bab iv hasil dan pembahasan...
TRANSCRIPT
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Dari hasil Interview ketiga Kepala Sekolah
berstatus anak Sulung, anak Tengah, dan anak
Bungsu, maka didapatkan matriks sebagai berikut:
Tabel 4.1
Birth
Order
Indikator
Anak Sulung Anak
Tengah Anak Bungsu
Kewenangan
dan tanggung jawab
Mendelegasikan
wewenang, tetap mempertahan kan tanggung jawab utama
Menyerahkan
tanggung jawab dan wewenang pada bawahan
Mendelegasikan
wewenang, tetap mempertahan kan tanggung jawab utama
Penugasan terhadap bawahan
Dibagi berdasarkan partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan
Dibagi berdasarkan partisipasi bawahan
dalam pengambilan keputusan
Dibagi berdasarkan partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan
Pola Komunikasi
Dominan bottom up
Dominan bottom up
Dominan bottom up
Tekanan bagi
bawahan
Diberikan, tujuan
untuk mengingatkan
Diberikan
reward dan punishment
sesuai regulasi pemerintah
Diberikan, supaya
progress fisik jelas
Inisiatif dari bawahan
Perlu Perlu Perlu
30
Lanjutan Tabel 4.1
Birth
Order
Indikator
Anak Sulung Anak
Tengah Anak Bungsu
Bagaimana menghadapi
masalah atau tuntutan
Yang baik
dipacu, yang
kurang dikelola
Mengajak bawahan berdiskusi
Mengatasi
masalah
tanpa masalah
Mengajak bawahan berdiskusi
Mengedepankan
kesejahteraaan
batin daripada materi
Mensharekan permasalahan kemudian
mengambil keputusan
Pemanfaatan Teknologi
Web baru
dirintis tahun lalu
Internet kurang lancar
Komunikasi
guru-guru dominan SMS, beberapa WA
LCD di kelas-
kelas sudah terpasang
CCTV
Kabel biasa diganti kabel Fiber Optik, bandwidth dinaikkan
Penambahan
7 unit komputer
Website ada
Komunikasi
guru-guru dominan SMS
Internet lancar
Ada facebook grup, namun tidak join
Guru-guru
banyak yang memiliki email, WA
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab
Pada anak Sulung, untuk indikator kewenangan
dan tanggung jawab didapati bahwa responden
mendelegasikan sebagian besar wewenang, dan tetap
mempertahankan tanggung jawab utama. Hal ini
terlihat dari kutipan wawancara sebagai berikut:
31
Untuk kewenangan ini, ada 3 pilihan ya? Ini saya cenderung yang b, mendelegasikan sebagian besar
wewenang dan tetap mempertahankan tanggung
jawabnya yang utama. Jadi, contoh, untuk Kurikulum
ini saya beri kewenangan untuk merencanakan kegiatan-
kegiatan selama satu tahun, kemudian diperpendek menjadi satu semester. Demikian juga untuk urusan-
urusan yang lain, jadi seperti e kesiswaan, humas,
maupun sarana prasarana, ya. Di awal tahun kita
biasanya mengadakan IHT dan setiap urusan
memaparkan rencana. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Responden juga terbuka untuk memaparkan
bahwa disamping keberhasilan yang dapat dirasakan
dalam bidang kurikulum, contoh yang kurang berhasil
pun ditemui.
Hanya yang kurang berhasil dalam hal ini mungkin kurikulum ini setelah perjalanan itu kurang memantau
kepada Bapak Ibu Guru sehingga apa itu perangkat-
perangkat yang telah disiapkan kurikulum jadi seperti
daftar hadir siswa, kemudian kemajuan kelas yang harus
diisi guru ketika mengajar, itu kadang2 kosong, nah ini, dalam hal ini Kepala Sekolah juga harus turun tangan,
nah semacam itu. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Contoh konkret yang diberikan oleh salah satu
Waka juga mengungkap tentang pembuatan perangkat
pembelajaran ini. Meskipun telah disepakati bersama
tentang pemberian tugas tersebut, namun bila Kepala
Sekolah tidak mempertahankan tanggung jawab utama
untuk mengkontrol, tentu saja akan banyak Guru yang
tidak tepat waktu untuk memenuhi tugasnya. Hal ini
terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,
Di sini misalnya kalau jadi guru, pembuatan perangkat
untuk pembelajaran, untuk perangkat pembelajaran biasanya sudah ditugaskan, perangkat ke kurikulum
32
kemudian ke Kepala Sekolah, itu sudah diberikan batas pengumpulan, Cuma itu pasti ada yang tertunda, apalagi
kalau tidak kita kontrol setiap, sebelum hari H-nya
sudah kita tanyakan dulu, kalau tidak kita kontrol pasti
akan molor itu. Itu apa ini , kebiasaan yang masih ada di
lingkungan kita ini. (Wawancara tanggal 2 Agustus 2015)
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pendelegasian
tugas-tugas sekolah, meskipun telah ditunjuk orang-
orang tertentu di bidangnya masing-masing, responden
menyadari bahwa tanggung jawab utama tetaplah ada
pada Kepala Sekolah sendiri.
Hasil wawancara dengan Anak Tengah untuk
aspek kewenangan dan tanggung jawab menunjukkan
bahwa responden menyerahkan tanggung jawab dan
wewenang pada bawahan. Hal ini terlihat dari transkrip
wawancara sebagai berikut
Penyerahan tugas kepada seluruh warga SMP 9. Iya,
menurut pengamatan, profesionalitas masing-masing
personil. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Pada rapat di awal tahun ajaran, responden akan
membagi tugas sesuai kapabilitas bawahannya supaya
ketika tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing
personil diharapkan dapat menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik.
Namun, tetap ada hal-hal yang menurut
responden kurang maksimal seperti contoh berikut,
Namun demikian, di samping keberhasilan-keberhasilan
juga ada yang belum dalam arti belum bisa melakukan tugas mereka sesuai dengan job descriptionnya, ambil
contoh misalkan di ketatausahaan juga ada sebagian
yang baru melaksanakan tugasnya sebagian, demikian
33
profesionalitas dari Tata Usaha perlu kita tingkatkan. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Dan juga contoh berikut, mengenai penataan
lingkungan yang kurang maksimal,
Lingkungan itu ada yang belum bisa melaksanakan sebaik2nya, sebagai contoh untuk tingkat kebersihan
yang belum tercapai, terus kemudian penataan
lingkungan untuk menciptakan sekolah rindang, bersih,
hijau, produktif, belum tercapai. Nah, dari situ tentunya
kami membuat sebuah reward dan punishment juga,
yang belum kami memberikan teguran2 secara lisan yang bersifat memotivasi mereka agar dalam program
tahun berikutnya dapat tercapai. (Wawancara tanggal 31
Juli 2015)
Responden memandang perlunya diadakan IHT (In
House Training) yang akan diadakan bulan Agustus
2015 sebagai langkah peningkatan profesionalitas bagi
stafnya tersebut.
Untuk aspek kewenangan dan tanggung jawab,
Anak Bungsu mendelegasikan sebagian besar
wewenang, namun tetap mempertahankan tanggung
jawab utama. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara
sebagai berikut,
Masalah kewenangan dan tanggung jawab, saya
mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tanggung
jawab utama, contoh pekerjaan2 yang bisa saya delegasikan, saya delegasikan pada para wakil namun
demikian masalah justifikasi atau pengambilan
keputusan adalah tetap saya sebagai Kepala Sekolah.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Dengan demikian, pekerjaan-pekerjaan
didelegasikan responden, misal sekaitan dengan
34
urusan kesiswaan, akan responden delegasikan pada
Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, sekaitan
dengan kurikulum seperti adanya beasiswa S2 yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Salatiga,
responden mendelegasikan pada Wakil Kepala Sekolah
bidang Kurikulum supaya dapat mensosialisasikan
pada para Guru supaya bagi yang memenuhi
persyaratan dapat mengikuti.
Mengenai kewenangan dan tanggung jawab ini,
responden masih belum merasa puas, sebagai contoh
capaian prestasi anak-anak didik yang menurutnya
belum maksimal, seperti terungkap berikut,
Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih
ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27
Juli 2015)
Responden masih menginginkan adanya
peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya
hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan
strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat
maksimal hasilnya.
4.1.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan
Untuk penugasan terhadap bawahan, responden
Anak Sulung membagi berdasarkan partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan, seperti
kutipan di bawah ini
Jadi dalam pembagian tugas, pertama dari saya dulu, ya dari Kepala Sekolah, ini saya menentukan personil-
personil sesuai dengan kemampuan mereka dan
35
tanggung jawab mereka ya, contoh, 4 Waka, saya pilih dulu orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya,
setelah itu, di bawah Waka ada koordinator. Ini juga
saya pilih orang yang bisa bekerja sama dengan Waka.
Waka saya mintai pendapat dulu kira 2 cocok dengan
siapa gitu, kemudian baru anggota-anggota yang lain. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Meskipun demikian, responden juga menemui
kendala sebagai berikut
Jadi suatu ketika, ada koordinator yang tidak bisa
melaksanakan tugasnya sesuai dengan rencana.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Kendati responden telah membagi tugas
berdasarkan penilaiannya akan orang-orang yang
dianggap mampu, ditemukan bahwa pilihan yang telah
dibuat berdasarkan kemampuan mereka juga ada yang
ditemukan tidak sesuai dengan harapan.
Untuk aspek penugasan terhadap bawahan, Anak
Tengah membaginya berdasarkan partisipasi bawahan
dalam pengambilan keputusan. Hal ini terlihat dari
transkrip wawancara sebagai berikut,
Untuk penugasan terhadap bawahan, kami mengambil
beberapa cara, yang pertama masukan dari teman-
teman, yang kedua dari evaluasi kinerja yang ketiga dari analisa yang telah mereka lakukan sehari-hari. Dari sini
kami maka kami mengetahui tingkat kemampuan yang
bersangkutan, atau personal-personal yang
bersangkutan, sehingga tidak hanya dari satu sisi Kepala
Sekolah namun juga bottom up dari bawah. (Wawancara
tanggal 14 Juli 2015)
Mengenai kewenangan dan tanggung jawab
responden Anak Bungsu masih belum merasa puas,
36
sebagai contoh capaian prestasi anak-anak didik yang
menurutnya belum maksimal, seperti terungkap
berikut,
Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih
ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa
mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27
Juli 2015)
Responden masih menginginkan adanya
peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya
hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan
strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat
maksimal hasilnya.
Untuk aspek penugasan terhadap
bawahan, Anak Bungsu membaginya berdasarkan
partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan,
seperti berikut,
Ya, dalam memberikan penugasan terhadap ya boleh
bawahan atau teman2 saya begitu, dibagi berdasarkan partisipasi bawahan, dalam pengambilan keputusan.
Maksudnya gini, dalam membagi tugas itu saya tidak,
kamu senang di mana, bukan demikian, tapi saya
berdasarkan penilaian selama kurun waktu tertentu,
kemudian berdasarkan juga masukan dari teman-teman.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Bagi responden, contoh kurang berhasil dalam hal
penugasan ini kecil sekali, seperti ditemukan pada
transkrip berikut,
Contoh yang kurang berhasil dalam pendelegasian, ya
ada tapi kecil sekali,karena sudah saya tugaskan sesuai
dengan job deskripsinya, mampu di bidang itu. Ini saya
pasrahi Sarpras Insya Allah mampu, ini saya pasrahi kurikulum, Insya Allah juga, sehingga ya kalau kurang
sempurna wajar tapi tidak berhasil hampir tidak ada.
37
Contoh konkret bagi pendelegasian yang kurang
berhasil seperti kita lihat dalam transkrip tersebut
tidak dikemukakan oleh responden.
4.1.3 Aspek Pola Komunikasi
Pola komunikasi yang didapat dari hasil
wawancara dengan responden Anak Sulung adalah
dominasi bottom up. Hal ini terlihat dari contoh berikut
Koordinator atau penanggung jawab Pramuka ini
membuat rencana, rencana kerja maupun rencana
anggaran dalam pengelolaan siswa ini, kemudian datang
ke tempat saya, Kepala Sekolah apa meminta
persetujuan. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Namun responden juga mengungkap bahwa ada
komunikasi yang bersifat top-down seperti berikut
Jadi suatu ketika, pendelegasian wewenang atau
pemberian tugas, e suatu ketika dari Kepala Sekolah,
tapi kadang-kadang ada kegiatan-kegiatan tertentu yang
dari bawah, usulan dari bawah. (Wawancara tanggal 25
Juli 2015)
Untuk aspek pola komunikasi yang diterapkan,
responden Anak Tengah mengatakan bahwa bottom up
lebih sesuai diterapkan di sekolahnya. Hasil triangulasi
juga menyatakan bahwa responden dominan
melakukan pola komunikasi bottom up. Transkrip
wawancara dengan responden untuk mengungkap pola
komunikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut
Pola komunikasi, pola komunikasi ya yang diterapkan di
sekolah kami, di SMP 9 adalah saya senantiasa
menerapkan koordinasi dan komunikasi antar teman,
38
jadi segala sesuatu senantiasa kami musyawarahkan dengan teman-teman. Saya punya prinsip keberhasilan
dalam sebuah sekolah itu bukan keberhasilan pribadi
atau pimpinan, namun keberhasilan dari teman-teman
semuanya. Oleh sebab itu di dalam kami berkomunikasi,
ini saya membuka, membuka seluas-luasnya baik dari teman-teman yang GTT, PTT, dari teman-teman
kebersihan, baik dari atasan pun kami senantiasa
membuka komunikasi secara luas. (Wawancara tanggal
14 Juli 2015)
Responden juga mengemukakan bahwa dengan
membuka komunikasi seluas-luasnya dengan bawahan
tentu memiliki kelemahan sebagai berikut,
Kelemahannya, kemungkinan, tapi bukan, bukan terjadi
pada diri saya pribadi, banyak pimpinan yang jaim, tapi
di sini akhirnya begitu dekatnya antara bawahan dengan
atasan, yang kadang juga batas-batas itupun tidak jelas
begitu. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Pola komunikasi yang diterapkan
responden Anak Bungsu memformulasikan dari ketiga
pola komunikasi yang disediakan sebagai pilihan, yaitu
top down, bottom up, dan horisontal sesama rekan
kerja. Alasan mengapa diformulasikan, responden
sampaikan bahwa ini adalah pola komunikasi yang
efektif diterapkan di sekolah ini.
Jadi kami memformulasikan, juga terkadang, bottom up, juga terkadang top down, juga terkadang sesama rekan
kerja, jadi suatu saat saya sharing dengan teman2, jadi
untuk saya mengambil keputusan, saya sharekan dulu,
kemudian saya rangkum, setelai saya rangkum, akhirnya
saya putuskan. E hanya, bagian2 tertentu yang bersifat
teknis, saya ambil sikap sendiri, nah, top down berarti, tapi kalau yang sifatnya untuk kepentingan bersama itu
saya ambil bottom up, dari bawah. Kemudian juga
mereka tak suruh mereka berdiskusi melalui perwakilan
disampaikan kepada kami, baru kami pilah2, mana yang
sesuai ya itu yang kami kerjakan, yang tidak sesuai ya
39
kami ambil formula yang baru. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Contoh yang diberikan oleh responden mengenai
pola komunikasi yang kurang berhasil adalah tentang
pemilihan kyai bagi acara Halal Bihalal sekolah. Telah
didelegasikan tugas untuk mencari kyai, namun
rupanya tidak sesuai dengan harapan Bapak Kepala
Sekolah.
Saya tidak menganggap itu kurang maksimal, kyai ne ora apik, kyaine itu keras, kyai ne itu bersimpangan
dengan pemerintahan, walaupun mereka orang
pemerintahan tapi kurang puas dengan pemerintahan,
itu kan batin saya tidak puas, itu kurang maksimal. Itu
saya perintahkan, saya delegasikan ternyata kurang
maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.1.4 Aspek Tekanan Bagi Bawahan
Tekanan bagi bawahan diungkapkan responden
Anak Sulung perlu diberikan dengan tujuan untuk
mengingatkan.
Untuk tekanan terhadap bawahan ya, ini memang perlu
diberikan, suatu ketika memang perlu diberikan ya
supaya kinerjanya itu bisa teratur dan juga laporan
kegiatan itu selesai sesuai dengan rencana. Itu, dan juga,
tekanan, atau di sini mungkin bukan tekanan ya, tapi
apa ya, penekanan atau mungkin mengingatkan. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Namun terkait tekanan terhadap bawahan,
dikemukakan responden pula bahwa meskipun untuk
memenuhi target tertentu, hal ini berhasil, namun
40
tetap ada juga porsi kekurangberhasilan seperti
diungkap wawancara sebagai berikut
Yah, meskipun sudah saya beri tekanan-tekanan,
peringatan-peringatan ya semacam itu, ya tapi kadang-kadang ada keteledoran, contoh ini, yang tugas nutup
itu, kan yang tugas nutup Pak Satpam. Justru dari dia,
kadang jam 7 tet gitu belum apa, belum ditutup.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Responden dengan terbuka mengatakan bahwa
seringkali pengingat-pengingat semacam itu dilakukan
sebab dalam perjalanan waktu, hal-hal yang telah
disepakati di awal mulai longgar.
Ketika ditanya tentang tekanan bagi bawahan,
responden Anak Tengah lebih memilih kata ‘reward dan
punishment’ dibandingkan istilah ‘tekanan’. Sesuai
regulasi dari pemerintah, maka demi tercapainya
sasaran kerja, maka dibuatlah SKP (Sasaran Kinerja
Pegawai) sebagaimana dapat kita lihat pada transkrip
percakapan dengan responden sebagai berikut.
Untuk para pegawai, guru, karyawan di sekolah kami, di
SMP 9 khususnya itu setiap awal tahun pelajaran
mereka harus membuat SKP , Sasaran Kinerja Pegawai.
Nah, di situ untuk masing-masing guru, ya, jadi guru juga buat SKP, TU juga buat SKP yang itu merupakan
perencanaan dalam kerja mereka dalam satu tahun ke
depan. Nah, dari dari situ senantiasa kita evaluasi, jadi
setiap akhir semester juga akan kita lihat seperti apa
kinerja mereka, terus pada akhir tahun juga akan kita
evaluasi, pencapaian target dari Sasaran Kinerja Pegawai yang nantinya akan diajukan dalam angka, dimana
Sasaran Kinerja Pegawai itu nanti target yang dicapai
akan menentukan prestasi kerja dalam satu tahun.
(Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
41
Dari SKP tersebut, kemudian diterbitkan Penilaian
Kinerja Pegawai, dan juga bagi mereka yang tidak
disiplin, Kepala Sekolah membuat teguran secara lisan
dan juga tertulis.
Meskipun telah dibuat SKP, responden juga
mengungkapkan bahwa masih ada pegawai yang
kinerjanya belum maksimal
Pegawai yang ya mungkin kehadirannya juga belum
baik, perlu peningkatan. (Wawancara tanggal 14 Juli
2015)
Untuk itu responden berencana untuk membawa
hal tersebut pada rapat evaluasi di akhir tahun.
Responden menyampaikan bahwa untuk tekanan
bagi bawahan, perlu diberikan supaya progress fisiknya
jelas. Dengan demikian, hasil pekerjaan dapat dengan
mudah dipantau. Sebagai tambahan, responden juga
berharap bahwa hasil pekerjaan telah ada di meja
responden H-1 hari, sebagaimana dapat dilihat pada
transkrip berikut
Misalnya, taruhlah membuat proposal misalnya, atau
mengerjakan misalnya e kita mau membagikan rapor, itu
kan ditangani kurikulum, misalnya saya bagikan tanggal 17 misalnya, ini gaweyane kurikulum.Maka sebelum
tanggal 17, tanggal 16 itu harus bisa selesai di atas meja.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Alasan yang dikemukakan responden mengenai
hal ini terkait dengan hal-hal teknis yang kadang di
luar perkiraan seperti printer yang rusak, ataupun
listrik yang padam. Sehingga maksud responden adalah
supaya tenggat waktu suatu pekerjaan terpenuhi
42
secara step by step, tidak mendadak. Bilamana
ternyata ada kendala teknis di luar perkiraan pada hari
H, pekerjaan tersebut sudah selesai H-1.
Contoh untuk tekanan bagi bawahan yang kurang
berhasil diungkap responden dengan contoh pemakaian
seragam bagi Guru dan Karyawan di lingkungan
sekolah sebagai wujud kebersamaan. Telah disepakati
akan dipakai bersama untuk tanggal berapa dipakai,
namun rupanya tetap ada yang tidak dapat memenuhi
hal tersebut, dikarenakan kondisi Rumah Tangga yang
tidak memungkinkan. Hal ini terlihat dari transkrip
sebagai berikut.
Tidak bisanya itu bukan karena dia menentang, tidak
bisanya itu bukan karena dia menentang, tapi kondisinya ada yang njahitne itu sekian puluh bulan
tidak diambil karena juga tidak ada gitu lo, ini contoh.
Harusnya seragam, tapi sampai sekarang belum dipake
karena tadi, dijahitne belum diambil2 karena sampai
keterbatasan anggaran (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Contoh lain untuk aspek tekanan terhadap
bawahan adalah tentang Koperasi Sekolah. Meskipun
Kepala Sekolah telah memberikan instruksi bagi
pembatasan pinjaman, namun rupanya hal tersebut
tidak dilaksanakan oleh pengurus. Hal ini terlihat dari
transkrip sebagai berikut,
Kemudian dari pengurus itu kan tak tugaskan rodo
memfilter gitu, namun demikian karena roso tadi kan tidak bisa. Njenengan kalau misalnya di sana diberikan
tugas menjadi bendahara koperasi, dan ada temannya
menangis2, merengek2, ada kekuatan untuk menolak,
tetapi roso tadi membelenggu, akhirnya semacam itu. Itu
43
kan berarti tugas yang saya beri itu tidak maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.1.5 Aspek Inisiatif dari Bawahan
Untuk aspek inisiatif dari bawahan, responden
Anak Sulung mengungkapkan bahwa hal ini dipandang
perlu, sebagaimana terungkap dari transkrip berikut
Ya, perlu sekali, jadi bawahan juga kita beri apa ya,
kesempatan untuk memberikan masukan-masukan,
berkenaan dengan ya, semua kegiatan di sekolah, baik
secara akademis maupun yang non akademis.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Hasil triangulasi juga menyatakan hal yang sama
bahwa para Waka dan Guru dapat menyatakan ide
mereka mengenai suatu hal, kemudian Ibu Kepala
Sekolah akan mempertimbangkan masukan -masukan
tersebut dalam pengambilan keputusan.
Inisiatif dari bawahan, disampaikan oleh
responden Anak Tengah sangat diperlukan, sebab
merekalah mitra kerja yang akan membawa
keberhasilan bagi sekolah. Hal ini dapat terlihat pada
transkrip berikut
Maka, untuk inisiatif dari bawahan ini juga amat saya
perlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik
karena kadang inisiatif-inisiatif itu akan bersifat
membangun bagi kemajuan sekolah. (Wawancara tanggal
14 Juli 2015)
Bagi responden, diperlukan reward dan
punishment yang bersifat membangun demi kemajuan
sekolah. Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil
44
Kepala Sekolah, juga didapati bahwa berbeda dari gaya
kepemimpinan sebelumnya, responden memberikan
reward kepada mereka yang dianggap berprestasi,
sehingga mereka merasa dihargai.
Responden Anak Bungsu memandang inisiatif dari
bawahan diperlukan sebab dengan adanya ide2 yang
masuk, responden dapat lebih ‘berkreasi’, seperti yang
dapat dilihat dari transkrip berikut,
Sangat diperlukan, karena dengan banyak ide yang
masuk, kita akan lebih bisa berkreatif. Bilamana saya
pandang perlu, tentu inisiatif2 itu akan saya akomodir
menjadi satu keputusan yang akan dituangkan sebagai
keputusan SMP 3, bukan keputusan si A, si B, si C, ataupun dari saya. Berarti keputusan sekolah.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Inisiatif dari bawahan yang kurang berhasil
menurut responden adalah dalam pembuatan buku
kenangan. Dalam proses pembuatannya, para siswa
dibebaskan mengambil foto bersama. Ternyata, dalam
pelaksanaannya, mereka cenderung mengambil lokasi
yang jauh seperti misalnya jalan lingkar, sehingga
dapat mengganggu proses belajar mengajar. Hal ini
terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,
Buku kenangan. Itu fotonya kan sampai kemana2, sampai jauh sekali. Akhirnya secara signifikan dia akan
mengganggu juga proses kegiatan yang terpadu, kegiatan
yang sudah dicanangkan untuk peningkatan mutu kan
sekian persennya mengganggu, karena pada saat harus
belajar, itu foto bareng ke mana, ke mana, misalnya kelas 9 A, kami foto di mana, di jalan lingkar, gitu, untuk
album kelulusan, sehingga kalau itu nanti budaya itu
diteruskan tidak mencari waktu yang tepat, pasti akan
45
mengganggu persiapan ujian nasional. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Untuk mengatasinya kemudian dicarilah waktu
yang tidak mengganggu proses belajar mengajar supaya
dapat tercipta win-win solution.
4.1.6 Aspek Bagaimana Menghadapi Masalah atau
Tuntutan
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Anak
Sulung sering mengajak bawahan berdiskusi. Hal ini
terlihat dari transkrip berikut
Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi.
Bila ada permasalahan muncul, responden akan
mensharingkan pada keempat Wakil Kepala Sekolah,
untuk kemudian berdiskusi sebagai bahan
pengambilan keputusan.
Untuk menghadapi tuntutan, Kepala
Sekolah Anak Tengah, menggunakan skala prioritas,
kemudian mendiskusikannya dengan bagian terkait
untuk mencari Win-win solution seperti ditemukan
dalam transkrip berikut,
Jadi dalam menghadapi sebuah tuntutan, atau
permasalahan2, akan senantiasa kita melihat ke
belakang, akan kita tentukan skala prioritas, kita sesuaikan dengan pendanaan yang ada, terus kemudian
juga kita sesuaikan dengan regulasi yang ada termasuk
di dalam pertanggungjawaban atau per.SPJ.an, sehingga
dengan demikian itu akan terselesaikan dengan baik dan
46
alhamdulillah untuk permasalahan2 yang ada di SMP 9 ini bisa terselesaikan dengan baik, sebagai contoh aja
mungkin untuk tahun ini saya sudah mencoba untuk
peningkatan komputerisasi di SMP 9 karena komputer2
yang dipakai sudah lama, padahal sekarang tuntutannya
kan tinggi, jadi kita lihat dana BOS, kita lihat juknis yang ada di sana, ternyata memungkinkan untuk
penambahan dimana SMP bisa menambah sampai 7
unit. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Hal ini sesuai dengan transkrip validasi dengan
salah seorang Wakil Kepala, mengenai bagaimana
beliau mendiskusikan suatu masalah,
Bapak Kepala Sekolah kadang memerintahkan, tapi lebih
banyak meminta pendapat dari teman2 kemudian
dirembug bersama, setelah itu baru mengambil keputusan. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Hal senada juga diungkap oleh salah satu guru,
sebagai berikut,
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Bapak Kepala Sekolah biasanya pertama, masalah itu
diselesaikan tuntas, sekiranya tuntas ya win-win
solution,nah seperti contoh ketika penerimaan siswa
baru, karena online, terus di lingkungan kami
internetnya belum cepat,Pak Ngadiman segera merespon terus mengganti kabelnya dengan fiber optik.
(Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Dalam upaya menyelesaikan masalah atau
menghadapi tuntutan, Anak Bungsu tidak menjawab
pertanyaan ini. Alih-alih, responden menyampaikan
bahwa sebagai seorang pemimpin yang baik, pemberian
kesejahteraan hendaknya sebanding dengan pemberian
tuntutan, seperti terdapat pada transkrip berikut ini,
Tuntutannya itu kalau bisa sebagai seorang pemimpin,
baik, apa pemberian kesejahteraan itu ya sebanding
47
dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.1.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi
Pemanfaatan teknologi oleh Anak Sulung
terlihat dari adanya web yang baru dirilis tahun lalu,
komunikasi dengan guru2 lebih banyak melalui sms,
beberapa telah menggunakan WA, LCD di kelas-kelas
telah terpasang. Kendala yang ditemui dalam
pemanfaatan teknologi ini adalah jaringan internet yang
kurang lancar.
Teknologi dimanfaatkan Anak Tengah seperti
adanya CCTV utk pantauan langsung ke kelas-kelas
dan beberapa titik sekolah, adanya website SMP 3,
penggunaan kabel Fiber Optik supaya internet menjadi
lancar, penggunaan SMS untuk berkomunikasi dengan
guru-guru.
Aspek pemanfaatan teknologi di sekolah dikatakan
Bapak Kepala Sekolah sebagai ‘sumber segala sumber’.
Untuk mendapatkan sambutan Bapak Menteri
(diunduh dari Dapodik), sebagai sarana berkomunikasi
(sms dan WA), untuk memantau perkembangan situasi
(Facebook grup). Namun di dalam Facebook Grup,
Bapak Kepala Sekolah tidak masuk di dalamnya,
supaya para anggota kemudian tidak menarik diri
dalam mengungkapkan pendapat. Hal ini dikemukakan
responden sebagai berikut,
Namun demikian kami sebagai pimpinan tidak masuk ke
situ. Kami membatasi bukan karena saya tidak mau
masuk ke pergaulan itu tapi saya hanya, bilamana ada
48
hal2 yang tidak nanti itu kan, crito2 di situ, nanti kan ono sing ngrasani Kepala Sekolahe barang, kan ada yang
tidak berani, lebih baik saya apa, memanfaatkan teman2
yang saya percaya, perkembangan apa yang ada di SMP
3. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.2 Gaya Kepemimpinan dan Birth Order
Gaya Kepemimpinan yang diungkap responden
Anak Sulung adalah gaya kepemimpinan Demokrasi.
Contoh pengambilan keputusan secara musyawarah
mufakat yang merupakan ciri dari gaya kepemimpinan
ini terungkap dalam contoh Halal Bihalal yang akan
dilaksanakan. Semula disepakati bahwa akan
digunakan kursi dalam acara tersebut mengingat
jumlah peserta yang dituakan cukup banyak. Namun,
kemudian, sie konsumsi terkendala sebab tidak sesuai
dengan konsumsi yang disajikan.
Ternyata ini tadi dari seksi konsumsi, yang ndak setuju
karena tidak sesuai dengan apa, konsumsi yang akan
ditampilkan. Mereka sudah menyeting konsumsinya itu
lesehan, tidak didusi. Nah ini tadi kan makanya terus
matur, gimana. Ya sudah, kalau saya kan memikirkannya untuk tamu-tamu undangan.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Akhirnya setelah kontak dengan sarana prasana,
panitia memutuskan untuk acara menjadi konsep
lesehan
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Ibu
Kepala Sekolah sering mengajak bawahan berdiskusi.
Hal ini terlihat dari transkrip berikut
Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
49
yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi.
Bila ada permasalahan muncul, Ibu Kepala Sekolah
akan mensharingkan pada keempat Wakil Kepala
Sekolah, untuk kemudian berdiskusi sebagai bahan
pengambilan keputusan.
Diungkapkan oleh Responden Anak Tengah, bahwa Gaya kepemimpinan yang digunakan adalah Gaya Kepemimpinan Demokratis.
Untuk gaya kepemimpinan yang saya laksanakan di SMP
9, saya menggunakan gaya style demokrasi. Jadi karena di sini di SMP 9 dari analisa saya itu yang paling tepat
karena apa di sini, seperti yang saya sampaikan kemarin
usulan2 dari bawahan sebagai bottom up juga kami
perhatikan, dengan demikian mereka merasa
diperhatikan. Namun demikian dari atas juga kita padukan. Di sini yang paling tepat juga sebuah
koordinasi yang senantiasa kita lakukan dengan para
bawahan karena dengan demikian kita akan mengetahui
kekurangan dan apa2 yang mereka harapkan itu bisa
kita akomodir, di sini seperti itu, dengan pendekatan2
yang persuasif, tanpa adanya gaya kepemimpinan yang otoriter. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Dari hasil validasi data, juga diungkap hal yang
sama oleh salah seorang Guru, seperti berikut,
Untuk Gaya Kepemimpinan Bapak Kepala Sekolah di
SMP 9, cenderung banyak demokratis. Bisa ditelusuri
yang pertama e responden, hampir setiap hari Senin itu
pasti mengadakan rapat, jadi rapat Bapak Ibu Guru itu
untuk menggali aspirasi,mungkin Guru ada yang usul atau bagaimana, nanti di situ, dirembug bersama2.
(Wawancara tanggal 31 Juli 2015).
Gaya kepemimpinan yang diungkapkan Bapak
Kepala Sekolah berstatus Anak Bungsu ini adalah
partisipatif. Responden lebih suka menggunakan kata
tersebut untuk menggambarkan gaya
50
kepemimpinannya, seperti terlihat dari transkrip
berikut,
Gaya Kepemimpinan kami cenderung pastisipasi, Jadi
saya bukan termasuk orang yang otoriter, namun demikian saya bukan orang yang menyampaikan
keputusan hanya berdasarkan rangkuman dari teman2.
Jadi hal2 tertentu saya sampaikan didepan tadi, kalau
hal2 yang prinsip, yang menyangkut teknis yang tidak
bisa diambil secara keputusan bersama ya pasti saya
yang mengambil. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan
salah satu Wakil Kepala Sekolah yang mengatakan
bahwa responden adalah sosok yang demokratis,
melibatkan partisipasi dari berbagai pihak dalam
pengambilan keputusannya.
Dalam upaya menyelesaikan masalah atau
menghadapi tuntutan, Bapak Kepala Sekolah tidak
menjawab pertanyaan ini. Alih-alih, responden
menyampaikan bahwa sebagai seorang pemimpin yang
baik, pemberian kesejahteraan hendaknya sebanding
dengan pemberian tuntutan, seperti terdapat pada
transkrip berikut ini,
Tuntutannya itu kalau bisa sebagai seorang pemimpin,
baik, apa pemberian kesejahteraan itu ya sebanding
dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara
tanggal 27 Juli 2015)
51
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab
Untuk indikator kewenangan dan tanggung jawab,
Anak Sulung, dan Anak Bungsu mengungkapkan
bahwa mereka mendelegasikan sebagian besar
wewenang, dan tetap mempertahankan tanggung jawab
utama, sedangkan pada anak Tengah, responden
mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang. Pada
anak sulung, hasil wawancara kedua Wakil Kepala
Sekolah juga menunjukkan bahwa responden tetap
mempertahankan tanggung jawab utamanya, dan
mendelegasikan tugas-tugas kepada Para Waka.
Contoh konkret yang diberikan oleh Kepala Sekolah
yang juga sama dengan salah satu Waka adalah dalam
pembuatan perangkat pembelajaran. Meskipun telah
disepakati bersama tentang pemberian tugas tersebut,
namun bila Kepala Sekolah tidak mempertahankan
tanggung jawab utama untuk mengkontrol, tentu saja
akan banyak Guru yang tidak tepat waktu untuk
memenuhi tugasnya. Dengan demikian, fungsi kontrol
yang dilaksanakan responden tetap harus dilakukan
sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai Kepala
Sekolah. Hal ini menunjukkan ciri kedisiplinan seperti
yang dinyatakan Datnner (2000)
Pada anak Tengah, responden menyerahkan
tanggung jawab dan wewenang pada bawahan sesuai
dengan profesionalitas dan pengamatan yang
dilakukan. Responden berharap dengan tiap personil
52
sudah tahu tentang tugasnya masing-masing, ketika
tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing personil
sudah mengerti akan tugasnya, sehingga fungsi
masing-masing bagian akan dapat maksimal. Contoh
konkret yang diberikan responden adalah pembagian
tugas yang diberikan di awal tahun ajaran dengan
memperhatikan profesionalisme masing-masing
personil. Seandainya ada kendala di tengah tahun
ajaran bila ada personil yang belum dapat
melaksanakan tugas seperti yang disepakati bersama,
responden akan memberikan teguran berupa motivasi
pada bawahannya.
Untuk Kepala Sekolah berstatus anak Bungsu,
responden juga mengungkapkan bahwa dirinya
mendelegasikan sebagian besar wewenang, namun
tetap mempertahankan tanggung jawab utama.
Responden akan cenderung membagi-bagi tugas pada
keempat Wakil Kepala sesuai bidangnya, namun
pengambilan keputusan tetap pada responden sebagai
Kepala Sekolah. Dengan demikian, akan ada hal-hal
yang langsung dapat diputuskan responden sendiri
sebagai contoh bila ada siswa yang hendak masuk ke
sekolahnya, dengan nilai mencukupi, maka responden
tidak perlu bertanya kepada Wakil Kepala, dan dapat
langsung memutuskan bahwa siswa tersebut diterima.
Jadi untuk hal-hal yang tertentu, responden akan
mengambil keputusan sendiri, baru kemudian akan
mensharingkan kepada Para Wakil.
53
4.3.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan
Ketiga narasumber baik Sulung, Tengah, dan
Bungsu mengungkapkan bahwa untuk penugasan
terhadap bawahan dibagi berdasarkan partisipasi
mereka dalam pengambilan keputusan. Pada
pembagian tugas di awal tahun pelajaran, ketiga Kepala
Sekolah sebelumnya telah mempertimbangkan
kemampuan para personil untuk bertugas terutama
sebagai Wakil Kepala juga koordinator-koordinator.
Dalam perjalanan waktu, seandainya mereka merasa
ada personil yang memiliki kinerja yang tidak sesuai
dengan harapan, ketiganya sama-sama mengungkap
bahwa evaluasi kembali akan dilakukan, dan tidak
menutup kemungkinan personil tersebut akan dirotasi
pada posisi yang lebih cocok. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam penugasan terhadap bawahan, mereka
tidak serta merta memilih berdasarkan suka atau tidak
suka, namun mereka mempertimbangkan kemampuan
para personil yang sebenarnya.
Pada Anak Sulung, apabila ada personil yang
memang responden rasa harus dirotasi, maka
responden akan menunggu hingga tahun ajaran baru.
Bila ada posisi yang harus diganti, bagi responden hal
itu adalah konsekuensi dari keputusannya yang
mungkin salah dalam menilai seseorang, namun
responden akan tetap menunggu hingga tahun ajaran
selesai baru kemudian mengganti.
Sama halnya dengan Anak Sulung, pada Anak
Bungsu, seperti terungkap pada hasil wawancara
54
responden, evaluasi akan dilakukan sesegera
mungkin untuk rotasi personil, sekiranya ada yang
kurang maksimal dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, bisa jadi satu tahun kemudian akan
dievaluasi. Namun, ketika ditanya poin
kekurangberhasilan, responden ungkapkan minim. Bila
kurang sempurna, responden pahami hal itu sebagai
sesuatu yang wajar dan butuh dipoles sedikit saja.
Bagi Anak Tengah, penugasan terhadap bawahan
dilakukan melalui 2 cara, yang pertama masukan
teman-teman, yang kedua dari evalusi kinerja sehari-
hari. Responden maksudkan hal tersebut supaya
penentuan kebijakan berasal dari bawahan dan juga
dari atasan.
4.3.3 Aspek Pola komunikasi
Untuk aspek pola komunikasi, Anak Sulung
dan Anak Tengah mengungkap bahwa mereka
cenderung melakukan bottom up, sedangkan untuk
Anak Bungsu memformulasikan diantara pola
komunikasi top down, bottom up, dan horisontal
sesama rekan kerja. Bagi Anak Bungsu, dengan
memformulasikan ketiga pola komunikasi akan
menjadikan komunikasi yang lebih efektif bagi
sekolahnya.
Diperkuat dari hasil wawancara dengan kedua
Waka, Anak Sulung akan menggalang masukan,
terutama dari keempat Waka dan guru, untuk dapat
memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan
kepentingan bersama. Untuk suatu keputusan yang
55
menyangkut kepentingan bersama, responden tidak
segan untuk mendapat masukan. Hal ini menunjukkan
bahwa dominasi pola komunikasi responden adalah
bottom up. Sehingga untuk hal-hal yang bagi bawahan
kurang sesuai, misal keputusan penutupan In-House
Training yang semula diputuskan responden dilakukan
di Jogja, kemudian dirubah di Jawa Timur sesuai
dengan masukan bersama.
Bagi Anak Tengah, komunikasi yang dilakukan
juga didominasi oleh pola bottom up. Hal ini diperkuat
dari hasi wawancara dengan salah satu Waka dan satu
orang Guru. Pada rapat yang diadakan setiap hari
Senin, responden manfaatkan untuk membahas
persoalan seperti dana BOS, perbaikan-perbaikan
mendesak yang dilakukan bagi bangunan, dan lain-
lain. Dengan cara demikian, banyak keputusan yang
diambil, diketahui oleh banyak pihak.
Anak Bungsu memilih formulasi dari ketiga pola
komunikasi, top down, bottom up, dan horisontal
sesama rekan kerja. Terkadang komunikasi dilakukan
bottom up, terkadang top down, terkadang sesama
rekan kerja. Untuk hal-hal tertentu yang bersifat
teknis, seperti yang responden sampaikan pada
wawacara, akan diambil sikap sendiri. Keputusan yang
sifatnya untuk kepentingan bersama responden akan
memilih pola bottom up, dari bawah ke atas. Kemudian
juga bawahan diminta berdiskusi melalui perwakilan,
kemudian disampaikan kepada Kepala Sekolah, baru
dipilah-pilah, mana yang sesuai yang dikerjakan, yang
56
tidak sesuai akan diambil keputusan baru. Pola
komunikasi yang demikian yang bagi responden efektif
bagi sekolahnya.
Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil
Kepala, didapati bahwa dalam menterjemahkan atau
menginterpretasi tugas yang diberikan, ada rasa
jangan2 tumpang tindih antara satu bagian dengan
bagian lain. Wakil Kepala menyampaikan bahwa hal ini
dapat disikapi dengan mempertegas komunikasi
supaya menjadi jelas tugasnya.
4.3.4 Aspek Tekanan bagi Bawahan
Bagi ketiganya, Anak Sulung, Tengah, maupun
Bungsu, ketiganya sepakat bahwa pemberian tekanan
bagi bawahan memiliki maksud memotivasi ke arah
yang lebih baik.
Untuk anak Sulung, tekanan bagi bawahan
diperlukan dengan tujuan untuk mengingatkan sebab
seperti yang responden sampaikan terkadang ada
keteledoran dari bawahan ketika sudah berjalan
beberapa waktu dari kesepakatan. Bagi responden
tekanan sebagai bentuk pengingat diperlukan supaya
banyak rencana selesai seperti laporan-laporan dan
kegiatan-kegiatan. Sebagai bentuk pengingat,
responden dapat langsung memanggil yang
bersangkutan, kemudian membahas dan
mengingatkannya supaya keteledoran menjadi minim.
Namun, rupanya tetap ada keteledoran yang dilakukan
hampir terus menerus meskipun telah diingatkan
sendiri oleh responden sebagai Kepala Sekolah,
57
misalnya dalam hal pengelolaan lingkungan oleh
tukang kebun. Responden harus terus menerus
kembali berpesan supaya daerah rindang di depan
kelas-kelas dan sekitar sekolah tetap dipertahankan
dengan disiram secara rutin. Hal ini menunjukkan
bahwa tekanan yang diberikan responden bersifat
sebagai self reminder, atau pengingat.
Anak Tengah lebih suka menggunakan kata
reward dan punishment dibandingkan tekanan. Bagi
responden, dengan memberikan reward dan
punishment akan menjadikan lebih efektif. Sesuai
regulasi pemerintah, SKP dibuat oleh setiap personil,
supaya jelas target pekerjaan. Seandainya memberikan
punishment pun, responden mengacu pada PP 54
tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dari hasil
wawancara dengan salah satu Waka, berbeda dari
kepemimpinan sebelumnya, pada kepemimpinan
responden ini ada reward yang diberikan bagi pegawai
yang dianggap berprestasi. Hal itu bagi bawahan
merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan yang
diberikan oleh Kepala Sekolah bagi kinerja mereka.
Pada Anak Bungsu, diungkap bahwa responden
tidak menyukai hasil pekerjaan yang selesainya mepet,
istilah dalam Bahasa Jawa, pada waktunya. Responden
lebih suka hasil pekerjaan jadi sehari sebelum hari H
untuk mengantisipasi hal-hal teknis yang tidak bisa
dikendalikan seperti printer yang tiba-tiba rusak,
ataupun mati lampu. Oleh karenanya, tekanan
diberikan oleh responden supaya progress fisik suatu
58
pekerjaan menjadi jelas. Dengan memberikan dateline
sehari sebelum hari H, responden berharap pekerjaan
tentunya dapat selesai sesuai tenggat waktunya
4.3.5 Aspek inisiatif dari bawahan
Pada aspek inisiatif pada bawahan, baik Anak
Sulung, anak Tengah dan anak Bungsu mengungkap
bahwa hal ini diperlukan. Tanpa inisiatif dari bawahan,
ketiganya sepakat bahwa tanpa adanya masukan,
saran-saran dari bawahan, tentu saja sekolah akan
sulit maju. Bagi mereka, keberhasilan sekolah
mencapai sesuatu tidak lepas dari sumbangsih saran
dan masukan dari bawah.
Anak Sulung menyampaikan bahwa untuk
pengambilan keputusan itu ada di tangan Kepala
Sekolah, namun ide-ide dari bawah tetap responden
tampung. Ada 2 cara dalam memberikan masukan, jadi
kadang-kadang Bapak Ibu Guru sendiri yang langsung
menemui responden tapi kadang-kadang responden
yang memanggil mereka untuk berdiskusi
menyelesaikan suatu masalah.
Bagi Anak Tengah, inisiatif dari bawahan juga
diperlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik
karena sebagaiman responden sampaikan, kadang
inisiatif-inisiatif itu akan bersifat membangun bagi
kemajuan sekolah. Bagi responden prestasi yang
dicapai sekolah, juga tidak terlepas dari peran serta
rekan-rekan kerjanya dalam mendukung memberi
masukan-masukan. Responden menyampaikan bahwa
masukan membangun bagi sekolah sangat diperlukan,
59
misalnya saja dalam sistem penerimaan siswa baru
yang tahun ini dilakukan secara online. Semula,
jaringan internet di sekolah masih terkendala,
kemudian dari masukan-masukan yang diberikan,
responden menerima dan memutuskan untuk
mengganti kabel dengan jenis Fiber Optik supaya
jaringan menjadi lebih baik. Karena kontur sekolah
berbentuk O, hotspot menjadi sulit, cara mengatasinya
adalah dengan bertahap titik-titik hotspot nantinya
diperbanyak. Masukan-masukan yang didapat dari
bawahan merupakan aset bagi responden, untuk
menuju perbaikan.
Bagi Anak Bungsu, dengan banyaknya ide yang
masuk dari bawahan, responden akan dapat berkreasi.
Contoh yang responden angkat adalah tentang
menyalami anak-anak di depan gerbang sekolah oleh
guru piket. Pada mulanya, mendapatkan komentar
‘seperti among tamu’, namun responden berprinsip
bahwa hal tersebut akan berdampak pada bagusnya
pendidikan karakter, sehingga hal ini masih
dilaksanakan hingga sekarang. Dari hasil wawancara
dengan salah seorang guru, juga didapati bahwa dalam
pelaksanaan ide tersebut, masih belum maksimal.
Personil guru piket yang sudah disepakati untuk
menyalami, terkadang ada yang tidak melaksanakan.
Hal ini disampaikan mungkin karena belum
terbiasanya melakukan kebijakan semacam ini, yang
juga tidak ada pada kepemimpinan sebelumnya. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan Hadibroto
60
(2002) bahwa Anak Bungsu akan mucul dengan ide-ide
baru yang mengejutkan.
4.3.6 Aspek bagaimana menghadapi masalah atau
tuntutan
Bagi Anak Sulung, untuk menghadapi masalah
atau tuntutan utamanya adalah mengajak bawahan
berdiskusi. Selain itu, seperti yang disampaikan oleh
responden, apa yang baik dipacu, apa yang kurang
dikelola. Untuk sekolah yang dipimpin Anak Sulung,
responden menemui kendala input siswa. Responden
mengatakan bahwa berbeda dengan sekolah-sekolah di
kota, sekolahnya termasuk sekolah pinggiran, banyak
anak-anak dari daerah Kabupaten yang masuk ke
sana. Rupanya kebanyakan dari anak-anak ini masih
belum terpacu untuk bisa mendapatkan prestasi lebih.
Mereka masih dapat santai bila hasil tesnya mendapat
nilai kurang maksimal. Hal ini juga diperkuat dengan
pernyataan salah seorang Wakil Kepala. Oleh
karenanya, responden dalam menghadapi hal ini,
meskipun telah berusaha untuk menambah jam
tambahan, ada jemputan bagi anak-anak yang memiliki
hasil kurang maksimal untuk datang ke sekolah
mengikuti jam tambahan, membebaskan pungutan
bagi jam tambahan ini, seakan-akan masih menemui
jalan buntu. Hal ini dikarenakan semangat belajar
siswa yang masih minim, sehingga apa yang telah
diupayakan pihak sekolah, dari masukan bersama,
hingga sekarang belum menemui hasil yang
diharapkan. Dari contoh di atas, bahwa Anak Sulung
61
dengan gamblang menjelaskan kelemahan yang
dihadapi oleh sekolahnya, menunjukkan bahwa
responden adalah seorang yang ekstrovert. Hal ini
sejalan dengan ciri pemimpin Anak Sulung yang
diungkap Dattner (2000), yaitu ekstrovert.
Anak Tengah mengungkapkan bahwa responden
mengakomodir masukan-masukan dari bawahan,
kemudian memusyawarahkannya. Sebagai contoh,
guru TI senantiasa meminta penambahan teknologi
yang ada di sekolah seiring tuntutan jaman. Maka
dengan prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan
kondisi pendanaan yang ada, lalu disesuaikan dengan
regulasi-regulasi yang sudah dicanangkan oleh
pemerintah, lewat juknis Dana Bos, Kepala Sekolah
memutuskan untuk menambah 7 unit komputer. Dari
hasil wawancara dengan salah seorang guru, juga
ditemukan hal yang sama, bahwa untuk keputusan
yang menggunakan Dana BOS, hal tersebut akan
disharingkan pada rapat, supaya kemudian diambil
keputusan bersama.
Jawaban yang diberikan Anak Bungsu untuk
aspek bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan
rupanya tidak dapat menjabarkan poin ini. Dari hasil
wawancara pada salah seorang Waka didapati bahwa
Bapak Kepala akan mengkomunikasikan suatu
masalah kepada bawahannya. Salah satu contoh di sini
adalah dengan adanya anak-anak atlit yang masuk di
SMP 3. Hal-hal di luar bidang akademis tentu saja
tidak ada masalah, apalagi mereka mampu membawa
62
nama baik sekolah di bidang olahraga, namun untuk
bidang akademis, tentu perlu dikomunikasikan kepada
pelatih mereka jam-jam dimana mereka tidak dapat
ijin, sebab akan mengganggu prestasi akademis para
atlit ini.
4.3.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi
Bagi Anak Sulung, teknologi dimanfaatkan untuk
berkomunikasi dengan Para Waka, guru-guru melalui
sms dan juga untuk beberapa orang telah
menggunakan WhatsApp. Komunikasi yang dibangun
bertujuan untuk koordinasi sesama rekan kerja agar
tercapai suatu tujuan, misal dalam suatu kepanitiaan
Halal Bihalal sekolah. Kemudian responden juga
mengungkap bahwa web untuk sekolah telah dirintis
tahun lalu, namun masih banyak terdapat kekurangan.
Responden juga memperbaiki sistem keamanan sekolah
dengan menempatkan penjaga sekolah yang bersama
dengan keluarganya tinggal di sekolah, untuk
mengantisipasi pencurian komputer beberapa tahun
lalu di sekolah. Kemudian responden juga memperbaiki
pintu-pintu kelas yang rusak supaya dapat dikunci
kembali, supaya LCD dapat dipasang di tiap-tiap kelas.
Dengan demikian, para Guru pun dapat belajar
menggunakannya. Responden maksudkan hal tersebut
mengingat setelah pencurian yang terjadi besar-
besaran di sekolah, LCD hanya ditumpukkan di
gudang, setiap kali akan dipakai, baru para Guru,
mengambil, dan memasang di kelas yang dimaksud.
Hal ini mengungkapkan bahwa selain memikirkan
63
penggunaan teknologi, responden juga memikirkan
sistem keamanan di sekolah.
Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan
internet di sekolah, adalah jaringan yang masih kurang
lancar. Beberapa kali telah dicoba perbaikan jaringan,
namun belum mendapat hasil yang diinginkan.
Teknologi bagi Anak Tengah merupakan tuntutan
jaman yang kebutuhannya memang harus dipenuhi di
sekolah. Responden sampai mengganti dari kabel biasa
ke kabel Fiber Optik untuk memenuhi kebutuhan
sekolah akan internet, supaya penerimaan siswa baru
melalui sistem online dapat terpenuhi, supaya laporan
dana BOS secara online juga terpenuhi. Juga
responden memutuskan untuk menambah 7 unit
komputer bagi sekolah. Website juga sudah dirintis
meskipun masih ada kekurangan di sana sini. Di ruang
Kepala sekolah terdapat monitor pantau CCTV untuk
kelas-kelas dan titik tertentu sekolah. Responden
sampaikan hal ini untuk memberikan pengawasan bagi
kelas-kelas yang sedang tidak ada guru, juga untuk
memantau proses belajar mengajar. Karena telah ada
guru-guru yang bersetifikasi, tentunya juga mereka
dituntut performa yang lebih dalam mengajar.
Komunikasi dengan guru-guru dilakukan melalui SMS
dan telepon,
Untuk Anak Bungsu, internet merupakan sumber.
Oleh karenanya, responden juga merusaha supaya
tidak terlalu ketinggalan dalam penggunaannya. Di
sekolah responden digunakan facebook grup untuk
64
berkomunikasi dan mengupdate informasi, namun
responden tidak masuk di dalamnya. Responden
sampaikan agar anggota grup tidak merasa sungkan,
responden tidak bergabung di dalam grup. Responden
dapat mempercayai teman-teman untuk mengetahui
update info terbaru di dalamnya. Guru-guru di sekolah
banyak yang memiliki email dan juga WhatsApp.
Selama ini responden banyak berkomunikasi dengan
para Waka dan guru melalui SMS dan telepon.
Responden juga menyampaikan bahwa bukan hanya
kita yang selalu mendapatkan informasi dari internet,
namun demi kepentingan pendidikan kita juga
semestinya menyumbangkan karya untuk kemudian
diunggah.
4.4 Gaya Kepemimpinan dan Birth Order
Dari pembahasan hasil penelitian di atas,untuk
aspek kewenangan dan tanggung jawab, penugasan
terhadap bawahan, pola komunikasi, tekanan bagi
bawahan, bagaimana menghadapi masalah atau
tuntutan, dan pemanfaatan teknologi, Anak Sulung
memiliki gaya kepemimpinan Demokrasi yang dominan.
Hal ini terlihat dari caranya mendelegasikan sebagian
besar wewenang, namun tetap mempertahankan
tanggung jawab utama, membagi penugasan
berdasarkan kompetensi yang dinilai oleh responden
dan juga komunikasi dengan para Waka, pola
komunikasi responden yang dominan bottom up,
tekanan yang diberikan responden dengan tujuan
untuk mengingatkan, mengajak bawahan berdiskusi
65
dalam menghadapi masalah, pemanfaatan teknologi
yang dimanfaatkan untuk berkoordinasi dan
menggalang masukan dari bawahan. Hal ini sejalan
dengan apa yang diungkapkan Dattner (2000) bahwa
anak Sulung bila menjadi pemimpin, beberapa cirinya
adalah menjadi dominan, ekstrovert dan percaya diri,
task-oriented, dan disiplin. Namun, tidak ditemukan
bukti dari wawancara bila responden kurang flexibel,
konservatif, takut kehilangan posisi, dan defensif
terhadap kesalahan seperti pendapat Dattner (2000).
Berbeda dari penelitian Andeweg, Rudy B. dan
Steef B. Van Den Berg (2003) yang menemukan
fenomena bahwa Anak Sulung lebih sering dipilih
sebagai pemimpin daripada anak tengah atau Anak
Bungsu, untuk Kepala Sekolah tingkat SMP di Salatiga
lebih banyak didominasi oleh Anak Tengah.
Untuk Anak Tengah, dari hasil wawancara
dengan salah seorang Guru dan Waka, juga
memperkuat bahwa responden memiliki gaya
kepemimpinan demokratis namun tidak sedominan
Anak Sulung. Responden menyerahkan tanggung jawab
dan wewenang pada bawahan (salah satu ciri gaya
kepemimpinan Laissez faire), membagi penugasan
berdasarkan partisipasi bawahan dalam pengambilan
keputusan, memiliki pola komunikasi yang dominan
bottom up, memberikan tekanan dalam bentuk reward
dan punishment, mengedepankan komunikasi dan
koordinasi dalam menghadapi masalah atau tuntutan,
dan memanfaatkan teknologi untuk digunakan demi
66
kemajuan kepentingan sekolah dan untuk
berkomunikasi dengan sesama rekan kerja. Dari hasil
wawancara seperti yang diungkapkan oleh
Hadibroto,dkk (2003) dan Dattner (2000) bahwa Anak
Tengah kurang senang menghadapi konfrontasi.
Mereka mampu melihat masalah dari dua sisi, sehingga
sering berhasil menjadi penengah dalam konflik atau
pandai berdiplomasi, didapati bahwa responden
senantiasa mencari win-win solution yang dapat
mengakomodir kebutuhan dua pihak. Namun tidak
didapati pernyataan yang mendukung Dattner (2000)
bahwa Anak Tengah relatif lebih dekat dengan teman-
teman daripada dengan keluarga.
Pada awal pencarian subyek penelitian Kepala
Sekolah Anak Bungsu, penulis mengalami kesulitan,
sebab dari hasil survey Kepala Sekolah SMP di Kota
Salatiga, lebih banyak ditemukan Anak Tengah.
Bahkan timbul asumsi selama dalam pencarian
tersebut oleh orang-orang yang ditanya oleh penulis
bahwa mereka meragukan apakah ada Anak Bungsu
yang menduduki posisi pemimpin. Hal ini sejalan
dengan Hudson (1990) dan Hudson (1992) bahwa
ekspektasi dalam hal memimpin/leadership bagi Anak
Bungsu sangatlah minim. Untuk ciri khas Anak
Bungsu seperti yang terdapat dalam Hadibroto (2002)
bahwa mereka akan datang dengan ‘kejutan-kejutan
kecil’, tampak dari ide responden bagi Guru Piket
untuk menyalami siswa yang datang di gerbang
sekolah. Hal ini dianggap baru oleh masyarakat sekolah
67
sebab baru dilakukan pada kepemimpinan responden.
Dari hasil pembahasan penelitian, anak Bungsu juga
memiliki gaya kepemimpinan demokratis yang tingkat
dominasinya di bawah Anak Tengah. Responden
mendelegasikan sebagian besar wewenang, namun
tetap mempertahankan tanggung jawab utama,
membagi tugas berdasarkan partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan, memformulasikan ketiga pola
komunikasi yaitu top down, bottom up, dan horisontal
sesama rekan kerja, memberikan tekanan bagi
bawahan dengan maksud supaya progress fisiknya
jelas, mensharekan permasalahan kemudian
mengambil keputusan untuk menghadapi masalah,
dan memanfaatkan teknologi untuk mendapatkan
informasi (facebook grup), untuk berkomunikasi
dengan sesama rekan kerja, dan untuk mempublikasi
hasil karya tulis akademik.