mantra penjinak ular karya kuntowijoyo dan...

203
KONFLIK SOSIAL DALAM NOVEL MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA/MA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh: Indah Komalasari 1111013000063 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Upload: volien

Post on 14-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

KONFLIK SOSIAL DALAM NOVEL

MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN

IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI

SMA/MA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Indah Komalasari

1111013000063

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 3: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 4: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 5: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

i

ABSTRAK

INDAH KOMALASARI, NIM: 1111013000063, “Konflik Sosial dalam

Novel Mantra Penjinak Ular Karya Kuntowijoyo dan Implikasinya pada

Pembelajaran Sastra Di SMA/MA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen pembimbing: Rosida Erowati,

M. Hum.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konflik sosial

dalam novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif deskriptif. Objek dari

penelitian ini yaitu naskah novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo dengan mengkaji konflik sosial.

Berdasarkan hasil analisis, wujud konflik sosial dalam novel ini

disebabkan karena adanya beberapa permasalahan, antara lain: keyakinan,

ketidakberpihakan, penindasan, dan ketimpangan sosial. Pertentangan

berwujud konflik pemikiran, gagasan, pandangan, dan konflik fisik.

Wujud konflik sosial ini akan dibagi berdasarkan penyebab konflik sosial

di antaranya: perbedaan antar-individu, benturan antar-kepentingan baik

secara ekonomi ataupun politik, dan perubahan sosial dan budaya. Novel

Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo juga dapat diimplikasikan

dalam pembelajaran sastra di sekolah. Dengan memahami konflik sosial

dalam novel Mantra Penjinak Ular ini, siswa diharapkan dapat memahami

konsep konflik dengan baik dan dapat mengatasi konflik sehingga siswa

mampu memperkuat basis nilai dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Kata kunci: Mantra Penjinak Ular, Kuntowijoyo, konflik sosial,

pembelajaran sastra

Page 6: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

ii

ABSTRACT

INDAH KOMALASARI, NIM: 1111013000063, “Social Conflict in the

Novel Mantra Penjinak Ular by Kuntowijoyo and its Implications in the

Literature Learning Process in High-School Levels”. Major of Indonesian

literature and language education. The faculty of education and Tarbiyah

sciences. Islamic State University, Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervised

by: Rosida Erowati, M. Hum.

This research aimed to describe the social conflict in the novel of

Mantra Penjinak Ular. The method used in this research was qualitative

descriptive. The object of this research was the novel manuscript of

Mantra Penjinak Ular by Kuntowijoyo, by examining the social conflict.

Based on the analysis, the form of social conflicts in the novel is

due to several problems, among the other things were: faith, impartiality,

oppression, and social injustice. Conflicts in the form of conflict thoughts,

ideas, views, and physical conflict. The realization of this social conflict

will be divided based on the cause of social conflict, amongst them were:

differences between individuals, the clash between the interests of either

economically or politically, and social and cultural changes. The novel

Mantra Penjinak Ular by Kuntowijoyo can also be implicated in the

teaching of literature in school. By understanding the social conflict in the

novel Mantra Penjinak Ular, students are expected to understand the

concept of conflict well and can resolve conflict so that students are able to

strengthen the basis of the value in their daily lives.

Keywords: Mantra Penjinak Ular, Kuntowijoyo, social conflict,

instructional literature.

Page 7: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur kepada Allah Swt Tuhan semesta alam, yang telah

melimpahkan rahmat dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan

kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, keluarganya, sahabat-sahabatnya, kita

semua selaku pengikutnya yang diharapkan selalu mendapat safaatnya di dunia

maupun di akhirat.

Skripsi yang penulis buat sesungguhnya tidak luput dari kesalahan, masih

jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki,

namun berkat semangat, dorongan, dan motivasi dan bantuan dari orang-orang

terdekat dan banyak pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan.

Selama pembuatan dan penyusunan skripsi ini banyak pihak yang

membantu dan memberikan bantuan. Oleh karena itu penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan;

2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia;

3. Rosida Erowati, M. Hum, selaku dosen pembimbing yang sudah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis, sabar dalam

membimbing dan memberikan solusi atas kebingungan penulis selama

mengerjakan skripsi ini, serta sabar memberikan saran kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas

pengetahuan, arahan, dan motivasi Ibu selama ini;

4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi

penulis;

5. Keluarga tercinta yaitu Alm. H. M. Koharuddin, SH. M. Si. dan Dra.

Hj. Iceu Aisah, M. Pd, Idham Kholid Ramadhan, SH, dan M. Iqbal

Page 8: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

iv

Komara yang telah memberikan doa tiada henti demi kebaikan penulis,

kasih sayang, bimbingan, nasihat, motivasi, semangat, dan dukungan

moril bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

6. Indra Dwi Prasetyo, teman-teman seperjuangan PBSI B angkatan

2011, dan sahabat seperjuangan QURSI (Mariya Qibtia, Ulfa

Rahmatania, Rahma Rahayu Mustika, dan Shely Eplianty) yang sejak

awal perkuliahan menjadi teman berbagi baik suka maupun duka,

selalu menghadirkan keceriaan, memberikan bantuan, perhatian,

motivasi, semangat, dan doa selama ini;

7. Teman-teman seperjuangan mahasiswa PPKT di SMA Negeri 5 Kota

Tangerang Selatan yaitu; Wurry Aprianty, Siti Rodliyatun, Dewi

Agustina, Gita Mayanti, Kintatia Widiya Sari, Ratna Endah Sugiarti,

Ade Maulina, dan Rahmi Utami. Terimakasih atas semangat,

kebersamaan, kerjasama, dan bantuan yang sama-sama kita berikan

untuk satu sama lain dalam pelaksanaan Praktek Profesi Keguruan

Terpadu.

Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah memberikan balasan atas doa dan

kebaikan kalian semua. Kepada semua pihak, penulis mengharapkan kritik dan

saran guna membangun perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi,

perbaikan diri menjadi insan kamil yang mampu untuk mengemban amanah

dalam menjalani kehidupan ini. Dengan adanya skripsi ini, penulis juga berharap

dapat memberikan manfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.

Jakarta, 13 Februari 2017

Penulis

Page 9: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH

ABSTRAK ...................................................................................................... i

ABSTRACT .................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 4

C. Batasan Masalah................................................................................... 5

D. Rumusan Masalah ................................................................................ 5

E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5

F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5

G. Metodologi Penelitian .......................................................................... 6

1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 7

2. Objek Penelitian ............................................................................. 7

3. Data dan Sumber Data ................................................................... 7

4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 8

5. Teknik Analisis Data ...................................................................... 9

BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 11

A. Konflik dalam Karya Sastra ................................................................. 11

B. Pandangan tentang Konflik Sosial ....................................................... 13

C. Penyebab Konflik Sosial ...................................................................... 18

D. Hakikat Novel ...................................................................................... 20

E. Unsur Intrinsik Novel ........................................................................... 21

F. Hakikat Sosiologi Sastra ...................................................................... 29

G. Pembelajaran Sastra ............................................................................. 30

Page 10: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

vi

H. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 31

BAB III PROFIL KUNTOWIJOYO ........................................................... 35

A. Biografi Kuntowijoyo .......................................................................... 35

B. Karya Kuntowijoyo ............................................................................. 36

C. Pemikiran Kuntowijoyo ...................................................................... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 43

A. Unsur Intrinsik Novel Mantra Penjinak Ular Karya Kuntowijoyo ..... 43

1. Tema ............................................................................................... 43

2. Tokoh dan Penokohan .................................................................... 47

3. Alur ................................................................................................ 69

4. Latar ............................................................................................... 86

5. Sudut Pandang ................................................................................ 98

B. Wujud Konflik Sosial dan Faktor Penyebabnya .................................. 99

C. Cara Mengatasi Konflik Sosial ............................................................ 101

D. Pembahasan: Wujud Konflik Sosial dan Faktor Penyebabnya ............ 104

1. Konflik Pemikiran: Keyakinan (Perbedaan Antar-Individu) ......... 104

2. Konflik Gagasan dan Konflik Fisik: Ketidakberpihakan

dan Penindasan (Benturan Antar-Kepentingan)............................. 108

3. Konflik Pandangan dan Konflik Fisik: Ketimpangan Sosial

dan Keyakinan (Perubahan Sosial dan Budaya) ............................ 114

E. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ........................... 120

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 123

A. Simpulan .............................................................................................. 123

B. Saran ..................................................................................................... 125

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 127

LAMPIRAN

LEMBAR UJI REFERENSI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 11: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang berkembang dalam

masyarakat Jawa dengan beberapa variasi dan heterogenitas masyarakat

yang berkembang, baik di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun di

Jawa Timur.1 Kesenian hanyalah salah satu unsur kebudayaan bagi

masyarakat Jawa. Wayang tidaklah hanya sekadar tontonan tetapi juga

tuntunan. Bahkan wayang juga sebagai wahana pengabdian dalang bagi

masyarakat, negara, bangsa serta umat manusia pada umumnya.2 Namun,

Kuntowijoyo menanggapi pembodohan zaman Orba yang berupa

simplifikasi (penyederhanaan) dan manipulasi (penyelewengan) budaya

Jawa dicomot semau-maunya untuk membenarkan kekuasaan. Tradisi

wayang yang memang tidak mengenal peran rakyat kecuali sebagai

penurut. Rupanya mengilhami Orba untuk tidak mengenal demokrasi.3

Cara pihak penguasa pemerintahan Orde Baru untuk memperoleh

dukungan massa dengan memandang perlunya menggunakan instrumen

kesenian sebagai media untuk menarik massa. Dalang sebagai orang pintar

(intelektual sekaligus aktor) di daerah dipandang amat potensial untuk

menyampaikan pesan dan ajakan kepada masyarakat. Para dalang ditunjuk

pihak penguasa sebagai juru kampanye. Hal ini dilakukan penguasa demi

mengharapkan dukungan, simpati, dan ketaatan masyarakat luas untuk

tunduk dan patuh terhadap kekuasaan yang dipegang oleh pemerintah.4

Kuntowijoyo menanggapi lebih lanjut tentang pemerintahan Orde Baru.

Para politis, birokrat, militer, dan pengusaha setuju dengan satu hal:

1 Moh. Roqib, Harmoni dalam Budaya Jawa (Dimensi Edukasi dan Keadilan Gender),

(Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press, 2007), h. 35-36. 2 Sujamto, Wayang dan Budaya Jawa, (Semarang: Dahara Prize, 1992), h. 18-19. 3 Kuntowijoyo, “Politisasi, Komersialisasi, dan Otonomi Budaya”, Harian Kompas,

Jakarta, 29 Oktober 1999, h. 4. 4 Sutiyono, Jurnal berjudul “Hegemoni Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan”, Jurnal

Imaji. h. 1-2.

Page 12: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

2

pembangunan berarti kemajuan yang konkret. Pada tahun 1966-1995

pembangunan materiil diutamakan. Ini yang mengundang monopoli dan

pergusuran-pergusuran.5

Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah pemerintahan Orde

Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Selama rentang waktu tersebut muncul

berbagai konflik dalam kehidupan masyarakat. Fenomena Orde Baru

dalam sejarah Indonesia direspon oleh beberapa sastrawan dalam bentuk

karya sastra. Hal ini dapat dipahami mengingat karya sastra tidak bisa

dipisahkan dengan kondisi sosial budaya yang melingkupinya.

Kuntowijoyo adalah salah satu sastrawan yang mampu merespon kondisi

Orde Baru dan memasukkan situasi zaman tersebut ke dalam karyanya.

Respon tersebut muncul di antaranya dalam novel Mantra Penjinak Ular.6

Permasalahan-permasalahan aktual di atas, kini ternyata diangkat pula

oleh Kuntowijoyo dalam novel Mantra Penjinak Ular.

Dalam setting budaya Jawa berikut warna Islam yang selalu

mewarnai karya Kuntowijoyo, tokoh Abu Kasan Sapari tumbuh dalam

suatu proses dialektika dengan zaman yang terus bergerak, pada kurun

waktu kira-kira menjelang akhir abad ke-20. Sebagai pegawai di sebuah

kecamatan di kaki Gunung Lawu, Jawa Tengah, Abu berkesempatan

tampil sebagai saksi sejarah menjelang tumbangnya kejayaan sebuah orde

yang kemaruk: Orde Baru. Sampai akhirnya tanda-tanda zaman itu

muncul, isyarat bahwa pemerintah yang tengah berkuasa akan segera

ambruk.7

Beberapa alasan bagi peneliti memilih karya Kuntowijoyo sebagai

bahan yang akan diteliti. Alasan peneliti menjadikan novel MPU sebagai

bahan penelitian di antaranya: pertama, Kuntowijoyo merupakan figur

yang menunjukkan realitas budaya Jawa. Hal tersebut dapat dilihat dari

5 Kuntowijoyo, “Mencari Budaya Politik Alternatif”, Harian Kompas, Jakarta, 5

Desember 1995, h. 4. 6 Kusmarwanti, “Tokoh Orang Tua dan Refleksi Politik Orde Baru dalam Novel-Novel

Karya Kuntowijoyo”, Litera, Vol. 14, 2015, h. 148-149. 7 Kuntowijoyo, Mantra Penjinak Ular, (Jakarta: Kompas, 2000), sampul halaman

belakang.

Page 13: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

3

latar belakang pendidikannya yaitu sejarahwan, cendikiawan, agamawan,

dan budayawan. Ada beberapa novel lainnya yang berlatar budaya Jawa

selain novel Mantra Penjinak Ular, yaitu Wasripin dan Satinah dan Pasar.

Novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo mengangkat latar budaya

Jawa yang kental dan latar situasi Orde Baru dengan kekuasaan yang

otoritarian.8 Novel Pasar karya Kuntowijoyo memiliki latar belakang etnis

Jawa dan banyak mengangkat permasalahan kejawaan.9

Kedua, Kuntowijoyo merefleksikan gagasan filosofisnya melalui

karya-karyanya yang bercorak transendental dan profetik. Sastra yang

bercorak transendental dapat dilihat dalam novelnya, yaitu Khotbah di

Atas Bukit, Impian Amerika, Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Anjing-

Anjing Menyerbu Kuburan serta kumpulan puisinya yang berjudul Suluk

Awang-Awung. Sementara itu, sastra yang bersifat profetik, yaitu Pasar,

Mantra Penjinak Ular, dan Waspirin dan Satinah. Ketiga, Kuntowijoyo

merupakan intelektual yang sangat kritis terhadap fakta sosial dan dalam

karya cerpen dan novelnya banyak menggunakan tokoh orang desa dan

rakyat jelata, serta karya-karyanya sarat dengan memperjuangkan

pembebasan orang yang tertindas.

Kempat, novel MPU ini menarik perhatian peneliti karena

mengambil latar waktu historis peristiwa Orde Baru pada tahun 1997 masa

pemilihan umum nasional, sebelum reformasi, saat situasi politik di

Indonesia sedang menghangat dan terasa hingga ke pedesaan-pedesaan.

Kelima, novel MPU ini sarat akan konflik sosial yang tidak berwujud

kekerasan, yakni unjuk-rasa (demonstrasi), pemogokan (dengan segala

bentuknya), dialog (musyawarah), polemik melalui surat kabar, dan protes.

Selain itu, peneliti juga tertarik terhadap cara para tokoh dalam mengatasi

konflik sosial.

8 Kusmarwanti, op. cit., h. 149. 9 Nurhadi dan Dian Swandayani, Kajian Filsafat Suryomentaram dalam Novel Pasar

Karya Kuntowijoyo, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files diunduh pada hari Senin, 7-3-2016. h.

2.

Page 14: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

4

Pembelajaran sastra mengenai analisis unsur intrinsik dan

ekstrinsik dalam novel dapat diterapkan oleh guru untuk membangun

kreativitas peserta didik dalam mengapresiasikan karya sastra. Melalui

novel MPU, peserta didik diharapkan dapat memahami konsep konflik

dengan baik dan dapat mengatasi konflik sosial sehingga siswa mampu

memperkuat basis nilai, baik nilai moral, budaya, agama, dan sosial dalam

kehidupan mereka sehari-hari. Peserta didik juga dapat mengimplikasikan

bahwa penyelesaian dari konflik sosial itu tidak harus berujung pada

tindakan kekerasan dan memakan korban jiwa tetapi konflik sosial dapat

diatasi dengan jalan musyawarah bersama yang dapat menguntungkan

kedua belah pihak yang berkonflik. Konflik sosial juga dapat diselesaikan

dengan melibatkan pihak-pihak tertentu maupun lembaga sosial-politik

yang dapat melerai pihak yang berkonflik.

Sehubungan dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas,

peneliti tertarik untuk meneliti novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo dengan mengambil judul “Konflik Sosial dalam Novel

Mantra Penjinak Ular Karya Kuntowijoyo dan Implikasinya pada

Pembelajaran Sastra di SMA/MA.” Melalui penelitian ini peneliti akan

mencari tahu bagaimana kehidupan masyarakat desa dengan berbagai

permasalahan yang nantinya dapat memicu terjadinya konflik sosial dan

perubahan sikap masyarakat desa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Kurangnya keterlibatan lembaga sosial-politik secara langsung dalam

mengatasi berbagai potensi konflik di sejumlah daerah.

2. Kurangnya sikap dan nilai-nilai positif yang dapat diambil dari

terjadinya konflik sosial.

3. Kurangnya pembahasan mengenai konflik sosial yang diimplikasikan

pada pembelajaran sastra di SMA/MA.

Page 15: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

5

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan agar ruang lingkup penelitian tidak

kabur sehingga ruang lingkup penelitian menjadi jelas dan terarah. Adapun

pembatasan masalah yang akan diteliti adalah fokus kepada “Pengaruh

konflik sosial terhadap sikap masyarakat desa dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo”.

D. Rumusan Masalah

Agar penelitian lebih jelas dan terarah maka penulis merumuskan

masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana konflik sosial dalam novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo?

2. Bagaimana implikasi pembahasan konflik sosial dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo pada pembelajaran sastra Indonesia

di SMA/MA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan konflik sosial dalam novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo.

2. Mendeskripsikan implikasi pembahasan konflik sosial dalam novel

Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo pada pembelajaran sastra

Indonesia di SMA/MA.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang

mencakup aspek teoretis maupun praktis.

1. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan

meningkatkan pengetahuan serta wawasan yang berkaitan dengan

sastra Indonesia, khususnya dalam pembelajaran sastra di sekolah.

Page 16: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

6

Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu dalam menambahkan

pemikiran mengenai pendekatan yakni sosiologi sastra serta membantu

dalam mengkaji novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

2. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memudahkan dan

membantu pembaca dalam memahami isi, mengapresiasikan serta

mengaplikasikan sikap optimis dalam novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo khususnya dalam menghadapi konflik sosial yang

sering terjadi pada kehidupan sehari-hari. Penelitian ini juga

diharapkan dapat menjelaskan cara pandang pengarang yang terdapat

dalam novel terkait konflik sosial dalam masyarakat dengan

menggunakan lintas disiplin ilmu, yaitu sastra dan sosiologi.

G. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah,

data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya.10 Hanya saja

penelitian sastra bersifat deskriptif, karena itu metodenya juga

digolongkan ke dalam metode deskriptif. Dalam hal ini, Nawawi dalam

Siswantoro menjelaskan metode deskriptif dapat diartikan sebagai

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (novel, drama, cerita

pendek, puisi) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

atau sebagaimana adanya.11

Penulis menggunakan novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo sebagai data alamiah dengan metode kualitatif deskriptif.

Penelitian ini menekankan pada analisis dan hasil analisisnya dalam

bentuk deskripsi, tidak berupa angka-angka atau koefisian tentang

10 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007), h. 47. 11 Siswantoro, Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2010), h. 56.

Page 17: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

7

variabel. Metode analisis isi digunakan untuk menganalisis isi suatu

dokumen ataupun teks dalam karya tersebut.

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari 3 September 2015 sampai 13

Februari 2017. Penelitian ini tidak terkait dengan tempat tertentu

karena objek yang dikaji berupa naskah (teks) karya sastra, yaitu

novel.

2. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini yaitu naskah novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo dengan mengkaji “Konflik Sosial dalam Novel

Mantra Penjinak Ular Karya Kuntowijoyo dan Implikasinya pada

Pembelajaran Sastra di SMA/MA”.

3. Data dan Sumber Data

a. Data

Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan

informasi atau keterangan.12 Data merupakan informasi yang telah

dikumpulkan oleh peneliti agar mempermudah dalam proses

analisis. Data penelitian ini berupa kutipan kata, kalimat serta

dialog yang terdapat dalam novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo.

b. Sumber Data

Sumber dalam pengumpulan data dapat menggunakan sumber data

primer dan sumber data sekunder.

1) Sumber Data Primer

Data primer adalah data utama, yaitu data yang diseleksi

atau diperoleh langsung dari sumbernya tanpa perantara.

Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang

diproses secara langsung dari sumbernya tanpa lewat

12 Riduwan. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 106.

Page 18: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

8

perantara. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah

novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

2) Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung atau lewat perantara, tetapi tetap bersandar kepada

kategori atau parameter yang menjadi rujukan.13 Sumber data

sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak

langsung atau lewat perantara, tetapi masih berdasar pada

kategori konsep yang akan dibahas. Data sekunder umumnya

berupa bukti, catatan atau laporan yang telah tersusun dalam

bentuk data dokumenter baik yang dipublikasikan dan tidak

dipublikasikan.

Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

adalah buku-buku yang berhubungan dengan sastra, novel,

konflik sosial, dan faktor penyebab terjadinya konflik sosial.

Adapula data yang didapatkan dari jurnal sebagai penunjang

penelitian relevan berupa skripsi bersumber dari internet yang

telah terpercaya melalui universitas dan lembaga tertentu.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk pengumpulan data

dari novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo yaitu:

a. Membaca secara cermat, terarah, dan teliti naskah novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo. Pembacaan dilakukan secara

berulang-ulang sehingga data yang didapat lebih maksimal.

b. Menandai dan mencatat kutipan-kutipan dari setiap rangkaian

peristiwa yang termasuk ke dalam unsur instrinsik dan

menggambarkan konflik sosial dalam novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo.

13 Siswantoro, op. cit., h. 70-71.

Page 19: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

9

c. Pengelompokkan data secara sistematis dan objektif dalam bentuk

tabel dan skema sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh

tokoh utama maupun tokoh pendukung.

d. Hasil dari proses pencatatan dan pengelompokan data digunakan

sebagai data untuk analisis konflik sosial novel Mantra Penjinak

Ular karya Kuntowijoyo.

e. Hasil dari poin c digunakan sebagai data untuk

mengimplementasikan sikap masyarakat desa dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo pada pembelajaran sastra.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode

pembacaan semiotik yang terdiri atas pembacaan model heuristik dan

hermeneutik. Pembacaan heuristik yaitu pembacaan dengan jalan

meniti tataran gramatikalnya dari sisi mimetisnya dan dilanjutkan

dengan pembacaan retroaktif, yaitu pembacaan bolak-balik

sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap

maknanya.14 Pembacaan heuristik berfungsi untuk memperjelas arti.

Pembacaan hermeneutik dilakukan dengan membaca secara berulang-

ulang kemudian memahami makna dari bacaan tersebut.

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis

data antara lain:

a. Menganalisis data yaitu novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo berdasarkan struktur naskah meliputi tema, tokoh dan

penokohan, alur, latar cerita, dan sudut pandang.

b. Analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi

sastra. Analisis ini dilakukan dengan membaca dan memahami

kembali data yang diperoleh baik berupa buku maupun jurnal yang

berkaitan dengan penelitian serta mengumpulkan dan

14 Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002),

h. 11.

Page 20: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

10

mengelompokkan teks-teks yang mengandung bahasan tentang

konflik sosial kemudian menganalisisnya sesuai rumusan yakni

konflik sosial dalam novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo.

c. Mengimplikasikan novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo pada pembelajaran sastra Indonesia di SMA/MA

yang dilakukan dengan cara menghubungkan materi pembelajaran

sastra di sekolah.

Page 21: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konflik dalam Karya Sastra

Karya sastra sering kali dikaitkan dengan realitas sosial yang

melibatkan banyak konflik di dalamnya, tentu benar adanya mengingat

keduanya tidak bisa dipisahkan. Wellek dan Warren, menyatakan bahwa

konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara

dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.1

Konflik akan terjadi apabila tidak adanya lagi kesepakatan mengenai

sebuah keinginan yang tidak tercapai dan tidak adanya kesepakatan antara

individu satu dengan individu lainnya. Hal ini biasanya sering terjadi pada

kehidupan nyata masyarakat yang selalu menghindari maupun harus

menghadapi hal tersebut. Sebuah karya sastra yang menampilkan berbagai

macam peristiwa sangat erat kaitannya dengan konflik. Peristiwa akan

mampu menciptakan konflik dan konflik akan memicu adanya peristiwa

lainnya.

Nurgiantoro, menyatakan bahwa peristiwa dan konflik biasanya

berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain,

bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa juga. Ada peristiwa

tertentu yang dapat menimbulkan konflik. Sebaliknya, karena terjadi

konflik, berbagai peristiwa lain pun dapat bermunculan, misalnya sebagai

akibatnya. Konflik demi konflik yang disusul oleh peristiwa demi

peristiwa akan menyebabkan konflik menjadi semakin meningkat.2

Namun, konflik yang digambarkan di dalam karya sastra bukan

sepenuhnya konflik nyata. Pengarang bisa saja memasukkan imajinasi

yang dimilikinya baik secara sengaja maupun tidak sengaja menyajikan

konflik dengan cara demikian agar menimbulkan kesan menarik untuk

1 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1993), h. 285. 2 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2013), h. 180.

Page 22: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

12

dibaca. Perlu diingat sastra bukanlah sebuah kejadian yang

menggambarkan keadaan dengan apa adanya. Dengan demikian, sastra

tidak sepenuhnya menggambarkan sebuah konflik yang terjadi pada kurun

waktu tertentu.

Bentuk konflik sebagai bentuk peristiwa dapat pula dibedakan ke

dalam dua kategori: konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal

(external conflict) dan konflik internal (internal conflict). Konflik

eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu

yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam mungkin

lingkungan manusia atau tokoh lain. Dengan demikian, konflik eksternal

dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konflik fisik (physical

conflict) dan konflik sosial (social conflict). Konflik fisik adalah konflik

yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dan lingkungan alam.

Sebaliknya, konflik sosial adalah konflik yang disebabkan kontak sosial

antarmanusia. Antara lain berwujud masalah perburuhan, penindasan,

percekcokkan, peperangan, atau kasus-kasus hubungan sosial lainnya.

Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati dan pikiran, dalam

jiwa seorang tokoh cerita. Jadi, ia merupakan konflik yang dialami

manusia dengan dirinya sendiri. Konflik itu lebih merupakan

permasalahan intern seorang manusia. Misalnya, hal itu terjadi akibat

adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang

berbeda, harapan-harapan, atau masalah-masalah lainnya. Konflik batin

banyak disoroti dalam novel yang lebih banyak mengeksplorasi berbagai

masalah kejiwaan dengan menggunakan sudut pandang orang pertama.3

Pengertian konflik dalam karya sastra dari berbagai pendapat pada

ahli sebelumnya menitikberatkan bahwa konflik dalam karya sastra adalah

pertentangan yang memicu terjadinya peristiwa penting lainnya yang

sangat dibutuhkan bahkan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan.

Sastra bukan saja memunculkan terjadinya konflik tetapi juga

menampilkan bagaimana cara untuk mengatasi konflik tersebut. Oleh

3 Ibid., h. 181-182.

Page 23: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

13

karena itu, sastrawan dituntut untuk tidak hanya terfokus pada masalah

gaya dan teknik penulisan saja, tetapi harus memperhatikan pula persoalan

mengenai konflik dan cara mengatasinya. Hal tersebut juga dapat

menjadikan sastra sebagai alat untuk mencapai perubahan sikap dalam

masyarakat.

B. Pandangan tentang Konflik Sosial

Kata konflik menurut Kamus Bahasa Indonesia berarti

percekcokan, perselisihan, pertikaian, pertentangan, benturan, atau clash

antar manusia. Konflik seperti itu bisa timbul bila ada perbedaan pendapat,

pandangan, nilai, cita- cita, keinginan, kebutuhan, perasaan, kepentingan,

kelakuan, atau kebiasaan.4 Menurut Nurdjana, konflik sebagai akibat

situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan

antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling

terganggu.5 Sedangkan dalam pengertian yang umum (longgar), konflik

didefinisikan sebagai perbedaan sosio-kultural, ekonomi, politik, dan

ideologis di antara berbagai kelompok masyarakat, pada dasarnya tak bisa

dipisahkan dari hakikat keberadaan manusia dalam kehidupan kolektif.

Apalagi bangsa kita dianugerahi keanekaragaman sosio-kultural yang

bahkan sering saling tumpang tindih. Karena itu wajar jika bangsa yang

heterogen ini menyimpan potensi konflik tinggi. Sementara itu segmentasi

dalam bentuk terjadinya kesatuan-kesatuan sosial yang terikat ke dalam

ikatan-ikatan primordial dengan subkebudayaan yang berbeda sangat

mudah sekali melahirkan konflik-konflik sosial.6

Menurut M. Atho secara umum konflik sosial pada hakikatnya

adalah suatu keadaan di mana sekelompok orang dengan identitas yang

jelas, terlibat pertentangan secara sadar dengan satu kelompok lain atau

lebih, karena mengejar tujuan-tujuan yang bertentangan, baik dalam nilai

4 M. Harun Alrasyid, “Manajemen Bencana Sosial dan Akar Konflik Sosial”, Jurnal

Madani, 2005, h. 5. 5 Andri Wahyudi, “Konflik, Konsep Teori dan Permasalahan”, Jurnal Madani, 2005, h. 3. 6 M. Harun Alrasyid. loc. cit.

Page 24: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

14

maupun dalam klaim terhadap status, kekuasaan, atau sumber-sumber

daya yang terbatas dan dalam prosesnya ditandai oleh adanya upaya pihak-

pihak yang terlibat untuk saling menetralisasi, mencederai, atau bahkan

mengeliminasi posisi atau eksistensi lawan. Jadi konflik bukanlah

kompetisi atau ketegangan, meskipun keduanya dapat menjadi cikal bakal

konflik.7 Menurut Coser (dalam Zeitlin) bahwa konflik sosial adalah suatu

perjuangan terhadap nilai dan pengakuannya terhadap status yang langka,

kemudian kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau

dilangsungkan, atau dieliminasi saingan-saingannya. Dalam konflik sosial,

jati diri dari orang perorang yang terlibat dalam konflik tersebut tidak lagi

diakui keberadaannya. Jati diri orang perorang tersebut diganti oleh jati

diri golongan atau kelompok. Dengan kata lain, dalam konflik sosial, yang

terjadi bukanlah konflik antara orang perorang dengan jati diri masing-

masing, melainkan antara orang perorang yang mewakili jati diri golongan

atau kelompoknya.8

Konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik yang berwujud

kekerasan dan konflik yang tak berwujud kekerasan. Konflik yang

mengandung kekerasan, pada umumnya terjadi dalam masyarakat-negara

yang belum memiliki konsensus dasar mengenai dasar dan tujuan negara.

Huru-hara (kerusuhan), kudeta (perebutan kekuasaan dengan paksa),

pembunuhan, pemberontakan, dan revolusi merupakan sejumlah contoh

konflik yang mengandung kekerasan. Konflik yang tak berwujud

kekerasan, pada umumnya dapat ditemui dalam masyarakat-negara yang

memiliki konsensus mengenai dasar dan tujuan negara. Adapun contoh

konflik yang tak berwujud kekerasan, yakni unjuk-rasa (demonstrasi),

pemogokan (dengan segala bentuknya), dialog (musyawarah), polemik

melalui surat kabar, dan protes. Sementara itu, konflik tidak selalu bersifat

7 M. Atho Mudzhar, “Pluralisme, Pandangan Ideologis, dan Konflik Sosial Bernuansa

Agama” dalam Moh. Soleh Isre (Editor), Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2003), h. 2. 8 Parsudi Suparlan, “Konflik Sosial dan Alternatif Pemecahannya”, Jurnal Antropologi

Indonesia, Vol. 30, 2006, h. 145-146.

Page 25: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

15

negatif seperti diduga banyak orang. Apabila ditelaah secara saksama,

konflik mempunyai fungsi positif, yakni sebagai pengintegrasi (pembauran

hingga menjadi kesatuan) masyarakat dan sebagai sumber perubahan.9

Coser dan Steven (dalam Anton), mengemukakan konflik-konflik

sosial, yang dianggap sebagai perjuangan atas nilai-nilai dan klaim-klaim

atas status kekuasaan, dan sumber daya, dapat memenuhi fungsi-fungsi

positif. Misalnya, konflik dapat mendamaikan kelompok-kelompok yang

saling bersaing, mengarahkan pihak-pihak yang sedang berjuang untuk

mengekspresikan identitas mereka sendiri, mengurangi ketidakpastian

dengan menjaga batas-batas kelompok, dan merangsang kelompok untuk

mencari asumsi-asumsi serta nilai-nilai dasar umum atau lembaga-

lembaga pengamanan, dan sebagainya. Secara singkat konflik dapat

meningkatkan bukannya mengurangi adaptasi atau penyesuaian hubungan-

hubungan sosial atau kelompok-kelompok.10

Konflik sosial yang menyelimuti masyarakat kita dan masyarakat

dunia sekarang berasal dari nilai-nilai suci yang berbeda (cara hidup,

kebenaran transenden, dan moral). Konflik sosial jelas sekali muncul

disebabkan cara mengatasinya yang lamban dari kasus-kasus individu

yang berdasarkan keadilan hukum yang tidak bisa dilaksanakan oleh

aparat keamanan.11 Terlepas dari apa bentuk (modus) konflik yang terjadi,

faktor penyebab dan fungsinya bagi terbentuknya proses sosial, ternyata

konflik berkepanjangan tidak hanya berakibat semakin sulitnya dicarikan

strategi pemecahannya tapi juga berdampak semakin rusaknya tatanan

kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam hal inilah, hal terpenting harus

disikapi Pemerintah dan masyarakat adalah mencari solusi paling tepat

9 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1992), h. 150. 10 Anton Van Harskamp, Konflik-Konflik dalam Ilmu Sosial, (Yogyakarta: KANISIUS

(Anggota IKAPI), h. 5. 11 Suaidi Asy’ari, Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini, (Jakarta: Indonesian-

Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS), 2003), h. 31.

Page 26: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

16

untuk mengatasi konflik yang terjadi serta membangun kerukunan hidup

masyarakat sehingga terbentuk NKRI yang kuat.12

Hal itu menunjukkan bahwa sentimen dan kepercayaan yang

berlebihan tentang keyakinan masyarakat terhadap salah satu kelompok,

golongan dan atau agama akan menimbulkan konflik, baik yang bernuansa

sosial-ekonomi, politik maupun agama. Bukti ini juga sekaligus

menunjukkan bahwa potensi konflik itu ada diberbagai bidang. Oleh

karena itu perlu upaya yang simultan dilakukan agar konflik yang

potensial tersebut dikelola secara saksama, baik oleh pemerintah daerah,

masyarakat maupun aparat penegak hukum. Yang tidak kalah pentingnya

adalah peranan lembaga pendidikan dan proses pembelajaran yang terjadi

di dalamnya.13

Dalam mengatasi konflik yang terjadi perlu dilakukan dialog dan

komunikasi agar masyarakat memiliki pengertian tentang keragaman dan

toleransi, melakukan negosiasi sesuai dengan berbagai kepentingan dan

posisi yang ada serta membuat konsensus yang menguntungkan kedua

atau berbagai pihak, mengidentifikasi kebutuhan dan mengupayakan

bersama pencapaian kebutuhan tersebut, mengidentifikasi ancaman dan

ketakutan yang terjadi untuk membangun rasa empati dan rekonsiliasi di

antara mereka, memberikan informasi tentang budaya dan mengefektifkan

komunikasi antar budaya, serta melakukan perbaikan struktur dan

kerangka kerja yang menyebabkan ketidak setaraan dan ketidakadilan

tersebut terjadi, meningkatkan pengertian dan kerja sama, dan

mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan

keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, dan pengakuan. Konflik

harus segera diatasi agar tidak menimbulkan konflik baru yang lebih besar

dan rumit. Konflik bisa di manag untuk membangun solidaritas kelompok,

12 Choirul Fuad Yusuf, Konflik Bernuansa Agama: Peta Konflik Berbagai Daerah di

Indonesia 1997-2005, (Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan

Diklat Kementerian Agama RI, 2013), h. 2-3. 13 Dadang Sudiadi, “Menuju Kehidupan Harmonis dalam Masyarakat yang Majemuk:

Suatu Pandangan Tentang Pentingnya Pendekatan Multikultural dalam Pendidikan di Indonesia”,

Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 5, 2009, h. 34-35.

Page 27: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

17

peningkatan nasionalisme, kekompakan, dan komitmen organisasi,

motivasi studi dan prestasi, persatuan, dan keharmonisan hidup sosial dan

rumah tangga. Untuk itu diperlukan seni dan managemen konflik.14

Ada beberapa bentuk dan tingkatan intervensi konflik. Pertama,

adalah peace making (menciptakan perdamaian) yang biasa muncul dalam

bentuk intervensi militer. Dinamika konflik biasanya berada pada puncak

eskalasi yang ditandai oleh reproduksi aksi kekerasan, mobilitasi massa,

dan tidak adanya komitmen menghentikan konflik kekerasan. Kedua,

adalah peace keeping (menjaga perdamaian) yang juga muncul dalam

bentuk intervensi militer agar pihak yang sudah tidak bertikai tidak

kembali melakukan aksi kekerasan. Pada tingkatan ini pihak bertikai tidak

melakukan aksi kekerasan bukan dilandasi oleh pemecahan masalah,

namun akibat melemahnya atau habisnya sumber daya bertempur. Ketiga,

adalah conflict management (pengelolaan konflik) yang mulai

menciptakan berbagai usaha untuk mencari pemecahan masalah. Beberapa

tindakan pengelolaan konflik ini bisa dalam bentuk negosiasi, mediasi,

penyelesaian jalur hukum, arbitrasi, dan workshop pemecahan masalah.

Keempat, adalah peace building (pembangunan perdamaian) yang

merupakan proses peningkatan kesejahteraan, pembangunan infrastruktur,

dan rekonsiliasi seluruh pihak bertikai. Semua proses di atas merupakan

bagian dari conflict transformation (transformasi konflik), yaitu suatu

proses menanggulangi berbagai masalah dalam konflik, sumber-sumber

dan konsekuensi negatif konflik. Transformasi konflik sendiri merupakan

proses jangka panjang.15

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pengertian konflik sosial adalah pertentangan, percekcokan sosial yang

dilakukan antarindividu, antarkelompok dengan tujuan untuk memperoleh

status, kekuasaan, dan sumber daya serta keinginan untuk menghancurkan

dan menguasai pihak lain. Pertentangan sosial itu dipicu adanya perbedaan

14 Moh. Roqib, op. cit., h. 5. 15 Novri Susan, Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, (Jakarta: Kencana,

2009), h. 97.

Page 28: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

18

pendapat dari masing-masing pihak. Di sisi lain, konflik dapat

mendamaikan pihak yang saling berseteru dan mengarahkan pihak-pihak

yang sedang berjuang demi identitas mereka sendiri. Untuk meredakan

konflik sosial yang seringkali berkecamuk karena lambannya dalam

mengatasi kasus individu maupun kelompok, maka dibutuhkan kesigapan

aparat keamanan serta lembaga tertentu untuk mengadilinya dan

membangun kembali kerukunan hidup masyarakat.

C. Penyebab Konflik Sosial

Banyak faktor telah menyebabkan terjadinya konflik-konflik.

Perbedaan pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan

konflik-konflik antar-individu. Dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah

bentrokan-bentrokan pendirian, dan masing-masing pihak pun berusaha

membinasakan lawannya (tidak selalu harus diartikan sebagai

pembinasaan fisik, tetapi bisa pula diartikan dalam bentuk pemusnahan

simbolik alias melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tak disetujuinya).

Kecuali perbedaan pendirian, perbedaan kebudayaan pun menimbulkan

konflik-konflik. Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan

konflik antar-individu, akan tetapi malahan antar-kelompok. Pola-pola

kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan

pola-pola perilaku yang berbeda pula di kalangan khalayak kelompok

yang luas, sehingga apabila terjadi konflik-konflik karena alasan ini,

konflik-konflik akan bersifat luas dan karenanya akan bersifat konflik

antar-kelompok. Kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda pun

memudahkan terjadinya konflik. Mengejar tujuan kepentingan masing-

masing yang berbeda-beda, kelompok-kelompok akan bersaing dan

berkonflik untuk memperebutkan kesempatan dan sarana.16

Faktor penyebab konflik pada prinsipnya mencakup, tentang: (1)

Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan; (2)

16 J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 68-69.

Page 29: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

19

Perbedaan latar belakang kebudayaan, sehingga membentuk pribadi-

pribadi yang berbeda-beda; (3) Perbedaan kepentingan antara individu

atau kelompok; dan (4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan

mendadak dalam masyarakat.17 Para sosiolog berpendapat bahwa akar dari

timbulnya konflik yaitu adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang

akarnya adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial,

dan kekuasaan (power) yang jumlah ketersediaannya sangat terbatas

dengan pembagian yang tidak merata di masyarakat. Mereka berpendapat

bahwa beberapa hal yang lebih mempertegas akar dari timbulnya konflik

di antaranya:18

1. Perbedaan antar-individu; di antaranya perbedaan pendapat, tujuan,

keinginan, pendirian tentang objek yang dipertentangkan. Di dalam

realitas sosial tidak ada satu pun individu yang memiliki karakter yang

sama sehingga perbedaan karakter tersebutlah yang memengaruhi

timbulnya konflik sosial.

2. Benturan antar-kepentingan baik secara ekonomi ataupun politik.

Benturan kepentingan ekonomi dipicu oleh makin bebasnya berusaha,

sehingga banyak di antara kelompok pengusaha saling

memperebutkan wilayah pasar dan perluasan wilayah untuk

mengembangkan usahanya. Adapun benturan kepentingan politik lihat

lagi konflik kepentingan.

3. Perubahan sosial, yang terjadi secara mendadak biasanya

menimbulkan kerawanan konflik. Konflik dipicu oleh keadaan

perubahan yang terlalu mendadak biasanya diwarnai oleh gejala di

mana tatanan perilaku lama sudah tidak digunakan lagi sebagai

pedoman, sedangkan tatanan perilaku yang baru masih simpang siur

sehingga banyak orang kehilangan arah dan pedoman perilaku.

17 Thomas, dkk, “Konflik Sosial Antara Perusahaan Perkebunan Sawit PT. Borneo

Ketapang Permai Dengan Masyarakat Desa Semayang Kecamatan Kembayan, Kabupaten

Sanggau”, Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSS, 2015, h. 4. 18 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2011), h. 361-362.

Page 30: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

20

Keadaan demikian ini, memicu banyak orang bertingkah “semau gue”

yang berakibat pada benturan antarkepentingan baik secara individual

maupun kelompok.

4. Penyebab kebudayaan, yang mengakibatkan adanya perasaan in group

dan out group yang biasanya diikuti oleh sikap etnosentrisme

kelompok yaitu sikap yang ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa

kelompoknya adalah paling baik, ideal, beradab di antara kelompok

lain.

Perasaan memegang peranan penting dalam mempertajam

perbedaan. Ada perasaan yang menganggap kelompoknya lebih hebat,

lebih pintar, lebih baik dan lebih berbudaya dari kelompok lain. Sementara

itu, di pihak lain ada kelompok yang merasa tertekan, kurang diperhatikan.

Kurang dihargai, bahkan diabaikan oleh kelompok lain. Perasaan semacan

ini mempertajam sikap suatu kelompok untuk berusaha menghancurkan

kelompok lain. Kelompok yang satu berusaha melawan kelompok lain

dengan menggunakan kekerasan dan ancaman.19 Menurut Atran (dalam

Dewi Fortuna, dkk) menyimpulkan bahwa pada akhirnya sebagian besar

konflik disebabkan oleh pertarungan memperebutkan sumber daya: latar

belakangnya adalah situasi ‘aspirasi yang sedang meningkat diikuti oleh

harapan yang menipis’.20

D. Hakikat Novel

Tarigan (dalam Antilan) mengemukakan bahwa kata novel berasal

dari kata Latin, yaitu noveltus yang diturunkan dari kata novies yang

berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis

sastra lainnya seperti puisi dan drama.21 Wahyudi Siswanto

mengemukakan novel merupakan bentuk prosa rekaan yang lebih pendek

19 Ng. Philipus dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.

33. 20 Dewi Fortuna, dkk, Konflik Kekerasan Internal: Tinjauan Sejarah, Ekonomi-Politik,

dan Kebijakan di Asia-Pasifik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 4. 21 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 62.

Page 31: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

21

daripada roman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), novel

diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian

cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya novel menceritakan

peristiwa pada masa tertentu.22 Novel bersifat realistis dan berkembang

dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi: surat, jurnal, memoar atau biografi,

kronik atau sejarah. Dengan kata lain, novel berkembang dari dokumen-

dokumen.23

Nurgiyantoro, mengemukakan bahwa novel dapat mengemukakan

sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci,

lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang

kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel

itu. Unsur-unsur pembangun sebuah novel, seperti plot, tema, penokohan,

dan latar secara umum dapat dikatakan lebih rinci dan kompleks.24

Pengertian novel dari berbagai pendapat pada ahli sebelumnya

menitikberatkan bahwa novel adalah sebuah karya sastra yang

menceritakan beragam peristiwa pada masa tertentu yang biasanya dialami

oleh kehidupan seseorang dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya.

Sebenarnya novel berkembang dari dokumen-dokumen yang telah diamati

pengarang salah satunya peristiwa sejarah dapat dijadikan bahan

pembuatan novel dan pengarang dapat memasukkan sesuatu hal penting

secara lebih terperinci mengenai permasalahan kompleks yang terdapat di

dalamnya. Hal itu mencakup pula unsur-unsur pembangun novel, seperti

tema, latar, tokoh dan penokohan, alur, dan amanat sehingga dapat

mengetahui lebih mendalam dan lengkap isi dari novel tersebut.

E. Unsur Intrinsik Novel

Pada umumnya, para ahli membagi unsur intrinsik prosa rekaan

atas tema, tokoh dan penokohan, alur (plot), latar cerita (setting), titik

22 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 141. 23 Rene Wellek dan Austin Warren, op. cit., h. 283. 24 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 13-14.

Page 32: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

22

pandang (sudut pandang), dan amanat.25 Berikut ini akan diuraikan secara

singkat, yakni:

1. Tema

Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan

sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan

yang diciptakannya. Tema berkaitan dengan hubungan antara makna

dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.26 Tema

pada hakikatnya merupakan makna yang dikandung cerita, atau secara

singkat dikatakan sebagai makna cerita.27 Sama seperti makna

pengalaman manusia, tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek

kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang

melingkupi cerita. Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu,

mengerucut, dan berdampak.28 Makna cerita dalam sebuah karya fiksi,

mungkin saja lebih dari satu, atau lebih tepatnya lebih dari satu

interpretasi.

Hal inilah yang menyebabkan tidak mudahnya untuk menentukan

tema pokok cerita atau tema mayor. Tema mayor merupakan makna

pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum.

Menentukan tema pokok sebuah cerita pada hakikatnya merupakan

aktivitas mengidentifikasi, memilih, mempertimbangkan, dan menilai

di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya

yang bersangkutan. Tema minor merupakan makna pokok cerita yang

tersirat dalam sebagian besar untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan

cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu

cerita dapat diidentifikasikan sebagai makna bagian atau makna

tambahan.29

25 Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 142. 26 Ibid., h. 161. 27 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 133. 28 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 41. 29 Burhan Nurgiyantoro. loc. cit.

Page 33: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

23

Pengertian tema dari berbagai pendapat pada ahli sebelumnya

menitikberatkan bahwa tema adalah suatu gagasan yang mendasari

suatu cerita dalam karya sastra. Untuk mengetahui tema dibutuhkan

ketelitian dalam mengamati setiap konflik yang ada di dalamnya

dengan cara membaca keseluruhan isi cerita. Di dalam sebuah tema

yang menjadi unsur gagasan yaitu ide pokok pemaparan yang

disajikan oleh pengarang.

2. Tokoh dan Penokohan

Istilah ‘tokoh’ biasa dipergunakan untuk menunjuk pada pelaku

cerita. Tokoh merujuk pada individu-individu yang muncul di dalam

cerita.30 Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau

berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.31 Tokoh

merupakan komponen penting dalam sebuah cerita. Apabila tokoh

tidak ada, maka sulit untuk menggolongkan karya tersebut ke dalam

karya sastra. Setiap tokoh akan melakukan berbagai tindakan, baik

secara sendiri maupun secara bersama-sama dengan tokoh lain.

Perjuangan seorang tokoh akan berhasil manakala ia mampu

melampaui, mengatasi, atau menaklukan segala rintangan yang

diakibatkan persentuhannya dengan tokoh-tokoh lain.32

Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam

tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh

yang memiliki perwujudan norma-norma dan nilai-nilai yang ideal.

Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan

pandangan dan harapan pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah

tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis secara langsung

ataupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin. Secara umum

dapat dikatakan bahwa kehadiran tokoh antagonis penting dalam

30 Pujiharto, Pengantar Teori Fiksi, (Yogyakarta: Ombak, 2012), h. 43-44. 31 Melani Budianta, Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan

Tinggi), (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 86. 32 Atmazaki, Ilmu Sastra (Teori dan Terapan), (Padang: Angkasa Raya, 1990), h. 62.

Page 34: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

24

cerita fiksi, khususnya fiksi yang mengangkat masalah pertentangan

antara dua kepentingan, seperti baik-buruk, baik-jahat, benar-salah,

dan lain-lain yang sejenis.

Tokoh antagonislah yang menyebabkan timbulnya konflik dan

ketegangan sehingga cerita menjadi menarik. Konflik yang dialami

tokoh protagonis tidak harus hanya yang disebabkan tokoh antagonis

seorang (beberapa orang) individu yang dapat ditunjuk secara jelas.

Namun, dapat disebabkan oleh hal-hal lain yang di luar individu

seseorang, misalnya bencana alam, kecelakaan, lingkungan alam dan

sosial, aturan-aturan sosial, nilai-nilai moral, kekuasaan yang lebih

tinggi, dan sebagainya.33 Pengertian tokoh dari berbagai pendapat

pada ahli sebelumnya menitikberatkan bahwa tokoh adalah pelaku

yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan mempunyai sifat,

sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu sehingga peristiwa itu

menjalin suatu cerita. Watak yang dimiliki oleh tokoh, dapat

dibedakan atas tokoh protagonis dan tokoh antagonis.

3. Alur (plot)

Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan

saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah

klimaks dan selesaian.34 Peristiwa-peristiwa yang menjalinnya ada

yang penting untuk jalannya cerita dan ada yang tidak penting, namun

saling melengkapi untuk dijadikan kisah itu menarik.35 Pengertian alur

dari berbagai pendapat pada ahli sebelumnya menitikberatkan bahwa

alur adalah urutan kejadian yang dijalin dengan saksama

menghubungkan sebab-akibat dari setiap peristiwa serta

menggerakkan jalannya cerita.

33 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 261-262. 34 Sugihastuti, Teori dan Apresiasi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 36. 35 Melani Budianta, op. cit., h. 87.

Page 35: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

25

Tasrif dalam (Nurgiyantoro) mengklasifikasikan tahapan plot

menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu antara lain:36

a. Tahap Situation: tahap penyituasian, yaitu pengarang mulai

melukiskan suatu keadaan, berisi pelukisan dan pengenalan situasi

latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pemberian

informasi awal, dan lainnya terutama berfungsi untuk

melandastumpui cerita.

b. Tahap Generation cicumstances: tahap pemunculan konflik.

Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut

terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan

tahap awal munculnya konflik dan konflik itu sendiri akan

berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada

tahap berikutnya.

c. Rising action: tahap peningkatan konflik. Konflik yang telah

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan

dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik

yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.

Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, atau keduanya,

pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan

masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat

dihindari.

d. Climax: tahap klimaks. Konflik dan pertentangan yang terjadi,

yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita

mencapai titik intensitas puncak. Klimaks cerita akan dialami oleh

tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita

terjadi konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja

memiliki lebih dari satu klimaks.

e. Tahap Denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah

mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri.

36 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 209-210.

Page 36: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

26

4. Latar Cerita

Latar atau setting atau yang disebut juga dengan landas tumpu,

menunjuk pada pengertian tempat hubungan waktu sejarah, dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan.37 Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah

peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-

peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor

seperti cafe di Paris ataupun berwujud waktu-waktu tertentu (hari,

bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah.38 Latar sebagai

tempat dan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa, sementara peristiwa-

peristiwa terjadi oleh adanya aksi tokoh dan konflik yang ada di dalam

dan antar tokoh.39

Bila dijabarkan secara detail, latar bisa mengacu pada 1) lokasi

geografis yang sesungguhnya, termasuk topografi, pemandangan,

bahkan detail interior ruang; 2) pekerjaan dan cara-cara hidup tokoh

sehari-hari; 3) waktu terjadinya tindakan atau peristiwa, termasuk

periode historis, musim, tahun, dan sebagainya; 4) lingkungan

religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh-tokohnya.40

Unsur latar dalam Nurgiantoro dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat,

latar waktu, dan sosial.41

a. Latar tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan mungkin berupa nama tertentu, inisial tertentu,

mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat

dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling

37 Ibid., h. 302. 38 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 35. 39 Mursal Esten, Kritik Sastra Indonesia, (Padang: Angkasa Raya, 1984), h. 113. 40 Pujiharto, op. cit., h. 48. 41 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 314-322.

Page 37: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

27

tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis

tempat yang bersangkutan.

b. Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

c. Latar sosial-budaya

Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan

dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang

diceritakan dalam karya fiksi.

Latar memberikan pijakan secara jelas. Hal ini penting untuk

memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana

tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.42

Pengertian latar dari berbagai pendapat pada ahli sebelumnya

menitikberatkan bahwa latar adalah keterangan mengenai tempat,

waktu, dan suasana terjadinya deretan peristiwa nyata atau fiksi yang

membangun sebagian alur di dalam karya sastra.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang dapat diartikan sebagai cara pengarang

menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.43 Sudut

pandang (point of view) menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan.

Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang

sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai

peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada

pembaca.44

Ada banyak macam sudut pandang dalam karya sastra. Jenis sudut

pandang yang peneliti lakukan yaitu berdasarkan pemaparan Burhan

Nurgiyantoro. Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan

berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang,

42 Ibid., h. 303. 43 Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 152. 44 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 338.

Page 38: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

28

yaitu bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona

pertama, dan ditambah persona kedua.45 Berikut ini adalah macam-

macam sudut pandang:

a) Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”

Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang ini

terletak pada seorang narator yang berada di luar cerita yang

menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata

ganti orang. Dalam sudut pandang persona ketiga “Dia” dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu “Dia” mahatahu (narator

mengetahui segalanya dan serba tahu) dan “Dia” terbatas atau hanya

sebagai pengamat (narator mengetahui segalanya, namun terbatas

hanya pada seorang tokoh).

b) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang ini

terletak pada seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. Dalam

sudut pandang persona pertama “Aku” dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu “Aku” (tokoh utama) dan “Aku” (tokoh tambahan).

c) Sudut Pandang Persona Kedua: “Kau”

Cara pengisahan yang mempergunakan “kau” yang biasanya

sebagai variasi cara memandang oleh tokoh aku dan dia. Penggunaan

teknik “kau” biasanya dipakai “mengoranglainkan” diri sendiri,

melihat diri sendiri sebagai orang lain. Keadaan ini dapat ditemukan

pada cerita fiksi yang disudutpandangi “aku” maupun “dia” sebagai

variasi penuturan atau penyebutan.

d) Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang ini lebih dari satu teknik.

Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang

lain. Semua itu tergantung pada kemauan pengarang untuk

menciptakan sebuah kreativitas dalam karyanya. Pengertian sudut

pandang dari berbagai pendapat pada ahli sebelumnya

45 Ibid., h. 347-359.

Page 39: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

29

menitikberatkan bahwa sudut pandang adalah cara atau pandangan

pengarang untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai

peristiwa yang membentuk cerita meliputi; pertama, sudut pandang

persona ketiga: “dia”, kedua, sudut pandang persona pertama: “aku”,

ketiga, sudut pandang campuran.

F. Hakikat Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra.46 Sosiologi

mempunyai dua akar kata: socius (dari bahasa Latin) yang berarti “teman”

dan logos (dari bahasa Yunani) yang berarti “ilmu tentang”. Secara harfiah

sosiologi berarti “ilmu tentang pertemanan”. Dalam sudut pandang ini,

sosiologi bisa didefinisikan sebagai “studi tentang dasar-dasar

keanggotaan sosial (masyarakat)”.47 Kalau bertolak pada pemikiran

Damono secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi adalah studi

objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang

lembaga dan proses sosial.48 Dalam bukunya yang berjudul The Sociology

of Literature, Swingewood selanjutnya mengatakan bahwa sosiologi

berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat,

bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup.49

Kata “sastra” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa

Sansekerta akar katanya “sas” yang berarti mengarahkan, mengajar,

memberi petunjuk, atau instruksi. Dengan akhiran “tra” yang berarti alat

atau sarana. Oleh karena itu, sastra dapat diartikan sebagai alat untuk

mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran. Seperti halnya sosiologi,

46 Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2013), h. 1. 47 Heru Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2012), h. 4. 48 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: CAPS,

2011), h. 2. 49 Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 1.

Page 40: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

30

sastra berurusan dengan manusia dalam masyakarat serta usaha manusia

untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu.50

Perbedaan antara keduanya adalah bahwa sosiologi lebih kepada

analisis yang objektif ditujukan kepada manusia dalam masyarakat,

sedangkan sastra lebih mendalami kehidupan sosial dan menunjukkan

cara-cara manusia dalam bermasyarakat. Untuk meneliti sebuah karya

sastra dalam penelitian ini khususnya novel yang isinya berkaitan dengan

masyarakat, sehingga untuk mendeskripsikan kehidupan sosial yang terjadi

dalam masyarakat sangat dibutuhkan ilmu sosial. Lagi pula sastra

“menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari

kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia

subjektif manusia.51

Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk

penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan beberapa cara

mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra

dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan struktur sosial yang terjadi

di sekitarnya.52 Pengertian sosiologi sastra dari berbagai pendapat pada

ahli sebelumnya menitikberatkan bahwa sosiologi sastra adalah ilmu yang

mempelajari tentang keterkaitan sastra dengan masyarakat seperti

kehidupan sosial dalam masyarakat karena pada dasarnya sastra tidak akan

lepas dari masalah sosial.

G. Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra dapat diterapkan disemua jenjang pendidikan

formal mulai dari SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi yang tentunya

harus disesuaikan dengan kompetensi teori sastra yang hendak dicapai.

Peserta didik yang sudah berada di jenjang sekolah menengah pertama dan

sekolah menengah atas dituntut harus menguasai dan menghafal teori

sastra. Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba

50 Ibid., h. 3. 51 Rene Wellek dan Austin Warren, op. cit., h. 109. 52 Nyoman Kutha Ratna, op. cit., h. 25.

Page 41: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

31

mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses

kreatif sastra.53

Proses belajar mengajar di dalam lingkungan formal, atau biasanya

dikenal dengan istilah “pengajaran”, bertujuan mengembangkan potensi

individual siswa sesuai dengan kemampuan siswa menyangkut

kecerdasan, kejujuran, keterampilan, pengenalan kemampuan dan batas

kemampuannya, dan karsa mengenali dan mempertahankan kehormatan

dirinya. Dengan kata lain, tiap kegiatan menyiratkan upaya pendidikan,

yang bertujuan membina watak siswa. Artinya, pengajaran sastra

menghasilkan manusia-manusia yang dapat bertahan hidup tanpa

menyusahkan ataupun merepotkan orang lain.54 Salah satu kelebihan novel

sebagai bahan pengajaran sastra adalah cukup mudahnya karya tersebut

dinikmati siswa sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing

perorangan.55

Hakikatnya, pembelajaran sastra Indonesia di sekolah ditujukan

untuk menumbuhkan kepedulian siswa, guru, tata usaha, dan kepala

sekolah terhadap keberadaan sastra Indonesia sebagai alat komunikasi dan

sebagai alat pemersatu bangsa ini. Kepedulian itu pada gilirannya

diharapkan akan meningkatkan sikap positif kita terhadap sastra Indonesia

baik sebagai lambang identitas dan kebanggaan bangsa, persatuan dan

kesatuan bangsa, pembangkit rasa solidaritas kemanusiaan maupun

sebagai sarana memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.56

H. Penelitian yang Relevan

Dengan adanya penelitian relevan, peneliti dapat melihat dan

membandingkan penelitian sebelumnya agar terhindar dari plagiarisme.

Penelitian mengenai pengarang dan novel MPU karya Kuntowijoyo sudah

53 Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 168. 54 Antilan Purba, Esai Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 30. 55 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius,1988), h. 66. 56 Muslimin, “Perlunya Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”,

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya, Vol. 1, 2011, h. 2.

Page 42: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

32

banyak ditemukan dalam bentuk skripsi dan jurnal, namun dengan topik

pembahasan yang berbeda-beda. Berikut beberapa penelitian relevan

tersebut di antaranya: penelitian yang berbentuk skripsi dilakukan oleh

Giyato (2010) mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul

“Pandangan Profetik Kuntowijoyo dalam Novel Pasar, Mantra Penjinak

Ular, dan Waspirin dan Satinah (Kajian Strukturalisme Genetik dan Nilai

Pendidikan)”. Penelitian ini memaparkan bahwa pertama, pandangan

dunia Kuntowijoyo meliputi pandangan religius profetik yang meliputi

misi profetik kesenian, sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, dan

moral; kedua, struktur sosial budaya masyarakat meliputi religiusitas, seni

budaya, mitos, perilaku dan kesenangan, penggunaan bahasa, prinsip

hidup, interaksi sosial, pewarisan kepemimpinan, dan penyampaian kritik

masyarakat Jawa; ketiga, nilai pendidikan meliputi nilai pendidikan

agama, moral, adat/budaya, sosial, dan kepahlawanan.57

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Muharrina Harahap (2009)

mahasiswa Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara Medan

dengan judul “Mitologi Jawa dalam Novel-Novel Kuntowijoyo”.

Penelitian ini, meneliti tentang mitologi Jawa dalam tiga novel karya

Kuntowijoyo, yaitu Pasar, Mantra Penjinak Ular, dan Waspirin dan

Satinah. Di dalam penelitian tersebut dipaparkan bahwa ketiga novel

tersebut menunjukkan adanya unsur mitologi, filsafat, dan nilai budaya

Jawa yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pada akhirnya

bermuara pada satu kesatuan yaitu kebudayaan Jawa.58

Selain itu, ditemukan hasil penelitian terhadap karya sastra yang

sama dalam bentuk jurnal yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sri Parini

mahasiswa UMS dengan judul “Aspek Religiusitas Novel Mantra

57 Giyato, Skripsi berjudul “Pandangan Profetik Kuntowijoyo dalam Novel Pasar, Mantra

Penjinak Ular, dan Waspirin dan Satinah (Kajian Strukturalisme Genetik dan Nilai Pendidikan)”,

2010, h. i. 58 Muharrina Harahap, Skripsi berjudul “Mitologi Jawa dalam Novel-Novel

Kuntowijoyo”, 2009.

Page 43: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

33

Penjinak Ular Karya Kuntowijoyo: Kajian Semiotik dan Implementasinya

Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMP”. Hasil pembahasan dari penelitian

tersebut berupa: di dalam penelitian tersebut dipaparkan bahwa aspek

religiusitas dalam novel tersebut, meliputi: sadar akan hakikat dirinya,

mensyukuri nikmat Allah, ibadat harus diikuti pengolahan dunia,

manusialah yang dapat mengubah dirinya, mengajak untuk peduli kepada

kebenaran, membela kebenaran jauh lebih mulia, kesadaran untuk

beramal, seni mengajak eling kepada Tuhan, kepercayaan masyarakat

Jawa, dan adanya acara selamatan.59

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Kusmarwanti mahasiswa

FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini, meneliti tentang tokoh

orang tua dan refleksi politik orde baru akan dicermati dalam dua novel

karya Kuntowijoyo, yaitu Mantra Penjinak Ular dan Wasripin dan

Satinah dengan judul “Tokoh Orang Tua dan Refleksi Politik Orde Baru

dalam Novel-Novel Karya Kuntowijoyo”. Penelitian tersebut memaparkan

bahwa pertama, tokoh orang tua dalam novel Mantra Penjinak Ular

memiliki hubungan intertekstual dengan Ronggowarsito dan tokoh orang

tua dalam novel Wasripin dan Satinah memiliki hubungan intertekstual

dengan Nabi Hidzir. Kedua, tokoh orang tua merefleksikan isu-isu politik

Orde Baru, meliputi: pencitraan partai penguasa untuk pemenangan

pemilu, loyalitas pada partai penguasa, penangkapan dan pembunuhan

lawan politik, dan monopoli ekonomi dan tanda-tanda keruntuhan

penguasa.60

Penelitian yang terakhir dalam bentuk jurnal dilakukan oleh Anwar

Efendi mahasiswa FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini,

meneliti tentang kemandirian tokoh wanita akan dicermati dalam empat

buah novel karya Kuntowijoyo, yaitu: (1) Khotbah di Atas Bukit, (2)

Pasar, (3) Mantra Penjinak Ular, dan (4) Wasripin dan Satinah dengan

59 Sri Parini, Jurnal berjudul “Aspek Religiusitas Novel Mantra Penjinak Ular Karya

Kuntowijoyo: Kajian Semiotik dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMP”, Jurnal

Penelitian Humaniora, Vol. 15, 2014, h. 55. 60 Kusmarwanti, op. cit., h. 148.

Page 44: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

34

judul “Kemandirian Tokoh Wanita dalam Novel-Novel Karya

Kuntowijoyo”. Hasil pembahasan dari penelitian tersebut berupa: di dalam

penelitian tersebut dipaparkan bahwa pertama, tokoh wanita dihadirkan

secara utuh melalui peran individu, keluarga, dan sosialnya. Kedua, tokoh

wanita hadir dengan kemandirian, dapat bersikap dan menentukan pilihan

sendiri, dan berada sejajar dengan laki-laki. Ketiga, salah satu cara

penggambaran kemandirian yakni dengan melekatkan pekerjaan pada diri

tokoh wanita yang memungkinkan menghidupi diri sendiri.61

Berdasarkan beberapa penelitian relevan tersebut dapat diketahui

adanya perbedaan dan persamaan dari hasil analisis yang telah dilakukan

dari masing-masing penulis. Perbedaan terletak pada masing-masing hasil

analisis dan sumber data yang digunakan oleh para penulis, sedangkan

persamaan terletak pada objek yang dituju dari pengarang dan novel yang

sama yaitu novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu mengenai konflik sosial

dalam novel Mantra Penjinak Ular karya kuntowijoyo. Peneliti ingin

menjelaskan bahwa konflik dengan orang lain dan masyarakat itu tidak

selamanya harus berujung pada tindakan kekerasan dan pihak yang

berkonflik dapat mengatasi masalah tersebut dengan jalan musyarawah

tanpa harus menimbulkan korban jiwa. Analisis ini ditujukan sebagai

pelengkap dari penelitian-penelitian sebelumnya.

61 Anwar Efendi, Jurnal berjudul “Kemandirian Tokoh Wanita dalam Novel-Novel Karya

Kuntowijoyo”, Jurnal Pendidikan Karakter, 2013, h. 331.

Page 45: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

35

BAB III

PROFIL KUNTOWIJOYO

A. Biografi Kuntowijoyo

Kuntowijoyo lahir pada 18 September 1943 di Sorobayan, Bantul,

Yogyakarta, sejak kecil Kunto lebih banyak tumbuh di antara alam

pedesaan Klaten, bersama embahnya, seorang Demang di wilayah

Ngawonggo.1 Kuntowijoyo merupakan anak kedua dari sembilan

bersaudara yang dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah dan dalam

lingkungan seni. Dua lingkungan yang sangat mempengaruhi

pertumbuhannya semasa kecil dan remaja. Kunto berasal dari struktur

priayi, karena kakeknya pernah menjabat sebagai lurah. Sebagai seorang

sejarawan, Kunto sangat menghargai kearifan dan budaya Jawa. Kecintaan

Kunto terhadap ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan

sejarah, telah banyak mengajarkan pentingnya sifat arif dan bijaksana.

Kedua sifat ini diimplementasikan Kunto dalam kehidupan sehari-hari.2

Kuntowijoyo adalah sosok sejarahwan, budayawan, dan sastrawan

yang langka. Ia sekolah di SD Negeri Klaten (1956), SMP Negeri Klaten

(1959), dan SMA Negeri Solo (1962). Menyelesaikan sarjananya di

Fakultas Sastra jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada pada tahun

1969.3 Setamat kuliah pada tahun 1969, Kunto yang sudah dikenal sebagai

penulis muda berbakat, menjadi dosen di almamaternya, UGM. Pada tahun

yang sama, Kunto menikahi Susilaningsih, yang kemudian memberinya

dua orang putra, Punang dan Alun. Di tahun 1973, kesempatan Kunto

untuk memperdalam ilmu sejarah, akhirnya membawa Kunto ke Amerika.

Selama 6 tahun berturut-turut, Kunto berhasil menyelesaikan masternya di

University of Connecticut, kemudian melanjutkan ke Columbia University

1 Waryani Fajar Riyanto, “Seni, Ilmu, dan Agama Memotret Tiga Dunia Kuntowijoyo

(1943-2005) Dengan Kacamata Integral(Isme)”, Politik Profetik, Vol. 2, 2013, h. 2. 2 M. Sirajudin Fikri, “Konsep Demokrasi Islam Dalam Pandangan Kuntowijoyo (Studi

Pada Sejarah Peradaban Islam)”, Wardah, 2015, h. 95. 3 Arief Fauzi Marzuki, op. cit., h. 18.

Page 46: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

36

untuk meraih gelar doktornya di bidang Sejarah. Tesis masternya

diselesaikan pada 11 Desember 1974 dengan judul American Diplomacy

and Indonesia Revolution, 1945-1949: A Broken Image.4 Gelar MA-nya

diperoleh dari Universitas Connecticut, USA. Gelar PhD dalam studi

sejarah diperolehnya dari Universitas Columbia pada 1980, dengan

disertasi berjudul Social Change in an Agrarian Societ: Madura 1850-

1940 yang edisi Indonesianya telah diterbitkan oleh penerbit Mata Bangsa,

Yogyakarta: 2002.5

Kuntowijoyo merupakan ilmuwan sekaligus pakar di berbagai

bidang yang telah mendapatkan pengakuan, baik secara nasional maupun

internasional, karena ia berwawasan global-lokal yang luas, baik inter,

antar, maupun multidisipliner. Jabatannya sebagai guru besar pada

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada mengukuhkan statusnya

sebagai seorang ilmuwan dalam bidang sejarah. Ia pun eksis dengan

tulisan-tulisan sosialnya yang meliputi masalah sejarah, politik, agama,

budaya, dan telah menghasilkan lebih dari lima puluh judul tulisan.6

Sebelum maupun sesudah mengalami sakit yang cukup lama, ia tetap

produktif dan begitu konsisten dalam melahirkan karya-karya berbobot.

Kemahirannya dalam memanfaatkan dua medium ungkap sastra (puisi,

cerpen, drama, novel) dan non-sastra (esai-esai dalam bidang sejarah,

budaya, politik) senantiasa membuat decak kagum pembacanya. Waspirin

dan Satinah adalah cerita bersambung yang baru saja dinikmati di harian

Kompas beberapa bulan lalu.7

B. Karya Kuntowijoyo

Kuntowijoyo disebut sebagai pengarang besar karena telah menulis

berbagai ragam karya sastra. Karyanya yang berupa novel ialah Kereta Api

yang Berangkat Pagi Hari (1966), Pasar (1972), Khotbah di Atas Bukit

4 Waryani Fajar Riyanto, op. cit., h. 2. 5 Arief Fauzi Marzuki, op. cit., h. 18. 6 Adib Sofia, Kritik Sastra Feminis “Perempuan dalam Karya-Karya Kuntowijoyo”,

(Yogyakarta: Citra Pustaka, 2009), h. 2. 7 Arief Fauzi Marzuki. loc. cit.

Page 47: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

37

(1976), Mantra Penjinak Ular (2000), dan Waspirin dan Satinah (2003),

sedangkan Impian Amerika (1998) merupakan karyanya yang berlabel

sebuah novel, tetapi berisi sejenis cerita berbingkai.

Selain itu, karyanya yang berupa puisi telah terkumpul dalam

kumpulan puisi Suluk Awang-uwung (1975), Isyarat (1976), dan Makrifat

Daun, Daun Makrifat (1995). Sementara itu, Rumput-rumput Danau Bento

(1968), Tidak Ada Waktu Bagi Nyonya Fatma, Barda (1973), Carta (1973)

dan Topeng Kayu (2001) adalah karyanya yang berupa drama, dan

Mengusir Matahari; Fabel-fabel Politik (1999) adalah karyanya yang

berupa fabel. Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1993) serta Hampir

Sebuah Subversi (1999) adalah dua kumpulan cerita pendeknya. Selain

karya-karya di atas, terdapat pula beberapa cerita pendek yang terbit

bersama penulis lain dan cerita pendek yang tersebar di berbagai media

massa.

Kepakaran Kuntowijoyo di berbagai bidang tersebut dibuktikan

dengan berbagai penghargaan yang telah diraihnya, antara lain:

penghargaan pertama Majalah Horison untuk cerpen Dilarang Mencintai

Bunga-bunga (1968), dan penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta

untuk drama Rumput-rumput Danau Bento (1968) untuk drama Topeng

Kayu (1973). Selain itu, ia juga mendapatkan Hadiah Seni dari Pemerintah

Daerah Istimewa Yogyakarta (1986), Penghargaan Penulis Sastra Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1994), Penghargaan Kebudayaan

ICMI (1995), ASEAN Award on Culture and Information (1997), Satya

Lancana Kebudayaan Republik Indonesia (1997), Mizan Award (1998),

Penghargaan Kalyanakretya Utama untuk Tekonologi Sastra dari

Menristek (1999), Anugerah Penghargaan Sastra 1999 dari Pusat Bahasa

di Rawamangun, SEA Write Award dari Pemerintah Thailand (1999),

Penghargaan Majelis Sastera Asia Tenggara (2001), dan Anugerah

Page 48: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

38

Kesetiaan Berkarya di Bidang Penulisan Cerpen dari harian Kompas

(2002).8

Goresan pena Kuntowijoyo selalu dirindukan para pembaca,

penerbit buku, dan berbagai media massa yang ada. Karya-karya

nonfiksinya banyak diterbitkan penerbit Mizan Bandung, seperti

Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi (1991), Identitas Politik Umat

Islam (1987), Muslim Tanpa Masjid (2001), dan Selamat Tinggal Mitos,

Selamat Tinggal Realitas (2002). Juga penerbit Tiara Wacana Yogyakarta:

Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia (1985), Budaya dan Masyarakat

(1987).9 Kendati sebagian hari-hari (puluhan tahun) dijalaninya dalam

keadaan sakit, sampai menjelang akhir hayat, Kunto telah berhasil menulis

lebih dari 50 judul buku. Belum terhitung kolom-kolomnya di berbagai

media.10

C. Pemikiran Kuntowijoyo

Kuntowijoyo merupakan salah satu sastrawan yang menggagas

prinsip penulisan sastra profetik. Bukan hanya sastra profetik yang ia

gagas, tetapi juga ilmu sosial profetik yang berpijak pada humanisasi,

liberasi, dan transendensi. Dengan adanya gagasan tersebut manusia dan

masyarakat Islam sudah seharusnya melakukan berbagai aksi kemanusiaan

dan kemasyarakatan sehingga mampu memberikan usahanya untuk

melakukan perubahan dan perkembangan bagi kemajuan manusia.

Sebagaimana diungkapkan oleh M. Dawam Raharjo dan M. Syafii Anwar,

benang merah pemikiran Kuntowijoyo amat jelas. Ia adalah ilmuwan

sosial Muslim yang pertama kali mengetengahkan perlunya “ilmu sosial

profetik” (ISP) berdasarkan pandangan dunia Islam. pokoknya ada dua

hal. Pertama, transformasi sosial dan perubahan. Kedua, menjadikan Al-

Quran sebagai paradigma.11

8 Adib Sofia, op. cit., h. 3. 9 Arief Fauzi Marzuki, op. cit., h. 18. 10 M. Sirajudin Fikri, op. cit., h. 96. 11 Arief Fauzi Marzuki. loc. cit.

Page 49: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

39

Menurut Sartono Kartodirdjo, Kunto menulis dengan tidak partisan

dan tidak mencampuradukkan perasaan serta pendapat pribadi. Kunto

juga seorang intelektual yang tak memiliki ambisi untuk menjadi

penguasa, apalagi menjadi kaya. Salah satu pemikiran Kunto yang terkenal

adalah perlawanannya yang gigih terhadap mitos. Bagi Kunto, hanya

dengan kesungguhan meninggalkan cara berpikir mitos menuju cara

berfikir pada realitas yang mampu membuat umat manusia selamat dari

ketertinggalan. Proyek itu disusun dalam terminologi demitologisasi,

demistifikasi, dan konkretisasi dari Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang sudah

dirancang puluhan tahun. Secara sederhana, Kunto membagi tiga tahapan

perkembangan umat Islam Indonesia berdasarkan sistem pengetahuan

masyarakat. Ketiga tahap itu, meliputi (1) tahap mitos, (2) tahap ideologi,

dan (3) tahap ilmu.

Pertama, tahap mitos adalah suatu konsep tentang kenyataan yang

mengandaikan bahwa dunia pengalaman sehari-hari akan terus-menerus

disusupi kekuatan-kekuatan keramat. Kedua, tahap ideologi ditandai

dengan kemunculan organisasi-organisasi modern seperti Sarekat Islam.

Gerakan ini tidak lagi dipimpin oleh elit desa, ulama, tokoh kharismatik

tetapi elit kota kalangan terdidik, orang biasa, dan pedagang. Ideologi ini

bertujuan untuk membangun kembali masyarakat seperti yang dicita-

citakan. Ketiga, tahap ilmu ditandai dengan memberikan batasan pada

pengetahuan yang bersifat objektif. Jika ideologi melihat fakta dari sudut

subjektif, ilmu melihat fakta secara objektif. Bagi Kunto, menggeser cara

berpikir ideologi kearah berpikir dengan ilmu adalah kebutuhan mendesak

yang tidak bisa ditawar agar umat hidup lebih baik.12

Ilmu sosial profetik yang digagas Kunto tidak hanya menjelaskan

dan mengubah fenomena sosial tetapi juga memberi petunjuk ke arah

mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa. Oleh karena

itu, ilmu sosial profetik tidak sekadar mengubah demi perubahan, tetapi

12 M. Khomsin, op. cit., h. 27.

Page 50: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

40

mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Ilmu sosial

profetik secara sengaja memuat kandungan nilai dari cita-cita perubahan

yang diidamkan masyarakat. Perubahan yang didasarkan pada cita-cita

profetik humanisasi atau emansipasi, liberasi, dan transendensi. Suatu cita-

cita profetik yang diderivasikan dari misi historis Islam sebagaimana

terkandung dalam ayat 110, surat Ali Imran: Engkau adalah umat terbaik

yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan,

mencegah kemunkaran (kejahatan) dan beriman kepada Allah. Tiga

muatan nilai inilah yang mengkarakterisasikan ilmu sosial profetik.

Dengan kandungan nilai-nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi yang

ada dalam ilmu sosial profetik diarahkan untuk rekayasa masyarakat

menuju cita-cita sosio-etik di masa depan.13

Gaya sastra profetik atau transendental yang diperkenalkan Kunto

pada dunia sastra akan mengilhami bagi generasi selanjutnya. Puisi,

cerpen, novel, dan karya sastra yang ditulis oleh Kunto berisi tentang

memperjuangkan pembebasan orang yang tertindas. Karya sastra profetik

menjadi inspirasi dan daya dorong bagi lahirnya karya sastra yang

membangkitkan, membebaskan, dan mencerahkan umat. Agama menjadi

lebih agung dan luhur, ketika tidak dipolitisasi oleh orang yang

menggunakan agama sebagai komoditas. Simbol-simbol agama dalam

karya-karyanya hanya menjadi perantara belaka, bukan tujuan yang

sesungguhnya.14 Selain itu, Umat Islam dituntut untuk berperilaku objektif

secara aktif. Islam diturunkan sebagai rahmat kepada siapa pun tanpa

memandang agama, warna kulit, budaya, dan sebagainya. Demikian pula

diperintahkan kepada umat Islam untuk berbuat adil tanpa pandang

kerabat, status, kelas, dan golongan sehingga Islam dapat benar-benar

dirasakan sebagai rahmat yang adil kepada siapa pun.15

13 Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), h.

288-289. 14 Halim Ambiya, op. cit., h. 12. 15 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1997), h. 68-69.

Page 51: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

41

Pikiran-pikirannya yang cerdas dan kritis, menunjukkan bahwa ia

menjunjung tinggi integritas intelektual untuk selalu menyuarakan

kebenaran. Hidup asketis yang dipilih makin menampakkan bahwa ia jenis

sastrawan yang tidak mau mengekor atau mendukung kekuasaan. Sebab,

dalam sejarah intelektual di Indonesia, tidak sedikit sejarawan yang

menjadi “alat” kekuasaan, baik lewat pendapat maupun berbagai karyanya.

Mereka menulis sejarah versi penguasa, dan tentu saja membenarkan

langkah-langkah penguasa. Sejak masa kolonial sampai sekarang, ada saja

sejarawan yang “menjual” kepakaran kepada penguasa.16

Kuntowijoyo dikenal juga sebagai pengarang Indonesia mutakhir

yang memiliki latar belakang etnis Jawa dan banyak mengangkat

permasalahan kejawaan, selain ada penulis lain semacam Umar Kayam,

Pramoedya Ananta Toer, Linus Suryadi AG, Ahmad Tohari, maupun

Arswendo Atmowiloto. Kuntowijoyo seringkali mengangkat permasalahan

kelompok masyarakat Jawa khususnya priyayi ke dalam karya-karyanya.17

Adapun dalam karya-karya cerpen dan novel Kunto banyak menggunakan

tokoh orang desa dan rakyat jelata. Dalam berbagai cerita itu, Kunto tidak

lupa menyelipkan filsafat eksistensialisme dan spiritualitas yang terjadi

dalam kehidupan sehari-hari. Dalam cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-

Bunga”, misalnya, Kunto menggambarkan kondisi dan pilihan yang

ditempuh manusia yang menjalani kehidupan berdasarkan keyakinan

bahwa hidup bisa dimaknai melalui laku spiritual, dunia kerja maupun

tindakan ritual.18

Kuntowijoyo menulis novel berjudul Mantra Penjinak Ular yang

pembuatannya berawal dari cerita bersambung dimuat di Kompas. Novel

ini menokohkan Abu Kasan Sapari yang dipercaya oleh kalangan

terdekatnya sebagai masih keturunan pujangga besar Ronggowarsito.

Novel ini berlatar belakang kehidupan sosial serta dunia batin masyarakat

desa di wilayah kebudayaan Jawa seperti Klaten, Surakarta serta daerah

16 M. Khomsin, op. cit., h. 27. 17 Nurhadi dan Dian Swandayani, op. cit., h. 2. 18 M. Khomsin. loc. cit.

Page 52: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

42

lain yang berasosiasi pada desa-desa di lereng Gunung Lawu, Jawa

Tengah. Dalam setting budaya Jawa berikut warna Islam yang selalu

mewarnai karya Kuntowijoyo, tokoh Abu Kasan Sapari tumbuh dalam

suatu proses dialektika dengan kurun waktu kira-kira menjelang akhir

abad ke-20.

Abu yang bermatapencaharian sebagai pegawai kecamatan dan

dalang di desa di kaki Gunung Lawu, atau sebagai siapa saja manusia

Indonesia yang hidup pada periode zaman ini, pasti mengalami sentuhan,

tubrukan, atau sedikitnya menjadi saksi bagaimana mesin politik Orde

Baru di bawah pimpinan Soeharto beroperasi. Abu Kasan Sapari harus

menghadapi situasi tersebut dengan segala pemahamannya yang khas atas

dunia, menghadapi apa yang disebut Kunto sebagai "mesin politik". Si

"mesin politik" yang menjadi antagonis mengingatkan bagaimana

kekuasaan politik di akhir abad ke-20 Indonesia beroperasi sampai ke

desa-desa. Sesuai dengan sifat cerita dan sikap yang dipilih Kunto di situ,

perbenturan antara pribadi di desa dengan "mesin politik" dilukiskan

dalam sentuhan rasa keadilan.19

Ada beberapa novel lainnya yang berlatar budaya Jawa selain

novel Mantra Penjinak Ular, yaitu Wasripin dan Satinah dan Pasar.

Novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo mengangkat latar budaya

Jawa yang kental dan latar situasi Orde Baru dengan kekuasaan yang

otoritarian.20 Novel Pasar karya Kuntowijoyo memiliki latar belakang

etnis Jawa dan banyak mengangkat permasalahan kejawaan.21

19 Kuntowijoyo, Mantra Penjinak Ular,

http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/Rural&Village/MantraPenjinakUlar-KTW diunduh

Kamis, 10-3-2016. 20 Kusmarwanti, op. cit., h. 149. 21 Nurhadi dan Dian Swandayani, op. cit., h. 2.

Page 53: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Instrinsik Novel Mantra Penjinak Ular Karya Kuntowijoyo

Pada bab ini akan disajikan pembahasan tentang konflik sosial dalam

novel MPU dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Hasil

penelitian akan disajikan dalam 3 bagian, yaitu 1) unsur intrinsik novel MPU

yang ditampilkan dalam bentuk deskriptif, 2) wujud konflik sosial dan faktor

penyebabnya yang ditampilkan dalam bentuk tabel data dan skema, dan 3)

cara mengatasi konflik sosial dalam novel MPU yang ditampilkan dalam

bentuk tabel data.

1. Tema

Setiap karya sastra selalu memiliki tema yang merupakan suatu

gagasan atau inti dari keseluruhan isi cerita dalam karya sastra. Peneliti

akan membahas jenis tema menurut cakupannya dibagi menjadi dua,

yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah tema yang

mencakup keseluruhan cerita. Sedangkan tema minor adalah tema

tambahan yang ada pada bagian-bagian tertentu saja.1 Tema mayor yang

diangkat dalam novel MPU karya Kuntowijoyo yaitu kehidupan

masyarakat desa yang mengalami perubahan sosial dan budaya. Seperti

pada kutipan di bawah ini:

Buang saja mantra itu, yang kau perlukan ialah ilmu, teknologi,

dan doa, bukan mantra.2

Pada waktu itu terdengar azan Subuh. Abu mendengar suara di

samping. Itu Lastri. Ia mengerjakan rencananya. Sembahyang

dan memasukkan ular ke dalam kotak kayu. Ternyata

mantranya bikin susah orang lain dan dirinya sendiri! Ia

bermaksud memutus mata-rantai mantra itu, tidak mengajarkan

mantra pada siapa pun. Kalau ada sanksinya, dia sanggup

menanggung.3

“Rencana sampeyan apa?”

“Ke Solo! Saya akan membawa ular ke bonbin.”

1 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 133. 2 Kuntowijoyo, Mantra Penjinak Ular, (Jakarta: Kompas, 2000), h. 257. 3 Ibid., h. 270.

Page 54: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

44

Ia berketetapan menjadi dalang, menjadi penerus tradisi Eyang

dan tradisi Ronggowarsito: menghibur dan mengajarkan

kebijaksanaan hidup.4

Kutipan di atas menunjukkan salah satu bentuk gambaran

kehidupan sosial masyarakat desa yang hidup pada masa itu mengalami

perubahan sosial dan budaya. Budaya tradisional yang tampil dominan,

mulai beralih kepada budaya modern yang secara perlahan masuk ke

pedesaan sejalan dengan perubahan zaman. Hal tersebut tidaklah mudah

bagi Abu Kasan Sapari untuk menghilangkan dan melepaskan diri dari

tradisi Jawa-Islam yang berbau mistik. Namun, pada akhir cerita Abu

Kasan Sapari dikisahkan merelakan ular peliharaannya dan membuang

mantra serta memutuskan mata rantai perbuatan syirik itu. Abu pun mulai

menjalani kehidupan kota yang penuh dengan budaya modern sesuai

dengan zamannya tanpa terikat dengan hal-hal yang berbau mistik.

Tema minor atau tema tambahan yang terdapat dalam novel MPU

karya Kuntowijoyo di antaranya: permasalahan politisasi kesenian,

monopoli ekonomi, dan ketimpangan sosial. Politisasi kesenian, dan

ketimpangan sosial yang dilakukan pihak penguasa erat sekali

hubungannya dengan perasaan atau emosi mengutamakan ideologi

politik ingin menguasai segala sesuatu demi kekuasaan. Itulah yang

menjadi penyebab utama Abu, Kismo Kengser, dan kerumunan rakyat

atau warga desa mulai emosi dengan tindakan pihak penguasa yang

semena-mena dan berani melakukan perlawanan terhadap pihak

penguasa yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Abu memiliki

pandangan tersendiri mengenai kesenian dan politik. Berikut jawaban

Abu atas pertanyaan yang diajukan oleh wartawan:

Kita mesti membedakan dua hal, yaitu dalang dengan seni

pedalangan dan dalang sebagai pribadi. Dalam hal pertama,

para dalang jangan mempergunakan seni untuk kepentingan

politik, artinya mendalang dalam rangka kampanye suatu parpol

tidak boleh secara mutlak. Tetapi dalam hal kedua, diam-diam

seorang dalang boleh menggunakan haknya sebagai warga

negara untuk menjadi pendukung parpol. Hanya saja kalau

4 Ibid., h. 271.

Page 55: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

45

sampai ketahuan orang lain itu berarti cacat budaya yang dapat

mempunyai akibat-akibat buruk baginya, seperti tersingkir dari

komunitas dalang. Karenanya saya sendiri tidak akan

mengerjakan hal kedua itu”5

AKS berpendapat bahwa seni itu seperti air. Artinya kalau ada

yang benjol-benjol dalam masyarakat seni akan menutupinya,

menjadikannya datar. Kalau ada api seni akan menyiramnya.

Mengutip ajaran Sunan Drajat, AKS berpendapat seni memberi

air mereka yang kehausan, memberi payung mereka yang

kehujanan, memberi tongkat pejalan yang sempoyongan.

Sebaliknya, seni yang hanya menjadi antek politik akan

mengingkari tugasnya sebagai seni.6

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Abu memiliki sikap

berpegang teguh pada prinsip kebenaran yang dimilikinya dengan tidak

ingin terlibat dalam sistem politik kepentingan dan tidak akan

menggunakan dalang untuk kepentingan politik. Hal inilah yang

membuat Abu berkali-kali diawasi oleh partai Randu yang berkuasa di

bawah perintah Mesin Politik saat itu, hingga kemudian Abu ditangkap

dengan berbagai tuduhan yang sama sekali tidak dilakukannya. Akan

tetapi, sesungguhnya yang menggunakan kesenian sebagai alat politik itu

adalah pemerintah.

Hal ini ditegaskan pula oleh Kuntowijoyo bahwa pemerintahlah

yang justru menggunakan kesenian sebagai alat politik. Dalam esai

“Politisasi, Komersialisasi, dan Otonomi Budaya”, Kuntowijoyo

menegaskan bahwa politisasi dihadirkan dalam bentuk vulgarisasi

kebudayaan. Di antara yang sangat jelas terlihat politisasi budaya itu

adalah dunia pewayangan dan media massa. Pedalangan dijadikan alat

untuk menggandakan kepentingan politik tertentu, pada zaman Orde

Baru apalagi kalau bukan untuk Golongan Karya.7 Dengan demikian,

Abu Kasan Sapari sebagai sosok seniman yang berpegang pada alam

(seni seperti air) mampu membedakan antara bagian kesenian dengan

bagian politik termasuk menempatkan dirinya sendiri ke dalam kedua hal

tersebut.

5 Ibid., h. 153. 6 Ibid., h. 170. 7 Kuntowijoyo, op. cit., h. 4.

Page 56: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

46

Di sisi lain, melalui pidatonya, tokoh Kismo Kengser tampil

untuk mengutuk dan menggugat segala macam kebusukan politik dan

kekuasaan yang berada di bawah pimpinan pemerintahan Soeharto pada

zaman Orde Baru. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan di bawah ini:

Ayam itu mati kena virus, namanya monopoli. Di bawah

kekuasaan Soeharto, ekonomi kita memang dikuasai

konglomerat. Kita dijajah lagi, tidak oleh bangsa lain, tapi oleh

bangsa sendiri. [....] Ia mulai lagi dengan pidatonya: “Kismo

Kengser meramal bahwa pemerintah sekarang akan segera

ambruk, sebab ketakadilan sudah ada di mana-mana.

Persengkokolan penguasa, pengusaha, tentara, dan Randu untuk

memeras rakyat. Hutan kita dibabat habis, bukit dikapling,

digusur semena-mena.”8

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Kismo Kengser meramalkan

pemerintahan Orde Baru akan segera runtuh karena banyaknya

permasalahan berupa monopoli ekonomi, keserakahan dan ketidakadilan

yang dilakukan oleh pihak penguasa sudah merajalela, sehingga

membuat rakyat atau warga desa menderita dan sengsara. Seluruh

sumber daya alam yang menjadi matapencaharian rakyat atau warga desa

telah diambil pihak penguasa dengan mengatasnamakan pembangunan,

sehingga banyak yang mengalami kerugian dan keterpurukan dalam segi

ekonomi serta jauh dari kehidupan yang layak. Berbagai kebijakan dan

janji pihak penguasa belum sepenuhnya mengarah kepada kesejahteraan

rakyat atau warga desa.

Dari peristiwa tersebut dapat disimpulkan bahwa berbagai usaha

yang dilakukan tokoh utama sebagai bentuk perjuangan untuk mencapai

suatu perubahan sosial dan budaya. Hal ini menjadi tema penting yang

diangkat oleh Kuntowijoyo dalam novel MPU memasukkan kondisi dan

situasi zaman Orde Baru dengan latar waktu historis yaitu pada tahun

1997, sebelum Reformasi, saat situasi politik di Indonesia sedang

menghangat dan terasa hingga ke pedesaan-pedesaan.

8 Kuntowijoyo, Mantra Penjinak Ular, (Jakarta: Kompas, 2000), h. 212-213.

Page 57: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

47

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan dua bagian yang penting dan

saling berkaitan, sebab melalui dua bagian tersebut dapat diketahui

bagaimana peranan masing-masing tokoh dalam setiap cerita. Tokoh

biasanya ditandai dengan nama sedangkan penokohan biasanya ditandai

dengan sikap dan watak.9 Penokohan dalam novel MPU dapat dilihat

berdasarkan ciri fisik, psikologis, sosiologis, dan kultural dari masing-

masing tokoh. Oleh karena itu, pembaca dapat mengenali tokoh dan

penokohan dalam cerita tersebut. Berdasarkan fungsi penampilan tokoh

dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis.

a) Tokoh Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang memiliki perwujudan

norma-norma dan nilai-nilai yang ideal. Tokoh protagonis

menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan

pembaca.10 Berikut beberapa tokoh yang termasuk ke dalam tokoh

protagonis pada novel MPU.

1) Abu Kasan Sapari

Tokoh Abu Kasan Sapari merupakan tokoh utama yang

digunakan pengarang untuk mengungkapkan cerita sekaligus paling

banyak mengalami peristiwa atau paling banyak diceritakan

pengarang dalam novel MPU. Meskipun seluruh tokoh memiliki

perannya masing-masing yang cukup besar dalam berlangsungnya

setiap peristiwa, akan tetapi Abu Kasan Sapari menjadi fokus

cerita.

Abu digambarkan secara analitik oleh narator sebagai

seorang anak laki-laki yang dilahirkan oleh dukun di pedesaan. Ia

memiliki seorang ayah yang hanya penduduk desa biasa dengan

minimnya pendidikan dan seorang ibu yang masih keturunan priayi

di pedesaan. Seperti pada kutipan di bawah ini:

9 Atmazaki, op. cit., h. 62. 10 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 261-262.

Page 58: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

48

“Bayi itu lahir laki-laki. Di rumah, ditolong oleh dukun

berijazah setempat yang paling favorit [....] Setelah dibersihkan,

ibunya bangun dan mengucapkan azan dan qamat, karena ayah

bayi itu tak pandai mengucapkan azan sepatah pun. Ibu bayi itu

pernah menyuruh suaminya untuk belajar sembahyang, tetapi

selalu dikatakannya,”Nantilah, orang Jawa itu kalau saya sudah

sembahyang, sembahyang sungguhan. Luar dalam.”11

“Ayah Abu hanyalah penduduk desa biasa.”12

Ciri kultural Abu digambarkan secara analitik oleh narator

sebagai seorang anak laki-laki yang diperlakukan dan dibesarkan

dalam lingkungan yang masih berpegang teguh pada tradisi Jawa-

Islam. Hal ini terbukti ketika nama Abu Kasan Sapari itu sendiri

tidak lepas dari pertimbangan mitos dalam tradisi Jawa-Islam dan

sejak bayi Abu Kasan Sapari diperlakukan dengan tradisi Jawa-

Islam. Seperti pada kutipan di bawah ini:

“Kemudian, kakek meminta bayi itu. Dibawanya bayi merah

yang terbungkus kain batik ke kuburan Ronggowarsito untuk

ngalap berkah, meminta restu.”13

“Kakek-nenek tahu bahwa kelahiran Abu belum disambut

dengan akikah. Maka dipotonglah dua ekor kambing Jawa.”14

“Dengan bangga kakek itu mengumumkan bahwa cucunya

diberi nama Abu Kasan Sapari. Abu diambil dari nama sahabat

Nabi Abu Bakar, Kasan adalah nama cucu Nabi, dan Sapar

adalah bulan perkawinan kedua orangtuanya.”15

Kutipan di atas menggambarkan bahwa kakek dari pihak

ayah Abu masih memercayai tradisi Jawa dengan membawa bayi

Abu ke kuburan Ronggowarsito untuk meminta keberkahan atas

kelahiran Abu. Sedangkan kakek dan nenek Abu dari pihak ibu

Abu memercayai tradisi Islam yang dianutnya dengan mengadakan

akikah untuk menyambut kelahiran Abu.

Abu digambarkan secara analitik oleh narator sebagai

seorang anak laki-laki yang diperlakukan dan diasuh oleh kakek

dan nenek Abu dari pihak ibu dengan tata krama seorang priayi.

11 Kuntowijoyo, op. cit., h. 1-2. 12 Ibid., h. 5. 13 Ibid., h. 2. 14 Ibid., h. 7. 15 Ibid., h. 3.

Page 59: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

49

Kakek dan nenek Abu yang tergolong kaya sangat berharap suatu

hari nanti cucunya akan menjadi seorang priayi yang dapat

mengetahui dan melestarikan kesenian Jawa khususnya dunia

wayang dan dalang. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Pada hari Minggu pagi, waktu anak-anak lain main bola, Abu

akan diantar kakeknya ke dalang Notocarito (nama sebenarnya

adalah Bakuh), kawannya di sekolah Jawa (Sekolah Angka

Loro) dan mengaji di masjid dahulu yang mempunyai

seperangkat gamelan dan satu set wayang. Selain menjadi

dalang, dia juga bekerja sebagai pegawai kesenian-sungguh

seorang priayi tulen menurut gambaran kakek itu. Di sana Abu

kecil belajar apa saja (istilahnya nyantrik): membersihkan

gamelan, menggotong gamelan, melihat orang belajar dalang,

melihat orang menatah wayang, mendengarkan gamelan

ditabuh.16

Secara analitik, ciri psikologis Abu digambarkan oleh narator

sebagai seorang anak yang tekun dalam melakukan hal-hal yang

disukainya termasuk mendalang. Hal ini terbukti dengan prestasi

mendalang yang diraihnya semasa duduk di bangku SD-SMA.

Seperti pada kutipan di bawah ini:

Ketekunannya nyantrik di rumah Notocarito sudah

menghasilkan bukti. Di SD kelas V ia jadi dalang cilik yang

punya nilai tertinggi di Festival Dalang Cilik se-Kabupaten

Klaten. Di SMP ia menjadi juara dalang cilik se-eks

Karesidenan Surakarta. Di SMP ia mewakili sekolahnya

menjuarai Festival Dalang Pelajar se-Jawa Tengah. Dan di

SMA ia mewakili sekolahnya menjuarai Festival Dalang Pelajar

se-Jawa Tengah.17

Kutipan di atas terlihat bahwa pengarang membuat tokoh

utama Abu sejak kecil sudah diperkenalkan kesenian Jawa oleh

kakek Abu. Pada usianya yang sudah beranjak dewasa, Abu tetap

tekun dalam mempelajari serta mendalami pewayangan. Bahkan,

ketekunan Abu dalam mendalang telah memberikan pengaruh yang

besar bagi kehidupannya.

16 Ibid., h. 12. 17 Ibid., h. 12-13.

Page 60: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

50

Selain itu, ciri sosiologis Abu juga dikenal sebagai

mahasiswa, pegawai kecamatan dan dalang. Abu digambarkan

secara analitik oleh narator sebagai seorang mahasiswa Sekolah

Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta jurusan pedalangan. Ia

juga dikenal sebagai pegawai negeri di sebuah kecamatan sekaligus

memiliki kepiawaian dalam mendalang. Hal ini dapat dibuktikan

dalam kutipan berikut ini:

Tidak ada kesulitan dia masuk Sekolah Tinggi Seni Indonesia

(STSI) di Surakarta jurusan pedalangan.18

Dia melamar pekerjaan jadi pegawai lokal, dan ditempatkan di

kecamatan Kemuning, sebuah kecamatan di kaki Gunung

Lawu. Dia ditempatkan di Bangdes (Pembangunan Desa).19

Selain dikenal sebagai pegawai kecamatan, Abu juga dikenal

sebagai dalang.20

Ciri psikologis Abu digambarkan secara analitik oleh narator

sebagai seorang yang memiliki sifat lugu, mengatakan sesuai

dengan apa yang terjadi. Hal ini terbukti ketika ia ditanya oleh

wartawan mengenai kiatnya dalam memenangkan lomba desa.

Seperti pada kutipan berikut ini:

Dengan lugu Abu Kasan Sapari mengatakan, pertama, menurut

Pak Camat memang itu sudah jatah Kemuning. Kedua,

segalanya harus ditebus dengan kerja keras.21

Di samping itu, ciri psikologis Abu digambarkan secara

analitik oleh narator sebagai warga yang memiliki kepedulian

terhadap lingkungan. Hal ini terbukti ketika Abu berpidato secara

langsung kepada warga tentang pemeliharaan lingkungan. Seperti

pada kutipan berikut ini:

Kemudian Abu melanjutkan [...] Kita harus memelihara

lingkungan kita, jangan malah merusak [....] Prinsip

melestarikan lingkungan ialah membiarkan sesuatu di

tempatnya.22

18 Ibid., h. 14. 19 Ibid., h. 16. 20 Ibid., h. 32. 21 Ibid., h. 30. 22 Ibid., h. 58.

Page 61: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

51

Narator menggambarkan ciri psikologis penokohan Abu

secara dramatik sebagai seorang yang memiliki jiwa sosial tinggi.

Hal ini terbukti ketika Abu menolong masyarakat desa di sekitar

tempat tinggalnya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Tapi satu hal yang menyulitkannya, betul sewa rumah di tempat

itu murah, tapi untuk mandi orang harus ke sendang di atas

yang jauhnya dua kilometer. Ada sumur, tetapi sangat dalam,

dan tak ada air bila musim kering. Air itu masih harus dibagi-

bagi dengan tetangga, kadang-kadang habis, dan bisanya hanya

untuk mengisi gentong [....] Aku tahu”! Ya, ia tahu: orang-

orang desa harus diajak membangun saluran air dari sumber

dekat sendang sampai desa.23

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Abu menggunakan

kecerdasan yang dimiliki untuk membantu meringankan beban

masyarakat desa. Ia juga melakukan interaksi serta sosialisasi

kepada masyarakat desa dengan baik untuk memudahkannya dalam

menyampaikan ide dan gagasan.

Tokoh Abu Kasan Sapari diciptakan oleh pengarang sebagai

seorang seniman yang mampu memberikan solusi dan pencerahan

kepada orang-orang desa. Abu berupaya melakukan perlawanan

terhadap kekuasaan sosial dan politik rezim Orde Baru yang selama

ini masuk dalam kehidupan masyarakat desanya. Seperti pada

kutipan di bawah ini:

“....orang-orang tua terutama yang peduli politik yang

menganggapnya sebagai pelawan Mesin Politik.”24

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain berebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian.”25

Kutipan di atas menunjukkan ciri psikologis Abu secara

dramatik oleh narator dalam dialog antara Abu dengan Mesin

23 Ibid., h. 17-18. 24 Ibid., h. 150. 25 Ibid., h. 162-163.

Page 62: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

52

Politik sebagai sosok yang memiliki sikap berani dalam

menghadapi dan menyelesaikan permasalahan hidup dirinya

sendiri. Ia melakukan perlawanan kepada Mesin Politik tanpa

kekerasan, tanpa demonstrasi turun ke jalan, dan tanpa tindakan

provokatif yaitu melalui kesenian wayang. Hal tersebut membuat

Abu harus berhadapan dengan tindakan penindasan dan

penyingkiran yang dilakukan oleh Mesin Politik.

Dengan demikian, Abu sebagai seniman tetap berjuang dan

berpegang teguh pada prinsip kebenaran yang dimilikinya dengan

tidak ingin terlibat dalam sistem politik kepentingan dan tidak ingin

mengkhianati perjuangannya. Abu juga sangat berpegang teguh

pada pendirian bahwa kesenian adalah dunianya sehingga tidak

boleh diganggu oleh siapapun termasuk penguasa dan Abu pun

tetap mempertahankan bidang kesenian yang ditekuninya itu.

Secara dramatik, Abu juga digambarkan oleh narator dalam

dialog antara Abu dengan Haji Syamsuddin sebagai kekasih Lastri.

Hal ini terbukti ketika Abu berniat ingin mempersunting Lastri.

Seperti pada kutipan berikut ini:

Abu Kasan sedang menatah wayang ketika Haji Syamsuddin

muncul: Haji Syamsuddin melihat wayang-wayang itu,”Kau

sedang wuyung dengan Srikandi, ya?” tanyanya. Wuyung

artinya mabuk cinta.

“Kok tahu?”

“Bagaimana dengan usulan saya mengenai Ma’ul Hayat?”

Maksudnya mengawini Lastri.

“Ya, itulah yang sedang saya pikirkan.”26

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengarang

menghadirkan tokoh utama Abu Kasan Sapari yang belum berumah

tangga. Abu Kasan Sapari memiliki sikap berani melakukan

perlawanan terhadap tindakan penindasan yang dilakukan oleh

Mesin Politik. Meskipun, Abu selalu mengalami penindasan, ia

26 Ibid., h. 242.

Page 63: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

53

masih tetap bisa bertahan dan bangkit kembali berkat dukungan

dari keluarga maupun masyarakat di sekitarnya.

2) Sulastri atau Lastri

Porsi penceritaan Lastri dalam novel ini tidak banyak

dibandingkan dengan kemunculan Abu Kasan Sapari. Ciri fisik dan

psikologis tokoh Sulastri atau Lastri digambarkan secara analitik

oleh narator sebagai sosok perempuan yang cantik, ramah, dan ciri

sosiologis Seperti pada kutipan berikut ini:

“Penjemput mengatakan bahwa orang memilih Lastri karena

pengantin selalu tampak lebih cantik, barangkali saja kena

imbas Lastri. Abu tahu bahwa Lastri ramah, tetapi bahwa dia

cantik ia baru mendengarnya, namun ia sangat setuju.”27

Ciri sosiologis Lastri digambarkan secara analitik oleh

narator sebagai seorang perempuan yang telah menikah tetapi tidak

lama kemudian suaminya meninggal dan belum mempunyai anak.

Seperti pada kutipan berikut ini:

Ia menikah, suaminya meninggal, belum punya anak. Jadi,

janda kembanglah.28

Perjalanan karir Lastri digambarkan secara analitik oleh

narator sebagai seorang perempuan yang berpendidikan dan

mandiri secara ekonomi sehingga ia dapat bertahan hidup seorang

diri. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Membuka jahitan di pasar Tegalpandan, setelah tamat SKK

(Sekolah Kesejahteraan Keluarga). Ia adalah penyanyi

kroncong di sebuah klub amatir, yang pasti muncul di pesta-

pesta di kecamatan itu. [...] orang memintanya jadi juru rias

pengantin.”29

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Lastri merupakan tokoh

serba bisa karena memiliki beberapa profesi. Ia memiliki banyak

27 Ibid., h. 125. 28 Ibid., h. 121. 29 Ibid., h. 120-121.

Page 64: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

54

keahlian sehingga dijadikan profesi untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari.

Ciri psikologis Lastri juga memiliki interaksi sosial yang baik

dilihat dari hubungan Lastri dengan keluarga maupun masyarakat

dan memiliki kemauan yang keras. Hal itu terbukti ketika Lastri

sedang ditanyakan oleh mertua dan pakdenya tentang statusnya

yang masih ingin sendiri. Seperti pada kutipan berikut ini:

Mertuanya berusaha mencarikan suami, tapi ditolaknya.

Dikatakannya bahwa ia ingin hidup sendiri tanpa kesibukan

rumah tangga. Meskipun mertuanya, Pakdenya, dan orang

tuanya menyuruhnya tinggal di tempat mereka, ia berkeras

untuk kembali ke pasar. Maka Pakdenya memberikan tempat

itu. Akhir-akhir ini, setelah menikah, kesibukannya bertambah:

banyak orang memintanya jadi juru rias temanten.30

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Lastri digambarkan

secara dramatik oleh narator sebagai seorang perempuan yang ingin

menentukan pilihan, menjalani hidup seorang diri, dan menentukan

nasib sendiri termasuk memilih jodoh yang sesuai dengan

keinginannya tanpa ada keterlibatan dari keluarga maupun orang

lain.

Di samping itu, ciri psikologis Lastri digambarkan secara

dramatik oleh narator dalam dialog antara Lastri dengan lurah

sebagai seorang perempuan yang memiliki sifat pemarah. Seperti

pada kutipan berikut ini:

Saya kira duda seperti dia pasangannya ya harus janda.

Lastri tersinggung dikatakan ‘janda’, lalu menyela, “Tapi, Pak.

Maaf, saya masih ingin sendiri.”

“Ya, jangan begitu. Pikirlah yang panjang.”

Setelah Lurah pergi, dia membawa kaleng-kaleng biskuit ke

tempat sebelah. Matanya berkaca-kaca. Abu Kasan Sapari

terkejut melihat dia membik-membik mau menangis. Lastri

melempar kaleng-kaleng ke dipan.31

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Lastri merupakan

seorang perempuan yang mudah tersinggung dengan perkataan

30 Ibid., h. 121. 31 Ibid., h. 223.

Page 65: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

55

maupun sikap orang lain yang secara langsung mencoba menyindir

statusnya sebagai janda.

Secara dramatik, ciri sosiologis Lastri juga merupakan

kekasih Abu yang selalu ada dalam suka maupun duka yang

dialami oleh Abu. Hal ini terbukti ketika Lastri selalu teringat duka

yang dialami oleh Abu yang harus menghadapi protes masyarakat

atas kegemaran memelihara ular dan berada dalam tahanan. Seperti

pada kutipan berikut ini:

Soal ular itu Lastri mengatakan bisa mengerti Abu, tapi juga

bisa memahami orang-orang. Katanya masalahnya ialah

bagaimana menjelaskan soal ular pada orang banyak.32

Jelas yang hilang itu ialah Abu. Sekalipun ia sudah menduga

peristiwa itu akan terjadi. Ia gelisah semalam suntuk.

Dipikirnya dunia ini tidak adil. Ia tahu persis bahwa Abu tidak

bersalah. Polisi!33

Abu akan mengucapkan terima kasih bahwa Lastri ikut

merasakan kesulitannya.34

Kutipan di atas menunjukkan bahwa ciri psikologis Lastri

digambarkan secara dramatik oleh narator sebagai seorang

perempuan yang memiliki sikap peduli dan penolong kepada orang

lain termasuk Abu. Lastri ikut merasakan duka yang dialami Abu

dalam melewati masa-masa kritis dan menolong Abu di dalam

masyarakat, baik dalam hal pertentangannya melawan Mesin

Politik dan protes kerumunan warga desa.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengarang

menghadirkan tokoh Lastri sebagai seorang janda hidup seorang

diri. Namun, Lastri dapat hidup mandiri secara ekonomi. Melalui,

berbagai profesi yang ditekuni dapat memberikan kemudahan

dalam menjalani kehidupan dan tetap bisa bertahan hidup tanpa

harus bergantung serta menyusahkan orang lain. Selain itu, ia juga

memiliki sikap peduli dan penolong dalam kesulitan yang dialami

32 Ibid., h. 137. 33 Ibid., h. 167. 34 Ibid., h. 268.

Page 66: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

56

oleh orang lain dengan berbuat sesuatu tanpa mengharapkan

imbalan.

3) Orang tua Abu

Tokoh orang tua Abu merupakan tokoh yang tidak memiliki

peran penting di setiap peristiwa, sebab dihadirkan sekilas. Ciri

psikologis orang tua Abu digambarkan secara dramatik oleh narator

dan dialog antara orang tua Abu dengan Abu sebagai seorang yang

penyayang dan peduli. Hal ini terbukti ketika orang tua Abu

menjenguk Abu anak semata wayangnya yang berada di penjara.

Seperti pada kutipan berikut ini:

“Diapakan saja kau,” tanya ayah.

“Ya disuruh makan kenyang, tidur cukup, olahraga.”

“Tidak disiksa, to?”

“Mana ada orang berani menyiksa saya?”

“Jangan kemaki. Saya dengar ditahan itu artinya disiksa.

Disetrum, disulut rokok, disuruh merangkak di atas kedelai?”

“Tapi, alhamdulillah anak Bapak-Ibu tidak.”35

Kutipan di atas menjelaskan bahwa orang tua menunjukkan

bentuk kasih sayang terhadap anaknya yang sedang terkena

masalah dengan menanyakan kondisinya karena takut hal buruk

terjadi terhadap anaknya.

Ciri psikologis orang tua Abu juga digambarkan secara

dramatik oleh narator dalam dialog antara orang tua Abu dengan

Abu sebagai seorang yang cenderung terlihat khawatir terhadap

Abu. Hal ini terbukti ketika orang tua Abu merasa takut sesuatu hal

yang tidak diinginkan terjadi pada anaknya. Seperti pada kutipan di

bawah ini:

“Bagaimana dengan ular itu?” tanya Ibu pelan.

“Itu hanya klangenan, Bu.

“Klangenan ya boleh. Tapi jangan ular, jangan harimau, jangan

buaya. Kakek-kakek kita paling-paling pelihara kucing, lutung,

perkutut, dan kuda. Soalnya ibu takut kalau kau syirik.”

“Syirik? Ya boleh jadi, meskipun sedikit,”

35 Ibid., h. 172.

Page 67: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

57

“Kalau syirik jangan, lho.”36

Kutipan di atas menunjukkan orang tua yang merasa khawatir

dalam menanggapi permasalahan yang dialami oleh anaknya.

Orang tua cenderung berkeinginan untuk memperingatkan dan

melindungi anaknya dari segala perbuatan yang tidak baik seperti

syirik. Hal yang pada umumnya dirasakan semua orang tua karena

takut kebiasaan yang dilakukan anaknya akan memberikan

pengaruh negatif bagi kehidupan anaknya.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa orang tua Abu

merupakan seorang yang penyayang, peduli dan khawatir dalam

menghadapi setiap permasalahan yang sedang dialami oleh

anaknya.

4) Kakek dan nenek Abu

Ciri psikologis tokoh kakek dan nenek Abu digambarkan

secara dramatik oleh narator sebagai seorang yang perhatian dan

penyayang terlihat dari bagaimana cara kakek dan nenek Abu

memperlakukan Abu sewaktu kecil dengan istimewa. Seperti pada

kutipan di bawah ini:

Demikianlah meskipun kakek dan nenek hanya makan sambal

dan kerupuk, untuk Abu selalu ada daging. Abu sungguh

disayang oleh kedua kakek-neneknya.37

Selain itu, ciri psikologis kakek dan nenek Abu juga

digambarkan secara dramatik oleh narator melalui tokoh kakek

Abu sebagai seorang yang mengajarkan kedisiplinan kepada Abu.

Seperti pada kutipan berikut ini:

Mereka punya lonceng yang nyaring bunyinya untuk

mengingatkan Abu yang sedang bermain-main jauh dari rumah

bahwa waktu makan sudah tiba. Kata kakeknya, “Selain makan

daging, disiplin juga perlu.”38

36 Ibid., h. 173. 37 Ibid., h. 11. 38 Ibid., h. 11.

Page 68: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

58

Melalui kutipan di atas, pengarang menggambarkan bahwa

kakek dan nenek Abu sangat mementingkan kedisiplinan dalam

melakukan berbagai macam kegiatan dengan tepat pada waktunya.

Hal yang pada umumnya dilakukan oleh orang tua kepada anak

maupun kakek dan nenek kepada cucu. Sekecil apapun arahan dan

larangan yang telah diberikan oleh kakek dan nenek telah

menjadikan pelajaran berharga bagi kehidupan cucunya. Dari

penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kakek dan nenek Abu

mempunyai sifat penyayang dan disiplin.

5) Wartawan

Ciri fisik tokoh wartawan digambarkan secara analitik oleh

narator sebagai seorang yang masih muda. Ciri psikologis tokoh

wartawan juga dikatakan memiliki semangat yang tinggi. Seperti

dapat terlihat dalam kutipan di bawah ini:

Wartawan itu anggota AJI (Asosiasi Jurnalistik Indonesia).

Masih muda bersemangat. Ia mengatakan pada Abu bahwa

jurnalisme dipilihnya sebagai profesi, dan sebagai alat untuk

memperjuangkan keadilan dan demokrasi. Ia hanya

mengandalkan hati nurani, tidak segan-segan melakukan kritik

kepada siapa pun.39

Sumber yang tak mau disebut namanya mengatakan bahwa ada

konspirasi politik di balik penahanan AKS. Akhir-akhir ini

sebuah kekuatan politik ingin merekrutnya untuk keperluan

kampanye tapi ditolaknya.40

Kutipan di atas menunjukkan bahwa ciri psikologis

wartawan digambarkan secara dramatik sebagai orang yang dalam

berkata dan bertindak harus sesuai dengan profesi sebagai jurnalis.

Wartawan sering kali menulis dan selalu menyampaikan informasi

melalui media massa yang dilengkapi dengan keterangan tambahan

sesuai dengan pendapatnya. Melihat peristiwa ini menunjukkan

bahwa wartawan memiliki semangat yang tinggi dan tetap menjadi

39 Ibid., h. 104. 40 Ibid., h. 170.

Page 69: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

59

tokoh yang sudah melakukan sesuatu sesuai dengan fakta-fakta

yang didapatkannya.

6) Haji Syamsuddin

Ciri psikologis tokoh Haji Syamsuddin secara dramatik oleh

narator digambarkan sebagai seorang yang memiliki sifat baik. Hal

ini terbukti ketika ia diberikan kepercayaan oleh Abu untuk

menjaga rumahnya dengan baik. Seperti dapat terlihat dalam

kutipan di bawah ini:

Sore hari Haji Syamsuddin datang juga untuk menyalakan

lampu dan menutup jendela. Kunci pintu diserahkan Haji

Syamsuddin, dan bukan pada Lastri.41

Selain itu, ciri psikologis Haji Syamsuddin juga digambarkan

secara dramatik oleh narator sebagai seorang yang pengertian dan

bijaksana. Hal ini terbukti ketika Haji Syamsuddin dihadapkan

pada permasalahan Lastri yang merasa khawatir dengan keadaan

Abu di penjara. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Ketika melihat Lastri, Haji Syamsuddin yang tahu perasaan

Lastri berkata ringan, “Itulah politik, Jeng. Nanti juga selesai.

Tenang saja.” Ia berkata demikian karena pamannya pernah

ditahan Polisi pada tahun 1960 selama sebulan karena menjadi

pengurus Masyumi.42

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Haji Syamsuddin

merupakan seorang yang sangat memahami perasaan orang lain

dan seorang yang dapat mengambil pelajaran serta pengalaman

hidup yang pernah dialaminya. Dari kutipan di atas, terlihat bahwa

Haji Syamsuddin memiliki sifat yang baik, pengertian, dan

bijaksana apabila menghadapi kesulitan yang dialami oleh orang

lain.

41 Ibid., h. 167. 42 Ibid., h. 167.

Page 70: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

60

7) Camat

Ciri fisik tokoh camat secara analitik, digambarkan oleh

narator melalui tokoh Abu sebagai sosok camat baru yang usianya

masih muda. Ciri sosiologis camat secara analitik digambarkan

oleh narator sebagai seorang yang berpendidikan lulusan di IIP

(Institut Ilmu Pemerintahan). Seperti pada kutipan di bawah ini:

Camat baru itu lulusan IIP (Institut Ilmu Pemerintahan), Jakarta.

Abu menilai camat baru adalah seorang profesional tulen [....]

Umurnya masih sangat muda dibanding camat lama, namun

jauh lebih bersemangat.43

Kutipan di atas menunjukkan bahwa camat merupakan sosok

yang profesional dan semangat dalam mengerjakan setiap

pekerjaan untuk mencapai tujuan yang diharapkannya.

Ciri psikologis camat digambarkan secara analitik oleh

narator dalam pidato camat di depan warganya sebagai sosok yang

memiliki pengetahuan tinggi dapat dilihat dari cara berbicara dan

istilah kata yang digunakannya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

“Sikap serba menerima itu harus diubah menjadi hidup yang

lebih dinamis kalau kita ingin survive dalam era globalisasi.” Ia

berhenti untuk melihat reaksi yang hadir apakah kata-katanya

dipahami.44

Secara analitik, ciri psikologis camat digambarkan oleh

narator sebagai seorang yang jujur dalam menyampaikan suatu hal

dengan berkata apa adanya tanpa mengada-ada. Hal ini terbukti

ketika ia ditanyakan oleh wartawan tentang kinerja sebagai camat.

Seperti pada kutipan di bawah ini:

Benar, Pak Camat benar. Desanya memenangkan Lomba Desa.

Beberapa wartawan datang dan Pak Camat dengan jujur

mengatakan bahwa semuanya berkat kerja keras Abu.45

Melalui kutipan di atas, pengarang menunjukkan bahwa

camat merupakan orang yang tidak suka berbohong selalu berkata

43 Ibid., h. 83. 44 Ibid., h. 85. 45 Ibid., h. 30.

Page 71: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

61

dengan apa adanya. Pekerjaan yang dilakukan dengan bantuan

orang lain pun diceritakannya tanpa ada yang ditutup-tutupi dan

dibuat-buat. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa camat

memiliki sifat jujur mengatakan sesuai dengan kenyataan yang

terjadi pada saat itu dan memiliki pengetahuan tinggi.

8) Ki Lebdocarito

Ciri sosiologis tokoh Ki Lebdocarito merupakan ayah angkat

Abu Kasan Sapari yang secara analitik digambarkan oleh narator

dalam dialog antara Ki Lebdo dengan orang tua Abu. Hal ini

terbukti ketika ia mendatangi keluarga Abu untuk meminta izin

untuk mengangkatnya sebagai anak. Seperti pada kutipan di bawah

ini:

Kalau Dimas mengizinkan biarlah saya membalas budi

almarhum dengan mengangkat nak Abu Kasan Sapari sebagai

anak.46

Ciri psikologis Ki Lebdo digambarkan secara dramatik oleh

narator sebagai sosok yang memiliki sifat baik khususnya kepada

Abu. Hal ini terbukti ketika ia memberikan warisan kepada Abu

berupa gamelan dan wayang. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Ki Lebdo mengutarakan maksud untuk mewariskan gamelan

dan wayang pada Abu.47

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Ki Lebdo merupakan

sosok orang tua yang memperlakukan dan mendidik anak kandung

maupun anak angkatnya dengan sangat baik. Meskipun tidak

mempunyai hubungan sedarah dengan anak angkatnya, ia tidak

pernah membeda-bedakan antara keduanya.

Ciri sosiologis Ki Lebdo juga digambarkan secara analitik

oleh narator sebagai sesepuh yang dikenal para dalang di

wilayahnya. Hal ini terbukti ketika ia meninggal banyak para

46 Ibid., h. 14. 47 Ibid., h. 16.

Page 72: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

62

dalang yang menghadiri pemakamannya. Seperti pada kutipan di

bawah ini:

Para dalang dari seluruh Surakarta hadir pada upacara

pemakaman Ki Lebdo, sebab ia terhitung sesepuh para dalang.48

Narator mencoba mengggambarkan ciri psikologis Ki Lebdo

sebagai sosok yang memiliki pemikiran yang luas dan perhatian.

Hal ini terbukti ketika ia memikirkan masa depan dan pendidikan

anak-anaknya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

“Jadilah yang punya uang, jangan jadi dalang”, nasihatnya pada

anak-anak. Maka anak-anak semua “jadi orang”, kecuali

dalang.49

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Ki Lebdo selalu

memberikan nasihat dan memperhatikan pendidikan anak-anaknya

sampai kepada pendidikan tingkat tinggi. Ki Lebdo juga

mengharapkan masa depan anak-anaknya lebih sukses daripada

dirinya. Hal yang pada umumnya dilakukan oleh orang tua kepada

anak-anaknya. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ki

Lebdo memiliki watak yang baik, mempunyai sifat perhatian, serta

memiliki pemikiran yang luas.

9) Ki Manut Sumarsono

Ciri sosiologis Ki Manut Sumarsono digambarkan secara

analitik oleh narator sebagai dalang senior yang disegani oleh

dalang-dalang lain yang berada di wilayahnya. Ia selalu kedatangan

dalang dari luar yang ingin mendalang di wilayahnya hanya untuk

meminta restu padanya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Ki Manut Sumarsono tahu belaka rencana itu. Kedudukannya

sebagai dalang senior membuat dalang dari luar Karangmojo

terpaksa kulanuwun minta restu padanya sebelum mendalang di

wilayahnya.50

48 Ibid., h. 235. 49 Ibid., h. 15. 50 Ibid., h. 233.

Page 73: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

63

Secara analitik, narator mencoba mengggambarkan ciri

psikologis Ki Manut Sumarsono sebagai sosok yang memiliki

karakter baik dan cerdas dalam menanggapi permasalahan yang

dihadapi oleh tokoh lain. Hal ini terbukti ketika Ki Manut

Sumarsono membantu Abu untuk dapat diterima dengan positif

oleh masyarakat di lingkungan sekitarnya. Seperti pada kutipan di

bawah ini:

Taktik Ki Manut Sumarsono cespleng. Ibarat panas setahun

terhapus hujan sehari, julukan sebagai ‘dalang politik anti-

Randu’, julukan sebagai ‘dalang politik non-Randu’, bahkan

julukan ‘dalang politik’ lenyap. Buktinya para bakul di pasar

tidak lagi menambahkan kata ‘dalang politik’ ketika Abu

mendalang untuk juragan bis di Tegalpandan.51

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ki Manut

Sumarsono memiliki sosok yang memiliki karakter baik dan cerdas

dalam menanggapi permasalahan yang dihadapi oleh tokoh lain.

10) Polisi

Peranan polisi dalam novel ini hanya dalam lingkup

menegakkan hukum dan keadilan. Itu pula yang polisi terapkan

dalam menangani masyarakat yang terbukti melakukan tindakan

kriminal. Ciri psikologis polisi digambarkan secara dramatik oleh

narator dalam dialog kepala polisi dengan kepala bagian

penyelidikan sebagai seorang yang jujur dan bersikap netral tidak

memihak kepada Mesin Politik maupun Abu bertindak secara

objektif. Hal ini terbukti ketika polisi menangani kasus Abu yang

tidak terbukti bersalah. Seperti dalam kutipan di bawah ini:

Kepala Polisi merundingkan soal Abu Kasan Sapari dengan

Kepala Bagian Penyelidikan, “Sudah kuduga. Kita dijadikan

tukang pukulnya, centengnya. Kita diperalat. Kita tidak mau

demikian, kita netral, kita tidak ke kanan tidak ke kiri.” Mereka

bersepakat untuk mengeluarkannya dari tahanan.52

51 Ibid., h. 229. 52 Ibid., h. 175.

Page 74: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

64

“Adik-adik! ABRI dan Polisi netral dalam pemilu. Polisi itu

seperti seniman, tidak berpolitik. Besok pagi AKS akan kami

bebaskan.”53

Kutipan di atas menunjukkan bahwa polisi sebagai penegak

hukum terkadang selalu dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang hanya

mengutamakan kepentingannya sendiri. Polisi harus

mengutamakan kejujuran dalam menjalankan proses hukum dan

bersikap netral tidak berpihak kepada siapapun termasuk pihak-

pihak yang ingin memperalat serta menindaklanjuti orang-orang

yang berbuat kesalahan dan melanggar hukum. Dari uraian di atas,

dapat terlihat bahwa tokoh polisi memiliki sifat jujur dalam

menjalankan tugasnya demi menegakkan hukum dan keadilan.

11) Laki-laki Tua atau Kismo Kengser

Ciri fisik tokoh laki-laki tua atau Kismo Kengser

digambarkan secaran analitik oleh narator sebagai laki-laki yang

sudah berumur, memiliki rambut putih panjang, dan jari-jari

tangannya terdapat cincin akik. Seperti pada kutipan berikut ini:

Orang tua itu tiba-tiba saja muncul di Pasar Tegalpandan. Laki-

laki itu berambut putih panjang yang dibiarkan terurai, cincin

akik besar-besar di jari tangan kanan dan kirinya.54

Narator secara dramatik menggambarkan ciri psikologis laki-

laki tua atau Kismo Kengser sebagai sosok yang pemberani dan

pandai meramal. Hal ini terbukti ketika ia sedang berpidato

mengkritik kebijakan pemerintahan pada saat itu. Seperti dapat

terlihat dalam kutipan di bawah ini:

Di bawah kekuasaan Soeharto, ekonomi kita memang dikuasai

konglomerat [...] Laki-laki tua berdiri. Ia mulai lagi dengan

pidatonya: “Kismo Kengser meramal bahwa pemerintahan

sekarang akan segera ambruk, sebab ketakadilan sudah ada

dimana-mana. Para penguasa bukan lagi pamong [...]

Persengkokolah penguasa, pengusaha, tentara, dan Randu untuk

53 Ibid., h. 176. 54 Ibid., h. 211.

Page 75: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

65

memeras rakyat [...] Hutan kita dibabat habis, digusur semena-

mena.”55

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa laki-laki

tua atau Kismo Kengser adalah seorang laki-laki tua yang

mengungkapkan ramalannya tentang keruntuhan pemerintahan

Orde Baru. Kismo Kengser memiliki sifat pemberani dalam

mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan harapan

rakyat sekaligus menyampaikan permasalahan yang benar-benar

terjadi tanpa takut dengan tindakan yang dapat merugikan dirinya.

12) Laki-laki Tua Misterius

Ciri fisik tokoh laki-laki tua misterius digambarkan secara

analitik oleh narator dalam dialog antara laki-laki tua misterius dan

Abu sebagai laki-laki yang sudah berumur, memiliki cambang,

kumis, dan jenggotnya yang berwarna putih serta jari-jari

tangannya yang berotot. Seperti pada kutipan berikut ini:

Ketika Abu menoleh, dilihatnya seseorang dengan iket lepasan,

baju surjan lurik, dan sarung kotak-kotak. Dari cambang, kumis,

dan janggutnya yang putih serta jari-jarinya yang berotot.

“Kau tidak boleh meninggal sebelum mengajarkan ilmu ini

pada orang yang tepat.”

“Apa itu?”

“Mantra penjinak ular.”56

Dalam pikirannya ialah orang tua yang tiba-tiba muncul dan

tiba-tiba menghilang itu. Ia tidak tahu siapa namanya, dari mana

asalnya.57

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa laki-laki tua

misterius merupakan seorang yang sangat misterius dan tidak

diketahui keberadaannya karena datang dan pergi secara tiba-tiba.

Pengarang hanya menggambarkan ciri fisik laki-laki tua misterius

seperti cara berpakaian dan tingkah laku yang terlihat aneh tidak

seperti orang pada umumnya serta pemberian mantra penjinak ular

55 Ibid., h. 212-213. 56 Ibid., h. 20. 57 Ibid., h. 22.

Page 76: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

66

kepada Abu. Melihat peristiwa ini menunjukkan bahwa laki-laki

tua misterius tidak memiliki watak tertentu karena pengarang

sendiri tidak menggambarkan secara jelas tokoh tersebut di dalam

novel MPU.

b) Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh

protagonis secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik

ataupun batin.58 Berikut beberapa tokoh yang termasuk ke dalam

tokoh antagonis pada novel MPU karya Kuntowijoyo.

1) Mesin Politik

Pengarang menggolongkan tokoh Mesin Politik ke dalam

tokoh yang unik karena tidak berupa sosok seseorang. Pengarang

menggambarkan Mesin Politik sebagai perwujudan dari sikap,

perilaku, dan pemikiran sebuah sistem kelompok serta memiliki

peran yang dapat mewakili individu maupun kelompok tertentu

dengan membawa tindakan dan pemikiran dari sistem komunitas

tersebut.

Secara analitik, pengarang memunculkan ciri sosiologis

penokohan Mesin Politik yang dapat digambarkan berupa Randu,

fungsionaris Mesin Politik ataupun sistem komunitas itu sendiri.

Seperti pada kutipan di bawah ini:

Pasalnya, lurah-lurah yang dijagoi Randu banyak yang kalah di

kecamatannya.59

Seorang fungsionaris Mesin Politik bagian kesenian Dati II

Karangmojo diantar fungsionaris dari Tegalpandan

mengunjunginya.60

Orang yang dikenalnya sebagai Ketua Umum Mesin Politik itu

lalu mengatakan, “Saya hanya mengantarkan, Bapak ini adalah

Ketua Badan Seleksi Caleg Dati II Karangmojo.”61

58 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 261-262. 59 Kuntowijoyo, op. cit., h. 99. 60 Ibid., h. 156. 61 Ibid., h. 162.

Page 77: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

67

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mesin Politik

merupakan sistem komunitas yang berpengaruh dan memiliki

kekuatan besar di tingkat negara, kelurahan, kecamatan, dan desa.

Ciri psikologis Mesin Politik digambarkan secara dramatik

oleh narator dalam dialog antara Mesin Politik dengan Abu sebagai

sosok yang memiliki sifat angkuh. Hal ini terbukti ketika Mesin

Politik dan Abu Kasan Sapari memiliki perbedaan pemikiran dan

pandangan yang sangat bertolak belakang. Hal tersebut dapat

terlihat pada kutipan di bawah ini:

Fungsionaris Mesin Politik datang lagi.

“Nah, apa kata saya?”

“Apa boleh buat.”

“Berpolitik itu jangan tanggung-tanggung.”

“Saya tidak berpolitik.”

“Tidak berpolitik itu politik mau tidak mau, suka tidak suka,

kita semua berpolitik. Dalam politik ada ungkapan ‘kalau kau

kalah, bergabunglah dengan yang menang’. Kedatangan saya

kemari untuk mengajak Pak Abu bergabung. Bagaimana?”

“Tidak saja, Pak.”

“Mbok ya yang agak praktis!”62

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mesin Politik sering

menggunakan kedudukan yang dimilikinya untuk berbuat semena-

mena terhadap orang lain yang tidak sejalan termasuk menekan

kaum lemah.

Ciri psikologis Mesin Politik digambarkan secara dramatik

oleh narator sebagai seseorang yang suka memaksakan

kehendaknya sendiri dengan melakukan tindakan yang otoriter dan

manipulatif. Hal tersebut dapat terlihat dalam kutipan berikut ini:

Mesin politik menghendaki agar jarak waktu antara

pengumuman dan pelaksanaan itu singkat saja, umpamanya tiga

hari, sehingga hanya orang-orang pilihan Mesin Politik akan

menang [...] Mesin Politik itu tahu sebelum kejadian karena ada

rekayasa. Biasanya calon yang dijagoi Randu pasti menang.

Menang sebelum pemilihan.63

62 Ibid., h. 152. 63 Ibid., h. 101.

Page 78: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

68

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain tersebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian.”

“Kalau itu maumu, kami tidak memaksa. Kami hanya ingin

berbuat baik. Tapi, ya, sudah. Kami beri waktu untuk berpikir

satu kali dua puluh empat jam. Sesudahnya tanggung sendiri

akibatnya. Ingat, kami juga bisa main kasar,lho!”64

“Aku tahu biang keroknya,” kata fungsionaris kesenian DPD

Randu. Di kepalanya hanya ada satu orang, Abu Kasan Sapari.

Oleh karena itu pengurus memutuskan untuk membuat memo

supaya Abu diproses sesuai rencana.65

Melalui kutipan di atas, pengarang menunjukkan bahwa

Mesin Politik menghalalkan segala cara untuk dapat

mempertahankan kekuasaannya. Bahkan, Mesin Politik berani

menyimpang dari aturan yang dapat merugikannya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Mesin Politik

memiliki sifat yang angkuh, suka memaksakan kehendaknya

sendiri dengan melakukan tindakan yang otoriter dan manipulatif,

dan memamerkan kekuasaan yang dimilikinya serta menginginkan

dirinya dipandang oleh orang lain.

2) Polisi

Ciri psikologis polisi digambarkan secara dramatik oleh

narator dalam dialog antara polisi dengan Abu dan polisi dengan

Kismo Kengser sebagai sosok yang memiliki sikap semena-mena

dalam menangkap orang yang belum terbukti melakukan

kesalahan. Hal ini terbukti ketika ia menyeret Abu dan Kismo

Kengser ke penjara. Seperti pada kutipan berikut ini:

Tiga orang polisi berseragam turun, masuk kantor. “Kami dari

Polres, Anda kami tahan,” kata seorang.

“Boleh-boleh, silakan, kata Abu.”66

64 Ibid., h. 162-163. 65 Ibid., h. 174. 66 Ibid., h. 165.

Page 79: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

69

“Tiga orang berseragam polisi masuk ke lingkaran. “Minggir,

minggir!” Polisi itu mendatangi laki-laki tua.”

“Bapak kami tahan!”

“Lho! Apa salah saya?”

“Menyebar kebencian.”

“Kok polisi, bukan tentara? Mana surat tugas?”

“Jangan banyak omong, ikut saja.”

Laki-laki tua menggulung kain putih, mengikuti polisi, dan

segera kabur.67

Melalui kutipan di atas, narator menggambarkan bahwa polisi

memiliki sifat lain yaitu terkadang melakukan tindakan sewenang-

wenang dengan menangkap orang tanpa adanya proses hukum yang

benar, seperti perlakuan polisi terhadap Kismo Kengser serta Abu

yang jelas-jelas tidak bersalah karena tidak ada bukti kejahatan.

3. Alur

Alur dalam novel MPU karya Kuntowijoyo menggunakan alur

yang disusun secara episodik tidak linier dan sesuai dengan kronologi

termasuk ke dalam alur campuran yang waktu terjadinya peristiwa tidak

selalu maju, tetapi juga terdapat peristiwa kilas balik yang bersifat

flashback (mundur). Jika dilihat dari segi kriteria kepadatan cerita, novel

MPU dapat dikategorikan sebagai novel dengan plot longgar, yakni

peristiwa bawahan, peristiwa kenangan, dan peristiwa pelambatan.

Dilihat dari segi kriteria jumlah, novel MPU dapat dikategorikan sebagai

novel dengan plot tunggal, yakni perjalanan hidup tokoh utama lengkap

dengan permasalahan dan konflik yang dialaminya dalam kurun waktu

26 tahun yang dikisahkan dalam 17 bab.

Latar waktu historis yang terdapat dalam novel MPU karya

Kuntowijoyo yaitu pada tahun 1997, sebelum Reformasi, saat situasi

politik di Indonesia sedang menghangat dan terasa hingga ke pedesaan-

pedesaan. Alur dalam novel MPU berbasis pada peristiwa-peristiwa batin

Abu ketika dihadapkan pada berbagai konflik yaitu konflik dengan diri

sendiri, orang lain, dan masyarakat. Tahapan alur tersebut akan

67 Ibid., h. 214.

Page 80: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

70

dipaparkan sesuai pendapat Tasrif dalam Nurgiyantoro yang terbagi

menjadi lima tahapan. Kelima tahapan alur tersebut adalah sebagai

berikut:

a) Tahap Penyituasian

Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan

tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita dan

pemberian informasi awal yang berfungsi melandastumpui cerita yang

dikisahkan pada tahap berikutnya.68 Pada tahap situasi ini, dibuka

dengan memperkenalkan tokoh utama yang bernama Abu Kasan

Sapari dan tokoh-tokoh pendukung yaitu tokoh orangtua Abu, kakek-

nenek Abu, Ki Lebdocarito, Lelaki Tua Misterius, Camat, Mesin

Politik, wartawan, Lastri, Laki-laki Tua atau Kismo Kengser, Ki

Manut Sumarsono, polisi, dan Haji Syamsuddin.

Tahap situasi dalam novel MPU karya Kuntowijoyo ini

dimulai dari pembukaan yang ada di bab 1 yang berjudul “Sebuah

Desa, Sebuah Mitos” dibuka dengan narator memperkenalkan tradisi

Jawa-Islam, latar tempat desa, kondisi fisik desa, latar sosial-budaya,

latar rumah, ciri psikologis tokoh-tokoh cerita, ciri sosiologis tokoh-

tokoh cerita, dan ciri fisik tokoh-tokoh cerita. Keseluruhan peristiwa

68 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 209-210.

Skema

Tahapan Alur

Tahap Pemunculan Konflik:

Bab 2-8

Tahap Peningkatan Konflik:

Bab 9 dan 10

dch

s

d

Tahap Klimaks:

Bab 11

n

Tahap Penyelesaian:

Bab 12-17

Tahap Penyituasian:

Bab 1

Page 81: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

71

yang terdapat di dalam bab ini menceritakan tentang latar belakang

Abu Kasan Sapari sejak kecil-bekerja. Pada bagian pertama, Abu

Kasan Sapari diperkenalkan secara sosiologis sebagai sosok yang lahir

di tengah masyarakat Jawa menganut Islam kejawen yang seluruh

sikap dan tingkah lakunya masih kental dengan berbagai mitos dalam

tradisi Jawa-Islam. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Ketika sang kakek-ayah dari ayah-mengetahui bahwa bayi yang

dalam kandungan akan diberi nama Sapari kalau laki-laki dan

Sapariah kalau perempuan, kakek keberatan dengan kata ‘sapar’

katanya, “Sudah pasti anak itu lahir tidak di bulan Sapar!"

Dengan malu-malu sang calon ayah menjawab, "Memang tidak

diambil dari bulan lahirnya. Tapi bulan jadinya. Ayah itu lalu

menghitung dengan jarinya dan mengucapkan dengan

mulutnya, "Sapar, Mulud, Bakda-Mulud, Jimawal, ...

"kemudian tersenyum sedikit-sedikit dan semakin lebar,

mengetahui bahwa anaknya thok-cer, sebab di bulan Sapar juga

ia mengawinkan anaknya.69

Kemudian, kakek meminta bayi itu. Dibawanya bayi merah

yang terbungkus kain batik ke kuburan Ronggowarsito untuk

ngalap berkah, meminta restu.70

Kakek itu adalah juru kunci makam Ronggowarsito di Desa

Palar, Klaten.71

Pada hari ke lima, diadakan sepasaran dengan mengundang

macapatan dan gamelan sederhana. Dengan bangga kakek itu

mengumumkan bahwa cucunya diberi nama Abu Kasan Sapari.

Abu diambil dari nama sahabat Nabi Abu Bakar, Kasan adalah

nama cucu Nabi, dan Sapar adalah bulan perkawinan kedua

orangtuanya. Diharapkannya bahwa nama itu ada pengaruhnya

pada jabang bayi yang baru lahir.72

Kutipan di atas diungkapkan melalui dialog antara kakek Abu

dari pihak ayah dengan ayah Abu yang terletak di bab 1 subbab 1

menggambarkan peristiwa pemilihan nama Abu Kasan Sapari. Kakek

Abu dari pihak ayah dan ayah Abu yang tergolong dalam masyarakat

Jawa memiliki kepercayaan bahwa penamaan anak itu selalu

memperhitungkan hari-hari baik karena pemilihan nama anak

menentukan nasib si anak kelak. Dalam hal ini, kakek Abu dari pihak

69 Kuntowijoyo, op. cit., h. 1. 70 Ibid., h. 2. 71 Ibid., h. 4. 72 Ibid., h. 3.

Page 82: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

72

ayah dan ayah Abu memilih nama Abu Kasan Sapari yang mengacu

pada Abu (sahabat Nabi, yakni Abu Bakar), Kasan (cucu Nabi alias

Hasan), dan Sapari diambil dari bulan Jawa-Islam yaitu ‘sapar’ yang

tidak lepas dari pertimbangan mitos dalam tradisi Jawa-Islam. Kutipan

di atas memperkenalkan tradisi Jawa-Islam, tokoh kakek Abu dari

pihak ayah dan ayah Abu.

Namun, cerita beralih ke masa lalu desa Palar. Seperti pada

kutipan di bawah ini:

Dulu Palar adalah desa perdikan, desa yang dibebaskan dari

pajak dengan maksud supaya seluruh penghasilan desa

diperuntukkan guna keperluan makam. Praktis, lurahnya sama

dengan juru kunci makam.73

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator pada bab 1

subbab 1 yang menggambarkan peristiwa masa lalu desa Palar yang

termasuk dalam desa perdikan. Dalam hal ini, dulu desa Palar

termasuk ke dalam desa perdikan yaitu desa yang berhak untuk tidak

membayar pajak dan penghasilan desa disalurkan untuk keperluan

makam. Juru kunci makam pun memiliki profesi lain.

Pada bagian kedua, masa dewasa Abu Kasan Sapari

berkembang secara psikologis diperkenalkan sebagai sosok yang

dapat memanfaatkan suatu peluang untuk dapat melanjutkan

kehidupannya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Abu Kasan Sapari merasa bahwa ia tak cocok untuk

meneruskan sekolah. Dengan ijazah SMA sebenarnya ia sudah

lulus BA, jadi sarjana kurang skripsi, tapi posisi itulah yang

diperlukan dia melamar pekerjaan jadi pegawai lokal, dan

ditempatkan di kecamatan Kemuning, sebuah kecamatan di kaki

Gunung Lawu. Dia ditempatkan di Bangdes (Pembangunan

Desa). Dipikirnya tidak enak terus-menerus tinggal di rumah Ki

Lebdocarito. Dengan alasan biarlah Abu mencari pengalaman,

maka Ki Lebdo pun melepaskannya. [....] Tugas pertamanya

ialah mengikuti kursus di sebuah lembaga teknologi pedesaan.

Yang selalu ditanyakannya pada diri sendiri: Apakah tugasnya

yang baru menjauhkan atau mendekatkannya pada

73 Ibid., h. 4.

Page 83: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

73

Ronggowarsito, mengajarkan kebijaksanaan hidup? Tidak lupa

dia membawa alat-alat tatah pembuat wayang.*74

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator pada bab 1

subbab 4 yang menggambarkan peristiwa Abu yang ingin hidup

secara mandiri. Dalam hal ini, Abu memilih untuk memanfaatkan

ilmu yang telah dimilikinya untuk dapat bertahan hidup tanpa harus

melibatkan orang lain. Namun Abu mengalami keraguan terhadap

pilihan hidupnya. Abu selalu mempertanyakan apakah pekerjaan

barunya itu akan menjauhkan atau mendekatkannya pada tradisi

Ronggowarsito yang selalu menghibur rakyat dan mengajarkan

kebijaksanaan hidup. Kutipan di atas memperkenalkan latar tempat

desa yang kedua yaitu desa Kemuning.

b) Tahap Pemunculan Konflik

Tahap ini berisi tahap awal munculnya konflik kemudian

konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan menjadi

konflik-konflik pada tahap selanjutnya.75 Tahap pemunculan konflik

dalam novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo ini, ada di bab

2-8. Bab 2 yang berjudul “Mantra”, bab 3 yang berjudul “Abu Kasan

Sapari Tentang Alam”, bab 4 yang berjudul “Cinta Ular, Cinta

Lingkungan”, bab 5 yang berjudul “Demokrasi Menurut Abu Kasan

Sapari”, bab 6 yang berjudul “Wahyu Pohonan”, bab 7 yang berjudul

“Abu Versus Mesin Politik, Botoh, dan Dukun”, dan bab 8 yang

berjudul “Abu Kasan Sapari dan Lingkungannya”. Keseluruhan

peristiwa yang terdapat di dalam bab ini menceritakan tentang Abu

Kasan Sapari mulai dekat dengan mantra, mulai dikenal sebagai

dalang, dan mulai terlibat dengan politik.

74 Ibid., h. 16. 75 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 209-210.

Page 84: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

74

Pada bagian ketiga, Abu mengalami peristiwa yang tidak

masuk akal ketika bertemu dengan Lelaki Tua Misterius di sebuah

pesta pasar malam. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Cembeng itu tak ubahnya seperti pasar malam. [....] Ketika Abu

menoleh, dilihatnya seseorang dengan iket lepasan, baju surjan

lurik, dan sarung kotak-kotak. Dari cambang, kumis, dan

janggutnya yang putih serta jari-jarinya yang berotot. Laki-laki

tua itu memintanya berdiri dan mengajaknya ke tempat sepi.

“Kau tidak boleh meninggal sebelum mengajarkan ilmu ini

pada orang yang tepat.”

“Apa itu?”

“Mantra penjinak ular” Kemudian orang itu mencari telinga

kanan Abu, dan membisikkan sebuah kalimat. “Paham?”

“Sudah, ya?” Abu mengangguk. “Mantra itu tidak boleh salah

ucap. Bacalah itu setiap kali kau menghadapi ular.

“Mantranya kok bahasa Arab, ya?”

“Ya, ini semua dari Al-Qur’an [....] Ada laku yang harus

dijalankan, pantangan yang tak boleh dilanggar. Laku-nya

adalah kau harus ngebleng tidak makan-minum selama tiga

hari. Wewaler-nya mudah, tapi sulit dijalankan. Kau tidak boleh

melangkahi ular.”76

“O, ya. Kau tidak akan mati, kalau tidak mewariskan ilmu ini.”

[....] Abu masih tertegun, merenungkan kejadian yang

dialaminya. Disekanya mata. Tidak, itu bukan mimpi bukan

sulapan. Buktinya, ia ingat jelas dengan mantra yang harus

diucapkan. [...] Dalam pikirannya ialah orang tua yang tiba-tiba

muncul dan tiba-tiba menghilang itu. Ia tidak tahu siapa

namanya, dari mana asalnya. Jadi, orang terpilih itu memang

sudah dalam jangkauan tangan, membuatnya gembira. [...] Ia

bertekad untuk melaksanakan semua petunjuk orang tua itu.77

Orang menunjukkan kakinya yang digigit ular. Abu

mengucapkan bismillah dan membaca mantra. Di sedotnya luka

itu dengan kuat. Diulanginya sampai tiga kali. Pelan-pelan laki-

laki itu membuka matanya, warna biru menghilang dari

kulitnya. Abu sendiri keheranan, ternyata ia bisa

menyembuhkan orang yang digigit ular.78

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator pada bab 2-4

yang menggambarkan peristiwa Abu yang mulai terikat dengan

mantra penjinak ular yang harus dipegang seumur hidupnya dan

memiliki kelebihan dalam menjinakkan ular. Dalam hal ini, Abu

Kasan Sapari diajarkan sebuah mantra penjinak ular dengan laku yang

76 Kuntowijoyo, op. cit., h. 20-21. 77 Ibid., h. 22. 78 Ibid., h. 56.

Page 85: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

75

harus dijalankan dan wewaler (pantangan) yang tidak boleh

dilakukannya. Kutipan di atas juga memperkenalkan latar tempat

pasar yang berlokasi di desa Kemuning, tokoh Lelaki Tua Misterius,

dan ciri fisik Lelaki Tua Misterius.

Pada bagian keempat, Abu Kasan Sapari diperkenalkan

sebagai seorang dalang yang nekat memberikan dukungan kepada

cakades yang diminta mundur untuk memuluskan jalan bagi calon

yang dijagoi Mesin Politik. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Bahwa Abu Kasan Sapari suka mendalang untuk calon kepala

desa (cakades) yang bermusuhan dengan calon Mesin Politik

sudah diketahui pegawai kecamatan dan Camat tegalpandan

sejak duluan lewat jalur birokrasi dan Mesin Politik.79

Namun, petang harinya ada tamu yang sudah dikenalnya,

seorang fungsionaris Mesin Politik Tegalpandan.

“Pak Abu ingin kaya tidak?”

“Tidak ingin kaya, cuma butuh duit seperti orang lain.”

“Lha, bicara soal duit. Bagaimana kalau permintaan untuk

mendalang di rumah cakades itu ditolak?”

“Maksudnya...eh, tidak mendalang dengan kompensasi

sejumlah uang.

Abu menolak dengan cara sebaik-baiknya.

Tidak berhasil membujuk Abu Kasan Sapari fungsionaris itu

pulang. Katanya, “Kalau ada apa-apa jangan salahkan saya,

lho.”80

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator dan dialog antara

camat dengan Mesin Politik yang terletak di bab 5-8 menggambarkan

peristiwa Abu yang melakukan kegiatan mendalang pada acara

cakades yang tidak pro partai penguasa dianggap sebagai sikap politik.

Melihat hal tersebut, Mesin Politik menghalalkan segala cara untuk

dapat mempertahankan kekuasaannya termasuk dengan bertindak

otoriter kepada pihak lain yang dapat merugikannya. Kutipan di atas

juga memperkenalkan latar tempat desa Tegalpandan, dan ciri mental

Mesin Politik.

Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa pada tahap

pemunculan konflik menggambarkan Abu Kasan Sapari mengalami

79 Ibid., h. 149. 80 Ibid., h. 151-152.

Page 86: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

76

kebingungan terhadap kejadian yang baru saja dialaminya dan

menganggap bahwa ilmu penjinak ular itu diturunkan secara turun

temurun kepada orang-orang terpilih termasuk kepada dirinya.

Bahkan, ia pun memercayai dan berniat untuk melaksanakan semua

ajaran yang diberikan oleh Lelaki Tua Misterius itu. Hal tersebut

dapat dikatakan bahwa Abu berada dalam lingkungan masyarakat

Islam kejawen yang masih memercayai mantra yang berhubungan

dengan mitos, mistik, dan klenik.

Di sisi lain, Abu Kasan Sapari diperkenalkan sebagai pegawai

negeri dan dalang yang terlibat konflik dengan tokoh lain. Abu yang

berada di luar sistem Mesin Politik (Partai Randu) telah berani

mendalang memberikan dukungan kepada calon yang bermusuhan

dengan pilihan Mesin politik. Abu yang berkali-kali melakukan

kegiatan mendalang dianggap tidak mendukung Randu. Beberapa

lakon yang dimainkan oleh Abu dianggap sebagai tindakan yang

menjatuhkan Randu. Situasi di atas menggambarkan karakter Abu

bersikeras dengan teguh pada pendiriannya: tidak mau kesenian

terlibat dalam politik. Hal inilah yang menjadi penyebab Abu selalu

mengalami penindasan dari tokoh lain yaitu Mesin Politik.

c) Tahap Peningkatan Konflik

Tahap ini berisi tahap peningkatan konflik di mana peristiwa

yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang

tingkatannya. Cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-

konflik yang terjadi bisa dari segi internal, eksternal atau keduanya,

pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan

masalah dan mengarah ke klimaks.81 Tahap peningkatan konflik

dalam novel MPU karya Kuntowijoyo ini, ada di bab 9 yang berjudul

“Ular” dan bab 10 yang berjudul “Di Luar Struktur, di Dalam Sistem”.

Keseluruhan peristiwa yang terdapat di dalam bab ini menceritakan

81 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 209-210.

Page 87: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

77

tentang latar belakang Abu Kasan Sapari diprotes oleh kerumunan

warga desa dan Abu yang selalu dibujuk dan ditawari jabatan serta

kompensasi berupa uang.

Pada bagian ketiga, ilmu penjinak ular yang semula banyak

membantu Abu dalam menolong nyawa orang lain. Pada bagian

kelima, kini ilmu itu telah membuat Abu banyak mengalami rintangan

dalam kehidupannya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Berita bahwa Abu memelihara seekor ular itu segera menyebar.

[....] “Saya akan memeliharanya sebagai klangenan,” kata

Abu.82

Tentang apakah ular termasuk klangenan orang berbeda

pendapat. RT sengaja mengundang Abu untuk bermusyawarah.

Para wanita mengemukakan keberatan. “Bagaimana nanti kalau

ular itu jadi besar? Itu berbahaya, kalau lepas, “kata mereka.

Rumah-rumah di sekitar pasar itu sangat padat. Kebanyakan

kaum laki-laki yang hadir bersikap netral. Rapat RT itu berakhir

dengan jaminan Abu bahwa ia tak akan membiarkan ularnya

lepas.

Abu sangat peduli dengan pendapat Lastri.

“Bagaimana, Yu Las?”

Lastri mengangkat bahu, “terserah,” katanya.

Abu mengerti dari nada bicaranya (‘terserah’-nya kok seperti

tidak rela) Lastri tidak senang dengan kenyataan bahwa ular

praktis dalam rumahnya juga. Itu menggelisahkannya. Akan

tetapi, Abu nekad. Laki-laki tidak boleh mundur hanya karena

rintangan. “Yu, yang penting bukan ularnya, tapi apa yang di

balik ular itu,” katanya “Ular hanya lambang.”

Abu pernah bercerita soal cita-citanya, keinginannya, dan

angan-angannya. Jadi, kata Lastri:

“Saya sudah tahu lambang apa.”

“Tahu? Apa, coba!”

“Lingkungan.”83

Kutipan di atas diungkapkan melalui dialog Abu dan narator

yang terletak di bab 9 menggambarkan peristiwa Abu yang mulai

memelihara ular karena keterikatan dengan mantra penjinak ular yang

telah dimilikinya. Dalam hal ini, tindakan Abu itu mendapat

penolakan dari kerumunan warga karena dianggap telah mengancam

keselamatan warga. Abu pun melibatkan Lastri ke dalam konflik yang

82 Kuntowijoyo, op. cit., h. 134. 83 Ibid., h. 136.

Page 88: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

78

dihadapinya sekaligus menjadi seorang yang menolak terhadap ular

yang dipeliharaannya. Kutipan di atas juga memperkenalkan ciri

mental Abu.

Pada bagian keenam, Abu melakukan penolakan terhadap

permintaan Mesin Politik yang ingin merekrutnya sebagai caleg.

Seperti pada kutipan di bawah ini:

Orang yang dikenalnya sebagai Ketua Umum Mesin Politik

Tegalpandan itu lalu mengatakan, "Saya hanya mengantarkan,

Bapak ini adalah Ketua Badan Seleksi Caleg Dati II

Karangmojo."

"Terimalah ucapan selamat kami. Kami dari DPD telah memilih

Pak Abu sebagai caleg jadi," kata Ketua Badan Seleksi. "Pak

Abu lolos ketimbang sembilan calon lain."

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain tersebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian.”

Abu Kasan Sapari heran. Besar benar harga dirinya? Mungkin

karena Bapilu Mesin Politik sudah memutuskan menggunakan

media pedalangan untuk kampanye? Kedudukannya sebagai

Ketua Paguyuban Pedalangan jadi penting?84

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator dan dialog antara

Abu dengan Mesin Politik yang terletak di bab 10 menggambarkan

peristiwa perlawanan Abu terhadap mesin birokrasi bernama negara

dengan Mesin Politik berupa partai pemerintah. Dalam hal ini, Abu

telah berkali-kali dihadapkan dengan Mesin Politik dan melakukan

penolakan untuk dijadikan pengikut partai pemerintah yang berkuasa

pada saat itu karena sudah memahami maksud dan tujuan dari Mesin

Politik.

Untuk memperoleh dukungan massa pihak penguasa

pemerintah rezim Orde Baru memandang perlu untuk menggunakan

instrumen kesenian sebagai media untuk menarik massa. Salah satu

kesenian yang digunakan untuk memperoleh simpati masyarakat

84 Ibid., h. 162-163.

Page 89: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

79

adalah seni pedalangan. Dalang sebagai orang pintar (intelektual

sekaligus aktor) di daerah dipandang amat potensial untuk

menyampaikan pesan dan ajakan kepada masyarakat. Oleh karenanya,

para dalang ditunjuk pihak penguasa sebagai juru kampanye.85 Dalam

hal ini, pihak penguasa (Mesin Politik) menghalalkan segala cara agar

keinginannya dapat terpenuhi termasuk menuntut Abu agar tidak

menghalang-halangi usahanya dalam melakukan politik uang dan

pemaksaan. Kutipan di atas juga memperkenalkan tokoh Mesin

Politik, ciri mental Abu dan Mesin Politik.

Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa pada tahap

peningkatan konflik menggambarkan Abu Kasan Sapari yang mulai

memelihara ular karena keterikatan dengan mantra penjinak ular yang

telah dimilikinya. Meskipun, kerumunan warga dan Lastri tidak

memberikan respon yang baik terhadap kehadiran ular tersebut dan

tidak menyukai tindakannya. Abu tidak peduli dan tetap

mempertahankan ular peliharaannya. Dalam hal ini, Abu belum bisa

sepenuhnya terlepas dari mantra yang berhubungan dengan mitos,

mistik, dan klenik dalam tradisi Jawa-Islam.

Di sisi lain, Abu Kasan Sapari yang diperkenalkan sebagai

sosok seniman yang berjuang dan tetap berpegang teguh pada prinsip

kebenaran yang dimilikinya dengan tidak ingin terlibat dalam sistem

politik kepentingan dan tidak ingin mengkhianati perjuangannya. Hal

ini dibuktikan melalui tindakan Abu yang melakukan penolakan

terhadap tawaran dari Mesin Politik (partai penguasa) untuk menjadi

‘caleg jadi’ pada pemilu 1997 karena kalau ia menerima tawaran itu,

maka ia masuk ke dalam sebuah jebakan yang justru akan mematikan

perjuangannya. Oleh karena itu, Abu berpegang teguh pada pendirian

bahwa kesenian adalah dunianya sehingga tidak boleh diganggu oleh

siapapun termasuk penguasa dan Abu pun tetap mempertahankan

bidang kesenian yang ditekuninya itu.

85 Sutiyono, op. cit., h. 1-2.

Page 90: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

80

d) Tahap Klimaks

Tahap ini berisi konflik yang terjadi pada tokoh cerita

mencapai titik intensitas puncak. Klimaks dalam cerita akan dialami

oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita

terjadi konflik utama.86 Tahap klimaks dalam novel MPU karya

Kuntowijoyo ini, ada di bab 11 yang berjudul “Seni itu Air”.

Keseluruhan peristiwa yang terdapat di dalam bab ini menceritakan

tentang Abu yang dituding melakukan tindakan subversif.

Pada bagian keenam, Abu yang semula terus-menerus

melakukan penolakan terhadap permintaan Mesin Politik. Pada bagian

ketujuh, kini Abu harus menghadapi tindakan semena-mena yang

dilakukan oleh Mesin Politik. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Beberapa hari kemudian sebuah pers release dari bagian reserse

Kepolisian Karangmojo mengabarkan bahwa ada gerakan anti-

Pancasila di Tegalpandan dengan ketuanya AKS.87

Tiga orang polisi berseragam turun, masuk kantor. “Kami dari

Polres, Anda kami tahan,” kata seorang. “Boleh-boleh, silakan,”

kata Abu seperti sudah mengharapkan.88

“Aku tahu biang keroknya,” kata fungsionaris kesenian DPD

Randu. Di kepalanya hanya ada satu orang, Abu Kasan Sapari.

Oleh karena itu pengurus memutuskan untuk membuat memo

supaya Abu diproses sesuai rencana.89

Abu menggeleng. Tidak ada barang bukti, tidak ada kesaksian,

tidak ada laporan tertulis. [....] Kepala Polisi merundingkan soal

Abu Kasan Sapari dengan kepala bagian penyelidikan, “Sudah

kuduga. Kita dijadikan tukang pukulnya, centengnya. Kita

diperalat. Kita tidak mau demikian, kita netral.” Mereka

bersepakat untuk mengeluarkannya dari tahanan.90

Rombongan mahasiswa STSI Surakarta datang di depan Kantor

Kepolisian Karangmojo. Mereka berjajar di muka kantor.

Mereka membentangkan spanduk-spanduk. “Bebaskan AKS.”

[....] Pengurus HAM cabang Surakarta dan Ikadin datang untuk

keperluan yang sama. Mereka juga mendesak supaya Abu

Kasan Sapari dikeluarkan.91

86 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 209-210. 87 Kuntowijoyo, op. cit., h. 164. 88 Ibid., h. 165. 89 Ibid., h. 174. 90 Ibid., h. 175. 91 Ibid., h. 176.

Page 91: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

81

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator dan dialog polisi

serta dialog Mesin Politik yang terletak di bab 11 menggambarkan

peristiwa Abu yang sempat ditahan. Dalam hal ini, Abu dilepaskan

karena tidak terbukti melakukan tindakan subversif dan polisi yang

menangani kasus Abu mengalami kebingungan terhadap tindakan

yang dilakukan pihak penguasa (Mesin Politik/partai randu) kepada

Abu. Pihak penguasa memanfaatkan pekerjaan polisi untuk

melancarkan rencananya. Pada tahap klimaks ini, pengarang

memunculkan tokoh polisi, kerumuman mahasiswa, dan pengurus

HAM cabang Surakarta serta Ikadin untuk memberikan dukungan

kepada Abu dan membantu proses pembebasan tokoh utama yang

tidak terbukti bersalah.

Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap

klimaks ini menggambarkan peristiwa penangkapan Abu dengan

tuduhan tindakan menjatuhkan kekuasaan pemerintah dan anti-

Pancasila yang diajukan oleh Mesin Politik. Meski kemudian

dilepaskan karena tidak terbukti melakukan tindakan subversif. Dalam

hal ini, sikap Abu yang bertentangan dengan Mesin Politik banyak

mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Abu yang diperkenalkan

sebagai pegawai negeri sekaligus dalang telah melewati perjalanan

hidupnya baik suka maupun duka termasuk lolos dari jeratan Mesin

Politik di zaman Orde Baru.

e) Tahap Penyelesaian

Tahap ini berisi konflik yang telah mencapai klimaks diberi

jalan keluar dan cerita diakhiri. Pada tahap ini, semua peristiwa yang

terjadi dalam cerita mengarah kepada proses pemecahan masalah

sebagai sebagai bentuk penyelesaiannya.92 Tahap penyelesaian dalam

novel MPU karya Kuntowijoyo ini, mulai terjadi penurunan klimaks

dan konflik-konflik dalam cerita yang ada di bab 12-17. Bab 12 yang

92 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 209-210.

Page 92: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

82

berjudul “Sajak-Sajak Cinta”, bab 13 yang berjudul “Mencari Akar”,

bab 14 yang berjudul “Bumi Gonjang-Ganjing Langit Megap-Megap”,

bab 15 yang berjudul “Warisan”, bab 16 yang berjudul “Cangik

Bertanya Pada Limbuk”, dan bab 17 yang berjudul “Tuhan, Beri Kami

Ilmu yang Bermanfaat Tuhan, Hindarkan Kami Dari Malapetaka”.

Keseluruhan peristiwa yang terdapat di dalam bab ini menceritakan

tentang perubahan sosial dan budaya.

Namun, pada bab 12 dan 13 tentang peristiwa penceritaan

sorot balik, cerita beralih ke masa lalu. Bab 12 yang berjudul “Sajak-

Sajak Cinta” menggambarkan peristiwa Abu yang membuat puisi

dalam bahasa Jawa untuk Lastri saat berada dalam tahanan. Seperti

pada kutipan di bawah ini:

Abu Kasan Sapari menulis geguritan-puisi bebas bahasa Jawa

dalam tahanan Mapolres. Sebagai tampak dalam puisi ini ia

tambah-tambah jatuh cintanya pada Lastri, dapat dikatakan

mabuk kepayang. Kumpulan sajak itu akan dijilidnya dengan

sampul merah jambu dan diberinya nama Geguritan

Asmaradana. Akan diserahkan pada Lastri ketika tiba

waktunya.93

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator menggambarkan

peristiwa Abu yang membuat kumpulan puisi dengan nama Geguritan

Asmarandana. Dalam hal ini, puisi tersebut merupakan bentuk rasa

cinta Abu kepada Lastri yang tertuang dalam puisi yang dituliskannya.

Sedangkan, bab 13 yang berjudul “Mencari Akar”

menggambarkan peristiwa kakek Abu yang bercerita tentang kisah

hidup nenek moyangnya kepada Abu. Seperti pada kutipan di bawah

ini:

(Abu Kasan Sapari pulang ke desa tempat ia dibesarkan. Kakek

bercerita). Mula-mula desa kita adalah sebuah perdikan. Eyang

pendiri desa kita waktu masih muda menjadi prajurit keratin

[....]94

93 Ibid., h. 181. 94 Ibid., h. 195.

Page 93: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

83

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator menggambarkan

peristiwa desa yang dahulu ditempati oleh nenek moyang kakek Abu

menjadi desa perdikan yaitu desa yang memiliki hak untuk tidak

membayar pajak.

Pada bagian keempat, Abu Kasan Sapari yang semula

mendalang untuk mendukung calon yang bermusuhan dengan Mesin

Politik. Pada bagian kedelapan, kini Abu tidak lagi mendalang untuk

calon yang berhadapan dengan Mesin Politik. Seperti pada kutipan di

bawah ini:

Betul, ia pergi pada Pak Camat dan menyatakan niatnya untuk

mendalang menggantikan Ki Manut. Pak Camat keheranan, dia

adalah Pembina Randu di kecamatannya, dan Abu ‘dalang

politik anti- Randu’. [....] Taktik Ki Manut Sumarsono

cespleng. Ibarat panas setahun terhapus hujan sehari, julukan

sebagai ‘dalang politik anti-Randu’, julukan ‘dalang politik

non-Randu’, bahkan julukan ‘dalang politik’ lenyap. Buktinya,

para bakul di pasar tidak lagi menambahkan kata ‘dalang

politik’ ketika Abu mendalang untuk juragan bis di

Tegalpandan. Kenyataan itu dikabarkan Lastri pada Abu Kasan

Sapari, “Soal ‘dalang politik’ sudah beres. Sampeyan bebas

sekarang.”95

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator yang terletak di

bab 14 dan 15 menggambarkan peristiwa kehidupan Abu yang sudah

berjalan normal kembali jauh dari hal-hal yang berbau politik. Pada

bagian kedelapan tahap penyelesaian ini, pengarang memunculkan

tokoh Ki Manut Sumarsono untuk membantu tokoh utama dalam

memperoleh persepsi positif dari warga desa sekitar.

Pada bagian ketiga, Abu yang semula diceritakan terikat

dengan mantra dan berada dalam lingkungan masyarakat Islam

kejawen masih memercayai mantra yang berhubungan dengan mitos,

mistik, dan klenik. Pada bagian kesembilan, kini Abu tidak lagi

mengalami keterikatan dengan mantra dan mulai sadar terhadap

realitas kehidupan yang harus dijalaninya. Seperti pada kutipan di

bawah ini:

95 Ibid., h. 229.

Page 94: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

84

Ketika bertemu Haji Syamsuddin dikatakannya bahwa seusai

salat dia ingin bicara. [....] “Apa susahnya? Bawa saja ular itu

ke kebun binatang.”

“Ular mudah, Pak. Tetapi saya terikat dengan mantranya.”

“Mantra?”

“Ya, Pak. Saya harus mencari orang yang mau ditulari mantra.

Mantra harus diturunkan, berkelanjutan sampai kiamat tiba.

Kalau tidak saya kena bebendu (malapetaka), tidak akan mati-

mati meski tua-renta.” “Jangan percaya! Itu gombal, itu

sampah. Kau orang beriman. Karenanya malah kau wajib

memutuskan mata rantai sirik itu. Sekarang zaman modern,

bukan zamannya mantra lagi.”96

Pada waktu itu terdengar azan Subuh. Abu mendengar suara di

samping. Itu Lastri. Ia mengerjakan rencananya. Sembahyang

dan memasukkan ular ke dalam kotak kayu. Ternyata

mantranya bikin susah orang lain dan dirinya sendiri! Ia

bermaksud memutus mata-rantai mantra itu, tidak mengajarkan

mantra pada siapa pun. Kalau ada sanksinya, dia sanggup

menanggung.97

“Rencana sampeyan apa?”

“Ke Solo! Saya akan membawa ular ke bonbin.”

Ia berketetapan menjadi dalang, menjadi penerus tradisi Eyang

dan tradisi Ronggowarsito: menghibur dan mengajarkan

kebijaksanaan hidup.98

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator dan dialog antara

Abu dengan Haji Syamsuddin dan Abu dengan Lastri yang terletak di

bab 16 dan 17 menggambarkan peristiwa perlawanan Abu terhadap

mitos. Dalam hal ini, Abu berencana untuk membuang mantra dan

melepaskan ular dengan membawa ke kebun binatang. Abu

berketetapan hati untuk mengubah kehidupannya dengan melepaskan

diri dari hal-hal yang berbau mistik. Abu yang semula selalu

mempertanyakan apakah pekerjaan barunya itu akan menjauhkan atau

mendekatkannya pada tradisi Ronggowarsito yang selalu menghibur

rakyat dan mengajarkan kebijaksanaan hidup. Kini, Abu selalu

menjadikan ruh semangat Ronggowarsito dalam bertindak dan

mengambil keputusan. Bahkan, Abu selalu bertekad untuk

96 Ibid., h. 259. 97 Ibid., h. 270. 98 Ibid., h. 271.

Page 95: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

85

meneruskan tradisi Ronggowarsito untuk menghibur rakyat dan

mengajarkan kebijaksanaan hidup.

Peristiwa tersebut digunakan pengarang untuk mengajak

masyarakat meninggalkan mantra-mantra yang berhubungan dengan

mitos, mistik, dan klenik serta menjauhkan diri dari perbuatan syirik

yang menjamakkan Tuhan. Kemudian, beralih kepada ilmu yang

berpijak pada realitas dan kekuatan doa untuk membersihkan diri serta

berserah diri kepada Tuhan. Hal ini ditegaskan pula dalam esai dan

artikel mengenai pemikiran Kuntowijoyo. Kuntowijoyo mengatakan

bahwa hanya dengan kesungguhan meninggalkan cara berpikir mitos

menuju cara berfikir pada realitas yang mampu membuat umat

manusia selamat dari ketertinggalan.99 Pada bagian kesembilan tahap

penyelesaian ini, pengarang memunculkan tokoh Haji Syamsuddin

untuk memberikan kesadaran kepada tokoh utama mengenai mitos

kesyirikan yang bertentangan dengan keyakinan agama Islam.

Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap

penyelesaian ini memperlihatkan bagaimana tema kehidupan

masyarakat desa yang berpegang pada mistik beralih kepada

kehidupan kota yang berpegang pada ilmu sehingga mengakibatkan

terjadinya perubahan sosial dan budaya. Dimulai dari keterikatan

tokoh utama terhadap hal-hal yang bau mistik dan perjuangan tokoh

utama yang tidak mau menjadi alat politik kekuasaan dengan berbagai

konflik-konflik lain yang harus dihadapi hingga pada akhirnya mampu

mencapai perubahan sosial dan budaya.

Pada tahap penyelesaian ini, tokoh Abu mengalami perubahan

dan perkembangan sikap yang diakibatkan adanya keterlibatan tokoh

lain dalam peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Sikap tokoh Abu

yang tidak mudah goyah dengan teguh pada pendiriannya pada masa

awal berubah menjadi sikap yang penuh dengan pertimbangan dalam

99 M. Khomsin, op, cit., h. 27.

Page 96: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

86

memutuskan segala sesuatu serta perencanaan yang matang dalam

menyikapi masalah yang dialaminya.

4. Latar

Latar merupakan tempat dan waktu terjadinya peristiwa-

peristiwa, sementara peristiwa-peristiwa terjadi oleh adanya aksi tokoh

dan konflik yang ada di dalam dan antar tokoh.100 Latar atau setting atau

yang disebut juga dengan landas tumpu, menunjuk pada pengertian

tempat hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan.101

a) Latar Tempat

Dalam novel MPU terdapat latar netral dan fungsional yang

memengaruhi perkembangan tokoh secara sosiologis maupun

psikologis. Latar tempat tersebut antara lain sebagai berikut:

Latar tempat pertama yang muncul dalam novel MPU yaitu

desa Palar. Pemilihan latar desa Palar sekaligus tempat makam

Ronggowarsito yang berlokasi di kecamatan Trucuk, kabupaten

Klaten secara fungsional dan tipikal koheren dengan realita,

mengingat keberadaan makam Ronggowarsito menjadi tempat yang

sangat dikeramatkan dan sosok Ronggowarsito selalu menjadi panutan

bagi masyarakat. Jika dilihat dari hubungannya dengan alur, maka

desa Palar dapat digolongkan ke dalam latar fungsional. Hal ini

tampak pada latar desa Palar yang menjadi tahap penyituasian. Seperti

pada kutipan di bawah ini:

Kemudian, kakek meminta bayi itu. Dibawanya bayi merah

yang terbungkus kain batik ke kuburan Ronggowarsito untuk

ngalap berkah, meminta restu.102

Kakek itu adalah juru kunci makam Ronggowarsito di Desa

Palar, Klaten. [....] Dulu Palar adalah desa perdikan, desa yang

dibebaskan dari pajak dengan maksud supaya seluruh

100 Mursal Esten, Kritik Sastra Indonesia, (Padang: Angkasa Raya, 1984), h. 113. 101 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 302. 102 Kuntowijoyo, op. cit., h. 2.

Page 97: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

87

penghasilan desa diperuntukkan guna keperluan makam.

Praktis, lurahnya sama dengan juru kunci makam.103

Baru sejak SMA-lah ia sadar apa arti Ronggowarsito, dia masih

sedarah. Mula-mula sosok pujangga itu kabur, tapi makin lama

makin jelas. Ia makin mengerti arti Palar baginya, dan nama

pujangga itu pun masuk dalam doanya.104

Dilihat dari segi cerita, keberadaan desa Palar dan Kemuning

ini berfungsi untuk memunculkan peristiwa kenangan desa Palar dan

suasana dominan dari tradisi Jawa-Islam berbau mistik (mitos) yang

membentuk kepribadian dan pikiran tokoh Abu.

Latar tempat kedua yang muncul dalam novel MPU yaitu

cembeng (pasar malam) berlokasi di desa Kemuning. Jika dilihat dari

hubungannya dengan alur, maka latar ini dapat digolongkan ke dalam

latar fungsional. Hal ini tampak pada latar desa Kemuning yang

menjadi tahap pemunculan konflik. Jika dikaitkan dengan latar

suasana, latar ini berfungsi memunculkan kebingungan dalam diri

Abu. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Di cembeng, ketika Abu sedang menghadapi segelas wedang

jahe di warung tiban dekat tiang listrik yang khusus dibuka

waktu itu, seseorang menyentuh pundaknya. [....] Abu masih

tertegun, merenungkan kejadian yang dialaminya. Disekanya

mata. Tidak, itu bukan mimpi bukan sulapan. Kenyataan itu

dialaminya dengan badan wadhag, pasti sungguh-sungguh

terjadi. Buktinya, ia ingat jelas dengan mantra yang harus

diucapkan. [...] Dalam pikirannya ialah orang tua yang tiba-tiba

muncul dan tiba-tiba menghilang itu. Ia tidak tahu siapa

namanya, dari mana asalnya. Jadi, orang terpilih itu memang

sudah dalam jangkauan tangan, membuatnya gembira. [...] Ia

bertekad untuk melaksanakan semua petunjuk orang tua itu.105

Dilihat dari segi cerita, keberadaan desa Kemuning ini

berfungsi untuk memunculkan suasana dominan dari tradisi Jawa-

Islam berbau mistik (mitos) yang memengaruhi pikiran Abu yang

tidak lagi menggunakan cara berpikir logis. Bahkan, Abu meyakini

103 Ibid., h. 4. 104 Ibid., h. 13. 105 Ibid., h. 22.

Page 98: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

88

bahwa mantra yang berhubungan dengan mitos, mistik, dan klenik

sebagai sesuatu yang benar.

Latar tempat ketiga yang muncul dalam novel MPU yaitu desa

Tegalpandan. Di tempat ini akan muncul berbagai tokoh lain dan

konflik yang harus dihadapi oleh tokoh utama. Latar tempat ketiga ini,

akan dibagi lagi menjadi beberapa tempat sesuai peristiwa yang

dialami oleh tokoh utama, yakni: pelukisan rumah sewa Abu dan

pasar. Jika dilihat dari hubungannya dengan alur, maka latar ini dapat

digolongkan ke dalam latar fungsional. Hal ini tampak pada latar

rumah sewa Abu yang menjadi tahap peningkatan konflik baik konflik

batin Abu maupun konflik sosial antara Abu dengan kerumunan

warga desa dan Abu dengan Mesin Politik. Seperti pada kutipan di

bawah ini:

Tentang apakah ular termasuk klangenan orang berbeda

pendapat. RT sengaja mengundang Abu untuk bermusyawarah.

Para wanita mengemukakan keberatan. “Bagaimana nanti kalau

ular itu jadi besar? Itu berbahaya, kalau lepas, “kata mereka.

Rapat RT itu berakhir dengan jaminan Abu bahwa ia tak akan

membiarkan ularnya lepas.

Abu sangat peduli dengan pendapat Lastri.

“Bagaimana, Yu Las?”

Lastri mengangkat bahu, “terserah,” katanya.

Abu mengerti dari nada bicaranya (‘terserah’-nya kok seperti

tidak rela) Lastri tidak senang dengan kenyataan bahwa ular

praktis dalam rumahnya juga. Itu menggelisahkannya. Akan

tetapi, Abu nekad. Laki-laki tidak boleh mundur hanya karena

rintangan.

“Yu, yang penting bukan ularnya, tapi apa yang di balik ular

itu,” katanya “Ular hanya lambang.”

Abu pernah bercerita soal cita-citanya, keinginannya, dan

angan-angannya. Jadi, kata Lastri:

“Saya sudah tahu lambang apa.”

“Tahu? Apa, coba!”

“Lingkungan.”106

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain berebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

"Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?"

106 Ibid., h. 136-137.

Page 99: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

89

"Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian."107

Dilihat dari segi cerita, keberadaan latar rumah sewa Abu

berfungsi untuk memunculkan pandangan Abu mengenai ular yang

dijadikan sebagai simbol alam dan lingkungan serta protes warga desa

maupun Lastri terhadap keputusan Abu tersebut. Di satu sisi, orang

yang berada di sekitar Abu menolak tindakannya. Di sisi lain, Abu

berniat ingin memberikan kesadaran mengenai pentingnya menjaga

dan melestarikan lingkungan. Keberadaan kedua latar ini juga

berfungsi untuk memunculkan sikap tokoh Abu yang tidak mudah

goyah hanya karena orang-orang di sekitarnya tidak memahami tujuan

dari tindakannya tersebut. Selain itu, kedua latar ini berfungsi untuk

memunculkan sikap Abu yang tidak ingin terlibat dalam sistem politik

kepentingan dan perjuangan Abu dalam melakukan perlawanan

terhadap politisasi kesenian.

Latar tempat keempat yang muncul dalam novel MPU yaitu

rumah tahanan yang berlokasi di Karangmojo. Jika dilihat dari

hubungannya dengan alur, maka latar ini dapat digolongkan ke dalam

latar fungsional. Hal ini tampak pada latar Karangmojo yang menjadi

tahap klimaks. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Beberapa hari kemudian sebuah pers release dari bagian reserse

Kepolisian Karangmojo mengabarkan bahwa ada gerakan anti-

Pancasila di Tegalpandan dengan ketuanya AKS. [....] Sesampai

di Kepolisian Karangmojo, Abu dimasukkan kamar tahanan.108

Abu menggeleng. Tidak ada barang bukti, tidak ada kesaksian,

tidak ada laporan tertulis. [....] Kepala Polisi merundingkan soal

Abu Kasan Sapari dengan kepala bagian penyelidikan, “Sudah

kuduga. Kita dijadikan tukang pukulnya, centengnya. Kita

diperalat. Kita tidak mau demikian, kita netral.” Mereka

bersepakat untuk mengeluarkannya dari tahanan.109

Dilihat dari segi cerita, keberadaan rumah tahanan ini

berfungsi sebagai tempat Abu ketika dituduh sebagai “pembangkang”

107 Ibid., h. 162-163. 108 Kuntowijoyo, op. cit., h. 164-165. 109 Ibid., h. 175.

Page 100: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

90

dan menerima “hukuman” tanpa jelas apa kesalahan yang telah

diperbuatnya. Pemilihan cerita tertangkapnya Abu karena tuduhan

tindakan subversif/menuduh warga negaranya secara seenaknya saja

merupakan gambaran perilaku dan tindakan dari para politikus dan

pejabat pemerintah yang semata-mata untuk memperebutkan dan

mempertahankan kekuasaan.

Latar desa Tegalpandan akan dibagi lagi menjadi beberapa

tempat sesuai peristiwa yang dialami oleh tokoh utama, yakni: pasar

dan pelukisan rumah sewa Abu. Jika dilihat dari hubungannya dengan

alur, maka latar ini dapat digolongkan ke dalam latar fungsional. Hal

ini tampak pada latar pasar dan rumah sewa Abu yang menjadi tahap

penyelesaian. Jika dikaitkan dengan latar suasana, pasar ini berfungsi

membangun kegelisahan Abu terhadap julukan yang sudah terlanjur

melekat dalam dirinya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

“Di pasar sampeyan dikenal sebagai dalang politik anti-Randu,

lho.”

“Itulah, Yu. Yang mengganggu pikiran saya.”110

[....] Taktik Ki Manut Sumarsono cespleng. Ibarat panas

setahun terhapus hujan sehari, julukan sebagai ‘dalang politik

anti-Randu’, julukan ‘dalang politik non-Randu’, bahkan

julukan ‘dalang politik’ lenyap. Buktinya, para bakul di pasar

tidak lagi menambahkan kata ‘dalang politik’ ketika Abu

mendalang untuk juragan bis di Tegalpandan. Kenyataan itu

dikabarkan Lastri pada Abu Kasan Sapari, “Soal ‘dalang

politik’ sudah beres. Sampeyan bebas sekarang.”111

Dilihat dari segi cerita, keberadaan pasar ini berfungsi untuk

memunculkan persepsi positif dari warga desa terhadap tindakan Abu

yang tidak lagi melibatkan kesenian dengan politik.

Latar tempat selanjutnya, yakni rumah sewa Abu. Jika

dikaitkan dengan latar suasana, rumah sewa Abu ini berfungsi

membangun kesadaran dalam diri Abu terhadap kehidupan real yang

dijalaninya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

110 Ibid., h. 228. 111 Ibid., h. 229.

Page 101: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

91

Pada waktu itu terdengar azan Subuh. Abu mendengar suara di

samping. Itu Lastri. Ia mengerjakan rencananya. Sembahyang

dan memasukkan ular ke dalam kotak kayu. Ternyata

mantranya bikin susah orang lain dan dirinya sendiri! Ia

bermaksud memutus mata-rantai mantra itu, tidak mengajarkan

mantra pada siapa pun. Kalau ada sanksinya, dia sanggup

menanggung.112

“Rencana sampeyan apa?”

“Ke Solo! Saya akan membawa ular ke bonbin.”

Ia berketetapan menjadi dalang, menjadi penerus tradisi Eyang

dan tradisi Ronggowarsito: menghibur dan mengajarkan

kebijaksanaan hidup.113

Dilihat dari segi cerita, keberadaan rumah sewa ini berfungsi

untuk memunculkan suasana dominan dari perlawanan Abu terhadap

mitos yang bersifat syirik berupa kepercayaan terhadap binatang,

pemujaan terhadap benda keramat, dan mantra. Pada akhirnya, latar

desa Tegalpandan ini menjadi proses pencapaian Abu menuju

perubahan sosial dan budaya. Latar desa Tegalpandan ini juga menjadi

latar suasana dominan dari konflik atau ketegangan yang diakibatkan

oleh hubungan antar anggota masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa latar tempat dalam novel MPU yang

telah diuraikan di atas menggambarkan tempat-tempat penting bagi

Abu Kasan Sapari untuk mencapai suatu perubahan sosial dan budaya.

Latar tempat ini memiliki keterkaitan dengan tema yang telah

diuraikan sebelumnya. Meskipun, peristiwa yang dilalui Abu begitu

rumit mengenai keterikatan dengan mantra yang menjuruskannya

pada perbuatan syirik dan kegiatan mendalang yang membuat Abu

harus menghadapi berbagai kendala terlibat dalam politik. Namun,

dengan keyakinan, pendirian yang kuat, dan penuh perjuangan

akhirnya Abu dapat melalui berbagai cobaan hidup yang menimpanya.

Dengan demikian, latar tempat ini pun terkait dengan alur yang

menjadi jalan cerita tokoh utama.

112 Ibid., h. 270. 113 Ibid., h. 271.

Page 102: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

92

b) Latar Waktu

Latar waktu penceritaan yang terdapat dalam novel MPU

disusun secara episodik berdasarkan tahapan-tahapan kehidupan Abu,

yaitu kilas balik pertemuan ibu-bapak Abu – kelahiran Abu – sekolah

- lulus sekolah – kerja - Abu menikah dan harus memilih

istri/ilmunya. Latar waktu penceritaan dalam novel MPU tidak

digambarkan secara jelas. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kejadian

yang ada dalam novel dapat terjadi kapan pun dan dimana pun dari

waktu ke waktu.

Namun, berdasarkan latar waktu historis yang terdapat dalam

novel MPU dapat digambarkan secara jelas yaitu pada tahun 1997

masa pemilihan umum nasional, sebelum Reformasi, saat situasi

politik di Indonesia sedang menghangat dan terasa hingga ke

pedesaan-pedesaan. Peristiwa tersebut dapat terlihat pada bab bab 14

dengan judul “Bumi Gonjang-Ganjing Langit Megap-megap”. Seperti

pada kutipan di bawah ini:

Pemilu, 1997. Abu Kasan Sapari memilih di Rutan (Rumah

Tahanan) Karangmojo. Mesin Politik menang di Karangmojo,

tetapi hanya dengan enam puluh persen suara. Bahkan, di

kompleks perumahan kepolisian dan tentara Mesin Politik

kalah. [....] Mereka menyimpulkan bahwa kegagalan itu

disebabkan karena mereka tidak bisa memakai sarana

tradisional, tidak menyelenggarakan wayangan, wayang orang,

dan ketoprak karena para seniman tidak mau terlibat dalam

politik praktis. “Aku tahu biang keroknya,” kata fungsionaris

kesenian DPD Randu. Dikepalanya hanya ada satu orang, Abu

Kasan Sapari. Oleh karena itu pengurus memutuskan untuk

membuat memo supaya Abu diproses sesuai rencana.114

Dala kampanye Pemilu memang ada obral janji untuk rakyat,

membangun ini itu. Tapi pelaksananya, wo, tahi kucing, jangan

tanya. Nol besar. [....] Laki-laki tua itu memejam mata sambil

memegang telapak tangan laki-laki bersarong, kerumunan diam

tidak berisik ingin mendengar jawabnya. Laki-laki tua berbisik

di telinga, tapi bisikan itu cukup keras sehingga kerumunan itu

mendengar. Katanya, "Ayam itu mati kena virus, namanya

monopoli. Di bawah kekuasaan Soeharto, ekonomi kita

114 Ibid., h. 174.

Page 103: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

93

memang dikuasai konglomerat. Kita dijajah lagi, tidak oleh

bangsa lain, tapi oleh bangsa sendiri.115

Kutipan di atas dapat diketahui bahwa Abu yang

bermatapencaharian sebagai pegawai kecamatan dan dalang di desa di

kaki Gunung Lawu mengalami sentuhan, tubrukan atau sedikitnya

menjadi saksi sejarah bagaimana mesin politik Orde Baru di bawah

pimpinan Soeharto beroperasi sampai ke desa-desa. “Mesin Politik”

yang menjadi antagonis mengingatkan bagaimana kekuasaan politik di

akhir abad ke-20 Indonesia beroperasi sampai ke desa-desa.

Untuk memperoleh dukungan massa pihak penguasa

pemerintah rezim Orde Baru memandang perlu untuk menggunakan

instrumen kesenian sebagai media untuk menarik massa. Salah satu

kesenian yang digunakan untuk memperoleh simpati masyarakat

adalah seni pedalangan. Dalang sebagai orang pintar (intelektual

sekaligus aktor) di daerah dipandang amat potensial untuk

menyampaikan pesan dan ajakan kepada masyarakat. Oleh karenanya,

para dalang ditunjuk pihak penguasa sebagai juru kampanye.116

Abu yang berpendirian kuat untuk tidak melibatkan kesenian

dengan politik praktis menyebabkan terjadinya konflik sosial dengan

"Mesin Politik" di desa yang dilukiskan dalam sentuhan yang jauh

dari rasa keadilan. Seiring dengan keadaan yang sedang mengalami

masa peralihan itu, rakyat dan wong cilik yang memihak kepada hati

nurani dan kebenaran melakukan sebuah aksi demonstrasi untuk

melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh

pihak penguasa. Dalam novel MPU ini, Kuntowijoyo juga

menampilkan peristiwa menjelang tumbangnya kejayaan sebuah orde

yang kemaruk: Orde Baru. Sampai akhirnya tanda-tanda zaman itu

115 Ibid., h. 211-213. 116 Sutiyono, op. cit., h. 1-2.

Page 104: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

94

muncul, isyarat bahwa pemerintah yang tengah berkuasa akan segera

ambruk.117

Dari peristiwa di atas, dapat disimpulkan bahwa pengarang

menggunakan latar waktu secara eksplisit yang tertera dalam novel

MPU yaitu pada tahun 1997. Peristiwa pada tahun 1997 dalam novel

MPU merupakan realitas sejarah sosial-politik yang terjadi pada masa

menjelang ambruknya kekuasaan Orde Baru di bawah rezim Soeharto

yang sentralistik dan militeristik.118 Realitas sejarah yang

digambarkan di atas membuktikan bahwa Orde Baru adalah sebuah

orde yang memang harus segera berakhir. Potret buram Orde Baru

tidak hanya menjadi serangkaian pengalaman bagi Kuntowijoyo,

tetapi menjadi pengalaman seluruh rakyat Indonesia. Pemilihan latar

waktu ini digunakan pengarang sebagai bentuk kritik terhadap

pemerintah yang belum sepenuhnya memperhatikan dan

mengutamakan kesejahteraan rakyat maupun warga desa.

c) Latar Sosial

Latar sosial dalam novel MPU dapat dilihat sebagai potret

suasana sebelum Reformasi, saat hampir seluruh tempat di Indonesia

bahkan sampai ke pedesaan-pedesaan sedang berlangsung modernisasi

terutama setelah Orde Baru tampil berkuasa dan situasi politik di

Indonesia sedang menghangat dan terasa hingga ke pedesaaan-

pedesaan. Secara fisik, penggambaran sebuah desa diwarnai dengan

kehijauan alamnya, dikelilingi bukit-bukit dan gunung-gunung, dan

umumnya belum sepenuhnya dikembangkan secara maksimal oleh

manusia. Kutipan di bawah ini memperlihatkan latar sosial

masyarakat dalam deskripsi novel MPU:

Di Kemuning, ada sumur tetapi sangat dalam, dan tak ada air

bila musim kering. Air itu masih harus dibagi dengan tetangga,

117 Kuntowijoyo, op. cit., sampul halaman belakang. 118 Tirto Suwondo, “Mantra Penjinak Ular”: Rekonstruksi Sejarah Sosial-Politik Orde

Baru”, Pangsura: Jurnal Pengkajian dan Penelitian Sastera Asia Tenggara, 2005, h. 86-87.

Page 105: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

95

kadang-kadang habis, dan bisanya hanya mengisi gentong. Jadi,

diputuskannya hanya mandi sekali sehari di sendang sepuas-

puasnya seperti semua orang.”119

Kemuning dapat jadi tempat agrowisata. Dari Kemuning orang

dapat menikmati matahari kemerahan waktu terbit dan

tenggelam. Ditambah dengan adanya jalan-jalan yang mulus

sampai puncak-puncak bukit untuk itu Pemerintah Orde Baru

patut mendapat acungan jempol- Kemuning bisa

berkembang.120

Kutipan di atas menunjukkan suasana sosial yang

diperlihatkan melalui gambaran warga desa yang susah payah mencari

air ke sendang dan aktivitas mandi yang hanya dilakukan sekali dalam

sehari. Selain itu, kemajuan sosial-budaya pun sudah terlihat dari fakta

desa Kemuning dijadikan sebagai tempat agrowisata dan adanya

pembangunan jalur transportasi yang sudah bagus.

Semakin terjangkaunya sarana fisik yang sudah merata ke

berbagai wilayah pedesaan mendorong timbulnya perilaku budaya dan

gaya hidup baru bagi masyarakat Jawa. Abu Kasan Sapari sendiri

mengenyam pendidikan SMA, menjadi pegawai negeri, mengikuti

kursus cara-cara membangun desa (agar modern tentunya), yang

artinya bersentuhan erat dengan kebudayaan modern. Dalam hal ini,

Abu Kasan Sapari diperkenalkan sebagai simbol orang Jawa modern

yang telah berinteraksi dengan kemajuan zaman pada masa hidupnya

yang dapat terlihat dari pikiran dan tindakannya, yaitu menempuh

pendidikan yang tinggi hingga menjadi pegawai negeri. Seperti pada

kutipan di bawah ini:

di SMA ia mewakili sekolahnya menjuarai Festival Dalang

Pelajar se-Jawa Tengah.121

Abu Kasan Sapari merasa bahwa ia tak cocok untuk

meneruskan sekolah. Dia melamar pekerjaan jadi pegawai

lokal, dan ditempatkan di kecamatan Kemuning, sebuah

kecamatan di kaki Gunung Lawu. [....] Tugas pertamanya ialah

mengikuti kursus di sebuah lembaga teknologi pedesaan.122

119 Ibid., h. 17. 120 Ibid., h. 95. 121 Ibid., h. 13. 122 Ibid., h. 16.

Page 106: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

96

Seluruh usaha kecamatan diarahkan ke desanya. Penataran P-4,

perpustakaan desa, kursus baca-tulis (Abu sangsi apakah orang-

orang desa masih bisa membaca), papan tulis untuk data desa,

dan usaha-usaha rumah (peternakan kambing, peternakan

bebek, dan pembuatan emping melinjo).123

Singkatnya, Abu kemudian juga dikenal sebagai dalang.124

Secara sosial kehidupan di desa sering dinilai sebagai

kehidupan yang tenteram, damai dan jauh dari perubahan yang dapat

menimbulkan konflik. Namun, kehidupan yang semula tenteram dan

damai berubah menjadi kacau. Desa Tegalpandan digunakan

pengarang sebagai salah satu pemicu terjadinya konflik sosial. Dalam

hal ini, tokoh Abu Kasan Sapari memang mengenyam pendidikan

yang maju, sarana mobilitas, dan kemajuan teknologi di era demokrasi

dan modernisasi. Namun, Abu memiliki prinsip bahwa tidak semua

tindakan yang mengatasnamakan modernisasi bisa diterima begitu

saja. Demokrasi yang otoriter dan mengesampingkan rakyat kecil

harus dilawan karena tidak sesuai dengan etika kemanusiaan. Seperti

pada kutipan di bawah ini:

"Terimalah ucapan selamat kami. Kami dari DPD telah memilih

Pak Abu sebagai caleg jadi," kata Ketua Badan Seleksi. "Pak

Abu lolos ketimbang sembilan calon lain."

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain tersebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian.”

“Kalau itu maumu, kami tidak memaksa. Kami hanya ingin

berbuat baik. Tapi, ya, sudah. Kami beri waktu untuk berpikir

satu kali dua puluh empat jam. Sesudahnya tanggung sendiri

akibatnya. Ingat, kami juga bisa main kasar,lho!”

[....] Beberapa hari kemudian sebuah pers release dari bagian

Kepolisian Karangmojo mengabarkan bahwa ada gerakan anti-

Pancasila di Tegalpandan dengan ketuanya AKS.125

Sebuah mobil pengangkut tahanan dari Polres Karangmojo

berhenti di depan kantor Kecamatan Tegalpandan. [....] Tiga

orang polisi berseragam turun, masuk kantor. “Kami dari

123 Ibid., h. 24. 124 Ibid., h. 32. 125 Ibid., h. 162-164.

Page 107: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

97

Polres, Anda kami tahan,” kata seorang. “Boleh-boleh, silakan,”

kata Abu seperti sudah mengharapkan. [....] Sesampai di

Kepolisian Karangmojo, Abu dimasukkan kamar tahanan.126

Kutipan di atas menunjukkan bentuk perlawanan tokoh utama

yang dapat terlihat dari tindakannya yang menolak dijadikan sebagai

alat politik praktis karena tidak mengedepankan kebersamaan dan

kejujuran. Bukti menunjukkan bahwa di dalam sistem kekuasaan yang

otoriter, tindakan menolak sebuah tawaran yang berkaitan dengan

politik sangat besar resikonya. Sebab, dalam bahasa politik kata

menolak dapat berarti “pembangkang”. Apabila seseorang telah

dituduh sebagai “pembangkang”, pasti akan menerima “hukuman”

tanpa harus jelas apa kesalahannya.

Dalam hal ini, Abu Kasan Sapari melakukan penolakan

terhadap tawaran Mesin Politik untuk menjadi caleg jadi, ia kemudian

ditangkap dan ditahan di kantor polisi. Bahkan, tuduhan yang

dialamatkan padanya sangat tidak masuk akal yaitu sebagai pemimpin

gerakan Anti-Pancasila, subversif, dan makar. Di sisi lain, Mesin

Politik, Militer, dan Penguasa adalah simbol arogansi yang

menggunakan kekuasaan, wewenang, dan kekayaan untuk melakukan

penekanan terhadap rakyat kecil.

Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa

latar dan penokohan dalam novel ini memiliki hubungan yang sangat

erat. Pemilihan latar waktu sesuai dengan waktu historis tercermin

dari peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1997, sebelum Reformasi,

saat situasi politik di Indonesia sedang menghangat dan terasa hingga

ke pedesaan-pedesaan dan latar waktu penceritaan yaitu tahapan-

tahapan kehidupan tokoh utama. Dengan tema besar yang berlatar

tempat, waktu, dan sosial tersebut, Kuntowijoyo memberikan suguhan

lika-liku problematika kehidupan tokoh utama dari sejak kecil sampai

dewasa dengan berbagai konflik yang disebabkan karena adanya

126 Ibid., h. 165.

Page 108: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

98

ketidakadilan, penindasan bahkan penyingkiran. Namun, dengan

penuh perjuangan akhirnya tokoh utama dalam novel MPU berhasil

mencapai suatu perubahan sosial dan budaya melalui konsistensi dan

ketegasan sikapnya terhadap berbagai konflik sosial yang ia hadapi.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara pengarang untuk menyajikan

tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita

dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.127 Setiap pengarang memiliki

ciri khas masing-masing dalam menyajikan sudut pandang. Pada novel

MPU, pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga: “dia”

mahatahu (narator mengetahui segalanya dan serba tahu). Si “dia”

narator mampu menceritakan sesuatu baik yang bersifat fisik, dapat

diindera, maupun sesuatu yang hanya terjadi dalam hati dan pikiran

tokoh, bahkan lebih dari seorang tokoh. Fungsi sudut pandang orang

ketiga ini adalah untuk mengajak pembaca mengetahui hati dan tindakan

yang dialami oleh tokoh-tokoh melalui narasi maupun dialog yang

tertera. Hal ini dapat terlihat melalui kutipan di bawah ini:

“Keluguanmu ternyata membawa berkah. Duduklah,” kata Pak

Camat begitu dia muncul di pintu. Pak Camat mengatakan

bahwa ia mendapat pujian dari Bupati. ‘Sudah jatah Kemuning’

itu artinya ada pemerataan pembangunan. Jangan sampai

pembangunan hanya membangun desa yang sudah makmur.

Yang tidak diketahui oleh Pak Camat dan Abu ialah

kebijaksanaan Bupati menggilirkan pemenang lomba itu

mendapat pujian dari Gubernur.”128

Dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga maha tahu,

Kuntowijoyo memposisikan diri dengan tidak secara langsung

memerankan salah satu tokoh pelaku cerita. Namun, pengarang seolah-

olah mengetahui dan dapat menjelaskan secara rinci tindakan dan

perasaan yang dialami oleh setiap tokoh. Pemilihan sudut pandang ini

membuat pengarang lebih leluasa mengeksplorasi sisi batin Abu untuk

127 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 248. 128 Kuntowijoyo, op. cit., h. 30.

Page 109: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

99

kemudian menciptakan konflik. Hal tersebut menjadi penguat terhadap

cara pandang mengenai suatu permasalahan yang terjadi dalam cerita.

B. Wujud Konflik Sosial dan Faktor Penyebabnya

Novel MPU karya Kuntowijoyo menampilkan situasi sosial dalam

catatan sejarah Indonesia yaitu peristiwa mengenai rezim pemerintahan Orde

Baru pada tahun 1966-1998 yang sarat dengan konflik sosial yang

memberikan pengaruh negatif pada kehidupan sosial dan sikap masyarakat.

Menurut M. Atho secara umum konflik sosial pada hakikatnya adalah suatu

keadaan di mana sekelompok orang terlibat pertentangan secara sadar dengan

satu kelompok lain atau lebih, karena mengejar tujuan-tujuan yang

bertentangan, baik dalam nilai maupun dalam klaim terhadap status,

kekuasaan, atau sumber-sumber daya yang terbatas dan dalam prosesnya

ditandai oleh adanya upaya pihak-pihak yang terlibat untuk saling

menetralisasi, mencederai, atau bahkan mengeliminasi posisi atau eksistensi

lawan.129

Seperti yang sudah diungkapkan di atas, bahwa penelitian ini

membahas tentang konflik sosial dalam novel MPU karya Kuntowijoyo

dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Wujud dan penyebab

konflik dalam novel ini akan disampaikan dalam bentuk tabel dan skema agar

pembaca dapat mencermati dan memahami isi dari hasil pembahasan dengan

lebih mudah. Dalam penelitian ini wujud konflik sosial yang terjadi

disebabkan beberapa permasalahan, antara lain: keyakinan,

ketidakberpihakan, penindasan, dan ketimpangan sosial. Di dalam tabel hasil

penelitian dapat dilihat penyebab konflik dalam novel MPU terdiri dari

berbagai macam permasalahan serta bagaimana cara para tokoh dalam

mengatasi permasalahan tersebut.

129 M. Atho Mudzhar, op. cit., h. 2.

Page 110: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

100

Tabel 1: Wujud dan Faktor Penyebab Konflik Sosial

No. Tokoh Wujud Konflik Sosial Faktor Penyebab

1. Abu Kasan Sapari

dengan kerumunan

warga desa dan

Lastri.

- Konflik pemikiran

antar individu dengan

individu.

- Masalah: keyakinan.

- Bab 9 Subbab 2

- Perbedaan antar-

individu (Perbedaan

pendapat).

- Abu yang memiliki

keterikatan dengan

mantra penjinak ular

mulai memelihara

ular. Tetapi,

kerumunan warga

desa tidak menyukai

tindakan Abu

tersebut.

2. Abu Kasan Sapari

dengan Mesin

Politik.

- Konflik gagasan antar

individu dengan

kelompok.

- Masalah:

ketidakberpihakan.

- Bab 10 Subbab 1.

- Bab 10 Subbab 4.

- Bab 10 Subbab 7.

- Masalah: penindasan.

- Bab 11 Subbab 1 dan

4.

- Benturan antar-

kepentingan.

- Abu nekat

memberikan

dukungan kepada

cakades yang diminta

mundur untuk

memuluskan jalan

bagi calon yang

dijagoi Mesin Politik.

- Abu berkeinginan

mendirikan

paguyuban

pedalangan tetapi

dilarang oleh Mesin

Politik.

- Abu menolak tawaran

dari Mesin Politik

untuk menjadi caleg

jadi.

- Abu dituduh oleh

Mesin Politik sebagai

pemimpin gerakan

anti-pancasila,

subversi, dan makar.

3. - Kismo Kengser

dengan penguasa

(Mesin Politik).

- Konflik pandangan

dan konflik fisik antar

individu dengan

kelompok.

- Masalah:

- Perubahan sosial dan

budaya.

- Dalam pidatonya

Kismo Kengser

banyak mengkritik

Page 111: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

101

- Abu Kasan Sapari

dengan Haji

Syamsuddin.

ketimpangan sosial.

- Bab 14 Subbab 1.

- Konflik pandangan

antar individu dengan

individu.

- Masalah: keyakinan.

- Bab 16 Subbab 4.

pemerintah, mulai

dari penggusuran

tanah, monopoli

ekonomi, korupsi,

sampai makar.

- Haji Syamsuddin

yang tidak

memercayai hal-hal

syirik mencoba

memberikan

kesadaran kepada

Abu yang masih

memercayai mantra

penjinak ular.

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa konflik telah menjadi bagian

dari kehidupan manusia. Konflik itu tidak dapat dihindarkan dan sudah

menjadi kenyataan hidup yang harus dihadapi oleh manusia. Konflik dapat

terjadi ketika berbagai pendapat, benturan antar-kepentingan baik secara

ekonomi ataupun politik, dan perubahan sosial dan budaya masyarakat yang

tidak sejalan. Konflik biasanya dapat diselesaikan tanpa kekerasaan, tetapi

bisa juga menimbulkan kekerasan. Dalam setiap kelompok sosial sering ada

pertentangan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan

kelompok dengan kelompok. Pada tabel di atas, konflik berwujud pemikiran,

gagasan, pandangan, dan konflik fisik mengenai permasalahan, yaitu:

keyakinan, ketidakberpihakan, penindasan, dan ketimpangan sosial. Pada

penelitian ini, konflik pemikiran, gagasan, pandangan, dan konflik fisik yang

berhubungan dengan konflik sosial akan dibahas semua.

C. Cara Mengatasi Konflik Sosial

Berdasarkan hasil penelitian, setiap tokoh memiliki cara masing-

masing dalam mengatasi konflik sosial. Ada para tokoh yang dapat mengatasi

permasalahannya sendiri. Namun, ada juga sebagian dari para tokoh meminta

bantuan dan mendapat dukungan dari pihak lain, seperti kepada teman,

tetangga, orang yang disegani di wilayahnya, atau kerumunan warga desa.

Para tokoh yang tidak dapat mengatasi permasalahannya sendiri dan tidak

Page 112: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

102

meminta bantuan dari pihak lain, maka permasalahan yang dialami tidak akan

pernah dapat diselesaikan. Berikut ini adalah bentuk data tentang

penyelesaian dari masing-masing tokoh yang ada di dalam novel MPU.

Tabel 2: Cara Para Tokoh Mengatasi Konflik Sosial

No. Tokoh Konflik Sosial Mengatasi Konflik

1. - Abu Kasan

Sapari dengan

kerumunan

warga desa dan

Lastri.

- Keyakinan.

Bab 9 Subbab 2.

- Melalui musyawarah

bersama, dapat ditemukan

solusi untuk kedua belah

pihak. Pada akhirnya,

permasalahan tersebut

dapat terselesaikan dengan

jaminan Abu terhadap

keselamatan warga desa

dengan cara tidak akan

membiarkan ular

peliharaannya itu terlepas.

- Abu menjadikan ular

peliharaannya sebagai

simbol alam dan

lingkungan. Dalam hal ini,

Abu dibantu oleh Lastri.

2. Abu Kasan Sapari

dengan Mesin

Politik.

- Ketidakberpihakan

dan penindasan.

- Bab 10 Subbab 7.

- Bab 11 Subbab 1

dan 4.

- Abu pasrah terhadap

penangkapan dan

penahanan yang menimpa

dirinya.

- Abu dibebaskan karena

tidak terbukti bersalah.

Dalam hal ini, Abu

mendapat dukungan dan

bantuan dari polisi,

kerumuman mahasiswa,

dan pengurus HAM

cabang Surakarta serta

Ikadin.

3. - Kismo Kengser

dengan

penguasa

(Mesin Politik).

- Ketimpangan

sosial.

- Bab 14 Subbab 1.

- Seiring dengan keadaan

yang sedang mengalami

masa peralihan itu, Kismo

Kengser dan rakyat yang

memihak kepada hati

nurani dan kebenaran

melakukan sebuah aksi

demonstrasi untuk

Page 113: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

103

- Abu Kasan

Sapari dengan

Haji

Syamsuddin.

- Keyakinan.

- Bab 16 Subbab 4.

- Bab 17 Subbab 2.

melakukan perlawanan

terhadap ketimpangan

sosial yang dilakukan oleh

pihak penguasa (Mesin

Politik).

- Abu membuang mantra

penjinak ular sekaligus

memutuskan mata rantai

perbuatan syirik. Abu pun

melepaskan ular

peliharaannya ke kebun

binatang. Dalam hal ini,

Abu dibantu oleh Haji

Syamsuddin.

Pada dasarnya, konflik dapat terjadi dalam bentuk konflik pemikiran,

gagasan, pandangan, dan konflik fisik. Pada penelitian ini, konflik pemikiran,

gagasan, pandangan, dan konflik fisik yang berhubungan dengan konflik

sosial akan dibahas semua. Pada tabel di atas, para tokoh sebagian besar

mampu menyelesaikan permasalahannya dan ada juga yang mengalami

permasalahan lain akibat dari perkembangan konflik itu sendiri. Hal tersebut

dapat terlihat dari tokoh Abu Kasan Sapari yang menolak tawaran dari Mesin

Politik untuk menjadi caleg jadi, kemudian Abu dituduh oleh Mesin Politik

sebagai pemimpin gerakan anti-pancasila, subversif, dan makar sehingga Abu

harus berurusan dengan polisi sampai ditangkap dan ditahan di kantor polisi.

Meski demikian ada juga tokoh yang mampu menyelesaikan

permasalahannya dengan baik, seperti pertentangan yang terjadi antara Abu

dengan kerumunan warga desa dan Lastri. Ketika banyak yang memprotes

kehadiran ular peliharaan Abu, ternyata Abu mempunyai tujuan dengan

menjadikan ular peliharaannya itu sebagai simbol alam dan lingkungan.

Dalam hal ini, Abu dibantu oleh Lastri. Pada akhirnya, Abu berhasil

mengajak camat, lurah, dan masyarakat agar bersikap ramah pada alam dan

lingkungan juga terhadap ular.

Page 114: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

104

D. Pembahasan: Wujud Konflik Sosial dan Faktor Penyebabnya

Wujud konflik sosial ini akan dibagi berdasarkan penyebab konflik

sosial di antaranya: perbedaan antar-individu, benturan antar-kepentingan

baik secara ekonomi ataupun politik, dan perubahan sosial dan budaya.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa konflik sosial adalah

permasalahan yang muncul akibat adanya pertentangan antaranggota

masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan, seperti halnya di

dalam novel ini. Konflik dalam novel ini terjadi karena adanya hubungan

antara satu pihak dan pihak lain atau antara para tokoh di dalam novel.

1. Konflik Pemikiran: Keyakinan (Perbedaan Antar-Individu)

SKEMA TINDAKAN TOKOH ABU KASAN SAPARI

Dalam novel ini, perbedaan antar-individu disebabkan oleh

perbedaan pendapat. Dalam konflik ini terjadilah bentrokan-bentrokan

pendirian, dan masing-masing pihak pun berusaha membinasakan

lawannya (tidak selalu harus diartikan sebagai pembinasaan fisik, tetapi

bisa pula diartikan dalam bentuk pemusnahan simbolik alias

MOTIF

Motif Abu Kasan Sapari

memelihara ular karena memiliki

keyakinan terhadap mitos

kesyirikan berupa mantra dan

kepercayaan terhadap binatang.

SUBJEK

Abu Kasan Sapari

TUJUAN

Menjadikan ular sebagai

simbol alam dan lingkungan.

Cinta ular berarti cinta

lingkungan, begitu pandangan

Abu.

OBJEK

Keyakinan

PENENTANG

Kerumunan Warga

Desa dan Lastri

PENDUKUNG

Lastri

Page 115: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

105

melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tak disetujuinya).130 Pada

dasarnya, perbedaan pendapat dalam kehidupan manusia akan selalu ada

dan sering kali terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam novel

MPU, konflik ini terjadi antara tokoh Abu Kasan Sapari sebagai tokoh

utama dengan Lastri sebagai tokoh pendukung dan kerumunan warga

desa. Penyebab konflik ini dipicu oleh permasalahan mengenai

keyakinan.

Setiap individu di dalam masyarakat pasti memiliki pendapat atau

gagasan yang berbeda-beda misalnya mengenai keyakinan terhadap

sesuatu hal sehingga sering terjadi selisih pendapat. Konflik di dalam

novel ini disebabkan karena permasalahan keyakinan terhadap mitos.

Keyakinan berkaitan dengan kepercayaan terhadap sesuatu atau

seseorang yang dianut dan dijalankan dalam kehidupan.131 Dalam novel

ini, Abu memercayai mantra penjinak ular dengan berbagai pantangan

atas ilmunya sehingga ia memiliki kelebihan menjinakkan ular. Sebuah

mantra pada dasarnya menghubungkan manusia dengan dunia yang

penuh misteri.132 Dapat dikatakan bahwa Abu meyakini bahwa mantra

yang berhubungan dengan mitos, mistik, dan klenik sebagai sesuatu yang

benar, dimana agama sering bercampur dengan tradisi budaya turun-

temurun, seperti yang telah dibahas pada analisis latar tempat dapat

dilihat pada kutipan di bawah ini:

“Ya, ini semua dari Al-Qur’an [....] Ada laku yang harus

dijalankan, pantangan yang tak boleh dilanggar. Laku-nya

adalah kau harus ngebleng tidak makan-minum selama tiga

hari. Wewaler-nya mudah, tapi sulit dijalankan. Kau tidak boleh

melangkahi ular.”133

[...] Dalam pikirannya ialah orang tua yang tiba-tiba muncul dan

tiba-tiba menghilang itu. Ia tidak tahu siapa namanya, dari mana

asalnya. Jadi, orang terpilih itu memang sudah dalam jangkauan

130 J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, op. cit., h. 68-69. 131 Sri Rahayu Wilujeng, “Alam Semesta (Lingkungan) dan Kehidupan dalam Perspektif

Budhisme Nichiren Daishonin”, Izumi, Vo. 3, 2014, h. 1. 132 Nurhayati, “Mantra Masyarakat Melayu Bangka: Tinjauan Dari Aspek Makro dan

Mikro”, http://www.eprints.unsri.ac.id diunduh pada hari Minggu, 15 Januari 2017. 133 Kuntowijoyo, op. cit., h. 20-21.

Page 116: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

106

tangan, membuatnya gembira. [...] Ia bertekad untuk

melaksanakan semua petunjuk orang tua itu.134

Orang menunjukkan kakinya yang digigit ular. Abu

mengucapkan bismillah dan membaca mantra. Di sedotnya luka

itu dengan kuat. Diulanginya sampai tiga kali. Pelan-pelan laki-

laki itu membuka matanya, warna biru menghilang dari

kulitnya. Abu sendiri keheranan, ternyata ia bisa

menyembuhkan orang yang digigit ular.135

Dalam novel ini, keterikatan Abu dengan mantra penjinak ular

telah membuat dirinya memutuskan untuk menjadikan ular besar yang

ditemukan di sawah dekat rumah sewanya sebagai klangenan.136 Motif

Abu Kasan Sapari memelihara ular karena memiliki keyakinan terhadap

mitos yang bersifat syirik berupa kepercayaan terhadap binatang. Banyak

ahli berpendapat bahwa manusia, baik sebagai individual maupun

kelompok tidak dapat hidup tanpa mitos atau mitologi karena penting

bagi eksistensi hidup manusia, terutama dalam hal yang berkaitan dengan

mitologi yang bersifat keyakinan dan keagamaan. Mitos yang sering kita

dengar dari masyarakat salah satunya adalah binatang. Binatang

merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak terpisahkan dalam

setiap aktivitasnya, seperti pemakaian simbol, bahkan saat ini banyak

binatang yang dimanfaatkan sebagai peliharaan.

Kepercayaan masyarakat mengenai ular sebagian besar hampir

sama bahwa ular merupakan jadi-jadian dari makhluk halus yang

menyeramkan. Oleh sebab itu, masyarakat cenderung takut pada ular

dibandingkan dengan binatang yang lainnya.137 Dalam novel ini,

keyakinan Abu terhadap mitos berupa mantra dan kepercayaan terhadap

ular telah membuat dirinya harus menghadapi konflik dengan kerumunan

warga desa dan Lastri yang merasa ketakutan dengan kehadiran

klangenannya itu. Pembahasan bagian ini telah dilakukan pada analisis

134 Ibid., h. 22. 135 Ibid., h. 56. 136 Klangenan berarti sesuatu yang menjadi kesenangan (kegemaran, kesukaan). 137 Erwan Baharudin, “Konstruksi Pengetahuan Tentang Reptil Di Komunitas Deric

(Depok Reptile Amphibi Community)”, Forum Ilmiah, Vol. 11, No. 3, 2014, h. 427.

Page 117: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

107

bagian alur tahap peningkatan konflik dapat terlihat pada kutipan di

bawah ini:

Para wanita mengemukakan keberatan. “Bagaimana nanti kalau

ular itu jadi besar? Itu berbahaya, kalau lepas, “kata mereka.

Rumah-rumah di sekitar pasar itu sangat padat. Kebanyakan

kaum laki-laki yang hadir bersikap netral. Rapat RT itu berakhir

dengan jaminan Abu bahwa ia tak akan membiarkan ularnya

lepas.138

Pada dasarnya, tujuan Abu memelihara ular sebagai simbol alam

dan lingkungan. Alam dan lingkungan yang menjadi basis perasaan dan

pemikiran Abu. Bagi Abu, ular itu seperti alam dan lingkungan yang

harus dijaga dan dilestarikan, bukan dibunuh. Cinta ular berarti cinta

lingkungan, begitu pandangan Abu. Lastri yang mengetahui tujuan Abu

tersebut tidak lagi mempermasalahkan ular tersebut, seperti yang telah

dibahas pada analisis latar tempat. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan

di bawah ini:

Abu mengerti dari nada bicaranya (‘terserah’-nya kok seperti

tidak rela) Lastri tidak senang dengan kenyataan bahwa ular

praktis dalam rumahnya juga. Itu menggelisahkannya. Akan

tetapi, Abu nekad. Laki-laki tidak boleh mundur hanya karena

rintangan.

“Yu, yang penting bukan ularnya, tapi apa yang di balik ular

itu,” katanya “Ular hanya lambang.” Abu pernah bercerita soal cita-citanya, keinginannya, dan

angan-angannya. Jadi, kata Lastri:

“Saya sudah tahu lambang apa.”

“Tahu? Apa, coba!”

“Lingkungan.”139

Dalam hal ini, Abu yang merasa tersudutkan dan menganggap

kejadian itu hanyalah sebuah kesalahpahaman saja memilih untuk tidak

berhadapan langsung dan berkontak fisik dengan warga desa. Abu juga

lebih memilih menghindari konflik daripada harus melakukan

perlawanan secara langsung. Sikap Abu yang tenang dan tidak mudah

terbawa emosi dalam menghadapi protes dari kerumunan warga desa

memang sikap yang tepat. Pada akhirnya, permasalahan tersebut dapat

138 Kuntowijoyo, op. cit., h. 136. 139 Ibid., h. 136-137.

Page 118: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

108

terselesaikan dengan jaminan Abu terhadap keselamatan warga desa

dengan cara tidak akan membiarkan ular peliharaannya itu terlepas,

seperti yang telah dibahas pada analisis latar tempat dapat terlihat dari

kutipan di bawah ini:

Kebanyakan kaum laki-laki yang hadir bersikap netral. Rapat

RT itu berakhir dengan jaminan Abu bahwa ia tak akan

membiarkan ularnya lepas.140

Jika menemui masalah demikian, seharusnya meminta bantuan

orang ketiga sebagai mediator untuk mencari jalan keluar. Melalui

musyawarah bersama, dapat ditemukan solusi untuk kedua belah pihak.

2. Konflik Gagasan dan Konflik Fisik: Ketidakberpihakan dan

Penindasan (Benturan Antar-Kepentingan)

SKEMA TINDAKAN TOKOH ABU KASAN SAPARI

140 Ibid., h. 136.

MOTIF

1. Unjuk diri tokoh Abu kepada

Mesin Politik bahwa profesi dalang

di dalam dunia pewayangan

mempunyai otoritas tunggal yang

dapat membeberkan apapun sesuai

dengan keinginannya. 2. Moral Abu sebagai dalang yang

tidak ingin dilibatkan dalam sistem

politik kepentingan dan tidak ingin

mengkhianati perjuangannya.

SUBJEK

Abu Kasan Sapari

TUJUAN

Menjadikan profesi dalang yang

ditekuninya itu dapat memberikan

penyadaran dan pencerahan serta

pendidikan politik kepada warga

desa melalui gerakan moral yang

disampaikan lewat media kesenian

yaitu wayang kulit.

OBJEK

Ketidakberpihakan profesi

dalang dalam politik praktis

PENENTANG

Mesin Politik PENDUKUNG

Lastri dan Ki

Manut Sumarsono

Page 119: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

109

SKEMA TINDAKAN TOKOH MESIN POLITIK

Kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda pun memudahkan

terjadinya konflik. Demi mengejar tujuan kepentingan masing-masing

yang berbeda-beda, kelompok-kelompok akan bersaing dan berkonflik

untuk memperebutkan kesempatan dan sarana.141 Dalam novel ini,

konflik terjadi antara Abu dengan Mesin Politik. Konflik ini disebabkan

karena adanya perbedaan tujuan kepentingan. Penyebab konflik ini

dipicu oleh permasalahan mengenai ketidakberpihakan profesi dalang

dalam politik praktis dan penindasan. Konflik sosial yang digambarkan

dalam novel ini, tentu tidak lepas dari situasi politik di Indonesia yang

sedang menghangat dan terasa hingga ke pedesaan-pedesaan. Dalam hal

ini, permasalahan yang diangkat oleh Kuntowijoyo sesuai dengan realitas

sosial-politik pada masa Orde Baru.

Pertama, ketidakberpihakan profesi dalang dalam politik praktis.

Motif Abu Kasan Sapari yang tidak memberikan dukungan penuh kepada

calon yang dipilih Mesin Politik dalam berbagai pemilihan di desa bukan

semata-mata karena alasan politik. Motif yang paling penting adalah

141 J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, op. cit., h. 68-69.

MOTIF

Mesin Politik yang sering kali

melakukan penindasan terhadap

Abu hanya semata-mata karena

alasan politik dan loyalitas pada

partai penguasa.

SUBJEK

Mesin Politik

TUJUAN

Ingin mempertahankan kekuasaan

dan berusaha keras membungkam

kebebasan Abu dalam

memperjuangkan pendirian dengan

cara menggunakan politik uang

dan jabatan.

OBJEK

Penindasan

PENENTANG

Abu Kasan Sapari

PENDUKUNG

Lastri dan Ki Manut

Sumarsono

Page 120: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

110

unjuk diri kepada Mesin Politik bahwa profesi dalang yang ditekuni Abu

di dalam dunia pewayangan mempunyai otoritas tunggal yang dapat

membeberkan apapun sesuai dengan keinginannya. Otoritas dalang itulah

yang secara kreatif dimanfaatkan Kuntowijoyo sebagai wahana

membeberkan kecarut-marutan para penguasa Orba yang

menyelewengkan prinsip-prinsip, etika keadilan, dan demokrasi.142

Moral Abu sebagai dalang yang tidak ingin dilibatkan dalam

sistem politik kepentingan dan tidak ingin mengkhianati perjuangannya

tidak serta-merta menuruti perintah Mesin Politik. Sikap politik Abu pun

sebenarnya sudah jelas terlihat dengan tidak berpolitik praktis dan

memisahkan antara kesenian dari politik, seperti kutipan di bawah ini:

“....orang-orang tua terutama yang peduli politik yang

menganggapnya sebagai pelawan Mesin Politik.”143

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain berebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian.”144

Bahkan, Abu berani melakukan penolakan terhadap berbagai

tawaran dari Mesin Politik. Abu juga sangat berpegang teguh pada

pendirian bahwa kesenian adalah dunianya sehingga tidak boleh

diganggu oleh siapapun termasuk penguasa dan Abu pun tetap

mempertahankan bidang kesenian yang ditekuninya itu. Kutipan di atas

telah dibahas pada analisis bagian penokohan.

Hal tersebut dilakukan Abu bertujuan untuk menjadikan profesi

dalang yang ditekuninya itu dapat memberikan penyadaran dan

pencerahan serta pendidikan politik kepada warga desa melalui gerakan

moral yang disampaikan lewat media kesenian yaitu wayang kulit. Abu

tidak ingin warga desa menjadi objek dan korban dari kekuasaan tingkat

142 Tirto Suwondo, op. cit., h. 88. 143 Ibid., h. 150. 144 Ibid., h. 162-163.

Page 121: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

111

atas. Namun, tujuan Abu itu mendapatkan tentangan dari Mesin Politik.

Mesin Politik digambarkan oleh pengarang memiliki kedudukan sebagai

pihak elit penguasa yang berarti para pengambil kebijakan di tingkat

pusat atau aparatur negara (pemerintahan) yang memiliki otoritas

tertinggi. Dalam novel, hal ini berkaitan dengan bagian penokohan yang

diusung Kuntowijoyo ketika kedudukan Mesin Politik disalahgunakan

untuk melakukan paksaan dan penyingkiran sehingga timbul korban di

kalangan massa (rakyat). Seperti pada kutipan di bawah ini:

“Aku tahu biang keroknya,” kata fungsionaris kesenian DPD

Randu. Di kepalanya hanya ada satu orang, Abu Kasan Sapari.

Oleh karena itu pengurus memutuskan untuk membuat memo

supaya Abu diproses sesuai rencana.145

Kedua, penindasan. Motif Mesin Politik yang sering kali

melakukan penindasan terhadap Abu hanya semata-mata karena alasan

politik dan loyalitas pada partai penguasa. Para pengikut Partai Randu,

sebuah partai yang menjadi mesin politik pemerintah. Pemilihan lurah

dan camat penting bagi partai penguasa karena lurah dan camat dalam

menentukan kemenangan pilkades dan pemilu ini. Kecamatan dan

kelurahan menjadi basis kegiatan mesin politik. Berbagai upaya untuk

memenangkan pemilihan lurah dilakukan oleh partai penguasa.146 Mesin

Politik menggunakan kesenian wayang sebagai alat politik untuk

berkampanye, seperti yang telah dibahas pada analisis tema (lihat h. 45).

Untuk memperoleh dukungan massa pihak penguasa pemerintah rezim

Orde Baru memandang perlu untuk menggunakan instrumen kesenian

sebagai media untuk menarik massa. Salah satu kesenian yang digunakan

untuk memperoleh simpati masyarakat adalah seni pedalangan.

Dalang sebagai orang pintar (intelektual sekaligus aktor) di

daerah dipandang amat potensial untuk menyampaikan pesan dan ajakan

kepada masyarakat. Oleh karenanya, para dalang ditunjuk pihak

145 Ibid., h. 174. 146 Kusmarwanti, op. cit., h. 153-154.

Page 122: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

112

penguasa sebagai juru kampanye.147 Dalam hal ini, pihak penguasa

(Mesin Politik) menghalalkan segala cara agar keinginannya dapat

terpenuhi termasuk menuntut Abu agar tidak menghalang-halangi

usahanya dalam melakukan politik uang dan pemaksaan. Peristiwa di

atas, dapat dilihat dari perkembangan alur dari mulai tahap pemunculan

konflik sampai peningkatan konflik (lihat h. 75 dan 78), terjadi ketika

Abu yang nekat memberikan dukungan kepada cakades dan ditawarkan

jabatan sebagai caleg oleh Mesin Politik.

Sifat Mesin Politik yang terkenal angkuh dan maunya menang

sendiri, secara perlahan telah menimbulkan terjadinya konflik sosial

antara Mesin Politik dengan Abu. Hal ini disebabkan karena aturan yang

dipaksakan Mesin Politik setiap saat membayang-bayangi Abu agar

memberikan dukungan penuh kepada calon yang dipilih Mesin Politik

dalam berbagai pemilihan di desa. Selain itu, perbedaan tujuan

kepentingan antara Abu dengan Mesin Politik telah menimbulkan

penindasan yang terus saja muncul ke permukaan terutama pada tokoh

Abu. Hal ini tidak lain karena adanya pihak-pihak tertentu yang berusaha

keras ingin menguasai daerah melalui berbagai pemilihan di desa.

Pada masa Orde Baru, kekritisan pendapat rakyat dibendung.

Negara melakukan hegemoni terhadap berbagai organisasi di masyarakat

dan melarang terbentuknya organisasi independen. Para penguasa adalah

orang-orang yang kebal hukum.148 Dalam novel ini, hal yang sama

dirasakan oleh Abu sebagai dalang yang mengumpulkan teman-teman

satu profesinya untuk mendirikan sebuah organisasi dalang, demi

menandingi organisasi dalang lainnya yang berasaskan seni untuk

berpolitik yang diprakarsai oleh Mesin Politik. Dalam hal ini, Abu

melawan dengan seni untuk seni. Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan

di bawah ini:

147 Sutiyono, op. cit., h. 1-2. 148 Kusmarwanti, op. cit., h. 149-150.

Page 123: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

113

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain tersebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian.”

“Kalau itu maumu, kami tidak memaksa. Kami hanya ingin

berbuat baik. Tapi, ya, sudah. Kami beri waktu untuk berpikir

satu kali dua puluh empat jam. Sesudahnya tanggung sendiri

akibatnya. Ingat, kami juga bisa main kasar,lho!”

Abu Kasan Sapari heran. Besar benar harga dirinya? Mungkin

karena Bapilu Mesin Politik sudah memutuskan menggunakan

media pedalangan untuk kampanye? Kedudukannya sebagai

Ketua Paguyuban Pedalangan jadi penting?149

Namun, hal tersebut mendapat tentangan dari Mesin Politik yang

tidak memperbolehkan Abu mendirikan organisasi dalam bentuk apapun.

Hal tersebut dilakukan oleh Mesin Politik dengan tujuan ingin

mempertahankan kekuasaan dengan cara berusaha keras membungkam

kebebasan Abu dalam memperjuangkan pendirian dengan cara

menggunakan politik uang dan jabatan. Orang-orang yang kritis terhadap

kebijakan pemerintah selalu mendapat sorotan. Oleh karena itu, banyak

kasus penangkapan terhadap para aktivis politik untuk membungkam

suara mereka. Pada masa Orde Baru tidak ada ruang berpendapat sebagai

bentuk kontrol pada pemerintah, bahkan pemerintah tidak segan-segan

melakukan tindakan represif, seperti penangkapan150 Dalam novel ini,

Abu selalu mengalami penindasan dan menjadi korban kekuasaan.

Gambaran tentang serentetan paksaan dan tuduhan selalu membayangi

kesehariannya. Penangkapan terhadap Abu selalu menjadi tontonan

sehari-hari bagi kerumunan warga desa yang mengalami kebingungan

akibat terkena imbas krisis politik nasional. Banyak terjadi pertentangan

dalam masyarakat yang lebih mengarah pada kepentingan politik saja.

Dalam hal ini, Abu dan Mesin Politik paling banyak mendapat

sorotan oleh pengarang. Hal ini dapat terlihat dari pemunculan konflik di

149 Kuntowijoyo, op. cit., h. 162-163. 150 Kusmarwanti, op. cit., h. 149-150.

Page 124: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

114

antara keduanya sangat terlihat dengan jelas. Keduanya, sama-sama ingin

memanfaatkan seni pewayangan, tetapi tujuan yang mereka tempuh

saling bertentangan. Unsur-unsur penindasan pun selalu diperlihatkan

Mesin Politik kepada Abu. Pada akhirnya, permasalahan tersebut

berakhir setelah Abu ditangkap dan kemudian dibebaskan karena tidak

terbukti bersalah. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Abu menggeleng. Tidak ada barang bukti, tidak ada kesaksian,

tidak ada laporan tertulis. [....] Kepala Polisi merundingkan soal

Abu Kasan Sapari dengan kepala bagian penyelidikan, “Sudah

kuduga. Kita dijadikan tukang pukulnya, centengnya. Kita

diperalat. Kita tidak mau demikian, kita netral.” Mereka

bersepakat untuk mengeluarkannya dari tahanan.151

Dalam novel ini, Abu lebih banyak menghindari konflik fisik

daripada harus melakukan perlawanan secara langsung. Ia lebih memilih

untuk melakukan perlawanan tanpa kekerasan, tanpa demonstrasi turun

ke jalan, dan tanpa tindakan provokatif yaitu melalui kesenian wayang.

3. Konflik Pandangan dan Konflik Fisik: Ketimpangan Sosial dan

Keyakinan (Perubahan Sosial dan Budaya)

SKEMA TINDAKAN TOKOH KISMO KENGSER

151 Ibid, h. 175.

MOTIF

Motif Kismo Kengser mengkritik

penguasa (Mesin Politik) melalui

pidatonya, karena sudah

banyaknya permasalahan berupa

monopoli ekonomi, keserakahan

dan ketidakadilan.

SUBJEK

Kismo Kengser

TUJUAN

Memperoleh pengakuan status

sosial yaitu bebas dari tekanan-

tekanan rezim Orde Baru dengan

hidup dalam kedamaian serta

terlepas dari belenggu kesulitan

ekonomi dan politik.

OBJEK

Ketimpangan Sosial

PENENTANG

Penguasa (Mesin

Politik)

PENDUKUNG

Abu Kasan Sapari dan

Kerumunan Warga

Desa atau Rakyat

Page 125: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

115

SKEMA TINDAKAN TOKOH HAJI SYAMSUDDIN

Perubahan sosial adalah perubahan struktur dan fungsi sosialnya.

Oleh karena itu, perubahan berkaitan erat dengan perubahan kebudayaan

dan seringkali perubahan sosial berkaitan dengan perubahan budaya.

Perubahan sosial dan budaya merupakan gejala umum yang terjadi

sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai

dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan

perubahan.152 Perubahan sosial, yang terjadi secara mendadak biasanya

menimbulkan kerawanan konflik. Konflik dipicu oleh keadaan perubahan

yang terlalu mendadak biasanya diwarnai oleh gejala di mana tatanan

perilaku lama sudah tidak digunakan lagi sebagai pedoman, sedangkan

tatanan perilaku yang baru masih simpang siur sehingga banyak orang

kehilangan arah dan pedoman perilaku.153 Dalam novel ini, konflik terjadi

antara Kismo Kengser dengan penguasa (Mesin Politik) dan Abu Kasan

Sapari dengan Haji Syamsuddin. Penyebab konflik ini dipicu oleh

permasalahan mengenai ketimpangan sosial dan keyakinan.

152 Baharuddin, “Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan”, Jurnal Al-Hikmah,

2015, h. 181. 153 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, op. cit., h. 361-362.

MOTIF

Haji Syamsuddin tidak

memercayai mitos yang

mengarah kepada hal-hal syirik

seperti mantra dan kepercayaan

terhadap binatang.

SUBJEK

Haji Syamsuddin

TUJUAN

Memberikan kesadaran kepada

Abu Kasan Sapari mengenai

mitos kesyirikan yang

bertentangan dengan keyakinan

agama Islam.

OBJEK

Keyakinan

PENENTANG

Abu Kasan Sapari

PENDUKUNG

Haji Syamsuddin

Page 126: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

116

Pertama, ketimpangan sosial. Konflik terjadi antara Kismo

Kengser dengan penguasa (Mesin Politik). Motif Kismo Kengser yang

mengkritik penguasa (Mesin Politik) melalui pidatonya, karena sudah

banyaknya permasalahan berupa monopoli ekonomi, keserakahan dan

ketidakadilan. Nama Kismo Kengser berarti tanah tergusur. Nama ini

mengisyaratkan adanya penggusuran, baik dalam arti penggusuran fisik

(misalnya penggusuran tanah) maupun dalam penggusuran batin (misalnya

harga diri, hak hidup, dan sebagainya). Ia pun duduk di atas kain putih

yang lebar, kemudian berpidato. Dalam pidatonya Kismo Kengser banyak

mengritik pemerintah, mulai dari penggusuran tanah, monopoli ekonomi,

korupsi, sampai Pancasila.154 Pembahasan bagian ini telah dilakukan pada

analisis tema, seperti pada kutipan di bawah ini:

Ayam itu mati kena virus, namanya monopoli. Di bawah

kekuasaan Soeharto, ekonomi kita memang dikuasai

konglomerat. Kita dijajah lagi, tidak oleh bangsa lain, tapi oleh

bangsa sendiri. [....] Ia mulai lagi dengan pidatonya: “Kismo

Kengser meramal bahwa pemerintah sekarang akan segera

ambruk, sebab ketakadilan sudah ada di mana-mana.

Persengkokolan penguasa, pengusaha, tentara, dan Randu untuk

memeras rakyat. Hutan kita dibabat habis, bukit dikapling,

digusur semena-mena.”155

Ekonomi merupakan sumber utama yang diperlukan rakyat atau

warga desa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, pihak

penguasa (Mesin Politik) selalu membatasi segala akses masuk dalam

perekonomian dan perpolitikan sehingga pihak tertindas (rakyat atau

warga desa) harus menghadapi keadaan tertekan serta serba kekurangan.

Tindakan penguasa ini lambat laun disadari rakyat atau warga desa karena

telah membuat keresahan dan kesengsaraan bagi kehidupan mereka.

Kehidupan ekonomi rakyat atau warga desa yang berada di bawah kendali

dan tekanan pemerintah Orde Baru semakin mengalami keterpurukan.

Kekecewaan pun dialami rakyat atau warga desa terhadap tindakan

penguasa yang hanya mengumbar-umbar janji dalam pembangunan daerah

154 Kusmarwanti, op. cit., h. 154. 155 Kuntowijoyo, Mantra Penjinak Ular, (Jakarta: Kompas, 2000), h. 212-213.

Page 127: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

117

dan tidak memberikan kesempatan untuk mengelola dan mengolah sumber

ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penguasaan dan

pengendalian atas sumber ekonomi rakyat atau warga desa oleh

pemerintah pada saat itu. Sebenarnya daerah yang digambarkan dalam

novel tersebut memiliki kekayaan alam dan subur tetapi tingkat

kemiskinan masih cukup tinggi.

Tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan yang mendera rakyat

atau warga desa setempat sangat menyulitkan dalam menghadapi

persaingan yang semakin sengit dalam menjalani hidup keseharian karena

tidak memiliki akses ke sumber-sumber daya sosial, ekonomi, politik yang

dapat menopang kehidupan yang layak.156 Kendati demikian, seperti

diyakini oleh Kuntowijoyo di dalam diri tokoh Abu masih ada keyakinan

bahwa bagaimanapun kebenaran akan tetap menang. Hal itu berarti bahwa

kebenaran dan keadilan akan selalu unggul dan abadi. Oleh karena itu,

Abu tetap yakin bahwa “kekuasaan yang tidak berpihak pada rakyat” pasti

akan segera lenyap. Melalui tokoh sentral Abu Kasan Sapari perjuangan

dan harapan Kuntowijoyo dalam novel tampaknya memperoleh tanda-

tanda akan menuai titik terang. Sebab, bukan suatu kebetulan, tidak lama

setelah Abu ditangkap dan kemudian dibebaskan karena tidak terbukti

bersalah, gerakan reformasi di Indonesia (1997/1998) mulai mengerucut

ke permukaan.157

Seiring dengan keadaan yang sedang mengalami masa peralihan

itu, rakyat dan wong cilik yang memihak kepada hati nurani dan

kebenaran melakukan sebuah aksi demonstrasi untuk melakukan

perlawanan terhadap ketimpangan sosial yang dilakukan oleh pihak

penguasa. Dalam novel MPU ini, Kuntowijoyo juga menampilkan

peristiwa menjelang tumbangnya kejayaan sebuah orde yang kemaruk:

156 Martiyan Ramdani, “Determinan Kemiskinan Di Indonesia Tahun 1982-2012”, Jurnal

Economics Development Analysis Journal, 2015, h. 98. 157 Tirto Suwondo, op. cit., h. 86.

Page 128: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

118

Orde Baru. Sampai akhirnya tanda-tanda zaman itu muncul, isyarat bahwa

pemerintah yang tengah berkuasa akan segera ambruk.158

Dalam novel ini, Kismo Kengser, Abu, dan warga desa mempunyai

tujuan kepentingan untuk memperoleh pengakuan status sosial yaitu bebas

dari tekanan-tekanan rezim Orde Baru dengan hidup dalam kedamaian

serta terlepas dari belenggu kesulitan ekonomi dan politik. Dengan

hadirnya Kismo Kengser yang mengkritik pemerintah/penguasa/Mesin

Politik telah menimbulkan konflik sosial di antara keduanya. Meskipun,

konflik antar keduanya tidak berhadapan secara langsung tetapi

berpengaruh pada perilaku warga desa maupun rakyat.

Kedua, keyakinan. Konflik terjadi antara Haji Syamsuddin dengan

Abu Kasan Sapari. Motif Haji Syamsuddin yang tidak memercayai mitos

seperti mantra dan kepercayaan terhadap binatang karena mengarah

kepada hal-hal syirik. Hal tersebut mengingat manusia memiliki

kebutuhan yang tidak terbatas dalam kehidupan, religi atau keyakinan,

contohnya meyakini tentang adanya roh halus (roh leluhur) yang dapat

dipercaya, namun sekarang manusia lebih berpikir logis dengan akal.159

Dalam hal ini, Haji Syamsudin memiliki tujuan untuk mencoba

memberikan kesadaran dalam diri Abu atas kebimbangan terhadap mantra

penjinak ular yang hanya bisa dibuang kalau Abu sudah menemukan

pengganti yang tepat untuk dapat mewarisi ilmunya.

Abu yang semula diceritakan terikat dengan mantra dan berada

dalam lingkungan masyarakat Islam kejawen masih memercayai mantra

yang berhubungan dengan mitos, mistik, dan klenik. Kini, Abu tidak lagi

mengalami keterikatan dengan mantra dan mulai sadar terhadap realitas

kehidupan yang harus dijalaninya. Melalui dialog antara Abu dengan Haji

Syamsuddin telah membuat Abu tersadar bahwa mantra yang telah terikat

padanya telah membuat susah hidupnya dan orang lain sehingga masalah

158 Kuntowijoyo, op.cit., sampul halaman belakang. 159 Baharuddin, op. cit., h. 181.

Page 129: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

119

tersebut dapat terselesaikan. Abu pun memutuskan untuk meninggalkan

ular itu, seperti yang telah dibahas pada alur bagian tahap penyelesaian.

Pada waktu itu terdengar azan subuh. Abu mendengar suara di

samping. Itu Lastri. Ia mengerjakan rencananya. Sembahyang

dan memasukkan ular ke dalam kotak kayu. Ternyata

mantranya bikin susah orang lain dan dirinya sendiri! Ia

bermaksud memutuskan mata rantai mantra itu, tidak

mengajarkan mantra pada siapa pun.160

Konflik sosial yang digambarkan dalam novel tersebut, tentu tidak

terlepas dari situasi sosial dan politik yang digambarkan dalam ceritanya.

Banyak permasalahan terjadi disebabkan karena adanya pertentangan-

pertentangan mengenai kepentingan sosial dan politik. Dalam hal ini,

Mesin Politik dan Abu menjadi tokoh yang paling banyak mendapatkan

sorotan oleh pengarang. Selain itu, terdapat pula tokoh Kismo Kengser dan

Haji Syamsuddin. Sebab di antara tokoh-tokoh tersebut banyak

memunculkan konflik yang sangat jelas. Tokoh-tokoh tersebut memiliki

keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang serba kecukupan dan layak

serta rasa aman untuk ditempati, tetapi jalan yang Abu dan rakyat atau

warga desa tempuh jauh dari harapan dan sangat bertentangan.

Unsur-unsur konflik yang tak berwujud pada kekerasan telah

menyadarkan dan mengubah sikap rakyat atau warga desa menjadi

pemberani dan tegas terhadap tindakan penguasa yang tidak sesuai dengan

amanah rakyat atau warga desa serta dapat berpikir secara logis

meninggalkan hal-hal yang berbau mitos, mistik, dan klenik. Berdasarkan

hasil analisis di atas, gambaran konflik sosial yang terdapat dalam novel

sesuai dengan sejarah. Ada beberapa faktor terjadinya konflik, seperti

perbedaan antar-individu, perbedaan kepentingan antar individu atau

kelompok, kelompok-kelompok akan bersaing dan berkonflik untuk

memperebutkan kesempatan dan sarana, benturan antar kepentingan baik

secara ekonomi ataupun politik dan perubahan sosial budaya. Selain itu,

ada faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya konflik, yaitu

160 Kuntowijoyo, op. cit., h. 270.

Page 130: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

120

keyakinan, ketidakberpihakan, penindasan, ketimpangan sosial. Pada

novel ini, bentuk konflik tidak berwujud kekerasan dan tidak memakan

korban yakni unjuk-rasa (demonstrasi), dialog (musyawarah), dan protes

dilakukan pihak tertindas karena telah diperlakukan dengan sewenang-

wenang oleh pihak penguasa.

Sementara itu, konflik tidak selalu bersifat negatif seperti diduga

banyak orang. Apabila ditelaah secara saksama, konflik mempunyai fungsi

positif, yakni sebagai pengintegrasi (pembauran hingga menjadi kesatuan)

masyarakat dan sebagai sumber perubahan.161 Konflik yang mempunyai

fungsi positif juga terjadi di dalam novel dilihat dari pengaruh konflik

sosial terhadap sikap masyarakat desa yang semula tunduk menjadi

berbalik melakukan perlawanan terhadap penindasan, menuntut keadilan

atas hak-hak rakyat atau warga desa melalui demo untuk menyampaikan

aspirasinya dan perlawanan terhadap mitos, mistik, dan klenik yang sudah

seharusnya beralih kepada kehidupan modern sesuai dengan zamannya.

Dengan demikian, konflik ini dapat termasuk dalam fungsi positif karena

telah menimbulkan perubahan sikap masyarakat.

E. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah

Analisis konflik sosial dalam novel MPU karya Kuntowijoyo, dapat

diimplikasikan ke dalam pembelajaran sastra di sekolah yaitu melalui materi

unsur intrinsik dan ekstrinsik novel. Pembelajaran sastra bertujuan untuk

mengembangkan kompetensi peserta didik dalam memahami setiap unsur

dalam karya sastra caranya melalui apresiasi karya sastra. Peserta didik dapat

mempelajari dan mendapatkan pelajaran serta mengetahui apa saja pesan

yang ingin disampaikan oleh pengarang. Peserta didik diharapkan dapat

membaca dan menganalisis sehingga dapat mengembangkan kemampuan

serta keterampilan peserta didik dalam berpikir. Kemampuan yang dimiliki

peserta didik dapat diasah melalui berbagai aspek, seperti segi kognitif,

afektif maupun psikomotorik dan didukung dengan rasa percaya diri. Guru

161 Ramlan Surbakti, op. cit., h. 150.

Page 131: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

121

bahasa Indonesia juga dapat memposisikan dirinya untuk berbagi ilmu

melalui pengalaman dan pendekatan yang menyenangkan serta menggali

potensi yang dimiliki peserta didik.

Penelitian ini difokuskan pada satuan pendidikan yakni sekolah

menengah atas. Penelitian ini difokuskan dengan aspek membaca. Standar

kompetensi yang dimuat di dalamnya adalah memahami berbagai hikayat,

novel Indonesia/novel terjemahan. Kompetensi dasar yang dipilih dalam

pembahasan mengenai novel MPU karya Kuntowijoyo yaitu menganalisis

unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Indikator

pencapaian kompetensi: pertama, peserta didik mampu menemukan unsur-

unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan sudut pandang)

dalam novel MPU karya Kuntowijoyo. Kedua, peserta didik mampu

menemukan unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral, agama, sosial

dll) dalam novel MPU karya Kuntowijoyo. Ketiga, peserta didik mampu

menemukan konflik sosial dalam novel MPU karya Kuntowijoyo. Keempat,

peserta didik mampu mengaitkan nilai-nilai yang ditemukan dalam novel

MPU karya Kuntowijoyo dengan kehidupan sehari-hari. Kelima, peserta didik

mampu menceritakan kembali isi novel MPU karya Kuntowijoyo

menggunakan bahasa sendiri.

Pada standar kompetensi tersebut, peserta didik diajak untuk

memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan. Peserta didik

diajak untuk membaca dan memahami novel khususnya dari unsur intrinsik

dan ekstrinsik. Setelah memahami unsur-unsur tersebut, maka peserta didik

melakukan analisis agar mampu menjawab tujuan pembelajaran sastra. Salah

satu novel yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah novel MPU karya

Kuntowijoyo dengan fokus kajian mengenai konflik sosial dan implikasinya

terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Novel ini juga dapat dijadikan

sebagai buku sumber untuk pembelajaran novel di SMA kelas XI. Sebelum

memulai materi baru, peserta didik diingatkan kembali mengenai materi

sebelumnya dan tugas yang dilaksanakan oleh peserta didik. Dalam hal ini,

satu minggu sebelumnya guru menugaskan peserta didik untuk membaca

Page 132: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

122

novel MPU. Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, peserta didik

menyimak penjelasan dari guru terkait pengertian novel, unsur intrinsik,

unsur ekstrinsik, dan konflik sosial dalam novel.

Setelah peserta didik selesai menyimak, peserta didik ditugaskan oleh

guru untuk membentuk kelompok untuk berdiskusi. Kemudian, secara

berkelompok peserta didik diminta untuk menemukan dan menganalisis

unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, dan latar, dan sudut

pandang) dan unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral, agama, sosial

dll), menemukan konflik sosial dalam novel MPU karya Kuntowijoyo, dan

mengaitkan nilai-nilai yang ditemukan dalam novel MPU karya Kuntowijoyo

dengan kehidupan sehari-hari. Tiap kelompok mengerjakan tugas di Lembar

Kerja Siswa yang telah disiapkan oleh guru. Setelah tugas selesai, masing-

masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya secara bergantian.

Kelompok lain yang menyimak presentasi diwajibkan untuk memberikan

tanggapan atas presentasi tersebut. Untuk menguji pemahaman peserta didik

mengenai materi novel, maka guru memberikan soal-soal yang harus dijawab

oleh peserta didik.

Novel MPU karya Kuntowijoyo juga dapat diimplikasikan dalam

pembelajaran sastra di sekolah. Guru diharapkan dapat mengajarkan kepada

peserta didik mengenai pemahaman konsep konflik sosial yang berfungsi

negatif dan positif agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam

mengimplikasikannya. Dengan memahami konflik sosial dalam novel MPU

karya Kuntowijoyo ini, peserta didik diharapkan dapat memahami konsep

konflik dengan baik dan dapat mengatasi konflik sehingga peserta didik

mampu memperkuat basis nilai dalam kehidupan mereka sehari-hari. Melalui

tokoh utama yang bernama Abu Kasan Sapari dalam novel MPU ini

diharapkan peserta didik dapat mengaplikasikan sikap tanggung jawab

terhadap perbuatan yang termasuk ke dalam sikap moral yang wajib

dilakukan dengan menolak dijadikan caleg karena ada maksud lain yang

tersembunyi dan sebagai umat beragama Islam dilarang berlaku syirik.

Page 133: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

123

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Setelah melakukan analisis terhadap novel MPU maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

Analisis unsur intrinsik dalam novel MPU memperlihatkan tema,

tokoh dan penokohan, alur, latar dan sudut pandang. Tema mayor yaitu

kehidupan masyarakat desa yang berpegang pada mistik beralih kepada

kehidupan kota yang berpegang pada ilmu sehingga mengakibatkan

terjadinya perubahan sosial dan budaya. Tema minor atau tema tambahan di

antaranya: permasalahan politisasi kesenian, monopoli ekonomi, keserakahan

dan ketidakadilan dalam praktik politik. Tokoh dan penokohan dibagi

menjadi dua, yaitu tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis yaitu

Abu Kasan Sapari (tokoh utama), Sulastri atau Lastri, orang tua Abu, kakek

nenek Abu, wartawan, Haji Syamsuddin, camat, Ki Lebdocarito, Ki Manut

Sumarsono, polisi, Laki-laki Tua atau Kismo Kengser, laki-laki tua misterius

dan tokoh antagonis yaitu Mesin Politik dan polisi (tokoh pendukung).

Alur disusun secara kronologi berupa alur campuran. Latar dibagi

menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Pertama, latar tempat

dibagi menjadi empat, yaitu desa Palar, desa Kemuning, Karangmojo, dan

desa Tegalpandan. Kedua, latar waktu penceritaan disusun secara episodik

berdasarkan tahapan-tahapan kehidupan Abu, yaitu kilas balik pertemuan ibu-

bapak Abu – kelahiran Abu – sekolah - lulus sekolah – kerja - Abu menikah

dan harus memilih istri/ilmunya. Ketiga, latar waktu historis yaitu pada tahun

1997 masa pemilihan umum nasional, sebelum Reformasi, saat situasi politik

di Indonesia sedang menghangat dan terasa hingga ke pedesaan-pedesaan.

Pada novel MPU, pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga:

“dia” mahatahu (narator mengetahui segalanya dan serba tahu).

Dalam penelitian ini wujud konflik sosial yang terjadi disebabkan

beberapa permasalahan, antara lain: keyakinan, ketidakberpihakan,

Page 134: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

124

ketimpangan sosial. Pertentangan berwujud konflik pemikiran, gagasan,

pandangan, dan konflik fisik. Wujud konflik sosial ini akan dibagi

berdasarkan penyebab konflik sosial di antaranya: perbedaan antar-individu,

benturan antar-kepentingan baik secara ekonomi ataupun politik, dan

perubahan sosial dan budaya. Konflik sosial yang digambarkan dalam novel

tersebut, tentu tidak terlepas dari situasi sosial dan politik yang digambarkan

dalam ceritanya. Banyak permasalahan terjadi disebabkan karena adanya

pertentangan-pertentangan mengenai kepentingan sosial dan politik. Dalam

hal ini, Mesin Politik dan Abu menjadi tokoh yang paling banyak

mendapatkan sorotan oleh pengarang. Selain itu, terdapat pula tokoh Kismo

Kengser dan Haji Syamsuddin.

Unsur-unsur konflik yang tak berwujud pada kekerasan telah

menyadarkan dan mengubah sikap rakyat atau warga desa menjadi pemberani

dan tegas terhadap tindakan penguasa yang tidak sesuai dengan amanah

rakyat atau warga desa serta dapat berpikir secara logis meninggalkan hal-hal

yang berbau mitos mistik, dan klenik. Pada novel ini, bentuk konflik tidak

berwujud kekerasan dan tidak memakan korban yakni unjuk-rasa

(demonstrasi), dialog (musyawarah), dan protes dilakukan pihak tertindas

karena telah diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh pihak penguasa.

Konflik di dalam novel ini mempunyai fungsi positif dapat dilihat dari

pengaruh konflik sosial terhadap sikap masyarakat desa yang semula tunduk

menjadi berbalik melakukan perlawanan terhadap penindasan, menuntut

keadilan atas hak-hak rakyat atau warga desa melalui demo untuk

menyampaikan aspirasinya dan perlawanan terhadap mitos, mistik, dan klenik

yang sudah seharusnya beralih kepada kehidupan modern sesuai dengan

zamannya. Dengan demikian, konflik ini dapat termasuk dalam fungsi positif

karena telah menimbulkan perubahan sikap masyarakat.

Implikasi pembelajaran sastra di sekolah melalui novel MPU karya

Kuntowijoyo berkaitan dengan standar kompetensi yang dimuat di dalamnya

adalah memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.

Kompetensi dasar yang dipilih dalam pembahasan mengenai novel MPU

Page 135: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

125

karya Kuntowijoyo yaitu untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik dan

ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Indikator pencapaian kompetensi:

pertama, peserta didik mampu menemukan unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh

dan penokohan, alur, latar, dan sudut pandang) dalam novel MPU karya

Kuntowijoyo. Kedua, peserta didik mampu menemukan unsur-unsur

ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral, agama, sosial dll) dalam novel MPU

karya Kuntowijoyo. Ketiga, peserta didik mampu menemukan konflik sosial

dalam novel MPU karya Kuntowijoyo. Keempat, peserta didik mampu

mengaitkan nilai-nilai yang ditemukan dalam novel MPU karya Kuntowijoyo

dengan kehidupan sehari-hari. Kelima, peserta didik mampu menceritakan

kembali isi novel MPU karya Kuntowijoyo menggunakan bahasa sendiri.

Novel MPU karya Kuntowijoyo juga dapat diimplikasikan dalam

pembelajaran sastra di sekolah.

Guru diharapkan dapat mengajarkan kepada peserta didik mengenai

pemahaman konsep konflik sosial yang berfungsi negatif dan positif agar

tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengimplikasikannya. Dengan

memahami konflik sosial dalam novel MPU karya Kuntowijoyo ini, peserta

didik diharapkan dapat memahami konsep konflik dengan baik dan dapat

mengatasi konflik sehingga peserta didik mampu memperkuat basis nilai

dalam kehidupan mereka sehari-hari. Melalui tokoh utama yang bernama Abu

Kasan Sapari dalam novel MPU ini diharapkan peserta didik dapat

mengaplikasikan sikap tanggung jawab terhadap perbuatan yang termasuk ke

dalam sikap moral yang wajib dilakukan dengan menolak dijadikan caleg

karena ada maksud lain yang tersembunyi dan sebagai umat beragama Islam

dilarang berlaku syirik.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian serta implikasinya terhadap pembelajaran

sastra, maka penulis menyarankan:

1. Novel MPU dapat digunakan sebagai bahan untuk pembelajaran sastra di

sekolah oleh guru dapat mengajarkan kepada peserta didik mengenai

Page 136: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

126

pemahaman konsep konflik sosial yang berfungsi negatif dan positif agar

tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengimplikasikannya sehingga

terhindar dari berbagai konflik.

2. Melalui tokoh utama yang bernama Abu Kasan Sapari dalam novel MPU

ini diharapkan peserta didik dapat mengaplikasikan sikap tanggung jawab

terhadap perbuatan yang termasuk ke dalam sikap moral yang wajib

dilakukan dengan menolak dijadikan caleg karena ada maksud lain yang

tersembunyi dan sebagai umat beragama Islam dilarang berlaku syirik.

Page 137: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

127

DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid, M. Harun. “Manajemen Bencana Sosial dan Akar Konflik”. Jurnal

Madani, 2005.

Ambiya, Halim. “Kepada Eyang Kunto”. Harian Sinar Harapan. Jakarta, 5 Maret

2005.

Asy’ari, Suaidi. Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini. Jakarta: Indonesian-

Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS), 2003.

Atmazaki. Ilmu Sastra: (Teori dan Terapan). Padang: Angkasa Raya, 1990.

Baharuddin, “Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan”.

http://www.jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/

323/273 diunduh pada hari Senin, 23 Januari 2017.

Baharuddin, Erwan. “Konstruksi Pengetahuan Tentang Reptil Di Komunitas Deric

(Depok Reptile Amphibi Community)”. Forum Ilmiah. 11, 2014.

Budianta, Melani. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk

Perguruan Tinggi). Magelang: Indonesia Tera, 2003.

Efendi, Anwar. “Kemandirian Tokoh Wanita dalam Novel-Novel Karya

Kuntowijoyo”. Jurnal Pendidikan Karakter. 3, 2013.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta:

CAPS, 2011.

Esten, Mursal. Kritik Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya, 1984.

Faruk. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Fikri, M. Sirajudin. “Konsep Demokrasi Islam Dalam Pandangan Kuntowijoyo

(Studi Pada Sejarah Peradaban Islam)”. Wardah, 2015.

Fortuna, Dewi, dkk. Konflik Kekerasan Internal: Tinjauan Sejarah, Ekonomi-

Politik, dan Kebijakan di Asia-Pasifik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2005.

Giyato, Skripsi berjudul “Pandangan Profetik Kuntowijoyo dalam Novel Pasar,

Mantra Penjinak Ular, dan Waspirin dan Satinah (Kajian Strukturalisme

Genetik dan Nilai Pendidikan)”, Surakarta: Universitas Sebelas Maret,

2010.

Page 138: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

128

Harahap, Muharrina. Skripsi berjudul “Mitologi Jawa dalam Novel-Novel

Kuntowijoyo”. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

2009.

Harskamp, Anton Van. Konflik-Konflik dalam Ilmu Sosial. Yogyakarta:

KANISIUS (Anggota IKAPI).

Jabrohim. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya,

2010.

Juniarsih, Nuning. “Perubahan Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Lokal Suku

Sasak Di Kawasan Wisata Senggigi Pulau Lombok”. Agroteksos. 17, 2007.

Khomsin, M. “Meruntuhkan Mitologi Ala Kuntowijoyo”. Harian Suara Merdeka.

Semarang, 2 April 2006.

Kuntowijoyo. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan, 1997.

--------------. Mantra Penjinak Ular. Jakarta: Buku Kompas, 2000.

--------------. “Mencari Budaya Politik Alternatif”. Harian Kompas. Jakarta, 5

Desember 1995.

--------------. Mantra Penjinak Ular,

http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/Rural&Village/MantraPenjinakUla

r-KTW diunduh Kamis, 10-3-2016.

--------------. Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1991.

--------------. “Politisasi, Komersialisasi, dan Otonomi Budaya”. Harian Kompas.

Jakarta, 29 Oktober 1999.

Kurniawan, Heru. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2012.

Kusmarwanti. “Tokoh Orang Tua dan Refleksi Politik Orde Baru dalam Novel-

Novel Karya Kuntowijoyo”. Litera. 14, 2015.

Marzuki, Arief Fauzi. “Membangun Semesta Budaya Profetik”. Harian Kompas.

Jakarta, 21 September 2003.

Mudzhar, M. Atho. “Pluralisme, Pandangan Ideologis, dan Konflik Sosial

Bernuansa Agama” dalam Moh. Soleh Isre (Editor). Konflik Etno Religius

Indonesia Kontemporer. Jakarta: Departemen Agama RI, 2003.

Page 139: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

129

Muslimin. “Perlunya Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya. 1, 2011.

Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

Univesity Press, 2005.

Nurhadi dan Dian Swandayani. “Kajian Filsafat Suryomentaram dalam Novel

Pasar Karya Kuntowijoyo”. Fenolingua, 2006.

Nurhayati. Mantra Masyarakat Melayu Bangka: Tinjauan Dari Aspek Makro Dan

Mikro. http://www.eprints.unsri.ac.id diunduh pada hari Minggu, 15 Januari

2017.

Nurrachim, Lintang Arzia. Nilai Sosial. http://www.repo.isi-

dps.ac.id/1168/1/Nilai_Sosial diunduh pada hari Minggu, 15 Januari 2017.

Parini, Sri. “Aspek Religiusitas Novel Mantra Pejinak Ular Karya Kuntowijoyo:

Kajian Semiotik dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMP”.

Jurnal Penelitian Humaniora. 15, 2014.

Philipus, Ng dan Nurul Aini. Sosiologi dan Politik. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Pujiharto. Pengantar Teori Fiksi. Yogyakarta: Ombak, 2012.

Purba, Antilan. Esai Sastra Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.

-----------------. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.

Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Rahayu, Friska. “Analisis Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Rakyat Hangtuah

Kstaria Melayu Diceritakan Kembali Oleh Nunik Utami”. Artikel E-

Journal, 2013.

Ramdani, Martiyan. “Determinan Kemiskinan Di Indonesia Tahun 1982-2012”.

Economics Development Analysis Journal. 4 (1), 2015.

Ratna, Nyoman Kutha. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2013.

--------------------------. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007.

Riduwan. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta, 2010.

Page 140: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

130

Riyanto, Waryani Fajar. “Seni, Ilmu, dan Agama Memotret Tiga Dunia

Kuntowijoyo (1943-2005) Dengan Kacamata Integral(Isme)”. Politik

Profetik. Vol. 2, 2013.

Roqib, Mohammad. Harmoni dalam Budaya Jawa (Dimensi Edukasi dan

Keadilan Gender. Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press & Pustaka Pelajar,

2007.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2011.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.

Siswantoro. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2010.

Sofia, Adib. Kritik Sastra Feminis: Perempuan dalam Karya-karya Kuntowijoyo.

Yogyakarta: Citra Pustaka, 2009.

Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Sudiadi, Dadang. “Menuju Kehidupan Harmonis dalam Masyarakat yang

Majemuk: Suatu Pandangan Tentang Pentingnya Pendekatan Multikultural

dalam Pendidikan di Indonesia”. Jurnal Kriminologi Indonesia. 5, 2009.

Sugihastuti. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Sujamto. Wayang dan Budaya Jawa. Semarang: Dahara Prize, 1992.

Suparlan, Parsudi. “Konflik Sosial dan Alternatif Pemecahannya”. Antropologi

Indonesia. 2, 2006.

Surbakti, Ramlan. Memahami Politik. Jakarta: Gramedia, 1992.

Susan, Novri. Sosiologi Konflik & Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana,

2009.

Sutiyono. “Hegemoni Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan”. Imaji.

Suwondo, Tirto. “Mantra Penjinak Ular”: Rekonstruksi Sejarah Sosial-Politik

Orde Baru”. Pangsura, 2005.

Syamsuddin, Amir. “Pengembangan Nilai-Nilai Agama dan Moral pada Anak

Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, 2012.

Page 141: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

131

Thomas, dkk. “Konflik Sosial Antara Perusahaan Perkebunan Sawit PT. Borneo

Ketapang Permai Dengan Masyarakat Desa Semayang Kecamatan

Kembayan, Kabupaten Sanggau”. Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSS, 2015.

Wahyudi, Andri. Konflik, Konsep Teori, dan Permasalahan. http://www.jurnal

unita.org./index.php/publiciana/article/view/45/41 diunduh pada hari

Minggu, 15 Januari 2017.

Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1993.

Wilujeng, Sri Rahayu. “Alam Semesta (Lingkungan) dan Kehidupan dalam

Perspektif Budhisme Nichiren Daishonin”. Izumi. 3, 2014.

Yusuf, Choirul Fuad. Konflik Bernuansa Agama: Peta Konflik Berbagai Daerah

di Indonesia 1997-2005. Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah

Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013.

Page 142: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

LAMPIRAN 1

Sinopsis Novel Mantra Penjinak Ular Karya Kuntowijoyo

Cerita ini mengisahkan tentang seorang laki-laki sekaligus tokoh utama

yang bernama Abu Kasan Sapari. Ia lahir dari masyarakat agraris yang seluruh

sikap dan tindak tanduknya masih kental dengan berbagai mitos dalam tradisi

Jawa-Islam seperti dibawa ke kuburan Ronggowarsito untuk ngalap berkah,

sepasaran dengan mengundang macapatan dengan gamelan sederhana, dan

kenduri. Ia tinggal di kaki Gunung Lawu. Sejak SD-SMA ia telah diperkenalkan

kesenian Jawa salah satunya menjadi “dalang”. Di sana, ia dikenal sebagai

pegawai kecamatan dan dalang. Kegiatan Abu Kasan Sapari dan masyarakat Jawa

pedesaan di pusat kaki gunung tersebut, yakni saat membangun desa dengan cara

membuat saluran air, membangun MCK, mengajak masyarakat memelihara

kebersihan lingkungan, membuat pagar rumah, termasuk pada akhirnya

menyadarkan masyarakat akan hak-hak politik sebagai warga negara. Saat ia

tinggal di desa Kemuning, untuk pertama kalinya ia bertemu dengan lelaki tua dan

diperkenalkan mantra pejinak ular. Abu Kasan Sapari terlibat dalam gerakan

penataran P-4, perpustakaan masuk desa, kursus baca tulis, dan gerakan

perekonomian desa (penyuluhan cara beternak, bertani, membuat emping melinjo,

dan sebagainya. Ia bekerjasama dengan mahasiswa UNS yang sedang melakukan

KKN.

Di Tegalpandan, untuk pertama kalinya Abu Kasan Sapari bertemu dengan

seorang perempuan yang bernama Lastri. Ia adalah seorang janda yang berprofesi

sebagai penjahit pakaian sekaligus penyanyi dan perias pengantin. Kedekatan Abu

Kasan Sapari dengan Lastri berlanjut sampai mereka dikenal sebagai rumah

seniman karena keduanya sama-sama berprofesi di bidang kesenian. Rupanya

benih-benih cinta tumbuh dihati Lastri kepada Abu Kasan Sapari. Ia telah

menunjukkan perhatiannya, selalu ada ketika Abu membutuhkannya, dan banyak

menolong kesulitan Abu Kasan Sapari dalam menghadapi berbagai permasalahan

dengan masyarakat di sekitarnya. Permasalahan yang dihadapinya baik dalam hal

Page 143: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

protes masyarakat kepada Abu Kasan Sapari karena memelihara ular maupun

dalam hal pertentangannya dengan mesin politik yang tidak menyukainya.

Keterlibatan Abu yang suka mendalang untuk calon kepala desa yang

bermusuhan dengan mesin politik sudah diketahui oleh pegawai Kecamatan dan

camat Tegalpandan serta para warga. Abu dianggap sebagai pelawan mesin

politik. Hal ini membuat camat Kemuning dipindahkan dan ia merasa bersalah

terhadap perbuatannya itu. Ketidaksepahaman pun terjadi antara Abu dengan

seorang fungsionaris mesin politik Tegalpandan karena ia dihasut agar tidak

mendalang untuk cakades. Padahal, Abu mempergunakan dirinya sebagai dalang

tidak untuk kepentingan kampanye suatu parpol tetapi boleh menggunakan

haknya sebagai warga negara untuk menjadi pendukung parpol. Akhirnya, Abu

memutuskan untuk membuat paguyuban dalang yang hanya disepakati oleh 3

orang saja yang datang karena warga lainnya takut akan mendapat ancaman dari

mesin politik. Mereka bersepakat menamai paguyuban dengan “Paguyuban

Pedalangan Indonesia” dan Abu ditunjuk sebagai ketua paguyuban. Melihat hal

tersebut membuat mesin politik menjadi geram dan langsung menyuruh Polres

Karangmojo datang ke kecamatan untuk menahan Abu. Ternyata, penahanan itu

disebabkan oleh sebuah kekuatan politik yang ingin merekrutnya untuk keperluan

kampanye tetapi ia menolaknya.

Pemilu tahun 1997 sudah diselenggarakan dan hasil keputusannya mesin

politik menang di Karangmojo tetapi hanya 60% suara. Bahkan, di kompleks

perumahan kepolisian dan tentara mesin politik kalah. Hal tersebut disebabkan

karena mereka tidak bisa memakai saran tradisional, tidak menyelenggarakan

wayangan, wayang orang, dan ketoprak. Para seniman pun tidak mau terlibat

dalam politik. Mereka menyalahkan Abu sebagai biang keroknya dan langsung

memutuskan supaya Abu diproses sesuai rencana. Setelah ditelusuri kejahatan-

kejahatan yang dilakukan oleh Abu, ternyata ia tidak terbukti bersalah. Kepala

polisi baru menyadari bahwa mereka telah dijadikan sebagai tukang pukul dan

diperalat oleh mesin politik. Orang-orang yang pro terhadap Abu datang untuk

berdemo agar Abu segera dibebaskan, seperti rombongan mahasiswa STSI

Page 144: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Surakarta. Akhirnya, polisi dan ABRI membebaskan Abu karena terbukti tidak

bersalah.

Kesulitan ekonomi masyarakat pun mulai terjadi di mana-mana

diantaranya; pertama, Kismo Kengser (tanah tergusur) yang mengutuk dan

menggugat segala macam kebusukan politik dan kekuasaan Soeharto di zaman

Orde Baru. Oleh karena itu, Kismo Kengser meramalkan Orde Baru akan segera

jatuh karena ketidakadilan sudah merajalela di mana-mana. Sebagai petani kaya ia

diminta oleh lurah dan pemerintah agar melepaskan tanah miliknya. Katanya

untuk pembangunan terminal bus, tetapi kenyataannya dibangun perumahan

mewah dan dia hanya diberikan 2 gelas kopi semeternya. Kedua, ada seorang laki-

laki yang mengenakan sarunga bekerja sebagai peternak ayam dan pemerintah

menaikkan harga makanan ayam sehingga para pedagang tidak ada yang membeli

karena ayam ternaknya banyak yang mati. Ketiga, ada seorang laki-laki yang

mengatakan bahwa harga itu disebut sebagai monopoli yang dikuasai oleh

Soeharto dan konglomerat. Ia merasa masih dijajah oleh bangsanya sendiri.

Kismo Kengser menggambarkan kerugian yang didapatkan oleh masyarakat

adanya ketidakadilan para penguasa, pengusaha, tentara, dan Randu telah

memeras rakyat. Kekayaan alam kita dijual dan dibabat habis diperuntukkan oleh

konglomerat.

Menurut Kismo, para pengusaha bukan lagi pamong, tetapi maling

betulan, maling berdasi, maling berbintang, dan maling berpendidikan.

Persekongkolan penguasa, tentara, dan partai Randu dalam rangka memeras

rakyat. Dan pada akhirnya ada pertanda bahwa sebuah pohon beringin yang besar

tumbang. Pohon beringin itu merupakan petanda bahwa Orde Baru runtuh. Di

Palur, Abu mendapatkan kabar bahwa Ki Lebdocarito (ayah angkat) sedang sakit

keras. Ia merasa nyawanya tidak bisa diselamatkan dan akhirnya Ki Lebdo

meninggal dunia. Abu diwariskan beberapa peninggalan Ki Lebdo diantaranya;

wayang dan gamelan. Lalu berpesan kepada Abu agar dapat melestarikan seni

pedalangan dan kelompok penabuh gamelan. Kabar Abu akan berhenti dari

pekerjaan PNS nya dan menekuni pedalangan telah hangat dibicarakan oleh

rakyat yang ada di kantor Kecamatan, di pasar, dan para tetangga. Mereka

Page 145: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

menginginkan Abu tetap berada di Tegalpandan, tetapi ia harus menepati wasiat

yang telah diberikan almarhum Ki Lebdo untuk mengurusi pedalangan dan

menetap di Palur.

Di akhir cerita, Abu Kasan Sapari bertekad untuk menyelesaikan skripsi

dan berkeinginan untuk menulis tentang wayang sebagai sarana pendidikan moral.

Topik penelitian yang digunakannya yaitu “wayang fabel”. Abu meminta bantuan

Lastri dalam menyelesaikan skripsinya, dengan penuh senang hati Lastri

membantunya. Malam harinya, Abu bermimpi bertemu dengan Eyang dan laki-

laki tua. Eyang berpesan kepada Abu agar segera melepaskan mantra itu karena

menurut ia yang diperlukan itu ilmu, teknologi dan doa. Lastri pun tidak

menyukai Abu memelihara ular dan Eyang meminta agar ia secepatnya menikahi

Lastri. Sedangkan laki-laki tua itu berpesan kalau mantra yang dulu diberikannya

kepada Abu memiliki keterikatan dengan perjanjian.

Mantra pejinak ular itu harus langgeng, diturunkan dari generasi ke

generasi. Abu harus mencari orang yang cocok dengan ilmu itu sampai tua.

Setelah itu, rumah Abu selalu kedatangan laki-laki yang berniat ingin membunuh

ular kesayangannya karena dianggap telah mengganggu kenyamanan dan mereka

menuduh bahwa ularnya telah keluar dari kandang. Mereka datang dengan penuh

kemarahan berdesakan di pintu rumah Abu tidak lama kemudian beberapa ular

datang dan mereka langsung lari ketakutan. Akhirnya, Abu kasan Sapari

memutuskan untuk pergi ke Solo dan membawa ular ke Bonbin, kemudian

sepenuhnya memasuki kehidupan selanjutnya bersama Lastri (nikah dengan

Lastri, mendalang, sambil tetapi menjadi pegawai negeri).

Page 146: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

LAMPIRAN 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah SMA/MA

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Kelas /Semester XI (sebelas) / 1 (satu)

Alokasi Waktu 4 x 45 menit

Pertemuan ke- 1 dan 2

Aspek Pembelajaran Membaca

Standar Kompetensi 7. Memahami berbagai hikayat, novel

Indonesia/novel terjemahan

Kompetensi Dasar 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik

novel Indonesia/terjemahan

Indikator Pencapaian Kompetensi :

No Indikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya Dan

Karakter Bangsa

Kewirausahaan/

Ekonomi Kreatif

1 Peserta didik mampu menemukan unsur-

unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan,

alur, latar, dan sudut pandang) dalam novel

Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

Aktif

Bersahabat/

komunikatif

Kreatif

Mandiri

Kepemimpinan

2 Peserta didik mampu menemukan unsur-

unsur ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral,

agama, sosial dll) dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

3 Peserta didik mampu menemukan konflik

sosial dalam novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo.

Page 147: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

4 Peserta didik mampu mengaitkan nilai-nilai

yang ditemukan dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo dengan

kehidupan sehari-hari.

5 Peserta didik mampu menceritakan kembali

isi novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo menggunakan bahasa sendiri.

A. TUJUAN PEMBELAJARAN :

Peserta didik dapat:

1. Menemukan unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur,

latar, dan sudut pandang) dalam novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo.

2. Menemukan unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral, agama,

sosial dll) dalam novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

3. Menemukan konflik sosial dalam novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo.

4. Mengaitkan nilai-nilai yang ditemukan dalam novel Mantra Penjinak

Ular karya Kuntowijoyo dengan kehidupan sehari-hari.

5. Menceritakan kembali isi novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo menggunakan bahasa sendiri.

B. Materi Pembelajaran :

1. Pengertian novel.

2. Unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, dan latar, dan

sudut pandang).

3. Unsur-unsur ekstrinsik nilai-nilai (budaya, moral, agama, sosial dll).

C. Pendekatan Dan Metode Pembelajaran :

Pendekatan : Saintifik

Page 148: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Melalui pendekatan saintifik, guru dapat

membangkitkan kreativitas siswa terhadap sebuah

karya sastra. Dengan demikian, pembelajaran akan

menjadi lebih menarik dan mampu memotivasi

siswa untuk terus menggali informasi yang ada

dalam suatu karya sastra.

Model Pembelajaran : Inquiry Discovery

Model inquiry discovery bertujuan melatih

kemampuan peserta didik dalam menjelaskan

fenomena dan memecahkan masalah

Metode : Ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan

D. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran :

Pertemuan 1

No. Pra Kegiatan Pembelajaran Alokasi

Waktu

1.

2.

3.

4.

Berdoa

Mempersiapkan perlengkapan kegiatan pembelajaran

Mendata nama peserta didik yang tidak hadir

Mengondisikan peserta didik

5 menit

No. Kegiatan Pembelajaran Alokasi

Waktu

1. Kegiatan Awal :

Apersepsi

a. Guru menyampaikan standar kompetensi, kompetensi

dasar, dan tujuan pembelajaran kepada peserta didik.

b. Guru menggali pengetahuan peserta didik tentang

materi pembelajaran yang sudah dipelajari.

10 menit

Page 149: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

c. Menggali pengetahuan peserta didik tentang materi

pembelajaran yang akan dipelajari.

d. Guru memberikan informasi tentang kompetensi,

materi, dan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Inti :

Eksplorasi

e. Guru dan peserta didik bertanya jawab mengenai

konsep novel.

1. “Masih ingatkah kalian dengan materi novel?”

2. “Apa yang kalian ketahui tentang novel, unsur-

unsur intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut

pandang, dan latar), dan unsur-unsur ekstrinsik

(nilai-nilai budaya, moral, agama, sosial dll) dalam

novel?”

f. Guru meminta peserta didik menyebutkan dan

menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik

dalam karya sastra.

Elaborasi

g. Peserta didik dibagi kelompok menjadi 4-5 orang per

kelompok.

h. Peserta didik membaca sinopsis novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

i. Peserta didik berdiskusi untuk menemukan dan

menganalisis unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh dan

penokohan, alur, dan latar, dan sudut pandang) dan

unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral,

agama, sosial dll) yang terdapat dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

j. Secara bergantian, setiap kelompok ke depan kelas

mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain

60 menit

Page 150: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan.

Konfirmasi

k. Guru memberikan ulasan dan tanggapan atas setiap

hasil presentasi kelompok.

l. Guru menyimpulkan unsur-unsur intrinsik dan

ekstrinsik novel yang telah dibahas.

m. Peserta didik bersama guru memberikan kesimpulan

dari hasil diskusi.

3. Kegiatan Akhir :

n. Guru memberikan penilaian terhadap presentasi

peserta didik.

o. Peserta didik menjawab soal-soal untuk mereview

konsep-konsep penting tentang unsur-unsur intrinsik

dan ekstrinsik dalam novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo.

p. Peserta didik merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan

hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran.

q. Guru menyimpulkan materi pembelajaran.

r. Guru memberikan tugas kepada peserta didik yang

terdapat di dalam buku paket.

s. Guru meminta salah seorang peserta didik untuk

memimpin doa.

15 menit

Pertemuan 2

No. Pra Kegiatan Pembelajaran Alokasi

Waktu

1.

2.

3.

4.

Berdoa

Mempersiapkan perlengkapan kegiatan pembelajaran

Mendata nama peserta didik yang tidak hadir

Mengondisikan peserta didik

5 menit

Page 151: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

No. Kegiatan Pembelajaran Alokasi

Waktu

1. Kegiatan Awal :

Apersepsi

a. Guru menyampaikan standar kompetensi, kompetensi

dasar, dan tujuan pembelajaran kepada peserta didik.

b. Guru menggali pengetahuan peserta didik tentang

materi pembelajaran yang sudah dipelajari.

c. Menggali pengetahuan peserta didik tentang materi

pembelajaran yang akan dipelajari.

d. Guru mengingatkan peserta didik tentang tugas

sebelumnya yaitu membaca novel Mantra Penjinak

Ular karya Kuntowijoyo.

e. Guru memberikan informasi tentang kompetensi,

materi, dan tujuan pembelajaran.

10 menit

2. Kegiatan Inti :

Eksplorasi

f. Guru dan peserta didik bertanya jawab mengenai

unsur intrinsik, unsur ekstrinsik, dan konflik sosial

dalam novel.

1. “Masih ingatkah kalian tentang unsur-unsur

intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang,

dan latar) dan unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai

budaya, moral, agama, sosial dll) dalam novel?”

2. “Apa yang kalian ketahui tentang konflik sosial

dalam novel?”

3. “Apa saja nilai-nilai yang terdapat dalam novel?”

Elaborasi

g. Peserta didik dibagi kelompok menjadi 4-5 orang per

kelompok.

60 menit

Page 152: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

h. Peserta didik berdiskusi untuk menganalisis nilai-nilai

budaya, moral, agama, sosial, dll yang terdapat dalam

novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

i. Peserta didik menganalisis konflik sosial dalam novel

Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

j. Secara bergantian, setiap kelompok ke depan kelas

mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain

diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan.

Konfirmasi

k. Guru memberikan ulasan dan tanggapan atas setiap

hasil presentasi kelompok.

l. Guru menyimpulkan nilai-nilai budaya, moral, agama,

sosial, dll dan konflik sosial dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

m. Peserta didik bersama guru memberikan kesimpulan

dari hasil diskusi.

3. Kegiatan Akhir :

n. Guru memberikan penilaian terhadap presentasi

peserta didik.

o. Peserta didik menjawab soal-soal untuk mereview

konsep-konsep penting tentang nilai-nilai budaya,

moral, agama, sosial, dll dan konflik sosial dalam

novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

p. Peserta didik merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan

hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran.

q. Guru menyimpulkan materi pembelajaran.

r. Guru memberikan tugas kepada peserta didik yang

terdapat di dalam buku paket.

s. Guru meminta salah seorang peserta didik untuk

memimpin doa.

15 menit

Page 153: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

E. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran :

1. Media : Powerpoint, rekaman informasi/teks yang

dibacakan

2. Alat : LCD, laptop

3. Sumber Belajar :

a. Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2012.

b. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo,

2008.

c. Sugihastuti. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2007.

d. Seni Handiyani, dkk. Bahasa Indonesia untuk Kelas XI. Grafindo

Media Pratama, 2014.

e. Novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

f. Artikel atau jurnal tentang novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo.

F. Penilaian :

1. Penilaian Proses

Penilaian terhadap proses identifikasi unsur-unsur intrinsik (tema,

tokoh dan penokohan, alur, dan latar, dan sudut pandang) dan

unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral, agama, sosial, dll)

dalam novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

Penilaian terhadap nilai-nilai yang dapat kita ambil dari novel

Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

Penilaian terhadap konflik sosial yang dialami tokoh utama

maupun tokoh pendukung dalam novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo.

Page 154: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

2. Penilaian Hasil

a. Teknik : Tes dan nontes

b. Bentuk penilaian : Pengamatan kinerja, sikap, tes, dan tugas

c. Aspek yang dinilai : Pengetahuan dan sikap

d. Jenis penilaian : Penilaian proses dan penilaian hasil

e. Instrumen penilaian : Lembar pengamatan dan tes tertulis

f. Indikator soal tes tertulis :

1. Peserta didik menemukan unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh dan

penokohan, alur, latar, dan sudut pandang) dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

2. Peserta didik menemukan unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai

budaya, moral, agama, sosial dll) dalam novel Mantra Penjinak

Ular karya Kuntowijoyo.

3. Peserta didik menemukan konflik sosial dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

4. Peserta didik mengaitkan nilai-nilai yang ditemukan dalam

novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo dengan

kehidupan sehari-hari.

g. Instrumen penilaian tes tertulis :

1. Bacalah novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo

dengan teliti!

2. Tentukan unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan,

alur, dan latar, dan sudut pandang) dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya Kuntowijoyo!

3. Tentukan unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral,

agama, sosial dll) dalam novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo!

4. Tentukan konflik sosial dalam novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo!

Page 155: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Penilaian Hasil

a. Penilaian Pengetahuan

No Indikator Pencapaian

Kompetensi

Teknik

Penilaian

Bentuk

Penilaian Instrumen

1. Menemukan unsur-

unsur intrinsik (tema,

tokoh dan penokohan,

alur, latar, dan sudut

pandang) dalam novel

Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo.

Tes tertulis Pilihan

ganda

A. Pilihlah satu jawaban yang

paling tepat!

“Keluguanmu ternyata

membawa berkah.

Duduklah,” kata Pak Camat

begitu dia muncul di pintu.

Pak Camat mengatakan

bahwa ia mendapat pujian

dari Bupati. ‘Sudah jatah

Kemuning’ itu artinya ada

pemerataan pembangunan.

Jangan sampai pembangunan

hanya membangun desa yang

sudah makmur. Yang tidak

diketahui oleh Pak Camat dan

Abu ialah kebijaksanaan

Bupati menggilirkan

pemenang lomba itu

mendapat pujian dari

Gubernur.” (novel Mantra

Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo)

1. Sudut pandang yang

digunakan pengarang

dalam kutipan novel

tersebut adalah...

a. Orang pertama tokoh

utama

b. Orang pertama

sebagai pengamat

c. Orang pertama dan

orang ketiga

d. Orang ketiga serba

tahu

Page 156: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

e. Orang ketiga terarah

2. Hal yang tidak termasuk

ke dalam unsur intrinsik

sebuah novel adalah...

a. Sudut pandang

b. Watak tokoh

c. Latar

d. Alur

e. Tema

Pada waktu itu terdengar azan

Subuh. Abu mendengar suara

di samping. Itu Lastri. Ia

mengerjakan rencananya.

Sembahyang dan

memasukkan ular ke dalam

kotak kayu. Ternyata

bermaksud memutus mata-

rantai mantra itu, tidak

mengajarkan mantra pada

siapa pun. Kalau ada

sanksinya, dia sanggup

menanggung. (novel Mantra

Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo)

3. Tema yang ditampilkan

pada kutipan novel di atas

ialah...

a. Perjuangan

b. Keyakinan

c. Perubahan sosial

budaya

d. Ketimpangan sosial

e. Politisasi kesenian

2. Menemukan unsur-

unsur ekstrinsik (nilai-

nilai budaya, moral,

agama, sosial dll)

Tes tertulis Pilihan

Ganda

Ia menolak. Tentu saja itu di

luar harapan para tamunya.

Sebab, orang lain berebut

menjadi caleg jadi.

Karenanya penolakan itu

aneh bagi mereka. “Aneh!

Lalu apa maumu? Kalau

Page 157: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?” “Tidak semua

garam sama kadar asinnya,

Pak.

(novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo)

4. Nilai-nilai apa yang

terdapat dalam kutipan

novel tersebut adalah...

a. Nilai politik.

b. Nilai budaya.

c. Nilai agama.

d. Nilai moral.

e. Nilai sosial.

3. Menemukan konflik

sosial dalam novel

Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo.

Tes tertulis Pilihan

Ganda

[....] Beberapa hari kemudian

sebuah pers release dari

bagian Kepolisian

Karangmojo mengabarkan

bahwa ada gerakan anti-

Pancasila di Tegalpandan

dengan ketuanya AKS.

Sebuah mobil pengangkut

tahanan dari Polres

Karangmojo berhenti di

depan kantor Kecamatan

Tegalpandan. [....] Tiga orang

polisi berseragam turun,

masuk kantor. “Kami dari

Polres, Anda kami tahan,”

kata seorang. “Boleh-boleh,

silakan,” kata Abu seperti

sudah mengharapkan. [....]

Sesampai di Kepolisian

Karangmojo, Abu

dimasukkan kamar tahanan.

(novel Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo)

5. Jenis konflik yang

terdapat pada penggalan

novel tersebut adalah...

Page 158: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

a. Batin

b. Fisik

c. Ide

d. Sosial

e. Budaya

4. Mengaitkan nilai-nilai

yang ditemukan dalam

novel Mantra

Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo dengan

kehidupan sehari-hari.

Tes tertulis Uraian B. Kerjakan pertanyaan-

pertanyaan berikut

dengan singkat dan tepat!

1. Bacalah penggalan novel

Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo!

2. Tentukan unsur-unsur

intrinsik (tema, tokoh dan

penokohan, alur, latar,

dan sudut pandang) dalam

novel Mantra Penjinak

Ular karya Kuntowijoyo!

3. Tentukan unsur-unsur

ekstrinsik (nilai-nilai

budaya, moral, agama,

sosial dll) dalam novel

Mantra Penjinak Ular

karya Kuntowijoyo!

4. Tentukan konflik sosial

dalam novel Mantra

Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo!

Kunci jawaban

a. Pilihan Ganda

1. D

2. B

3. C

4. D

5. B

Page 159: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

b. Uraian

1. Masing-masing peserta didik membaca novel Mantra Penjinak Ular karya

Kuntowijoyo.

2. Unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan sudut

pandang).

a. Tema: kehidupan masyarakat desa yang berpegang pada mistik beralih

kepada kehidupan kota yang berpegang pada ilmu sehingga

mengakibatkan terjadinya perubahan sosial dan budaya.

Tema mayor yang diangkat dalam novel MPU karya

Kuntowijoyo yaitu kehidupan masyarakat desa yang berpegang pada

mistik beralih kepada kehidupan kota yang berpegang pada ilmu

sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sosial dan budaya.

Hampir seluruh bab pada novel MPU membahas tentang kehidupan

masyarakat desa yang mengalami perubahan sosial dan budaya.

Seperti pada kutipan di bawah ini:

Buang saja mantra itu, yang kau perlukan ialah ilmu,

teknologi, dan doa, bukan mantra.1

Pada waktu itu terdengar azan Subuh. Abu mendengar

suara di samping. Itu Lastri. Ia mengerjakan rencananya.

Sembahyang dan memasukkan ular ke dalam kotak kayu.

Ternyata ia bermaksud memutus mata-rantai mantra itu,

tidak mengajarkan mantra pada siapa pun. Kalau ada

sanksinya, dia sanggup menanggung.2

“Rencana sampeyan apa?”

“Ke Solo! Saya akan membawa ular ke bonbin.”

Ia berketetapan menjadi dalang, menjadi penerus tradisi

Eyang dan tradisi Ronggowarsito: menghibur dan

mengajarkan kebijaksanaan hidup.3

Kutipan di atas menunjukkan salah satu bentuk gambaran

kehidupan sosial masyarakat desa yang hidup pada masa itu

mengalami perubahan sosial dan budaya. Budaya tradisional yang

tampil dominan, mulai beralih kepada budaya modern yang secara

1 Kuntowijoyo, Mantra Penjinak Ular, (Jakarta: Kompas, 2000), h. 257. 2 Ibid., h. 270. 3 Ibid., h. 271.

Page 160: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

perlahan masuk ke pedesaan sejalan dengan perubahan zaman. Hal

tersebut tidaklah mudah bagi Abu Kasan Sapari untuk menghilangkan

dan melepaskan diri dari tradisi Jawa-Islam yang berbau mistik.

Namun, pada akhir cerita Abu Kasan Sapari dikisahkan merelakan

ular peliharaannya dan membuang mantra serta memutuskan mata

rantai perbuatan syirik itu. Abu pun mulai menjalani kehidupan kota

yang penuh dengan budaya modern sesuai dengan zamannya tanpa

terikat dengan hal-hal yang berbau mistik.

Tema minor atau tema tambahan yang terdapat dalam novel

MPU karya Kuntowijoyo di antaranya: permasalahan politisasi

kesenian, monopoli ekonomi, dan ketimpangan sosial. Politisasi

kesenian, dan ketimpangan sosial yang dilakukan pihak penguasa erat

sekali hubungannya dengan perasaan atau emosi mengutamakan

ideologi politik ingin menguasai segala sesuatu demi kekuasaan.

Itulah yang menjadi penyebab utama Abu, Kismo Kengser, dan

kerumunan rakyat atau warga desa mulai emosi dengan tindakan

pihak penguasa yang semena-mena dan berani melakukan perlawanan

terhadap pihak penguasa yang tidak sesuai dengan harapan mereka.

Abu memiliki pandangan tersendiri mengenai kesenian dan

politik. Berikut jawaban Abu atas pertanyaan yang diajukan oleh

wartawan:

Kita mesti membedakan dua hal, yaitu dalang dengan seni

pedalangan dan dalang sebagai pribadi. Dalam hal

pertama, para dalang jangan mempergunakan seni untuk

kepentingan politik, artinya mendalang dalam rangka

kampanye suatu parpol tidak boleh secara mutlak. Tetapi

dalam hal kedua, diam-diam seorang dalang boleh

menggunakan haknya sebagai warga negara untuk menjadi

pendukung parpol. Hanya saja kalau sampai ketahuan

orang lain itu berarti cacat budaya yang dapat mempunyai

akibat-akibat buruk baginya, seperti tersingkir dari

komunitas dalang. Karenanya saya sendiri tidak akan

mengerjakan hal kedua itu”4

4 Ibid., h. 153.

Page 161: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

AKS berpendapat bahwa seni itu seperti air. Artinya kalau

ada yang benjol-benjol dalam masyarakat seni akan

menutupinya, menjadikannya datar. Kalau ada api seni

akan menyiramnya. Mengutip ajaran Sunan Drajat, AKS

berpendapat seni memberi air mereka yang kehausan,

memberi payung mereka yang kehujanan, memberi

tongkat pejalan yang sempoyongan. Sebaliknya, seni yang

hanya menjadi antek politik akan mengingkari tugasnya

sebagai seni.5

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Abu memiliki sikap

berpegang teguh pada prinsip kebenaran yang dimilikinya dengan

tidak ingin terlibat dalam sistem politik kepentingan dan tidak akan

menggunakan dalang untuk kepentingan politik. Hal inilah yang

membuat Abu berkali-kali diawasi oleh partai Randu yang berkuasa di

bawah perintah Mesin Politik saat itu, hingga kemudian Abu

ditangkap dengan berbagai tuduhan yang sama sekali tidak

dilakukannya. Akan tetapi, sesungguhnya yang menggunakan

kesenian sebagai alat politik itu adalah pemerintah.

Hal ini ditegaskan pula oleh Kuntowijoyo bahwa

pemerintahlah yang justru menggunakan kesenian sebagai alat politik.

Dalam esai “Politisasi, Komersialisasi, dan Otonomi Budaya”,

Kuntowijoyo menegaskan bahwa politisasi dihadirkan dalam bentuk

vulgarisasi kebudayaan. Di antara yang sangat jelas terlihat politisasi

budaya itu adalah dunia pewayangan dan media massa. Pedalangan

dijadikan alat untuk menggandakan kepentingan politik tertentu, pada

zaman Orde Baru apalagi kalau bukan untuk Golongan Karya.6

Dengan demikian, Abu Kasan Sapari sebagai sosok seniman yang

berpegang pada alam (seni seperti air) mampu membedakan antara

bagian kesenian dengan bagian politik termasuk menempatkan dirinya

sendiri ke dalam kedua hal tersebut.

5 Ibid., h. 170. 6 Kuntowijoyo, op. cit., h. 4.

Page 162: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Di sisi lain, melalui pidatonya, tokoh Kismo Kengser tampil

untuk mengutuk dan menggugat segala macam kebusukan politik dan

kekuasaan yang berada di bawah pimpinan pemerintahan Soeharto

pada zaman Orde Baru. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan di

bawah ini:

Ayam itu mati kena virus, namanya monopoli. Di bawah

kekuasaan Soeharto, ekonomi kita memang dikuasai

konglomerat. Kita dijajah lagi, tidak oleh bangsa lain, tapi

oleh bangsa sendiri. [....] Ia mulai lagi dengan pidatonya:

“Kismo Kengser meramal bahwa pemerintah sekarang

akan segera ambruk, sebab ketakadilan sudah ada di

mana-mana. Persengkokolan penguasa, pengusaha,

tentara, dan Randu untuk memeras rakyat. Hutan kita

dibabat habis, bukit dikapling, digusur semena-mena.”7

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Kismo Kengser

meramalkan pemerintahan Orde Baru akan segera runtuh karena

banyaknya permasalahan berupa monopoli ekonomi, keserakahan dan

ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak penguasa sudah merajalela,

sehingga membuat rakyat atau warga desa menderita dan sengsara.

Seluruh sumber daya alam yang menjadi matapencaharian rakyat atau

warga desa telah diambil pihak penguasa dengan mengatasnamakan

pembangunan, sehingga banyak yang mengalami kerugian dan

keterpurukan dalam segi ekonomi serta jauh dari kehidupan yang

layak. Berbagai kebijakan dan janji pihak penguasa belum sepenuhnya

mengarah kepada kesejahteraan rakyat atau warga desa.

b. Tokoh yang termasuk ke dalam tokoh protagonis; Abu Kasan Sapari,

Sulastri atau Lastri, Orang tua Abu, kakek nenek Abu, wartawan, Haji

Syamsuddin, camat, Ki Lebdocarito, Ki Manut Sumarsono, polisi,

Laki-laki Tua atau Kismo Kengser, dan Laki-laki Tua Misterius.

Tokoh yang termasuk ke dalam tokoh antagonis; Mesin politik dan

polisi. Penokohan tiap tokoh dikerjakan berdasarkan kemampuan

masing-masing peserta didik.

7 Kuntowijoyo, Mantra Penjinak Ular, (Jakarta: Kompas, 2000), h. 212-213.

Page 163: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

c. Alur dalam novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo

menggunakan alur yang disusun secara episodik tidak linier dan sesuai

dengan kronologi termasuk ke dalam alur campuran yang waktu

terjadinya peristiwa tidak selalu maju, tetapi juga terdapat peristiwa

kilas balik yang bersifat flashback (mundur).

Tahapan alur tersebut akan dipaparkan sesuai pendapat Tasrif

dalam Nurgiyantoro yang terbagi menjadi lima tahapan. Kelima

tahapan alur tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tahap Penyituasian

Pada tahap situasi ini, dibuka dengan memperkenalkan

tokoh utama yang bernama Abu Kasan Sapari dan tokoh-tokoh

pendukung yaitu tokoh orangtua Abu, kakek-nenek Abu, Ki

Lebdocarito, Lelaki Tua Misterius, Camat, Mesin Politik,

wartawan, Lastri, Laki-laki Tua atau Kismo Kengser, Ki Manut

Sumarsono, polisi, dan Haji Syamsuddin. Tahap situasi dalam

novel MPU karya Kuntowijoyo ini dimulai dari pembukaan yang

ada di bab 1 yang berjudul “Sebuah Desa, Sebuah Mitos” dibuka

dengan narator memperkenalkan tradisi Jawa-Islam, latar tempat

desa, kondisi fisik desa, latar sosial-budaya, latar rumah, ciri

psikologis tokoh-tokoh cerita, ciri sosiologis tokoh-tokoh cerita,

dan ciri fisik tokoh-tokoh cerita. Keseluruhan peristiwa yang

terdapat di dalam bab ini menceritakan tentang latar belakang Abu

Kasan Sapari sejak kecil-bekerja. Pada bagian pertama, Abu Kasan

Sapari diperkenalkan secara sosiologis sebagai sosok yang lahir di

tengah masyarakat Jawa menganut Islam kejawen yang seluruh

sikap dan tingkah lakunya masih kental dengan berbagai mitos

dalam tradisi Jawa-Islam. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Ketika sang kakek-ayah dari ayah-mengetahui bahwa bayi yang

dalam kandungan akan diberi nama Sapari kalau laki-laki dan

Sapariah kalau perempuan, kakek keberatan dengan kata ‘sapar’

katanya, “Sudah pasti anak itu lahir tidak di bulan Sapar!"

Dengan malu-malu sang calon ayah menjawab, "Memang tidak

diambil dari bulan lahirnya. Tapi bulan jadinya. Ayah itu lalu

Page 164: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

menghitung dengan jarinya dan mengucapkan dengan

mulutnya, "Sapar, Mulud, Bakda-Mulud, Jimawal, ...

"kemudian tersenyum sedikit-sedikit dan semakin lebar,

mengetahui bahwa anaknya thok-cer, sebab di bulan Sapar juga

ia mengawinkan anaknya.8

Kemudian, kakek meminta bayi itu. Dibawanya bayi merah

yang terbungkus kain batik ke kuburan Ronggowarsito untuk

ngalap berkah, meminta restu.9

Kakek itu adalah juru kunci makam Ronggowarsito di Desa

Palar, Klaten.10

Pada hari ke lima, diadakan sepasaran dengan mengundang

macapatan dan gamelan sederhana. Dengan bangga kakek itu

mengumumkan bahwa cucunya diberi nama Abu Kasan Sapari.

Abu diambil dari nama sahabat Nabi Abu Bakar, Kasan adalah

nama cucu Nabi, dan Sapar adalah bulan perkawinan kedua

orangtuanya. Diharapkannya bahwa nama itu ada pengaruhnya

pada jabang bayi yang baru lahir.11

Kutipan di atas diungkapkan melalui dialog antara kakek

Abu dari pihak ayah dengan ayah Abu yang terletak di bab 1

subbab 1 menggambarkan peristiwa pemilihan nama Abu Kasan

Sapari. Kakek Abu dari pihak ayah dan ayah Abu yang tergolong

dalam masyarakat Jawa memiliki kepercayaan bahwa penamaan

anak itu selalu memperhitungkan hari-hari baik karena pemilihan

nama anak menentukan nasib si anak kelak. Dalam hal ini, kakek

Abu dari pihak ayah dan ayah Abu memilih nama Abu Kasan

Sapari yang mengacu pada Abu (sahabat Nabi, yakni Abu Bakar),

Kasan (cucu Nabi alias Hasan), dan Sapari diambil dari bulan

Jawa-Islam yaitu ‘sapar’ yang tidak lepas dari pertimbangan mitos

dalam tradisi Jawa-Islam. Kutipan di atas memperkenalkan tradisi

Jawa-Islam, tokoh kakek Abu dari pihak ayah dan ayah Abu.

Namun, cerita beralih ke masa lalu desa Palar. Seperti pada

kutipan di bawah ini:

Dulu Palar adalah desa perdikan, desa yang dibebaskan dari

pajak dengan maksud supaya seluruh penghasilan desa

8 Kuntowijoyo, op. cit., h. 1. 9 Ibid., h. 2. 10 Ibid., h. 4. 11 Ibid., h. 3.

Page 165: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

diperuntukkan guna keperluan makam. Praktis, lurahnya sama

dengan juru kunci makam.12

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator pada bab 1

subbab 1 yang menggambarkan peristiwa masa lalu desa Palar

yang termasuk dalam desa perdikan. Dalam hal ini, dulu desa Palar

termasuk ke dalam desa perdikan yaitu desa yang berhak untuk

tidak membayar pajak dan penghasilan desa disalurkan untuk

keperluan makam. Juru kunci makam pun memiliki profesi lain.

Pada bagian kedua, masa dewasa Abu Kasan Sapari

berkembang secara psikologis diperkenalkan sebagai sosok yang

dapat memanfaatkan suatu peluang untuk dapat melanjutkan

kehidupannya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Abu Kasan Sapari merasa bahwa ia tak cocok untuk

meneruskan sekolah. Dengan ijazah SMA sebenarnya ia sudah

lulus BA, jadi sarjana kurang skripsi, tapi posisi itulah yang

diperlukan dia melamar pekerjaan jadi pegawai lokal, dan

ditempatkan di kecamatan Kemuning, sebuah kecamatan di kaki

Gunung Lawu. Dia ditempatkan di Bangdes (Pembangunan

Desa). Dipikirnya tidak enak terus-menerus tinggal di rumah Ki

Lebdocarito. Dengan alasan biarlah Abu mencari pengalaman,

maka Ki Lebdo pun melepaskannya. [....] Tugas pertamanya

ialah mengikuti kursus di sebuah lembaga teknologi pedesaan.

Yang selalu ditanyakannya pada diri sendiri: Apakah tugasnya

yang baru menjauhkan atau mendekatkannya pada

Ronggowarsito, mengajarkan kebijaksanaan hidup? Tidak lupa

dia membawa alat-alat tatah pembuat wayang.*13

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator pada bab 1

subbab 4 yang menggambarkan peristiwa Abu yang ingin hidup

secara mandiri. Dalam hal ini, Abu memilih untuk memanfaatkan

ilmu yang telah dimilikinya untuk dapat bertahan hidup tanpa harus

melibatkan orang lain. Namun Abu mengalami keraguan terhadap

pilihan hidupnya. Abu selalu mempertanyakan apakah pekerjaan

barunya itu akan menjauhkan atau mendekatkannya pada tradisi

Ronggowarsito yang selalu menghibur rakyat dan mengajarkan

12 Ibid., h. 4. 13 Ibid., h. 16.

Page 166: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

kebijaksanaan hidup. Kutipan di atas memperkenalkan latar tempat

desa yang kedua yaitu desa Kemuning.

2) Tahap Pemunculan Konflik

Tahap pemunculan konflik dalam novel Mantra Penjinak

Ular karya Kuntowijoyo ini, ada di bab 2-8. Bab 2 yang berjudul

“Mantra”, bab 3 yang berjudul “Abu Kasan Sapari Tentang Alam”,

bab 4 yang berjudul “Cinta Ular, Cinta Lingkungan”, bab 5 yang

berjudul “Demokrasi Menurut Abu Kasan Sapari”, bab 6 yang

berjudul “Wahyu Pohonan”, bab 7 yang berjudul “Abu Versus

Mesin Politik, Botoh, dan Dukun”, dan bab 8 yang berjudul “Abu

Kasan Sapari dan Lingkungannya”. Keseluruhan peristiwa yang

terdapat di dalam bab ini menceritakan tentang Abu Kasan Sapari

mulai dekat dengan mantra, mulai dikenal sebagai dalang, dan

mulai terlibat dengan politik.

Pada bagian ketiga, Abu mengalami peristiwa yang tidak

masuk akal ketika bertemu dengan Lelaki Tua Misterius di sebuah

pesta pasar malam. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Cembeng itu tak ubahnya seperti pasar malam. [....] Ketika Abu

menoleh, dilihatnya seseorang dengan iket lepasan, baju surjan

lurik, dan sarung kotak-kotak. Dari cambang, kumis, dan

janggutnya yang putih serta jari-jarinya yang berotot. Laki-laki

tua itu memintanya berdiri dan mengajaknya ke tempat sepi.

“Kau tidak boleh meninggal sebelum mengajarkan ilmu ini

pada orang yang tepat.”

“Apa itu?”

“Mantra penjinak ular” Kemudian orang itu mencari telinga

kanan Abu, dan membisikkan sebuah kalimat. “Paham?”

“Sudah, ya?” Abu mengangguk. “Mantra itu tidak boleh salah

ucap. Bacalah itu setiap kali kau menghadapi ular.

“Mantranya kok bahasa Arab, ya?”

“Ya, ini semua dari Al-Qur’an [....] Ada laku yang harus

dijalankan, pantangan yang tak boleh dilanggar. Laku-nya

adalah kau harus ngebleng tidak makan-minum selama tiga

hari. Wewaler-nya mudah, tapi sulit dijalankan. Kau tidak boleh

melangkahi ular.”14

“O, ya. Kau tidak akan mati, kalau tidak mewariskan ilmu ini.”

[....] Abu masih tertegun, merenungkan kejadian yang

dialaminya. Disekanya mata. Tidak, itu bukan mimpi bukan

14 Ibid., h. 20-21.

Page 167: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

sulapan. Buktinya, ia ingat jelas dengan mantra yang harus

diucapkan. [...] Dalam pikirannya ialah orang tua yang tiba-tiba

muncul dan tiba-tiba menghilang itu. Ia tidak tahu siapa

namanya, dari mana asalnya. Jadi, orang terpilih itu memang

sudah dalam jangkauan tangan, membuatnya gembira. [...] Ia

bertekad untuk melaksanakan semua petunjuk orang tua itu.15

Orang menunjukkan kakinya yang digigit ular. Abu

mengucapkan bismillah dan membaca mantra. Di sedotnya luka

itu dengan kuat. Diulanginya sampai tiga kali. Pelan-pelan laki-

laki itu membuka matanya, warna biru menghilang dari

kulitnya. Abu sendiri keheranan, ternyata ia bisa

menyembuhkan orang yang digigit ular.16

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator pada bab 2-4

yang menggambarkan peristiwa Abu yang mulai terikat dengan

mantra penjinak ular yang harus dipegang seumur hidupnya dan

memiliki kelebihan dalam menjinakkan ular. Dalam hal ini, Abu

Kasan Sapari diajarkan sebuah mantra penjinak ular dengan laku

yang harus dijalankan dan wewaler (pantangan) yang tidak boleh

dilakukannya. Kutipan di atas juga memperkenalkan latar tempat

pasar yang berlokasi di desa Kemuning, tokoh Lelaki Tua

Misterius, dan ciri fisik Lelaki Tua Misterius.

Pada bagian keempat, Abu Kasan Sapari diperkenalkan

sebagai seorang dalang yang nekat memberikan dukungan kepada

cakades yang diminta mundur untuk memuluskan jalan bagi calon

yang dijagoi Mesin Politik. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Bahwa Abu Kasan Sapari suka mendalang untuk calon kepala

desa (cakades) yang bermusuhan dengan calon Mesin Politik

sudah diketahui pegawai kecamatan dan Camat tegalpandan

sejak duluan lewat jalur birokrasi dan Mesin Politik.17

Namun, petang harinya ada tamu yang sudah dikenalnya,

seorang fungsionaris Mesin Politik Tegalpandan.

“Pak Abu ingin kaya tidak?”

“Tidak ingin kaya, cuma butuh duit seperti orang lain.”

“Lha, bicara soal duit. Bagaimana kalau permintaan untuk

mendalang di rumah cakades itu ditolak?”

“Maksudnya...eh, tidak mendalang dengan kompensasi

sejumlah uang.

15 Ibid., h. 22. 16 Ibid., h. 56. 17 Ibid., h. 149.

Page 168: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Abu menolak dengan cara sebaik-baiknya.

Tidak berhasil membujuk Abu Kasan Sapari fungsionaris itu

pulang. Katanya, “Kalau ada apa-apa jangan salahkan saya,

lho.”18

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator dan dialog

antara camat dengan Mesin Politik yang terletak di bab 5-8

menggambarkan peristiwa Abu yang melakukan kegiatan

mendalang pada acara cakades yang tidak pro partai penguasa

dianggap sebagai sikap politik. Melihat hal tersebut, Mesin Politik

menghalalkan segala cara untuk dapat mempertahankan

kekuasaannya termasuk dengan bertindak otoriter kepada pihak

lain yang dapat merugikannya. Kutipan di atas juga

memperkenalkan latar tempat desa Tegalpandan, dan ciri mental

Mesin Politik.

3) Tahap Peningkatan Konflik

Tahap peningkatan konflik dalam novel MPU karya

Kuntowijoyo ini, ada di bab 9 yang berjudul “Ular” dan bab 10

yang berjudul “Di Luar Struktur, di Dalam Sistem”. Keseluruhan

peristiwa yang terdapat di dalam bab ini menceritakan tentang latar

belakang Abu Kasan Sapari diprotes oleh kerumunan warga desa

dan Abu yang selalu dibujuk dan ditawari jabatan serta kompensasi

berupa uang.

Pada bagian ketiga, ilmu penjinak ular yang semula banyak

membantu Abu dalam menolong nyawa orang lain. Pada bagian

kelima, kini ilmu itu telah membuat Abu banyak mengalami

rintangan dalam kehidupannya. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Berita bahwa Abu memelihara seekor ular itu segera menyebar.

[....] “Saya akan memeliharanya sebagai klangenan,” kata

Abu.19

Tentang apakah ular termasuk klangenan orang berbeda

pendapat. RT sengaja mengundang Abu untuk bermusyawarah.

Para wanita mengemukakan keberatan. “Bagaimana nanti kalau

18 Ibid., h. 151-152. 19 Kuntowijoyo, op. cit., h. 134.

Page 169: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

ular itu jadi besar? Itu berbahaya, kalau lepas, “kata mereka.

Rumah-rumah di sekitar pasar itu sangat padat. Kebanyakan

kaum laki-laki yang hadir bersikap netral. Rapat RT itu berakhir

dengan jaminan Abu bahwa ia tak akan membiarkan ularnya

lepas.

Abu sangat peduli dengan pendapat Lastri.

“Bagaimana, Yu Las?”

Lastri mengangkat bahu, “terserah,” katanya.

Abu mengerti dari nada bicaranya (‘terserah’-nya kok seperti

tidak rela) Lastri tidak senang dengan kenyataan bahwa ular

praktis dalam rumahnya juga. Itu menggelisahkannya. Akan

tetapi, Abu nekad. Laki-laki tidak boleh mundur hanya karena

rintangan. “Yu, yang penting bukan ularnya, tapi apa yang di

balik ular itu,” katanya “Ular hanya lambang.”

Abu pernah bercerita soal cita-citanya, keinginannya, dan

angan-angannya. Jadi, kata Lastri:

“Saya sudah tahu lambang apa.”

“Tahu? Apa, coba!”

“Lingkungan.”20

Kutipan di atas diungkapkan melalui dialog Abu dan

narator yang terletak di bab 9 menggambarkan peristiwa Abu yang

mulai memelihara ular karena keterikatan dengan mantra penjinak

ular yang telah dimilikinya. Dalam hal ini, tindakan Abu itu

mendapat penolakan dari kerumunan warga karena dianggap telah

mengancam keselamatan warga. Abu pun melibatkan Lastri ke

dalam konflik yang dihadapinya sekaligus menjadi seorang yang

menolak terhadap ular yang dipeliharaannya. Kutipan di atas juga

memperkenalkan ciri mental Abu.

Pada bagian keenam, Abu melakukan penolakan terhadap

permintaan Mesin Politik yang ingin merekrutnya sebagai caleg.

Seperti pada kutipan di bawah ini:

Orang yang dikenalnya sebagai Ketua Umum Mesin Politik

Tegalpandan itu lalu mengatakan, "Saya hanya mengantarkan,

Bapak ini adalah Ketua Badan Seleksi Caleg Dati II

Karangmojo."

"Terimalah ucapan selamat kami. Kami dari DPD telah memilih

Pak Abu sebagai caleg jadi," kata Ketua Badan Seleksi. "Pak

Abu lolos ketimbang sembilan calon lain."

20 Ibid., h. 136.

Page 170: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain tersebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian.”

Abu Kasan Sapari heran. Besar benar harga dirinya? Mungkin

karena Bapilu Mesin Politik sudah memutuskan menggunakan

media pedalangan untuk kampanye? Kedudukannya sebagai

Ketua Paguyuban Pedalangan jadi penting?21

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator dan dialog

antara Abu dengan Mesin Politik yang terletak di bab 10

menggambarkan peristiwa perlawanan Abu terhadap mesin

birokrasi bernama negara dengan Mesin Politik berupa partai

pemerintah. Dalam hal ini, Abu telah berkali-kali dihadapkan

dengan Mesin Politik dan melakukan penolakan untuk dijadikan

pengikut partai pemerintah yang berkuasa pada saat itu karena

sudah memahami maksud dan tujuan dari Mesin Politik.

Untuk memperoleh dukungan massa pihak penguasa

pemerintah rezim Orde Baru memandang perlu untuk

menggunakan instrumen kesenian sebagai media untuk menarik

massa. Salah satu kesenian yang digunakan untuk memperoleh

simpati masyarakat adalah seni pedalangan. Dalang sebagai orang

pintar (intelektual sekaligus aktor) di daerah dipandang amat

potensial untuk menyampaikan pesan dan ajakan kepada

masyarakat. Oleh karenanya, para dalang ditunjuk pihak penguasa

sebagai juru kampanye.22 Dalam hal ini, pihak penguasa (Mesin

Politik) menghalalkan segala cara agar keinginannya dapat

terpenuhi termasuk menuntut Abu agar tidak menghalang-halangi

usahanya dalam melakukan politik uang dan pemaksaan. Kutipan

21 Ibid., h. 162-163. 22 Sutiyono, Jurnal berjudul “Hegemoni Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan”, Jurnal

Imaji, h. 1-2.

Page 171: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

di atas juga memperkenalkan tokoh Mesin Politik, ciri mental Abu

dan Mesin Politik.

4) Tahap Klimaks

Tahap klimaks dalam novel MPU karya Kuntowijoyo ini,

ada di bab 11 yang berjudul “Seni itu Air”. Keseluruhan peristiwa

yang terdapat di dalam bab ini menceritakan tentang Abu yang

dituding melakukan tindakan subversif.

Pada bagian keenam, Abu yang semula terus-menerus

melakukan penolakan terhadap permintaan Mesin Politik. Pada

bagian ketujuh, kini Abu harus menghadapi tindakan semena-mena

yang dilakukan oleh Mesin Politik. Seperti pada kutipan di bawah

ini:

Beberapa hari kemudian sebuah pers release dari bagian reserse

Kepolisian Karangmojo mengabarkan bahwa ada gerakan anti-

Pancasila di Tegalpandan dengan ketuanya AKS.23

Tiga orang polisi berseragam turun, masuk kantor. “Kami dari

Polres, Anda kami tahan,” kata seorang. “Boleh-boleh, silakan,”

kata Abu seperti sudah mengharapkan.24

“Aku tahu biang keroknya,” kata fungsionaris kesenian DPD

Randu. Di kepalanya hanya ada satu orang, Abu Kasan Sapari.

Oleh karena itu pengurus memutuskan untuk membuat memo

supaya Abu diproses sesuai rencana.25

Abu menggeleng. Tidak ada barang bukti, tidak ada kesaksian,

tidak ada laporan tertulis. [....] Kepala Polisi merundingkan soal

Abu Kasan Sapari dengan kepala bagian penyelidikan, “Sudah

kuduga. Kita dijadikan tukang pukulnya, centengnya. Kita

diperalat. Kita tidak mau demikian, kita netral.” Mereka

bersepakat untuk mengeluarkannya dari tahanan.26

Rombongan mahasiswa STSI Surakarta datang di depan Kantor

Kepolisian Karangmojo. Mereka berjajar di muka kantor.

Mereka membentangkan spanduk-spanduk. “Bebaskan AKS.”

[....] Pengurus HAM cabang Surakarta dan Ikadin datang untuk

keperluan yang sama. Mereka juga mendesak supaya Abu

Kasan Sapari dikeluarkan.27

23 Kuntowijoyo, op. cit., h. 164. 24 Ibid., h. 165. 25 Ibid., h. 174. 26 Ibid., h. 175. 27 Ibid., h. 176.

Page 172: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator dan dialog

polisi serta dialog Mesin Politik yang terletak di bab 11

menggambarkan peristiwa Abu yang sempat ditahan. Dalam hal

ini, Abu dilepaskan karena tidak terbukti melakukan tindakan

subversif dan polisi yang menangani kasus Abu mengalami

kebingungan terhadap tindakan yang dilakukan pihak penguasa

(Mesin Politik/partai randu) kepada Abu. Pihak penguasa

memanfaatkan pekerjaan polisi untuk melancarkan rencananya.

Pada tahap klimaks ini, pengarang memunculkan tokoh polisi,

kerumuman mahasiswa, dan pengurus HAM cabang Surakarta serta

Ikadin untuk memberikan dukungan kepada Abu dan membantu

proses pembebasan tokoh utama yang tidak terbukti bersalah.

5) Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian dalam novel MPU karya Kuntowijoyo

ini, mulai terjadi penurunan klimaks dan konflik-konflik dalam

cerita yang ada di bab 12-17. Bab 12 yang berjudul “Sajak-Sajak

Cinta”, bab 13 yang berjudul “Mencari Akar”, bab 14 yang

berjudul “Bumi Gonjang-Ganjing Langit Megap-Megap”, bab 15

yang berjudul “Warisan”, bab 16 yang berjudul “Cangik Bertanya

Pada Limbuk”, dan bab 17 yang berjudul “Tuhan, Beri Kami Ilmu

yang Bermanfaat Tuhan, Hindarkan Kami Dari Malapetaka”.

Keseluruhan peristiwa yang terdapat di dalam bab ini menceritakan

tentang perubahan sosial dan budaya.

Namun, pada bab 12 dan 13 tentang peristiwa penceritaan

sorot balik, cerita beralih ke masa lalu. Bab 12 yang berjudul

“Sajak-Sajak Cinta” menggambarkan peristiwa Abu yang membuat

puisi dalam bahasa Jawa untuk Lastri saat berada dalam tahanan.

Seperti pada kutipan di bawah ini:

Abu Kasan Sapari menulis geguritan-puisi bebas bahasa Jawa

dalam tahanan Mapolres. Sebagai tampak dalam puisi ini ia

tambah-tambah jatuh cintanya pada Lastri, dapat dikatakan

Page 173: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

mabuk kepayang. Kumpulan sajak itu akan dijilidnya dengan

sampul merah jambu dan diberinya nama Geguritan

Asmaradana. Akan diserahkan pada Lastri ketika tiba

waktunya.28

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator

menggambarkan peristiwa Abu yang membuat kumpulan puisi

dengan nama Geguritan Asmarandana. Dalam hal ini, puisi tersebut

merupakan bentuk rasa cinta Abu kepada Lastri yang tertuang

dalam puisi yang dituliskannya.

Sedangkan, bab 13 yang berjudul “Mencari Akar”

menggambarkan peristiwa kakek Abu yang bercerita tentang kisah

hidup nenek moyangnya kepada Abu. Seperti pada kutipan di

bawah ini:

(Abu Kasan Sapari pulang ke desa tempat ia dibesarkan. Kakek

bercerita). Mula-mula desa kita adalah sebuah perdikan. Eyang

pendiri desa kita waktu masih muda menjadi prajurit keratin

[....]29

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator

menggambarkan peristiwa desa yang dahulu ditempati oleh nenek

moyang kakek Abu menjadi desa perdikan yaitu desa yang

memiliki hak untuk tidak membayar pajak.

Pada bagian keempat, Abu Kasan Sapari yang semula

mendalang untuk mendukung calon yang bermusuhan dengan

Mesin Politik. Pada bagian kedelapan, kini Abu tidak lagi

mendalang untuk calon yang berhadapan dengan Mesin Politik.

Seperti pada kutipan di bawah ini:

Betul, ia pergi pada Pak Camat dan menyatakan niatnya untuk mendalang menggantikan Ki Manut. Pak Camat

keheranan, dia adalah Pembina Randu di kecamatannya, dan

Abu ‘dalang politik anti- Randu’. [....] Taktik Ki Manut

Sumarsono cespleng. Ibarat panas setahun terhapus hujan

sehari, julukan sebagai ‘dalang politik anti-Randu’, julukan

‘dalang politik non-Randu’, bahkan julukan ‘dalang politik’

lenyap. Buktinya, para bakul di pasar tidak lagi menambahkan

28 Ibid., h. 181. 29 Ibid., h. 195.

Page 174: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

kata ‘dalang politik’ ketika Abu mendalang untuk juragan bis di

Tegalpandan. Kenyataan itu dikabarkan Lastri pada Abu Kasan

Sapari, “Soal ‘dalang politik’ sudah beres. Sampeyan bebas

sekarang.”30

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator yang terletak

di bab 14 dan 15 menggambarkan peristiwa kehidupan Abu yang

sudah berjalan normal kembali jauh dari hal-hal yang berbau

politik. Pada bagian kedelapan tahap penyelesaian ini, pengarang

memunculkan tokoh Ki Manut Sumarsono untuk membantu tokoh

utama dalam memperoleh persepsi positif dari warga desa sekitar.

Pada bagian ketiga, Abu yang semula diceritakan terikat

dengan mantra dan berada dalam lingkungan masyarakat Islam

kejawen masih memercayai mantra yang berhubungan dengan

mitos, mistik, dan klenik. Pada bagian kesembilan, kini Abu tidak

lagi mengalami keterikatan dengan mantra dan mulai sadar

terhadap realitas kehidupan yang harus dijalaninya. Seperti pada

kutipan di bawah ini:

Ketika bertemu Haji Syamsuddin dikatakannya bahwa seusai

salat dia ingin bicara. [....] “Apa susahnya? Bawa saja ular itu

ke kebun binatang.”

“Ular mudah, Pak. Tetapi saya terikat dengan mantranya.”

“Mantra?”

“Ya, Pak. Saya harus mencari orang yang mau ditulari mantra.

Mantra harus diturunkan, berkelanjutan sampai kiamat tiba.

Kalau tidak saya kena bebendu (malapetaka), tidak akan mati-

mati meski tua-renta.” “Jangan percaya! Itu gombal, itu

sampah. Kau orang beriman. Karenanya malah kau wajib

memutuskan mata rantai sirik itu. Sekarang zaman modern,

bukan zamannya mantra lagi.”31

Pada waktu itu terdengar azan Subuh. Abu mendengar suara di

samping. Itu Lastri. Ia mengerjakan rencananya. Sembahyang

dan memasukkan ular ke dalam kotak kayu. Ternyata

mantranya bikin susah orang lain dan dirinya sendiri! Ia

bermaksud memutus mata-rantai mantra itu, tidak mengajarkan

mantra pada siapa pun. Kalau ada sanksinya, dia sanggup

menanggung.32

“Rencana sampeyan apa?”

30 Ibid., h. 229. 31 Ibid., h. 259. 32 Ibid., h. 270.

Page 175: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

“Ke Solo! Saya akan membawa ular ke bonbin.”

Ia berketetapan menjadi dalang, menjadi penerus tradisi Eyang

dan tradisi Ronggowarsito: menghibur dan mengajarkan

kebijaksanaan hidup.33

Kutipan di atas diungkapkan melalui narator dan dialog

antara Abu dengan Haji Syamsuddin dan Abu dengan Lastri yang

terletak di bab 16 dan 17 menggambarkan peristiwa perlawanan

Abu terhadap mitos. Dalam hal ini, Abu berencana untuk

membuang mantra dan melepaskan ular dengan membawa ke

kebun binatang. Abu berketetapan hati untuk mengubah

kehidupannya dengan melepaskan diri dari hal-hal yang berbau

mistik. Abu yang semula selalu mempertanyakan apakah pekerjaan

barunya itu akan menjauhkan atau mendekatkannya pada tradisi

Ronggowarsito yang selalu menghibur rakyat dan mengajarkan

kebijaksanaan hidup. Kini, Abu selalu menjadikan ruh semangat

Ronggowarsito dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Bahkan, Abu selalu bertekad untuk meneruskan tradisi

Ronggowarsito untuk menghibur rakyat dan mengajarkan

kebijaksanaan hidup.

d. Latar dalam novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo di

antaranya:

- Latar tempat: desa Palar, desa Kemuning, desa Tegalpandan

(rumah sewa Abu dan pasar), dan karangmojo.

- Latar waktu: latar waktu penceritaan yang terdapat dalam novel

MPU disusun secara episodik berdasarkan tahapan-tahapan

kehidupan Abu, yaitu kilas balik pertemuan ibu-bapak Abu –

kelahiran Abu – sekolah - lulus sekolah – kerja - Abu menikah

dan harus memilih istri/ilmunya. Latar waktu penceritaan dalam

novel MPU tidak digambarkan secara jelas. Hal ini menunjukkan

bahwa setiap kejadian yang ada dalam novel dapat terjadi kapan

pun dan dimana pun dari waktu ke waktu. Namun, berdasarkan

33 Ibid., h. 271.

Page 176: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

latar waktu historis yang terdapat dalam novel MPU dapat

digambarkan secara jelas yaitu pada tahun 1997 masa pemilihan

umum nasional, sebelum Reformasi, saat situasi politik di

Indonesia sedang menghangat dan terasa hingga ke pedesaan-

pedesaan.

- Latar sosial: secara sosial kehidupan di desa sering dinilai sebagai

kehidupan yang tenteram, damai dan jauh dari perubahan yang

dapat menimbulkan konflik. Namun, kehidupan yang semula

tenteram dan damai berubah menjadi kacau. Desa Tegalpandan

digunakan pengarang sebagai salah satu pemicu terjadinya konflik

sosial. Dalam hal ini, tokoh Abu Kasan Sapari memang

mengenyam pendidikan yang maju, sarana mobilitas, dan

kemajuan teknologi di era demokrasi dan modernisasi. Namun,

Abu memiliki prinsip bahwa tidak semua tindakan yang

mengatasnamakan modernisasi bisa diterima begitu saja.

Demokrasi yang otoriter dan mengesampingkan rakyat kecil harus

dilawan karena tidak sesuai dengan etika kemanusiaan.

e. Pada novel Mantra Penjinak Ular, pengarang menggunakan sudut

pandang persona ketiga: “dia” mahatahu (narator mengetahui

segalanya dan serba tahu). Hal ini dapat terlihat melalui kutipan di

bawah ini:

“Keluguanmu ternyata membawa berkah. Duduklah,” kata Pak

Camat begitu dia muncul di pintu. Pak Camat mengatakan

bahwa ia mendapat pujian dari Bupati. ‘Sudah jatah Kemuning’

itu artinya ada pemerataan pembangunan. Jangan sampai

pembangunan hanya membangun desa yang sudah makmur.

Yang tidak diketahui oleh Pak Camat dan Abu ialah

kebijaksanaan Bupati menggilirkan pemenang lomba itu

mendapat pujian dari Gubernur.”34

Dengan menggunakan sudut pandang “dia” Kuntowijoyo

memposisikan diri dengan tidak secara langsung memerankan salah

satu tokoh pelaku cerita. Namun, pengarang seolah-olah mengetahui

34 Ibid., h. 30.

Page 177: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

dan dapat menjelaskan secara rinci tindakan dan perasaan yang

dialami oleh setiap tokoh. Pemilihan sudut pandang ini membuat

pengarang lebih leluasa mengeksplorasi sisi batin Abu untuk

kemudian menciptakan konflik. Hal tersebut menunjukkan penguatan

terhadap cara pandang mengenai suatu permasalahan yang terjadi

dalam cerita.

3. Unsur-unsur ekstrinsik (nilai-nilai budaya, moral, agama, sosial dll) dalam

novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo.

a. Nilai budaya: nilai-nilai budaya yang berakar pada adat lokal atau adat

daerah dalam novel ini yaitu adat daerah yang bernuansa kejawaan.

Dalam novel MPU, ada nilai pendidikan adat yang dapat diambil yaitu

berupa kritik terhadap budaya Jawa. Hal tersebut dapat terlihat dari

kutipan berikut ini:

“Bicara baik-baik dengan dia. Yakinkanlah bahwa mangan ora

mangan waton ngumpul itu sudah kuno,” pinta orang itu35

b. Nilai moral: Sikap tanggung jawab terhadap perbuatan adalah sikap

moral yang wajib dilakukan. Sikap Abu Kasan Sapari dalam novel

MPU juga merupakan pendidikan moral. Dia menolak dijadikan caleg

karena ada maksud lain yang tersembunyi. Yaitu agar Abu tidak

menghalang-halangi usaha kotor (politik uang dan pemaksaan) Mesin

Politik mendapat suara terbanyak. Hal tersebut dapat terlihat dari

kutipan berikut ini:

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain berebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak.36

c. Nilai agama: dalam novel MPU, Kuntowijoyo juga memberi amanat

agar manusia tidak berlaku syirik. Abu Kasan Sapari berjalan hilir

35 Ibid., h. 28. 36 Ibid., h. 162-163.

Page 178: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

mudik di rumah. Ia pusing, secara resmi Lurah memintanya untuk

mendalang dalam selamatan desa. Ia ingat, Eyangnya saja telah

menebang pohon-pohon keramat tanpa upacara. Sekian ratus tahun

kemudian cucunya akan mendalang untuk selamatan karena pohon

tumbang. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan berikut ini:

“Ini benar-benar kemunduran,” pikirnya. Kepada Lurah

dikatanya bahwa dia minta waktu, soalnya rapat LKMD

menolak selamatan. Akan dicobanya minta pendapat

Lastri.37

d. Nilai pendidikan sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti

kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Kutipan

novel MPU berikut ini merupakan penggalan nilai pendidikan sosial.

Dalam novel MPU, Abu sering ikut ronda atau siskamling. Hal

tersebut dapat terlihat dari kutipan berikut ini:

Di gardu Abu terkenal sebagai tukang dongeng, ahli

filsafat kecil-kecilan, dan cagak lek (membuat terbangun)

hidup.38

4. Konflik sosial dalam novel Mantra Penjinak Ular karya Kuntowijoyo

Dalam novel ini, wujud konflik sosial yang terjadi disebabkan beberapa

permasalahan, antara lain: keyakinan, ketidakberpihakan, penindasan, dan

ketimpangan sosial. Wujud konflik sosial ini akan dibagi berdasarkan

penyebab konflik sosial di antaranya: perbedaan antar-individu, benturan

antar-kepentingan baik secara ekonomi ataupun politik, dan perubahan

sosial dan budaya.

a. Konflik Pemikiran: Keyakinan (Perbedaan Antar-Individu)

Dalam novel MPU, konflik ini terjadi antara tokoh Abu Kasan

Sapari sebagai tokoh utama dengan Lastri sebagai tokoh pendukung dan

kerumunan warga desa. Penyebab konflik ini dipicu oleh permasalahan

mengenai keyakinan. Dalam novel ini, Abu memercayai mantra penjinak

ular dengan berbagai pantangan atas ilmunya sehingga ia memiliki

37 Ibid., h. 218. 38 Ibid., h. 127.

Page 179: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

kelebihan menjinakkan ular. Dapat dikatakan bahwa Abu meyakini bahwa

mantra yang berhubungan dengan mitos, mistik, dan klenik sebagai

sesuatu yang benar, dimana agama sering bercampur dengan tradisi

budaya turun-temurun, seperti yang telah dibahas pada analisis latar

tempat dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:

“Ya, ini semua dari Al-Qur’an [....] Ada laku yang harus

dijalankan, pantangan yang tak boleh dilanggar. Laku-nya

adalah kau harus ngebleng tidak makan-minum selama tiga

hari. Wewaler-nya mudah, tapi sulit dijalankan. Kau tidak boleh

melangkahi ular.”39

[...] Dalam pikirannya ialah orang tua yang tiba-tiba muncul dan

tiba-tiba menghilang itu. Ia tidak tahu siapa namanya, dari mana

asalnya. Jadi, orang terpilih itu memang sudah dalam jangkauan

tangan, membuatnya gembira. [...] Ia bertekad untuk

melaksanakan semua petunjuk orang tua itu.40

Orang menunjukkan kakinya yang digigit ular. Abu

mengucapkan bismillah dan membaca mantra. Di sedotnya luka

itu dengan kuat. Diulanginya sampai tiga kali. Pelan-pelan laki-

laki itu membuka matanya, warna biru menghilang dari

kulitnya. Abu sendiri keheranan, ternyata ia bisa

menyembuhkan orang yang digigit ular.41

Motif Abu Kasan Sapari memelihara ular karena memiliki

keyakinan terhadap mitos yang bersifat syirik berupa kepercayaan

terhadap binatang. Pada dasarnya, tujuan Abu memelihara ular sebagai

simbol alam dan lingkungan. Alam dan lingkungan yang menjadi basis

perasaan dan pemikiran Abu. Bagi Abu, ular itu seperti alam dan

lingkungan yang harus dijaga dan dilestarikan, bukan dibunuh. Cinta ular

berarti cinta lingkungan, begitu pandangan Abu. Lastri yang mengetahui

tujuan Abu tersebut tidak lagi mempermasalahkan ular tersebut, seperti

yang telah dibahas pada analisis latar tempat. Hal tersebut dapat terlihat

dari kutipan di bawah ini:

Abu mengerti dari nada bicaranya (‘terserah’-nya kok seperti

tidak rela) Lastri tidak senang dengan kenyataan bahwa ular

praktis dalam rumahnya juga. Itu menggelisahkannya. Akan

tetapi, Abu nekad. Laki-laki tidak boleh mundur hanya karena

rintangan.

39 Kuntowijoyo, op. cit., h. 20-21. 40 Ibid., h. 22. 41 Ibid., h. 56.

Page 180: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

“Yu, yang penting bukan ularnya, tapi apa yang di balik ular

itu,” katanya “Ular hanya lambang.”

Abu pernah bercerita soal cita-citanya, keinginannya, dan

angan-angannya. Jadi, kata Lastri:

“Saya sudah tahu lambang apa.”

“Tahu? Apa, coba!”

“Lingkungan.”42

Dalam hal ini, Abu yang merasa tersudutkan dan menganggap

kejadian itu hanyalah sebuah kesalahpahaman saja memilih untuk tidak

berhadapan langsung dan berkontak fisik dengan warga desa. Dalam novel

ini, Abu lebih memilih menghindari konflik daripada harus melakukan

perlawanan secara langsung. Pada akhirnya, permasalahan tersebut dapat

terselesaikan dengan jaminan Abu terhadap keselamatan warga desa

dengan cara tidak akan membiarkan ular peliharaannya itu terlepas, seperti

yang telah dibahas pada analisis latar tempat dapat terlihat dari kutipan di

bawah ini:

Kebanyakan kaum laki-laki yang hadir bersikap netral. Rapat

RT itu berakhir dengan jaminan Abu bahwa ia tak akan

membiarkan ularnya lepas.43

Jika menemui masalah demikian, seharusnya meminta bantuan

orang ketiga sebagai mediator untuk mencari jalan keluar. Melalui

musyawarah bersama, dapat ditemukan solusi untuk kedua belah pihak.

b. Konflik Gagasan dan Konflik Fisik: Ketidakberpihakan dan

Penindasan (Benturan Antar-Kepentingan)

Dalam novel ini, konflik terjadi antara Abu dengan Mesin Politik.

Konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan tujuan kepentingan.

Penyebab konflik ini dipicu oleh permasalahan mengenai

ketidakberpihakan profesi dalang dalam politik praktis dan penindasan.

Pertama, ketidakberpihakan profesi dalang dalam politik praktis. Sikap

politik Abu pun sebenarnya sudah jelas terlihat dengan tidak berpolitik

praktis dan memisahkan antara kesenian dari politik, seperti kutipan di

bawah ini:

42 Kuntowijoyo, op. cit., h. 136-137. 43 Ibid., h. 136.

Page 181: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

“....orang-orang tua terutama yang peduli politik yang

menganggapnya sebagai pelawan Mesin Politik.”44

Abu mengerti duduk soalnya. Ia menolak. Tentu saja itu di luar

harapan para tamunya. Sebab, orang lain berebut menjadi caleg

jadi. Karenanya penolakan itu aneh bagi mereka.

“Aneh! Lalu apa maumu? Kalau bukan pangkat, kalau bukan

jabatan?”

“Tidak semua garam sama kadar asinnya, Pak. Satu-satunya

keinginan saya ialah kalian tidak mengganggu kesenian.”45

Bahkan, Abu berani melakukan penolakan terhadap berbagai

tawaran dari Mesin Politik. Abu juga sangat berpegang teguh pada

pendirian bahwa kesenian adalah dunianya sehingga tidak boleh diganggu

oleh siapapun termasuk penguasa dan Abu pun tetap mempertahankan

bidang kesenian yang ditekuninya itu. Kutipan di atas telah dibahas pada

analisis bagian penokohan.

Hal tersebut dilakukan Abu bertujuan untuk menjadikan profesi

dalang yang ditekuninya itu dapat memberikan penyadaran dan

pencerahan serta pendidikan politik kepada warga desa melalui gerakan

moral yang disampaikan lewat media kesenian yaitu wayang kulit. Abu

tidak ingin warga desa menjadi objek dan korban dari kekuasaan tingkat

atas. Namun, tujuan Abu itu mendapatkan tentangan dari Mesin Politik.

Mesin Politik digambarkan oleh pengarang memiliki kedudukan sebagai

pihak elit penguasa yang berarti para pengambil kebijakan di tingkat pusat

atau aparatur negara (pemerintahan) yang memiliki otoritas tertinggi.

Dalam novel, hal ini berkaitan dengan bagian penokohan yang diusung

Kuntowijoyo ketika kedudukan Mesin Politik disalahgunakan untuk

melakukan paksaan dan penyingkiran sehingga timbul korban di kalangan

massa (rakyat). Seperti pada kutipan di bawah ini:

“Aku tahu biang keroknya,” kata fungsionaris kesenian DPD

Randu. Di kepalanya hanya ada satu orang, Abu Kasan Sapari.

Oleh karena itu pengurus memutuskan untuk membuat memo

supaya Abu diproses sesuai rencana.46

44 Ibid., h. 150. 45 Ibid., h. 162-163. 46 Ibid., h. 174.

Page 182: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Kedua, penindasan. Motif Mesin Politik yang sering kali

melakukan penindasan terhadap Abu hanya semata-mata karena alasan

politik dan loyalitas pada partai penguasa. Mesin Politik menggunakan

kesenian sebagai alat politik untuk berkampanye, seperti yang telah

dibahas pada analisis tema (lihat h. 45).

Dalam hal ini, pihak penguasa (Mesin Politik) menghalalkan segala

cara agar keinginannya dapat terpenuhi termasuk menuntut Abu agar tidak

menghalang-halangi usahanya dalam melakukan politik uang dan

pemaksaan. Peristiwa di atas, dapat dilihat dari perkembangan alur dari

mulai tahap pemunculan konflik sampai peningkatan konflik (lihat h. 75

dan 78), terjadi ketika Abu yang nekat memberikan dukungan kepada

cakades dan ditawarkan jabatan sebagai caleg oleh Mesin Politik.

Sifat Mesin Politik yang terkenal angkuh dan maunya menang

sendiri, secara perlahan telah menimbulkan terjadinya konflik sosial antara

Mesin Politik dengan Abu. Hal ini disebabkan karena aturan yang

dipaksakan Mesin Politik yang setiap saat membayang-bayangi Abu agar

memberikan dukungan penuh kepada calon yang dipilih Mesin Politik

dalam berbagai pemilihan di desa. Selain itu, perbedaan tujuan

kepentingan antara Abu dengan Mesin Politik telah menimbulkan

penindasan yang terus saja muncul ke permukaan terutama pada tokoh

Abu. Hal ini tidak lain karena adanya pihak-pihak tertentu yang berusaha

keras ingin menguasai daerah melalui berbagai pemilihan di desa.

Unsur-unsur penindasan pun selalu diperlihatkan Mesin Politik

kepada Abu. Pada akhirnya, permasalahan tersebut berakhir setelah Abu

ditangkap dan kemudian dibebaskan karena tidak terbukti bersalah. Seperti

pada kutipan di bawah ini:

Abu menggeleng. Tidak ada barang bukti, tidak ada kesaksian,

tidak ada laporan tertulis. [....] Kepala Polisi merundingkan soal

Abu Kasan Sapari dengan kepala bagian penyelidikan, “Sudah

kuduga. Kita dijadikan tukang pukulnya, centengnya. Kita

Page 183: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

diperalat. Kita tidak mau demikian, kita netral.” Mereka

bersepakat untuk mengeluarkannya dari tahanan.47

Dalam novel ini, Abu lebih banyak menghindari konflik fisik

ketimbang harus melakukan perlawanan secara langsung. Ia lebih memilih

untuk melakukan perlawanan tanpa kekerasan, tanpa demonstrasi turun ke

jalan, dan tanpa tindakan provokatif yaitu melalui kesenian wayang.

c. Konflik Pandangan dan Konflik Fisik: Ketimpangan Sosial dan

Keyakinan (Perubahan Sosial dan Budaya)

Dalam novel ini, konflik terjadi antara Kismo Kengser dengan

penguasa (Mesin Politik) dan Abu Kasan Sapari dengan Haji Syamsuddin.

Penyebab konflik ini dipicu oleh permasalahan mengenai ketimpangan

sosial dan keyakinan. Pertama, ketimpangan sosial. Konflik terjadi antara

Kismo Kengser dengan penguasa (Mesin Politik). Motif Kismo Kengser

yang mengkritik penguasa (Mesin Politik) melalui pidatonya, karena sudah

banyaknya permasalahan berupa monopoli ekonomi, keserakahan dan

ketidakadilan. Pembahasan bagian ini telah dilakukan pada analisis tema,

seperti pada kutipan di bawah ini:

Ayam itu mati kena virus, namanya monopoli. Di bawah

kekuasaan Soeharto, ekonomi kita memang dikuasai

konglomerat. Kita dijajah lagi, tidak oleh bangsa lain, tapi oleh

bangsa sendiri. [....] Ia mulai lagi dengan pidatonya: “Kismo

Kengser meramal bahwa pemerintah sekarang akan segera

ambruk, sebab ketakadilan sudah ada di mana-mana.

Persengkokolan penguasa, pengusaha, tentara, dan Randu untuk

memeras rakyat. Hutan kita dibabat habis, bukit dikapling,

digusur semena-mena.”48

Dalam novel ini, Kismo Kengser, Abu, dan warga desa

mempunyai tujuan kepentingan untuk memperoleh pengakuan status

sosial yaitu bebas dari tekanan-tekanan rezim Orde Baru dengan hidup

dalam kedamaian serta terlepas dari belenggu kesulitan ekonomi dan

politik. Dengan hadirnya Kismo Kengser yang mengkritik

pemerintah/penguasa/Mesin Politik telah menimbulkan konflik sosial di

47 Ibid, h. 175. 48 Kuntowijoyo, Mantra Penjinak Ular, (Jakarta: Kompas, 2000), h. 212-213.

Page 184: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

antara keduanya. Meskipun, konflik antar keduanya tidak berhadapan

secara langsung tetapi berpengaruh pada perilaku warga desa maupun

rakyat.

Kedua, keyakinan. Konflik terjadi antara Haji Syamsuddin

dengan Abu Kasan Sapari. Motif Haji Syamsuddin yang tidak

memercayai mitos seperti mantra dan kepercayaan terhadap binatang

karena mengarah kepada hal-hal syirik. Abu yang semula diceritakan

terikat dengan mantra dan berada dalam lingkungan masyarakat Islam

kejawen masih memercayai mantra yang berhubungan dengan mitos,

mistik, dan klenik. Kini, Abu tidak lagi mengalami keterikatan dengan

mantra dan mulai sadar terhadap realitas kehidupan yang harus

dijalaninya. Melalui dialog antara Abu dengan Haji Syamsuddin telah

membuat Abu tersadar bahwa mantra yang telah terikat padanya telah

membuat susah hidupnya dan orang lain sehingga masalah tersebut dapat

terselesaikan. Abu pun memutuskan untuk meninggalkan ular itu, seperti

yang telah dibahas pada alur bagian tahap penyelesaian.

Pada waktu itu terdengar azan subuh. Abu mendengar suara di

samping. Itu Lastri. Ia mengerjakan rencananya. Sembahyang

dan memasukkan ular ke dalam kotak kayu. Ternyata

mantranya bikin susah orang lain dan dirinya sendiri! Ia

bermaksud memutuskan mata rantai mantra itu, tidak

mengajarkan mantra pada siapa pun.49

Konflik yang mempunyai fungsi positif juga terjadi di dalam

novel dilihat dari pengaruh konflik sosial terhadap sikap masyarakat desa

yang semula tunduk menjadi berbalik melakukan perlawanan terhadap

penindasan, menuntut keadilan atas hak-hak rakyat atau warga desa

melalui demo untuk menyampaikan aspirasinya dan perlawanan terhadap

mitos, mistik, dan klenik yang sudah seharusnya beralih kepada

kehidupan modern sesuai dengan zamannya. Dengan demikian, konflik

ini dapat termasuk dalam fungsi positif karena telah menimbulkan

perubahan sikap masyarakat.

49 Kuntowijoyo, op. cit., h. 270.

Page 185: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Rubrik Penilaian Tes Tertulis dan Tugas Terstruktur

No. Aspek yang dinilai Rentang Nilai Keterangan

1. Ejaan yang sesuai dengan kaidah

bahasa Indonesia

0-30

2. Kesesuaian penulisan jawaban

dengan topik yang dipilih

0-30

3. Bobot isi 0-40

Jumlah 100

Rubrik Penilaian Sikap

No. Nama Religius Tanggungjawab Disiplin Proaktif Jujur

1.

2.

3.

4.

5.

Dst.

Keterangan:

1 = Kurang

2 = Cukup

3 = Baik

4 = Sangat baik

Penilaian Kelompok

Kelas :

Nama Kelompok :

Kelompok ke- :

Anggota kelompok :

Tanggal Penilaian :

Page 186: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

No. Aspek yang menjadi

Penilaian

Nilai

A B C D

1. Keaktifan tiap anggota

kelompok dalam menyusun

tugas.

2. Keaktifan tiap anggota

kelompok dalam

mempresentasikan hasil

diskusi kelompok.

3. Kerja sama antar anggota

kelompok.

4. Ketuntasan kelompok dalam

mengerjakan tugas.

5. Keberanian tiap anggota

kelompok dalam

menyampaikan pendapat.

6. Tingkat perhatian peserta

didik pada kelompok lain

yang sedang presentasi.

Petunjuk:

Lembar penilaian kelompok ini diisi oleh guru untuk menilai masing-masing

kelompok dalam menyelesaikan tugas. Berilah tanda ceklis (√) pada kolom nilai

sesuai dengan sikap yang ditunjukkan oleh masing-masing peserta didik dalam

kelompok dengan kriteria sebagai berikut:

Baik sekali (A) : skor 85-90

Baik (B) : skor 75-80

Cukup (C) : skor 65-70

Kurang (D) : skor 55-60

Mengetahui, Jakarta, 13 Februari 2017

Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran,

NIP. NIP.

Page 187: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

URAIAN MATERI

1. Menurut Tarigan (dalam Antilan) mengemukakan bahwa kata novel berasal

dari kata Latin, yaitu noveltus yang diturunkan dari kata novies yang berarti

baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis sastra lainnya

seperti puisi dan drama.50 Nurgiyantoro, mengemukakan bahwa novel dapat

mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih

banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai

permasalahan yang kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang

membangun novel itu. Unsur-unsur pembangun sebuah novel, seperti plot,

tema, penokohan, dan latar secara umum dapat dikatakan lebih rinci dan

kompleks.51 Novel bersifat realistis dan berkembang dari bentuk-bentuk

naratif nonfiksi: surat, jurnal, memoar atau biografi, kronik atau sejarah.

Dengan kata lain, novel berkembang dari dokumen-dokumen.52

2. Unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan sudut

pandang).

a. Menurut Wahyudi Siswanto, tema adalah ide yang mendasari suatu cerita.

Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya

rekaan yang diciptakannya. Tema berkaitan dengan hubungan antara

makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.53

Menurut Robert Stanton, tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek

kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi

cerita. Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan

berdampak.54

b. Menurut Pujiharto, istilah ‘tokoh’ biasa dipergunakan untuk menunjuk

pada pelaku cerita. Tokoh merujuk pada individu-individu yang muncul di

50 Antilan Purba, op. cit., h. 62. 51 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 13-14. 52 Rene Wellek dan Austin Warren, op. cit., h. 283. 53 Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 161. 54 Robert Stanton, op. cit., h. 41.

Page 188: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

dalam cerita.55 Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa

atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.56 Dilihat dari

fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan

tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang memiliki

perwujudan norma-norma dan nilai-nilai yang ideal. Tokoh protagonis

menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan

pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi

dengan tokoh protagonis secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat

fisik ataupun batin.57

c. Menurut Sugihastuti, alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan

dijalin dengan saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke

arah klimaks dan selesaian.58 Menurut Melani Budianta, peristiwa-

peristiwa yang menjalinnya ada yang penting untuk jalannya cerita dan

ada yang tidak penting, namun saling melengkapi untuk dijadikan kisah itu

menarik.59 Tasrif dalam (Nurgiyantoro) mengklasifikasikan tahapan plot

menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu antara lain:60

1. Tahap Situation: tahap penyituasian, yaitu pengarang mulai

melukiskan suatu keadaan, berisi pelukisan dan pengenalan situasi

latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pemberian

informasi awal, dan lainnya terutama berfungsi untuk melandastumpui

cerita.

2. Tahap Generation cicumstances: tahap pemunculan konflik. Masalah-

masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik

mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya

konflik dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau

dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

55 Pujiharto, op. cit., h. 43-44. 56 Melani Budianta, op. cit., h. 86. 57 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 261-262. 58 Sugihastuti, op. cit., h. 36. 59 Melani Budianta, op. cit., h. 87. 60 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 209-210.

Page 189: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

3. Rising action: tahap peningkatan konflik. Konflik yang telah

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan

dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang

menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-

konflik yang terjadi, internal, eksternal, atau keduanya, pertentangan-

pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan masalah dan tokoh

yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.

4. Climax: tahap klimaks. Konflik dan pertentangan yang terjadi, yang

dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik

intensitas puncak. Klimaks cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh

utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadi konflik

utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari

satu klimaks.

5. Tahap Denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai

klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri.

d. Menurut Burhan Nurgiantoro, latar atau setting atau yang disebut juga

dengan landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat hubungan waktu

sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan.61 Menurut Mursal Esten, latar sebagai tempat dan waktu

terjadinya peristiwa-peristiwa, sementara peristiwa-peristiwa terjadi oleh

adanya aksi tokoh dan konflik yang ada di dalam dan antar tokoh.62

Pujiharto menjabarkan secara detail, latar bisa mengacu pada 1) lokasi

geografis yang sesungguhnya, termasuk topografi, pemandangan, bahkan

detail interior ruang; 2) pekerjaan dan cara-cara hidup tokoh sehari-hari; 3)

waktu terjadinya tindakan atau peristiwa, termasuk periode historis,

musim, tahun, dan sebagainya; 4) lingkungan religius, moral, intelektual,

sosial, dan emosional tokoh-tokohnya.63 Unsur latar dalam Burhan

61 Ibid., h. 302. 62 Mursal Esten, op. cit., h. 113. 63 Pujiharto, op. cit., h. 48.

Page 190: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Nurgiantoro dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan

sosial.64

1. Latar tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan

mungkin berupa nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu

tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu

haruslah mencerminkan, atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat

dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

2. Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

3. Latar sosial-budaya

Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan social masyarakat disuatu tempat yang diceritakan

dalam karya fiksi.

e. Menurut Wahyudi Siswanto, sudut pandang dapat diartikan sebagai cara

pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.65

Ada banyak macam sudut pandang dalam karya sastra. Jenis sudut

pandang yang peneliti lakukan yaitu berdasarkan pemaparan Burhan

Nurgiyantoro. Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut

berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang, yaitu bentuk

persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona pertama, dan ditambah

persona kedua.66 Berikut ini adalah macam-macam sudut pandang:

a) Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”

Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang ini terletak

pada seorang narator yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-

tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata ganti orang. Dalam sudut

pandang persona ketiga “Dia” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

64 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 314-322. 65 Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 152. 66 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 347-359.

Page 191: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

“Dia” mahatahu (narator mengetahui segalanya dan serba tahu) dan “Dia”

terbatas atau hanya sebagai pengamat (narator mengetahui segalanya,

namun terbatas hanya pada seorang tokoh).

b) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang ini terletak

pada seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang

persona pertama “Aku” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “Aku”

(tokoh utama) dan “Aku” (tokoh tambahan).

c) Sudut Pandang Persona Kedua: “Kau”

Cara pengisahan yang mempergunakan “kau” yang biasanya

sebagai variasi cara memandang oleh tokoh aku dan dia. Penggunaan

teknik “kau” biasanya dipakai “mengoranglainkan” diri sendiri, melihat

diri sendiri sebagai orang lain. Keadaan ini dapat ditemukan pada cerita

fiksi yang disudutpandangi “aku” maupun “dia” sebagai variasi penuturan

atau penyebutan.

d) Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang ini lebih dari satu teknik. Pengarang

dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain. Semua itu

tergantung pada kemauan pengarang untuk menciptakan sebuah kreativitas

dalam karyanya. Pengertian sudut pandang dari berbagai pendapat pada

ahli sebelumnya menitikberatkan bahwa sudut pandang adalah cara atau

pandangan pengarang untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan

berbagai peristiwa yang membentuk cerita meliputi; pertama, sudut

pandang persona ketiga: “dia”, kedua, sudut pandang persona pertama:

“aku”, ketiga, sudut pandang campuran.

3. Unsur-unsur ekstrinsik nilai-nilai (budaya, moral, agama, sosial dll).dari

pembacaan penggalan novel.

a. Menurut Friska Rahayu dalam artikel e-journal yang berjudul

“Analisis Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Rakyat Hangtuah Ksatria

Melayu Diceritakan Kembali Oleh Nunik Utami” mengemukakan

bahwa nilai moral adalah suatu pengukur apa yang baik dan apa yang

Page 192: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

buruk dalam kehidupan masyarakat, juga dapat diartikan sebagai sikap

atau perilaku, tindakan, kelakuan seseorang pada saat mencoba

melakukan sesuatu hal dan memiliki nilai positif di mata manusia

lainnya.67

b. Menurut Nuning Juniarsih, nilai budaya adalah konsep abstrak

mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam

kehidupan manusia.68

c. Menurut Amir Syamsuddin, nilai-nilai agama berasal dari Tuhan.

Fungsi dari nilai-nilai agama ialah petunjuk cara hidup yang benar dan

sehat bagi manusia semenjak lahir sampai meninggal dunia.69

d. Nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia pada

sebuah masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang

dianggap buruk.70

4. Karya sastra sering kali dikaitkan dengan realitas sosial yang melibatkan

banyak konflik di dalamnya, tentu benar adanya mengingat keduanya tidak

bisa dipisahkan. Wellek dan Warren, menyatakan bahwa konflik adalah

sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan

yang seimbang, menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.71 Konflik akan

terjadi apabila tidak adanya lagi kesepakatan mengenai sebuah keinginan

yang tidak tercapai dan tidak adanya kesepakatan antara individu satu

dengan individu lainnya. Hal ini biasanya sering terjadi pada kehidupan

nyata masyarakat yang selalu menghindari maupun harus menghadapi hal

tersebut. Sebuah karya sastra yang menampilkan berbagai macam

peristiwa sangat erat kaitannya dengan konflik. Peristiwa akan mampu

menciptakan konflik dan konflik akan memicu adanya peristiwa lainnya.

67 Friska Rahayu, Jurnal berjudul “Analisis Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Rakyat

Hangtuah Kstaria Melayu Diceritakan Kembali Oleh Nunik Utami”, Artikel E-Journal, 2013. 68 Nuning Juniarsih, Jurnal berjudul “Perubahan Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Lokal Suku Sasak Di Kawasan Wisata Senggigi Pulau Lombok”, Agroteksos, Vol. 17, 2007. 69 Amir Syamsuddin, Jurnal berjudul “Pengembangan Nilai-Nilai Agama dan Moral pada

Anak Usia Dini., Jurnal Pendidikan Anak, 2012, h. 112. 70 Lintang Arzia Nurrachim, Nilai Sosial, http://www.repo.isi-

dps.ac.id/1168/1/Nilai_Sosial diunduh pada hari Minggu, 15-1-2017. 71 Rene Wellek dan Austin Warren, op. cit., h. 285.

Page 193: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

Nurgiyantoro, menyatakan bahwa peristiwa dan konflik biasanya berkaitan

erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan

konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa juga. Ada peristiwa tertentu

yang dapat menimbulkan konflik. Sebaliknya, karena terjadi konflik,

berbagai peristiwa lain pun dapat bermunculan, misalnya sebagai

akibatnya. Konflik demi konflik yang disusul oleh peristiwa demi

peristiwa akan menyebabkan konflik menjadi semakin meningkat.72

Menurut M. Atho secara umum konflik sosial pada hakikatnya

adalah suatu keadaan di mana sekelompok orang dengan identitas yang

jelas, terlibat pertentangan secara sadar dengan satu kelompok lain atau

lebih, karena mengejar tujuan-tujuan yang bertentangan, baik dalam nilai

maupun dalam klaim terhadap status, kekuasaan, atau sumber-sumber

daya yang terbatas dan dalam prosesnya ditandai oleh adanya upaya pihak-

pihak yang terlibat untuk saling menetralisasi, mencederai, atau bahkan

mengeliminasi posisi atau eksistensi lawan.73

Bentuk konflik sebagai bentuk peristiwa dapat pula dibedakan ke

dalam dua kategori: konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal

(external conflict) dan konflik internal (internal conflict). Konflik

eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu

yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam mungkin

lingkungan manusia atau tokoh lain. Dengan demikian, konflik eksternal

dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konflik fisik (physical

conflict) dan konflik sosial (social conflict). Konflik fisik adalah konflik

yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dan lingkungan alam.

Sebaliknya, konflik sosial adalah konflik yang disebabkan kontak sosial

antarmanusia. Antara lain berwujud masalah perburuhan, penindasan,

percekcokkan, peperangan, atau kasus-kasus hubungan sosial lainnya.

Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati dan pikiran, dalam

72 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 180. 73 M. Atho Mudzhar, “Pluralisme, Pandangan Ideologis, dan Konflik Sosial Bernuansa

Agama” dalam Moh. Soleh Isre (Editor), Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2003), h. 2.

Page 194: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

jiwa seorang tokoh cerita. Jadi, ia merupakan konflik yang dialami

manusia dengan dirinya sendiri. Konflik itu lebih merupakan

permasalahan intern seorang manusia. Misalnya, hal itu terjadi akibat

adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang

berbeda, harapan-harapan, atau masalah-masalah lainnya. Konflik batin

banyak disoroti dalam novel yang lebih banyak mengeksplorasi berbagai

masalah kejiwaan dengan menggunakan sudut pandang orang pertama.74

Para sosiolog berpendapat bahwa akar dari timbulnya konflik yaitu

adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan

atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial, dan kekuasaan (power)

yang jumlah ketersediaannya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak

merata di masyarakat. Mereka berpendapat bahwa beberapa hal yang lebih

mempertegas akar dari timbulnya konflik di antaranya:75

1. Perbedaan antar-individu; di antaranya perbedaan pendapat, tujuan,

keinginan, pendirian tentang objek yang dipertentangkan. Di dalam

realitas sosial tidak ada satu pun individu yang memiliki karakter yang

sama sehingga perbedaan karakter tersebutlah yang memengaruhi

timbulnya konflik sosial.

2. Benturan antar-kepentingan baik secara ekonomi ataupun politik.

Benturan kepentingan ekonomi dipicu oleh makin bebasnya berusaha,

sehingga banyak di antara kelompok pengusaha saling

memperebutkan wilayah pasar dan perluasan wilayah untuk

mengembangkan usahanya. Adapun benturan kepentingan politik lihat

lagi konflik kepentingan.

3. Perubahan sosial, yang terjadi secara mendadak biasanya

menimbulkan kerawanan konflik. Konflik dipicu oleh keadaan

perubahan yang terlalu mendadak biasanya diwarnai oleh gejala di

mana tatanan perilaku lama sudah tidak digunakan lagi sebagai

pedoman, sedangkan tatanan perilaku yang baru masih simpang siur

74 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 181-182. 75 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, op. cit., h. 361-362.

Page 195: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

sehingga banyak orang kehilangan arah dan pedoman perilaku.

Keadaan demikian ini, memicu banyak orang bertingkah “semau gue”

yang berakibat pada benturan antarkepentingan baik secara individual

maupun kelompok.

Page 196: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 197: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 198: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 199: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 200: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 201: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 202: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah
Page 203: MANTRA PENJINAK ULAR KARYA KUNTOWIJOYO DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34529/1/INDAH... · pergusuran-pergusuran.5 Selama 32 tahun Indonesia berada di bawah

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Indah Komalasari lahir di Blitar, 26 Juni 1993. Anak kedua dari Alm. H. M.

Koharuddin, SH. M.Si. dengan Dra. Hj. Iceu Aisah, M. Pd. ini tinggal bersama

orang tua di Jalan Semanan Raya Kp. Lamporan Rt. 08 Rw. 08 No. 173 Kel.

Semanan Kec. Kalideres Jakarta Barat. Memulai pendidikan dasar pada tahun

1999-2005 di SDN 08 Pagi Semanan Jakarta Barat, lalu melanjutkan pendidikan

tingkat SMP pada tahun 2005-2008 di MTSN 8 Jakarta Barat, kemudian

melanjutkan pendidikan tingkat SMA pada tahun 2008-2011 di MAN 12 Jakarta

Barat, dan melanjutkan pendidikan tingkat perguruan tinggi negeri pada tahun

2011-sekarang di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan

mengambil Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari kecil penulis

memiliki cita-cita menjadi guru dan dipercaya untuk meneruskan cita-cita serta

perjuangan sang ibu yang juga seorang guru bahasa Indonesia. Hal itu pula yang

membuat penulis memilih Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.