unud-915-142038183-final thesis isi bu gong

Upload: wira-dharma

Post on 03-Mar-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

adasda

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

    manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang

    telah melalui tiga tahap kehidupannya , yaitu anak, dewasa, dan tua. Proses

    menua bukanlah suatu penyakit. Lambat atau cepatnya proses menua

    tersebut tergantung pada setiap individu yang bersangkutan (Nugroho,

    2008). Menua selanjutnya disebut lanjut usia menurut Undang-Undang RI

    NO 13 Tahun 1993 dan WHO disebut sebagai penduduk lanjut usia

    ( Lansia) adalah mereka yang berusia 60 tahun (Nugroho, 2008).

    Proses menua diartikan sebagai proses biologi yang dicirikan dengan

    evolusi yang progresif dapat diprediksi dan tidak dapat dihindari disertai

    dengan maturasi hingga pada suatu fase akhir kehidupan yang disebut

    kematian (William, 2006). Proses menua yang terjadi pada lanjut usia secara

    linier dapat digambarkan melalui empat tahap yaitu, kelemahan

    (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitation),

    ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan

    dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan, 2005).

    Salah satu kemunduran fisik lansia yang sering terjadi adalah

    kemunduran sistem kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi

  • 2

    kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun,

    berkurangnya curah jantung, berkurangnya denyut jantung terhadap respon

    stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat

    resistensi pembuluh darah perifer (Mubarak, 2006).

    Sekitar 60% lansia akan mengalami peningkatan tekanan darah

    setelah berusia 75 tahun (Nugroho, 2008). Kontrol tekanan darah yang ketat

    pada lansia berhubungan dengan pencegahan terjadinya peningkatan tekanan

    darah yang tak terkendali dan beberapa penyakit lainnya, misalnya diabetes

    melitus, serangan stroke, infark miokard, dan penyakit vaskular perifer.

    Pada lansia terjadi penurunan masa otot serta kekuatannya,

    penurunan denyut jantung , penurunan terhadap toleransi latihan, dan

    penurunan kapasitas aerobik. Dengan melakukan olahraga seperti senam

    lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut.

    Bahkan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa latihan /olah raga

    seperti senam lansia dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti

    peningkatan tekanan darah, diabetes mellitus, penyakit arteri koroner dan

    kecelakaan (Darmojo, 2004).

    Penelitian pendahuluan oleh Hasurungan tahun 2002 yang bertujuan

    untuk melihat faktor- faktor yang berhubungan peningkatan tekanan darah

    pada lansia di Kota Depok pada tahun 2002 dengan mengambil sampel

    dalam penelitian sebanyak 310 orang lansia ( 181 perempuan dan 129 laki-

    laki ) berumur 55-93 tahun didapatkan proporsi peningkatan tekanan darah

  • 3

    sebesar 50.0%, dan berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki sebesar 41,9%,

    sedangkan pada perempuan 57,4%, dan angka ini jauh lebih besar dari

    prevalensi peningkatan tekanan darah yang ditetapkan oleh Depkes RI ( 20-

    30%) untuk lansia di tahun 2000. Responden dengan derajat stres tinggi

    berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 3,02 kali dibandingkan

    yang derajat stres rendah, dan responden dengan derajat stres sedang

    berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,47 kali dibandingkan

    yang derajat stres rendah. Responden dengan aktivitas fisik yang rendah

    berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,73 kali dibandingkan

    yang aktivitas yang cukup. Responden yang tidak kawin berpeluang

    mendapat peningkatan tekanan darah 2,07 kali dibandingkan yang kawin.

    Selanjutnya disimpulkan bahwa dari lima variable tersebut, derajat stress

    tinggi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan

    peningkatan tekanan darah (Hasurungan, 2002).

    Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang tak bisa ditinggalkan

    dan harus dilaksanakan secara berulang-ulang agar dapat memelihara

    kesehatan lansia, menghasilkan kualitas dan kesehatan hidup yang baik, dan

    dilaksankan sesuai kemampuan, kesenangan dan minatnya. Salah satu

    bentuk olahraga yang sesuai dengan lansia adalah senam. Senam memiliki

    gerakan yang dinamis, mudah dilakukan, menimbulkan rasa gembira dan

    semangat serta beban yang rendah. Salah satu senam yang cocok untuk

    lansia adalah senam lansia. Senam ini merupakan olahraga yang ringan dan

    mudah dilakukan, dan tidak memberatkan. Aktifitas olahraga ini membantu

  • 4

    tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena dapat melatih tulang menjadi

    kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan

    radikal bebas yang berkeliaran didalam tubuh. Senam ini dapat membentuk

    dan mengoreksi sikap dan gerak serta memperlambat proses degenerasi

    karena perubahan usia, serta mempermudah penyesuaian kesehatan jasmani

    terutama kesehatan kardiovaskuler dalam adaptasi kehidupan di lanjut usia

    (Nugroho, 2008).

    Berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan

    dengan peningkatan tekanan darah, maka faktor yang dapat diintervensi

    adalah aktivitas fisik dan stres. Oleh karenanya sehubungan dengan faktor

    tersebut , serta tingginya angka kejadian peningkatan tekanan darah pada

    lansia, maka penanggulangan peningkatan tekanan darah pada lansia

    melalui kegiatan latihan fisik berupa senam lansia tiga kali seminggu dan

    gerak jalan pagi, serta melakukan pembinaan mental/ kerohanian (Nugroho,

    2008).

    Berdasarkan hasil studi lapangan di Banjar Tuka Dalung pada

    tanggal 11 Desember 2012 total lansia yang ada adalah 50 orang terdiri dari

    40 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Dari hasil wawancara sementara

    dengan beberapa orang lansia mengatakan mempunyai tekanan darah yang

    meningkat dan mengeluh pada persendian tangan dan kaki sering sakit.

    Menurut pengakuan 20 orang lansia yang ikut senam mengatakan sudah

    berobat ke dokter dan ke Puskesmas. Kenyataannya walaupun tindakan

    pencegahan dan pengobatan sudah dilaksanakan , tetapi masih banyak lansia

  • 5

    yang menderita berbagai penyakit salah satunya peningkatan tekanan darah.

    Peningkatan tekanan darah baik peningkatan tekanan sistol dan diastole dan

    tekanan arteri rata-rata perlu diperhatikan pada lansia karena hal tersebut

    menggambarkan kondisi tekanan darah yang ada pada darah daat keluar dari

    jantung karena jika terjadi peningkatan akan menyebabkan penyakit

    kardiovaskuler dan gangguan kesehatan lainnya (Fildzania, 2011).

    Latihan fisik yang diberikan belum sesuai dengan anjuran Cooper

    sebagai penganjur olahraga aerobik yaitu frekuensi latihan atau olah raga

    sebaiknya tiga kali seminggu pada hari yang bergantian (Kusmanah, 2002).

    Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih

    dalam melalui penelitian yang dipaparkan dalam Tesis dengan judul

    Pelatihan senam lansia untuk menurunkan tekanan darah pada lansia di

    Banjar Tuka Dalung.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan masalah

    yang muncul adalah.

    1.2.1. Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah

    systole pada lansia di Banjar Tuka Dalung?

    1.2.2. Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah

    diastole pada lansia di Banjar Tuka Dalung?

    1.2.3. Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah

    arteri rata-rata di Banjar Tuka Dalung?

  • 6

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3. 1 Tujuan Umum

    Mengetahui adanya pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada

    lansia di Banjar Tuka Dalung.

    1.3 .2 Tujuan Khusus

    1) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah sistole pada lansia setelah

    melakukan senam lansia di Banjar Tuka Dalung.

    2) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah diastole pada lansia setelah

    melakukan senam di Banjar Tuka Dalung.

    3) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah arteri rata-rata pada lansia

    setelah melakukan senam di Banjar Tuka Dalung.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.I Manfaat dari segi teoritis

    1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan

    ilmu keperawatan khususnya keperawatan gerontik dengan

    memberikan informasi dan sosialisasi senam lansia dalam

    meningkatkan derajat kesehatan lansia.

    2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi ilmiah bagi

    peneliti selanjutnya.

  • 7

    1.4.2 Manfaat dari segi praktis

    1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi pelatih senam

    lansia di Banjar Tuka Dalung.

    2) Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perawat dalam

    melaksanakan asuhan keperawatan khususnya dalam hal senam

    lansia untuk menurunkan tekanan darah pada lansia.

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Tekanan Darah

    2.1.1 Pengertian

    Tekanan darah merupakan tenaga yang digunakan oleh darah

    terhadap setiap satuan darah dinding pembuluh darah. Bila orang

    mengatakan bahwa tekanan dalam satuan pembuluh darah adalah 50

    mmHg, ini berarti bahwa tenaga yang digunakan tersebut akan cukup

    untuk mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mm

    (Guyton, 2001). Lebih terperinci lagi dijelaskan bahwa tekanan darah

    (BP= Blood Pressure) yang dinyatakan dalam millimeter (mm)

    merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh darah

    pada dinding arteri (Mc Gowan, 1997).

    Saat berdenyut, jantung memompa darah ke dalam pembuluh

    darah dan tekanan meningkat yang kemudian disebut tekanan darah

    sistolik. Saat jantung rileks, tekanan darah turun hingga tingkat

    terendahnya, yang disebut tekanan diastolik (Mc Gowan, 1997). Jadi

    tekanan darah berarti besarnya tekanan pada dinding pembuluh arteri

    oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung, terdiri atas

    tekanan darah sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.

  • 9

    2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah

    a. Aliran darah

    Aliran darah (blood flow) adalah sejumlah darah yang melalui

    suatu titik pada sirkulasi dalam suatu periode tertentu, dengan

    satuan liter /menit. Jumlah aliran darah pada individu dewasa

    dalam keadaan istirahat rata-rata 5 liter/menit yang disebut curah

    jantung (cardiac output). Curah jantung ditentukan oleh isi

    sekuncup (stroke volume), frekuensi denyut jantung,

    kontraktilitas miokardium, dan sistem saraf otonom (bagian

    simpatis dan parasimpatis) (Rokhaeni, 2001)

    b. Tahanan perifer terhadap aliran darah

    Tahanan / resistensi adalah hambatan terhadap aliran darah dalam

    suatu pembuluh darah yang tidak dapat diukur secara langsung.

    Tahanan perifer terhadap aliran darah ditentukan oleh elastisitas

    pembuluh darah, diameter pembuluh darah, dan viskositas/

    kekentalan darah (Rokhaeni, 2001).

    2.1.3 Regulasi / Pengaturan Tekanan Darah

    Secara umum pengaturan tekanan darah dapat dibedakan menjadi

    dua yaitu pengaturan tekanan darah untuk jangka pendek dan

    pengaturan tekanan darah untuk jangka panjang (Rokhaeni, 2001).

    a. Pengaturan tekanan darah jangka pendek

    1) Sistem saraf

  • 10

    Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan

    mempengaruhi tahanan pembuluh darah. Kontrol ini

    bertujuan untuk mempengaruhi distribusi darah sebagai

    respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang

    spesifik, dan mempertahankan tekanan arteri rata-rata

    (MAP/Mean Arterial Pressure) yang adekuat dengan

    mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol

    sistem saraf terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor,

    kemoreseptor, dan pusat otak tertinggi (hipotalamus dan

    serebrum) (Rokhaeni, 2001).

    2) Kontrol kimia

    Kadar oksigen dan karbondioksida membantu meregulasi

    tekanan darah melalui refleks kemoreseptor. Beberapa kimia

    darah juga mempengaruhi tekanan darah melalui kerja pada

    otot polos atau pusat vasomotor. Hormon yang penting dalam

    pengaturan tekanan darah adalah hormon yang dikeluarkan

    oleh medula adrenal (norepinefrin dan epinefrin), natriuretik

    atrium, hormon antidiuretik, angiotensin II, dan nitric oxide

    (Rokhaeni, 2001).

    b. Pengaturan tekanan darah jangka panjang

    Baroreseptor dan organ ginjal berperan untuk pengaturan

    tekanan darah jangka panjang. Baroreseptor dengan cepat

    beradaptasi untuk meregulasi terhadap peningkatan atau

  • 11

    penurunan tekanan darah yang berlangsung lama. Organ

    ginjal mempertahankan keseimbangan tekanan darah secara

    langsung dan secara tidak langsung. Mekanisme secara

    langsung dengan meregulasi volume darah rata-rata 5

    liter/menit, sementara secara tidak langsung dengan

    melibatkan mekanisme renin angiotensin. Pada saat tekanan

    darah menurun ginjal akan mengeluarkan enzim renin ke

    dalam darah yang akan mengubah angiotensin menjadi

    angiotensin II yang merupakan vosokontriktor kuat. Hal ini

    akan meningkatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan

    aliran darah ke ginjal (Rokhaeni, 2001).

    2.1.4 Klasifikasi Tekanan Darah

    Tekanan darah pada orang dewasa diklasifikasikan seperti yang

    tercantum di Tabel 2.1

    Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Usia Dewasa (>18 thn) dan Lansia

    Kategori Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

    Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

    Hipotensi Normal

  • 12

    2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

    Tekanan darah seseorang tidak konstan sepanjang hari karena

    dipengaruhi oleh banyak faktor , seperti usia, stress, medikasi, variasi

    diurnal, dan jenis kelamin (Potter & Perry, 1997).

    a. Usia

    Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang

    mengalami kenaikan tekanan darah (Potter dan Perry, 1997).

    Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun,

    sedangkan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60

    tahun kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun

    drastis (Anonim, 2010). Pengaruh usia terhadap tekanan darah

    dapat dilihat dari aspek pembuluh darah yaitu semakin bertambah

    usia akan menurunkan elastisitas pembuluh darah arteri perifer

    sehingga meningkatkan resistensi atau tahanan pembuluh darah

    perifer. Peningkatan tahanan perifer akan meningkatkan tekanan

    darah (Guyton, 2001).

    b. Stres

    Rasa cemas, takut, nyeri, dan stres emosi meningkat stimulasi

    saraf otonom simpatik yang meningkatkan volume darah, curah

    jantung, dan tekanan vascular perifer. Efek stimulasi saraf

    bagian simpatik ini dapat meningkatkan tekanan darah (Potter

    dan Perry, 1997).

    c. Medikasi

  • 13

    Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung

    mempengaruhi tekanan darah, seperti antihipertensi, dan

    analgesik narkotik yang dapat menurunkan tekanan darah (Potter

    dan Perry, 1997).

    d. Variasi Diurnal

    Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari dan tidak ada

    orang yang pola dan derajat variasinya sama (Potter dan Perry,

    1997). Tekanan darah paling tinggi di waktu pagi hari dan paling

    rendah pada saat tidur malam hari yang dapat mencapai 80-90

    mmHg sistolik dan 40-60 mmHg diastolik (Kusmana, 2002).

    e. Jenis Kelamin

    Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan

    darah pada anak laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria

    cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi, sedangkan

    setelah menopause wanita cenderung memiliki tekanan darah

    yang lebih tinggi dari pada pria pada usia tersebut (Potter dan

    Perry, 1997). Peningkatan tekanan darah pada lansia juga

    merupakan pengaruh dari proses penuaan yang menyebabkan

    terjadinya perubahan dan penurunan fungsi pada sistem

    kardiovaskuler, seperi katup jantung akan menebal dan menjadi

    kaku, kehilangan elastisitas pembuluh darah, dan meningkatnya

    resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah

    meningkat (Mubarak, 2006). Tekanan darah tinggi (hipertensi)

  • 14

    merupakan salah satu factor resiko penting yang biasa

    dimodifikasi, yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri

    koronaris (coronary artery disease) dan stroke. Selain tekanan

    darah tinggi, factor resiko lain yang juga menyebabkan terjadinya

    penyakit jantung, diantaranya makanan berkolesterol, kebiasaan

    merokok, aktivitas fisik yang kurang, kegemukan, diabetes,

    kebiasaan asupan garam berlebihan, kebiasaan minum alkohol,

    rangsangan kopi yang berlebihan, dan faktor keturunan (Smeltzer

    dan Bare, 2002; Lili dan Tantan, 2007).

    2.1.6 Cara Pengukuran Tekanan Darah

    Menurut Potter dan Perry (1997), pengukuran tekanan darah

    dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini :

    a. Kaji tempat paling baik untuk melakukan pengukuran tekanan

    darah.

    b. Siapkan sphygmomanometer dan stetoskop serta alat tulis.

    c. Anjurkan klien untuk mengindari kafein dan merokok 30 menit

    sebelum pengukuran.

    d. Bantu pasien mengambil posisi duduk atau berbaring.

    e. Posisikan lengan atas setinggi jantung dan telapak tangan

    menghadap keatas.

    f. Gulung lengan baju bagian atas lengan.

  • 15

    g. Palpasi arteri brakialis dan letakkan manset 2,5 cm diatas nadi

    brakialis, selanjutnya dengan manset masih kempis pasang

    manset dengan rata dan pas sekeliling lengan atas.

    h. Pastikan manometer diposisikan secara vertical sejajar mata dan

    pengamat tidak boleh lebih jauh dari 1 meter.

    i. Letakkan earpieces stetoskop pada telinga dan pastikan bunyi

    jelas, tidak redup (muffled).

    j. Ketahui letak ateri brakialis dan letakkan belt atau diafragma

    chestpiece diatasnya serta jangan menyentuh manset atau baju

    klien.

    k. Tutup katup balon tekanan searah jarum jam sampai kencang.

    l. Gembungkan manset 30 mmHg di atas tekanan sistolik yang

    dipalpasi kemudian dengan perlahan lepaskan dan biarkan air

    raksa turun dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik.

    m. Catat titik pada manometer saat bunyi pertama jelas terdengar.

    n. Lanjutkan mengempiskan manset dan catat titik dimana bunyi

    redup timbul.

    o. Lanjutkan mengempiskan manset, catat titik pada manometer

    sampai 2 mmHg terdekat/ saat bunyi tersebut hilang.

    p. Kempiskan manset dengan cepat dan sempurna. Buka manset

    dari lengan kecuali jika ada rencana untuk mengulang.

    q. Bantu klien untuk kembali ke posisi yang nyaman dan rapikan

    kembali lengan atas serta beritahu hasil pengukuran pada klien.

  • 16

    Beberapa hal yang harus diingat dalam pengukuran tekanan

    darah, diantaranya :

    1) Ukurlah tekanan darah sebelum makan atau 30 menit

    sesudah makan, merokok, mengkonsumsi alkohol,

    maupun kafein (Lili dan Tantan, 2007).

    2) Ukurlah tekanan darah sebelum dan setelah berolahraga

    atau ukurlah tekanan darah segera sesudah latihan (Lili

    dan Tantan, 2007; Mahler dkk. 1995).

    2.1.7. Tekanan arteri rata-rata ( MAP/Mean Arterial Pressure )

    Pada pengukuran tekanan darah arteri, yang perlu di

    perhatikan adalah kondisi jantung dalam memompa darah. Ada dua

    macam tekanan yang ditemukan pada pengukuran tekanan darah

    yaitu tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan

    tertinggi yang terjadi saat jantung berkontraksi yaitu kondisi dimana

    ventrikel berada dalam titik kontraksi terrendah, dan angka normal

    120mmHg. Sedangkan tekanan diastolik terjadi pada saat ventrikel

    berelaksasi, dengan angka norma 80mmHg. Selisih tekanan sistolik

    dan diastolik disebut pulse pressure atau tekanan nadi. Dan akan

    terus berubah sesuai dengan pertambahan usia. Sedangkan tekanan

    darah vena, dapat dideteksi pada CVP (Central Venous Pressure)

    yang berlokasi di sternum dan Mid Axillar Line dengan nilai

  • 17

    normalnya pada daerah sternum 0 - 5 cmH2O dan Mid Axillar line =

    5-15 cmH2O (Nugroho, 2008).

    Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang

    mendorong kearah jaringan. Tekanan ini diukur secara ketat dimana

    tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong

    yang cukup. Tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan

    menerima aliran darah yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal

    mengenai resistensi arteriol ke organ-organ. Selain itu tekanan ini

    tidak boleh terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja

    tambahan jantung dan meningkatkan resiko kerusakan serta

    kemungkinan ruptur pembuluh darah halus.

    Setelah hasil pengukuran dua tekanan darah (sistolik dan

    diastolik) didapati, tekanan arteri rata-rata bisa di ukur dengan

    menggunakan rumus (Motzer & Bridges : 2009) :

    MAP = (S+2D)/3 MAP = Mean Arterial Pressure / Tekanan arteri rata-rata S = Tekanan darah sistolik D = Tekanan darah diastolik

    Jadi perhitungannya, apabila seseorang mempunyai tekanan

    darah arteri 120/80 mmHg, maka MAPnya adalah (120+160)/3 yaitu

    93,4 mmHg.

    Ini merupakan hal penting yang perlu diketahui karena

    tekanan darah arteri rata-rata menggambarkan kondisi tekanan darah

  • 18

    yang ada pada darah saat keluar dari jantung. Tekanan yang rendah

    mengakibatkan suplai darah kurang ke jaringan sehingga oksigen dan

    zat gisi makanan tidak tersampaikan dan akhirnya dapat terjadi

    penurunan metabolisme tubuh. Kondisi ini disebut hipoksia

    (Fildzania, 2011).

    2.2 LANJUT USIA ( LANSIA )

    2.2.1 Pengertian lanjut usia

    Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses menua.

    Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan

    Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu

    dipertimbangkan yaitu aspek biologi,aspek ekonomi, dan aspek

    sosial.

    Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang

    mengalami proses penuaan yang secara terus menerus yang ditandai

    dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya

    terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal

    ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

    jaringan, serta sistim organ. Secara ekonomi penduduk lanjut usia

    lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya.

    Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi

    memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan

  • 19

    bahwa kehidupan masa tua sering kali dipersepsikan secara negative

    sebagai beban keluarga dari masyarakat (Darmojo, 2006).

    Dari aspek sosial, penduduk lansia merupakan satu kelompok

    sosial sendiri. Di negara barat, penduduk lanjut usia menduduki

    strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan

    mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap

    pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin

    menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki

    kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda

    (Suhartini, 2009).

    Menurut Darmajo (2006) masa tua adalah suatu dimana orang

    dapat merasa puas dengan keberhasilan lainnya. Tetapi bagi orang

    lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang

    sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial

    sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak

    memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok

    orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-

    beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia

    tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang

    memberi mereka kesempatan untuk tumbuh berkembang dan

    bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua

    dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasip dan

    pembrontakan, penolakan, dan keputusasaan (Darmojo, 2006).

  • 20

    Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan

    dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan

    mental mereka sendiri. Disamping itu untuk mendifinisikan lanjut

    usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologi. Usia kronologi

    merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka.

    Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah

    digunakan adalah usia kronologi, karena batasan usia ini mudah

    untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir

    selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan

    (Notoatmojo, 2007).

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO ) menggolongkan lanjut

    usia menjadi empat yaitu; usia pertengahan 45-59 tahun, lanjut usia

    60-74 tahun, lanjut usia tua 75-90 tahun, dan usia sangat tua 90

    tahun. Batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang- Undang

    No 4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang

    jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka

    yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-

    undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berusia

    56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam

    menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke

    dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitian ini digunakan batasan

    umur antara 60 tahun keatas untuk menyatakan orang lanjut usia

    (Notoatmojo, 2007).

  • 21

    2.2.2 Konsep Usia Lanjut

    Usia lanjut a dalah suatu proses alami yang tidak dapat

    dihindarkan. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik

    yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil, fase

    regresi. Dalam fase regresif mekanisme lebih kearah kemunduran

    yang dimulai dalam sel, komponen terkecil manusia. Sel-sel menjadi

    aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran

    yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam

    struktur anatomi proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di

    dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan

    berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan

    anatomi, fisiologis dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya

    akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara

    keseluruhan. Pada tahun 1977 Birren dan Jenner (Anonim, 2001)

    mengusulkan untuk membedakan antara:

    a. Usia biologis yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir berada

    dalam keadaan hidup, tidak mati.

    b. Usia psikologis yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan

    penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

    c. Usia sosial yaitu peran yang diharapkan atau diberikan

    masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

    Ketiga hal ini saling mempengaruhi dan prosesnya saling

    berkaitan.

  • 22

    Menjadi tua ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis

    yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain;

    a. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta

    garis-garis yang menetap.

    b. Rambut mulai beruban dan menjadi putih.

    c. Gigi mulai berlubang.

    d. Penglihatan dan pendengaran berkurang.

    e. Mudah lelah.

    f. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.

    g. Kerampingan tubuh menghilang, disana sini terjadi timbunan

    lemak terutama dibagian perut dan pinggul.

    Kemunduran kemampuan kognitif antara lain sebagai berikut;

    a. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi baik.

    b. Hal-hal dimasa muda lebih banyak diingat dari pada hal-hal yang

    baru terjadi, hal yang pertama dilupakan adalah nama-nama.

    c. Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/ waktu

    juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah

    mundur dan juga karena pandangan biasanya sudah menyempit.

    d. Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang

    dicapai dalam test-test intelegensi menjadi lebih rendah.

    e. Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru

  • 23

    Kemandirian pada usia lanjut dinilai dari kemampuan untuk

    melakukan aktivitas sehari-hari ( Activities of Daily Life = ADL) .

    Apakah mereka tanpa bantuan dapat bangun, mandi, ke WC, kerja

    ringan, olah raga, berpakaian rapi, membersihkan kamar, tempat

    tidur, mengunci pintu dan jendela, pergi kepasar, dll. Yang normal

    dilakukan pada masa muda. Menurut tingkat kemandiriannya para

    usia lanjut dapat digolongkan dalam kelompok-kelompok sebagai

    berikut;

    a. Usia lanjut mandiri sepenuhnya.

    b. Usia lanjut mandiri dengan bantuan langsung keluarganya.

    c. Usia lanjut mandiri dengan bantuan secara tidak langsung.

    d. Usia lanjut dengan bantuan badan sosial.

    e. Usia lanjut di panti werda.

    f. Usia lanjut yang dirawat di rumah sakit.

    g. Usia lanjut dengan gangguan mental

    Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat

    kemandirian pada usia lanjut adalah keadaan mental , karena pada

    usia lanjut sering mengalami apa yang disebut dementia yaitu

    kemunduran dalam fungsi berfikir. Gangguan biasanya dimulai

    dengan sukar mengingat apa yang didengar atau dibaca sampai

    dengan bicara tanpa ada ujung pangkalnya. Gangguan kesehatan

    pada usia lanjut seringkali disebabkan oleh proses degenerative yang

    dialami oleh usia lanjut. Hasil survey rumah tangga (Anonim, 1995)

  • 24

    menunjukkan angka kesakitan dan disability sebesar 11,5% pada usia

    45-59 tahun dan 9,2% pada usia lebih dari 60 tahun dengan berbagai

    jenis penyakit degenerative seperti gangguan pernafasan, gangguan

    pencernaan, dan penyakit infeksi.

    2.2.3 Perubahan Kondisi Fisik

    Meskipun perubahan dari tingkat sel sampai kesemua

    system organ tubuh, diantaranya system pernafasan, pendengaran,

    penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,

    muskuluskletal, gastrointestinal, integument dan lain-lain. Masalah-

    masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lanjut usia

    menurut Mubarak ( 2006 ) adalah sebagai berikut;

    1) Mudah jatuh

    2) Mudah lelah

    3) Kekacauan mental akut

    4) Nyeri pada dada, berdebar debar

    5) Sesak nafas pada saat melakukan aktifitas fisik

    6) Pembengkakan pada kaki bawah

    7) Nyeri pinggang atau punggung dan pada sendi panggul

    8) Sulit tidur dan sering pusing

    9) Berat badan menurun

  • 25

    10) Gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sukar

    menahan air kencing

    Perubahan fungsi organ yang terjadi akibat proses penuaan,

    tidak sama antara satu dengan yang lainnya, secara umum dijumpai

    penurunan fungsi secara menyeluruh. Perubahan fungsi organ yang

    terjadi pada lansia adalah sebagai berikut :

    a. Sistem integumen

    Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering

    dan kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya

    jaringan adipose, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam

    akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-

    sel yang memproduksi pigmen kuku pada jari tangan dan

    kaki menjadi tebal dan rapuh, rambut menipis dan botak,

    kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya (Ganong,

    2002).

    b. Temperatur tubuh

    Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme

    yang menurun, keterbatasan reflek, menggigil dan tidak dapat

    memproduksi panas yang banyak yang diakibatkan oleh

    merendahnya aktifitas otot.

    c. Sistem muskuloskletal, kecepatan dan kekuatan otot skeletal

    berkurang , pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot.

    d. Sistem penginderaan (pengecapan dan pembau), menurunnya

  • 26

    kemampuan atau melakukan pengecapan dan pembauan,

    sensitifitas terhadap empat rasa menurun setelah usia 50

    tahun.

    e. Sistem perkemihan

    Ginjal mengecil, nefron menjadi atropi, aliran darah menurun

    sampai 50% fungsi tubulus berkuranng akibatnya kurang

    mampu memekatkan urine, BJ urin menurun, proteinuria,

    BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,

    kandung kemih sulit dikosongkan pada pria akibatnya retensi

    urine (Guyton, 2001).

    f. Sistem pernapasan

    Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,

    menurunnya aktifitas selia, berkurangnya aktifitas paru,

    alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya

    berkurang, serta berkurangnya reflek batuk.

    g. Sistem gastroentestinal

    Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esophagus

    melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu

    pengosongan lambung menurun, peristaltik melemah

    sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan

    absorbsi menurun, hati mengecil, produksi saliva menurun,

    produksi HCL dan pepsin menurun pada lambung.

    h. Sistem penglihatan

  • 27

    Kornea lebih berbentuk selindris, spingter pupil timbul

    sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi

    keruh, meningkatnya ambang penglihatan sinar ( daya

    adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat

    cahaya gelap ). Berkurang atau hilangnya daya akomodasi,

    menurunnya lapang pandang, berkurang luasnya pandangan,

    berkurangnya sensitifitas terhadap warna.

    i. Sistem pendengaran

    Presbiakusis atau berkurangnya pendengaran pada lanjut

    usia, membran timpani menjadi atropi menyebabkan

    otoklerosis, penumpukan serumen hingga mengeras karena

    peningkatan kratin, berkurangnya persepsi nada tinggi

    (Darmojo, 2006).

    j. Sistem saraf

    Berkurangnya berat otak hingga 10-20 %, berkurangnya sel

    kortikal, reaksi menjadi lambat, kurang sensitive terhadap

    sentuhan, berkurangnya aktifitas sel, bertambahnya waktu

    jawaban motorik, hantaran neuron motorik melemah,

    kemunduran fungsi saraf otonom (Darmojo, 2006).

    k. Sistem endokrin

    Produksi hampir semua hormone menurun, fungsi paratiroid

    dan sekresi tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSF, FSH,

    LH, menurunnya aktifitas tiroid akibatnya basal metabolisme

  • 28

    menurun, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya

    sekreksi hormone, progesterone,estrogen, dan aldosteron,

    bertambahnya insulin (Darmojo, 2006).

    l. Sistem reproduksi

    Selaput lendir vagina kering atau menurun, menciutnya

    ovarium dan uterus, atropi payudara, testis masih dapat

    memproduksi, meskipun adanya penurunan berangsur-

    angsur dan dorongan seks menetap sampai diatas usia 70

    tahun, asal kondisi kesehatan baik, penghentian produksi

    ovum pada saat menopause (Darmojo, 2006).

    m. Sistem kardiovaskuler

    Jantung normal yang menua pada lanjut usia masih mampu

    menghasilkan curah jantung secara normal pada suasana

    biasa, tetapi kemampuannya merespons situasi yang

    menimbulkan stres fisik maupun mental menurun (Smeltzer

    & Bare, 2002). Perubahan yang terjadi pada sistem

    kardiovaskuler dapat dipahami dari organ jantung dan

    pembuluh darah. Pada lansia jantung kirinya mengalami

    pengecilan karena rendahnya beban kerja, terjadi penebalan

    dan kekakuan/penebalan katup jantung, serta terdapatnya

    jaringan ikat pada sistem hantaran khusus jantung (nodus SA,

    AV, dan berkas his). Hal ini mengakibatkan penurunan

    kontraktilitas miokardium, lamanya waktu pompa ventrikel

  • 29

    kiri, dan perlambatan sistem hantaran jantung. Katup jantung

    menebal dan menjadi kaku , kemampuan jantung memompa

    darah menurun 1 % per tahun mulai umur 30 tahun. Lanjut

    usia juga menyebabkan menurunnya elastistas pembuluh

    darah arteri perifer yang meningkatkan tahanan perifer total

    (total perifer resisten) (Smeltzer & Bare, 2002).

    2.3 Senam Lanjut Usia ( Senam Lansia )

    2.3.1 Pengertian dan manfaat kesegaran jasmani

    Senam adalah suatu bentuk latihan fisik yang teratur yang

    merupakan representasi dari ciri kehidupan. Senam merupakan suatu

    bentuk latihan fisik yang dikemas secara sistimatis yang tersusun

    dalam suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan kesegaran

    tubuh. Memberikan pengaruh baik (positif ) terhadap kemampuan

    fisik seseorang, apabila dilakukan secara baik dan benar. Hasil

    survey pembuatan norma kesegaran jasmani pada usia lanjut yang

    dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1992-1993

    menemukan bahwa sekitar 90% usia lanjut memiliki tingkat

    kesegaran jasmani yang rendah, terutama pada komponen daya tahan

    kardio- respiratori dan kekuatan otot. Hal tersebut dapat dicegah

    dengan melakukan latihan fisik yang baik dan benar. Manfaat latihan

    fisik bagi kesehatan adalah sebagai upaya promotif, preventif,

    kuratif, dan rehabilitatif. Manfaat tersebut ditinjau secara fisiologis,

    psikologis dan sosial (Nugroho, 2008).

  • 30

    2.3.2 Aspek Fisiologi Senam Lansia

    Selama melakukan senam lansia terjadi kontraksi otot skletal

    (rangka) yang akan menyebakan respons mekanik dan kimiawi.

    Menurut Ronny (2009), respons mekanik pada saat otot berkontraksi

    dan berelaksasi menyebabkan kerja katup vena menjadi optimal

    sehingga darah yang balik ke ventrikel kanan menjadi meningkat.

    Aliran balik jantung yang meningkat mempengaruhi peningkatan

    regangan pada ventrikel kiri jantung sehingga curah jantung

    meningkat sampai mencapai 4-5 kali dibandingkan curah jantung

    saat istirahat (Latief, 2002).

    Respons kimiawi menghasilkan penurunan pH dan kadar PO2,

    terakumulasinya asam laktat, adenosin dan K+ oleh metabolisme

    selama otot aktif berkontraksi (Ronny, 2009). Akumulasi zat

    metabolik ini menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi

    yang akan menurunkan tekanan arteri, namun berlangsung sementara

    karena adanya respon arterial baroreseptor dengan meningkatkan

    denyut jantung dan isi sekuncup sehingga tekanan darah meningkat

    (Latief, 2002).

    Tekanan darah yang meningkat akan meningkatkan stimulus

    impuls pada pusat baroresptor di arteri karotis dan aorta. Impuls ini

    akan menuju pusat pengendalian kardiovaskuler di medula oblongata

    melalui neuron sensorik yang akan mempengaruhi kerja saraf

    simpatis dan melepaskan NE (norepinephrin dan epinephrin), dan

  • 31

    saraf parasimpatis yang akan melepaskan lebih banyak ACH yang

    mempengaruhi SA node yang akan menurunkan tekanan darah

    (Guyton, 2001).

    2.3.3 Prinsip Program Latihan Senam

    Program senam mempunyai prinsip antara lain:

    a. Membantu tubuh agar tetap bergerak/ berfungsi.

    b. Menaikkan kemampuan daya tahan tubuh

    c. Memberi kontak psikologis dengan sesama, sehingga tidak

    merasa tersaing

    d. Mencegah terjadinya cedera

    e. Mengurangi / menghambat proses penuaan

    Ketentuan- ketentuan senam :

    Dosis latihan senam adalah; Lama latihan minimum ; 30 - 40 menit

    (termasuk pemanasan dan pendinginan).

    1. Pada awal senam lakukan dahulu pemanasan, peregangan,

    kemudian latihan inti dan pada akhir latihan lakukan

    pendinginan dan peregangan lagi.

    2. Sebelum senam boleh minum cairan terlebih dahulu untuk

    menggantikan keringat yang hilang. Selalu diingat untuk

    minum air sebelum , selama dan sesudah berlatih.

  • 32

    3. Makan sebagian telah selesai dua jam sebelum latihan, agar

    tidak mengganggu pencernaan. Kalau latihan pada pagi hari

    tidak perlu makan sebelumnya.

    4. Senam diawasi oleh para pelatih, agar tidak terjadi cedera.

    5. Senam dilakukan secara lambat, tidak boleh cepat dan dan

    gerakan tidak boleh menyentak dan memilir ( memutar )

    terutama untuk tulang belakang.

    6. Pakaian yang dikenakan terbuat dari bahan ringan dan tipis,

    jangan memakai pakaian tebal dan sangat menutup badan,

    seperti training spak lengkap dan tebal.

    7. Jenis sepatu yang dianjurkan adalah sepatu lari atau sepatu

    untuk berjalan kaki yang mempunyai sol/ bantalan yang tebal

    pada daerah tumit.

    8. Waktu senam sebaiknya pagi dan sore hari, bukan pada siang

    hari, bila latihan diluar gedung.

    9. Tempat senam sebaiknya berupa lapangan atau taman.

    10. Landasan tempat senam sebaiknya tidak terlalu keras dan

    dianjurkan berlatih diatas tanah atau rumput dan bukan

    diatas lantai ubin atau semen yang keras, hal ini untuk

    mengurangi cedera kaki dan tungkai (Menpora, 2008).

  • 33

    2.3.4 Hal-hal Yang menjadi Perhatian Dalam Melakukan Senam

    Demi Keselamatan Lansia

    a. Komponen-komponen kesegaran jasmani yang dilatih selama

    senam meliputi; Ketahanan kardio pulmonal, kelentukan,

    kekuatan otot, komposisi tubuh, keseimbangan, kelincahan

    gerak.

    b. Selalu memperhatikan keselamatan/menghindari cedera

    c. Senam dilakukan secara teratur dan tidak terlalu berat,sesuai

    dengan kemampuan

    d. Senam dilakukan dengan dosis berjenjang atau dosis

    dinaikkan sedikit demi sedikit

    e. Hindari kompetensi dalam bentuk apapun

    f. Perhatikan kontraindikasi senam dan sebaiknya

    dikonsultasikan ke dokter terlatih dahulu. Pengukuran tingkat

    kesegaran jasmani diperlukan untuk penjaringan kesehatan

    dan merupakan tahap persiapan senam.

    2.3.5 Teknik dan Cara Senam

    Latihan senam yang dilakukan dalam tiga segmen

    a. Pemanasan (warming up)

    Gerakan umum (yang dilibatkan sebanyak-banyaknya otot dan

    sendi) di lakukan secara lambat dan hati-hati. Dilakukan bersama

    dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit.

    Pada 5 (lima) menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat.

  • 34

    Pemanasan dimaksud untuk mengurangi cedera dan

    mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses

    metabolisme yang meningkat (Menpora, 2008).

    b. Latihan inti

    Tergantung pada komponen/faktor yang dilatih maka bentuk

    latihan tergantung pada faktor fisik yang paling buruk. Gerakan

    senam dilakukan berurutan seperti contoh dalam buku ini dapat

    diiringi dengan musik yang disesuaikan dengan gerakan.

    Untuk usia lanjut biasanya dilatih :

    1. Daya tahan (endurance)

    2. Kardiopulmonal dengan latihan latihan yang bersifat aerobik

    3. Fleksibilitas dengan peregangan

    4. Kekuatan otot dengan latihan beban

    5. Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan ,

    latihan aerobik, kombinasi dengan latihan beban kekuatan.

    c. Pendinginan (cooling down)

    Dilakukan secara aktif artinya sehabis latihan shit-up perlu

    dilakukan gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh

    kembali normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan

    terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada

    pemanasan yaitu selama 8-10 menit.

  • 35

    2.4 Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah

    Menurut Martha dkk. (1995), olahraga dapat menurunkan

    tekanan darah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

    oleh Psffenbarger dari Universitas Stanford yang meneliti 15.000

    tamatan Universitas Havard untuk 6-10 tahun. Selama pendidikan

    berlangsung didapatkan bahwa 681 tamatan Havard tersebut

    menderita peningkatan tekanan darah ( 160/95). Ternyata alumni

    yang tidak terlibat olahraga dan kegiatan mempunyai resiko untuk

    mendapat peningkatan tekanan darah 35% lebih besar dari mereka

    yang berolah raga. Olahraga dapat menyebabkan pertumbuhan

    pembuluh darah kapiler yang baru sehingga dapat mengurangi

    penyumbatan dalam pembuluh darah yang berarti dapat menurunkan

    tekanan darah. Walaupun kesanggupan jantung untuk melakukan

    pekerjaannya bertambah melalui olah raga, pengaruh dari

    berkurangnya hambatan tersebut memberikan penurunan tekanan

    darah yang berarti.

    Prinsip yang penting dalam olahraga untuk mereka yang

    menderita tekanan darah tinggi ialah melalui dengan olahraga ringan

    lebih dahulu sepert jalan kaki atau senam. Berjalan kaki secara

    teratur sekitar 30-45 menit setiap hari dan makin lama jalan dapat

    dipercepat akan menurunkan tekanan darah. Dengan olah raga

    seperti senam maka sel, jaringan membutuhkan peningkatan oksigen

    dan glukosa untuk membentuk ATP. Terkait dengan pembuluh darah

  • 36

    maka dapat digambarkan bahwa pembuluh darah mengalami

    pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum terbuka

    akan terbuka sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat

    (Darmojo, 2006).

  • 37

    BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Berpikir

    Menurut UU No.13 Tahun 1998, seseorang yang berusia

    diatas 60 tahun yang disebut lansia sangat rentan terhadap penyakit

    kardiovaskuler, dan paling penting untuk diketahui adalah lansia

    sangat rentan mengalami labilitas tekanan darah, salah satunya

    tekanan darah tinggi. Hal ini sesuai dengan teori menurut Potter dan

    Perry (1997) yang mengatakan bahwa setiap orang akan mengalami

    tekanan darah tinggi seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan

    tekanan darah pada lansia merupakan pengaruh dari proses penuaan

    (lansia), yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan

    penurunan fungsi pada sistem kardiovaskuler (Mubarak, 2006).

    Selain itu tekanan darah tinggi pada lansia akibat adanya berbagai

    faktor yang mempengaruhi seperti stress, jenis kelamin, variasi

    diurnal, medikasi, kegemukan, diabetes, makanan berkolesterol, pola

    hidup yang tidak sehat, pekerjaan, lingkungan kerja, lingkungan

    sosial, dan olah raga.

    Meskipun lansia mengalami penyakit terutama tekanan darah

    tinggi, hal tersebut dapat dicegah. Adapun caranya adalah dengan

    terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis. Terapi

    farmakologis, yaitu dengan mengkomsumsi obat penurunan tekanan

  • 38

    darah yang harus diminum seumur hidup. Tetapi farmakologis

    banyak menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan bagi

    tubuh sehingga penggunaannya diikuti dengan terapi

    nonfarmakologi, salah satunya dengan melakukan senam lansia. Hal

    ini sesuai dengan teori Ronny (2009) yang mengatakan bahwa saat

    berolahraga seperti senam lansia akan merangsang kerja saraf

    simpatis dan parasimpatis yang akhirnya dapat menurunkan tekanan

    darah lansia.

  • 39

    3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep dalam

    bentuk bagan sebagai berikut :

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep

    Faktor Eksternal

    - Makanan

    - Stres

    - Obat-obatan

    - Lingkungan kerja

    - Lingkungan sosial

    - Pekerjaan

    - Olahraga

    Faktor Internal

    - Umur

    - Jenis Kelamin

    - Berat Badan

    - Genetik

    SENAM

    LANSIA

    Penurunan tekanan darah

    sistole, diastol dan tekanan

    arteri rata-rata

  • 40

    3.3 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kerangka berpikir dan konsep dapat dirumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara dari penelitian ini sebagai berikut:

    1. Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia di Banjar Tuka Dalung.

    2. Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah diastolik pada lansia di Banjar Tuka Dalung.

    3. Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah arteri rata-rata pada lansia di Banjar Tuka Dalung.

  • 41

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan ranc

    angan penelitian yang digunakan adalah Pre and Post test Kontrol Group

    Design (Pocock, 2008) Masing-masing kelompok yang terdiri dari 16 orang

    kelompok-1 dan 16 orang kelompok-2. Semua kelompok kontrol (kelompok

    satu) tidak diberi pelatihan, sedangkan kelompok perlakuan (kelompok dua)

    diberi pelatihan senam lansia. Rancangan penelitian seperti pada gambar 4.2 di

    bawah ini :

    O3

    Keterangan: P : Populasi R : Randomisasi S : Sampel RA : Random alokasi P1 : perlakuan yaitu senam lansia 3 kali seminggu selama 6 minggu P0 : tanpa perlakuan O1: pengukuran pertama kelompok kontrol O2: pengukuran kedua kelompok kontrol O3 : pengukuran pertama kelompok perlakuan O4 : pengukuran kedua kelompok perlakuan

    R S

    P0

    P1

    O1 02

    04

    P

    RA

    Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Quasi-Exsperimental dengan Pre and Posttes Kontrol Group Design

  • 42

    4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Tuka Dalung selama 6 minggu pada

    bulan Juni sampai Juli 2013 (minggu pertama Juni sampai minggu kedua Juli)

    setiap sore pukul 17. 00 WITA pada hari Senin, Rabu, dan Jumat.

    4.3 Populasi dan Sampel

    4.3.1 Populasi

    Populasi Target : Seluruh penduduk lanjut usia hipertensi di Banjar Tuka Dalung

    Populasi Terjangkau :

    Penduduk lanjut usia yang memiliki tekanan darah tinggi di Banjar Tuka

    Dalung pada bulan Juni Juli 2013

    4.3.2 Sampel

    Sampel didapat dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria

    inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

    a. Kriteria inklusi

    Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek penelitian dari suatu populasi

    target yang diteliti (Nursalam, 2009). Kriteria inklusi dalam penelitian

    ini adalah :

    1. Berdomisili di Banjar Tuka Dalung

    2. Jenis kelamin perempuan

    3. Usia 60 tahun keatas

  • 43

    4. Memiliki tekanan darah 140/90 mmHg, sistolik antara 140-160

    mmHg, diastolik antara 90-100 mmHg

    5. Tidak sedang mengkonsumsi obat hipertensi

    b. Kriteria eksklusi

    Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

    memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,

    2009). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

    1. Memiliki penyakit penyerta (demam, pusing, nyeri dada, sesak

    nafas).

    2. Baru sembuh dari sakit

    c. Kriteria drop out

    1. Menderita sakit atau cidera pada saat pelatihan

    2. Menarik diri sebagai subjek penelitian

    d. Besar Sampel

    Besar sampel ditentukan berdasarkan hasil penelitian

    pendahuluan sebanyak enam orang lansia di Banjar Tuka Dalung.

    Rerata tekanan darah sebelum pelatihan ()= 142 mmHg standar

    deviasi = 9,8 Rerata tekanan darah setelah pelatihan ( )= 130

    mmHg. Besar sampel (n) dihitung dengan rumus Pocock (2008) sebagai

    berikut

    =

    . f ( .)

  • 44

    Keterangan :

    n = jumlah sampel = Standar deviasi = 9,8

    = 142 (rerata tekanan darah systole sebelum perlakuan) = 130 ( rerata tekanan darah systole sesudah perlakuan) f (.) = 10,5 (konstanta dalam tabel Pocock) (Pocock, 2008)

    dapat dihitung :

    =

    . f ( .)

    = (,)

    () x 10,5

    = 13,45 dibulatkan menjadi 14

    Dari perhitungan dengan menggunakan rumus diatas di dapat besar sampel

    jumlah minimal sebanyak 14 orang, untuk mengantisipasi apabila sampel

    yang terpilih droup out karena kriteria eksklusi maka jumlah sampel

    ditambah 10%. Maka didapat jumlah sampel 14+2 =16 orang dikalikan dua

    sesuai dengan jumlah kelompok, sehingga banyak seluruhnya 32 orang.

    e. Teknik penentuan Sampel

    Penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    1. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di tentukan

    dengan secara acak sederhana mendapatkan banyaknya sampel

    sesuai dengan hasil perhitungan dengan rumus Pocock.

    2. Sampel dibagi dua kelompok dengan masing-masing kelompok

    sejumlah 16 orang lansia. pembagian kelompok dilakukan dengan

  • 45

    cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok 1 tidak dilakukan senam

    lansia dan kelompok 2 dilakukan senam lansia.

    4.4 Variable Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

    4.4.1 Variabel penelitian

    Variabel bebas : Pelatihan Senam Lansia

    Variabel tergantung : Tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, dan rerata

    tekanan darah arteri (MAP)

    4.4.2 Definisi operasional

    a. Senam lansia adalah aktivitas senam yang dilakukan oleh lansia sesuai

    tahap-tahapan dalam protap dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu

    selama 6 minggu, intensitas 80 % denyut nadi maksimal, dan dengan

    durasi 40 menit.

    b. Tekanan darah adalah besarnya tekanan yang diukur dengan

    spignomanometer dan dinyatakan dalam satuan mmHg

    (milimeterHidragirum).

    c. Lansia hipertensi adalah penduduk yang mengalami proses penuaan

    terus menerus dan ditandai dengan perubahan dan penurunan biologis

    dan memiliki tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90

    mmHg

    d. Tekanan darah sistol adalah tekanan yang terjadi saat jantung

    memompa darah ke dalam pembuluh darah sesuai bunyi Korotkov I.

  • 46

    e. Tekanan darah diastol merupakan tekanan darah pada saat jantung

    relaksasi, ditentukan sesuai bunyi Korotkov IV.

    f. Mean Arterial Presure ( MAP) atau tekanan arteri rata-rata adalah nilai

    yang diperoleh dengan rumus (systole + 2 diastole)/3.

    4.5 Instrumen Penelitian

    a. Tensi meter merk Riester untuk mengukur tekanan darah lansia yang

    dilakukan secara auskultasi dengan stetoskop dalam satuan mmHg.

    b. Alat tulis untuk mencatat data dan dokumentasi untuk merekam hasil

    penelitian.

    4.6 Prosedur Penelitian

    4.6.1 Tahap persiapan

    Sebelum melakukan penelitian, dilakukan hal-hal sebagai berikut:

    a. Mempersiapkan dan mengurus surat izin penelitian untuk

    menggunakan lansia di Banjar Tuka sebagai subyek penelitian.

    b. Mempersiapkan subjek penelitian, peralatan dan alat tulis.

    c. Menentukan kelompok penelitian, dalam hal ini ada dua kelompok

    yaitu: kelompok 1 sebagai kelompok kontrol yang tidak diberikan

    latihan senam lansia, Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan

    yang diberikan pelatihan Senam Lansia.

  • 47

    d. Melakukan pengambilan data pretest yang terdiri dari pengukuran

    tekanan darah systole, diastole, dan perhitungan rerata tekanan

    darah arteri (MAP) pada kedua kelompok.

    e. Melakukan pelatihan senam lansia kepada kelompok -2 sebanyak 3

    kali perminggu selama 6 minggu. Sedangkan kelompok kontrol

    tidak diberikan perlakuan senam.

    f. Setelah selesai pelatihan senam lansia sesuai protap dilakukan

    pengukuran post test meliputi pengukuran tekanan darah sistol,

    distol dan perhitungan rerata tekanan darah arteri pada kedua

    kelompok (kelompok perlakuan dan kelompok kontrol).

    4.6.2 Tahap pelaksanaan

    Pelatihan senam lansia pada kelompok perlakuan yang dilakukan

    dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan lama 30 menit setiap latihan.

    Senam lansia dilakukan dengan tahap gerakan pemanasan, gerakan

    inti, dan gerakan pendinginan.

  • 48

    4.7 Pelatihan Senam Lansia

    4.7.1 Tahap Persiapan

    a. Persiapan Peserta (Lansia yang sudah sesuai kriteri inklusi).

    1) Menjelaskan tujuannya dilakukannya penelitian.

    2) Menjelaskan langkah dan prosedur yang dilakukan.

    3) Penandatangan inform consent.

    b. Persiapan Lingkungan

    Mempersiapkan tempat untuk melakukan latihan senam lansia (di Balai

    Banjar Tuka Dalung).

    c. Persiapan Alat

    1) Sphygmomanometer air raksa

    2) Stetoskop

    3) Tape recorder

    4) Kaset senam lansia

    5) Catatan tekanan darah

    6) Alat tulis, dan kamera digital untuk dokumen

    4.7.2 Tahap pelaksanaan

    1. Ukur tekanan darah lansia sebelum pelatihan senam lansia pada

    keadaan tenang. Catat hasil pengukuran.

    2. Instruktur senam memberi pelatihan senam lansia dengan durasi 40

    menit yang terdiri dari : pemanasan selama 10 menit, latihan inti selama

    20 menit dan pendinginan selama 10 menit.

  • 49

    3. Setelah pelatihan senam lansia, peneliti dan pendamping peneliti

    sebanyak 15 orang mengukur kembali tekanan darah lansia. Catat hasil

    pengukuran.

    4. Pelatihan senam lansia dilakukan setiap sore pukul 17.00-18.00 WITA

    pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dengan frekuensi tiga kali seminggu

    pada hari yang bergantian selama 6 minggu.

  • 50

    4.8 Alur Penelitian

    Gambar 4.3 Alur Penelitian

    Populasi

    Sampel

    Kriteria Inklusi

    dan Eksklusi

    Post test (Pengukuran

    tekanan darah)

    Kelompok 1

    Tidak diberikan pelatihan

    senam lansia

    Post test (Pengukuran

    tekanan darah)

    Kelompok 2

    Diberikan pelatihan

    senam lansia

    ANALISIS DATA

    PENYUSUNAN

    LAPORAN

    Pre test (pengukuran tekanan darah) Pre test (pengukuran tekanan darah

    Random Alokasi

  • 51

    4.9 Analisis Data

    4.9.1 Analisis Deskriptif

    Untuk menganalisis data karakteristik subjek penelitian seperti

    jenis kelamin, usia, dan tekanan darah baik sebelum maupun sesudah

    pelatihan.

    4.9.2 Analisis komparasi

    a. Uji Normalitas

    Bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing

    kelompok perlakuan dari kedua kelompok pelatihan. Data

    terdistribus normal jika didapatkan nilai p > 0,05 berarti data

    berdistribusi normal.

    b. Uji Homogenitas

    Bertujuan untuk mengetahui variasi data. Nilai p pada uji

    homogenitas yang didapatkan > 0,05 berarti data homogen.

    c. Uji Komparatif

    Jenis uji statistik komparasi yang digunakan adalah uji Man Whitney

    karena data tidak berdistribusi normal dan homogen untuk data

    pretest dan post test pada masing-masing kelompok.

  • 52

    BAB V HASIL PENELITIAN

    Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Tuka Dalung selama 6 minggu dengan

    menggunakan rancangan quasi eksperimen. Subyek penelitian berjumlah 32 orang

    yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok

    kontrol, yang masing-masing berjumlah 16 orang.

    5.1 Karakteristik subjek penelitian

    Responden dalam penelitian ini semuanya berjenis kelamin perempuan .

    Hasil analisis umur reponden ditunjukkan dalam tabel 5.1 berikut [

    Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur

    di Banjar Tuka Dalung Tahun 2013

    Variabel Mean SD Minimal-maksimal Umur (Th) Klp Kontrol

    66,56

    4,926

    61-80

    Klp Intervensi 64,88 4.113 60 -74 n = 16

    Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata umur lansia pada kelompok kontrol adalah

    66,56 tahun, dengan standar deviasi 4,926 tahun. Umur termuda tahun dan

    umur tertua tahun. Rata-rata umur ibu pada kelompok perlakuan yaitu 64,88

    tahun dengan standar deviasi 4,113 tahun. Umur termuda pada kelompok

    intervensi 60 tahun dan umur tertua 74 tahun.

  • 53

    5.2 Tekanan darah systole, diastole dan MAP sebelum dan sesudah pelatihan

    pada kedua kelompok

    Setelah dilakukan analisis secara univariat maka diperoleh hasil tekanan darah

    systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata pada tabel 5.2 berikut:

    Tabel 5.2 Tekanan darah systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata (MAP)

    dari responden pada lansia kelompok kontrol dan perlakusndi Banjar Tuka Dalung tahun 2013

    VARIABEL Kelompok kontrol Kelompok perlakuan

    Rerata SD Rerata SD

    Tekanan sistolik sebelum (mmHg) 145,00 4,926 145,63 10,935 Tekanan sistolik sesudah (mmHg) 143,13 6,325 136,88 9,465

    Tekanan diastolik sebelum (mmHg) 91,25 6,021 90,63 2,500 Tekanan diastolik sesudah (mmHg) 89,38 4,425 79,38 9,287

    MAP sebelum (mmHg) 109,29 3,944 108,96 3,794 MAP sesudah (mmHg) 107,29 3,696 98,54 8,774

    Tabel 5.2 menunjukkan perolehan rata-rata tekanan darah sistolik pada

    kelompok perlakuan sebesar 145,63 mm Hg sebelum senam menjadi 136,88 setelah

    senam. Sedangkan tekanan sistolik pada kelompok kontrol sebesar 145 mmHg

    sebelum senam menjadi 143, 13 setelah minggu ke 6. Rata-rata tekanan darah

    diastolik pada kelompok perlakuan sebesar 90,63 mm Hg sebelum senam menjadi

    79,38 setelah senam. Sedangkan tekanan diastolik pada kelompok kontrol sebesar

    91,25 mmHg sebelum senam menjadi 89,38 setelah minggu ke 6. Tekanan arteri

    rata-rata pada kelompok perlakuan sebesar 108,96 sebelum senam menjadi 98,64

    setelah senam. Sedangkan tekanan arteri rata-rata pada kelompok kontrol sebesar

    109,29 sebelum senam menjadi 107,29 setelah minggu ke 6.

  • 54

    Untuk mengetahui adanya pengaruh senam lansia terhadap penurunan

    tekanan darah maka dilakukan uji statistik. Sebelum uji statistik, terlebih dahulu

    dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro Wilk dengan tingkat

    kepercayaan 95% untuk sampel kurang dari 50. Dari uji Saphiro Wilk didapatkan

    nilai probabilitas signifikansi pada tabel 5.3 berikut :

    Tabel 5.3 Hasil uji normalitas data pada lansia kelompok kontrol dan perlakuan

    di Banjar Tuka Dalung tahun 2013

    VARIABEL Saphiro wilk test - p Value

    Kelompok kontrol Kelompok

    perlakuan

    Tekanan sistolik sebelum 0,0001 0,0001 Tekanan sistolik sesudah 0,001 0,017

    Tekanan diastolik sebelum 0,0001 0,0001 Tekanan diastolik sesudah 0,0001 0,042

    MAP sebelum 0,030 0,0001 MAP sesudah 0,0001 0,837

    Berdasarkan hasil uji normalitas data pada tabel 5.3, didapatkan data tidak

    berdistribusi normal sehingga dilakukan uji nonparametrik yaitu uji Wilcoxon

    Signed Rank Test dengan tingkat kepercayaan 95%.

  • 55

    Tabel 5.4 Hasil uji homogenitas data pada lansia kelompok kontrol dan perlakuan

    di Banjar Tuka Dalung tahun 2013

    VARIABEL LEVINE TEST p value

    Tekanan sistolik sebelum 0,293 Tekanan sistolik sesudah 0,030

    Tekanan diastolik sebelum 0,237 Tekanan diastolik sesudah 0,079

    MAP sebelum 0,954 MAP sesudah 0,024

    Berdasarkan hasil uji homogenitas data pada tabel 5.3, didapatkan data setelah

    perlakuan tidak berdistribusi normal sehingga untuk mengetahui perbedaan tekanan

    darah systole, diastole dan MAP antar kelompok dilakukan uji nonparametrik yaitu

    Mann-Whitney U test dengan tingkat kepercayaan 95%.

    5.3 Uji hasil perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan terhadap tekanan

    systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata pada kedua kelompok

    Hasil analisa data menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat

    kepercayaan 95% (p 0,05) didapatkan bahwa nilai signifikansi pada kedua

    kelompok dalam tabel 5.4 berikut:

  • 56

    Tabel 5.5 Perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata

    pada lansia kelompok kontrol dan kelompok perlakuan di Banjar Tuka Dalung tahun 2013

    VARIABEL Nilai p

    Kelompok kontrol Kelompok

    perlakuan

    Tekanan sistolik sebelum dan sesudah senam

    0,257 0,008

    Tekanan diastolik sebelum dan sesudah senam

    0,180 0,002

    MAP sebelum dan sesudah senam

    0,072 0,003

    Berdasarkan table 5.4 di atas, tekanan darah sistolik, diastolik maupun tekanan

    arteri rata-rata pada lansia kelompok perlakuan sebelum dan sesudah senam

    menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan p < 0,05. Sedangkan tekanan

    darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada kelompok kontrol tidak

    menunjukkan perbedaan yang bermakna p > 0,05.

    5.4 Perbedaan tekanan systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata antar

    kedua kelompok

    Hasil analisis data menggunakan Mann-Whitney U test dengan tingkat

    kepercayaan 95% (p 0,05) didapatkan bahwa nilai probabilitas Asymp.Sig. (2-

    tailed) antara kedua kelompok pada tabel 5.5 berikut:

  • 57

    Tabel 5.6 Perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada

    lansia antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan di Banjar Tuka Dalung tahun 2013

    VARIABEL

    Kelompok kontrol Kelompok perlakuan

    P Value Rata-rata

    (mmHg) SD Rata-rata

    (mmHg) SD

    Tekanan sistolik

    sebelum 145 4,926 145,63 10,935 0,628

    Tekanan sistolik

    sesudah 143,13 6,325 136,88 9,465 0,043*

    Tekanan diastolik sebelum

    91,25 6,021 90,63 2,500 0,551

    Tekanan diastolik sesudah

    89,38 4,425 79,38 9,287 0,0001*

    MAP sebelum

    109,29 3,944 108,96 3,794 0,831

    MAP sesudah

    107,29 3,696 98,54 8,774 0,0001*

    (*) = signifikan

    Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa tekanan sistolik, diastolik dan

    tekanan arteri rata-rata antar kelompok sebelum dilakukan senam tidak

    menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. ( p >0,05), hal ini

    menunjukan kedua kelompok komparabel, sedangkan setelah dilakukan

    senam selama 6 minggu pada kelompok perlakuan, ditemukan adanya

    perbedaan bermakna baik pada tekanan sistolik, diastolik maupun tekanan

    arteri rata- rata antar kelompok ( p

  • 58

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    6.1 Karakteristik subjek penelitian

    Berdasarkan jenis kelamin, baik kelompok kontrol maupun kelompok

    perlakuan semuanya berjenis kelamin perempuan. Rata-rata umur lansia pada

    kelompok kontrol adalah 66,56 tahun, dengan standar deviasi 4,926 tahun.

    Umur termuda tahun dan umur tertua tahun. Rata-rata umur ibu pada

    kelompok perlakuan yaitu 64,88 tahun dengan standar deviasi 4,113 tahun.

    Umur termuda pada kelompok intervensi 60 tahun dan umur tertua 74 tahun.

    Berdasarkan rata-rata dan standar deviasi menunjukkan perbedaan

    usia yang tidak terlalu jauh, dimana kedua kelompok rata-rata berusia di atas

    60 tahun. Berdasarkan karakteristik umur tidak ada perbedaan pada kedua

    kelompok subjek.

    6.2 Efek Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik

    Rata- rata tekanan darah sistolik kedua kelompok sebelum perlakuan di

    atas 140 mmHg, demikian juga tekanan diastolik di atas 90 mmHg, karena

    sesuai dengan kriteria inklusi responden yang dipilih adalah responden yang

    mengalami hipertensi. Secara teoritis, lansia memang cenderung mengalami

    peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan

    tekanan darah pada lansia umumnya terjadi akibat penurunan fungsi organ pada

  • 59

    sistem kardiovaskular. Katup jantung menebal dan menjadi kaku, serta terjadi

    penurunan elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya (Ismayadi, 2004).

    Rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol adalah

    1454,926 mmHg pada hari pertama, dan setelah 6 minggu diukur lagi menjadi

    rata-rata 143,13 6,325. Rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok

    kontrol adalah 91, 25 6,021 mmHg pada hari pertama, dan setelah 6 minggu

    diukur lagi menjadi rata-rata 89,38 4,425. Subjek penelitian pada kelompok

    perlakuan memiliki rata-rata tekanan sistolik sebelum perlakuan sebesar

    145,63 10,935 mmHg dan tekanan darah sistolik setelah perlakuan sebesar

    136,88 9,465 mmHg. Tekanan sistolik pada kelompok perlakuan

    menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam

    dengan sesudah senam p value = 0,008 ( p < 0,05). Rata-rata tekanan darah

    diastolik pada kelompok perlakuan sebesar 90,63 mm Hg sebelum senam

    menjadi 79,38 setelah senam. Tekanan diastolik pada kelompok perlakuan

    menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam

    dengan sesudah senam p value = 0,002 ( p < 0,05). Tekanan arteri rata-rata

    pada kelompok perlakuan sebesar 108,96 sebelum senam menjadi 98,64

    setelah senam. Tekanan diastolik pada kelompok perlakuan menunjukkan

    perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam dengan

    sesudah senam p value = 0,003 ( p < 0,05). Hal ini menunjukkan ada efek

    senam yang diberikan terhadap penurunan tekanan darah baik sistolik,

    diastolik maupun tekanan arteri rata-rata.

  • 60

    Penurunan tekanan darah yang terjadi pada kelompok lansia yang diberi

    senam terjadi karena pembuluh darah kapiler yang baru(Bompa, 1999).

    Darmojo (2006) juga menjelaskan bahwa dengan olahraga maka jaringan

    membutuhkan peningkatan oksigen dan glukosa untuk membentuk ATP.

    Terkait dengan pembuluh darah maka dapat digambarkan bahwa pembuluh

    darah mengalami pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum

    terbuka akan terbuka sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat. Hal ini

    sesuai dengan teori Ronny (2009) yang mengatakan bahwa saat berolahraga

    seperti senam lansia akan merangsang lebih terkoordinasinya kerja saraf

    simpatis dan parasimpatis yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah

    lansia.

    6.3 Efek Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah Arteri Rata-

    rata.

    Berdasarkan data dari table 5.5 dapat dijelaskan bahwa perbedaan rata-

    rata tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata antar kelompok

    sebelum perlakuan tidak menunjukkan perbedaan bermakna dengan p value >

    0,05 (masing masing 0,628 untuk sistolik, 0,551 untuk diastolik dan 0,831

    untuk MAP). Sedangkan setelah 6 minggu, dimana pada kelompok perlakuan

    diberikan latihan senam lansia sebanyak 3 kali seminggu, menunjukkan adanya

    perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sitolik, diastolik dan tekanan

    arteri rata-rata antar kelompok. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Mann-

    Whitney U test dengan tingkat kepercayaan 95% (p 0,05) didapatkan bahwa

  • 61

    nilai p < 0,05 (0,043 untuk sistolik, 0,0001 untuk diastolik dan 0,0001 untuk

    MAP). MAP pada hari pertama dan setelah minggu ke enam terdapat

    penurunan, tetapi tidak bermakna secara statistik ( p < 0,05).

    Penurunan tekanan darah secara signifikan pada lansia yang diberi

    senam didukung oleh teori bahwa selama melakukan senam lansia terjadi

    kontraksi otot skletal (rangka) yang akan menyebakan respons mekanik dan

    kimiawi. Menurut Ronny (2009), respons mekanik pada saat otot berkontraksi

    dan berelaksasi menyebabkan kerja katup vena menjadi optimal sehingga darah

    yang balik ke ventrikel kanan menjadi meningkat. Aliran balik jantung yang

    meningkat mempengaruhi peningkatan regangan pada ventrikel kiri jantung

    sehingga curah jantung meningkat sampai mencapai 4-5 kali dibandingkan

    curah jantung saat istirahat (Latief, 2002).

    Respons kimiawi akibat senam lansia menghasilkan penurunan pH dan

    kadar PO2, terakumulasinya asam laktat, adenosin dan K+ oleh metabolisme

    selama otot aktif berkontraksi (Ronny, 2009). Akumulasi zat metabolik ini

    menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi yang akan menurunkan

    tekanan arteri, namun berlangsung sementara karena adanya respon arterial

    baroreseptor dengan meningkatkan denyut jantung dan isi sekuncup sehingga

    tekanan darah meningkat (Latief, 2002).

    Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

    Sukartini dan Nursalam (2009), yang menemukan ada pengaruh senam tera

    terhadap kestabilan tekanan darah pada lansia yang merupakan salah satu

    parameter kebugaran lansia (Sukartini dan Nursalam, 2009).

  • 62

    6.4. Kelemahan Penelitian

    a. Jumlah sampel yang kecil dan tempat penelitian hanya terbatas pada satu

    banjar sehingga menimbulkan tendensi bias dalam menggeneralisasi

    hasil penelitian.

    b. Pengukuran tekanan darah pada kedua kelompok subjek penelitian tidak

    dilakukan secara blind.

  • 63

    BAB VII

    SIMPULAN DAN SARAN

    7.1 Simpulan

    7.1.1 Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia

    di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

    7.1.2 Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah diastolik pada lansia

    di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

    7.1.3 Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan arteri rata-rata pada lansia

    di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

    7.2 Saran

    Bagi lansia yang ingin menurunkan tekanan darah secara non farmakologik

    dapat dapat dibantu dengan melakukan latihan senam lansia, tanpa mengurangi

    atau menghindari terapi farmakologik yang sudah berjalan. Di Banjar yang lain,

    senam lansia yang tidak aktif supaya di aktifkan lagi dibawah pengawasan

    Puskesmas.

  • 64

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2009. Pengertian Hipertensi, Availabe from: http://www.majalah farmacia.com (Cited 2013 Feb 17)

    Anonim 2001. Konsep Lansia, Available from: http://www.repository.usu

    .ac.id/chapter2011. (Cited 2013 Mar 02)

    Anonim, 2010. Perubahan Pada Tekanan Darah Manusia. Available from :

    www. wikipedia.co.id/tekanan_darah (Cited, 2013 Sept 12).

    Bompa T. O. 1999. Programs For Peak Strength in 35 Sports. Periodization, Training for Sports. USA. Human Kinetics Publishing

    Bondan, P. 2005. Ranah Keperawatan Gerontik,, Availabe from: http://www.inna-ppni.or.id/ index.php, (Cited 2013 Feb 22).

    Corwin, E. C. 1997. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.

    Darmojo, B. 2006. Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Lanjut Usia, Edisi 3, Jakarta: Bala Penerbit FKUI.

    Evelyn, C, P. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis , Jakarta: EGC.

    Fildzania, Y. 2011. Tekanan Darah Arteri Rata-Rata. Available from : repository.usu.ac.id/bitstream/23287/chapter52011.pdf. (cited 2013 Nov 30)

    Ganong, W, F. 2002. Fisiologi Kedokteran Edisi 20, Jakarta: EGC.

    Guyton. 2001. Fisiologi Manusia Edisi 9, Jakarta: EGC.

  • 65

    Hakin, L. 2011. Pengaruh latihan sepeda santai terhadap tekanan darah. Available from http://digilib.unipasby.ac.id/, diakses tanggal 31 Agustus 2013

    Hasurungan, S, J, 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Lansia di Kota Depok, Available from: http://www.digilib.ui.ac.id (Cited 2013 Mar 12).

    Ismayadi. 2004. Proses Menua (Aging Proses), (online), Skripsi. Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/keperawatan-ismayadi.pdf, diakses 31 Agustus 2013).

    Latif, N, 2002. Sosialisasikan Senam Lansia, Available from: http://www.epsikologi.com , (Cited 2013 Mar 16)

    Menpora. 2008. Senam Lanjut Usia. Jakarta, Kementrian Pendidikan dan Olahraga.

    Mubarak, W, I, 2005. Buku Ajar Ilmu KeperawatanKomunitas 2, Jakarta: Sagung Seto.

    Notoatmojo, S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta.

    Nugroho . 2008 Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3, Jakarta: EGC.

    Nursalam, Haryanto, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.

    Rokhaeni, H., Purnamasari, E. & Rahayoe, A.U. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat PK.Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.

    Roni S. 2009. Senam Vitalisasi otak meningkatkan kognitif lansia. Jakarta: Salemba Medika

  • 66

    Poccock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. London; John Willey & Sons Publication.

    Potter T, Perry S. (1997). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,. Proses, dan Praktik. Edisi 4 Vol 2. Jakarta:EGC.

    Setiadi. 2007. Konsep dan Penelitian Riset Keperawatan. Edisi Pertama Yogyakarta: Graha Ilmu.

    Setiawan, Z, 2006. Prevalensi dan Determinan Hipertensi di Pulau Jawa, Tahun 2004. KESMAS : Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 1 (2): 57-62.

    Suhartini. 2009. Pengertian Lanjut Usia, Available from http://www.digilib.unimus.ac.id/download.php. (Cited 2013 April 5).

    Sukartini, T, Nursalam. 2009. Pengaruh senam tera terhadap kebugaran lansia. J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 3, Des 2009: 153-158, Available from : http://journal.unair.ac.id, diakses tanggal 31 Agustus 2013