ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · engel, et al (1994) mengartikan perilaku konsumen...

33
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Yoghurt 2.1.1. Pengertian Yoghurt Yoghurt menurut Sumudhita (1986) adalah susu yang diasamkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan biakan starter, yakni pupukan murni Lactobacillus bulgariens dan Streptococcus thermophilus. Starter dapat dibuat sendiri maupun dibeli pada perusahaan-perusahaan pembuatanya. Yoghurt yang dibuat di pasaran ada yang masih asli dan ada pula yang sudah ditambahkan dengan cokelat, strawberry, vanili, ataupun jeruk. Yoghurt adalah susu yang ditambah bakteri lactic dan difermentasikan sehingga rasanya agak asam. Dijual dengan rasa tawar atau buah-buahan (Departemen Pertanian, 2002). Yoghurt didefinisikan sebagai bahan pangan hasil fermentasi susu oleh bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophilus) yang memiliki flavor khas, tekstur semi padat dan halus, kompak dengan rasa asam yang segar (Sudarmaji, 1998). Yoghurt pertama kali ditemukan oleh warga Turki. Awalnya para pengembala domba menyimpan susu hasil perahannya pada kantung yang terbuat dari kulit domba. Setelah disimpan dalam beberapa waktu, susu terfermentasi oleh bakteri sehingga menjadi asam, teksturnya mengental namun tidak basi 4 . Hasil temuan inilah yang berkembang menjadi yoghurt seperti yang kita kenal sekarang. Secara sederhana fermentasi didefinisikan sebagai proses menghasilkan produk dengan memanfaatkan jasa mikroorganisme (sering disebut juga dengan mikroba). Selama proses fermentasi, bakteri Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophilus akan 4 Warta Warga. 2010. Yoghurt. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/yoghurt-2. [11 Februari 2010]

Upload: lamxuyen

Post on 14-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

 

 

 

                                                           

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Yoghurt

2.1.1. Pengertian Yoghurt

Yoghurt menurut Sumudhita (1986) adalah susu yang

diasamkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan biakan

starter, yakni pupukan murni Lactobacillus bulgariens dan

Streptococcus thermophilus. Starter dapat dibuat sendiri maupun dibeli

pada perusahaan-perusahaan pembuatanya. Yoghurt yang dibuat di

pasaran ada yang masih asli dan ada pula yang sudah ditambahkan

dengan cokelat, strawberry, vanili, ataupun jeruk.

Yoghurt adalah susu yang ditambah bakteri lactic dan

difermentasikan sehingga rasanya agak asam. Dijual dengan rasa tawar

atau buah-buahan (Departemen Pertanian, 2002). Yoghurt

didefinisikan sebagai bahan pangan hasil fermentasi susu oleh bakteri

asam laktat (Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophilus)

yang memiliki flavor khas, tekstur semi padat dan halus, kompak

dengan rasa asam yang segar (Sudarmaji, 1998).

Yoghurt pertama kali ditemukan oleh warga Turki. Awalnya

para pengembala domba menyimpan susu hasil perahannya pada

kantung yang terbuat dari kulit domba. Setelah disimpan dalam

beberapa waktu, susu terfermentasi oleh bakteri sehingga menjadi

asam, teksturnya mengental namun tidak basi4. Hasil temuan inilah

yang berkembang menjadi yoghurt seperti yang kita kenal sekarang.

Secara sederhana fermentasi didefinisikan sebagai proses

menghasilkan produk dengan memanfaatkan jasa mikroorganisme

(sering disebut juga dengan mikroba). Selama proses fermentasi,

bakteri Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophilus akan  

4 Warta Warga. 2010. Yoghurt. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/yoghurt-2. [11 Februari 2010]

 

7

 

 

 

                                                           

menghasilkan asam folat dan vitamin B kompleks. Berbagai penelitian

mengungkapkan kedua vitamin itu berguna untuk mencegah

munculnya penyakit jantung koroner.

Menurut Metchnikoff, dengan mengkonsumsi yoghurt maka

akan meningkatkan jumlah bakteri baik di dalam sistem pencernaan

khususnya usus halus. Pada tahun 1908, E. Metchnikoff membuat

hipotesis yang menyatakan ada hubungan erat antara umur panjang

masyarakat pegunungan di Bulgaria dengan kebiasaan mereka

mengkonsumsi susu fermentasi. Berkat penelitian itu, peneliti ini

mendapatkan hadiah nobel dan sejak saat itu susu fermentasi terus

dikembangkan dan diteliti.

2.1.2. Manfaat Yoghurt

Menurut The Wellness Encyclopedia (1991) menyebutkan

bahwa setiap 227 gram yoghurt mengandung 275-400 mg kalsium,

angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan sumber kalsium

yang lain. Kandungan gizi yang lain adalah vitamin B-kompleks untuk

kesehatan reproduksi, protein untuk pertumbuhan, mineral dan vitamin

lain untuk menjaga dan memelihara kesehatan sel tubuh5.

Menurut Siagian (2009), yoghurt memiliki banyak manfaat bagi

manusia, antara lain:

1. Membantu penderita Lactose Intolerence

Penderita Lactose Intolerence tidak dapat mencerna laktosa yang

terkandung didalam susu sehingga apabila penderita meminum susu

akan mengakibatkan terserang diare. Kekurangan enzim pencerna

laktosa mengakibatkan setiap kali meminum susu, butiran

laktosanya akan tertinggal dipermukaan lubang usus halus dan

menyerap air dari sekitarnya yang kemudian memunculkan diare.

Dalam yoghurt, laktosa susu sudah dipecah oleh bakteri “baik”

Lactobacillus bulgaricus melalui proses fermentasi sehingga

memudahkan penyerapan oleh tubuh. Hal inilah yang menyebabkan  

5 Mutiara, Dian Aditya. 2009. Yoghurt Mencegah Penuaan Dini. http://www.wartakota.co.id/read/news/8830. [11 Februari 2010]

8

 

 

 

yoghurt sangat disarankan sebagai pengganti susu bagi orang/anak

yang tidak mampu mencerna laktosa dengan baik.

2. Degradasi Kolesterol

Penelitian pada beberapa orang yang mengkonsumsi yoghurt secara

teratur dalam jumlah dan waktu tertentu ternyata menunjukkan

jumlah kolesterol dalam serum darahnya menurun. Mekanisme

penurunan kolesterol ini terjadi karena bakteri asam laktat yang ada

pada yoghurt dapat mendegradasi kolesterol menjadi coprostanol.

Coprostanol ini merupakan zat yang tidak dapat diserap oleh usus

sehingga akan keluar bersama kotoran manusia.

3. Menghambat pathogen

Flora usus pengkonsumsi yoghurt terbukti sulit untuk ditumbuhi

kuman-kuman patogen atau kuman yang dapat menyebabkan

penyakit. Dengan terhambatnya pertumbuhan sekaligus matinya

mikroba patogen dalam lambung dan usus halus dapat menghindari

munculnya berbagai penyakit akibat infeksi atau intoksikasi

mikroba.

4. Menetralisir Antibiotik

Mengkonsumsi antibiotik memang berfungsi mematikan kuman,

tetapi zat ini tidak dapat membedakan kuman mana yang berbahaya

dan yang tidak berbahaya. Dalam usus manusia terdapat kuman

yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan flora usus yang dapat

dimusnahkan apabila seseorang mengkonsumsi antibiotik. Yoghurt

berguna sebagai penetralisir efek samping antibiotik tersebut.

5. Antikanker saluran pencernaan

Bakteri-bakteri yang berperan dalam yoghurt dapat mengubah zat-

zat pemicu kanker yang ada didalam saluran pencernaan sehingga

mampu menghambat terjadinya kanker.

6. Menjegah jantung koroner

Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus yang terdapat

dalam yoghurt akan menghasilkan asam folat dan vitamin B

9

 

 

 

                                                           

kompleks. Kedua vitamin ini dapat mencegah munculnya penyakit

jantung koroner.

2.1.3. Frozen Yoghurt

Saat ini di pasaran dijumpai berbagai jenis yoghurt. Pertama,

yoghurt pasteurisasi atau yoghurt yang setelah masa inkubasi selesai

dipasteurisasi untuk mematikan bakteri dan memperpanjang usia

simpannya. Yoghurt pasteurisasi tidak lagi memberikan sumbangan

bakteri baik bagi tubuh kecuali sebagai minuman saja. Kedua, yoghurt

beku (frozen yoghurt), yakni yoghurt yang disimpan pada suhu beku.

Ketiga, dietetik yoghurt yaitu yoghurt rendah kalori dan rendah laktosa

ataupun yang ditambah protein dan vitamin. Yoghurt sendiri memiliki

perbedaan dengan minuman lactobacillus yang ada dipasaran dalam

hal pembuatannya yang hanya menggunakan satu bakteri yaitu

Lactobacillus bulgaricus6.

Frozen yoghurt adalah penutup hidangan manis yang dibuat dari

yoghurt atau produk dairy lainnya seperti susu. Teksturnya lebih halus

daripada es krim dan lebih rendah lemak karena menggunakan susu

bukan menggunakan krim. Frozen yoghurt pertama kali diperkenalkan

ke publik Amerika pada tahun 1970an sebagai alternatif yang lebih

sehat dibandingkan es krim, akan tetapi banyak konsumen yang tidak

terlalu suka dikarenakan rasanya yang terlalu asam dan teksturnya

yang terlalu cair.

2.2. Konsumen

Konsumen menurut Sumarwan (2003) istilah konsumen sering

diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan

konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk

digunakan sendiri. Konsumen individu membeli barang dan jasa yang akan

digunakan oleh anggota keluarga lain. Konsumen individu juga mungkin

 4Milis-nakita. 2006. Beda Yoghurt dan Minuman Lactobacillus. http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg03096.html. [14 Maret 2010]

 

10

 

 

 

membeli barang dan jasa untuk hadiah teman, saudara, atau orang lain.

Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian digunakan langsung

oleh individu pemakainya disebut pemakai akhir atau konsumen akhir.

Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga

sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah perguruan tinggi,

rumah sakit). Semua jenis organisasi ini harus membeli produk, peralatan,

dan jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya

(Sumarwan, 2003).

2.2.1. Perilaku Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003),

perilaku konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan konsumen

dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan

menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan

memuaskan kebutuhan mereka.

Engel, et al (1994) mengartikan perilaku konsumen sebagai

tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi,

dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang

mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen adalah

proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik yang mengevaluasi,

memperoleh, menggunakan, dan menghabiskan barang dan jasa

(Loudon dan Della-Bitta dalam Sumarwan, 2003). Menurut Deaton

dan Muellbawer dalam Sumarwan (2003) perilaku konsumen adalah

perilaku yang berkaitan dengan preference dan possibilities.

Perilaku konsumen pada hakikatnya memahami “why do

consumers do what they do”. Dapat disimpulkan perilaku konsumen

adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang

mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika

membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah

melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan,

2003). Shiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003) mengemukakan

bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai

bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk

11

 

 

 

mengalokasikan sumberdaya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan

energi).

Perilaku konsumen dalam mengambil keputusan tentunya di

pengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang nantinya akan membentuk

perilaku proses keputusan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

konsumen dalam mengambil keputusan antara lain: lingkungan,

perbedaan individu, dan proses psikologis.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian

Dalam memutuskan akan membeli dan mengkonsumsi suatu

barang dan jasa pastinya konsumen akan mempertimbangkan beberapa

faktor yang akan mempengaruhi keputusan pembelian yang akan

diambilnya. Menurut Engel, et al (1994), terdapat determinan yang

mendasari variasi di dalam proses keputusan. Determinan ini

digolongkan ke dalam tiga kategori: (1) pengaruh lingkungan; (2)

perbedaan dan pengaruh individual; dan (3) proses psikologis.

Determinan yang mendasari variasi-variasi yang terjadi dalam proses

keputusan dapat dilihat pada Gambar 1.

Adapun penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

pengambilan keputusan oleh konsumen sebagai berikut :

1. Pengaruh Lingkungan; konsumen hidup di dalam lingkungan yang

kompleks. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi oleh:

a. Budaya, seperti digunakan di dalam studi perilaku konsumen

mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol lain

yang bermakna yang membantu individu dalam berkomunikasi,

melakukan penafsiran, dan evaluasi sebagai anggota masyarakat.

Dalam perspektif yang berbeda semua bentuk pemasaran

merupakan saluran tempat makna budaya ditransfer ke barang

konsumen.

b. Kelas Sosial, mengacu pada pembagian di dalam masyarakat

yang terdiri dari individu-individu yang berbagai nilai, minat,

dan perilaku yang sama. Masyarakat dibedakan oleh perbedaan

status sosioekonomi yang berjajar dari rendah ke tinggi. Status

12

 

 

 

sosial ini kerap menciptakan bentuk-bentuk perilaku konsumen

yang berbeda.

c. Pengaruh Pribadi, sebagai konsumen perilaku kita kerap

dipengaruhi oleh mereka yang berhubungan erat dengan kita.

Kita mungkin merespons terhadap tekanan yang dirasakan untuk

menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan

oleh orang lain.

d. Keluarga, adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih

yang dihubungkan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan

yang tinggal bersama. Keluarga adalah pengaruh utama pada

sikap perilaku individu.

e. Situasi, perilaku individu dapat berubah ketika situasi berubah.

Situasi konsumen dapat dipisahkan ke dalam tiga jenis utama

yaitu situasi komunikasi (latar dimana konsumen dihadapkan

kepada komunikasi pribadi atau non-pribadi), situasi pembelian

(latar dimana konsumen memperoleh barang dan jasa) serta

situasi pemakaian (latar dimana konsumsi terjadi).

Proses Keputusan Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Pembelian

Hasil

Perbedaan Individu Sumber Daya

Konsumen Motivasi & Keterlibatan

Pengetahuan Sikap

Kepribadian, Gaya Hidup, Demografi

Proses Psikologi Pengolahan Informasi

Pembelajaran Perubahan

Sikap/Perilaku

Pengaruh Lingkungan

Budaya Kelas Sosial

Pengaruh Pribadi Keluarga Situasi

Gambar 1. Model perilaku pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Engel, et al, 1994)

13

 

 

 

2. Perbedaan Individu: mengacu pada faktor internal yang

menggerakkan dan mempengaruhi perilaku. Perilaku konsumen

yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dibagi menjadi lima cara

penting, yaitu:

a. Sumber Daya Konsumen, setiap orang membawa tiga

sumberdaya ke dalam setiap situasi pengambilan keputusan,

antara lain: waktu, uang, dan perhatian (penerimaan informasi

dan kemampuan pengolahan). Umumnya terdapat keterbatasan

yang jelas pada ketersediaan masing-masing, sehingga

memerlukan semacam alokasi yang cermat.

b. Motivasi dan Keterlibatan, keterlibatan adalah faktor yang

penting di dalam mengerti motivasi. Keterlibatan mengacu pada

tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian dan

konsumsi.

c. Pengetahuan, dapat didefinisikan secara sederhana sebagai

informasi yang di simpan di dalam ingatan. Pengetahuan

konsumen mencakupi susunan luas informasi, seperti

ketersediaan dan karakteristik produk dan jasa, dimana dan kapan

untuk membeli, bagaimana menggunakan produk.

d. Sikap, mengacu pada pembentukan suatu sikap terhadap

alternatif-alternatif yang dipertimbangkan setelah konsumen

menyelesaikan pencarian akan informasi dan evaluasi yang luas

terhadap berbagai kemungkinan. Engel, et al (1994)

mendefinisikan sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang

memungkinkan orang berespons dengan cara mengutungkan atau

tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek

atau alternatif yang diberikan.

e. Kepribadian, Gaya Hidup, dan Demografi. Ketiga variable ini

berguna dalam mendefinisikan berbagai karakter objektif dan

subjektif dari konsumen di dalam pangsa pasar target.

Kepribadian didefinisikan sebagai respon yang konsisten

terhadap stimulus lingkungan. Keputusan pembelian seorang

14

 

 

 

konsumen bervariasi antar individu karena karakteristik yang

dimiliki oleh masing-masing konsumen. Gaya hidup adalah pola

dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang.

Demografi adalah pendeskripsian pangsa konsumen dalam istilah

seperti usia, pekerjaan, dan pendapatan. Usia merupakan orang

yang akan membeli barang atau jasa yang berbeda sepanjang

hidupnya. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pola

konsumsinya. Pendapatan akan mempengaruhi pilihan produk

seseorang.

3. Proses Psikologi

a. Pemrosesan informasi: mengacu pada proses yang dengannya

suatu stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan di dalam ingatan

dan belakangan diambil kembali. Pengolahan informasi

menyampaikan cara-cara dimana informasi ditransformasikan,

dikurangi, dirinci, disimpan, didapatkan kembali, dan digunakan.

b. Pembelajaran: mengacu pada proses dimana pengalaman

menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, atau

perilaku. Kebanyakan perilaku konsumen adalah hasil dari proses

pembelajaran. Oleh karena itu, proses belajar harus dimengerti

bila pemasaran diharapkan untuk membujuk.

c. Perubahan Sikap dan Perilaku: sikap adalah evaluasi, perasaan

emosional, dan kecenderungan tindakan atas beberapa objek dan

tindakan. Perubahan dalam sikap dan perilaku adalah sasaran

pemasaran yang lazim.

2.2.3. Proses Keputusan Pembelian

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003)

keputusan pembelian adalah pemikiran suatu tindakan dari dua atau

lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan

pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Secara umum

konsumen mungkin akan melakukan lima langkah keputusan. Lima

langkah pengambilan keputusan dapat dilihat pada Gambar 2.

15

 

 

 

Shiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003) menyebutkan ada

tiga tipe pengambilan keputusan konsumen: (a) pemecahan masalah

yang diperluas (extensive problem solving), (b) pemecahan masalah

terbatas (limited problem solving), dan (c) pemecahan masalah rutin

(routinized response behavior).

Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Pembelian

Hasil

Gambar 2. Lima langkah pengambilan keputusan (Engel, et al, 1994)

Pada pemecahan masalah diperluas, konsumen tidak membatasi

jumlah merek yang akan dipertimbangkan ke dalam jumlah yang

mudah dievaluasi (Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan, 2003).

Konsumen membutuhkan informasi yang banyak untuk menetapkan

kriteria dalam menilai merek tertentu. Konsumen juga membutuhkan

informasi yang cukup mengenai masing-masing merek yang akan

dipertimbangkan (Sumarwan, 2003). Menurut Engel, et al (1995),

konsumen akan melakukan proses evaluasi yang cermat, menggunakan

banyak kriteria evaluasi, strategi kompensasi dimana kelemahan pada

atribut tertentu dapat diimbangi dengan yang lain, dan keyakinan,

sikap, maupun niat dipegang kuat.

Pada tipe keputusan pemecahan permasalahan yang terbatas,

konsumen telah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori

produk dan berbagai merek pada kategori tersebut. Namun, konsumen

belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Pada tipe ini

konsumen menyederhanakan proses pengambilan keputusan dan tahap

pengambilan keputusannya pun tidak seperti pada pemecahan masalah

16

 

 

 

yang diperluas. Hal ini disebabkan konsumen memiliki waktu dan

sumberdaya yang terbatas (Sumarwan, 2003).

Pada pemecahan masalah rutin konsumen telah memiliki

pengalaman tentang produk yang dibelinya. Konsumen pun memiliki

standar untuk mengevaluasi merek. Pada tipe ini konsumen hanya

membutuhkan informasi yang sedikit dan biasanya pengambilan

keputusan hanya melewati dua tahapan: pengenalan kebutuhan dan

pembelian (Sumarwan, 2003).

1. Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen

menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat

perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang

sebenarnya terjadi (Sumarwan, 2003). Pengenalan kebutuhan adalah

keadaan dimana konsumen mempersepsikan perbedaan antara

keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk

membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan (Engel, et al,

1994).

Pengenalan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada

berapa banyak ketidaksesuaian yang ada diantara keadaan aktual

dan keadaan yang diinginkan (Engel, et al, 1995). Kehadiran

pengenalan kebutuhan tidak secara otomatis mengaktifkan suatu

tindakan. Ini akan bergantung pada beberapa faktor. Pertama,

kebutuhan yang dikenali harus cukup penting. Kedua, konsumen

harus percaya bahwa solusi bagi kebutuhan tersebut ada dalam batas

kemampuannya (Engel, et al, 1995). Proses pengenalan kebutuhan

yang berpusat pada tingkat ketidaksesuaian dapat dilihat pada

Gambar 3.

2. Pencarian Informasi

Menurut Sumarwan (2003) pencarian informasi mulai

dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut

bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk.

Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan dalam

17

 

 

 

ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi di luar

(pencarian eksternal).

Tidak Ada Pengenalan Kebutuhan

Keadaan Aktual

Di Atas Ambang

Tingkat Ketidaksesuaian

Pengenalan Kebutuhan

Di Bawah

Ambang

Keadaan yang Diinginkan

Gambar 3. Proses pengenalan kebutuhan berpusat pada tingkat ketidaksesuaian (Engel, et al, 1995)

Pencarian, tahap kedua dari proses pengambilan keputusan,

dapat didefinisikan sebagai aktivasi termotivasi dari pengetahuan

yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi dari

lingkungan (Engel, et al, 1995). Pencarian informasi ini dapat

bersifat internal atau eksternal. Pencarian internal melibatkan

pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan, sementara

pencarian ekternal terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar.

Langkah pertama yang dilakukan konsumen dalam mencari

informasi internal adalah mengingat kembali semua informasi yang

ada dalam ingatan (memori)nya. Informasi yang dicari meliputi

berbagi produk dan merek yang dianggap bisa memecahkan

masalahnya atau memenuhi kebutuhannya. Langkah kedua,

konsumen akan berfokus pada produk dan merek yang sangat

dikenalnya (Sumarwan, 2003).

Konsumen akan membagi produk yang dikenalnya tersebut

ke dalam tiga ketegori. Pertama adalah kelompok yang

dipertimbangkan (consideration set), yaitu kumpulan produk atau

merek yang akan dipertimbangkan lebih lanjut. Kedua adalah

18

 

 

 

kelompok yang tidak berbeda (inert set), yaitu kumpulan produk

atau merek yang dipandang tidak berbeda satu sama lain. Ketiga

adalah kelompok yang ditolak, yaitu kelompok produk atau merek

yang tidak bisa diterima.

Menurut Sumarwan (2003), pencarian eksternal adalah

proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek,

pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen.

Informasi yang dicari melalui pencarian eksternal biasanya

meliputi: alternatif merek yang tersedia, kriteria evaluasi untuk

membandingkan merek, dan tingkat kepentingan dari berbagai

kriteria evaluasi. Proses pencarian internal digambarkan seperti

yang terlihat pada Gambar 4.

Ya Tidak

Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Internal

Jalankan Pencarian Eksternal

Pencarian Internal Berhasil?

Determinan dari Pencarian Internal Pengetahuan

yang sudah ada Kemampuan

memperoleh kembali informasi

Lanjutkan dengan Keputusan

Gambar 4. Proses pencarian internal (Engel, et al, 1995)

Ketika pencarian internal terbukti tidak mencukupi,

konsumen mungkin memutuskan untuk mengumpulkan informasi

tambahan dari lingkungan. Pencarian eksternal yang digerakkan

oleh keputusan pembelian yang akan datang dikenal sebagai

pencarian prapembelian. Menurut Sumarwan (2003), pencarian

eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai berbagai

produk dan merek, pembelian maupun konsumsi pada lingkungan

konsumen. Pada tahap ini, perhatian utama pemasar adalah sumber

informasi utama yang akan dicari oleh konsumen. Sumber-sumber

informasi terdiri dari empat kelompok (Kotler, 2005) yaitu:

19

 

 

 

a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, dan kenalan

b. Sumber komersil: iklan, tenaga penjualan, kemasan dan

pedagang perantara

c. Sumber umum: media massa dan organisasi rating konsumen

d. Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan, dan penggunaan

produk.

3. Evaluasi Alternatif

Tahap ketiga dari proses keputusan konsumen adalah

evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif dapat didefinisikan sebagai

proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk

memenuhi kebutuhan konsumen (Engel, et al, 1995). Dalam

Sumarwan (2003), evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi

pilihan produk dan merek dan memilihnya sesuai dengan yang

diinginkan konsumen.

Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan

berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang

dihadapinya. Konsep dasar yang dapat membantu untuk memahami

proses evaluasi alternatif, yaitu konsumen berusaha memuaskan

suatu kebutuhan, konsumen mencari manfaat, konsumen

memandang setiap produk sebagai rangkaian atribut dengan

kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang

dicari dan memuaskan kebutuhan (Kotler, 2005).

Menurut Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2003), pada

tahap ini konsumen membentuk kepercayaan, sikap dan intensinya

mengenai alternatif produk yang dipertimbangakan tersebut. Proses

evaluasi alternatif dan proses pembentukkan kepercayaan dan sikap

adalah proses yang saling terkait erat. Evaluasi alternatif muncul

karena banyaknya alternatif pilihan. Jika konsumen berada dalam

kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (high-involvement

decision making), maka proses evaluasi alternatif akan memiliki

tahap berikut: pembentukkan kepercayaan, kemudian

pembentukkan sikap, dan keinginan berperilaku (behavioral

20

 

 

 

intentions) sehingga proses evaluasi alternatif dapat dijelaskan oleh

model multiatribut sikap (Sumarwan, 2003).

Kriteria evaluasi adalah atribut atau karakteristik dari produk

dan jasa yang digunakan untuk mengevaluasi dan menilai alternatif

pilihan (Sumarwan, 2003). Engel, et al (1995) menyebutkan tiga

atribut penting yang sering digunakan untuk evaluasi, yaitu, harga,

merek, dan negara asal atau pembuat produk. Kriteria evaluasi

tertentu yang digunakan oleh konsumen selama pengambilan

keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya

adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif-alternatif pilihan,

motivasi, keterlibatan, dan pengetahuan (Engel, et al, 1995).

Komponen dasar dari proses evaluasi alternatif digambarkan dalam

Gambar 5.

4. Pembelian

Tindakan pembelian adalah tahap besar terakhir di dalam

model perilaku konsumen (Engel, et al, 1995). Sekarang konsumen

harus mengambil tiga keputusan: (1) kapan membeli; (2) di mana

membeli; (3) bagaimana membayar. Jika konsumen telah

memutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin penggantinya

jika diperlukan, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian

meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang akan dibeli,

apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan

bagaimana cara membayarnya (Sumarwan, 2003).

Menurut Engel, et al (1995), pembelian merupakan fungsi

dari dua determinan: (1) niat dan (2) pengaruh lingkungan atau

perbedaan individu. Niat pembelian konsumen dapat digolongkan

menjadi dua kategori, antara lain: (a) produk dan merek dan (b)

kelas produk. Niat pembelian kategori produk dan merek umumnya

dirujuk sebagai pembelian yang terencana sepenuhnya.

21

 

 

 

Menentukan kriteria evaluasi

Menentukan alternatif pilihan

Menilai kinerja alternatif

Menerapan kaidah keputusan

Gambar 5. Komponen dasar proses evaluasi alternatif (Engel, et al, 1995)

Menurut Engel, et al dalam Sumarwan (2003), pembelian

produk atau jasa yang dilakukan oleh konsumen bisa digolongkan

menjadi tiga macam, yaitu:

a) Pembelian yang Terencana Sepenuhnya, yaitu jika konsumen

telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum

pembelian dilakukan. Pembelian jenis ini biasanya merupakan

hasil dari proses keputusan yang diperluas atau keterlibatan

yang tinggi.

b) Pembelian yang Separu Terencana, yaitu jika konsumen sudah

mengetahui ingin membeli suatu produk sebelum masuk ke toko

atau swalayan, namun ia belum mengatahui merek apa yang

akan dibelinya sampai konsumen mendapatkan informasi yang

lengkap dari pramuniaga atau display swalayan.

c) Pembelian yang Tidak Terencana, yaitu jika konsumen memiliki

keinginan membeli ketika berada pada toko atau mal yang

dikunjunginya. Konsumen tersebut belum memilki rencana

untuk membeli suatu produk sebelumnya. Banyak faktor yang

menyebabkan hal tersebut. Keputusan pembelian seperti ini juga

sering disebut sebagai pembelian impuls (impuls purchasing).

Kotler (2005) mengatakan terdapat dua faktor yang dapat

mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan membeli. Faktor

pertama adalah sikap dan pendirian orang lain, sampai dimana

pendirian orang lain dapat mempengaruhi alternatif yang disukai

seseorang. Faktor kedua, yang dapat mempengaruhi maksud

22

 

 

 

pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak

diantisipasi. Misalnya adanya kebutuhan yang tidak dapat ditunda-

tunda lagi pemenuhannya sehingga proses pembelian menjadi

berubah, hal ini biasa terjadi pada kehidupan sehari-hari.

5. Evaluasi Hasil Pembelian

Tugas pemasaran tidak berhenti begitu penjualan terjadi,

karena pembeli akan mengevaluasi alternatif sesudah pembeliannya

seperti halnya sebelum pembeliaan (Engel, et al, 1995). Menurut

Sumarwan (2003), dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak

akan berhenti hanya sampai proses konsumsi. Konsumen akan

melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah

dilakukannya. Inilah yang disebut sebagai evaluasi alternatif pasca

pembelian atau pasca konsumsi. Hasil dari proses evaluasi pasca

konsumsi adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi

produk atau merek yang telah dilakukannya.

Kepuasan didefinisikan sebagai evaluasi pasca konsumsi

bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau

melebihi harapan. Ketidakpuasan didefinisikan sebagai hasil dari

harapan yang diteguhkan secara negatif (Engel, et al, 1995).

Menurut Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2003), kepuasan

adalah keseluruhan sikap dan perilaku konsumen terhadap barang

dan jasa yang diperoleh dan mereka gunakan. Ini adalah penilaian

terhadap evaluasi pasca pembelian sebagai hasil dari seleksi

pembelian spesifik dan pengalaman dari menggunakan atau

mengkonsumsi suatu barang atau jasa.

Kepuasan yang timbul dalam hati konsumen menurut Kotler

(2005) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap

kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Menurut

Rangkuti (1997), kepuasan konsumen adalah respon konsumen

terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya

dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Kepuasan

23

 

 

 

konsumen dipengaruhi oleh kualitas produk, harga, dan faktor-

faktor yang bersifat pribadi. Kepuasan konsumen menurut Umar

(2000) dapat dibagi menjadi dua jenis kepuasan yaitu kepuasan

fungsional dan kepuasan psikologikal. Kepuasan fungsional adalah

kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang

dimanfaatkan sedangkan kepuasaan psikologikal merupakan

kepuasaan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud

dari produk tersebut.

2.3. Sikap

2.3.1. Konsep dan Definisi Sikap

Menurut Sumarwan (2003), sikap konsumen adalah faktor

penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Konsep sikap

sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belief) dan perilaku

(behavior). Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2003) menyebutkan

bahwa istilah pembentukkan sikap konsumen (consumer attitude

formation) seringkali menggambarkan hubungan antara kepercayan,

sikap, dan perilaku. Kepercayaan, sikap, dan perilaku juga terkait

dengan konsep atribut produk (product attribute). Atribut produk

adalah karakteristik dari suatu produk. Konsumen biasanya memiliki

kepercayaan terhadap atribut suatu produk. Kepercayaan konsumen

adalah pengetahuan konsumen mengenai suatu objek, atribut, dan

manfaatnya (Mowen dan Minor dalam Sumarwan, 2003). Maka

berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan pengetahuan

konsumen sangat terkait dengan pembahasan sikap karena

pengetahuan konsumen adalah kepercayaan konsumen.

Menurut Peter dan Olson dalam Sumarwan (2003), sikap adalah

konsep penting dalam literatur psikologi lebih dari satu abad, lebih dari

100 definisi dan 500 pengukuran sikap telah dikemukakan oleh para

ahli. Dari semua definisi tersebut, definisi sikap memiliki kesamaan

yang umum yaitu evaluasi dari seseorang. Schiffman dan Kanuk dalam

Sumarwan (2003) mendefinisikan sikap sebagai ekspresi perasaan

yang berasal dari dalam diri individu yang mencerminkan apakah

24

 

 

 

seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, dan setuju

atau tidak setuju terhadap suatu objek.

Engel, et al dalam Sumarwan (2003), mengemukakan bahwa

sikap menunjukkan apa yang konsumen sukai dan tidak sukai. Loudon

dan Della Bitta dalam Sumarwan (2003) mendefinisikan sikap sebagai

penyelenggaraan secara menyeluruh dari motivasi, emosional,

persepsi, dan proses kognitif dengan respek pada beberapa aspek dari

individu. Definisi tersebut menggambarkan pandangan kognitif dari

psikolog sosial, dimana sikap dianggap memiliki tiga unsur (1)

kognitif (pengetahuan), (2) afektif (emosi,perasaan), (3) konatif

(tindakan).

Berdasarkan dari definisi-definisi sikap yang ada maka dapat

disimpulkan bahwa sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen

tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa

menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan

manfaat dari objek tersebut (Sumarwan, 2003). Engel, et al (1994)

menyatakan bahwa sifat yang terpenting dari sikap adalah kepercayaan

dalam memegang sikap tersebut. Beberapa sikap mungkin dipegang

dengan keyakinan kuat, sementara yang lain mungkin ada dengan

tingkat kepercayaan yang minimum.

2.3.2. Karakteristik Sikap

a) Sikap Memiliki Objek

Menurut Sumarwan (2003), dalam konteks pemasaran sikap

konsumen harus terkait dengan objek. Objek tersebut bisa terkait

dengan berbagai konsumsi dan pemasaran seperti: produk, merek,

iklan, harga, kemasan, penggunaan, media, dan sebagainya. Untuk

mengetahui sikap konsumen, maka kita harus mendefinisikan

secara jelas sikap konsumen terhadap apa.

b) Konsistensi Sikap

Sikap adalah gambaran perasaan dari seorang konsumen dan

perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Oleh

karena, sikap memiliki konsistensi dengan perilaku (Sumarwan,

25

 

 

 

2003). Dapat dikatakan bahwa perilaku dari seorang konsumen

adalah gambaran sikapnya. Namun, faktor situasi seringkali

menjadi penyebab adanya inkonsisten antara sikap dan perilaku

konsumen. Seperti daya beli, yang juga termasuk faktor yang

menjadi penyebab inkonsistensi antara sikap dan perilaku

(Sumarwan, 2003).

c) Sikap Positif, Negatif, dan Netral

Sikap yang memiliki dimensi positif, negatif, dan netral disebut

sebagai karakteristik valance dari sikap (Sumarwan, 2003).

Dimensi positif diartikan konsumen menyukai produk tertentu,

dimensi negatif diartikan konsumen tidak menyukai produk

tertentu, atau bahkan seorang konsumen tidak memiliki sikap

(netral).

d) Intensitas Sikap

Sikap seorang konsumen terhadap suatu merek produk akan

bervariasi tingkatannya, ada yang sangat menyukainya atau bahkan

ada yang sangat tidak menyukainya. Ketika konsumen menyatakan

derajat tingkat kesukaan terhadap suatu produk, maka ia

mengungkapkan intesitas sikapnya (Sumarwan, 2003).

e) Resistensi Sikap

Resistensi adalah seberapa besar sikap konsumen bisa berubah.

Pemasar penting memahami bagaimana resistensi konsumen agar

bisa menerapkan strategi pemasaran yang tepat (Sumarwan, 2003).

f) Persistensi Sikap

Persistensi adalah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa

sikap akan berubah karena berlalunya waktu (Sumarwan, 2003).

g) Keyakinan Sikap

Keyakinan sikap adalah keyakinan konsumen mengenai kebenaran

sikap yang dimilikinya (Sumarwan, 2003).

26

 

 

 

h) Sikap dan Situasi

Sikap seseorang terhadap suatu objek seringkali muncul dalam

konteks situasi. Artinya situasi akan mempengaruhi sikap

konsumen terhadap suatu objek (Sumarwan, 2003).

2.3.3. Fungsi Sikap

Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003), mengemukakan

empat fungsi dari sikap, yaitu (a) fungsi utilitarian, (b) fungsi

mempertahankan ego, (c) fungsi ekspresi nilai, (d) fungsi pengetahuan.

Keempat fungsi tersebut dapat digunakan para pemasar sabagai

metode untuk mengubah sikap konsumen terhadap produk, jasa, atau

merek.

a) Fungsi Utilitarian

Sikap berfungsi mengarahkan perilaku untuk mendapatkan

penguatan positif (positive reinforcement) atau menghindari resiko

(punishment), karena itu sikap berperan sebagai operant

conditioning. Manfaat produk bagi konsumenlah yang

menyebabkan seseorang menyukai produk tersebut.

b) Fungsi Mempertahankan Ego (The Ego-Defensive Function)

Sikap berfungsi melindungi seseorang (citra diri-self image) dari

keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor

luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya. Sikap tersebut

berfungsi untuk meningkatkan rasa aman dari ancaman yang datang

dan menghilangkan keraguan yang ada dalam diri konsumen. Sikap

akan menimbulkan kepercayaan diri yang lebih baik untuk

meningkatkan citra diri dan mengatasi ancaman dari luar.

c) Fungsi Ekspresi Nilai (The Value-Expressive Function)

Sikap berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan

identitas sosial seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi,

kegiatan, dan opini dari seorang konsumen. Sebagai contoh butik

diasosiasikan sebagai tempat penjualan pakaian yang baik dan

berkualitas, maka orang-orang yang membeli pakaian di butik dapat

diasosiasikan sebagai kelas menengah keatas.

27

 

 

 

d) Fungsi Pengetahuan (The Knowledge Function)

Keingintahuan adalah salah satu karakter konsumen yang penting.

Keingintahuan terhadap banyak hal merupakan kebutuhan

konsumen. Seringkali konsumen perlu mengetahui terlebih dahulu

mengenai produk sebelum ia menyukai dan membeli produk

tersebut. Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk seringkali

mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut. Karena itu,

sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan

pengetahuan konsumen terhadap produk tersebut.

2.3.4. Atribut Produk

Karakteristik dari objek sikap adalah atribut. Atribut produk

dianggap sebagai unsur produk yang penting bagi konsumen dan

dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Menurut Umar

(2003), Atribut adalah sebuah fitur produk dimana konsumen

membentuk kepercayaan. Bagaimana atribut produk dan faktor-faktor

lainnya mempengaruhi pembentukan serta perubahan kepercayaan,

sikap, dan perilaku mungkin merupakan serangkaian ide perilaku

konsumen yang terpenting bagi manajer pemasaran.

Salient belief adalah kepercayaan konsumen bahwa produk

memiliki berbagai atribut (Sumarwan 2003). Atribut dapat menjadi

penilaian tersendiri bagi konsumen terhadap suatu produk. Menurut

Engel, et al (1994), di dalam mengukur kriteria evaluasi terdapat dua

sasaran pengukuran yang penting yaitu mengidentifikasi kriteria

evaluasi yang mencolok dan memperkirakan saliensi relatif dari

masing-masing. Atribut produk yang nantinya paling sering disebutkan

oleh konsumen akan menduduki peringkat tertinggi dan

dipertimbangkan sebagai yang paling penting.

2.3.5. Faktor Pengukuran

Jika kita ingin mengukur sikap konsumen terhadap suatu produk

maka kita harus memfokuskannya pada keseluruhan evaluasi yang

dilakukan konsumen terhadap suatu objek. Walaupun setiap

pengukuran sikap itu akan berbeda dalam susunan dan skala responnya

28

 

 

 

tetapi fokus dari pengukurannya tetap sama. Sejauh mana suatu

pengukuran sesuai atau cocok dengan suatu perilaku, yang pada

gilirannya menentukan daya ramal pengukuran tersebut akan

bergantung kepada berapa baik pengukuran tersebut menangkap empat

elemen perilaku yang mungkin yaitu: tindakan, target, waktu, dan

konteks (Engel, et al, 1994).

a) Tindakan

Elemen ini mengacu pada perilaku spesifik (misalnya: pembelian,

pemakaian, peminjaman). Penting sekali pengukuran sikap

menggambarkan elemen tindakan secara akurat, karena kelalaian

melakukan hal ini dapat merusak keakuratan prediksi mereka.

Secara umum, pengukuran sikap terhadap suatu objek (pengukuran

yang menghilangkan elemen tindakan) akan lebih rendah

kemampuannya dibandingkan pengukuran sikap terhadap perilaku

(pengukuran yang menyertakan elemen tindakan) dalam

meramalkan perilaku.

b) Target

Elemen target dapat menjadi sangat umum ataupun sangat spesifk

(membeli produk merek tertentu). Tingkat kespesifikan target

bergantung kepada perilaku minat.

c) Waktu

Elemen ini berfokus pada kerangka waktu dimana perilaku

diharapkan terjadi. Terjadinya inkonsistensi antara sikap dan

perilaku dapat disebabkan karena kelalaian dalam menetapkan

faktor pengaturan waktu.

d) Konteks

Elemen ini mengacu pada latar dimana perilaku diharapkan terjadi.

Apabila kita akan meramalkan pembelian suatu produk yang

menekankan tempat penjualan maka pengukuran sikap harus

menggabungkan elemen konteks ini.

29

 

 

 

2.3.6. Model Tiga Komponen

Peter dan Olson dalam Sumarwan (2003) mengemukakan model

analisis konsumen (a framework for consumer analysis) yang disebut

sebagai tiga unsur analisis konsumen. Ketiga unsur tersebut antara

lain: consumer effect dan cognition, consumer behavior, dan consumer

environment. Model ini mengungkapkan bagaimana hubungan masing-

masing ketiga unsur tersebut.

Peter dan Olson dalam Sumarwan (2003) mengemukakan

bahwa afektif dan konatif dari konsumen adalah respons mental

konsumen terhadap lingkungan. Afektif adalah perasaan konsumen

terhadap suatu objek (liking dan preference) sedangkan kognitif adalah

pikiran konsumen yaitu meliputi kepercayaan mereka terhadap suatu

produk. Kognitif juga meliputi pengetahuan yang dimiliki konsumen

mengenai suatu produk yang disimpannya di dalam memori. Beberapa

unsur dari afektif dan konatif yang dibahas oleh Peter dan Olson dalam

Sumarwan (2003) adalah pengetahuan dan keterlibatan konsumen

terhadap produk, perhatian, dan pemahaman konsumen, serta sikap

(attitude) dan intensi (intention).

Menurut tricomponent attitude model (Schiffman dan Kanuk

dalam Sumarwan, 2003), sikap terdiri dari tiga komponen: kognitif,

afektif, dan konatif. Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi

konsumen yang diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek-

sikap dan informasi dari berbagai sumber. Pengetahuan dan

pengalaman ini nantinya akan membentuk kepercayaan (belief).

Afektif menggambarkan emosi dan perasaan konsumen. Konatif

menunjukkan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku

terhadap suatu objek dapat dikatakan konatif berkaitan dengan

tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seorang konsumen

(intention).

Solomon dalam Sumarwan (2003) menyebutkan tricomponent

model sebagai Model Sikap ABC. A menyatakan sikap (affect), B

menyatakan perilaku (behavior), dan C menyatakan kepercayaan

30

 

 

 

(cognitive). Model ABC menganggap bahwa afek, kognitif, dan

perilaku berhubungan saru satu sama lain.

2.4. Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran itu mampu

mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2000). Setelah kuesioner tersebut

tersusun maka langkah awal yang dilakukan adalah menguji validitas

kuesioner. Pengujian validitas terhadap kuesioner dilakukan untuk

mengetahui sampai sejauh mana suatu alat pegukur (instrumen) mengukur

apa yang ingin diukur. Suatu alat ukur yang validitas atau tingkat

keabsahannya tinggi secara otomatis biasanya dapat diandalkan (reliable).

Namun sebaliknya, suatu pengukuran yang andal belum tentu memilki

keabsahan yang tinggi (Rangkuti, 1997). Suatu kuesioner dikatakan valid jika

pertanyaan-pertanyaan yang ada saling berhubungan antara konsep dengan

kenyataan empiris. Uji validitas dilakukan pada 30 orang responden. Setelah

kuesioner tersusun dan teruji validitasnya dalam prakteknya belum tentu data

yang dikumpulkan adalah data yang valid. Beberapa hal yang dapat

mengurangi validitas data seperti cara mewawancarai dan keadaan responden

sewaktu wawancara dilakukan adalah hal-hal yang perlu diperhatikan (Umar,

2000).

2.5. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan konsistensi

suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2000).

Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan

hasil pengukuran yang konsisten. Makin kecil kesalahan pengukuran, makin

reliabel alat pengukur. Sebaliknya makin besar kesalahan pengukuran, makin

tidak reliabel alat pengukuran tersebut. Besar kecilnya kesalahan pengukuran

dapat diketahui antara lain dari indeks korelasi antara hasil pengukuran

pertama dan kedua. Pada penelitian sosial, kemungkinan terjadinya kesalahan

pengukuran cukup besar karena itu untuk mengetahui hasil pengukuran yang

sebenarnya kesalahan pengukuran harus diperhitungkan. Instrumen yang baik

31

 

 

 

tidak akan bersifat tendensius yang mengarahkan responden untuk memilih

jawaban-jawaban tertentu (Umar, 2000).

2.6. Analisis Faktor

Metode analisis faktor merupakan salah satu jenis analisis multivariat.

Analisis faktor menganalisis interaksi antar variabel. Semua variabel

berstatus sama, tidak ada variabel independen yang menjadi prediktor bagi

variabel dependen, sebagaimana dijumpai dalam metode dependence

(Simamora, 2003). Analisis faktor dapat digunakan untuk mengidentifikasi

struktur hubungan antar variabel ataupun antar responden. Analisis faktor

juga digunakan untuk menemukan pola atau struktur yang mendasari

sejumlah variabel.

Menurut Santoso (2003), kegunaan dari analisis faktor antara lain: (1)

data summarization, yakni mengidentifikasikan adanya hubungan antara

peubah dengan melakukan uji korelasi, (2) data reduction, yakni melakukan

proses pembuatan suatu kelompok peubah baru yang dinamakan faktor yang

menggantikan faktor dari sejumlah peubah tertentu.

Pada analisis faktor data yang dibutuhkan adalah data metrik.

Penelitian ini menggunakan analisis faktor dengan metode principal

component analysis. Metode ini menggunakan total varians dalam

analisisnya. Dalam analisis faktor, total varians terdiri dari tiga elemen

varians. Pertama, common variance, yaitu varians suatu variabel yang juga

dimiliki variabel-variabel lain. Kedua, specific variance, yaitu varians yang

dimiliki hanya oleh sebuah variabel. Ketiga, error, yaitu varians yang

disebabkan oleh kesalahan pengukuran, kesalahan alat ukur ataupun

kesalahan pemilihan sampel (Simamora, 2003).

Menurut Suliyanto (2005), jumlah sampel minimal yang digunakan

untuk analisis faktor adalah empat sampai lima kali jumlah variabel. Namun,

bukan berarti bahwa jika dalam penelitian menggunakan analisis faktor yang

jumlah sampelnya sudah empat sampai lima kali jumlah variabel, jumlah

sampel telah mewakili populasi. Jumlah sampel yang mewakili populasi akan

tetap tergantung kepada jumlah dan tingkat variasi dari populasi yang diteliti.

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.

32

 

 

 

Hal ini bertujuan agar data kualitatif dapat dikuantifikasikan sehingga data-

data tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk angka. Penilaian terhadap

variabel-variabel dilakukan responden dengan memilih alternatif jawaban

yang terdiri dari lima tingkat kepentingan dari sangat penting, penting, biasa,

tidak penting, dan sangat tidak penting.

Santoso (2003) mengemukakan proses dasar analisis faktor adalah:

1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis

2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan, dengan menggunakan

metode Barlett Test of Sphericity dan pengukuran Measure of Sampling

Adequacy (MSA).

3. Melakukan proses inti analisis faktor yaitu factoring, atau menurunkan

satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji

sebelumnya.

4. Melakukan proses Factor Rotation atau rotasi terhadap faktor yang telah

terbentuk. Tujuan rotasi untuk memperjelas variabel yang masuk ke dalam

faktor tertentu. Beberapa metode rotasi:

a. Orthogonal Rotation, yaitu memutar sumbu 90o dengan proses rotasi,

terdiri dari metode Quartimax, Varimax, dan Equimax.

b. Oblique Rotation, yaitu memutar sumbu ke kanan, namun tidak harus

90o, yang terdiri dari metode Oblimin, Promax, dan Orthoblique.

5. Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, dengan memberi nama atas

faktor yang terbentuk tersebut. Pemberian nama harus mewakili

karakteristik dari variabel-variabel asal.

Menurut Suliyanto (2005), penentuan jumlah faktor dalam analisis

faktor dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain:

a) Penentuan berdasarkan apriori, jumlah faktor telah ditentukan sebelumnya

oleh peneliti.

b) Penentuan berdasarkan eigenvalue, jumlah faktor yang terbentuk

ditentukan oleh nilai eigenvalue. Jika suatu variabel memiliki nilai

eigenvalue lebih dari sama dengan satu maka dianggap sebagai suatu

faktor sedangkan jika suatu variabel hanya memiliki eigenvalue kurang

dari satu, tidak dimasukkan dalam model.

33

 

 

 

c) Penentuan berdasarkan scree plot yang pada dasarnya merupakan grafik

yang menggambarkan hubungan antara faktor dengan eigenvalue. Sumbu

Y menunjukkan eigenvalue sedangkan pada sumbu menunjukkan jumlah

faktor. Jumlah faktor yang terbentuk dapat dilihat dari slope yang tajam

antara faktor satu dengan faktor berikutnya.

d) Penentuan berdasarkan persentase varian, dimana nilai persentase varian

menunjukkan jumlah variasi yang berhubungan pada suatu faktor yang

dinyatakan dalam persentase. Untuk dapat menentukan jumlah faktor yang

terbentuk maka nilai persentase variannya harus ≥ 0,5 sedangkan jika

menggunakan kumulatif persentase varian maka nilainya harus ≥ 60%.

2.7. Model Sikap Multiartibut Fishbein

Teori-teori sikap mengemukakan bahwa sikap konsumen terhadap

suatu produk akan mempengaruhi perilaku atau tindakan konsumen terhadap

produk tersebut. Para pemasar berkepentingan untuk mengetahui sikap

konsumen terhadap produk yang dipasarkannya dan kemudian merumuskan

strategi untuk mempengaruhi sikap konsumen tersebut (Sumarwan, 2003).

Model Multiatribut Fishbein merupakan pengukuran sikap yang paling

popular digunakan untuk meneliti konsumen. Menurut Bowen dalam Umar

(2000), Model Sikap Fishbein ini berfokus pada prediksi sikap yang dibentuk

seorang terhadap objek tertentu.

Model Multiatribut Sikap Fishbein ini terdiri dari tiga model: the

attitude-toward-object-model, the attitude-towars-behavior-model, dan the

theory-of-reasoned-action model. Model sikap multiatribut menjelaskan

bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek sikap (produk atau merek)

sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang

dievaluasi (Sumarwan 2003).

Model the attitude-toward-object-model digunakan untuk mengukur

sikap konsumen terhadap sebuah produk (pelayanan/jasa) atau berbagai

merek produk. Model ini secara singkat menyatakan bahwa sikap seorang

konsumen terhadap suatu objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap

berbagai atribut yang dimiliki oleh objek tersebut (Sumarwan, 2003). Model

Sikap Multiatribut Fishbein ini menggambarkan bahwa sikap konsumen

34

 

 

 

terhadap suatu produk/merek ditentukan oleh dua hal, yaitu: (1) kepercayaan

terhadap atribut yang dimiliki produk atau merek (komponen bi), dan (2)

evaluasi pentingnya atribut dari produk tersebut (komponen ei).

Model sikap Fishbein secara singkat menyatakan bahwa sikap

konsumen terhadap suatu objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap

berbagai atribut yang ada di objek tersebut. Model ini di formulasikan

sebagai berikut:

n Ao = ∑ bi ei

i=1

Keterangan : Ao = Sikap terhadap suatu objek

bi = Kekuatan kepercayaan objek memiliki atribut i

ei = Evaluasi terhadap atribut i

n = Jumlah atribut yang dimiliki objek

Menurut Sumarwan (2003), Model Sikap Multiatribut Fishbein

mengemukakan tiga konsep utama, yaitu:

a. Atribut (Salient Belief)

Atribut adalah karekteristik dari objek sikap (Ao). Salient belief adalah

kepercayaan konsumen bahwa produk memiliki berbagai atribut, sering

disebut sebagai attribute-object belief. Untuk itu para peneliti sikap harus

mengidentifikasi berbagai atribut yang akan dipertimbangkan konsumen

ketika mengevaluasi suatu objek sikap.

b. Kepercayaan (Belief)

Kepercayaan adalah kekuatan kepercayaan bahwa suatu produk memiliki

atribut tertentu. Komponen bi menggambarkan kepercayaan konsumen

terhadap berbagai atribut yang dimiliki suatu merek atau produk yang

dievaluasinya. Kepercayaan tersebut sering disebut sebagai object-

attribute lingkages, yaitu kepercayaan konsumen tentang kemungkinan

adanya hubungan antara sebuah objek dengan atribut yang relevan.

c. Evaluasi Atribut

Evaluasi adalah evaluasi baik buruknya suatu atribut (evaluation of the

goodness or badness of attribute I) atau importance weigh yang

menggambarkan pentingnya suatu atribut bagi konsumen. Konsumen akan

35

 

 

 

mengidentifikasi atribut-atribut atau karakteristik yang dimiliki oleh objek

yang akan dievaluasi. Setiap atribut itu akan memiliki kepentingan yang

berbeda bagi konsumen. Komponen ei mengukur evaluasi kepentingan

atribut-atribut yang dimiliki oleh objek tersebut.

Model pada Gambar 6 digunakan agar diperoleh konsistensi antara

sikap dan perilakunya, sehingga model Fishbein ini memiliki dua

komponen, yaitu komponen sikap dan komponen norma subjektif.

a) Komponen Sikap

Komponen ini bersifat internal individu, berkaitan langsung dengan

objek penelitian dan atribut-atribut langsungnya yang memilki peranan

penting dalam pengukuran perilaku karena akan menentukan tindakan

apa yang akan dilakukan tanpa dipengaruhi faktor eksternal.

b) Komponen Norma Subjektif

Komponen ini bersifat eksternal individu yang mempunyai pengaruh

terhadap perilaku individu. Komponen ini dapat dihitung dengan cara

mengkalikan nilai kepercayaan normatif individu terhadap atribut

dengan motivasi untuk menyetujui atribut tersebut. Hubungan antara

komponen dalam model sikap fishbein ditunjukkan pada Gambar 6.

2.8. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk data konsumen yang berkaitan

dengan karakteristik konsumen. Menurut Nazir (1999) menyatakan bahwa

analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok

manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu

kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis deskriptif mempunyai tujuan

untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang

diselidiki.

36

 

 

 

Keyakinan akan atribut yang

menonjol Sikap

Evaluasi atribut

Norma Subjektif

Motivasi

Maksud Perilaku

Keyakinan Normatif Perilaku

Faktor lain

Gambar 6. Hubungan antara komponen dalam model sikap fishbein (Umar , 2000)

2.9. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai sikap konsumen dan kinerja atribut teh hijau siap

minum oleh Ayuningtyas (2009). Hasil penelitian menunjukkan pada analisis

sikap merek teh hijau siap minum yang memperoleh total sikap yang paling

baik adalah merek Nu Green Tea yaitu sebesar 19,02 kemudian diikuti

dengan merek Frestea Green sebesar 32.97, Zeatea sebesar 48,48 dan Joy

Tea Green sebesar 54,88. Nilai sikap yang paling kecil adalah nilai sikap

yang diperoleh Nu Green Tea, artinya Nu Green Tea merupakan produk teh

hijau siap minum yang paling mendekati harapan konsumen. Pada analisis

kinerja atribut, tidak ada atribut Nu Green Tea yang berada pada kuadaran I.

Pada kuadaran II terdapat atribut kejelasan kadaluarsa, kesegaran, kejelasan

izin Depkes, kemudahan mendapatkan, ketersediaan kondisi dingin, dan rasa

manis. Pada kuadaran III terdapat atribut harga, manfaat antioksidan,

komposisi dan kemasan sedangkan pada kuadaran IV terdapat atribut aroma,

iklan, promosi, dan merek.

Pada penelitian lainnya mengenai keputusan pembelian dan sikap

konsumen terhadap MER Furniture Center dilakukan oleh Parmana (2006).

Hasil analisis keputusan pembelian dan sikap konsumen menunjukkan

karakteristik konsumen produk mebel MER Furniture Center sebagian besar

adalah laki-laki, memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta, dan sudah

menikah. Selain itu jumlah anggota keluarga berkisar antara tiga sampai

37

 

 

 

enam orang dan memiliki pendapatan berkisar antara satu sampai tiga juta

rupiah. Berdasarkan analisis faktor, didapatkan faktor utama yang

dipertimbangkan dalam keputusan pembeliaan produk mebel MER Furniture

Center terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor keunggulan pelayanan, keunggulan

fasilitas, dan keunggulan desain produk. Hasil analisis multiatribut Fishbein

menunjukkan bahwa sikap konsumen terhadap atribut yang terdapat pada

MER Furniture Center adalah netral. Berdasarkan hal tersebut maka strategi

pemasaran yang dapat dilakukan adalah mempertahankan desain produk,

mempertahankan harga, meningkatkan promosi, dan mempertahankan lokasi

penjualan.

Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap atribut sepatu wanita

Donatello dilakukan oleh Nababan (2005). Berdasarkan skor penilaian pada

komponen evaluasi dan kepercayaan, diketahui tingkat kepentingan atribut

sepatu wanita memiliki urutan yaitu kenyamanan dipakai, daya tahan produk,

kesesuaian harga dengan kualitas, model produk, kemasan, reputasi merek,

dan kemudahan memperoleh. Berdasarkan hasil analisa dengan

menggunakan rumus multitribut Fishbein diketahui bahwa sikap konsumen

pada umumnya adalah baik terhadap atribut sepatu wanita Donatello.

Sedangkan untuk tingkat kepuasan konsumen, diketahui secara umum

responden mengatakan puas terhadap sepatu wanita Donatello. Namun,

berdasarkan Importance-Performance Analysis, diketahui bahwa tidak semua

atribut telah memenuhi kepuasan konsumen. Atribut yang telah memenuhi

tingkat kepuasan konsumen antara lain kemudahan memperoleh, reputassi

merek, model produk, dan kemasan. Hubungan antara sikap dan kepuasan

berdasarkan koefisiensi korelasi dengan rumus Spearman-Brown

menunjukkan bahwa semakin baik sikap konsumen terhadap atribut wanita

yang ada, maka semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja

dari atribut tersebut.

Penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Konsumen Dalam Proses

Keputusan Pembelian Frozen Yoghurt (Studi Kasus: Gerai Frozen Yoghurt

Sour Sally Mall Senayan City) ini memiliki beberapa perbedaan dengan

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu:

38

 

 

 

1. Produk yang diteliti adalah frozen yoghurt pada gerai Sour Sally Mall

Senayan City.

2. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk proses keputusan

pembelian, analisis faktor untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan pembelian, dan analisis Fishbein untuk

mengetahui sikap konsumen.

3. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 26

variabel untuk analisis faktor terdiri dari: harga, rasa, warna, tekstur,

aroma, kemasan, ukuran penyajian, jenis topping, komposisi, manfaat,

kebersihan, kehalalan, merek,ketersedian, pendapatan, usia, jenis kelamin,

pengetahuan, motivasi, teman/sahabat, kelas sosial, keluarga, gaya hidup,

kesehatan, promosi, dan lingkungan. Variabel untuk analisis sikap

Fishbein terdiri dari: harga, rasa, warna, tektur, aroma, kemasan, ukuran

penyajian, jenis topping, komposisi, manfaat, kebersihan, kehalalan,

merek, promosi, dan ketersedian.