bab ii tinjauan pustaka a. kecerdasan emosi 1. pengertian...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecerdasan Emosi
1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti
bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Goleman (2002)
emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan
biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi
merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati
seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Menurut Goleman (2002). Kecerdasan emosi adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi menjaga
keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui ketrampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Kecerdasan Emosi adalah kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan
tidak melebih – melebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan
11
2
menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
berempati dan berdoa (Goleman, 2007).
Davies (dalam Satiadarma dan Waupuwu, 2003) berpendapat bahwa
kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk
mengendalikan emosi dirinya sendiri dan orang lain, yang membedakan satu
emosi dengan lainnya dalam menggunakan informasi untuk menuntun
proses berpikir serta perilaku seseorang. Kecerdasan emosi merupakan
kemampuaan yang terdapat didalam diri seseorang dan sesuatu yang amat
penting dalam kemampuan seseorang.
Baron (2000) berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah suatu
rangkaian emosi, pengetahuan emosi dan kemampuan-kemampuan yang
mempengaruhi kemampuan keseluruhan individu untuk mengatasi masalah
tuntutan lingkungan secara efektif.
Mayer dan Salovey (Goleman, 1999, Davies, Stankov, dan Roberts,
1998) mengungkapkan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk
memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan
menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan.
Patton (1998) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi sebagai
kemampuan untuk mengetahui emosi secara efektif guna mencapai tujuan,
dan membangun hubungan yang produktif dan dapat meraih keberhasilan.
Menurut Stein dan Book (2002), kecerdasan emosional adalah serangkaian
kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang
rumit, meliputi aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh
3
kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri dan kepekaan yang penting untuk
berfungsi secara efektif setiap hari. Dalam bahasa sehari-hari kecerdasan
emosional biasanya kita sebut sebagai “street smart (pintar)”, atau
kemampuan khusus yang kita sebut “akal sehat”.
Patton (2000) kecerdasan emosi adalah dasar-dasar pembentukan
emosi yang mencakup keterampilan-keterampilan seseorang untuk
mengadakan impuls-impuls dan menyalurkan emosi yang kuat secara
efektif.
Baron (dalam Stein & Book, 2004) mengemukakan bahwa
kecerdasan emosi adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan
kecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi seseorang untuk berhasil
mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.
Menurut Goleman (1995) Kecerdasan emosional adalah
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa.
Menurut Aristoteles (dalam Goleman, 2000) kecerdasan emosional
mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri.
Simmon dan Simmons Jr (dalam Fakhrurrozi dan Anggrainie, 2001),
mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai, Emotional Intelligence is the
emotional needs, drives, and true values of a person and guide all overt
4
behavior. Singkatnya kecerdasan emosi yang kita miliki adalah pemandu
seluruh aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari.
Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosi adalah
suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain,
serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk
meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.
Berdasarkan para tokoh-tokoh diatas disimpulkan bahwa
Kecerdasan emosi adalah Kemampuan seseorang dalam mengatur
kehidupan emosinya dengan intelegensi dan menjaga keselarasan emosi
melalui pengungkapannya dengan ketrampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati diri sendiri.
2. Aspek - aspek kecerdasan emosi
Goleman mengutip Salovey (2002) menempatkan kecerdasan pribadi
Gardener dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang
dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi 5 aspek
kemampuan utama yaitu :
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan individu
untuk menangani perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini
merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi
menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002)
kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran
5
tentang suasana hati bila kurang waspada maka individu menjadi mudah
larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri
memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah
satu prasayarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu
mudah menguasai emosinya.
b. Mengelola Emosi
Mengelola Emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan cepat atau selaras, sehingga
tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang
merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan
emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau
lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002). Kemampuan ini
mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan
kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya karena gagalnya keterampilan emosional dasar serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu,
yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan
dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi
yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang
sangat penting dalam kaitan untuk memberikan perhatian, memotivasi
6
diri sendiri dan menguasai diri sendiri, untuk berkreasi. Kendali diri
emosional, menahan diri terhadap kepuasan dalam mengendalikan
dorongan hati sebagai landasan keberhasilan dalam berbagi bidang.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati,
menurut Goleman (2002) kemampuan seseorang untuk mengenali orang
lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu
yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-
sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan orang lain sehingga dia lebih mampu menerima sudut
pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu
untuk mendengarkan orang lain.
Nowicki (dalam Goleman, 2002), ahli psikologi menjelaskan
bahwa anak–anak yang tidak mampu membaca atau mengugkapkan
emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi. Seseorang yang
mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang
tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu
mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut
mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
e. Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002).
7
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam
keberhasilan membina hubungan. Individu sulit mendapatkan apa yang
diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang
lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan
ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan
karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain.
Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi
teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi
(Goleman, 2002). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain
dapar dijadikan petunjuk positif. Bagaimana peserta didik mampu
membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian peserta
didik berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang
dilakukannya.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina
hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang – orang ini
populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan
karena kemampuannya berkomunikasi.
Menurut Goleman (2000) mengemukakan bahwa ada aspek
kecerdasan emosional yaitu :
a. Kesadaran diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui apa
yang dia rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk
memandu dalam pengambilan keputusan bagi diri sendiri.
8
b. Pengaturan diri yaitu kemampuan seseorang menangani emosinya
sendiri sehingga berdampak positif terhadap pelaksanaan tugas, peka
terhadap kata hati, sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya
suatu sasaran, dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
c. Motivasi diri, kemampuan menggunakan hasrat yang paling dalam
untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, mampu
mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif serta mampu bertahan
menghadapi kegagalan dan frustrasi.
d. Empati yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan mampu
menyelaraskan diri dengan berbagai tipe orang.
e. Ketrampilan sosial yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosi
dengan baik ketika berhubungan sosial dengan cermat dapat
berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan ini untuk
mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan
permasalahan dan bekerja sama dengan tim.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Walgito (1993) membagi faktor yang mempengaruhi Kecerdasan emosi
menjadi dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi ke segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan
kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat
9
terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan
emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan,
kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan
emosi berlangsung.
Faktor eksternal meliputi:
a. Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan
kecerdasan emosi tanpa distorsi.
b. Lingkungan atau situasi khususnya yang melatar belakangi proses
kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatar belakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
Menurut Goleman (2000) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kecerdasan emosional meliputi :
a. Faktor yang bersifat bawaan genetic
Faktor yang bersifat bawaan genetik misalnya temperamen. Menurut
Kagan (1972) ada 4 temperamen, yaitu penakut, pemberani, periang,
pemurung. Anak yang penakut dan pemurung mempunyai sirkuit emosi
yang lebih mudah dibangkitkan dibandingkan dengan sirkuit emosi yang
dimiliki anak pemberani dan periang. Temperamen atau pola emosi
bawaan lainnya dapat dirubah sampai tingkat tertentu melalui
pengalaman, terutama pengalaman pada masa kanak-kanak. Otak dapat
10
dibentuk melalui pengalaman untuk dapat belajar membiasakan diri
secara tepat (anak diberi kesempatan untuk menghadapi sendiri masalah
yang ada, kemudian dibimbing menangani kekecewaannya sendiri dan
mengendalikan dorongan hatinya dan berlatih empati.
b. Faktor yang berasal dari lingkungan
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari
emosi, dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar begaimana
merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi
perasaan kita, bagaimana berfikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan
apa yang kita miliki untuk bereaksi, serta bagaimana membaca dan
mengungkap harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi bukan hanya
melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara
langsung pada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh
yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau
perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. Ada ratusan
penelitian yang memperhatikan bahwa cara orang tua memperlakukan
anak-anaknya entah dengan disiplin yang keras atau pemahaman yang
empatik, entah dengan ketidak pedulian atau kehangatan, dan sebagainya
berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak.
Menurut Goleman (Nggermanto, 2002), kecerdasan emosi dapat
dikembangkan, lebih menantang, dan lebih prospek dibandingkan
kecerdasan akademik sebab kecerdasan emosi memberi kontribusi lebih
besar bagi kesuksesan seseorang.
11
Menurut Agustian (2007) berpendapat ada beberapa faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi peningkatan kecerdasan emosi yaitu:
a. Faktor psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola,
mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar
termanifestasi dalam perilaku secara efektif. Menurut Goleman (2007)
kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian
otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak
jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas
pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara
fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya
mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu
mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah
satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.
b. Faktor pelatihan emosi
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan
kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman
yang berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila
diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan.
Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa
sunah Senin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang
negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu
12
menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk
melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang
jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
c. Faktor pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk
mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan
berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan.
Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh
hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan
kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai
ritual saja. Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang berulang-ulang
dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan
kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu
untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental,
kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi,
sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi.
4. Manfaat kecerdasan emosi bagi peserta didik (Mulyasa, 2007) :
1. Jujur, disiplin, dan tulus pada diri sendiri, membangun kekuatan dan
kesadaran diri, mendengarkan suara hati, hormat dan tanggung jawab.
2. Memantapkan diri, maju terus, ulet, dan membangun inspirasi secara
berkesinambungan.
13
3. Membangun watak dan kewibawaan, meningkatkan potensi, dan
mengintegrasikan tujuan belajar ke dalam tujuan hidupnya.
4. Memanfaatkan peluang dan menciptakan masa depan yang lebih cerah.
5. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosi
Goleman (2002) membagi kecerdasan emosional kedalam 5 (lima)
komponen yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan
keterampilan sosial.
1. Kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat
dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang
realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
2. Pengaturan diri adalah menguasai emosi diri sedemikian sehingga
berdampak positif, kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati
dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran
dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
3. Motivasi menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan
dan menuntun seseorang menuju sasaran. Motivasi membantu seseorang
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.
4. Empati adalah merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami
persepektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan berbagai macam orang.
14
5. Keterampilan sosial adalah dapat menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi
dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan
keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,
dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja
dalam tim.
B. Peserta Didik
Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang
berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun
psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah
tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan
pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya
(Arifin, 1996).
Dalam perspektif undang-undang sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik diartikan sebagai anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Berdasarkan beberapa definisi tentang definisi tentang peserta didik yang
disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik individu yang
memiliki sejumlah katakteristik, diantaranya :
1. Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang
khas sehingga dia merupakan insan yang unik. Potensi-potensi khas yang
15
dimilikinya ini perlu dikembangkan dan diaktualisasikan sehingga mampu
mencapai taraf perkembangan yang optimal.
2. Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya peserta
didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar,
baik yang ditunjukan kepada diri sendiri maupun yang diarahkan pada
penyesuaian dengan lingkungannya.
3. Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individu dan
perlakuan manusiawi. Sebagai individu yang sedang berkembang, maka
proses pemberian bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada tingkat
perkembangannya.
4. Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Dalam perkembangannya peserta didik memiliki kemampuan untuk
berkembang kearah kedewasaan. Disamping itu, dalam diri peserta didik
juga terdapat kecenderungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan
pada pihak lain. Karena itu, setahap demi setahap orang tua atau pendidik
perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mandiri dan
bertanggung jawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri.
16
C. Kelas Akselerasi
Colangelo (1991) menyebutkan bahwa istilah akselerasi menunjuk pada
pelayanan yang diberikan (service delivery), dan kurikulum yang
disampaikan.
1. Pengertian Kelas Akselerasi
a. Sebagai model kurikulum, peserta didik meloncat kelas dan mengikuti
pelajaran tertentu pada kelas diatasnya.
b. Sebagai model kurikulum,
Kelas akselerasi adalah sebuah program untuk mempercepat bahan ajar
yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik saat itu. Dalam hal ini
akselerasi dapat dilakukan dalam kelas reguler, ruang sumber, ataupun
kelas khusus dan bentuk akselerasi yang diambil bisa telescoping dan
peserta didik dapat menyelesaikan dua tahun atau lebih kegiatan menjadi
satu tahun atau dengan cara self-paced studies, yaitu peserta didik
mengatur kecepatan belajarnya sendiri.
Colangelo mengingatkan bahwa: akselerasi sebagai model pelayanan, gagal
dalam memenuhi kurikulum deferensiasi bagi anak berbakat. Sebagai model
kurikulum, akselerasi akan membuat anak berbakat menguasai banyak isi
pelajaran dalam waktu yang sedikit. Anak-anak ini dapat menguasai bahan
ajar secara cepat dan merasa bahagia atas prestasi yang dicapainya, di
samping segi ekonomis. Secara umum, bentuk akselerasi telescoping
menimbulkan masalah pada pihak sekolah sebagai penyelenggara dan guru,
terutama dari sisi keterampilan dan manajemen waktu.
17
Colangelo yang dikutip Hawadi (2004) menyebutkan bahwa istilah
akselerasi merujuk pada layanan yang disajikan (service delivery) dan
kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai layanan,
akselerasi pada setiap tahap pendidikan berarti loncatan kelas/tingkat yang
lebih tinggi dari masa studi normal. Dan sebagai kurikulum, akselerasi
berarti mempercepat bahan ajar dari yang biasa disampaikan kepada kelas
regular sehingga peserta didik (akseleran) akan menguasai banyak
pengalaman belajar dalam waktu yang sedikit. Adapun keuntungan yang
diperoleh para akseleran melalui program ini adalah meningkatkan efisiensi
dan efektivitas belajar, memberikan penghargaan atas kemampuannya yang
tinggi, menghemat waktu dan biaya, mempercepat untuk berkarir di dunia
kerja, dan mereduksi underachievement.
Menurut Hawadi (2004) akselerasi adalah kemajuan yang diperoleh dalam
program pengajaran pada waktu yang lebih cepat atau dalam usia yang lebih
muda dari pada usia konvensional. Tujuan dari program akselerasi adalah
memberikan pelayanan untuk anak berbakat secara intelektual untuk dapat
menyelesaikan pendidikan lebih awal.
2. Panduan Dalam Penyelenggaraan Kelas Akselerasi :
Menurut Felhusen, Proctor, dan Black (1986), akselerasi diberikan untuk
memelihara minat peserta didik terhadap sekolah mendorong peserta didik
agar mencapai prestasi akademis yang baik dan untuk menyelesaikan
pendidikan dalam tingkat yang lebih tinggi bagi keuntungan dirinya ataupun
masyarakat.
18
Beberapa panduan agar program akselerasi tercapai secara memadai adalah
sebagai berikut:
a. Dilakukan evaluasi psikologi yang komprehensif untuk mengetahui
berfungsinya kemampuan intelektual dan kepribadian peserta didik pada
tingkat penguasaan akademiknya.
b. Dibutuhkan IQ diatas 125 bagi peserta didik yang kurang menunjukkan
prestasi akademiknya.
c. Bebas dari problem emosional dan sosial yang ditunjukkan dengan
adanya persistensi dan motivasi dalam derajat yang tinggi.
d. Memiliki fisik sehat.
e. Tidak ada tekanan dari orang tua tetapi atas kemampuan anak sendiri.
f. Guru harus memiliki sikap positif terhadap peserta didik akselerasi.
g. Guru concern terhadap kematangan sosial emosional peserta didik yang
dibuktikan dari masukan orang tua dan psikolog.
h. Sebaiknya dilakukan pada awal tahun ajaran dan didukung pada
pertengahan tahun ajaran baru.
i. Ada masa percobaan selama enam minggu yang diikuti dengan pelayanan
konseling
19
3. Manfaat Kelas Akselerasi
Menurut pendapat Southerm dan Jones (1991) keuntungan program
akselerasi bagi anak berbakat:
a. Meningkatkan efisiensi
Peserta didik yang telah siap dengan bahan – bahan pengajaran dan
menguasai kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik
dan lebih efisien.
b. Meningkatkan efektivitas
Peserta didik yang terkait belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan
dan menguasai keterampilan sebelumnya merupakan peserta didik yang
paling efektif.
c. Penghargaan
Peserta didik yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya
memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya.
d. Meningkatkan waktu untuk karier
Adanya pengurangan waktu belajar akan meningkatkan produktivitas
peserta didik, penghasilan, dan kehidupan pribadinya pada waktu yang
lain.
e. Membuka peserta didik pada kelompok barunya
Dengan program akselerasi, peserta didik dimungkinkan untuk
bergabung dengan peserta didik lain yang memiliki kemampuan
intelektual dan akademis yang sama.
20
f. Ekonomis
Keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu mengeluarkan banyak biaya
untuk mendidik guru khusus anak berbakat.
4. Kelemahan Kelas Akselerasi
Menurut pendapat Southerm dan Jones (1991) kelemahan program
akselerasi bagi anak berbakat:
a. Segi Akademik
1. Bahan ajar terlalu tinggi bagi peserta didik akselerasi.
2. Kemampuan peserta didik melebihi teman sebayanya hanya bersifat
sementara.
3. Peserta didik akselerasi kemungkinan imatur secara sosial, fisik dan
emosional dalan tingkatan kelas yang tertentu.
4. Peserta didik akselerasi terikat pada keputusan karier lebih dini dan
tidak efisien.
5. Peserta didik akselerasi mengembangkan kedewasaan yang luar biasa
tanpa adanya pengalaman yang dimiliki sebelumnya.
6. Pengalaman – pengalaman yang sesuai untuk anak seusianya tidak
dialami karena tidak merupakan bagian dari kurikulum.
7. Tuntunan sebagai peserta didik sebagian besar pada produk akademik
konvergen sehingga peserta didik akselerasi akan kehilangan
kesempatan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan
divergen.
21
b. Segi Penyesuaian Sosial
1. Peserta didik akan didorong untuk berprestasi dalam bidang
akademiknya sehingga mereka kekurangan waktu beraktivitas dengan
teman sebaya.
2. Peserta didik akan kehilangan aktivitas sosial yang penting dalam usia
sebenarnya. Hal ini menyebabkan mereka menyesal kehilangan
kesempatan tersebut dan akan mengarahkannya dalam sosial
maladjustment selaku orang dewasa kelak. Mereka akan mengalami
hambatan dalam bergaul dengan teman sebayanya.
3. Peserta didik sekelasnya yang lebih tua kemungkinan akan
menolaknya, sementara itu Peserta Didik kelas Akselerasi akan
kehilangan waktu bermain dengan teman sebayanya. Akibatnya,
peserta didik akan mengalami kekurangan jumlah dan frekuensi
pertemuan dengan teman-temannya.
4. Peserta didik sekelasnya yang lebih tua tidak mungkin setuju
memberikan perhatian dan respek pada teman sekelasnya yang lebih
muda usia. Hal ini menyebabkan akseleran akan kehilangan
kesempatan dalam keterampilan kepemimpinan yang dibutuhkannya
dalam pengembangan karier dan sosialnya di masa depan.
c. Aktivitas Ekstrakurikuler
Kebanyakan aktivitas ekstrakurikuler berkaitan erat dengan usia. Hal ini
menyebabkan peserta didik kelas akselerasi akan berhadapan dengan
teman sekelasnya yang tua dan tidak memberikannya kesempatan. Hal
22
ini menyebabkan peserta didik akan kehilangan kesempatan yang penting
dan berharga di luar kurikulum sekolah yang normal. Akibatnya, mereka
akan kehilangan pengalaman yang penting yang berkaitan bagi kariernya
di masa depan.
d. Penyesuaian Emosional
1. Peserta didik akseleran pada akhirnya akan mengalami burn out di
bawah tekanan yang ada dan kemungkinan menjadi underachiever.
2. Peserta didik akseleran akan mudah frustasi dengan adanya tekanan
dan tuntutan berprestasi. Peserta didik yang mengalami sedikit
kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya akan
menjadi terasing atau agresif terhadap orang lain.
3. Adanya tekanan untuk berprestasi membuat peserta didik akseleran
kehilangan kesempatan untuk mengembangkan hobi. Sisk (1986)
dikutip dari Delisle (1992) menyebutkan beberapa ciri yang
diatribusikan pada peserta didik akseleran, yaitu bosan, fobia sekolah,
dan kekurangan hubungan teman sebaya (dalam Hawadi, 2004).
Yang perlu untuk dicatat adalah penyelenggaraan program percepatan
belajar di SD, SMP, dan SMA, harus memberi kesempatan kepada
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
tanpa membedakan tingkat strata sosial ekonomi seseorang, dan harus
dihindarkan terjadinya kesenjangan antara peserta didik/akseleran
dengan peserta didik regular.
23
D. Kerangka Berpikir
Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang
berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun
psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah
tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan
pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya
(Arifin, 1996).
Menurut Hawadi (2004) akselerasi adalah kemajuan yang diperoleh
dalam program pengajaran pada waktu yang lebih cepat atau dalam usia yang
lebih muda dari pada usia konvensional. Tujuan dari program akselerasi
adalah memberikan pelayanan untuk anak berbakat secara intelektual untuk
dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal.
Kecerdasan Emosi adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih – melebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar
beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa
(Goleman, 2007).
24
E. Skema Kerangka Berpikir
Kekurangan Kelas Akselerasi Kelebihan Kelas Akselerasi
a. Segi Akademik a. Meningkatkan Efisiensi Peserta didik dituntut dari Peserta didik menguasai segi akademik lebih unggul kurikulum bahan-bahan daripada teman sebayanya pengajaran agar lebih Efisien. yang non akselerasi.
b. Segi Penyesuian Sosial b. Meningkatkan Efektivitas
Peserta didik kurang waktu Peserta didik menguasai bermain dengan teman keterampilan yang efektif. sebayanya dan cenderung didorong untuk berprestasi.
c. Aktivitas Ekstrakurikuler c. Penghargaan Peserta didik akan kehilangan Peserta didik memperoleh pengalaman dalam kegiatan penghargaan atas prestasi yang ekstrakurikuler untuk menunjang dicapai. karier dimasa depan.
d. Penyesuaian Emosional d. Meningkatkan Waktu dan karir
Peserta didik akan mudah frustasi Pengurangan waktu belajar akan berprestasi. Peserta didik kehilangan meningkatkan produktivitas kesempatan untuk mengembangkan peserta didik, penghasilan dan hobinya. Kehidupan pribadinya pada waktu
Kecerdasan Emosi
Kelas Akselerasi
Peserta didik