studi pemikiran kuntowijoyo tentang ilmu sosial...

60
1 STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL PROFETIK Tesis Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Akademik Guna Memperoleh Gelar Magister Humaniora (M.Hum) dalam Program Studi Sejarah Peradaban Islam Konsentrasi Islam Indonesia Oleh: LEPRIANIDA NIM. 070301099 PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2009

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

1

STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO

TENTANG ILMU SOSIAL PROFETIK

Tesis

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Akademik

Guna Memperoleh Gelar Magister Humaniora (M.Hum)

dalam Program Studi Sejarah Peradaban Islam

Konsentrasi Islam Indonesia

Oleh:

LEPRIANIDA

NIM. 070301099

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2009

Page 2: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

2

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fenomena beragama di Indonesia saat ini secara garis besar terbagi menjadi dua, satu

kelompok menempatkan diri sebagai kaum moderat, sementara sebagian yang lain

menempatkan diri sebagai kaum tradisional1. Gambaran semacam ini mengindikasikan

bahwa ada dua perbedaan yang signifikan dalam hal menyikapi fenomena keagamaan yang

ada, namun secara garis besar perbedaan tersebut terletak pada cara pandang dalam

menyikapi permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi.

Gambaran tentang fenomena tersebut di atas juga mendasari terbentuknya konsep

teologi umat Islam saat ini. Konsep teologi dikalangan umat Islam saat ini dipahami dalam

persepsi yang berbeda-beda. Secara garis besar ada dua pandangan yang berbeda dalam

mempersepsikan teologi. “Pandangan pertama adalah mereka yang berlatar belakang tradisi

ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai suatu

disiplin ilmu yang mempelajari ilmu ketuhanan, bersifat abstrak, normatif dan skolastik.

Kajian teologi seperti ini dapat ditemui penyampaiannya di sekolah Tinggi Islam secara

formal” (Kuntowijoyo 1998, h.286).

1 Islam klasik melahirkan dua gerakan intelektual yaitu humaniora dan skolastik … Tradisional

Islam merupakan satu-satunya gerakan skolastik dalam Islam, yang telah dipraktekkan dan diajarkan sejak

paruh kedua abad ke-9, adalah teologi al-Syafi’I (204 H/820 M), teologi hukum merupakan satu-satunya

kajian yang sah diajarkan di sekolah-sekolah. Lihat, George A. Makdisi, 2005, Cita Humanisme Islam :

Panorama Kebangkitan Intelektual dan Budaya Islam dan Pengaruhnya Terhadap Renaisance Barat,

Penerjemah A. Samsu Rizal dan Nur Hidayah, Serambi: Jakarta, h. 25-26

Page 3: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

3

“Pandangan kedua disampaikan oleh para cendikiawan muslim yang tidak

mempelajari Islam dari studi-studi formal (mereka yang terlatih dalam tradisi Barat),

mereka berpandangan bahwa teologi sebagai penafsiran terhadap realitas dalam perspektif

ketuhanan, jadi lebih merupakan refleksi empiris” (Kuntowijoyo 1998, h.286).

Lebih jauh dilihat perbedaan pandangan tersebut, pandangan dari kalangan pertama

lebih menekankan pada kajian ulang mengenai ajaran-ajaran normatif dalam berbagai karya

kalam klasik. Pemahaman tersebut lebih mengajak kepada upaya untuk melakukan refleksi

normatif, sehingga pandangan ini menjadi suatu konsep teologi sebagai suatu cabang

khasanah ilmu pengetahuan keislaman yang membahas doktrin tentang ketuhanan, tentang

tauhid. Teologi dalam pandangan ini cenderung sulit menerima gagasan pembaharuan

sebab terkait dengan doktrin central Islam tentang Keesaan Tuhan.

Berbeda dengan teologi yang dipahami oleh para cendikiawan muslim sebagaimana

tersebut dalam penjelasan sebelumnya. Mereka yang memahami teologi sebagai reorientasi

pemahaman keagamaan pada realitas kekinian yang empiris. Pandangan tersebut sebagai

suatu bentuk pembaharuan teologi sebagai usaha untuk melakukan reorientasi pemahaman

keagamaaan baik secara individual maupun secara kolektif untuk menyikapi keadaan

empiris menurut perspektif Ketuhanan. Kuntowijoyo sendiri menyebutkan bahwa

“pandangan para cendikiawan tersebut sebenarnya bukan untuk mengubah doktrin tetapi

bertujuan untuk memberi interpretasi baru terhadapnya” (Kuntowijoyo 2007, h. 84).

Jadi jika diteliti lebih jauh, perdebatan tentang teologi antara kedua pandangan

tersebut masih berkisar pada tingkat semantik. Sebagian umat melihat teologi sebagai

khasanah ilmu keislaman yang membahas tentang ketuhanan, tauhid. Sebagian umat yang

lain menganggap teologi sebagai penafsiran realitas dalam persfektif ketuhanan. Perbedaan

Page 4: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

4

pandangan tentang teologi tersebut akan tampak jelas jika dilihat dari corak pemikiran

tokoh yang mengembangkan tradisi keilmuan masing-masing.

Terkait dengan penjelasan tersebut di atas, pada tahun 1980-an sebenarnya telah

muncul gerakan intelektual internasioanal. “Wacana tentang islamisasi pengetahuan yang

pertama kali muncul dan digagas oleh Ismail Raji Al-Faruqi dari Lembaga Pemikiran Islam

Internasional (International Institute of Islamic Thought) di Amerika Serikat”

(Kuntowijoyo 2007, h.7). Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut tentunya bertujuan agar

umat Islam tidak begitu saja meniru model-model dari luar dengan mengembalikan

pengetahuan pada akarnya yaitu tauhid. Dalam sebuah pengantarnya Al-Faruqi

menyebutkan “yang mendorong terjadinya penyebaran pandangan-pandangan asing adalah

sistem pendidikan, sistem pendidikan yang terbagi dua, sistem pendidikan modern dan

sistem pendidikan Islam. Percabangan sistem pendidikan ini adalah lambang kejatuhan

kaum Muslim” (Isma’il Raji Al-Faruqi 2003, h. ix). Dari kutipan tersebut tampak jelas jika

Al-Faruqi tidak sejalan dengan tokoh-tokoh muslim yang mendukung objektivitas ilmiah.

Sebab menurutnya setiap disiplin harus ditempa ulang sehingga sejalan dengan nilai-nilai

Islam atau tauhid. Karena ia menganggap sistem yang seperti itu membuat umat Islam

tergantung pada riset-riset Asing.

Dalam perjalanannya gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut mendapat reaksi

pro dan kontra dari para intelektual muslim lainnya. Mereka yang kontra dengan gagasan

tersebut melihat bahwa islamisasi pengetahuan berarti mengembalikan pengetahuan kepada

tauhid, atau konteks kepada teks. Sedangkan ilmu yang benar-benar objektiv bergantung

pada niat individu, maka niat itulah yang memerlukan Islamisasi bukan ilmunya.

Bertolak dari gerakan ini juga, kemudian berkembang gerakan intelektual yang

terus termotivasi agar umat Islam terus melangkah lebih maju, inilah yang mendorong

Page 5: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

5

lahirnya gagasan-gagasan alternatif untuk memahami realitas kekinian. Sebagai contoh,

gagasan untuk memberikan interpretasi baru sebagai suatu jalan alternatif dilontarkan oleh

Moeslim Abdurrahman, yakni mengenai “pentingnya merumuskan teologi baru yang

disebutnya sebagai Teologi Transformatif” (Moeslim Abdurrahman 1997). Gagasan

Moeslim tersebut menyiratkan serangkaian kritik tajam terhadap teologi tradisional yang

dianggap sudah tidak tepat sehingga perlu dirubah. Tafsir Transformatif menurut Moeslim

“merupakan bagian untuk mengembalikan Al-Qur’an sebagai sumber hidayah ke tangan

umat dari patronase yang selama ini mengklaim sebagai lapisan profesional (yang bisa

mengetahui kehendak Tuhan itu karena menjadi bidang pendidikannya)” (Moeslim

Abdurrahman 1996, h.169).

Meskipun pemikiran keagamaan transformatif adalah pemikiran baru, namun

gagasan dasarnya sudah lama, yaitu “mengkehendaki agar kaum Muslim menciptakan tata

sosial-moral yang adil dan egaliter, dalam rangka menghilangkan penyelewengan di atas

dunia, tetapi cara pelaksanaan gagasan tersebut berbeda, karena dipertimbangkannya aspek

sosiologis dan ilmu-ilmu sosial lainnya” (Budhy Munawar Rachman 2004, h.443).

Untuk menjembatani perdebatan pandangan tersebut, Kuntowijoyo memiliki

pemikiran tersendiri tentang penggunaan istilah teologi, Kunto menyebutkan “perlu adanya

universalisasi, istilah-istilah baku dalam Islam mestilah dicari kata-kata sepadan dalam

bahasa yang lebih universal” (Kuntowijoyo 2001, h.198). Dari sini dapat diambil benang

merah bahwa umat Islam harus menyadari bahwa pemikiran Islam hanyalah sebagian saja

dari kekayaan budaya universal.

Gagasan Teologi Transformatif Moeslim Abdurrahman tersebut oleh Kuntowijoyo

kemudian ditejemahkan dengan istilah “Ilmu Sosial Transformatif” (Kuntowijoyo 1998,

h.287). Ini bertujuan untuk menjembatani perdebatan dan kesalahpahaman penggunaan

Page 6: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

6

istilah teologi. Menurut Kunto hal pertama yang harus dihindari adalah penggunaan istilah

teologi, ini bertujuan untuk menghindari kebingungan dan untuk penggunaan istilah yang

tepat untuk maksud yang dikehendaki (Kuntowijoyo 1998, h. 287). Dengan mengganti

istilah “teologi” ke “ilmu sosial” maka dengan jelas dapat dilihat maksud dan tujuan

gagasan tersebut.

Gagasan pembaharuan teologi dimaksudkan agar agama diberi tafsiran baru dalam

rangka memahami realitas. “Metode yang digunakan adalah dengan mengelaborasi ajaran-

ajaran agama ke dalam satu bentuk teori sosial” (Kuntowijoyo 1998, h.287). Ini berarti

bahwa lingkup ilmu sosial tersebut bukan pada aspek-aspek normatif yang bersifat

permanen seperti pada teologi, tetapi pada aspek-aspek yang bersifat empiris, historis, dan

temporal. “Dengan menggunakan istilah ilmu sosial, berarti membuka kemungkinan

adanya perumusan ulang, revisi, dan rekonstruksi secara terus menerus baik melalui

refleksi empiris maupun normatif” (Kuntowijoyo 1998, h. 87). Istilah ilmu sosial ini

menurut Kuntowijoyo dianggap lebih netral dan terhindar dari pretensi doktrinal.

Sedangkan jika menggunakan istilah teologi akan tampak lebih sulit untuk dilakukan

perumusan ulang atau revisi.

Dari istilah Ilmu Sosial Transformatif tersebut Kuntowijoyo kemudian memetakan

satu istilah yang dikenal dengan “Ilmu Sosial Profetik, yang tidak hanya menjelaskan dan

mengubah fenomena sosial tetapi juga memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu

dilakukan, untuk apa dan oleh siapa” (Kuntowijoyo 2007, h. 86). Dilihat dari penjelasan

tersebut dipahami bahwa istilah Ilmu Sosial Transformatif belum mengerucut ke arah mana

tranformasi itu dilakukan, maka inilah maksud dan tujuan Kunto menggunakan istilah Ilmu

Sosial Profetik, karena dengan Ilmu Sosial Profetik bukan sekedar mengubah demi

perubahan, tetapi juga mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu.

Page 7: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

7

“Gerakan sosial profetik melandaskan dirinya pada prinsip untuk melakukan

perubaan sosial yang berangkat dari nilai profetik (kenabian) dengan kerangka pemikiran

sosial yang multi paradigmatik” (http://thepropheticinstitute.blogspot.com). Jadi, bisa

dikatakan bahwa gerakan sosial profetik hampir mirip dengan gerakan anti kekerasan,

humanis kritis yang merefleksikan secara kritis terhadap realitas sosialnya dengan ragam

bentuk struktur dan kultur sosialnya.

Ini berati bahwa gagasan “Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo tidak hanya

menggairahkan transformasi demi perubahan itu sendiri, namun mendasarkan

transformasinya atas dasar cita-cita etik dan profetik tertentu” (Kuntowijoyo 1998, h.288).

Ilmu sosial tidak hanya terbatas dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas

dan kemudian memaafkannya begitu saja tapi lebih dari itu, ilmu sosial harus juga

mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakat.

Dari konsep Ilmu Sosial Profetik yang digagas Kuntowijiyo tersebut, secara tersirat

menjelaskan bahwa Islam dapat menjadi kekuatan yang dapat memotivasi secara terus

menerus dan mentrasformasikan masyarakat dengan berbagai aspeknya ke dalam skala

yang bersifat praktis maupun teoritis. Pada transformasi yang bersifat praktis tersebut

adalah untuk memecahkan masalah masalah empiris dalam bidang sosial, ekonomi, budaya,

politik, dan lain-lain.

Di Indonesia ada banyak cendikiawan muslim yang telah merumuskan

pemikirannya tentang Islam Transformatif. Salah satu cendikiwan muslim Indonesia yang

populer dan berpengaruh adalah Harun Nasution. Beliau merupakan cendikiawan muslim

yang menjunjung tinggi etos ilmiah, sehingga dari pemikiran beliau lahir konsep Islam

Rasional. Sejalan dengan Harun Nasution, Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, dan

Page 8: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

8

Kuntowijoyo juga merupakan tokoh cendikiwan muslim Indonesia yang membawa konsep

Pembaharuan Islam.

Setiap wacana Pembaharuan Islam yang dikemukakan oleh tokoh atau para

cendikiawan muslim tersebut memiliki corak khas pemikiran masing-masing. Begitu juga

tokoh yang menjadi objek penelitian penulis, Kuntowiijoyo, ia memiliki corak pemikiran

yang khas sebagaimana disampaikan oleh para cendikiawan muslim lain yang memberikan

apresiasi terhadap karya dan pemikirannya. Seperti yang dilontarkan M. Dawan Raharjo

dalam pengantarnya, “salah satu ciri khas dari pemikiran keagamaan Kuntowijoyo adalah

secara manarik beliau mengkaitkan konsep profetik disatu pihak, dan transformatif di pihak

lain dalam kerangka ilmu-ilmu sosial. Hal tersebut bertujuan untuk membangun paradigma

baru ilmu sosial yang tepat untuk umat Islam” (Kuntowijoyo 1998, h.11-19).

Tanggapan selanjutnya dari M. Syafi’i Anwar, ia menyebutkan bahwa “corak

pemikiran Kuntowijoyo banyak didasarkan pada analisis sejarah sosial, ia berhasil

mengkonseptualisasikan Islam sebagai mata rantai peradaban dunia, Islam sebagai

paradigma besar yang terbuka … ia menawarkan kerangka paradigma untuk menafsirkan

apa yang sedang terjadi dan ke mana sebaiknya gerakan trnsformasi dilaksanakan” (M.

Syafi’i Anwar 1995, h.169).

Dilihat dari pandangan kedua tokoh tersebut di atas, dapat dilihat bagaimana corak

khas pemikiran Kuntowijoyo dalam menterjemahkan kemajuan bangsa sebagaimana dicita-

citakan oleh para cendikiawan muslim lainya. Namun hal yang penting diketahui adalah

perhatianya yang tinggi akan perlunya teori sosial yang bisa menjembatani ideal Islam dan

realitas sosial umat.

Kuntowijoyo menyebutkan, “salah satu kepentingan besar Islam sebagai sebuah

ideologi sosial adalah bagaimana mengubah masyarakat sesuai dengan cita-cita dan visinya

Page 9: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

9

mengenai transformasi sosial. Semua ideologi dan filsafat sosial bertujuan pokok untuk

mengubah masyarakat dari kondisinya sekarang menuju keadaan yang lebih ideal”

(Kuntowijoyo 1998, h. 337). Untuk menuju masyarakat yang ideal itulah yang menjadi

salah satu urgensi mengapa dewasa ini diperlukan rumusan teori sosial Islam, ini bertujuan

agar masyarakat mampu mengaktualisasikan iman pada realitas objektif dan juga mampu

memanifestasikan amal secara efektif pada kondisi dan keadaan sosial yang baru.

Kuntowijoyo mengemukakan satu konsep Ilmu Sosial Profetik, yaitu “konsep ilmu

sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga memberi

petunjuk ke arah mana transformasi dilakukan” (Kuntowijoyo 2007, h. 87). Konsep Ilmu

Sosial Profetik yang dilontarkan Kontowijoyo tersebut memiliki rujukan dasar pada Al-

Qur’an, dari landasan inilah kemudian dijelaskan gejala-gejala yang aktual dan historis

yang terjadi dalam fenomena sosial.

Dasar dari Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo adalah QS. Ali Imran : 110

Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada

yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Ali Imran

:110)

Dari ayat tersebut di atas Kuntowijoyo kemudian merumuskan tiga pilar Ilmu Sosial

Profetik, yaitu “humanisasi, liberalisasi, dan transendensi. Rumusan ini merupakan suatu

Page 10: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

10

cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis Islam yang terkandung dalam surah

Ali Ilmran : 110” (Kuntowijoyo, 2001, h. 106).

Menurut Kuntowijoyo ada empat hal yang tersirat dalam surah Ali Imran : 110,

yaitu : Pertama, konsep tentang umat terbaik (the chosen people). Umat Islam akan

menjadi umat terbaik (khaira al-ummah) dengan syarat mengerjakan amar ma’ruf,

nahi al-mungkar, dan tu’minuna bi allah. Konsep umat terbaik dalam Islam berupa

sebuah tantangan untuk berkerja lebih keras, kearah aktivisme sejarah. Dengan kata

lain, umat Islam tidak secara otomatis menjadi umat terbaik. Kedua, aktivisme

sejarah. Islam adalah agama ‘amal, sehingga berkerja di tengah-tengah manusia

memiliki arti bahwa secara ideal bagi Islam ialah keterlibatan umat dalam sejarah.

Ketiga, ayat tersebut menyebut tentang pentingnya kesadaran. Dalam Islam nilai-

nilai ilahiah (al-ma’ruf, al-munkar, iman), menjadi tumpuan aktivisme. Pandangan

kaum Marxis bahwa superstrukture (kesadaran) ditentukan oleh structure (basis

sosial, kondisi material) bertentangan dengan pandangan Islam tentang independensi

kesadaran. Hal inilah yang membedakan etika Islam dengan etika materialistik,

karena yang menentukan bentuk kesadaran bukan individu, tetapi Tuhan. Empat,

etika Profetik. Ayat tersebut juga berlaku secara umum. Dengan kata lain, ayat

tersebut berlaku bagi kalangan siapapun, baik individu (orang awam, atau ahli),

lembaga (akademi, ormas, orsospol), maupun kolektivitas (jama’ah, umat, kelompok

masyarakat). Ilmu sebagai pelembagaan dari keagamaan, penelitian dan

pengetahuan, diharuskan melaksanakan ayat tersebut, dan memberikan perintah

untuk amar ma’ruf (menyuruh kebaikan), nahi mungkar (mencegah kejelekan), dan

tu’minuna bi allah (beriman kepada Allah) (Kuntowijoyo 2001, h. 357-358).

Demikian secara singkat, konsep Ilmu Sosial Profetik yang dikemukakan oleh

Kontowijoyo, perhatian utamanya adalah emansipasi umat, yang kongkrit dan hitoris,

dengan menyangkutkannya dengan masalah-masalah aktual yang dihadapi umat.

Selanjutnya Kuntowijoyo juga menyebutkan bahwa “etika baru yang muncul kemudian

haruslah bukan saja bereaksi terhadap aktualitas, tetapi juga mampu menumbuhkan relitas-

realitas baru” (Kuntowijoyo 2006, h. 147).

Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo berniat untuk menjadi paradigma baru. Seperti

yang telah disebut di atas, jika Marxisme menawarkan paradigma baru dengan kaidahnya

mengenai structure (basis material) dan superstructure (kesadaran) dengan menyatakan

bahwa structure menentukan superstructure. Maka Ilmu Sosial Profetik membalikkan

rumusan ini dengan meletakkan kesadaran (superstructure) di atas basis material

Page 11: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

11

(structure). Kuntowijoyo yakin bahwa pandangan ini akan begitu banyak pengaruhnya

dalam lapangan ilmu sosial dan humaniora.

Jika mengacu pada rumusan Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo, tampaknya misi

dakwah Islam (dengan segala tantangan yang dihadapinya) bertujuan untuk memulihkan

sisi-sisi dasar manusia yang paling hakiki. Artinya, perilaku-perilaku manusia yang

menyimpang dari aturan-aturan Islam bukan hanya menodai dirinya, tetapi juga akan

mengganggu hak-hak asasi orang lain.

Rumusan lain dari Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo dapat dipahami juga dalam

bentuk dakwah humanis. Kegiatan dakwah, para dai tidak cukup hanya menyampaikan

ajaran Islam di atas mimbar, tetapi mereka harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk

memberikan bantuan dan semangat moral atas problem hidup yang mereka hadapi. Dakwah

humanis dimaksudkan sebagai kegiatan dakwah yang berorientasi pada perlindungan dan

penghargaan atas hak-hak asasi manusia, dan pada saat yang sama, nilai-nilai kemanusiaan,

seperti persamaan, keadilan, serta kebebasan dapat tegak. Dalam dakwah yang humanis,

seorang dai tidak cukup hanya berdakwah dengan lisan, tetapi juga dengan perbuatan.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik yaitu humanisasi, liberasi,

dan transendensi masing-masing memiliki tujuan, Ilmu Sosial Profetik diarahkan untuk

rekayasa masyarakat menuju cita-cita sosio-etiknya di masa depan. Reorientasi terhadap

epistemologi juga dapat dilakukan melalui Ilmu Sosial Profetik, yaitu bahwa sumber ilmu

pengetahuan tidak hanya dari rasio dan empiris tetapi juga dari wahyu.

Dalam upaya mengetahui jejak pemikiran Kuntowijoyo tentang Ilmu Sosial Profetik

tersebut, perlu dikakukan pengkajian dan penelitian lebih dalam terkait masalah ini. Alasan

penulis untuk melakukan penelitian terhadap pemikiran Kuntowijoyo karena beliau

merupakan sosok figur yang fenomenal pada masa itu dikarenakan konsep yang ia

Page 12: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

12

tawarkan dalam melihat realitas. Kuntowijoyo merupakan salah seorang tokoh

Muhammadiyah, ia terlibat diberbagai kegiatan Muhammadiyah bersama sejawatnya, Prof.

Dr. Amien Rais, Prof. Dr. Ichlasul Amal, Dr. Ahmad Watik Pratiknya, dan teman lainnya.

Namun, di organisasi tersebut Kunto lebih tampil sebagai pemikir, budayawan, dan

sastrawan. Dilihat dari latar belakang pendidikannya ia merupakan seorang yang ahli

sejarah. Walaupun ia seorang sejarawan tetapi apa yang dilakukan oleh Kuntowijoyo lebih

dari sejarahwan. Hal ini dikarenakan ia banyak sekali memberikan konstribusi dalam

bentuk pemikiran dan juga karya-karyanya pada bidang yang lain seperti politik, sejarah,

sastra, ilmu sosial dan corak khas Kunto dalam mengintegrasian ilmu agama dan

pengetahuan dengan konsep pengilmuan Islam.

Salah satu gagasan Kuntowijoyo yang fenomenal adalah “tentang Ilmu Sosial

Profetik, sebagai reorientasi kesadaran dari tingkat normatif ke tingkat ilmiah salah satu

prasyarat intelektual untuk memulai usaha perumusan teori sosial dari paradigma Islam”

(Kuntowijoyo 1998, h.345). Metode Ilmu Sosial Profetik sebagai upaya untuk

menerapkan ajaran Islam di tengah transformasi sosial umat Islam Indonesia. Masalah ini

merupakan kajian yang belum banyak diketahui oleh banyak kalangan. Hal lebih penting

untuk diketahui melalui penelitian ini adalah latar belakang kontruksi Ilmu Sosial Profetik,

sehingga Kuntowijoyo merumuskan suatu konsep Ilmu Sosial Profetik yang mampu

memberi solusi alternatif bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam konteks

keindonesiaan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif secara

teoritis maupun praktis. Tujuan lain dari penulisan ini adalah mencari sebuah metode yang

tepat guna menerapkan teks (Al-Qur’an dan Sunnah) yang merujuk ke gejala sosial lima

belas abad yang lalu di Arab pada konteks sosial masa kini dan di negeri ini (Indonesia).

Page 13: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

13

Inilah yang menjadi latar belakang penulis ingin mengangkat masalah ini dalam

bentuk penelitian. Dari latar belakang seperti tersebut, penulis berusaha melakukan

penelitian lebih dalam terhadap pemikiran Kuntowijoyo yang terumuskan dalam sebuah

judul, STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL PROFETIK.

Batasan Masalah

Pemikiran Kuntowijoyo meliputi berbagai bidang misalnya: Sejarah, seni, budaya, agama,

politik, pendidikan, sosial, dan lainnya yang termuat dalam karya-karya yang telah

diterbitkan atau dalam bentuk artikel dan makalah. Dalam penelitian ini, masalah yang akan

diteliti terfokus pada bidang sosial khususnya Ilmu Sosial Profetik.

Rumusan Masalah

Penelitian tersebut memfokuskan pada formulasi-formulasi Ilmu Sosial Profetik yang

diuraikan Kuntowijoyo dalam sebagaian karya-karyanya yang terpisah-pisah namun saling

memperkaya dan saling melengkapi satu sama lain. Berangkat dari paparan latar belakang

di atas maka persoalan yang hendak dijawab malalui penelitian tersebut adalah:

1. Apakah yang menjadi latar belakang Kuntowijoyo menggagas Ilmu Sosial Profetik?

2. Bagaimanakah rumusan epistemologi dan metodologi Ilmu Sosial Profetik

Kuntowijoyo ?

3. Apa saja unsur-unsur yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik yang digagas

Kuntowijoyo dan bagaimana prospek penerapan Ilmu Sosial Profetik di Indonesia ?

Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang Kuntowijoyo menggagas Ilmu Sosial Profetik.

Page 14: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

14

2. Untuk mengetahui rumusan epistemologi dan metodologi Ilmu Sosial Profetik

Kuntowijoyo.

3. Untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik yang

digagas Kuntowijoyo dan mengetahui bagaimana prospek penerapan Ilmu Sosial

Profetik di Indonesia.

Kegunaan Penelitian

Dari tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat berguna secara teoritis dan berguna

secara praktis :

1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis, penelitian berguna untuk memperkaya interpretasi baru atas Ilmu

Sosial Profetik, kemudian hasil penelitian ini konteksnya membangun dan

memperkuat teori tentang Ilmu Sosial Prifetik yang telah ada.

2. Kegunaan Praktis

Bangunan Ilmu Sosial Profetik ini akan mampu menggugah kesadaran intelektual

masyarakat sehingga menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi di

masyarakat, dan menjadi petunjuk arah perubahan masyarakat menuju lebih baik.

Definisi Operasional

Ilmu Sosial Profetik atau biasa disingkat ISP adalah salah satu gagasan penting

Kuntowijoyo. Dari istilah Ilmu Sosial Profetik tersebut, terdapat dua istilah penting yang

harus dipahami secara definisi yaitu Ilmu Sosial dan Profetik. “Ilmu Sosial adalah

sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan

manusia dan lingkungan sosialnya” (http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial, 12/3/2009).

Kuntowijoyo juga menyebutkan bahwa “dengan istilah Ilmu Sosial maka maksud dari

Page 15: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

15

gagasan tersebut tidak perlu diberi pretensi doktrinal” (Kuntowijoyo 2007, h. 85). Ini

berarti bahwa penggunaan istilah Ilmu menekankan penggunaan metode ilmiah dalam

mempelajari manusia, termasuk metode kuantitatif. Ilmu Sosial juga dianggap lebih terbuka

terhadap kemungkinan adanya perumusan ulang, revisi, dan rekontruksi secara terus

menerus baik malalui refleksi emiris maupun normatif.

Sedangkan istilah “profetik bisa diartikan secara ringkas dengan arti keagamaan”

(http://saniroy.archiplan.ugm.ac.id/., 12/3/2009). Kuntowijoyo menyebutkan “etika profetik

yang menjadikan pengalaman religius sebagai kekuatan psikologis untuk mengubah

kemanusiaan, dan menjadi dasar keterlibatan dalam sejarah” (Kuntowijoyo 2007, h. 85).

Dalam istilah lain secara substansial kata profetik dipakai sebagai katagori etis yang

mengarah pada kesadaran para nabi (prophet) yang terlibat dalam sejarah memanusiakan

manusia, membebaskan manusia, dan membawa manusia berjalan menuju Tuhan.

Kuntowijoyo menjelaskan bahwa “Ilmu Sosial Profetik adalah suatu ilmu yang

tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga memberi petunjuk ke

arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa dan oleh siapa” (Kuntowijoyo 1998,

h.288). Dalam pengertian ini maka Ilmu Sosial Profetik secara sengaja memuat kandungan

nilai dari cita-cita perubahan yang diidamkan masyarakat, tentunya perubahan tersebut

didasarkan cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis Islam.

M. Syafi’i Anwar juga memberikan pengertian tentang Ilmu Sosial Profetik

Kuntowijoyo, yaitu “ilmu yang mentransformasikan nilai normatif Islam dan

menjadikannya terlebih dahulu teori ilmu sebelum diaktualisasikan ke dalam perilaku atau

aksi sosial” (M. Syafi’i Anwar 1995, h.171). Dari pengertian tersebut di atas dapat

dipahami bahwa Islam perlu dipahami dalam kerangka ilmu, sebab dengan kerangka ilmu

itu, terutama yang empiris, umat Islam dapat lebih memahami realitas. Dengan cara itu,

Page 16: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

16

umat Islam dapat melakukan transformasi atau perubahan seperti yang ditunjukan Al-

Qur’an.

Setelah mengetahui definisi Ilmu Sosial Profetik di atas, maka secara operasional

data merujuk pada data yang terkait dengan masalah yang berhubungan dengan manusia

dan lingkungan sosialnya, dengan tetap menekankan penggunaan metode ilmiah. Karena

Ilmu Sosial Profetik sudah memiliki arah dan tujuan profetik yang jelas, maka

pengembangan ilmu sosial tersebut tidak terlepas dari nilai normatif Islam.

Tinjauan Pustaka

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian tokoh, penelitian ini tentang pemikiran

Ilmu Sosial Profetik yang digagas Kuntowijoyo, fokus penelitian adalah tentang latar

belakang Kuntowijoyo menggagas Ilmu Sosial Profetik, selanjutnya langkah-langkah

Kunto dalam merumuskan kontruksi Ilmu Sosial Profetik, sehingga substansi yang

terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik dapat dipahami dan diterapkan oleh masyarakat,

terutama dalam konteks keindonesiaan.

Dari tinjauan pustaka yang telah dilakukan, ada beberapa karya seperti skripsi,

jurnal ataupun artikel yang membahas tentang pemikiran Kuntowijoyo, namun penelitian

yang pernah dilakukan memiliki fokus yang berbeda-berbeda dengan penelitian yang akan

dilakukan, beberapa penelitian tersebut akan diuraikan dalam penjelasan berikut.

Karya ilmiah (skripsi yang telah dibukukan) tentang Kuntowijoyo pernah ditulis

oleh M. Fahmi, 2005, STRUKTURALISME TRANSENDENTAL: Jejak-jejak Pemikiran

Islam Kuntowijoyo. Yogyakarta: Pilar. Karya ini membahas tentang gagasan

Strukturalisme Transendental Kuntowijoyo. Dalam karya yang ditulisnya, M. Fahmi

menitikberatkan pembahasan pada metode yang digagas Kuntowijoyo tentang

Strukturalisme Transendental sebagai epistemologi paradigma Islam. M. Fahmi

Page 17: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

17

menyebutkan, bahwa strukturalisme transendental merupakan sebuah metode alternatif

dalam menafsirkan Al-Qur’an yang diyakini oleh Kuntowijoyo sebagai metode yang dapat

mentranformasikan penafsiran-penafsiran subjektif terhadap ajaran keagamaan dalam

rangka mengembangkan perspektif etik dan moral individual, menjadi penafsiran objektif

yang memiliki fungsi perubahan sosial. Jadi strukturalisme transendental merupakan

penerapkan ajaran sosial Islam dalam transformasi sosial umat Islam. Ajaran sosial Islam

ini terkandung dalam QS. Ali Imran: 110 yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi.

Dengan menggunakan prinsip strukturalisme transendental, membawa Kuntowijoyo sampai

pada kesimpulan bahwa Islam mempunyai kapasitas untuk dikembangkan sebagai suatu

gerakan transformasi juga untuk kepentingan universal.

Pembahasan tentang Ilmu Sosial Profetik juga pernah ditulis oleh Yusuf. A. Hasan

dengan judul ILMU SOSIAL PROFETIK DAN SEJUMLAH AGENDA KE DEPAN: Refleksi

atas Pemikiran Kuntowijoyo (Yusuf A. Hasan 1998, h.22-108). Dalam jurnal tersebut ia

menyatakan bahwa Ilmu Sosial Profetik menandaskan perlunya suatu agama (Islam)

memiliki kemampuan transformatif di tengah-tengah dua konsentrasi, yakni arus

modernisasi pada satu pihak dan teori-teori sosial Barat (yang diduga mengalami

kemandegan) di pihak lain.

Peri Umar Farouk, esai yang berjudul ILMU SOSIAL PROFETIK: Antara Teori

Kritis Teologi Pembebasan. (http://omperi.wikidot.com/ilmu-sosial-profetik:antara-teori-

kritis-teologi-pembebasan). Secara singkat esai tersebut berisi, perkembangan istilah

Teologi Transformatif, hingga sampai pada tahap istilah Ilmu Sosial Profetik. Peri juga

memberikan penjelasan Ilmu Sosial Profetik sarat nilai profetis (transenden).

Dalam esai tersebut, Peri Umar Faruk juga memaparkan perbandingan antara Ilmu

Sosial Profetik yang digagas Kuntowijoyo dengan teori kritis Jurgen Habermas.

Page 18: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

18

Kesimpulan yang ia dapatkan adalah di antara keduanya terdapat perbedaan yang

berhubungan dengan aspek normatif yang ditetapkan bagi masing-masing pencerahan dan

praksisnya. Dengan kata lain Peri Umar Faruk sampai pada kesimpulan bahwa Jurgen

Habermas tidak secara tegas menetapkan aspek normatifnya berupa nilai-nilai profetis

sebagaimana Ilmu Sosial Profetik

Selajutnya adalah artikel Happy Susanto dengan judul MENGGAGAS SOSIOLOGI

PROFETIK: Sebuah Tinjauan Awal (www.groups.yahoo.com/group/sosilogi_profetik). Ia

mencoba menawarkan gagasan sosiologi profetik dengan mengacu pada prinsip untuk

melakukan perubahan sosial yang dimulai dari nilai profetika dengan kerangka pemikiran

sosiologi yang multi paradikmatik.

Dari tinjauan pustaka di atas dapat dilihat kecenderungan peneliti mengangkat corak

khas pemikiran Kuntowijoyo. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan penulis terfokus

Ilmu Sosial Profetik secara keilmuan. Jadi penelitian ini membahas tentang Ilmu Sosial

Profetik secara lebih mendalam dan lengkap. Penelitian ini akan membahas mulai dari

sejarah lahirnya Ilmu Sosial Profetik. Latar belakang digagasnya Ilmu Sosial Profetik,

dengan melihat latar belakang kehidupan (potret kehidupan Kuntowijoyo) dan latar

belakang keilmuan yang membangun pemikiran keislaman Kuntowijoyo. Selanjutnya

fokus penelitian ini juga pada epistemologi dan metodologi Ilmu Sosial Profetik. Terakhir

substansi yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik, serta prospek penerapan Ilmu Sosial

Profetik di Indonesia.

Kerangka Teori

Indonesia pasca tumbangnya pemerintahan Orde Baru masuk pada masa reformasi,

perubahan dan pembangunan melaju cepat seiring berkembangnya kemajuan zaman. Ada

banyak cara dan sikap yang lakukan oleh masyarakat dalam menyikapi kemajuan dan

Page 19: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

19

perkembangan zaman tersebut. Terkait dengan pemasalah yang akan diteliti, penulis

menyebutkan bahwa ada beberapa tokoh intelektual muslim yang telah memberikan

kontribusi positif untuk menyikapi persoalan yang kerap dihadapi oleh masyarakat

multicultural terkait dengan agama, sosial, humaniora, maupun perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Tokoh intelektual Indonesia yang mewacanakan Islam transformatif dalam wacana

keislaman di Indonesia antara lain Muslim Abdurrahman, ia merumuskan suatu teologi

baru yang ia sebut sebagai Teologi Transformatif.

“Melalui tafsir transformatif yang dalam memahami gagasan Tuhan dibutuhkan

sekurang-kurangnya tiga wilayah interpretasi: Pertama, memahami konstruk sosial, kedua,

membawa konstruk itu berhadapan dengan interpretasi teks (Al-Qur’an), ketiga,

penghadapan konstruk sosial dan model ideal teks itu kemudian diwujudkan dalam aksi

sejarah yang baru: Transformasi sosial” (Moeslim Abdurrahman 1996, h.163).

Gagasan ini menyiratkan serangkaian kritik terhadap teologi tradisional yang

dianggap sudah tidak tepat sehingga perlu dirombak. Berawal dari gagasan inilah kemudian

istilah tersebut terus berkembang. Perkembangan istilah dari Teologi Transformatif menjadi

Ilmu Sosial Profetik sebetulnya melewati dulu apa yang disebut oleh Kuntowijoyo sebagai

Ilmu Sosial Transformatif. Oleh karenanya “perkembangan tersebut mengandung dua

penggantian yang sangat menentukan nantinya bagi gagasan definitif Ilmu Sosial Profetik.

Yakni penggantian istilah teologi menjadi ilmu sosial, serta penggantian istilah

transformatif menjadi profetik“ (Kuntowijoyo 1998, h.287).

Kuntowijoyo menghendaki penggantian istilah teologi menjadi ilmu sosial, agar

pengembangan gagasan teologi transformatif dapat diterima secara luas. Menurut

Kuntowijoyo konsep teologi dalam masyarakat masih dipersepsi secara berbeda-beda, yang

menyebabkan pembaharuan atasnya relatif belum dapat diterima. Sedangkan istilah ilmu

Page 20: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

20

sosial dianggapnya lebih netral dan terhindar dari pretensi doktrinal, karena kebanyakan

dari masyarakat mengakui sifatnya yang nisbi.

Tujuan selanjutnya dari penggantian istilah ini adalah penekanan pencarian Ilmu

Sosial Profetik yang menurut Kuntowijoyo lebih terfokus pada aspek yang bersifat empiris,

historis, dan temporal. Tidak seperti teologi, ruang lingkup ilmu sosial tidak ditekankan

pada aspek normatif yang bersifat permanen. Sehingga pada akhirnya, dengan pemakaian

istilah ilmu sosial akan dengan bebasnya mengutak-atik avonturisme intelektual di segala

ruang waktu.

Tentang Islam Transformatif, Syafi’i Ma’arif menyebutkan bahwa “pemikiran

tansformatif tersebut bertolak dari pandangan dasar bahwa misi Islam yang pertama adalah

kemanusiaan” (Syafi’i Ma’arif 1995, h.162). Menurutnya secara praktis tujuan

transformatif tersebut adalah pemecahan masalah empiris di bidang sosial-ekonomi,

pengembangan masyarakat, penyadaran hak-hak politik rakyat, orientasi keadilan sosial

dan sebagainya. Jadi inilah dasar dan tujuan gagasan transformatif Syafi’i Ma’arif.

Corak pemikiran tranformatif yang berorientasi praktis juga digagas oleh M.

Dawam Raharjo, menurutnya “Teologi Transformatif ialah teologi yang melihat Islam

sebagai ideologi pembebas dan emansipatoris” (Syafi’i Ma’arif 1995, h.162). Ini

dimaksudkan, bahwa masyarakat akan bergerak untuk melakukan perubahan yang

revolusioner, dan membebaskan umat dari kebodohan dan ketertindasan serta hegemoni

sistem pemikiran yang dominan di dunia.

Sejalan dengan Islam Transformatif, Islam Emansipatotis juga merupakan salah satu

diskursus pergerakan pemikiran Islam di Indonesia. Seperti halnya Islam trasformatif,

“Islam Emansipatoris juga muncul karena dilatarbelakangi oleh pemahaman pemikiran

keagamaan (tafsir) yang mengalami kemandekan” (Very Verdiansyah 2004, h.75). Dari

Page 21: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

21

realitas keagamaan tersebutlah, Islam emansipatoris hadir dengan suatu konsep yang

diharapkan mampu memberikan kontribusi.

“Secara praktis diskursif; pertama, Islam Emansipatoris memberikan perspektif baru

terhadap teks, ini dilakukan dengan melihat teks dari kacamata kontekstualisasi dan

problem kemanusiaan, karena teks lahir dari situasi dan kultur masyarakat pada zaman itu.

Kedua, Islam Emansipatoris menempatkan manusia sebagai subjek penafsiran keagamaan.

Ini dilakukan dalam rangka mendekatkan jarak antara teks dan relitas. Kedua, Islam

emansipatoris concern kepada persoalan-persoalan kemanuasiaan ketimbang persoalan-

persoalan teologis” (Very Verdiansyah 2004, h. 75-76).

Dari gagasan yang dikemukakan para tokoh cendikiawan muslim tersebut dapat

dipahami bahwa mereka mengkehendaki teologi bukan sekedar ajaran yang netral, tetapi

sebagai satu ajaran yang mampu membebaskan umat Islam dari berbagai kelemahan.

Terlebih di Indonesia, kondisi masyarakat yang multikultural, banyak hal yang dapat

memicu terjadinya gesekan-gesekan yang dapat menyebabkan konflik, hal tersebut bisa

terjadi dalam kehidupan masyarakat sosial, ekonomi, budaya, politik dan agama. Untuk

itulah diperlukan pengembangan teori-teori sosial yang bersifat praktis maupun teoritis,

untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar senantiasa bijaksana dalam

menghadapi setiap permasalahan.

Teori yang telah dikemukakan para cendikiawan muslim tersebut sebagai landasan

bagi peneliti untuk melakukan penelitian terhadap corak pemikiran Kuntowijoyo yang

terkait dengan Ilmu Sosial Profetik. Karena Ilmu Sosial Profetik memiliki landasan yang

jelas yaitu Al-Qur’an maka penulis yakin penelitian terhadap masalah ini dapat melahirkan

pengetahuan baru yang aktual, yang dapat menjawab permasalah masyarakat Indonesia saat

ini. Secara praktis Ilmu Sosial Profetik yang digagas oleh Kuntowijoyo merupakan upaya

perbaikan untuk kehidupan masyarakat Indonesia pada tataran empiris di masa depan.

Secara teoritis Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo menawarkan kerangka paradigama Islam

sebagai tujuan

Page 22: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

22

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk mengamati dan menganalisa bagaimanakah gagasan Ilmu

Sosial Profetik yang digagas oleh Kuntowijoyo. Penelitan ini termasuk penelitian pustaka

(library research). Sifat penelitian yang dilakukan adalah penelitian tekstual yang

bertumpu pada pemahaman teks yang ada hubungannya dengan persoalan yang diteliti

yang bersifat kualitataif deskriptif. Bahan-bahan tekstual tersebut kemudian diapaparkan

dengan menggunakan pedekatan historis dan filosofis.

Pendekatan historis digunakan untuk menelusuri ide-ide Kuntowijoyo dalam

menformulasikan agama Islam sebagai Ilmu Sosial Profetik. Sedangkan “pendekatan

filosofis digunakan untuk menganalisis argumentasi-argumentasi filosofis Kuntowijoyo

dalam menguraikan Ilmu Sosial Profetik, dan untuk menemukan alasan rasionalnya dalam

menjawab berbagai problematika agama Islam yang dihadapi umat melalui Ilmu Sosial

Profetik” (Peter Connoly (Ed) 2002, h.147-148).

Dengan menggunakan metode interpretasi yaitu “menafsirkan/membuat tafsiran,

tetapi yang tidak bersifat subjektif (menurut selera penafsir) melainkan harus bertumpu

pada evidensi objektif, untuk mencapai kebenaran otentik” (Sudarto 1996, h. 420). Melalui

metode interpretasi “pemikiran tokoh diselami, untuk menangkap arti dan nuansa yang

dimaksud tokoh secara khas” (Anton Beker dan Achmad Charris Zuabair 1990, h. 63).

Metode Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian menggunakan metode analitis kritis,

sebagaimana dikutip dari Yuyun S. Suriasumantri adalah sebagai berkut: (Mastuhu 1998,

h.46-47)

Page 23: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

23

a) Dengan metode analitis kritis ini adalah mendeskripsikan gagasan primer yang

menjadi objek penelitian tersebut. Gagasan primer diperoleh dari naskah

primer dan sekunder.

b) Membahas gagasan primer tersebut, yang pada hakikatnya memberikan

“penafsiran” peneliti terhadap gagasan yang telah dideskripsikan.

c) Melakukan kritik terhadap gagasan primer yang telah ditafsirkan tersebut.

Kritik dalam metode analitis kritis merupakan suatu kaharusan.

d) Malakukan studi analitik yakni studi terhadap serangkaian gagasan primer

dalam bentuk perbandingan, hubungan, pengembangan model rasional, dan

penelitian historis. Studi perbandingan adalah upaya menemukan perbedaan

antara dua atau lebih objek penelitian.

e) Menyimpulkan hasil penelitian. Tujuan semua penelitian akademik adalah

menyimpulkan sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah

dengan studi pustaka dari literatur-literatur dan buku-buku yang memuat karya tokoh yang

berhubungan dan menunjang penelitian. Buku sebagai sumber data primer dan sumber data

sekunder dalam penelitian ini. Data dan informasi juga di peroleh melalui media cetak,

media elektronik (internet).

Sumber Data

Yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ada dua, kedua karya ini merupakan

karya asli Kuntowijoyo yang membahas tentang Ilmu Sosial Profetik, karya-karya tersebut

antara lain:

1. Paradigma Islam (Mizan : Bandung, 1998 Cet VIII)

2. Islam Sebagai Ilmu (Tiarawacana :Yogyakarta, 2007 Cet. 2)

Meskipun demikian, data juga diperoleh dan diperdalam malalui karya-karya Kuntowijoyo

yang lain, sebab ada bebarapa karya Kunto yang dalam pembahasannya memuat tentang

Ilmu Sosial Profetik sebagai masalah yang diteliti, karya tersebut antara lain:

1. Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1994)

2. Identitas Politik Umat Islam (Mizan : Bandung, 1997)

3. Muslim Tanpa Mesjid (Mizan: Bandung, 2001)

Page 24: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

24

4. Selamat Tinggal Mitos Selamat Datang Realitas (Mizan : Bandung, 2002)

5. Budaya dan Masyarakat (Tiarawacana :Yogyakarta, 2006)

Sedangkan yang menjadi data sekunder adalah karya-karya penulis lain yang telah meneliti

pemikiran Kuntowijoyo sebelumnya, dan buku serta jurnal yang relevan dengan masalah

penelitian, antara lain:

1. M Ayafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik

Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru (Paramadina : Jakarta.1995)

2. Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum

Beriman. (Srigunting: Jakarta. 2004)

3. M.Fahmi, Strukturalisme Transendental: Jejak-jejak Pemikiran Islam

Kuntowijoyo. (Pilar :Yogyakarta. 2005) dan lainnya

Teknik Analisa Data

Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan tekhnik content

analisyis (analisis isi) terutama dalam strategi verifikasi kualitatif. Secara tekhnik, “content

analysis peneliti memulai analisisnya dengan menggunakan lambang-lambang tertentu,

mengklasifikasi data tersebut dengan kriteria tertentu serta melakukan prediksi dengan

tehnik analisis tertentu” (Burhan Bungin 2003, h.84-85). Melalui tahapan-tahapan tersebut

penulis melakukan penelitian atas pemikiran Kuntowijoyo tentang Ilmu Sosial Profetik.

Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penulisan tesis ini, maka penulisan tesis ini di bagi dalam enam

tahapan dengan perincian sebagai berikut :

Page 25: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

25

Bab 1, Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi oprasional, tinjauan

pustaka, kerangka teori, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab 2, Membahas tentang, Latar Belakang Ilmu Sosial Profetik, yang dijabarkan

dalam sub bab, Biografi Kuntowijoyo, Konfrontasi Pemikiran Isma’il Raji Al-

Faruqi dengan Kuntowijoyo tentang Islamisasi Ilmu, Konsep Teologi Transformatif

Moeslim Abdurrahman sebagai Langkah Awal Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo.

Bab 3, Membahas Epistemologi dan Metodologi Ilmu Sosial Profetik, yang

dijabarkan dalam sub bab, Paradigma Al-Qur’an sebagai Perumusan Teori, Dasar-

dasar Paradigma Islam (epistemologi), Cara Menterjemahkan Agama yang

Normatif ke dalam Ilmu yang Empiris (metodologi).

Bab 4, Membahas tentang Substansi Ilmu Sosial Profetik, yang dijabarkan dalam

sub bab, Humanisasi, Liberasi, Transendensi. Prospek Penerapan Ilmu Sosial

Profetik di Indonesia

Bab 5, Bab Simpulan yang berisi simpulan, saran-saran, rekomendasi, dan sebagai

akhir dari keseluruhan penulisan tesis ini dicantumkan daftar kepustakaan yang

dijadikan sumber data penelitian.

Page 26: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

26

BAB 2

LATAR BELAKANG

ILMU SOSIAL PROFETIK KUNTOWIJOYO

Biografi Kuntowijoyo

Kuntowijoyo, Ph.D dilahirkan “Sanden, Bantul, Jogjakarta, 18 September 1943. Ia anak

kedua dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama H. Abdul Wahid Sosroatmojo dan

ibunya bernama Hj. Warasti” (http://pusatbahasa.diknas.go.id/ 23-3-2008). Meskipun

dilahirkan di Jogjakarta, namun Kuntowijoyo lebih banyak melewati masa hidupnya di

Klaten dan Solo. Ia dibesarkan di desa bernama Ngawonggo, di wilayah Kecamatan Ceper,

Klaten, dalam lingkungan keluarga Jawa yang beragama Islam beraliran Muhammadiyah.

Dari penjelasan di atas, bila dilihat dari perjalanan hidupnya Kunto dibesarkan dan

dipengaruhi dua budaya sekaligus yaitu Surakarta dan Jogjakarta. “Sekalipun kedua budaya

tersebut memiliki kesamaan (budaya kejawen) tetapi keduanya juga terdapat perbedaan

yaitu budaya Jogjakarta bersifat seadanya, gagah, aktif dan budaya Surakarta bersifat

kenes- penuh bunga, feminis-konteplatif, karena lahir di tengah kemapanan dan

kenyamanan” (M. Fahmi 2005, h.30). Pengaruh dari kedua budaya tersebutlah yang nanti

Page 27: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

27

akan memberikan warna tersendiri dalam proses kreatif penulisan karya-karya

Kuntowijoyo.

“Kuntowijoyo menikah tahun 1969 dengan Susilaningsih, lulusan IAIN Sunan

Kalijaga Jogjakarta. Dari pernikahannya itu Kuntowijoyo mempunyai dua orang anak,

Punang Amaripuja dan Alun Paradipta” (http://pusatbahasa.diknas.go.id/ 23-3-2008).

Susilaningsih saat ini merupakan salah seorang dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam

Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Jogjakarta. Berkat keuletannya, sang istri berhasil meraih

gelar MA di bidang Psikologi ketika Kuntowijoyo studi di Amerika. Peran istri dan

keluarga sangat besar dalam karya-karya Kuntowijoyo, karena bagi Kunto mereka adalah

spirit yang terus memberikan semangat kepadanya untuk terus berkarya.

Namun sejak awal “1990-an Kuntowijoyo menderita sakit yang di Indonesia

tergolong langka. Ia terkena radang selaput otak, yang dalam istilah medis disebut meningo

enshephilitis” (M. Fahmi 2005, h. 37). Penyakit ini disebabkan oleh sejenis virus flu ganas

yang menyerang selaput otak. Dampak penyakit tersebut adalah kemampuan otak untuk

menggerakkan anggota tubuh menjadi terganggu. Namun kesakitan dan kesulitan yang

dialami oleh Kuntowijoyo tersebut tidak menghalanginya untuk tetap terus menulis.

Meskipun menjalani hidup dan hari-hari (selama puluhan tahun) dalam keadaan

sakit, Profesor (Guru Besar Ilmu Budaya) Universitas Gajah Mada Jogjakarta yang

gagasan-gagasannya kini mulai dikaji oleh banyak kalangan ini masih terus berkarya

hingga akhir hayatnya. Beberapa gagasan Kuntowijoyo yang terkenal misalnya: Ilmu Sosial

Profetik, Sejarah Sosial, Periodeisasi Kesadaran Keagamaan Umat Islam, dll.

“Hari Selasa 22 Februari 2005 tepat pukul 15.50, Prof Dr Kuntowijoyo akhirnya

kembali menemui Sang Khalik”. Meski telah lebih dari 10 tahun menderita sakit, berita

kematiannya itu tetap saja mengejutkan teman-temannya. Minggu pagi ia masih jalan pagi

Page 28: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

28

ditemani istri, Dra Susilaningsih MA, sebagai terapi atas sakit menahunnya. Senin dini hari

pukul 02.00, dadanya terasa sesak hingga sulit bernapas. Kunto segera dilarikan ke RS

Sardjito, Jogjakarta. Senin malam Kuntowijoyo mengalami gangguan pernapasan dan

segera dibawa ke ICU. Selasa sore, Kuntowijoyo wafat.

Potret Pendidikan dan Organisasi yang Pernah Diikuti Kuntowijoyo

Masa kecil Kuntowijoyo adalah masa ketika bergolaknya agresi Belanda pada tahun 1947-

1948. “Pada tahun 1950, Kunto masuk Sekolah Rakyat Negeri Ngawonggo dan

menamatkan Sekolah Rakyatnya pada tahun 1956 dan SMP tahun 1959, semuanya di

Klaten” (http://pusatbahasa.diknas.go.id/ 23-3-2008). Seperti halnya anak-anak yang lain,

Kuntowijoyo aktif mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan. Sepulang sekolah sehabis

Zuhur sampai selepas Ashar sebagaimana lazimnya anak-anak desa pada waktu itu

Kuntowijoyo pergi ke surau untuk belajar agama. Malamnya sehabis maghrib hingga isya’,

ia kembali ke surau untuk mangaji.

Ketika belajar di Madrasah, “Kuntowijoyo kecil kagum kepada Ustad Mustajab,

guru mengajinya karena bisa menerangkan peristiwa tarikh (sejarah Islam) secara dramatik,

menghanyutkan para murid hingga seolah ikut mengalami peristiwa itu”

(http://www.ghabo.com/gpedia/ 9-4-2008). Selain itu, “Ketertarikannya pada sastra mulai

tampak saat SD. Ia sering mendengarkan siaran puisi dari radio Surakarta asuhan Mansur

Samin dan Budiman S. Hartojo. Mentornya, M. Saribi Arifin dan M.Yusmanam,

mendorongnya untuk menulis sastra” (http://pusatbahasa.diknas.go.id/ 23-3-2008). Kunto

juga telah menyalurkan bakat seninya dengan menyalurkannya pada tempat yang tepat

yaitu dengan bergabung ke dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), semasa di

Sekolah Rakyat. Di sinilah ia belajar berdeklamasi, bermain drama, dan menulis puisi. Ini

Page 29: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

29

merupakan proses mata rantai yang mengantarkan Kuntowijoyo akhirnya menjadi ahli

sejarah, di samping seorang pengarang.

Saat mengaji di surau pula, Kunto secara kebetulan mengenal Muhammadiyah

lantaran suraunya milik Muhammadiyah. Namun Kunto merasa kesulitan untuk

menunjukkan secara persis kapan tepatnya ia masuk Muhammadiyah. Begitulah besarnya

pengaruh surau di masa kecil Kuntowijoyo, guru di surau tersebut telah menggoreskan

pelajaran yang mendalam terhadap diri Kuntowijoyo. Guru Kuntowijoyo adalah “Pak

Mustajab, seorang pengajar yang juga pimpinan pandu, pemain sandiwara, dagelan, dan

juga suka berpidato mengenai agama dan politik” (M. Fahmi 2005, h.33). Di sinilah (surau)

Kuntowijoyo mulai belajar mengaji sekaligus deklamasi. Dari guru-guru tersebut juga yang

telah membuka pandangan Kunto terhadap arti organisasi berubah hinggga pada akhirnya

ia berkesimpulan bahwa wadah tidak lagi menjadi persoalan baginya.

Masa SMP Kuntowijoyo dihabiskan dengan bersekolah di “SMP 1 Klaten”, di

sekolah inilah ia belajar menulis, dan mulai mengenal apa yang sebut sebagai cerita pendek

(cerpen). Ia juga banyak membaca karya-karya Nugroho Notosusanto, Sitor Situmorang,

dan karya-karya yang dimuat di majalah Kisah. Inilah yang membuktikan ketertarikan

Kuntowijoyo terhadap dunia bacaan dan sastra, hingga ia menyelesaikan “SMP pada tahun

1959” (M. Fahmi 2005, h.34).

Selanjutnya Kuntowijoyo meneruskan pendidikan SMAnya di Surakarta. Di SMA,

ia banyak membaca karya sastra, baik dari penulis Indonesia maupun dari luar negeri,

seperti Karl May, Charles Dickens, dan Anton Chekov. Kunto berhasil menyelesaikan

SMA di Surakarta tahun 1962.

Setelah menyelesaikan SMA di Surakarta, Kuntowijoyo melanjutkan pendidikannya

di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, dengan bimbingan Prof. Dr.

Page 30: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

30

Sartono Kartodirdjo, Kuntowijoyo akhirnya menjadi ahli sejarah, di samping seorang

pengarang. Dengan bekal itu, “pada tahun 1964 ia menulis novel pertamanya, Kereta Api

yang Berangkat Pagi Hari, yang kemudian dimuat sebagai cerita bersambung di harian

Djihad tahun 1966. Selain itu, ia juga menulis cerpen dan drama pendek untuk klubnya.

Namun, ia baru mempublikasikan karyanya itu pada tahun 1967 di majalah Horison”

(http://pusatbahasa.diknas.go.id/ 23-3-2008). Kuntowijoyo berhasil menyeleselesaikan S1

di Fakultas Sastra UGM tahun 1969. Kemudian, pada tahun yang sama ia diangkat sebagai

staf pengajar di almamaternya.

Sebagai sarjana ilmu sejarah sebagai pendidikan formalnya, pada tahun 1973

Kuntowijoyo mendapat tugas meneruskan “studi S-2 di The University of Connecticut,

Amerika Serikat, setahun kemudian ia berhasil memperoleh gelar M.A.” Pendidikan

formalnya tuntas setelah meraih “gelar doktor ilmu sejarah dari Columbia University, New

York, Amerika Serikat, tahun 1980 dengan gelar Ph.D. Disertasinya di Universitas

Columbia, Social Change in an Agrarian Society: Madura 1940—1950,” sudah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (Kuntowijoyo 2002, h.245)

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Kuntowijoyo merupakan salah

seorang aktivis Muhammadiyah, secara oraganisasi Muhammadiyah bukanlah hal asing

bagi Kuntowijoyo, karena ia sendiri dibesarkan oleh keluarga Muhammadiyah. Sepulang

dari Amerika Serikat, Kuntowijoyo mulai terlibat berbagai kegiatan Muhammadiyah

bersama sejawatnya, Amien Rais, Prof Dr Ichlasul Amal, Dr dr Ahmad Watik Pratiknya,

dan teman lainnya. Namun, Kuntowijoyo lebih tampil sebagai pemikir, budayawan, dan

sastrawan dari pada aktivis. Kesantriannya tidak mengurangi daya kritis kesadaran

keagamaan yang berkembang di kalangan umat Islam dan komunitas Muhammadiyah.

Page 31: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

31

“Di Muhammadiyah Kuntowijoyo pernah menjadi anggota Majelis Pertimbangan

PP Muhammadiyah. Ia juga ikut terlibat dalam pendirian Ikatan Cendikaiawan Muslim se-

Indonesia (ICMI) dan menjadi anggota PPSK (Pusat Kajian dan Studi Kebijakan), sebuah

Pusat Studi di Jogjakarta yang dipimpin oleh Amien Rais” (M. Fahmi 2005, h.36).

Sebenarnya jiwa aktivis Kuntowijoyo sudah terasah semenjak ia kecil, sebagaimana yang

telah disebutkan sebelumnya sejak di Sekolah Rakyat Kuntowijoyo sudah tergabung dalam

organisasi Pelajar Islam Indonesia. Kemudian ia juga memiliki guru-guru yang tidak hanya

aktivis di bidang seni dan budaya tatapi juga aktivis agama dan politik, di sinilah ia belajar

berdeklamasi, dan memupuk jiwa seninya tanpa mempersoalkan wadah dimana tempat ia

bernaung.

Semasa Kuntowijoyo menjadi mahasiswa, bersama teman-temanya mendirikan

“Leksi (Lembaga Kebudayaan dan Seni Islam) yang bernaung di bawah PERTI”. Lembaga

ini menurut Kunto nantinya akan membawa manfaat bagi perkembangan pribadi,

intelektualitas dan keseniaannya. Bersama teman- temannya, seperti Dawam Rahardjo,

Sju’bah Asa, Chairul Umam, Ikranegara, Arifin C. Noor, dll Kuntowijoyo pernah

membentuk Studi Grup Mantika, dan pernah menyelengarakan pameran lukisan di

Malioboro. Namun pada akhirnya grup itu mati sendiri karena ditinggal pengurus dan

anggotanya (M. Fahmi 2005, h.36). Meskipun demikian, bagi mereka yang pernah menjadi

aktivis mahasiswa pada paruh akhir dekade 80-an, sosok Kuntowijoyo memang sangat

dikenal akrab dan bersahaja. Selain bersahaja, Kuntowijoyo adalah orang yang sangat

serius.

Kiprah dan Karya-karya Kuntowijoyo

Kuntowijoyo, Ph.D adalah seorang budayawan, sastrawan, dan sejarawan dari Indonesia.

Sejarawan Kuntowijoyo juga telah mencatatkan kesan bahwa sosoknya tak hanya

Page 32: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

32

eksemplar terbaik kerendahan hati dan keterbukaan intelektual. Tapi, ia sekaligus sosok

ilmuwan yang tekun menulis gagasan-gagasannya. Beliau sedikit dari ilmuwan Indonesia

yang memiliki produktifitas hebat.

Dalam bidang tulis-menulis, bakatnya semakin berkembang pada saat Kuntowijoyo

menjadi mahasiswa. Berbagai tulisannya, baik berupa puisi, cerpen, novel, esai dan naskah

dramanya bertebaran diberbagai media masa, seperti majalah Sastra, Horison, Budaya

Jaya, Kompas, Republika, Bernas, Prisma, dan Ulumul Qur’an. Bahkan sebagaimana

disebutkan sebelumnya bahwa di saat sulit sekalipun Kuntowijoyo masih tetap menulis,

hingga akhirnya “pada tahun 1999, Kuntowijoyo mandapatkan penghargaan sastra

bergengsi di Asia Tenggara yaitu SEA Write Award” (M. Syafi’I Anwar 1997, h.xvii).

Sebenarnya masih banyak lagi penghargaan yang diperoleh oleh Kuntowijoyo sebagai bukti

eksistensinya di bidang keilmuan.

Profesi Kuntowijoyo sebagai seorang dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra (kini

Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Gajah Mada Jogjakarta juga mendukungnya untuk

selalu mengedepankan intelektualitas selaku sejarawan. “Jabatan Guru Besar Ilmu Sejarah

di Fakultas Ilmu Budaya UGM diterimanya pada tahun 2001, malalui pidato pengukuhan

yang berjudul Periodesasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam Indonesia: Mitos,

Ideologi, dan Ilmu (21 Juli 2001) “ (Kuntowijyo 2006, h.217)

Melihat keberadaan Kuntowijoyo di atas, tidak salah jika ia dikategorikan sebagai

salah seorang cendikiawan Indonesia. Walaupun ia terlibat dalam pendirian ICMI (Ikatan

Cendikiawan Muslim Indonesia), yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan penguasa

Orde Baru, tetapi hal tersebut tampaknya tidak mempengaruhi sikap independensi

Kuntowijoyo sebagai seorang cendikiawan yang sederhana.

Page 33: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

33

Sebagai seorang cendikiawan, keperdulianya terhadap persoalan-persoalan umat

dan bangsa adalah bagian dari kehidupannya. Dalam banyak tulisan yang tersebar

diberbagai media massa, juga kumpulan tulisan dalam buku-buku yang berbentuk esai-esai

agama, budaya, politik dan sosial atau tulisan sastranya seperti novel, cerpen, karya drama

dan puisi, Kuntowijoyo mencoba menggugah kesadaran massa yang sedang beku. Seperti

ketika “ia ingin mengingatkan perilaku dan cara berpikir sebagian elit dan massa yang

masih banyak didominasi oleh kesadaran mistis atau ideologis, ia menganjurkan

reorientasinya menuju kesadaran ilmiah” (Kuntowijoyo 2001, h. 349-354)

Kuntowijoyo juga dikenal aktif memberikan sumbangan bagi perkembangan

khasanah keilmuan di Indonesia. Secara lebih rinci, karya-karya Kuntowijoyo dan

penghargaan yang pernah diperolehnya dapat diklasifikasikan sebagai berukut:

1. Karya-karya di Bidang Sejarah, Agama, Politik, Sosial dan Budaya

a. Dinamika Sejarah Umat Islam (1985)

b. Budaya dan Masyarakat (1987)

c. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (1991)

d. Radikalisasi Petani (1993)

e. Demokrasi & Budaya Birokrasi (1994)

f. Metodologi Sejarah (1994)

g. Pengantar Ilmu Sejarah (1997)

h. Identitas Politik Umat Islam (1997)

i. Muslim Tanpa Masjid: Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai

Strukturalisme Transendental (2001)

j. Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas: Esai Budaya dan Politik

(2002)

Page 34: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

34

k. Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris: Madura 1850-1940 (2002).

Disetasi Ph.D di Universitas Colombia 1980, dengan judul Social Change in

an Agrarian Society: Madura 1840-1950.

l. Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900—1915 (2004)

m. Islam Sebagai Ilmu: Epitemologi, Metodologi, dan etika (2004)

2. Karya-Karya di Bidang Sastra

Naskah Drama

a. Rumput-Rumput Danau Bento (1968)

b. Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda, dan Cartas (1972)

c. Topeng Kayu (1973)

Kumpulan Puisi

a. Suluk Awang-Uwung (1975)

b. Isyarat (1976)

c. Daun Makrifat, Makrifat Daun (1995)

Kumpulan Cerpen

a. Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1992)

b. Antologi cerpen pilihan Kompas: “Laki-Laki yang Kawin dengan Peri”

(1995),

a. “Pistol Perdamaian” (1996), dan Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” (1997)

c. Hampir Sebuah Subversi (1999)

Karya Novel

a. Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (1966)

b. Khotbah di Atas Bukit (1976)

c. Pasar (1994)

Page 35: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

35

d. Impian Amerika (1998)

a. Mantra Pejinak Ular (2000)

3. Hadiah yang Diterima Kuntowijoyo

a. Hadiah Harapan dari Pembina Teater Nasional Indonesia untuk naskah

drama Rumput-Rumput Danau Bento (1968)

b. Hadiah Pertama Sayembara Cerpen Majalah Sastra untuk cerpen Dilarang

Mencintai Bunga-Bunga (1968)

c. Hadiah Sayembara Penulisan Lakon dari Dewan Kesenian Jakarta untuk

naskah drama Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda, dan Cartas

(1972)

d. Hadiah Panitia Hari Buku untuk novel Pasar (1972)

e. Hadiah Penulisan Lakon dari Dewan Kesenian Jakarta untuk naskah drama

Topeng Kayu (1973)

Penghargaan-penghargaan yang Diterima Kuntowijoyo

a. Penghargaan Sastra Indonesia dari Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta

(1986)

b. Penghargaan Penulisan Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa untuk kumpulan cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1994)

c. Penghargaan Kebudayaan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia

(ICMI) (1995)

d. Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas untuk cerpen Laki-Laki yang Kawin

dengan Peri (1995)

e. Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas untuk cerpen Pistol Perdamaian

(1996)

Page 36: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

36

f. Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas untuk cerpen Anjing-Anjing

Menyerbu Kuburan (1997)

g. Penghargaan dari Asean Award on Culture (1977)

h. Penghargaan Satya Lencana Kebudayaan Republik Indonesia (1997)

i. Penghargan dari Penerbit Mizan Award (1998)

j. Penghargaan Kalyanakretya Utama untuk Teknologi Sastra dari Menristek

(1999)

k. Penghargaan SEA Write Award dari Kerajaan Thailand (1999)

l. Penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa (2005)

Konfrontasi Pemikiran Kuntowijoyo dengan Ismail Raji Al-Faruqi Tentang

Islamisasi Ilmu

Gagasan Kuntowijoyo tentang Ilmu Sosial Profetik secara substansi sebenarnya terinspirasi

dari pemikiran Muhammad Iqbal, sebagaimana dikutip, (Kuntowijoyo 2006, h.87)

Ketika Muhammad Iqbal berbicara tentang peristiwa mi’raj Nabi Muhammad Saw.

Ia menyebutkan, seandainya Nabi seorang seorang mistikus atau sufi, kata Iqbal,

tentu beliau tidak ingin kembali lagi ke bumi, karena telah merasa tentram bertemu

dengan Tuhan dan berada di sisi-Nya. Nabi kembali ke bumi untuk menggerakkan

perubahan sosial, untuk mengubah jalannya sejarah. Beliau melalui suatu

transformasi sosial budaya, berdasarkan cita-cita profetik.

Dari kutipan tersebut, tampak bahwa Kuntowijoyo menjadikan pemikiran Iqbal tersebut

sebagai inspirasi terhadap ilmu sosial yang digagasnya. Interaksi Kuntowijoyo dengan

Muhammad Iqbal tampak pada penggunaan kata profetik, Kuntowijoyo mendapatkan

gambaran tetang konsep kesadaran profetis yang dilontarkan oleh Iqbal dalam bukunya

Membangun Kembali Pemikiran Agama Islam. Muhammad Iqbal menggambarkan

peristiwa perjalanan Nabi menghadap Tuhan (mi’raj), kemudian dengan kembalinya lagi

Page 37: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

37

Nabi ke bumi setelah menghadap Tuhan, dengan tujuan untuk menggerakkan perubahan

sosial. Peristiwa yang dikisahkan oleh Iqbal ini menjadi inspirasi yang luar biasa sehingga

menggugah intelektualitas Kuntowijoyo untuk menggagas suatu konsep ilmu sosial yang

sesuai dengan perkembangan fenomena sosial saat ini. Karena dalam sejarah, gerakan

profetis (kenabian) merupakan gerakan revolusi dalam memperjuangkan tatanan sosial

kemasyarakatan yang satu tanpa adanya pertentangan kelas, adil dan tidak eksplotatif.

Melalui peran moral-profetik, agama diyakini dapat terus membendung ketidakadilan

sosial, penindasan, korupsi, dan masalah-masalah aktual lainnya. Moral profetik ini

kemudian terus berkembang dan hadir dalam berbagai istilah sejalan dengan perkembangan

pemikiran keagamaan saat ini, meskipun demikian maksud dan tujuannya tetaplah sama

yaitu untuk memperjuangkan tatanan sosial masyarakat yang berkeadilan dan

berkemanusiaan.

Secara istilah, perkembangan pemikiran keagamaan tersebut dapat dilihat dari

pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang Islamisasi ilmu, ini juga merupakan salah satu

latar belakang pemikiran Kuntowijoyo menggagas tentang Ilmu Sosial Profetik, karena

Kuntowijoyo salah seorang tokoh cendikiwan Muslim yang tidak setuju dengan

penggunaan istilah Islamisasi ilmu tersebut, maka Kuntowijoyo menggagas istilah Ilmu

Sosial Profetik yang menurutnya lebih tepat.

Wacana tentang hubungan antara ilmu Islam dan ilmu modern sudah berlangsung

sejak lama. Para tokoh intelektual Islam telah banyak mewacanakan tentang hubungan

antara keduanya. Tercatat sejak paruh abad ke-20, tema tentang Islam dan ilmu modern

berkembang semakin kompleks, bukan saja sekedar hubungan antara Islam dengan ilmu,

tetapi juga bekaitan antara Islam dengan keseluruhan pengetahuan modern beserta konsep

Page 38: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

38

metodologis dan premis-premisnya. Kompleksitas masalah ini tentunya membawa

pengaruh yang besar terhadap perkembangan pandangan dunia Islam.

Salah satu tokoh Islam terkemuka yang mengangkat wacana “Islamisasi Ilmu adalah Ismail

Raji Al-Faruqi” (http://abatasya.net/category/tokoh/12-3-1009). Nama besarnya telah

membelah perhatian dunia intelektualisme universal. Konsep dan teorinya tentang

penggabungan ilmu pengetahuan telah mengilhami berdirinya berbagai proyek keilmuan,

semisal International Institute of Islamic Thougth (IIIT) di Amerika Serikat dan lembaga

sejenis di Malaysia.

Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan tak hanya ia perjuangkan dalam bentuk buku,

namun juga dalam institusi pengkajian Islam dengan mendirikan International Institute of

Islamic Thougth IIIT pada 1980, di Amerika Serikat. Kini, lembaga bergengsi dan

berkualitas itu memiliki banyak cabang di berbagai negara, termasuk di Indonesia dan

Malaysia. Namun pemikirannya juga menimbulkan pro-kontra di kalangan ilmuwan

Muslim dan Barat.

Mengenai Islamisasi pengetahuan pada dasarnya bertujuan untuk “menyelamatkan

kemunduran umat Islam dari dominasi budaya-budaya asing … dengan menempa ulang

setiap disiplin sehingga mengungkapkan relevansi Islam sepanjang ketiga sumbu tauhid,

yaitu kesatuan pengetahuan, kesatuan hidup, dan kesatuan sejarah” (Isma’il Raji Al-Faruqi

2003, h.ix). Pandangan Al-Faruqi tersebut tentunya bertujuan untuk mengembalikan

pengetahuan pada asal muasalnya, yakni kepada agama, kepada keimanan, dan lebih

khusus lagi kepada tauhid. Berbagai kegiatan ini ia lakukan semata didorong oleh

pandangannya bahwa ilmu pengetahuan dewasa ini benar-benar telah sekuler dan

karenanya jauh dari tauhid. Maka, dirintislah teori agar kemajuan dan pengetahuan tidak

Page 39: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

39

berjalan kebablasan di luar jalur etik, lewat konsep Islamisasi ilmu dan paradigma tauhid

dalam pendidikan dan pengetahuan.

Maksud dan tujuan Al-Faruqi tentang penempaan ulang setiap disiplin sehingga

mengungkapkan relevansi Islam sepanjang sumbu tauhid tersebut tentunya memiliki arti

tersendiri. Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Faruqi bahwa,

Berdasarkan kesatuan pengetahuan ini, segala disiplin harus mencari objektif yang

rasional, pengetahuan yang kritis tentang kebenaran. Sehingga tidak ada lagi

pernyataan bahwa beberapa sains bersifat rasional, ilmiah, mutlak dan beberapa

sains lainnya bersifat tidak rasional, dokmatis dan relatif. Selanjutnya berdasarkan

kesatuan hidup segala disiplin ilmu harus menyadari dan mengabdi kepada tujuan

penciptaan, sehingga tidak ada lagi pernyataan bahwa beberapa disiplin syarat nilai

dan sedang disiplin-disiplin lainnya bebas nilai atau netral. Terakhir, berdasarkan

kesatuan sejarah segala disiplin akan menerima sifat yang ummatis atau

kemasyarakatan dari seluruh sifat manusia. Dengan demikian tidak ada lagi

pembagian pengetahuan ke dalam sains-sains yang bersifat individual dan sain-

sains yang bersifat sosial, sehingga semua humanistis dan ummatis (Isma’il Raji Al-

Faruqi 2003, h.xii)

Mengenai Islamisasi pengetahuan ini, Kuntowijoyo cenderung bersifat rekatif, ia

lebih menawarkan satu sikap baru dalam melihat hubungan antara agama (Islam) dan

ilmu. Menurutnya “dalam hal ilmu, gerakan intelektual Islam harus bergerak dari teks

menuju konteks. Ikhtiar keilmuan ini bersendikan tiga hal yaitu pengilmuan Islam,

paradigma Islam, dan Islam sebagai ilmu” (Kuntowijoyo 2006, h.vi). Kapasitas

Kuntowijoyo sebagai salah seorang cendikiawan muslim Indonesia, tentunya ia memiliki

alasan dan latar belakang pemikiran tersediri terkait hal tersebut di atas, Kuntowijoyo

sendiri menduduki tempat tersendiri dalam peta gerakan pembaharuan Islam di Indonesia.

Dalam pandangan Kuntowijoyo, “Islam adalah sebuah agama sekular yang ingin

memperjuangkan pembebasan dan penyelamatan manusia di dunia (kini dan di sini) demi

satu cita-cita eskatologis yang sudah pasti, itulah sebabnya orientasi altruisnya berdasarkan

Page 40: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

40

pada etika transendental, dan harus diarahkan pada kehidupan yang objektif dan empiris”

(Kuntowijoyo 1998, h.36). Dari pemikiran Kunto tersebut tampak bahwa ia cenderung

lebih memberi perhatian terhadap masalah-masalah empiris dan historis dalam pengertian

berorientasi pada praksis sosial dari pada isu normatif dan teologis.

Terkait dengan Islamisasi ilmu sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Faruqi,

menurut Kuntowijoyo, “arti penting Islamisasi ilmu bukannya terletak pada

irelevansi ilmu-ilmu Barat bagi masyarakat Muslim sebagaimana dikemukakan oleh

Al-Faruqi … tatapi teori-teori Islam harus dirumuskan kembali agar Islam dapat

tampil di dunia objektif. Menurutnya, Islamisasi ilmu tidak berarti penyangkalan

total terhadap warisan intelektual peradaban-peradaban lain, termasuk dari

peradaban Barat. Strategi ini menurut Kunto tidak realistis karena rekontruksi

peradaban Muslim, termasuk rekontruksi ilmu pengetahuan, tidak dapat dilakukan

dari sebuah vacuum (seolah-olah anasir-anasir peradaban lain tidak bekerja dalam

masyarakat Muslim) tetapi dalam ruang sejarah yang terbuka di mana berbagai

mode epistemologi saling bersaing untuk menawarkan diri. Menurutnya warisan

khasanah ilmu pengetahuan Barat sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk

kebutuhan itu, tentunya setelah dilakukan seleksi dan adaptasi” (Kuntowijoyo 1998,

h.39).

Dari penjelasan tersebut di atas, kecenderungan Kuntowijoyo tidak lagi

menggunakan istilah Islamisasi pengetahuan, ini merupakan upaya mendorong agar

gerakan intelektual umat sekarang melangkah lebih jauh, dan mengganti Islamisasi

pengetahuan menjadi pengilmuan Islam. Dari reaktif menjadi proaktif, dengan demikian

Islam berjalan dari teks ke konteks. Sedangkan gerakan yang digagas pada tahun 1980-an

tersebut merupakan gerakan dari konteks ke teks. Hal yang penting dipahami bahwa

“pemikiran Kuntowijoyo berdasarkan pada analisis sejarah, ia mengkonseptualisasikan

Islam sebagai mata rantai peradaban dunia …” (M. Syafi’I Anwar 1995, h.169)

Pandangan Kuntowijoyo tersebut di atas tentunya bertolak belakang dengan

pandangan Al-Faruqi, tentang kesatuan sejarahnya yang bertujuan agar tidak ada lagi

pembagian pengetahuan ke dalam sains-sains yang bersifat individual dan sain-sains yang

bersifat sosial, sehingga semua humanistis dan ummatis. Kuntowijoyo melalui metode

Page 41: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

41

objektifikasi yang digagasnya mengangkat nilai-nilai normatif Islam agar dapat diterima

oleh segala pihak. Selanjutnya dalam penjelasan lain, Al-Faruqi menyebutkan bahwa:

Jelas sekali bahwa para intelektual Muslim harus menguasai semua disiplin modern,

memahami disiplin-disiplin tersebut dengan sempurna, dan merasakan itu sebagai

sebuah perintah yang tidak bisa ditawar bagi mereka semua untuk mempelajari

seluruhnya itu. Itulah prasyarat yang pertama. Setelah itu, mereka harus

mengintegrasikan pengetahuan baru tersebut ke dalam warisan Islam dengan

melakukan eliminasi, perubahan, penafsiran kembali dan penyesuaian terhadap

komponen-komponennya sebagai world view Islam dan menerapkan nilai-nilainya

(Isma’il Raji Al-Faruqi 2003, h.34-35)

Dari penjelasan tersebut di atas, dipahami bahwa Al-Faruqi, menekankan tugas kepada para

akademisi Muslim untuk mengajarkan kepada generasi yang terdiri dari para Muslim dan

non-Muslim untuk mengikuti langkah mereka untuk memajukan pengetahuan mereka

dangan menemukan pola-pola Allah Ta’ala dalam alam semesta, dan mengadakan ajaran-

ajaran baru agar kehendak dan perintah-Nya menjadi kenyataan dalam sejarah.

Islamisasi pengetahuan bermaksud untuk membedakan antara ilmu Islam dan ilmu

sekuler. Dengan kata lain, Islamisasi pengetahuan dapat dimaknai sebagai pembebasan

ilmu dari pemahaman yang berasaskan ideologi, makna, serta ungkapan-ungkapan sekuler.

Tema yang diusung oleh Islamisasi pengetahuan adalah Islam versus sekuler. Sikap ini

tampak dari “penolakan Ismai’il Raji Al-Faruqi terhadap istilah ilmu sosial dan

menggantikannya dengan istiah ummatiyah yang mempunyai konotasi Islam” (M. Fahmi

2005, h.202). Al-Faruqi menyarankan agar ilmuan sosial muslim memainkan peran

revolusioner, dan menghendaki pengembangan peran yang mencakup wilayah agama.

Tentu saja pandangan muslim terhadap hal ini, ditentukan oleh sejauh mana pengetahuan

mereka tentang masyarakat sebagaimana adanya bukan sebagaimana seharusnya (seperti

yang sering dibayangkan oleh para ahli teologi).

Page 42: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

42

Penolakannya yang lain juga tampak pada “penolakannya terhadap tokoh-tokoh

Muslim yang mengadopsi riset-riset asing dan pemimpin asing … menurutnya, Islamisasi

pengetahuan harus dengan menyusun ulang berbagai disiplin-disiplin, sains-sains sastra,

sains-sain sosial, dan sains-sains pasti (alam) berdasarkan Islam dan konsisten dengan

tujuan-tujuan Islam,” (Isma’il Raji Al-Faruqi 2003, h.xi-56)

Demikian upaya Islamaisasi pengetahuan Al-Faruqi, setiap disiplin harus dituang

kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam sehingga mengungkapkan relevansi

Islam. Menurut Al-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengislamkan ilmu

pengetahuan modern dengan cara menyusun dan membangun ulang sains sastra, dan sains-

sains pasti (alam) dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten dengan

Islam. Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip

Islam dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam data-datanya, dan problem-

problemnya. Seluruh disiplin harus dituangkan kembali sehingga mengungkapkan relevansi

Islam sepanjang ketiga sumbu tauhid yaitu, kesatuan pengetahuan, hidup dan kesatuan

sejarah. Untuk mempermudah proses Islamisasi tersebut, Al-Faruqi mengemukakan

langkah-langkah yang harus dilakukan diantaranya adalah:

a. Penguasaan disiplin ilmu modern: penguraian kategoris. Disiplin ilmu dalam tingkat

kemajuannya sekarang di Barat harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori,

prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problema-problema dan tema-tema.

Penguraian tersebut harus mencerminkan daftar isi sebuah pelajaran. Hasil uraian

harus berbentuk kalimat-kalimat yang memperjelas istilah-istilah klinis,

menerangkan kategori-kategori, prinsip, problema dan tema pokok disiplin ilmu-

ilmu Barat dalam puncaknya.

b. Survei disiplin ilmu. Semua disiplin ilmu harus disurvei dan esai-esai harus ditulis

dalam bentuk bagan mengenai asal-usul dan perkembangannya beserta

pertumbuhan metodologisnya, perluasan cakrawala wawasannya dan tak lupa

membangun pemikiran yang diberikan oleh para tokoh utamanya. Langkah ini

bertujuan menetapkan pemahaman muslim akan disiplin ilmu yang dikembangkan

di dunia Barat.

Page 43: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

43

c. Penguasaan terhdap khazanah Islam. Khazanah Islam harus dikuasai dengan cara

yang sama. Tetapi di sini, apa yang diperlukan adalah antologi-antologi mengenai

warisan pemikir muslim yang berkaitan dengan disiplin ilmu.

d. Penguasaan terhadap khazanah Islam untuk tahap analisa. Jika ontologi-ontologi

telah disiapkan, khazanah pemikir Islam harus dianalisa dari perspektif masalah-

masalah masa kini.

e. Penentuan relevansi spesifik untuk setiap disiplin ilmu. Relevensi dapat ditetapkan

dengan mengajukan tiga persoalan. Pertarma, apa yang telah disumbangkan oleh

Islam, mulai dari Al-Qur'an hingga pemikir-pemikir kaum modernis, dalam

keseluruhan masalah yang telah dicakup dalam disiplin-disiplin modern. Kedua,

seberapa besar sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang telah

diperoleh oleh disiplin modern tersebut. Ketiga, apabila ada bidang-bidang masalah

yang sedikit diperhatikan atau sama sekali tidak diperhatikan oleh khazanah Islam,

ke arah mana kaum muslim harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan itu,

juga menformulasikan masalah-masalah, dan memperluas visi disiplin tersebut.

f. Penilaian kritis terhadap disiplin modern. Jika relevansi Islam telah disusun, maka

ia harus dinilai dan dianalisa dari titik pijak Islam.

g. Penilaian kritis terhadap khazanah Islam. Sumbangan khazanah Islam untuk setiap

bidang kegiatan manusia harus dianalisa dan relevansi kontemporernya harus

dirumuskan.

h. Survei mengenai problem-problem terbesar umat Islam. Suatu studi sistematis harus

dibuat tentang masalah-masalah politik, sosial ekonomi, intelektual, kultural, moral

dan spritual dari kaum Muslim.

i. Survei mengenai problem-problem umat manusia. Suatu studi yang sama, kali ini

difokuskan pada seluruh umat manusia, harus dilaksanakan.

j. Analisa kreatif dan sintesa. Pada tahap ini sarjana muslim harus sudah siap

melakukan sintesa antara khazanah-khazanah Islam dan disiplin modern, serta untuk

menjembatani jurang kemandegan berabad-abad. Dari sini khazanah pemikir Islam

harus disinambung dengan prestasi-prestasi modern, dan harus menggerakkan tapal

batas ilmu pengetahuan ke horison yang lebih luas dari pada yang sudah dicapai

disiplin-disiplin modern.

k. Merumuskan kembali disiplin-disiplin ilmu dalam kerangka kerja (framework)

Islam. Sekali keseimbangan antara khazanah Islam dengan disiplin modern telah

diacapai buku-buku teks universitas harus ditulis untuk menuangkan kembali

disiplin-disiplin modern dalam cetakan Islam.

l. Penyebarluasan ilmu pengetahuan yang sudah diislamkan. (Ismail Raji Al-Farqi

2003, h.98-118).

Dari langkah-langkah dan rencana sistematis seperti yang terlihat di atas,

nampaknya bahwa langkah Islamisasi ilmu pada akhirnya merupakan usaha menuangkan

kembali seluruh khazanah pengetahuan Barat ke dalam kerangka Islam. Gagasan Islamisasi

ilmu yang dilontarkan oleh Al-Faruqi ini mendapatkan tanggapan yang beragam dari para

cendikiawan Muslim, di antaranya:

Page 44: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

44

Fazlur Rahman, ia tidak sependapat dengan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan,

menurutnya yang perlu dilakukan adalah menciptakan atau menghasilkan para

pemikir yang memiki kapasitas berpikir konstruktif dan positif. Adapun menurut

Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashiru sependapat dengan Al-Faruqi, karena

menurutnya seorang pemikir akan sangat dipengaruhi oleh ilmu yang dipelajarinya

(atau ilmuan yang mendidiknya). Kalau seorang mempelajari ilmu yang berbasis

sekularisme, maka sangat mungkin pendangan-pandangan juga sekuler (Djamluddin

Ancok, dan Fuad Nashuri Suroso 1994, h.14).

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini

lahir karena Al-Faruqi sendiri konsisten dengan konsep tauhidnya dan karena ingin

membumikan ajaran tauhid, Al-Faruqi menginginkan apa yang dibawa Barat tidak harus

diterima secara mentah oleh umat Islam. Di samping itu konsep ini muncul karena melihat

kondisi obyektif umat Islam yang mengalami kemandegan dalam pemikiran yang

disebabkan oleh kolonialisme Barat.

Menanggapi permasalahan ini, Kuntowijoyo lebih menawarkan methodological

objectivism seraya menolak methodological secularism. Dengan memberikan alternatif

Ilmu Sosial Profetik, tidak bermaksud membedakan antara ilmu sosial Islam dan ilmu

sosial sekuler, akan tetapi bertujuan merumuskan ilmu sosial objektif. Konsep objektifikasi

yang dipakai oleh Kuntowijoyo harus dipahami dalam konteksnya, yaitu “membuat sesuatu

menjadi objektif. Sehingga keberadaanya tidak bergantung pada sang subjek, tetapi berdiri

sendiri secara independen” (Kuntowijoyo 2001, h.301). Objektifikasi bermula dari

internalisasi nilai, tidak dari subjektifikasi kondisi objektif. Itulah perbedaan pokok antara

objektifikasi dengan sekularisasi.

Kata objektif ini juga bebeda dengan objektifitas yang dimaksudkan positivisme.

Positivisme mengatakan, untuk mencapai objektifitas seorang ilmuan sosial harus

membebaskan diri dari persepsi-persepsi, pra-konsepsi-pra-konsepsi atau nilai-nilai dalam

Page 45: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

45

aktifitas ilmiahnya. Sedangkan “objektifitas dalam Ilmu Sosial Profetik adalah konkritisasi

nilai-nilai normatif yang dihayati secara internal dalam kategori dan bahasa ilmu, bukan

dalam kategori dan bahasa normatif. Atau disebut juga sebagai konkritisasi keyakinan

normatif yang dihayati secara internal, tetapi tidak lagi dalam bentuk normatif” (M. Fahmi

2005, h.203). Jadi objektifikasi adalah penerjemahan nilai-nilai internal ke dalam kategori-

kategori objektif. Maksud Kunto dalam objektifikasinya adalah bagaimana

menterjemahkan bahasan agama yang normatif ke dalam bahasa ilmu yang objektif,

sehingga dapat diterima, dipahami dan diterapkan oleh seluruh masyarakat.

Upaya yang dilakukan oleh Kuntowijoyo merupakan antitesis. Secara harfiah, frasa

Pengilmuan Islam berarti menjadikan Islam sebagai ilmu. Dengan Pengilmuan Islam, yang

ingin ditujunya adalah aspek universalitas klaim Islam sebagai rahmat bagi alam semesta

bukan hanya bagi pribadi-pribadi atau masyarakat Muslim, tapi semua orang, bahkan setiap

makhluk di alam semesta ini. Rahmat bagi alam semesta adalah tujuan akhir Pengilmuan

Islam. Rahmat itu dijanjikan bukan hanya untuk Muslim tapi untuk semuanya. Tugas

Muslim adalah mewujudkannya, Pengilmuan Islam adalah caranya. Secara lebih spesifik,

Islam di-ilmu-kan dengan cara mengobjektifkannya.

Kuntowijoyo mengusulkan agar melakukan perumusan teori ilmu pengetahuan yang

didasarkan kepada Al-Quran, menjadikan Al-Qur’an sebagai suatu paradigma. Upaya yang

dilakukan adalah objektifikasi. Islam dijadikan sebagai suatu ilmu yang objektif, sehingga

ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat dirasakan oleh seluruh alam

(rahmatan lil ’alamin), tidak hanya untuk umat Islam tapi non-muslim juga bisa merasakan

hasil dari objektifikasi ajaran Islam.

Page 46: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

46

Sebagai contoh objektifikasi dalam kehidupan berbangsa, “dengan objektifikasi

maka akan terjamin kesamaan dalam hukum antar agama-agama. Dengan demikian

hilanglah ancaman terhadap stabilitas nasional. Karena ungkapan menghukumi dengan

hukum Allah juga harus diobjektifikasikan dalam sejumlah perundangan, peraturan, intruksi

dll “ (Kuntowijoyo 2006, h.64). Dari contoh tersebut dipahami bahwa itulah yang menjadi

salah satu tujuan objektifikasi, yaitu untuk menghindari dominasi satu kelompok agama

atas kelompok-kelompok lainnya. Dengan ini, Muslim masih dapat tetap menjadikan Al-

Qur’an sebagai sumber hukum, di tengah masyarakat yang multikultural.

Setelah mengetahui konsep Islamisasi Ilmu yang digagas oleh Ismail Raji Al-Faruqi

dan konsep Pengilmuan Islam yang digagas oleh Kuntowijoyo, maka dipahami bahwa

setidaknya tampak ada dua perbedaan Islamisasi ilmu dengan Pengilmuan Islam.

Perbedaannya adalah dalam hal metodologinya. Islamisasi ilmu tampaknya lebih bersikap

reaktif, yaitu reaksi terhadap bangunan keilmuan yang sudah wujud, yang dipandang tak

sesuai dengan nilai-nilai Islam, dan ingin dikembalikan kepada Islam yang lebih dipahami

sebagai teks.

Sedangkan dalam Pengilmuan Islam memiliki sikap yang lebih terbuka dalam hal

ini. Gerakan ini mengakui bahwa penggagasnya lahir di alam ilmu-ilmu sekular, yang

terkadang tampak bermusuhan dengan agama. Sementara umat beriman mungkin memiliki

keberatan terhadap sebagian bangunan ilmu kontemporer, namun mereka tak ingin

menggantikan ilmu-ilmu sekular. Tentunya ini berangkat dari “keyakinan akan misi

profetik agama (transendensi, emansipasi dan humanisasi), yang diinginkannya adalah

memastikan bahwa agama dapat memainkan peran yang cukup besar dalam memastikan

keberlangsungan hidup dan masa depan umat manusia”(Kuntowijoyo 2001, h.365-366).

Page 47: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

47

“Islam juga merupakan sebuah alternatif dalam proses globalisasi dan universalisasi ilmu

pengetahuan dan teknologi, itulah sebabnya umat harus membuka diri terhadap seluruh

warisan peradaban” (Kuntowijoyo 1998, h.290).

Perbedaan lain dengan Islamisasi ilmu, Pengilmuan Islam sesungguhnya bukan

hanya persoalan keilmuan saja, salah satu tujuan utamanya adalah mengkontekskan tek-

teks agama, dengan kata lain, menghubungkan agama dengan kenyataan. Kenyataan hidup

adalah konteks bagi keberagamaan. Ketika berbicara tentang Ilmu Sosial Profetik, ia

bahkan lebih jauh menyebut bahwa ilmu sosial ini bersifat transformatif. Kunto tak

menafikan ilmu-ilmu sekular, tapi diintegrasikan dalam suatu kerangka teoretis baru yang

punya keberpihakan cukup jelas kepada nilai-nilai humanisasi/emansipasi, liberasi, dan

transendensi. Kerangka teoretis inilah yang ingin diturunkan Kuntowijoyo dari kitab suci

(al-Qur'an).

Kuntowijoyo dan Gagasan Teologi Trasformatif Moeslim Abdurrahman

Dalam beberapa karyanya, Kuntowijoyo menyinggung tentang gagasan teologi

transformatif yang dikemukakan Moeslim Abdurrahman, misalnya dalam buku Paradigma

Islam: Interpretasi untuk Aksi 1998, ia menyebutkan bahwa gagasan Moeslim

Abdurrahman merupakan gagasan yang membawa pada “proses pencerdasan massa dalam

pembentukan masyarakat Islam”. Juga sebagaimana yang disebutkan oleh M. Dawam

Rahardjo dalam pengantarnya bahwa “gagasan Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo

merupakan hasil interaksinya dengan gagasan Moeslim Abdurrahman tentang Teologi

Transformatif” (Kuntowijoyo 1998, h.18-326).

Meskipun demikian, dalam perjalanannya Kuntowijoyo adalah orang yang

memberikan kritik terhadap gagasan Moeslim Abdurrahman, ia kurang setuju dengan

Page 48: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

48

konsep teologi transformatif dan teologi pembebasan yang dianjurkan oleh Moeslim

Abdurrahman. Sebab baginya, istilah teologi banyak diartikan sebagai sesuatu yang sudah

selesai (tak perlu ada teologi baru). Inilah yang mengawali, mengapa kemudian dalam satu

kesempatan Kuntowijoyo mengajukan Ilmu Sosial Profetik sebagai alternatif bagi Teologi

transformatif.

Menarik untuk diketahui, karena corak pemikiran cendikiawan Muslim dalam hal

ini diwakili oleh Moeslim Abdurrahman dan Kuntowijoyo sebagai representasi dalam

wacana Islam Peradaban dalam konteks pemikiran cendikiawan Muslim di Indonesia ke

dua tokoh tersebut memiliki corak khas pemikiran masing masing yang saling melengkapi

dan saling mempengaruhi.

Berikut merupakan corak pemikiran Moeslim Abdurrahman. Al-Qur’an di

dalamnya terkandung gagasan-gagasan Tuhan yang diisyaratkan melalui firman-Nya, untuk

menjaga itu agar tetap hidup, menurut Moeslim Abdurrahman “Al-Qur’an tidak hanya

dibaca dalam bentuk skriptual saja tetapi haruslah dibaca dalam doubel hermenetiutics.

Yakni sekaligus dikonfrontasikan terhadap kenyataan sosial yang aktual, untuk itulah perlu

dikembangkan Tafsir Transformatif” (Moeslim Abdurrahman 1996, h.163). Bertafsir

transformatif ini merupakan kegiatan pembacaan wahyu secara bersama-sama dalam

suasana dialogis, saling memberi pendapat, kritik dalam rangka merumuskan praksis

bersama. Wahyu ditempatkan sebagai teks kehidupan yang dibawa dalam percaturan

umum, tentunya agar tetap memantulkan hidayah, potensi kreatifitas, bahkan tentang

makna dibalik gagasan Tuhan dalam teks yang harus dijaga.

Dari penjelasan tersebut di atas dipahami, konsepsi Islam Transformatif tidak lain

ialah bentuk aksi pro-aktif dari reinterpretasi teologis dengan bertumpu pada kritisisme-

Page 49: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

49

hermeneutik atas penafsiran teks wahyu Al-Qur’an. Beranjak dari persoalan yang

bersegmentasi sosial dan proses Islamisasi yang berkembang di Indonesia, itulah yang

mengilhami Moeslim menggagas rumusan baru mengenai pesan Islam sekarang yang

berkaitan dengan proses transformasi sosial. Moeslim memiliki alasan tersendiri mengapa

ia kemudian menggunakan istilah “teologi Transformatif, sebab baginya ketika melihat

relasi kekuasaan dengan hagemoni pembangunan, maka tampak sangat diperlukan bahasa

simbolik yang dapat menjadi refleksi teologis dibanding sekedar menggulirkan ilmu-ilmu

sosial yang kritis” (Moeslim Abdurrahman 2003, h.185).

Dalam refleksi Moeslim, sebagian besar umat Islam acapkali memperlakukan

agama sebagai lembaga yang mengatur tata cara pengabdian kepada Tuhan, sehingga nilai

ibadah yang tertinggi dalam kacamata umat adalah manakala mereka melakukan ritualitas

secara komprehensif dengan aturan-aturan baku yang telah ditetapkan. Sehingga agama

hanya ada dalam realitas ritual dan hampa dalam ruang realitas sosial, sehingga lanjutnya,

agama tak ubahnya sedang kehilangan ideologi emansipatorisnya. Dengan demikian agama

seakan telah tereduksi pada wilayah individual saja yang tak lebih dari sekedar rangkaian

ritual agama saja dan menjanjikan kesalehan individual. Padahal agama khususnya Islam

adalah agama individu yang sekaligus agama sosial, dan masing-masing konteks menuntut

praksis tanggung jawab.

Moeslim Abdurrahman, salah seorang penggagas utama pemikiran Islam

Transformatif yang menjelaskan bahwa “Islam transformatif merupakan teologi

praksis sosial, di mana agama diterjemahkan dalam konstruksi historis yang

berpihak kepada kaum miskin dan mendasari secara teologis gerakan perlawanan

atas kemiskinan. Secara metodologis, konsepsi teologis Islam transformatif

menggunakan metode hermeneutik. Dalam praksisnya, Islam transformatif adalah

model penggabungan antara metode hermeneutika teks dan hermeneutika sosial.”

(http://immuns.wordpress.com/ 17-4-2009).

Page 50: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

50

Menurut Moeslim dengan menggunakan istilah teologi transformatif diharapkan lahir

ulama-ulama baru yang mampu secara kritis merefleksikan teologi dengan peralatan ilmu

sosial. Ini bertujuan agar proses antara refleksi teologis dan membaca konstruk sosial yang

sedang dijadikan konteks untuk proses emansipatoris menjadi lebih intens. Inilah yang

menurut Moeslim diharapkan mampu menjadi sarana sehingga dapat menumbuhkan

kembali gerakan-gerakan di masyarakat, dimana masyarakat membuat suatu kelompok baru

(regrouping) dan memahami bagaimana memunculkan kesadaran kolektif untuk mengubah

keadaan, dan kesadaran kolektif tersebut haruslah muncul dari masyarakat itu sendiri

sehingga bisa menghasilkan peroses perubahan sejarah yang mendasar.

Moeslim Abdurrahman juga menjelaskan bahwa, rumusan Teologi Islam

Transformatif adalah Islam yang membuat distingsi dengan proses modernisasi atau

modernitas, karena dalam proses modernisasi itu banyak orang yang semakin tidak

perduli terhadap persoalan perubahan atau proses sosial yang semakin

memarginalkan orang-orang yang tidak punya akses dengan pembangnan”

(Moeslim Abdurrahman 2003, h.186). Lebih dari itu, Islam transformatif tidak

hanya berhenti pada wacana rekonstruksi, redefinisi atau bahkan dekonstruksi tafsir

keagamaan namun ia juga memposisikan diri sebagai agen atau lokomotif

perubahan dengan ikut bersama menjadi bagian dari sebuah proses perubahan yang

tengah terjadi (http://immuns.wordpress.com/17-4-2009)

Itulah yang menjadi latar belakang Moeslim memunculkan gagasan Teologi Islam

Transformatif. Sebab, menurut Moeslim Teologi Islam Transformatif adalah sebuah teologi

yang mampu menggerakkan rakyat di bawah untuk mengubah dirinya dan berperan dalam

perubahan sosial yang mendasar. “Sesuai dengan pesan fundamental Islam yang terbuka,

Islam harus terus memiliki tafsiran-tafsiran baru yang memberikan inspirasi terhadap

counter hegemony sistem yang menindas, dan berpihak pada kaum miskin yang

termarginalkan” (Moeslim Abdurrahman 2003, h.183).

Dalam menghadapi realitas ketimpangan sosial, ketertindasan tersebut, umat Islam

harus melakukan social struggle untuk menciptakan reformasi struktural yang

Page 51: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

51

mensejahterakan. Untuk menemukan kembali basis politik sosial yang berorientasi pada

proyek emansipatoris rakyat, tidak ada jalan lain kecuali perlu diadakan regrouping politik

baru oleh rakyat sendiri yang lebih bercorak partisipatoris. Menurut Moeslim

Abdurrahman ,caranya adalah:

Pertama, melakukan penyadaran kolektif dalam diri masyarakat dengan mekanisme

praksis; pembentukan jaringan, misalnya melalui majelis ta’lim yang berorientasi

trnsformatif, agar agama dapat menjadi rasionalisasi hidup mereka sendiri. Kedua,

regrouping melalui institusi agama, dalam arti membangun komunitas baru yang

memiliki orientasi ekonomi tetapi sekaligus juga merupakan suatu kekuatan

organisasi kerakyatan. Ketiga, pembentukan komunitas-komunitas lain dari

masyarakat termarjinalkan, misalnya komunitas di antara kaum petani dan buruh.

Meraka akhirnya harus menjadi alternatif pelaku perubahan yang berasal dari

kalangan mereka sendiri. (Moeslim Abdurrahman 2003, h.133-138)

Dengan demikian, Islam tidak sekedar dimaknai sebagai agama yang hanya

berisikan janji-janji akherat, dan sama sekali tidak menyinggung realitas yang dihadapi oleh

masyarakat. Akan tetapi Islam seperti yang dipraktekkan para Nabi adalah sumber dan

inspirasi yang menciptakan kekuatan pembebasan bagi kaum tertindas dari sistem tiranik

dan membelenggu dalam bentuk apapun. Dari segi idenya, gagasan tersebut kemudian

telah menginspirasi banyak orang, dan salah satunya adalah Kuntowijoyo. Meskipun

kemudian Kontowijoyo melahirkan istilah sendiri dan merumuskan konsep baru dengan

bahasanya sendiri.

Menurut Kuntowijoyo sampai sejauh ini, perdebatan tentang teologi di kalangan umat

Islam masih berkisar pada tingkat semantik, mereka yang berlatar belakang tradisi ilmu

keislaman konvensional mengartikan teologi sebagai ilmu ketuhanan yang bersifat abstrak

normatif dan skolastik. Sementara cendikiawan Muslim melihat teologi sebagai penafsiran

terhadap realitas dalam perpektif ketuhanan, jadi lebih merupakan refleksi empiris.

Page 52: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

52

Terkait masalah teologi, Komaruddin Hidayat menyebutkan bahwa “teologi

merupakan ilmu atau penalaran kritis tentang Tuhan … teologi muncul dari tradisi dan

semangat beragama sehingga di dalamnya terkandung semangat iman pembenaran terhadap

wahyu Tuhan” (Komaruddin Hidayat 2004, h.189).

Itulah sebabanya Kuntowijoyo menyebutkan bahwa “di lingkungan masyarakat, gagasan

mengenai pembaharuan teologi ataupun sejenisnya, tampak belum diterima, terutama

berkenaan dengan konsep teologi itu sendiri. Karena di sinilah titik tolak kesalah pahaman

terjadi maka penggunaan istilah teologi harus dihindari” (Kuntowijoyo 2006, h.84). Dari

penjelasan tersebut tampaklah bahwa Kuntowijoyo berusaha untuk menghindari perdebatan

dan salah paham dalam penggunaan istilah teologi, sehingga menurutnya penggunaan

istilah tersebut perlu dihindari karena disamping membingungkan, istilah tersebut

tampaknya kurang cocok karena tidak ada persoalan teologis dalam persoalan sosial.

Alasan lain Kunto menolak penggunaan istilah teologi karena “teologi pembebasan

telah muncul di kalangan Kristen, dengan rumusan pretensi doktrinal bahwa hakekat

teologi Kristen adalah teologi pembebasan, maka pengandaian sosialnya penindasan

struktural … akan sulit menerapkan suatu jenis teologi radikan untuk jenis

masyarakat yang tidak mengenal konflik-konflik struktural. Itulah sebabnya lebih

efektif menggunakan istilah teori sosial dari pada teologi sosial … dengan

perangkat teori sosial diharapkan mampu merekayasa transformasi melalui bahasa

yang objektif, dan teori sosial juga menekankan pada bidang yang bersifat empiris,

historis, dan temporal” (Kuntowijoyo 1998, h.287-288).

Sebagai alternatif terhadap gagasan yang dilontarkan oleh Moeslim Abdurrahman. Yakni

mengenai pentingnya merumuskan teologi baru yang disebutnya sebagai Teologi

Transformatif. Kuntowijoyo lebih menawarkan gagasannya dengan merumuskan Ilmu

Sosial Profetik. Namun untuk sampai kepada istilah tersebut ada beberapa tahapan yang

harus dipahami sehingga sesuai dengan maksud gagasan tersebut.

Menurut Kuntowijoyo dengan “mengganti istilah teologi menjadi ilmu sosial, maka

lebih menegaskan sifat dan maksud dari gagasan tersebut. Jika gagasan

pembaharuan teologi adalah agar agama diberi tafsir baru dalam memahami relitas,

maka metode yang efektif untuk memahami maksud tersebut adalah mengelaborasi

Page 53: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

53

ajaran-ajaran agama ke dalam bentuk suatu teori sosial. Jelas bahwa lingkup yang

menjadi sasaran dari gagasan tersebut adalah lebih kepada rekayasa untuk

transformasi sosial” (Kuntowijoyo 1998, h.287).

Dari penjelasan tersebut di atas dipahami bahwa, penggantian istilah teologi menjadi ilmu

sosial, Kuntowijoyo menghendaki adanya penerimaan secara luas pengembangan gagasan

Teologi Transformatif. Menurut pandangan Kunto bahwa konsep teologi di masyarakat

masih dipersepsi secara berbeda-beda, yang menyebabkan pembaharuan atasnya relatif

belum dapat diterima. Sedangkan istilah ilmu sosial dianggapnya lebih netral dan terhindar

dari pretensi doktrinal, karena kebanyakan dari masyarakat mengakui sifatnya yang nisbi.

Tujuan selanjutnya dari penggantian istilah ke ilmu sosial adalah penekanan pencarian

ilmu sosial yang menurutnya lebih terfokus pada aspek yang bersifat empiris, historis, dan

temporal. Tidak seperti teologi, ruang lingkup ilmu sosial tidak ditekankan pada aspek

normatif yang bersifat permanen. Sehingga pada akhirnya, dengan pemakaian istilah ilmu

sosial akan dengan bebasnya mengutak-atik avonturisme intelektual di segala ruang waktu.

Karenanya terbuka kemungkinan adanya perumusan ulang, revisi dan rekonstruksi secara

terus menerus baik melalui refleksi empiris maupun normatif.

Terkait masalah tersebut di atas, Kuntowijoyo menjelaskan bahwa prioritas Ilmu Sosial

Profetik ialah “Teorisasi. Sejarah intelektual Islam sangat miskin dengan teori, terutama

teori sosial, hanya Ibn Khaldun (1332-1406) yang paling berhak menyandang gelar bapak

Teori Sosial Islam, teori yang lahir karena deduksi dari ayat-ayat Al-Qur’an dan induksi,

pengamatan, dari sejarah bangsa-bangsa saat itu” (Kuntowijoyo 2001, h.110). Dari

penjelasan tersebut diketahuai maksud Kuntowijoyo, pentingnya merumuskan teori sosial

Islam, karena teori-teori tersebut terus berkembang, selain ada jarak dan waktu juga ada

jarak geografis dan sosial masyarakat yang harus terus diikuti perkembangannya sesuai

dengan masalah kontemporer.

Page 54: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

54

Selanjutnya, “penggantian istilah Transformatif menjadi Profetis, sebetulnya untuk

memberi penekanan ke arah mana trnsformasi itu dilakukan, untuk apa dan oleh siapa …

bukan sekedar mengubah demi perubahan, tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan

profetik tertentu” (Kuntowijoyo 1998, h.288).

Dari penjelasan tersebut dipahami bahwa, Kuntowijoyo sedang melancarkan kritik

atas ide yang diupayakan Pencerahan Barat mengenai ilmu yang mesti bebas nilai.

Berlawanan dengan itu ia malah menghendaki bahwa masyarakat harus secara sadar

memilih arah, sebab dan subyek dari ilmu sosial yang dibangun. Sehingga ilmu sosial tidak

hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, melainkan juga memberi petunjuk ke

arah mana transformasi dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa. Dengan menggunakan istilah

profetik maka secara tegas menetapkan aspek normatifnya berupa nilai-nilai profetik

tertentu (Islam).

Tentang arah dan cita-cita trnsformasi Islam, Kuntowijoyo menjelaskan bahwa “cita-cita

transformasi sosial itu berakar pada misi ideologis dengan menegakkan amar ma’ruf

(humanisasi) dan nahi mungkar (liberalisasi, pembebasan). Setiap gerakan Islam ke arah

transformasi sosial, pasti melibatkan unsur ini: humanisasi, emansipasi, liberasi, dan

transendensi” (Kuntowijoyo 2006, h.87).

Karena itu, agar terancang lebih sistematis dan ilmiah, suatu gerakan sosial harus

dimotivasikan dan didasarkan pada teori sosial. Dalam hal ini Kuntowijoyo tidak ragu

memberikan contoh konsep-konsep teori sosial yang berkaitan dengan transformasi sosial

merujuk pada perkembangan teori sosial Barat. Misalnya, “konsep Karl Marx, marxisme

yang mencita-citakan masyarakat tanpa kelas. Kemudian konsep feminisme yang mencita-

citakan masyarakat tanpa eksploitasi seksual. Keduanya memiliki persamaan yaitu anti

dominasi dan diskriminasi (Kuntowijoyo 2006, h. 95). Dari kedua contoh ilmu sosial

Page 55: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

55

akademik tersebut semuanya merujuk kepada ilmu yang memiliki perhatian pada nilai

(berpihak). Maka suatu ilmu yang mengandung nilai-nilai Islam dan berpihak pada umat

adalah sah sebagai ilmu. Dengan cara ini Ilmu Sosial Profetik memiliki kesempatan

menjadi bagian dari sejarah pemikiran (Barat).

Menurut Kuntowijoyo, reorientasi kesadaran dari tingkat normatif ke tingkat ilmiah

merupakan salah satu prasayarat intelektual untuk mamulai perumusan teori sosial dari

paradigma Islam, dan dari sinilah dapat dirumuskan dan dikembangkan ilmu sosial

transformatif. Karena itulah tidak mengherankan jika Kunto tidak menyetujui Teologi

Transformatif yang digagas oleh Moeslim Abdurrahman, karena selain membingungkan,

istilah teologi kurang cocok dengan apa yang dikehendaki. Semangat dari gagasan Teologi

Transformatif akan lebih tepat jika diterjemahkan dengan istilah Ilmu Sosial Transformatif,

yang kemudian mengarah kepada Ilmu Sosial Profetik. Kuntowijoyo memandang bahwa

sesungguhnya substansi ajaran universal agama (profetika) bisa menjadi ilmiah dan dipakai

sebagai pisau analisa dan paradigma keilmuan apabila memulainya melalui proses

obyektifikasi beserta ilmu-ilmu modern lainnya. Gerakan sosial profetik melandaskan

dirinya pada prinsip untuk melakukan perubaan sosial yang berangkat dari nilai profetika

(kenabian) dengan kerangka pemikiran sosial yang multi paradigmatik.

Terkait dengan pemikiran Kuntowijoyo tersebut di atas, Budhy Munawar Rachman

menyebut bahwa “istilah transformasi yang dikembangkan Kunto dapat disebut sebagai

perubahan sosial … transformasi yang dikembangkan Kunto juga hampir identik dengatn

term etos kerja yang dikembangkan Nurcholis Madjid. Hampir sama sebagai suatu entitas

yang mengacu pada perubahan sosial melalui modernisasi, hanya saja berbeda pada teori

sosial yang dipakai” (Budhy munawar Rachman 2004, h.410).

Page 56: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

56

Tanggapan lain juga dikemukakan oleh Dawam Rahardjo menurutnya, “gagasan Ilmu

Sosial Profetik Kuntowijoyo dan Teologi Transformatif Moeslim Abdurrahman,

sebenarnya sebagai kritik cerdas terhadap teologi developmentalisme-nya Nurcholish

Madjid, yang cenderung mengukuhkan kebijakan pembangunan Orde Baru dan hegemoni

modernitas Barat” (M. Dawam Raharjo 1993, h.235-250).

Terlepas dari kedua pengamatan tokoh tersebut di atas, menurut penulis, Ilmu Sosial

Profetik Kuntowijoyo tidak terlepas dari hasil interaksi intelektual dengan Teologi

Transformatif yang digagas oleh Moeslim Abdurrahman. Kalaupun Kunto merasa

keberatan dengan penggunaan istilah teologi yang sering menimbulkan kesalahpahaman

dan alasan lain karena baginya teologi transformatif telah lahir di kalangan Kristen

Amerika Latin. Karena itulah, gagasan teologi ini tidak bisa diterapkan dalam umat Islam.

Sedangkan persamaan dari kedua gagasan tokoh tersebut menjadikan Al-Qur’an sebagai

paradigma transformasi sosial, dan Al-Qur’an menyediakan seperangkat piranti untuk

tujuan tersebut. Sedangkan perbedaan keduanya terletak pada metodologi dan cara

kerjanya.

Page 57: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

57

BAB 5

SIMPULAN

Simpulan

Latar belakang Kuntowijoyo menggagas Ilmu Sosial Profetik ialah karena ia kurang setuju

dengan konsep Teologi Transformatif yang gagasan Moeslim Abdurrahman, sebab baginya

istilah teologi banyak diartikan sebagai sesuatu yang sudah selesai (tak perlu ada teologi

baru), selain itu istilah teologi kurang pas jika fokus pembahasannya pada aspek-aspek

sosial. Inilah yang melatarbelakangi Kuntowijoyo menggagas Ilmu Sosial Profetik sebagai

alternatif bagi Teologi transformatif.

Page 58: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

58

Rumusan epistemologi Ilmu Sosial Profetik adalah strukturalisme transendental,

istilah ini digunakan Kuntowijoyo karena pemahamanya terhadap Al-Qur’an sebagai

wahyu dapat mengkontruksi pengetahuan umat Islam. Strukturalisme transendental

merupakan pengakuan bahwa Al-Qur’an memiliki bangunan ide yang transendental, atau

sistem gagasan yang otonom dan sempurna. Selain itu, strukturalisme transendental

sebagai alat untuk menganalisis realitas yang berkembang di dalam umat Islam.

Selanjutnya, metodologi Ilmu Sosial Profetik adalah integralisasi dan objektivikasi.

Integralisasi dilakukan dengan cara pengintegrasian atau penyatuan kekayaan keilmuan

(rasionalisme) manusia dengan kekayaan keilmuan Tuhan (wahyu), dan objektifikasi adalah

penerjemahan nilai-nilai internal (normatif) ke dalam kategori-kategori objektif, sehingga

nilai-nilai normatif agama bisa diterima oleh segala pihak sebagai sasuatu yang natural.

Unsur-unsur yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik adalah humanisasi, liberasi dan

transendensi. Prospek penerapan Ilmu Sosial Profetik yang digagas Kuntowijoyo saat ini

masih dalam wacana, karena sepeninggal Kuntowijoyo proyek pengembangan Ilmu Sosial

Profetik ke tataran akademik menjadi agenda yang tertunda, hingga saat ini Ilmu Sosial

Profetik masih dalam wacana.

Saran-saran

Ilmu Sosial Profetik lebih tepat digunakan dalam pembahasan yang terkait dengan aspek

sosial bila dibandingkan Teologi Transformatif, oleh karena itu, penulis menyarankan

untuk menggunakan istilah Ilmu Sosial Profetik bagi peneliti selanjutnya yang melakukan

penelitian yang terkait dengan ilmu sosial Islam.

Strukturalisme transendental adalah epistemologi Ilmu Sosial Profetik, meskipun demikian

penulis menyarankan untuk peneliti selanjutnya menggunakan istilah epistemologi Al-

Qur’an, karena epistemologi Al-Qur’an lebih mudah dipahami secara tekstual bila

Page 59: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

59

dibandingkan dengan istilah stukturalisme transendental. Integralisasi dan objektivikasi

merupakan metodologi Ilmu Sosial Profetik, metode ini merupakan langkah awal untuk

membawa nilai-nilai Islam agar dapat diterapkan dilingkungan masyarakat yang plural,

oleh karena itu penulis menyarankan untuk menggunakan kedua istilah tersebut untuk

penelitian selanjutnya.

Humanisasi, liberasi dan transendensi merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam

Ilmu Sosial Profetik, penulis menyarankan kepada peneliti selanjurnya bila menggunakan

ketiga istilah tersebut menyertakan istilah ‘amar ma’ruf, nahi munkar, dan tu’minuna billah

yang terkandung dalam surat QS. Ali Imran 110 sebagai keterangan, sehingga arah dan

tujuan istilah humanisasi, liberasi dan transendensi dapat dipahami dengan jelas.

Penelitian yang terkait dengan Ilmu Sosial Profetik merupakan upaya pengembangan dan

penyempurnaan teori Ilmu Sosial Profetik yang telah ada agar dapat diterapkan di masa

yang akan datang.

Rekomendasi

Dari penelitian ini diperoleh bahwa ada banyak pemikiran Kuntowijoyo yang terebar dalam

banyak karyanya, salah satunya adalah tentang periodeisasi sejarah pemikiran umat Islam

di Indonesia. Berdasarkan data-data yang ada, penulis merekomendasikan kepada peneliti

selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang perkembangan Ilmu Sosial Profetik jika

dilihat dari periodeisasi sejarah pemikiran umat Islam Indonesia, sebagai objek penelitian

selanjutnya.

Page 60: STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL …repository.radenfatah.ac.id/6308/1/LEPRIANIDA.pdf · ilmu keislaman konvensional yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, sebagai

60