan menurut Saladin (2007:71), pengertian luas produk
adalah sekelompok sifat-sifat yang berwujud (tangible) dan tidak berwujud
(intangible) di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestise pengecer
dan pelayanan yang diberikan produsen dan pengecer yang dapat diterima oleh
konsumen sebagai kepuasan yang ditawarkan terhadap keinginan atau kebutuhan-
kebutuhan konsumen. Dari definisi produk menurut para ahli, bahwa terdapat
beberapa faktor ketertarikan konsumen yang mempengaruhi dalam memenuhi
keinginan dan kebutuhannya, seperti barang dan jasa, warna, harga, kemasan, dan
pelayanan.
Dalam merencanakan pemasaran menurut Kotler&Keller (2009:4) terdapat
lima tingkat produk, dimana setiap tingkat menambah nilai pelanggan yang lebih
besar. Tingkatan produk tersebut antara lain:
1. Manfaat Inti (Core Benefit)
Merupakan layanan atau manfaat yang benar-benar dibeli pelanggan.
Misalkan tamu hotel membeli “istirahat dan tidur”, disini dapat dilihat
penyedia layanan harus dapat memuaskan pelanggannya dengan
memberikan kenyaman ketika beristirahat dan tidur.
2. Produk Dasar (Basic Product)
Yaitu suatu pemecahan masalah yang diinginkan konsumen dalam
membeli suatu produk. Dimaksudkan jika konsumen dapat memperoleh
produk yang ditawarkan tersebut.
9
3. Produk yang Diharapkan. (Expected Product)
Sekelompok atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli
ketika mereka membeli produk.
4. Produk Tambahan (Augmented Product)
Merupakan tambahan pelayanan dan manfaat yang melebihi harapan
pelanggan.
5. Produk Potensial (Potensial Product)
Mencakup semua kemungkinan tambahan dan transformasi yang
mungkin dialami sebuah produk atau penawaran di masa depan. Ini adalah
tempat dimana perusahaan mencari cara baru untuk memuaskan pelanggan
dan membedakan penawaran mereka.
Sumber : Kotler & Keller (2009)
Gambar 2.1 Lima Tingkatan Produk
Dari gambar di atas, tingkatan lima produk tersebut meningkatkan
diferensiasi dan persaingan yang terjadi antara para pelaku usaha demi
meningkatkan dan mengembangkan usaha.
10
2.1.1 Klasifikasi Produk
Menurut Kotler&Keller (2009:5), dahulu pemasar mengklasifikasikan
produk berdasarkan ketahanan/durabilitas, keberwujudan, dan kegunaan
(konsumen atau industrial). Selain itu, klasifikasi produk dapat dilakukan
atas berbagai macam sudut pandang. Berdasarkan berwujud tidaknya,
produk dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama, yaitu barang
dan jasa (Tjiptono, 2008:98). Berdasarkan definisi di atas, disimpulkan
bahwa produk dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu barang
konsumen dan barang industrial.
Barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan
konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan
bisnis (Tjiptono, 2008:99). Menurut Kotler&Keller (2009:5) dan Tjiptono
(2008:99) mengemukakan bahwa pada umumnya barang konsumen dapat
diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:
1. Convenience Goods
Merupakan barang yang ada pada umumnya memiliki frekuensi
pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera,
dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam
perbandingan dan pembeliannya. Contohnya antara lain minuman
ringan pasta gigi, sabun, dan deterjen.
2. Shopping Goods
Merupakan barang-barang yang karakteristiknya dibandingkan
berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam proses
pemilihan dan pembelian. Contohnya; kamera, TV, pakaian, dan
peralatan rumah tangga.
3. Specialty Goods
Merupakan barang yang memiliki karakteristik unik atau
identifikasi merek dimana untuk memperoleh barang-barang itu
sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia melakukan usaha
11
khusus untuk membelinya. Contohnya; Sedan Rolls Royce, jam
tangan Rolex, dan peralatan fotografi.
4. Unsought Goods
Merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau
kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan
untuk membelinya. Contohnya antara lain asuransi jiwa, daerah
pemakaman, dan ensiklopedia.
Menurut Tjiptono (2008:100) barang industri adalah barang-barang
yang dikonsumsi oleh industriawan (konsumen bisnis) untuk keperluan
selain dikonsumsi langsung yaitu untuk diubah menjadi barang lain
kemudian dijual kembali oleh produsen dan untuk dijual kembali (oleh
pedagang) tanpa dilakukan transformasi fisik (proses produksi). Tjiptono
dan Kotler&Keller menjelaskan bahwa barang industri dapat
diklasifikasikan berdasarkan peranannya dalam proses produksi dan biaya
relatifnya yaitu:
1. Material and Parts
Barang-barang yang seluruhnya atau sepenuhnya masuk dalam
produk jadi. Bahan baku dan suku cadang terbagi menjadi dua kelas
yaitu bahan mentah, serta bahan dan suku cadang manufaktur
2. Capital Items
Merupakan barang-barang tahan lama (long-lasting) yang
memberi kemudahan dalam pengembangan dan pengolahan produk
jadi. Capital items dibagi menjadi dua kelompok, yaitu instalasi dan
peralatan tambahan (accessory equipment).
3. Supplies and Services
Barang dan jasa jangka pendek yang memfasilitasi
pengembangan atau pengelolaan produk jadi, dimana supplies terdiri
atas perlengkapan operasi (seperti minyak pelumas, batu bara, pita
mesin ketik, pensil), bahan pemeliharaan dan reparasi (seperti cat,
batu, sapu, sikat) dan untuk business service terdiri atas jasa
12
pemeliharaan dan reparasi (seperti reparasi mesin ketik, pembersih
kaca/ruangan) dan jasa konsultasi bisnis (seperti konsultasi
manajemen, hukum, perpajakan, periklanan).
2.1.2 Atribut Produk
Atribut produk merupakan elemen penting dari suatu produk dalam
pengambilan keputusan pembelian konsumen dan sekaligus menjadi bahan
pertimbangan konsumen dalam membeli dan menggunakan produk. Atribut
produk terdiri dari merek, kualitas produk, fitur, dan desain produk. Kotler
dan Armstrong (2011:242) mengungkapkan bahwa atribut produk adalah
merupakan pengembangan produk atau jasa, melibatkan penentuan manfaat
yang akan diberikan, manfaat dikomunikasikan dan disampaikan oleh suatu
atribut produk. Sama halnya Taufiq (2005:144) yang menjelaskan bahwa
atribut produk merupakan manfaat produk yang ingin kita tunjukan pada
konsumen dapat kita komunikasikan dengan atribut produk. Atribut tersebut
terdiri dari:
a. Kualitas Produk
Merupakan kemampuan suatu produk dalam melaksanakan
fungsinya, hal tersebut termasuk daya tahan, keandalan, ketetapan,
mudah dalam pengoperasian dan perbaikan, dan atribut bernilai lainnya.
b. Fitur Produk
Produk dapat ditawarkan dalam fitur yang bervariasi, hal tersebut
merupakan competitive tools untuk membedakan produk perusahaan
dengan produk pesaing.
c. Rancangan Produk
Suatu rancangan yang dapat menarik perhatian, meningkatkan
kinerja produk, mengurangi biaya produk, dan memberi keunggulan
bersaing yang kuat di pasar sasaran.
13
Sedangkan menurut Tjiptono (2008:103), atribut produk adalah unsur-
unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar
pengambilan keputusan pembelian. Atribut produk tersebut meliputi:
1. Merek
Merek merupakan nama, istilah tanda, simbol/lambang, desain,
warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang
diharapkan dapat memberikan identitas dan differensiasi terhadap
produk pesaing. Pada dasarnya suatu merek juga merupakan janji
penjual untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri-ciri,
manfaat, dan jasa tertentu kepada para pembeli.
2. Kemasan
Pengemasan (packaging) merupakan proses yang berkaitan
dengan perencanaan dan pembuatan wadah (container) atau
pembungkus (wrapper) untuk suatu produk. Tujuan penggunaan
kemasan antara lain meliputi :
a. Sebagai pelindung isi.
b. Memberikan kemudahan dalam penggunaan.
c. Bermanfaat dalam pemakaian ulang.
d. Memberikan daya tarik.
e. Sebagai identitas produk.
f. Distribusi.
g. Informasi.
h. Sebagai cermin inovasi produk.
3. Pemberian Label (Labelling)
Labelling berkaitan erat dengan pengemasan. Label merupakan
bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai
produk dan penjual. Menurut Stanton, et al., seperti yang dikutip
oleh Tjiptono (2008:107), secara garis besar terdapat tiga macam
label, yaitu:
14
a. Brand Label
Yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan
pada kemasan.
b. Descriptive Label
Yaitu label yang memberikan informasi obyektif mengenai
penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian dan
kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang
berhubungan dengan produk.
c. Grade Label
Yaitu label yang mengidentifikasi penilaian kualitas produk
dengan suatu huruf, angka, atau kata.
4. Layanan Pelengkap
Layanan pelengkap (Supplementary Service) dapat
diklasifikasikan menjadi delapan kelompok, yaitu informasi,
konsultasi, order taking, hospitality, caretaking, expectation, billing,
dan pembayaran.
5. Jaminan (Garansi)
Adalah janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya
kepada konsumen, para konsumen akan diberi ganti rugi bila produk
ternyata tidak dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan atau
dijanjikan.
Dari definisi atribut produk yang telah dijelaskan para ahli, dapat
disimpulkan bahwa atribut produk merupakan unsur-unsur, karakteristik,
dan manfaat yang dimiliki suatu produk sebagai bahan pertimbangan
konsumen dalam membeli produk.
2.1.3 Produk Inovasi
Sebuah inovasi dapat didefinisikan dengan berbagai macam. Definisi
yang paling lazim diterima adalah ide atau produk apa pun yang
15
dirasakan oleh calon adopter sebagai sesuatu yang baru. Produk baru
adalah ide, perilaku, atau barang yang secara kualitatif berbeda dengan
bentuk yang sudah ada (Engel, Blackwell, dan Miniard, (1990:374).
Sedangkan menurut Saladin (2007:77), produk baru (inovasi) adalah
produk yang benar-benar inovatif dan benar-benar unik, produk
pengganti yang benar-benar berbeda dari produk yang ada, produk
imitatif, dan produk yang menggunakan bahan baku baru sama sekali.
Adapun beberapa klasifikasi inovasi sebagai dampak inovasi atas
perilaku di dalam struktur sosial, yaitu:
1. Inovasi terus menerus (continuous innovation)
Adalah modifikasi dari produk yang sudah ada dan bukan
pembuatan produk yang baru sepenuhnya. Dalam inovasi ini
menimbulkan pengaruh yang paling tidak mengacaukan pola perilaku
yang sudah mapan. Menurut Suryani (2008:302), pada umumnya
inovasi dilakukan perusahaan dalam penyempurnan atau modifikasi
produk dengan cara: inovasi kemasan, inovasi produk, dan inovasi
tempat. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan produk yang
dilakukan hanya berdasarkan pada penyempurnaan produk
sebelumnya. Contohnya antara lain menambahkan fluoride pada pasta
gigi, memperkenalkan perubahan mobil model baru, dan
menambahkan menthol pada rokok.
2. Inovasi terus menerus secara dinamis (dynamically continuous
innovation)
Melibatkan penciptaan produk baru atau perubahan produk yang
sudah ada, tetapi umumnya tidak mengubah pola yang sudah mapan
dari kebiasan belanja pelanggan dan pemakaian produk. Sedangkan
menurut Suryani (2008:303), tipe inovasi ini bersifat dinamis yang
memungkinkan produk mengalami perubahan secara terus menerus.
Contohnya adalah sikat gigi listrik, compact disc, makanan herbal, dan
raket tenis yang besar.
16
3. Inovasi terputus (discontinuous innovation)
Melibatkan pengenalan sebuah produk yang sepenuhnya baru
yang menyebabkan pembeli mengubah secara signifikan pola perilaku
mereka. Contohnya antara lain televisi, komputer, dan video cassette
recorder.
Adapun penjelasan Kotler&Keller (2009:279) mengenai produk baru
adalah menciptakan pasar yang seluruhnya baru pada satu sisi, sampai
perbaikan atau revisi kecil produk lama di sisi lain. Sebagian besar
kegiatan produk baru adalah modifikasi dan memperbaiki produk lama.
Berdasarkan penuturan para ahli, dapat disimpulkan bahwa produk
baru (inovasi) merupakan suatu ide atau gagasan yang berbeda dengan
produk yang sudah ada baik dalam bentuk, ukuran, dan rasa. Produk baru
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam memuaskan
keinginan membeli produk. Sehingga dampak dari banyaknya produk baru
yang ditawarkan, seringkali di adopsi atau diduplikasi oleh perusahaan
pesaing.
2.1.4 Tahap-tahap Dalam Proses Pengembangan Produk Baru
Banyak perusahaan yang melakukan pengembangan produk melalui
beberapa cara, yaitu dengan membuat produk baru untuk meningkatkan
penjualan. Beberapa perusahaan mendorong produk baru yang
diproduksi agar dapat diterima dan bertahan di pasar.
Sebuah produk baru tidak harus menjadi terobosan teknologi tinggi
untuk sukses, tetapi harus memberikan nilai yang baik kepada pelanggan.
Menciptakan budaya inovatif merupakan pondasi penting untuk inovasi
yang sukses. Sehingga perlu untuk mengatur beberapa batasan mengenai
jenis produk baru yang akan dipertimbangkan untuk memungkinkan
pengembangan (Cravens&Piercy, 2009:245).
17
Sumber : Cravens&Piercy (2009)
Gambar 2.2 Top Management Position as a Distinct
Dalam proses pengembangan produk baru perusahaan, tak sedikit
produk baru yang ditawarkan sukses diterima konsumen serta dapat
berkembang dan bertahan di pasar. Dikarenakan suatu produk baru
mempunyai peluang kecil dapat diterima konsumen. Untuk bergerak
rencana bisnis ke tahap pengembangan produk diperlukan studi riset
pasar yang meyakinkan tentang kebutuhan dan minat konsumen, analisis
kompetitif, dan penilaian teknis (Kotler&Keller, 2009:287).
Beberapa tahap dalam proses pengembangan produk baru, yaitu
sebagai berikut:
1. Penciptaan Ide
Proses pengembangan produk baru dimulai dengan penciptaan
ide. Beberapa ahli pemasaran percaya bahwa peluang terbesar dan
peningkatan tertinggi produk baru ditemukan dengan
mengungkapkan kemungkinan rangkaian dari kebutuhan pelanggan
yang belum terpenuhi atau inovasi teknologi. Ide produk baru bisa
berasal dari interaksi dengan berbagai kelompok dan menggunakan
teknik yang menghasilkan kreativitas (Kotler&Keller, 2009:287).
Sedangkan menurut Saladin (2007:77), penciptaan ide merupakan
mewujudkan gagasan baru.
STRATEGIC INITIATIVES
18
2. Penyaringan Ide
Dalam menyaring ide, perusahaan harus menghindari dua jenis
kesalahan. Kesalahan menolak (Drop-error) terjadi ketika
perusahaan menolak ide yang baik. Kesalahan menjalankan (GO-
error) terjadi ketika perusahaan memperbolehkan ide yang buruk
berkembang dan dikomersialkan. Tujuan penyaringan adalah
membuang ide buruk secepat mungkin (Kotler&Keller, 2009:293).
3. Pengembangan dan Pengujian Konsep
Pengembangan konsep merupakan suatu gagasan terciptanya ide
produk dalam menambahkan manfaat dari kegunaan produk.
Sedangkan pengujian konsep berarti menampilkan konsep produk,
secara simbolis atau fisik, untuk membidik konsumen dan melihat
reaksinya.
4. Pengembangan Strategi Pemasaran
Setelah uji konsep berhasil, manajer produk baru akan
mengembangkan rencana strategi tiga bagian awal untuk
memperkenalkan produk baru ke pasar, yang diantaranya:
Bagian pertama menggambarkan ukuran pasar sasaran,
struktur, dan perilaku.
Bagian kedua menggarisbawahi harga, strategi distribusi, dan
anggaran pemasaran yang direncanakan selama tahun pertama.
Bagian ketiga rencana strategi pemasaran menggambarkan
tujuan penjualan dan laba jangka panjang serta strategi bauran
pemasaran sepanjang waktu.
5. Analisis Bisnis
Dalam menganalisis bisnis, manajemen harus memperkirakan
arah pengembangan produk baru, yaitu:
Memperkirakan total penjualan
Memperkirakan biaya dan laba
19
6. Pengembangan Produk
Pengembangan produk dapat dilakukan kepada konsumen yang
telah menggunakan produk sebelumnya dengan memberikan
pemenuhan kebutuhan yang diperlukan.
7. Pengujian Pasar
Setelah produk siap dikemas dengan nama merek dan kemasan
dan dimasukan uji pasar agar dapat mengetahui seberapa besar
pasar yang ada dan bagaimana konsumen dan penyalur bereaksi
untuk menangani, menggunakan, dan membeli produk kembali.
8. Komersialisasi
Untuk memperkenalkan produk baru kepada konsumen dalam
pasar nasional, maka diperlukan media pemasaran yang mencakup
iklan, promosi, dan komunikasi.
Setiap produk baru yang ditawarkan kepada konsumen sangat
diharapkan dapat diterima oleh konsumen sebagai dasar memberikan
nilai lebih dari apa yang diharapkan. Hal tersebut merupakan
peningkatan nilai tambah dari suatu pengembangan produk baru yang
diproduksi.
Menurut Roger dalam Engel, Blackwell, dan Miniard (1990:278),
beberapa atribut atau harapan dan peningkatan dari suatu produk
menunjukan lima karakteristik yang dihubungkan dengan keberhasilan
produk baru, yaitu:
1. Keunggulan Relatif (relatif advantage)
Dapat diartikan sejauh mana produk baru tersebut akan
menggantikan produk atau melengkapi jajaran produk yang sudah
ada dalam inventory konsumen dengan memiliki keunggulan relatif
atau tidak.
20
2. Kesesuaian (compatibility)
Kesesuaian adalah determinan penting dari penerimaan produk
baru. Dimana faktor-faktor yang sesuai menurut pandangan
konsumen mudah diterima sebagai bentuk inovasi produk.
3. Kekomplekan (complexity)
Yaitu tingkat dimana inovasi di rasa sulit untuk dimengerti dan
digunakan. Dari definisi tersebut, semakin sulit konsumen mengerti
akan produk yang ditawarkan semakin kecil konsumen tersebut
menerima produk.
4. Ketercobaan (triability)
Produk baru lebih mungkin berhasil jika konsumen dapat
mencoba atau bereksperimen dengan ide secara terbatas. Misalnya
dengan pemberian sampel adalah metode efektif untuk mendorong
orang mencoba produk baru.
5. Keterlihatan (observability)
Keterlihatan dan kemudahan komunikasi mencerminkan tingkat
dimana hasil dari pemakaian produk baru terlihat oleh orang lain.
Misalnya, pada pemakaian obat herbal yang ditawarkan dimana
konsumen dapat menerima produk obat herbal tersebut jika ada
kesaksian nyata dari pengguna produk sebelumnya yang telah
berhasil memperoleh khasiatnya.
2.2 Motif Pembelian
Motif pembelian adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna untuk
mencapai suatu tujuan (Dharmmesta & Handoko, 2008:77). Sedangkan menurut
Manning & Reece (2004:159), motif pembelian dapat dianggap sebagai
kebutuhan terangsang, drive, atau keinginan. Motif ini bertindak sebagai kekuatan
yang merangsang perilaku yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan. Dan
menurut Mangkunegara (2009:11), Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan
21
dalam diri konsumen yang perlu dipenuhi agar konsumen tersebut dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Dari penuturan ahli tersebut dapat dijelaskan bahwa hasrat dan keinginan
seseorang dalam membeli suatu produk merupakan salah satu pendorong
konsumen mencapai kepuasan. Motif pembelian terhadap produk dilakukan
konsumen berdasarkan atas motivasi diri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.
Selain itu, konsumen memiliki tujuan dalam menggunakan dan menikmati produk
yang ditawarkan. Terdapat Empat elemen motif pembelian, yaitu:
Rational Buying Motives
Emotional Buying Motives
Patronage Buying Motives
Product Buying Motives
2.2.1 Rational Buying Motives
Menurut Manning & Reece (2004:160) definisi dari Rational Buying
Motives adalah pendekatan kepada alasan konsumen atau memutuskan
sesuatu berdasarkan tujuan dari suatu pembelian. Motif rasional diantaranya
adalah harga, mutu, ketersediaan barang, model, kemasan, praktis dan lain-
lain. Faktor-faktor tersebut berperan penting dalam menentukan pembelian
yang dilakukan konsumen.
2.2.2 Emotional Buying Motives
Menurut Manning & Reece (2004:159) Emotional Buying Motives adalah
motif pembelian yang melibatkan emosi ini lebih berdasarkan pada perasaan
seseorang. Motif emosional diantaranya perasaan bangga, gengsi, pengaruh
dari orang lain.
22
2.2.3 Patronage Buying Motives
Patronage Buying Motive adalah salah satu yang menyebabkan calon
pelanggan untuk membeli produk dari satu bisnis tertentu. Prospek biasanya
memiliki kontak langsung atau tidak langsung dengan bisnis tersebut dan
telah dinilai kontak ini bermanfaat (Manning & Reece, 2004;160). Dan
menurut Alma (2007), Patronage buying motive adalah selective buying
motive yang ditujukan kepada tempat atau toko tertentu. Pemilihan ini bisa
timbul karena layanan memuaskan, tempat dekat, persediaan barang cukup,
ada halaman parkir, orang-orang besar suka berbelanja ke situ dsb.
2.2.4 Product Buying Motives
Product Buying Motives adalah salah satu yang mengarah prospek untuk
membeli suatu produk yang memiliki kelebihan lain. Menariknya, keputusan
ini kadang-kadang dilakukan tanpa perbandingan secara langsung antara
produk yang bersaing. Pada saat konsumen memutuskan untuk membeli suatu
produk, konsumen melihat dari unsur produk seperti kemasan, merek, dan
kualitas. Kemasan yang menarik dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi
konsumen. Serta merek yang telah mendapatkan pengakuan sebagai brand
yang baik membuat konsumen merasa yakin akan produk yang
dikonsumsinya. Selain itu, kualitas dari produk itu sendiri menjadi salah satu
penjamin bagi konsumen terhadap kelayakan suatu produk (Manning &
Reece, 2004;161).