bab iv hasil dan pembahasan...

40
29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Dari hasil Interview ketiga Kepala Sekolah berstatus anak Sulung, anak Tengah, dan anak Bungsu, maka didapatkan matriks sebagai berikut: Tabel 4.1 Birth Order Indikator Anak Sulung Anak Tengah Anak Bungsu Kewenangan dan tanggung jawab Mendelegasikan wewenang, tetap mempertahan kan tanggung jawab utama Menyerahkan tanggung jawab dan wewenang pada bawahan Mendelegasikan wewenang, tetap mempertahan kan tanggung jawab utama Penugasan terhadap bawahan Dibagi berdasarkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan Dibagi berdasarkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan Dibagi berdasarkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan Pola Komunikasi Dominan bottom up Dominan bottom up Dominan bottom up Tekanan bagi bawahan Diberikan, tujuan untuk mengingatkan Diberikan reward dan punishment sesuai regulasi pemerintah Diberikan, supaya progress fisik jelas Inisiatif dari bawahan Perlu Perlu Perlu

Upload: vuongtuong

Post on 24-Jun-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Dari hasil Interview ketiga Kepala Sekolah

berstatus anak Sulung, anak Tengah, dan anak

Bungsu, maka didapatkan matriks sebagai berikut:

Tabel 4.1

Birth

Order

Indikator

Anak Sulung Anak

Tengah Anak Bungsu

Kewenangan

dan tanggung jawab

Mendelegasikan

wewenang, tetap mempertahan kan tanggung jawab utama

Menyerahkan

tanggung jawab dan wewenang pada bawahan

Mendelegasikan

wewenang, tetap mempertahan kan tanggung jawab utama

Penugasan terhadap bawahan

Dibagi berdasarkan partisipasi

bawahan dalam pengambilan keputusan

Dibagi berdasarkan partisipasi bawahan

dalam pengambilan keputusan

Dibagi berdasarkan partisipasi

bawahan dalam pengambilan keputusan

Pola Komunikasi

Dominan bottom up

Dominan bottom up

Dominan bottom up

Tekanan bagi

bawahan

Diberikan, tujuan

untuk mengingatkan

Diberikan

reward dan punishment

sesuai regulasi pemerintah

Diberikan, supaya

progress fisik jelas

Inisiatif dari bawahan

Perlu Perlu Perlu

30

Lanjutan Tabel 4.1

Birth

Order

Indikator

Anak Sulung Anak

Tengah Anak Bungsu

Bagaimana menghadapi

masalah atau tuntutan

Yang baik

dipacu, yang

kurang dikelola

Mengajak bawahan berdiskusi

Mengatasi

masalah

tanpa masalah

Mengajak bawahan berdiskusi

Mengedepankan

kesejahteraaan

batin daripada materi

Mensharekan permasalahan kemudian

mengambil keputusan

Pemanfaatan Teknologi

Web baru

dirintis tahun lalu

Internet kurang lancar

Komunikasi

guru-guru dominan SMS, beberapa WA

LCD di kelas-

kelas sudah terpasang

CCTV

Kabel biasa diganti kabel Fiber Optik, bandwidth dinaikkan

Penambahan

7 unit komputer

Website ada

Komunikasi

guru-guru dominan SMS

Internet lancar

Ada facebook grup, namun tidak join

Guru-guru

banyak yang memiliki email, WA

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab

Pada anak Sulung, untuk indikator kewenangan

dan tanggung jawab didapati bahwa responden

mendelegasikan sebagian besar wewenang, dan tetap

mempertahankan tanggung jawab utama. Hal ini

terlihat dari kutipan wawancara sebagai berikut:

31

Untuk kewenangan ini, ada 3 pilihan ya? Ini saya cenderung yang b, mendelegasikan sebagian besar

wewenang dan tetap mempertahankan tanggung

jawabnya yang utama. Jadi, contoh, untuk Kurikulum

ini saya beri kewenangan untuk merencanakan kegiatan-

kegiatan selama satu tahun, kemudian diperpendek menjadi satu semester. Demikian juga untuk urusan-

urusan yang lain, jadi seperti e kesiswaan, humas,

maupun sarana prasarana, ya. Di awal tahun kita

biasanya mengadakan IHT dan setiap urusan

memaparkan rencana. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Responden juga terbuka untuk memaparkan

bahwa disamping keberhasilan yang dapat dirasakan

dalam bidang kurikulum, contoh yang kurang berhasil

pun ditemui.

Hanya yang kurang berhasil dalam hal ini mungkin kurikulum ini setelah perjalanan itu kurang memantau

kepada Bapak Ibu Guru sehingga apa itu perangkat-

perangkat yang telah disiapkan kurikulum jadi seperti

daftar hadir siswa, kemudian kemajuan kelas yang harus

diisi guru ketika mengajar, itu kadang2 kosong, nah ini, dalam hal ini Kepala Sekolah juga harus turun tangan,

nah semacam itu. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Contoh konkret yang diberikan oleh salah satu

Waka juga mengungkap tentang pembuatan perangkat

pembelajaran ini. Meskipun telah disepakati bersama

tentang pemberian tugas tersebut, namun bila Kepala

Sekolah tidak mempertahankan tanggung jawab utama

untuk mengkontrol, tentu saja akan banyak Guru yang

tidak tepat waktu untuk memenuhi tugasnya. Hal ini

terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,

Di sini misalnya kalau jadi guru, pembuatan perangkat

untuk pembelajaran, untuk perangkat pembelajaran biasanya sudah ditugaskan, perangkat ke kurikulum

32

kemudian ke Kepala Sekolah, itu sudah diberikan batas pengumpulan, Cuma itu pasti ada yang tertunda, apalagi

kalau tidak kita kontrol setiap, sebelum hari H-nya

sudah kita tanyakan dulu, kalau tidak kita kontrol pasti

akan molor itu. Itu apa ini , kebiasaan yang masih ada di

lingkungan kita ini. (Wawancara tanggal 2 Agustus 2015)

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pendelegasian

tugas-tugas sekolah, meskipun telah ditunjuk orang-

orang tertentu di bidangnya masing-masing, responden

menyadari bahwa tanggung jawab utama tetaplah ada

pada Kepala Sekolah sendiri.

Hasil wawancara dengan Anak Tengah untuk

aspek kewenangan dan tanggung jawab menunjukkan

bahwa responden menyerahkan tanggung jawab dan

wewenang pada bawahan. Hal ini terlihat dari transkrip

wawancara sebagai berikut

Penyerahan tugas kepada seluruh warga SMP 9. Iya,

menurut pengamatan, profesionalitas masing-masing

personil. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

Pada rapat di awal tahun ajaran, responden akan

membagi tugas sesuai kapabilitas bawahannya supaya

ketika tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing

personil diharapkan dapat menjalankan tugas dan

fungsinya dengan baik.

Namun, tetap ada hal-hal yang menurut

responden kurang maksimal seperti contoh berikut,

Namun demikian, di samping keberhasilan-keberhasilan

juga ada yang belum dalam arti belum bisa melakukan tugas mereka sesuai dengan job descriptionnya, ambil

contoh misalkan di ketatausahaan juga ada sebagian

yang baru melaksanakan tugasnya sebagian, demikian

33

profesionalitas dari Tata Usaha perlu kita tingkatkan. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

Dan juga contoh berikut, mengenai penataan

lingkungan yang kurang maksimal,

Lingkungan itu ada yang belum bisa melaksanakan sebaik2nya, sebagai contoh untuk tingkat kebersihan

yang belum tercapai, terus kemudian penataan

lingkungan untuk menciptakan sekolah rindang, bersih,

hijau, produktif, belum tercapai. Nah, dari situ tentunya

kami membuat sebuah reward dan punishment juga,

yang belum kami memberikan teguran2 secara lisan yang bersifat memotivasi mereka agar dalam program

tahun berikutnya dapat tercapai. (Wawancara tanggal 31

Juli 2015)

Responden memandang perlunya diadakan IHT (In

House Training) yang akan diadakan bulan Agustus

2015 sebagai langkah peningkatan profesionalitas bagi

stafnya tersebut.

Untuk aspek kewenangan dan tanggung jawab,

Anak Bungsu mendelegasikan sebagian besar

wewenang, namun tetap mempertahankan tanggung

jawab utama. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara

sebagai berikut,

Masalah kewenangan dan tanggung jawab, saya

mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tanggung

jawab utama, contoh pekerjaan2 yang bisa saya delegasikan, saya delegasikan pada para wakil namun

demikian masalah justifikasi atau pengambilan

keputusan adalah tetap saya sebagai Kepala Sekolah.

(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Dengan demikian, pekerjaan-pekerjaan

didelegasikan responden, misal sekaitan dengan

34

urusan kesiswaan, akan responden delegasikan pada

Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, sekaitan

dengan kurikulum seperti adanya beasiswa S2 yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Salatiga,

responden mendelegasikan pada Wakil Kepala Sekolah

bidang Kurikulum supaya dapat mensosialisasikan

pada para Guru supaya bagi yang memenuhi

persyaratan dapat mengikuti.

Mengenai kewenangan dan tanggung jawab ini,

responden masih belum merasa puas, sebagai contoh

capaian prestasi anak-anak didik yang menurutnya

belum maksimal, seperti terungkap berikut,

Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih

ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27

Juli 2015)

Responden masih menginginkan adanya

peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya

hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan

strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat

maksimal hasilnya.

4.1.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan

Untuk penugasan terhadap bawahan, responden

Anak Sulung membagi berdasarkan partisipasi

bawahan dalam pengambilan keputusan, seperti

kutipan di bawah ini

Jadi dalam pembagian tugas, pertama dari saya dulu, ya dari Kepala Sekolah, ini saya menentukan personil-

personil sesuai dengan kemampuan mereka dan

35

tanggung jawab mereka ya, contoh, 4 Waka, saya pilih dulu orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya,

setelah itu, di bawah Waka ada koordinator. Ini juga

saya pilih orang yang bisa bekerja sama dengan Waka.

Waka saya mintai pendapat dulu kira 2 cocok dengan

siapa gitu, kemudian baru anggota-anggota yang lain. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Meskipun demikian, responden juga menemui

kendala sebagai berikut

Jadi suatu ketika, ada koordinator yang tidak bisa

melaksanakan tugasnya sesuai dengan rencana.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Kendati responden telah membagi tugas

berdasarkan penilaiannya akan orang-orang yang

dianggap mampu, ditemukan bahwa pilihan yang telah

dibuat berdasarkan kemampuan mereka juga ada yang

ditemukan tidak sesuai dengan harapan.

Untuk aspek penugasan terhadap bawahan, Anak

Tengah membaginya berdasarkan partisipasi bawahan

dalam pengambilan keputusan. Hal ini terlihat dari

transkrip wawancara sebagai berikut,

Untuk penugasan terhadap bawahan, kami mengambil

beberapa cara, yang pertama masukan dari teman-

teman, yang kedua dari evaluasi kinerja yang ketiga dari analisa yang telah mereka lakukan sehari-hari. Dari sini

kami maka kami mengetahui tingkat kemampuan yang

bersangkutan, atau personal-personal yang

bersangkutan, sehingga tidak hanya dari satu sisi Kepala

Sekolah namun juga bottom up dari bawah. (Wawancara

tanggal 14 Juli 2015)

Mengenai kewenangan dan tanggung jawab

responden Anak Bungsu masih belum merasa puas,

36

sebagai contoh capaian prestasi anak-anak didik yang

menurutnya belum maksimal, seperti terungkap

berikut,

Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih

ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa

mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27

Juli 2015)

Responden masih menginginkan adanya

peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya

hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan

strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat

maksimal hasilnya.

Untuk aspek penugasan terhadap

bawahan, Anak Bungsu membaginya berdasarkan

partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan,

seperti berikut,

Ya, dalam memberikan penugasan terhadap ya boleh

bawahan atau teman2 saya begitu, dibagi berdasarkan partisipasi bawahan, dalam pengambilan keputusan.

Maksudnya gini, dalam membagi tugas itu saya tidak,

kamu senang di mana, bukan demikian, tapi saya

berdasarkan penilaian selama kurun waktu tertentu,

kemudian berdasarkan juga masukan dari teman-teman.

(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Bagi responden, contoh kurang berhasil dalam hal

penugasan ini kecil sekali, seperti ditemukan pada

transkrip berikut,

Contoh yang kurang berhasil dalam pendelegasian, ya

ada tapi kecil sekali,karena sudah saya tugaskan sesuai

dengan job deskripsinya, mampu di bidang itu. Ini saya

pasrahi Sarpras Insya Allah mampu, ini saya pasrahi kurikulum, Insya Allah juga, sehingga ya kalau kurang

sempurna wajar tapi tidak berhasil hampir tidak ada.

37

Contoh konkret bagi pendelegasian yang kurang

berhasil seperti kita lihat dalam transkrip tersebut

tidak dikemukakan oleh responden.

4.1.3 Aspek Pola Komunikasi

Pola komunikasi yang didapat dari hasil

wawancara dengan responden Anak Sulung adalah

dominasi bottom up. Hal ini terlihat dari contoh berikut

Koordinator atau penanggung jawab Pramuka ini

membuat rencana, rencana kerja maupun rencana

anggaran dalam pengelolaan siswa ini, kemudian datang

ke tempat saya, Kepala Sekolah apa meminta

persetujuan. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Namun responden juga mengungkap bahwa ada

komunikasi yang bersifat top-down seperti berikut

Jadi suatu ketika, pendelegasian wewenang atau

pemberian tugas, e suatu ketika dari Kepala Sekolah,

tapi kadang-kadang ada kegiatan-kegiatan tertentu yang

dari bawah, usulan dari bawah. (Wawancara tanggal 25

Juli 2015)

Untuk aspek pola komunikasi yang diterapkan,

responden Anak Tengah mengatakan bahwa bottom up

lebih sesuai diterapkan di sekolahnya. Hasil triangulasi

juga menyatakan bahwa responden dominan

melakukan pola komunikasi bottom up. Transkrip

wawancara dengan responden untuk mengungkap pola

komunikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut

Pola komunikasi, pola komunikasi ya yang diterapkan di

sekolah kami, di SMP 9 adalah saya senantiasa

menerapkan koordinasi dan komunikasi antar teman,

38

jadi segala sesuatu senantiasa kami musyawarahkan dengan teman-teman. Saya punya prinsip keberhasilan

dalam sebuah sekolah itu bukan keberhasilan pribadi

atau pimpinan, namun keberhasilan dari teman-teman

semuanya. Oleh sebab itu di dalam kami berkomunikasi,

ini saya membuka, membuka seluas-luasnya baik dari teman-teman yang GTT, PTT, dari teman-teman

kebersihan, baik dari atasan pun kami senantiasa

membuka komunikasi secara luas. (Wawancara tanggal

14 Juli 2015)

Responden juga mengemukakan bahwa dengan

membuka komunikasi seluas-luasnya dengan bawahan

tentu memiliki kelemahan sebagai berikut,

Kelemahannya, kemungkinan, tapi bukan, bukan terjadi

pada diri saya pribadi, banyak pimpinan yang jaim, tapi

di sini akhirnya begitu dekatnya antara bawahan dengan

atasan, yang kadang juga batas-batas itupun tidak jelas

begitu. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

Pola komunikasi yang diterapkan

responden Anak Bungsu memformulasikan dari ketiga

pola komunikasi yang disediakan sebagai pilihan, yaitu

top down, bottom up, dan horisontal sesama rekan

kerja. Alasan mengapa diformulasikan, responden

sampaikan bahwa ini adalah pola komunikasi yang

efektif diterapkan di sekolah ini.

Jadi kami memformulasikan, juga terkadang, bottom up, juga terkadang top down, juga terkadang sesama rekan

kerja, jadi suatu saat saya sharing dengan teman2, jadi

untuk saya mengambil keputusan, saya sharekan dulu,

kemudian saya rangkum, setelai saya rangkum, akhirnya

saya putuskan. E hanya, bagian2 tertentu yang bersifat

teknis, saya ambil sikap sendiri, nah, top down berarti, tapi kalau yang sifatnya untuk kepentingan bersama itu

saya ambil bottom up, dari bawah. Kemudian juga

mereka tak suruh mereka berdiskusi melalui perwakilan

disampaikan kepada kami, baru kami pilah2, mana yang

sesuai ya itu yang kami kerjakan, yang tidak sesuai ya

39

kami ambil formula yang baru. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Contoh yang diberikan oleh responden mengenai

pola komunikasi yang kurang berhasil adalah tentang

pemilihan kyai bagi acara Halal Bihalal sekolah. Telah

didelegasikan tugas untuk mencari kyai, namun

rupanya tidak sesuai dengan harapan Bapak Kepala

Sekolah.

Saya tidak menganggap itu kurang maksimal, kyai ne ora apik, kyaine itu keras, kyai ne itu bersimpangan

dengan pemerintahan, walaupun mereka orang

pemerintahan tapi kurang puas dengan pemerintahan,

itu kan batin saya tidak puas, itu kurang maksimal. Itu

saya perintahkan, saya delegasikan ternyata kurang

maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

4.1.4 Aspek Tekanan Bagi Bawahan

Tekanan bagi bawahan diungkapkan responden

Anak Sulung perlu diberikan dengan tujuan untuk

mengingatkan.

Untuk tekanan terhadap bawahan ya, ini memang perlu

diberikan, suatu ketika memang perlu diberikan ya

supaya kinerjanya itu bisa teratur dan juga laporan

kegiatan itu selesai sesuai dengan rencana. Itu, dan juga,

tekanan, atau di sini mungkin bukan tekanan ya, tapi

apa ya, penekanan atau mungkin mengingatkan. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Namun terkait tekanan terhadap bawahan,

dikemukakan responden pula bahwa meskipun untuk

memenuhi target tertentu, hal ini berhasil, namun

40

tetap ada juga porsi kekurangberhasilan seperti

diungkap wawancara sebagai berikut

Yah, meskipun sudah saya beri tekanan-tekanan,

peringatan-peringatan ya semacam itu, ya tapi kadang-kadang ada keteledoran, contoh ini, yang tugas nutup

itu, kan yang tugas nutup Pak Satpam. Justru dari dia,

kadang jam 7 tet gitu belum apa, belum ditutup.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Responden dengan terbuka mengatakan bahwa

seringkali pengingat-pengingat semacam itu dilakukan

sebab dalam perjalanan waktu, hal-hal yang telah

disepakati di awal mulai longgar.

Ketika ditanya tentang tekanan bagi bawahan,

responden Anak Tengah lebih memilih kata ‘reward dan

punishment’ dibandingkan istilah ‘tekanan’. Sesuai

regulasi dari pemerintah, maka demi tercapainya

sasaran kerja, maka dibuatlah SKP (Sasaran Kinerja

Pegawai) sebagaimana dapat kita lihat pada transkrip

percakapan dengan responden sebagai berikut.

Untuk para pegawai, guru, karyawan di sekolah kami, di

SMP 9 khususnya itu setiap awal tahun pelajaran

mereka harus membuat SKP , Sasaran Kinerja Pegawai.

Nah, di situ untuk masing-masing guru, ya, jadi guru juga buat SKP, TU juga buat SKP yang itu merupakan

perencanaan dalam kerja mereka dalam satu tahun ke

depan. Nah, dari dari situ senantiasa kita evaluasi, jadi

setiap akhir semester juga akan kita lihat seperti apa

kinerja mereka, terus pada akhir tahun juga akan kita

evaluasi, pencapaian target dari Sasaran Kinerja Pegawai yang nantinya akan diajukan dalam angka, dimana

Sasaran Kinerja Pegawai itu nanti target yang dicapai

akan menentukan prestasi kerja dalam satu tahun.

(Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

41

Dari SKP tersebut, kemudian diterbitkan Penilaian

Kinerja Pegawai, dan juga bagi mereka yang tidak

disiplin, Kepala Sekolah membuat teguran secara lisan

dan juga tertulis.

Meskipun telah dibuat SKP, responden juga

mengungkapkan bahwa masih ada pegawai yang

kinerjanya belum maksimal

Pegawai yang ya mungkin kehadirannya juga belum

baik, perlu peningkatan. (Wawancara tanggal 14 Juli

2015)

Untuk itu responden berencana untuk membawa

hal tersebut pada rapat evaluasi di akhir tahun.

Responden menyampaikan bahwa untuk tekanan

bagi bawahan, perlu diberikan supaya progress fisiknya

jelas. Dengan demikian, hasil pekerjaan dapat dengan

mudah dipantau. Sebagai tambahan, responden juga

berharap bahwa hasil pekerjaan telah ada di meja

responden H-1 hari, sebagaimana dapat dilihat pada

transkrip berikut

Misalnya, taruhlah membuat proposal misalnya, atau

mengerjakan misalnya e kita mau membagikan rapor, itu

kan ditangani kurikulum, misalnya saya bagikan tanggal 17 misalnya, ini gaweyane kurikulum.Maka sebelum

tanggal 17, tanggal 16 itu harus bisa selesai di atas meja.

(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Alasan yang dikemukakan responden mengenai

hal ini terkait dengan hal-hal teknis yang kadang di

luar perkiraan seperti printer yang rusak, ataupun

listrik yang padam. Sehingga maksud responden adalah

supaya tenggat waktu suatu pekerjaan terpenuhi

42

secara step by step, tidak mendadak. Bilamana

ternyata ada kendala teknis di luar perkiraan pada hari

H, pekerjaan tersebut sudah selesai H-1.

Contoh untuk tekanan bagi bawahan yang kurang

berhasil diungkap responden dengan contoh pemakaian

seragam bagi Guru dan Karyawan di lingkungan

sekolah sebagai wujud kebersamaan. Telah disepakati

akan dipakai bersama untuk tanggal berapa dipakai,

namun rupanya tetap ada yang tidak dapat memenuhi

hal tersebut, dikarenakan kondisi Rumah Tangga yang

tidak memungkinkan. Hal ini terlihat dari transkrip

sebagai berikut.

Tidak bisanya itu bukan karena dia menentang, tidak

bisanya itu bukan karena dia menentang, tapi kondisinya ada yang njahitne itu sekian puluh bulan

tidak diambil karena juga tidak ada gitu lo, ini contoh.

Harusnya seragam, tapi sampai sekarang belum dipake

karena tadi, dijahitne belum diambil2 karena sampai

keterbatasan anggaran (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Contoh lain untuk aspek tekanan terhadap

bawahan adalah tentang Koperasi Sekolah. Meskipun

Kepala Sekolah telah memberikan instruksi bagi

pembatasan pinjaman, namun rupanya hal tersebut

tidak dilaksanakan oleh pengurus. Hal ini terlihat dari

transkrip sebagai berikut,

Kemudian dari pengurus itu kan tak tugaskan rodo

memfilter gitu, namun demikian karena roso tadi kan tidak bisa. Njenengan kalau misalnya di sana diberikan

tugas menjadi bendahara koperasi, dan ada temannya

menangis2, merengek2, ada kekuatan untuk menolak,

tetapi roso tadi membelenggu, akhirnya semacam itu. Itu

43

kan berarti tugas yang saya beri itu tidak maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

4.1.5 Aspek Inisiatif dari Bawahan

Untuk aspek inisiatif dari bawahan, responden

Anak Sulung mengungkapkan bahwa hal ini dipandang

perlu, sebagaimana terungkap dari transkrip berikut

Ya, perlu sekali, jadi bawahan juga kita beri apa ya,

kesempatan untuk memberikan masukan-masukan,

berkenaan dengan ya, semua kegiatan di sekolah, baik

secara akademis maupun yang non akademis.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Hasil triangulasi juga menyatakan hal yang sama

bahwa para Waka dan Guru dapat menyatakan ide

mereka mengenai suatu hal, kemudian Ibu Kepala

Sekolah akan mempertimbangkan masukan -masukan

tersebut dalam pengambilan keputusan.

Inisiatif dari bawahan, disampaikan oleh

responden Anak Tengah sangat diperlukan, sebab

merekalah mitra kerja yang akan membawa

keberhasilan bagi sekolah. Hal ini dapat terlihat pada

transkrip berikut

Maka, untuk inisiatif dari bawahan ini juga amat saya

perlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik

karena kadang inisiatif-inisiatif itu akan bersifat

membangun bagi kemajuan sekolah. (Wawancara tanggal

14 Juli 2015)

Bagi responden, diperlukan reward dan

punishment yang bersifat membangun demi kemajuan

sekolah. Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil

44

Kepala Sekolah, juga didapati bahwa berbeda dari gaya

kepemimpinan sebelumnya, responden memberikan

reward kepada mereka yang dianggap berprestasi,

sehingga mereka merasa dihargai.

Responden Anak Bungsu memandang inisiatif dari

bawahan diperlukan sebab dengan adanya ide2 yang

masuk, responden dapat lebih ‘berkreasi’, seperti yang

dapat dilihat dari transkrip berikut,

Sangat diperlukan, karena dengan banyak ide yang

masuk, kita akan lebih bisa berkreatif. Bilamana saya

pandang perlu, tentu inisiatif2 itu akan saya akomodir

menjadi satu keputusan yang akan dituangkan sebagai

keputusan SMP 3, bukan keputusan si A, si B, si C, ataupun dari saya. Berarti keputusan sekolah.

(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Inisiatif dari bawahan yang kurang berhasil

menurut responden adalah dalam pembuatan buku

kenangan. Dalam proses pembuatannya, para siswa

dibebaskan mengambil foto bersama. Ternyata, dalam

pelaksanaannya, mereka cenderung mengambil lokasi

yang jauh seperti misalnya jalan lingkar, sehingga

dapat mengganggu proses belajar mengajar. Hal ini

terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,

Buku kenangan. Itu fotonya kan sampai kemana2, sampai jauh sekali. Akhirnya secara signifikan dia akan

mengganggu juga proses kegiatan yang terpadu, kegiatan

yang sudah dicanangkan untuk peningkatan mutu kan

sekian persennya mengganggu, karena pada saat harus

belajar, itu foto bareng ke mana, ke mana, misalnya kelas 9 A, kami foto di mana, di jalan lingkar, gitu, untuk

album kelulusan, sehingga kalau itu nanti budaya itu

diteruskan tidak mencari waktu yang tepat, pasti akan

45

mengganggu persiapan ujian nasional. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Untuk mengatasinya kemudian dicarilah waktu

yang tidak mengganggu proses belajar mengajar supaya

dapat tercipta win-win solution.

4.1.6 Aspek Bagaimana Menghadapi Masalah atau

Tuntutan

Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Anak

Sulung sering mengajak bawahan berdiskusi. Hal ini

terlihat dari transkrip berikut

Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi.

Bila ada permasalahan muncul, responden akan

mensharingkan pada keempat Wakil Kepala Sekolah,

untuk kemudian berdiskusi sebagai bahan

pengambilan keputusan.

Untuk menghadapi tuntutan, Kepala

Sekolah Anak Tengah, menggunakan skala prioritas,

kemudian mendiskusikannya dengan bagian terkait

untuk mencari Win-win solution seperti ditemukan

dalam transkrip berikut,

Jadi dalam menghadapi sebuah tuntutan, atau

permasalahan2, akan senantiasa kita melihat ke

belakang, akan kita tentukan skala prioritas, kita sesuaikan dengan pendanaan yang ada, terus kemudian

juga kita sesuaikan dengan regulasi yang ada termasuk

di dalam pertanggungjawaban atau per.SPJ.an, sehingga

dengan demikian itu akan terselesaikan dengan baik dan

46

alhamdulillah untuk permasalahan2 yang ada di SMP 9 ini bisa terselesaikan dengan baik, sebagai contoh aja

mungkin untuk tahun ini saya sudah mencoba untuk

peningkatan komputerisasi di SMP 9 karena komputer2

yang dipakai sudah lama, padahal sekarang tuntutannya

kan tinggi, jadi kita lihat dana BOS, kita lihat juknis yang ada di sana, ternyata memungkinkan untuk

penambahan dimana SMP bisa menambah sampai 7

unit. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Hal ini sesuai dengan transkrip validasi dengan

salah seorang Wakil Kepala, mengenai bagaimana

beliau mendiskusikan suatu masalah,

Bapak Kepala Sekolah kadang memerintahkan, tapi lebih

banyak meminta pendapat dari teman2 kemudian

dirembug bersama, setelah itu baru mengambil keputusan. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Hal senada juga diungkap oleh salah satu guru,

sebagai berikut,

Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Bapak Kepala Sekolah biasanya pertama, masalah itu

diselesaikan tuntas, sekiranya tuntas ya win-win

solution,nah seperti contoh ketika penerimaan siswa

baru, karena online, terus di lingkungan kami

internetnya belum cepat,Pak Ngadiman segera merespon terus mengganti kabelnya dengan fiber optik.

(Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Dalam upaya menyelesaikan masalah atau

menghadapi tuntutan, Anak Bungsu tidak menjawab

pertanyaan ini. Alih-alih, responden menyampaikan

bahwa sebagai seorang pemimpin yang baik, pemberian

kesejahteraan hendaknya sebanding dengan pemberian

tuntutan, seperti terdapat pada transkrip berikut ini,

Tuntutannya itu kalau bisa sebagai seorang pemimpin,

baik, apa pemberian kesejahteraan itu ya sebanding

47

dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

4.1.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi

Pemanfaatan teknologi oleh Anak Sulung

terlihat dari adanya web yang baru dirilis tahun lalu,

komunikasi dengan guru2 lebih banyak melalui sms,

beberapa telah menggunakan WA, LCD di kelas-kelas

telah terpasang. Kendala yang ditemui dalam

pemanfaatan teknologi ini adalah jaringan internet yang

kurang lancar.

Teknologi dimanfaatkan Anak Tengah seperti

adanya CCTV utk pantauan langsung ke kelas-kelas

dan beberapa titik sekolah, adanya website SMP 3,

penggunaan kabel Fiber Optik supaya internet menjadi

lancar, penggunaan SMS untuk berkomunikasi dengan

guru-guru.

Aspek pemanfaatan teknologi di sekolah dikatakan

Bapak Kepala Sekolah sebagai ‘sumber segala sumber’.

Untuk mendapatkan sambutan Bapak Menteri

(diunduh dari Dapodik), sebagai sarana berkomunikasi

(sms dan WA), untuk memantau perkembangan situasi

(Facebook grup). Namun di dalam Facebook Grup,

Bapak Kepala Sekolah tidak masuk di dalamnya,

supaya para anggota kemudian tidak menarik diri

dalam mengungkapkan pendapat. Hal ini dikemukakan

responden sebagai berikut,

Namun demikian kami sebagai pimpinan tidak masuk ke

situ. Kami membatasi bukan karena saya tidak mau

masuk ke pergaulan itu tapi saya hanya, bilamana ada

48

hal2 yang tidak nanti itu kan, crito2 di situ, nanti kan ono sing ngrasani Kepala Sekolahe barang, kan ada yang

tidak berani, lebih baik saya apa, memanfaatkan teman2

yang saya percaya, perkembangan apa yang ada di SMP

3. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

4.2 Gaya Kepemimpinan dan Birth Order

Gaya Kepemimpinan yang diungkap responden

Anak Sulung adalah gaya kepemimpinan Demokrasi.

Contoh pengambilan keputusan secara musyawarah

mufakat yang merupakan ciri dari gaya kepemimpinan

ini terungkap dalam contoh Halal Bihalal yang akan

dilaksanakan. Semula disepakati bahwa akan

digunakan kursi dalam acara tersebut mengingat

jumlah peserta yang dituakan cukup banyak. Namun,

kemudian, sie konsumsi terkendala sebab tidak sesuai

dengan konsumsi yang disajikan.

Ternyata ini tadi dari seksi konsumsi, yang ndak setuju

karena tidak sesuai dengan apa, konsumsi yang akan

ditampilkan. Mereka sudah menyeting konsumsinya itu

lesehan, tidak didusi. Nah ini tadi kan makanya terus

matur, gimana. Ya sudah, kalau saya kan memikirkannya untuk tamu-tamu undangan.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Akhirnya setelah kontak dengan sarana prasana,

panitia memutuskan untuk acara menjadi konsep

lesehan

Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Ibu

Kepala Sekolah sering mengajak bawahan berdiskusi.

Hal ini terlihat dari transkrip berikut

Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

49

yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi.

Bila ada permasalahan muncul, Ibu Kepala Sekolah

akan mensharingkan pada keempat Wakil Kepala

Sekolah, untuk kemudian berdiskusi sebagai bahan

pengambilan keputusan.

Diungkapkan oleh Responden Anak Tengah, bahwa Gaya kepemimpinan yang digunakan adalah Gaya Kepemimpinan Demokratis.

Untuk gaya kepemimpinan yang saya laksanakan di SMP

9, saya menggunakan gaya style demokrasi. Jadi karena di sini di SMP 9 dari analisa saya itu yang paling tepat

karena apa di sini, seperti yang saya sampaikan kemarin

usulan2 dari bawahan sebagai bottom up juga kami

perhatikan, dengan demikian mereka merasa

diperhatikan. Namun demikian dari atas juga kita padukan. Di sini yang paling tepat juga sebuah

koordinasi yang senantiasa kita lakukan dengan para

bawahan karena dengan demikian kita akan mengetahui

kekurangan dan apa2 yang mereka harapkan itu bisa

kita akomodir, di sini seperti itu, dengan pendekatan2

yang persuasif, tanpa adanya gaya kepemimpinan yang otoriter. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Dari hasil validasi data, juga diungkap hal yang

sama oleh salah seorang Guru, seperti berikut,

Untuk Gaya Kepemimpinan Bapak Kepala Sekolah di

SMP 9, cenderung banyak demokratis. Bisa ditelusuri

yang pertama e responden, hampir setiap hari Senin itu

pasti mengadakan rapat, jadi rapat Bapak Ibu Guru itu

untuk menggali aspirasi,mungkin Guru ada yang usul atau bagaimana, nanti di situ, dirembug bersama2.

(Wawancara tanggal 31 Juli 2015).

Gaya kepemimpinan yang diungkapkan Bapak

Kepala Sekolah berstatus Anak Bungsu ini adalah

partisipatif. Responden lebih suka menggunakan kata

tersebut untuk menggambarkan gaya

50

kepemimpinannya, seperti terlihat dari transkrip

berikut,

Gaya Kepemimpinan kami cenderung pastisipasi, Jadi

saya bukan termasuk orang yang otoriter, namun demikian saya bukan orang yang menyampaikan

keputusan hanya berdasarkan rangkuman dari teman2.

Jadi hal2 tertentu saya sampaikan didepan tadi, kalau

hal2 yang prinsip, yang menyangkut teknis yang tidak

bisa diambil secara keputusan bersama ya pasti saya

yang mengambil. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan

salah satu Wakil Kepala Sekolah yang mengatakan

bahwa responden adalah sosok yang demokratis,

melibatkan partisipasi dari berbagai pihak dalam

pengambilan keputusannya.

Dalam upaya menyelesaikan masalah atau

menghadapi tuntutan, Bapak Kepala Sekolah tidak

menjawab pertanyaan ini. Alih-alih, responden

menyampaikan bahwa sebagai seorang pemimpin yang

baik, pemberian kesejahteraan hendaknya sebanding

dengan pemberian tuntutan, seperti terdapat pada

transkrip berikut ini,

Tuntutannya itu kalau bisa sebagai seorang pemimpin,

baik, apa pemberian kesejahteraan itu ya sebanding

dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara

tanggal 27 Juli 2015)

51

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

4.3.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab

Untuk indikator kewenangan dan tanggung jawab,

Anak Sulung, dan Anak Bungsu mengungkapkan

bahwa mereka mendelegasikan sebagian besar

wewenang, dan tetap mempertahankan tanggung jawab

utama, sedangkan pada anak Tengah, responden

mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang. Pada

anak sulung, hasil wawancara kedua Wakil Kepala

Sekolah juga menunjukkan bahwa responden tetap

mempertahankan tanggung jawab utamanya, dan

mendelegasikan tugas-tugas kepada Para Waka.

Contoh konkret yang diberikan oleh Kepala Sekolah

yang juga sama dengan salah satu Waka adalah dalam

pembuatan perangkat pembelajaran. Meskipun telah

disepakati bersama tentang pemberian tugas tersebut,

namun bila Kepala Sekolah tidak mempertahankan

tanggung jawab utama untuk mengkontrol, tentu saja

akan banyak Guru yang tidak tepat waktu untuk

memenuhi tugasnya. Dengan demikian, fungsi kontrol

yang dilaksanakan responden tetap harus dilakukan

sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai Kepala

Sekolah. Hal ini menunjukkan ciri kedisiplinan seperti

yang dinyatakan Datnner (2000)

Pada anak Tengah, responden menyerahkan

tanggung jawab dan wewenang pada bawahan sesuai

dengan profesionalitas dan pengamatan yang

dilakukan. Responden berharap dengan tiap personil

52

sudah tahu tentang tugasnya masing-masing, ketika

tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing personil

sudah mengerti akan tugasnya, sehingga fungsi

masing-masing bagian akan dapat maksimal. Contoh

konkret yang diberikan responden adalah pembagian

tugas yang diberikan di awal tahun ajaran dengan

memperhatikan profesionalisme masing-masing

personil. Seandainya ada kendala di tengah tahun

ajaran bila ada personil yang belum dapat

melaksanakan tugas seperti yang disepakati bersama,

responden akan memberikan teguran berupa motivasi

pada bawahannya.

Untuk Kepala Sekolah berstatus anak Bungsu,

responden juga mengungkapkan bahwa dirinya

mendelegasikan sebagian besar wewenang, namun

tetap mempertahankan tanggung jawab utama.

Responden akan cenderung membagi-bagi tugas pada

keempat Wakil Kepala sesuai bidangnya, namun

pengambilan keputusan tetap pada responden sebagai

Kepala Sekolah. Dengan demikian, akan ada hal-hal

yang langsung dapat diputuskan responden sendiri

sebagai contoh bila ada siswa yang hendak masuk ke

sekolahnya, dengan nilai mencukupi, maka responden

tidak perlu bertanya kepada Wakil Kepala, dan dapat

langsung memutuskan bahwa siswa tersebut diterima.

Jadi untuk hal-hal yang tertentu, responden akan

mengambil keputusan sendiri, baru kemudian akan

mensharingkan kepada Para Wakil.

53

4.3.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan

Ketiga narasumber baik Sulung, Tengah, dan

Bungsu mengungkapkan bahwa untuk penugasan

terhadap bawahan dibagi berdasarkan partisipasi

mereka dalam pengambilan keputusan. Pada

pembagian tugas di awal tahun pelajaran, ketiga Kepala

Sekolah sebelumnya telah mempertimbangkan

kemampuan para personil untuk bertugas terutama

sebagai Wakil Kepala juga koordinator-koordinator.

Dalam perjalanan waktu, seandainya mereka merasa

ada personil yang memiliki kinerja yang tidak sesuai

dengan harapan, ketiganya sama-sama mengungkap

bahwa evaluasi kembali akan dilakukan, dan tidak

menutup kemungkinan personil tersebut akan dirotasi

pada posisi yang lebih cocok. Hal ini menunjukkan

bahwa dalam penugasan terhadap bawahan, mereka

tidak serta merta memilih berdasarkan suka atau tidak

suka, namun mereka mempertimbangkan kemampuan

para personil yang sebenarnya.

Pada Anak Sulung, apabila ada personil yang

memang responden rasa harus dirotasi, maka

responden akan menunggu hingga tahun ajaran baru.

Bila ada posisi yang harus diganti, bagi responden hal

itu adalah konsekuensi dari keputusannya yang

mungkin salah dalam menilai seseorang, namun

responden akan tetap menunggu hingga tahun ajaran

selesai baru kemudian mengganti.

Sama halnya dengan Anak Sulung, pada Anak

Bungsu, seperti terungkap pada hasil wawancara

54

responden, evaluasi akan dilakukan sesegera

mungkin untuk rotasi personil, sekiranya ada yang

kurang maksimal dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya, bisa jadi satu tahun kemudian akan

dievaluasi. Namun, ketika ditanya poin

kekurangberhasilan, responden ungkapkan minim. Bila

kurang sempurna, responden pahami hal itu sebagai

sesuatu yang wajar dan butuh dipoles sedikit saja.

Bagi Anak Tengah, penugasan terhadap bawahan

dilakukan melalui 2 cara, yang pertama masukan

teman-teman, yang kedua dari evalusi kinerja sehari-

hari. Responden maksudkan hal tersebut supaya

penentuan kebijakan berasal dari bawahan dan juga

dari atasan.

4.3.3 Aspek Pola komunikasi

Untuk aspek pola komunikasi, Anak Sulung

dan Anak Tengah mengungkap bahwa mereka

cenderung melakukan bottom up, sedangkan untuk

Anak Bungsu memformulasikan diantara pola

komunikasi top down, bottom up, dan horisontal

sesama rekan kerja. Bagi Anak Bungsu, dengan

memformulasikan ketiga pola komunikasi akan

menjadikan komunikasi yang lebih efektif bagi

sekolahnya.

Diperkuat dari hasil wawancara dengan kedua

Waka, Anak Sulung akan menggalang masukan,

terutama dari keempat Waka dan guru, untuk dapat

memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan

kepentingan bersama. Untuk suatu keputusan yang

55

menyangkut kepentingan bersama, responden tidak

segan untuk mendapat masukan. Hal ini menunjukkan

bahwa dominasi pola komunikasi responden adalah

bottom up. Sehingga untuk hal-hal yang bagi bawahan

kurang sesuai, misal keputusan penutupan In-House

Training yang semula diputuskan responden dilakukan

di Jogja, kemudian dirubah di Jawa Timur sesuai

dengan masukan bersama.

Bagi Anak Tengah, komunikasi yang dilakukan

juga didominasi oleh pola bottom up. Hal ini diperkuat

dari hasi wawancara dengan salah satu Waka dan satu

orang Guru. Pada rapat yang diadakan setiap hari

Senin, responden manfaatkan untuk membahas

persoalan seperti dana BOS, perbaikan-perbaikan

mendesak yang dilakukan bagi bangunan, dan lain-

lain. Dengan cara demikian, banyak keputusan yang

diambil, diketahui oleh banyak pihak.

Anak Bungsu memilih formulasi dari ketiga pola

komunikasi, top down, bottom up, dan horisontal

sesama rekan kerja. Terkadang komunikasi dilakukan

bottom up, terkadang top down, terkadang sesama

rekan kerja. Untuk hal-hal tertentu yang bersifat

teknis, seperti yang responden sampaikan pada

wawacara, akan diambil sikap sendiri. Keputusan yang

sifatnya untuk kepentingan bersama responden akan

memilih pola bottom up, dari bawah ke atas. Kemudian

juga bawahan diminta berdiskusi melalui perwakilan,

kemudian disampaikan kepada Kepala Sekolah, baru

dipilah-pilah, mana yang sesuai yang dikerjakan, yang

56

tidak sesuai akan diambil keputusan baru. Pola

komunikasi yang demikian yang bagi responden efektif

bagi sekolahnya.

Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil

Kepala, didapati bahwa dalam menterjemahkan atau

menginterpretasi tugas yang diberikan, ada rasa

jangan2 tumpang tindih antara satu bagian dengan

bagian lain. Wakil Kepala menyampaikan bahwa hal ini

dapat disikapi dengan mempertegas komunikasi

supaya menjadi jelas tugasnya.

4.3.4 Aspek Tekanan bagi Bawahan

Bagi ketiganya, Anak Sulung, Tengah, maupun

Bungsu, ketiganya sepakat bahwa pemberian tekanan

bagi bawahan memiliki maksud memotivasi ke arah

yang lebih baik.

Untuk anak Sulung, tekanan bagi bawahan

diperlukan dengan tujuan untuk mengingatkan sebab

seperti yang responden sampaikan terkadang ada

keteledoran dari bawahan ketika sudah berjalan

beberapa waktu dari kesepakatan. Bagi responden

tekanan sebagai bentuk pengingat diperlukan supaya

banyak rencana selesai seperti laporan-laporan dan

kegiatan-kegiatan. Sebagai bentuk pengingat,

responden dapat langsung memanggil yang

bersangkutan, kemudian membahas dan

mengingatkannya supaya keteledoran menjadi minim.

Namun, rupanya tetap ada keteledoran yang dilakukan

hampir terus menerus meskipun telah diingatkan

sendiri oleh responden sebagai Kepala Sekolah,

57

misalnya dalam hal pengelolaan lingkungan oleh

tukang kebun. Responden harus terus menerus

kembali berpesan supaya daerah rindang di depan

kelas-kelas dan sekitar sekolah tetap dipertahankan

dengan disiram secara rutin. Hal ini menunjukkan

bahwa tekanan yang diberikan responden bersifat

sebagai self reminder, atau pengingat.

Anak Tengah lebih suka menggunakan kata

reward dan punishment dibandingkan tekanan. Bagi

responden, dengan memberikan reward dan

punishment akan menjadikan lebih efektif. Sesuai

regulasi pemerintah, SKP dibuat oleh setiap personil,

supaya jelas target pekerjaan. Seandainya memberikan

punishment pun, responden mengacu pada PP 54

tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dari hasil

wawancara dengan salah satu Waka, berbeda dari

kepemimpinan sebelumnya, pada kepemimpinan

responden ini ada reward yang diberikan bagi pegawai

yang dianggap berprestasi. Hal itu bagi bawahan

merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan yang

diberikan oleh Kepala Sekolah bagi kinerja mereka.

Pada Anak Bungsu, diungkap bahwa responden

tidak menyukai hasil pekerjaan yang selesainya mepet,

istilah dalam Bahasa Jawa, pada waktunya. Responden

lebih suka hasil pekerjaan jadi sehari sebelum hari H

untuk mengantisipasi hal-hal teknis yang tidak bisa

dikendalikan seperti printer yang tiba-tiba rusak,

ataupun mati lampu. Oleh karenanya, tekanan

diberikan oleh responden supaya progress fisik suatu

58

pekerjaan menjadi jelas. Dengan memberikan dateline

sehari sebelum hari H, responden berharap pekerjaan

tentunya dapat selesai sesuai tenggat waktunya

4.3.5 Aspek inisiatif dari bawahan

Pada aspek inisiatif pada bawahan, baik Anak

Sulung, anak Tengah dan anak Bungsu mengungkap

bahwa hal ini diperlukan. Tanpa inisiatif dari bawahan,

ketiganya sepakat bahwa tanpa adanya masukan,

saran-saran dari bawahan, tentu saja sekolah akan

sulit maju. Bagi mereka, keberhasilan sekolah

mencapai sesuatu tidak lepas dari sumbangsih saran

dan masukan dari bawah.

Anak Sulung menyampaikan bahwa untuk

pengambilan keputusan itu ada di tangan Kepala

Sekolah, namun ide-ide dari bawah tetap responden

tampung. Ada 2 cara dalam memberikan masukan, jadi

kadang-kadang Bapak Ibu Guru sendiri yang langsung

menemui responden tapi kadang-kadang responden

yang memanggil mereka untuk berdiskusi

menyelesaikan suatu masalah.

Bagi Anak Tengah, inisiatif dari bawahan juga

diperlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik

karena sebagaiman responden sampaikan, kadang

inisiatif-inisiatif itu akan bersifat membangun bagi

kemajuan sekolah. Bagi responden prestasi yang

dicapai sekolah, juga tidak terlepas dari peran serta

rekan-rekan kerjanya dalam mendukung memberi

masukan-masukan. Responden menyampaikan bahwa

masukan membangun bagi sekolah sangat diperlukan,

59

misalnya saja dalam sistem penerimaan siswa baru

yang tahun ini dilakukan secara online. Semula,

jaringan internet di sekolah masih terkendala,

kemudian dari masukan-masukan yang diberikan,

responden menerima dan memutuskan untuk

mengganti kabel dengan jenis Fiber Optik supaya

jaringan menjadi lebih baik. Karena kontur sekolah

berbentuk O, hotspot menjadi sulit, cara mengatasinya

adalah dengan bertahap titik-titik hotspot nantinya

diperbanyak. Masukan-masukan yang didapat dari

bawahan merupakan aset bagi responden, untuk

menuju perbaikan.

Bagi Anak Bungsu, dengan banyaknya ide yang

masuk dari bawahan, responden akan dapat berkreasi.

Contoh yang responden angkat adalah tentang

menyalami anak-anak di depan gerbang sekolah oleh

guru piket. Pada mulanya, mendapatkan komentar

‘seperti among tamu’, namun responden berprinsip

bahwa hal tersebut akan berdampak pada bagusnya

pendidikan karakter, sehingga hal ini masih

dilaksanakan hingga sekarang. Dari hasil wawancara

dengan salah seorang guru, juga didapati bahwa dalam

pelaksanaan ide tersebut, masih belum maksimal.

Personil guru piket yang sudah disepakati untuk

menyalami, terkadang ada yang tidak melaksanakan.

Hal ini disampaikan mungkin karena belum

terbiasanya melakukan kebijakan semacam ini, yang

juga tidak ada pada kepemimpinan sebelumnya. Hal ini

sejalan dengan apa yang dikemukakan Hadibroto

60

(2002) bahwa Anak Bungsu akan mucul dengan ide-ide

baru yang mengejutkan.

4.3.6 Aspek bagaimana menghadapi masalah atau

tuntutan

Bagi Anak Sulung, untuk menghadapi masalah

atau tuntutan utamanya adalah mengajak bawahan

berdiskusi. Selain itu, seperti yang disampaikan oleh

responden, apa yang baik dipacu, apa yang kurang

dikelola. Untuk sekolah yang dipimpin Anak Sulung,

responden menemui kendala input siswa. Responden

mengatakan bahwa berbeda dengan sekolah-sekolah di

kota, sekolahnya termasuk sekolah pinggiran, banyak

anak-anak dari daerah Kabupaten yang masuk ke

sana. Rupanya kebanyakan dari anak-anak ini masih

belum terpacu untuk bisa mendapatkan prestasi lebih.

Mereka masih dapat santai bila hasil tesnya mendapat

nilai kurang maksimal. Hal ini juga diperkuat dengan

pernyataan salah seorang Wakil Kepala. Oleh

karenanya, responden dalam menghadapi hal ini,

meskipun telah berusaha untuk menambah jam

tambahan, ada jemputan bagi anak-anak yang memiliki

hasil kurang maksimal untuk datang ke sekolah

mengikuti jam tambahan, membebaskan pungutan

bagi jam tambahan ini, seakan-akan masih menemui

jalan buntu. Hal ini dikarenakan semangat belajar

siswa yang masih minim, sehingga apa yang telah

diupayakan pihak sekolah, dari masukan bersama,

hingga sekarang belum menemui hasil yang

diharapkan. Dari contoh di atas, bahwa Anak Sulung

61

dengan gamblang menjelaskan kelemahan yang

dihadapi oleh sekolahnya, menunjukkan bahwa

responden adalah seorang yang ekstrovert. Hal ini

sejalan dengan ciri pemimpin Anak Sulung yang

diungkap Dattner (2000), yaitu ekstrovert.

Anak Tengah mengungkapkan bahwa responden

mengakomodir masukan-masukan dari bawahan,

kemudian memusyawarahkannya. Sebagai contoh,

guru TI senantiasa meminta penambahan teknologi

yang ada di sekolah seiring tuntutan jaman. Maka

dengan prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan

kondisi pendanaan yang ada, lalu disesuaikan dengan

regulasi-regulasi yang sudah dicanangkan oleh

pemerintah, lewat juknis Dana Bos, Kepala Sekolah

memutuskan untuk menambah 7 unit komputer. Dari

hasil wawancara dengan salah seorang guru, juga

ditemukan hal yang sama, bahwa untuk keputusan

yang menggunakan Dana BOS, hal tersebut akan

disharingkan pada rapat, supaya kemudian diambil

keputusan bersama.

Jawaban yang diberikan Anak Bungsu untuk

aspek bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan

rupanya tidak dapat menjabarkan poin ini. Dari hasil

wawancara pada salah seorang Waka didapati bahwa

Bapak Kepala akan mengkomunikasikan suatu

masalah kepada bawahannya. Salah satu contoh di sini

adalah dengan adanya anak-anak atlit yang masuk di

SMP 3. Hal-hal di luar bidang akademis tentu saja

tidak ada masalah, apalagi mereka mampu membawa

62

nama baik sekolah di bidang olahraga, namun untuk

bidang akademis, tentu perlu dikomunikasikan kepada

pelatih mereka jam-jam dimana mereka tidak dapat

ijin, sebab akan mengganggu prestasi akademis para

atlit ini.

4.3.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi

Bagi Anak Sulung, teknologi dimanfaatkan untuk

berkomunikasi dengan Para Waka, guru-guru melalui

sms dan juga untuk beberapa orang telah

menggunakan WhatsApp. Komunikasi yang dibangun

bertujuan untuk koordinasi sesama rekan kerja agar

tercapai suatu tujuan, misal dalam suatu kepanitiaan

Halal Bihalal sekolah. Kemudian responden juga

mengungkap bahwa web untuk sekolah telah dirintis

tahun lalu, namun masih banyak terdapat kekurangan.

Responden juga memperbaiki sistem keamanan sekolah

dengan menempatkan penjaga sekolah yang bersama

dengan keluarganya tinggal di sekolah, untuk

mengantisipasi pencurian komputer beberapa tahun

lalu di sekolah. Kemudian responden juga memperbaiki

pintu-pintu kelas yang rusak supaya dapat dikunci

kembali, supaya LCD dapat dipasang di tiap-tiap kelas.

Dengan demikian, para Guru pun dapat belajar

menggunakannya. Responden maksudkan hal tersebut

mengingat setelah pencurian yang terjadi besar-

besaran di sekolah, LCD hanya ditumpukkan di

gudang, setiap kali akan dipakai, baru para Guru,

mengambil, dan memasang di kelas yang dimaksud.

Hal ini mengungkapkan bahwa selain memikirkan

63

penggunaan teknologi, responden juga memikirkan

sistem keamanan di sekolah.

Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan

internet di sekolah, adalah jaringan yang masih kurang

lancar. Beberapa kali telah dicoba perbaikan jaringan,

namun belum mendapat hasil yang diinginkan.

Teknologi bagi Anak Tengah merupakan tuntutan

jaman yang kebutuhannya memang harus dipenuhi di

sekolah. Responden sampai mengganti dari kabel biasa

ke kabel Fiber Optik untuk memenuhi kebutuhan

sekolah akan internet, supaya penerimaan siswa baru

melalui sistem online dapat terpenuhi, supaya laporan

dana BOS secara online juga terpenuhi. Juga

responden memutuskan untuk menambah 7 unit

komputer bagi sekolah. Website juga sudah dirintis

meskipun masih ada kekurangan di sana sini. Di ruang

Kepala sekolah terdapat monitor pantau CCTV untuk

kelas-kelas dan titik tertentu sekolah. Responden

sampaikan hal ini untuk memberikan pengawasan bagi

kelas-kelas yang sedang tidak ada guru, juga untuk

memantau proses belajar mengajar. Karena telah ada

guru-guru yang bersetifikasi, tentunya juga mereka

dituntut performa yang lebih dalam mengajar.

Komunikasi dengan guru-guru dilakukan melalui SMS

dan telepon,

Untuk Anak Bungsu, internet merupakan sumber.

Oleh karenanya, responden juga merusaha supaya

tidak terlalu ketinggalan dalam penggunaannya. Di

sekolah responden digunakan facebook grup untuk

64

berkomunikasi dan mengupdate informasi, namun

responden tidak masuk di dalamnya. Responden

sampaikan agar anggota grup tidak merasa sungkan,

responden tidak bergabung di dalam grup. Responden

dapat mempercayai teman-teman untuk mengetahui

update info terbaru di dalamnya. Guru-guru di sekolah

banyak yang memiliki email dan juga WhatsApp.

Selama ini responden banyak berkomunikasi dengan

para Waka dan guru melalui SMS dan telepon.

Responden juga menyampaikan bahwa bukan hanya

kita yang selalu mendapatkan informasi dari internet,

namun demi kepentingan pendidikan kita juga

semestinya menyumbangkan karya untuk kemudian

diunggah.

4.4 Gaya Kepemimpinan dan Birth Order

Dari pembahasan hasil penelitian di atas,untuk

aspek kewenangan dan tanggung jawab, penugasan

terhadap bawahan, pola komunikasi, tekanan bagi

bawahan, bagaimana menghadapi masalah atau

tuntutan, dan pemanfaatan teknologi, Anak Sulung

memiliki gaya kepemimpinan Demokrasi yang dominan.

Hal ini terlihat dari caranya mendelegasikan sebagian

besar wewenang, namun tetap mempertahankan

tanggung jawab utama, membagi penugasan

berdasarkan kompetensi yang dinilai oleh responden

dan juga komunikasi dengan para Waka, pola

komunikasi responden yang dominan bottom up,

tekanan yang diberikan responden dengan tujuan

untuk mengingatkan, mengajak bawahan berdiskusi

65

dalam menghadapi masalah, pemanfaatan teknologi

yang dimanfaatkan untuk berkoordinasi dan

menggalang masukan dari bawahan. Hal ini sejalan

dengan apa yang diungkapkan Dattner (2000) bahwa

anak Sulung bila menjadi pemimpin, beberapa cirinya

adalah menjadi dominan, ekstrovert dan percaya diri,

task-oriented, dan disiplin. Namun, tidak ditemukan

bukti dari wawancara bila responden kurang flexibel,

konservatif, takut kehilangan posisi, dan defensif

terhadap kesalahan seperti pendapat Dattner (2000).

Berbeda dari penelitian Andeweg, Rudy B. dan

Steef B. Van Den Berg (2003) yang menemukan

fenomena bahwa Anak Sulung lebih sering dipilih

sebagai pemimpin daripada anak tengah atau Anak

Bungsu, untuk Kepala Sekolah tingkat SMP di Salatiga

lebih banyak didominasi oleh Anak Tengah.

Untuk Anak Tengah, dari hasil wawancara

dengan salah seorang Guru dan Waka, juga

memperkuat bahwa responden memiliki gaya

kepemimpinan demokratis namun tidak sedominan

Anak Sulung. Responden menyerahkan tanggung jawab

dan wewenang pada bawahan (salah satu ciri gaya

kepemimpinan Laissez faire), membagi penugasan

berdasarkan partisipasi bawahan dalam pengambilan

keputusan, memiliki pola komunikasi yang dominan

bottom up, memberikan tekanan dalam bentuk reward

dan punishment, mengedepankan komunikasi dan

koordinasi dalam menghadapi masalah atau tuntutan,

dan memanfaatkan teknologi untuk digunakan demi

66

kemajuan kepentingan sekolah dan untuk

berkomunikasi dengan sesama rekan kerja. Dari hasil

wawancara seperti yang diungkapkan oleh

Hadibroto,dkk (2003) dan Dattner (2000) bahwa Anak

Tengah kurang senang menghadapi konfrontasi.

Mereka mampu melihat masalah dari dua sisi, sehingga

sering berhasil menjadi penengah dalam konflik atau

pandai berdiplomasi, didapati bahwa responden

senantiasa mencari win-win solution yang dapat

mengakomodir kebutuhan dua pihak. Namun tidak

didapati pernyataan yang mendukung Dattner (2000)

bahwa Anak Tengah relatif lebih dekat dengan teman-

teman daripada dengan keluarga.

Pada awal pencarian subyek penelitian Kepala

Sekolah Anak Bungsu, penulis mengalami kesulitan,

sebab dari hasil survey Kepala Sekolah SMP di Kota

Salatiga, lebih banyak ditemukan Anak Tengah.

Bahkan timbul asumsi selama dalam pencarian

tersebut oleh orang-orang yang ditanya oleh penulis

bahwa mereka meragukan apakah ada Anak Bungsu

yang menduduki posisi pemimpin. Hal ini sejalan

dengan Hudson (1990) dan Hudson (1992) bahwa

ekspektasi dalam hal memimpin/leadership bagi Anak

Bungsu sangatlah minim. Untuk ciri khas Anak

Bungsu seperti yang terdapat dalam Hadibroto (2002)

bahwa mereka akan datang dengan ‘kejutan-kejutan

kecil’, tampak dari ide responden bagi Guru Piket

untuk menyalami siswa yang datang di gerbang

sekolah. Hal ini dianggap baru oleh masyarakat sekolah

67

sebab baru dilakukan pada kepemimpinan responden.

Dari hasil pembahasan penelitian, anak Bungsu juga

memiliki gaya kepemimpinan demokratis yang tingkat

dominasinya di bawah Anak Tengah. Responden

mendelegasikan sebagian besar wewenang, namun

tetap mempertahankan tanggung jawab utama,

membagi tugas berdasarkan partisipasi bawahan dalam

pengambilan keputusan, memformulasikan ketiga pola

komunikasi yaitu top down, bottom up, dan horisontal

sesama rekan kerja, memberikan tekanan bagi

bawahan dengan maksud supaya progress fisiknya

jelas, mensharekan permasalahan kemudian

mengambil keputusan untuk menghadapi masalah,

dan memanfaatkan teknologi untuk mendapatkan

informasi (facebook grup), untuk berkomunikasi

dengan sesama rekan kerja, dan untuk mempublikasi

hasil karya tulis akademik.

68