bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam Bab II tentang kajian pustaka ini akan
membahas mengenai: 2.1 Manajemen, 2.2 Managemen
Sekolah, 2.3 Kepala Sekolah, 2.4 Kepemimpinan, 2.5
Gaya Kepemimpinan, 2.6 Urutan Kelahiran (Birth
Order), 2.7 Kaitan antara Gaya Kepemimpinan dan BO,
2.8 Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan.
2.1. Manajemen
Manajemen merupakan sebuah kegiatan,
pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang
melakukannya disebut manager. Individu yang menjadi
manager menangani tugas baru yang seluruhnya
bersifat manajerial seperti dinyatakan dalam Terry
(2009). Yang penting digarisbawahi dalam aktivitas ini
adalah menghentikan kecenderungan untuk
melaksanakan segala sesuatunya sendiri saja. Tugas –
tugas operasional dilaksanakan melalui upaya-upaya
kelompok anggotanya. Manajemen dilaksanakan jelas
dan terarah sesuai fungsi dan tugasnya masing-
masing. Dan untuk itu dibutuhkan perencanaan,
sebagaimana dikutip dalam Purwanto (2006). Dengan
perencanaan, kegiatan dapat berjalan dengan baik
disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna
memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga
kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
8
Dinyatakan dalam Sagala (2007), Uno (2008)
bahwa manajemen atau administrasi merupakan suatu
rangkaian kegiatan bersama sekelompok manusia
secara sistematis untuk menjalankan roda suatu usaha
atau misi organisasi agar dapat terlaksana
sebagaimana direncanakan, diorganisasikan,
digerakkan, dikendalikan, dan diawasi sehingga
tercapailah tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen
adalah kegiatan sistematis yang direncanakan, disertai
berbagai langkah antisipatif untuk dapat
melaksanakan tugas –tugas operasional kelompok
anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu.
2.2. Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah merupakan proses, dalam
arti serangkaian kegiatan yang diupayakan Kepala
Sekolah bagi kepentingan sekolahnya seperti
dinyatakan Gorton dalam Sagala (2007). Rangkaian
kegiatan yang diupayakan oleh Kepala Sekolah
bersama orang lain dan atau melalui orang lain,
misalnya guru, dan mendayagunakan semua fasilitas
yang ada. Dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
manajemen sekolah merupakan segala proses
pendayagunaan semua komponen, baik komponen
manusia maupun komponen bukan manusia yang
dimiliki sekolah dalam rangka mencapai tujuan secara
efisien.
9
2.3. Kepala Sekolah
Wahjosumidjo (2003) mengatakan bahwa Kepala
Sekolah bertanggung jawab atas segala tindakan yang
dilakukan bawahannya. Hal senada dikatakan Mulyasa
(2004) yang menyebutkan bahwa Kepala Sekolah
memiliki peran kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan menyerasikan sumber daya
pendidikan yang berada di sekolah.
Kepala Sekolah tidak saja dituntut menguasai
bidangnya, namun juga memiliki karakter unggulan
yang dapat diteladani bawahannya. Karakter yang
unggul merupakan perwujudan dari adanya
keharmonisan antara pikiran, kata, dan perbuatan.
Dapat dikatakan bahwa Kepala Sekolah dapat
dipercaya bawahannya apabila kemampuannya
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan
harmonis antara pikiran, kata, dan perbuatan. Untuk
itu dalam upaya membangun komunikasi dengan
bawahan, Kepala Sekolah dapat mencari pola terbaik
supaya apa yang diinginkan untuk kemajuan sekolah
dapat dipahami oleh bawahannya.
2.4. Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu
terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan
rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat
bagi kesejahteraan manusia. Kepemimpinan
didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi orang-orang agar bersedia mengikuti
bimbingannya atau ajakannya dalam mengambil
10
keputusan tertentu (Larson, 2009). Lebih lanjut Larson
2009 juga menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
produk interaksi diantara individu-individu dalam
kelompok dan bukan status atau posisi dari individu.
Oleh Mulyasa, 2004 Kepemimpinan juga dapat
diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi
kelompok ke arah pencapaian tujuan organisasi. Dalam
Harsiwi, 2003 dilukiskan kepemimpinan sebagai suatu
proses membujuk (inducing) orang-orang lain menuju
sasaran bersama. Dari definisi tersebut, maka ide
pokoknya adalah:
1) Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan atau
proses;
2) Kepemimpinan mengandung konsep pengaruh,
yang berarti pengikut akan taat, mengikuti apa
yang dikehendaki pemimpinnya;
3) Pengaruhnya dapat berupa perintah, arahan,
persuasi, atau stimulasi;
4) Terdapat dua pelaku, yaitu pemimpin dan
pengikut;
5) Memiliki tujuan tertentu.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan
mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok,
kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau
kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya,
untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
11
2.5. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang digunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti dinyatakan dalam Suranta, 2002, Tohardi,
A.,2002, dan Dale, 2002.
Dengan demikian dapat dirangkum bahwa gaya
kepemimpinan Kepala Sekolah adalah cara yang
disenangi dan digunakan Kepala Sekolah dalam
mempengaruhi orang lain, khususnya bawahannya.
Dengan demikian ada yang melakukan aksi
mempengaruhi yaitu Kepala Sekolah selaku pimpinan,
dan ada yang dipengaruhi yaitu bawahan. Tiap individu
akan memiliki gaya kepemimpinan yang khas dirinya.
Masing-masing Kepala Sekolah kemudian akan
memiliki caranya sendiri untuk mempengaruhi orang
lain demi tercapainya tujuan organisasi. Dalam cara ala
dirinya sendiri tersebut, kemudian seorang Kepala
Sekolah akan membentuk persepsi tentang dirinya
kepada bawahannya, bagaimanakah caranya
memimpin.
2.6. Urutan Kelahiran (Birth Order)
Birth Order adalah persepsi psikologis
(psychological birth order) yang terbentuk dari
pengalaman seseorang ketika ia berusia dua hingga
lima tahun, bukan didasarkan semata-mata oleh nomor
urutan kelahiran menurut diagram keluarga (Hadibroto
dkk., 2002). Persepsi anak tentang posisinya di dalam
12
keluarga sebagai anak sulung (anak tunggal termasuk
di dalamnya), anak tengah, anak sulung, dan anak
bungsu lebih menentukan cara adaptasinya di dalam
maupun di luar rumah daripada urutan ke berapa dia
dilahirkan.
2.7. Kaitan antara Gaya Kepemimpinan dan BO
Dalam suatu keluarga, tidak ada satupun anak
yang memiliki sifat sama. Tiap individu akan memiliki
kekhasan dirinya. Bahkan hal ini berlaku bagi anak
kembar sekalipun (Hadibroto, dkk , 2002). Sifat
tersebut terbentuk dari pengalaman-pengalaman
psikologis mereka, menurut penafsiran sekaligus
adaptasinya. Bagaimana ia mengejawantahkan
posisinya dalam keluarga dan bagaimana ia
membiasakan dirinya berperilaku dalam peran
tersebut.
Birth Order menjelaskan bahwa posisi dalam garis
keluarga ditafsirkan oleh seorang anak dan penilaian
diri itulah yang menjadi tolok ukurnya (Hadibroto, dkk
, 2002). Dampaknya kemudian terasa dalam
hubungannya dengan orang lain, lingkungan
pergaulannya, karirnya, atau dalam bersosialisasi di
masyarakat. Sebagai contoh, ada tipe yang mengalah,
memenangkan kepentingannya sendiri, atau
berkompromi.
Dalam hubungannya dengan orang lain, aspek
seperti gaya kepemimpinan seperti dikatakan oleh Adler
(1924/1920), kemudian dikutip dalam Eckstein (2000)
dapat dipengaruhi oleh Birth Order. Dalam
13
penelitiannya dia menemukan bahwa dari sejumlah
sample yang dikategorikan dalam anak sulung
(termasuk di dalamnya anak tunggal), anak tengah
(memiliki kakak dan adik), dan anak bungsu (hanya
punya 1 kakak), anak sulung perempuan lah yang
paling banyak dipilih untuk menduduki posisi leader.
Ini membuktikan pendapat dari Adler (1924/1920)
bahwa anak sulung (termasuk di dalamnya anak
tunggal) berorientasi pada tujuan dan biasanya ‘rentan’
dipilih untuk menduduki posisi pimpinan.
Lewin, K., Lippitt, R., & White, R. K. (1939)
membagi Gaya Kepemimpinan menjadi tiga yaitu Gaya
Kepemimpinan Otoriter, Demokratis, dan Laissez-faire,
dengan aspek-aspek sebagai berikut,
2.8. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan
TOPIK URAIAN
Aspek-aspek Gaya
Kepemimpinan
Otoriter
a. Pemimpin menahan semua
kewenangan dan tanggung
jawab
b. Pemimpin menugaskan
seseorang melaksanakan
tugas tertentu
c. Komunikasi lebih banyak dari
atas ke bawah
d. Memberikan tekanan untuk
menghasilkan kinerja yang
teratur dan bisa diramalkan
e. Memandulkan inisiatif pribadi
14
Aspek-aspek Gaya
Kepemimpinan
Demokratik
Aspek-aspek Gaya
Kepemimpinan
Laissez-faire
a. Pemimpin mendelegasikan
sebagian besar wewenang dan
tetap mempertahankan
tanggung jawab utama
b. Pekerjaan dibagi berdasarkan
partisipasi seseorang dalam
pengambilan keputusan
c. Komunikasi berjalan 2 arah
secara aktif
d. Memberikan komitmen
personal melalui partisipasi
(lewat pikiran, materi)
e. Proses demokrasi
menghabiskan waktu
a. Pemimpin menyerahkan
tanggung jawab dan
wewenang kepada kelompok
b. Para anggota kelompok
diminta untuk mengerjakan
sesuai dengan kehendak dan
kemampuan
c. Komunikasi lebih banyak
mengalir secara horizontal
diantara para rekan sekerja
d. Memungkinkan timbulnya
inisiatif untuk melakukan
sesuatu pekerjaan yang
15
dianggap sesuai tanpa harus
ada campur tangan atasan
e. Kelompok dapat terombang
ambing karena arahan
pimpinan tidak jelas
Dari hasil percobaan wawancara pada subyek
bukan narasumber dalam penelitian ini, didapatkan
keterangan tambahan tentang indikator gaya
kepemimpinan yaitu bagaimana menghadapi masalah
atau tuntutan dan pemanfaatan teknologi. Untuk aspek
bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan,
narasumber akan ditanya bagaimana cara mereka
mencari solusi pada suatu masalah. Dengan contoh
yang diberikan, baik yang berhasil maupun tidak, akan
terlihat bagaimana upaya problem solving yang
dilakukan. Apakah pemimpin otoriter akan cenderung
langsung mengambil keputusan sendiri, apakah
pemimpin demokratis akan mensharingkan pokok
permasalahan kemudian menggalang masukan dan
mengambil keputusan dengan diketahui bersama, atau
apakah pemimpin Laissez-faire menyerahkan
keputusan pada kelompok.Untuk aspek pemanfaatan
teknologi akan mengupas bagaimana teknologi
digunakan sebagai media penyampaian informasi dan
pemberian feedback terhadap atasan. Apakah
pemimpin otoriter akan menggunakan sistem grup
tertentu seperti bbm grup atau facebook grup ataupun
media sosial lain untuk mengendalikan informasi
tertentu, apakah pemimpin demokratis menggalang
16
masukan melalui media sosial tersebut, apakah
pemimpin Laissez-faire tidak ikut campur dalam lalu
lintas informasi yang terdapat di media sosial tertentu.
2.9. Pengukuran Gaya kepemimpinan dengan Birth
Order
Dattner (2000) mengemukakan bahwa Anak
Sulung akan cenderung memenuhi harapan orang
tuanya dibanding adik-nya sehingga bila menjadi
pemimpin akan condong ke ekstrovert dan percaya diri,
dominan dan kurang flexibel, konservatif, disiplin, task-
oriented, takut kehilangan posisi, defensif terhadap
kesalahan. Pada penelitian Andeweg, Rudy B. dan Steef
B. Van Den Berg (2003) di Belanda juga ditemukan
fenomena bahwa Anak Sulung lebih sering dipilih
sebagai pemimpin daripada anak tengah atau Anak
Bungsu. Ada asumsi yang sejalan dengan Van
IJzendoorn, M. H. (2000) bahwa hal itu merupakan
konsekuensi dari kemampuan verbal Anak Sulung
sebagai bentukan dari curahan perhatian dan harapan
berlimpah orang tuanya. Kemampuan verbal umumnya
dapat meyakinkan orang lain bahwa dirinya layak
dipilih untuk menduduki suatu posisi.
Untuk Anak Tengah, yang dalam
perkembangannya tidak mendapatkan perhatian
sebanyak anak sulung atau bungsu oleh orang tuanya,
apabila menjadi pemimpin cenderung diplomatis, baik
dalam bernegosiasi dan mendamaikan berbagai pihak,
dan relatif lebih dekat dengan teman-teman daripada
dengan keluarga seperti disampaikan Dattner (2000).
17
Senada dengan itu Hadibroto,dkk (2002) juga
mengungkapkan bahwa Anak Tengah kurang senang
menghadapi konfrontasi. Mereka adalah orang-orang
yang mampu melihat masalah dari dua sisi, sehingga
sering berhasil menjadi penengah dalam konflik.
Penelitian oleh Herrera, dkk (2003) menemukan bahwa
dibandingkan Anak Sulung dan Bungsu, Anak Tengah
adalah yg paling pendiam dan pencemburu. Sample
yang digunakan sebanyak 196 orang dari United States
dan Polandia.
Untuk Anak Bungsu, Hadibroto, dkk. (2002)
mengungkapkan bahwa karena dibayangi keberhasilan
kakak-kakaknya, dia berkembang dengan sikap,”Aku
akan tunjukkan kepada mereka, siapa diriku
sebenarnya”. Itulah sebabnya Anak Bungsu sering
muncul dengan kejutan2 baru, ide-ide baru. Healey,
M.D., & Ellis, B.J. (2007) malah menggunakan kata
‘terbuka untuk pengalaman baru’ bagi Anak Bungsu.
Namun demikian, Hudson (1990) dan Hudson (1992)
menambahkan bahwa ekspektasi dalam hal
memimpin/leadership bagi Anak Bungsu sangatlah
minim. Oleh karenanya, jiwa untuk ‘menunjukkan
dirinya’ berpotensi untuk muncul.
Dengan kekhasan masing-masing, Anak Sulung,
Anak Tengah, dan Anak Bungsu diasumsikan memiliki
gaya kepemimpinan berbeda atau gaya kepemimpinan
sama dengan derajat yang berbeda. Oleh karenanya,
indikator-indikator dalam penentuan gaya
kepemimpinan otoriter, demokratis, dan Laissez-faire
18
seperti kewenangan dan tanggung jawab, penugasan
terhadap bawahan, pola komunikasi, tekanan bagi
bawahan, inisiatif dari bawahan, bagaimana
menghadapi masalah atau tuntutan, serta pemanfaatan
teknologi akan ditanyakan beserta contohnya baik yang
berhasil maupun yang kurang maksimal.
Oleh karena terdapat research gap, penulis merasa
tertarik untuk meneliti topik ini, apakah ada
keterkaitan antara gaya kepemimpinan seseorang
dengan persepsi terhadap kedudukannya di dalam
keluarga atau yang kita kenal dengan sebutan Birth
Order.
2.10. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa peneliti seperti Andeweg dan Van den
Berg (2003) berusaha mencari kaitan antara Birth
Order dengan gaya kepemimpinan dalam beberapa
topik berbeda. Andeweg dan Van Den Berg (2003) di
ranah politik membuktikan bahwa pemimpin dalam
bidang politik yang cenderung dipilih massa memiliki
status Anak Sulung. Eckstein (2003) mencari
hubungan antara Birth Order dengan gaya
kepemimpinan pada wanita. Pada akhir penelitian
diungkap bahwa wanita yang cenderung dipilih
mahasiswa untuk menduduki posisi pemimpin seperti
Ketua Organisasi Mahasiswa berstatus Anak Sulung.
Kedua penelitian ini membuktikan bahwa Birth Order
berkaitan dengan gaya kepemimpinan.
Namun Jefferson dkk,. 1998 justru menemukan
sebaliknya. Birth Order mungkin memiliki andil pada
19
personality, namun tidak menunjukkan keterkaitan
pada aspek-aspek gaya kepemimpinan.
Melalui beberapa hasil penelitian tersebut, dapat
memberikan gambaran tentang Kepemimpinan
dikaitkan dengan Birth Order. Oleh karenanya, dalam
penelitian ini penulis berupaya untuk mendapatkan
deskripsi yang belum ditemukan pada penelitian
terdahulu yaitu apakah aspek-aspek gaya
kepemimpinan yaitu kewenangan dan tanggung jawab,
penugasan terhadap bawahan, pola komunikasi,
tekanan bagi bawahan, inisiatif dari bawahan,
bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan, dan
pemanfaatan teknologi bersangkut paut dengan Birth
Order. Aspek bagaimana menghadapi masalah atau
tuntutan dan pemanfaatan teknologi didapatkan dari
hasil uji coba wawancara kepada Kepala Sekolah yang
bukan responden.
2.11. Kerangka Pikir Penelitian
Birth Order yang digunakan dalam penelitian
adalah persepsi psikologis Anak Sulung, Anak Tengah,
dan Anak Bungsu. Sedangkan indikator Gaya
Kepemimpinan Otoriter, Demokratis, dan Laissez Faire
yang dipakai adalah kewenangan dan tanggung jawab,
penugasan terhadap bawahan, pola komunikasi,
tekanan bagi bawahan, inisiatif dari bawahan,
bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan, dan
pemanfaatan teknologi. Setelah ditemukan data dari
hasil wawancara, ditentukan gaya kepemimpinan,
20
kemudian dihubungkan dengan ciri-ciri yang
ditampilkan Birth Order. Analisa ditampilkan dari
hubungan keduanya, kemudian ditarik kesimpulan.
Gambar 2.1
Kerangka berpikir penelitian
BAB III
Birth Order
4. Anak Sulung 5. Anak
Tengah 6. Anak
Bungsu
Hasil analisa
Kesimpulan
Gaya Kepemimpinan
1. Otoriter 2. Demokrasi 3. Laissez-faire