evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien...

55
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PURBALINGGA TAHUN 2009 SHINTA AMALIA WIDYASIH 0608010101 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO PURWOKERTO 2011

Upload: ngomien

Post on 23-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

1

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP

RSUD PURBALINGGA TAHUN 2009

SHINTA AMALIA WIDYASIH 0608010101

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

PURWOKERTO 2011

Page 2: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

2

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PEDIATRI PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP

RSUD PURBALINGGA TAHUN 2009

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada

program studi farmasi

SHINTA AMALIA WIDYASIH 0608010101

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2011

i

Page 3: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

3

ii

Page 4: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

4

iii

Page 5: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

5

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini, saya :

Nama : Shinta Amalia Widyasih

NIM : 0608010101

Program Studi : Farmasi

Fakultas/Universitas : Farmasi / Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari

proses penelitian saya yang telah dilakukan dengan prosedur penelitian yang

benar dengan arahan dari dosen pembimbing dan bukan hasil penjiplakan dari

karya orang lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Demikian pernyataan ini, dan apabila kelak dikemudian hari terbukti ada

unsure penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, Februari 2011

Yang menyatakan

SHINTA AMALIA WIDYASIH

iv

Page 6: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

6

MOTTO

Hidup ini sekali janganlah kita bersedih dan berputus asah

Lebih baik kita gunakan hidup ini buat belajar, bertawakal

dan tetap berdoa pada Alloh SWT

v

Page 7: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

7

PERSEMBAHAN

Alhamdullahirobil’alamin terima kasih Ya Alloh atas karunia

dan hidayahmu sehingga skripsi ini dapat selesai

Buat KeluargaQ yang telah membantuQ, buat my special love yang selalu memberi semangat dan cintamu…. Buat temen2 angkatan 2006 terimakasih atas kebersamaannya……………

vi

Page 8: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

8

ABSTRAK

SHINTA AMALIA W. Evaluasi Penggunaan Antiobiotika Pada Pasien Pediatri Penderita Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga Tahun 2009. Di bawah bimbingan SOEDARSO dan ANJAR MAHARDIAN K.

Demam Tifoid merupakan permasalahan kesehatan global yang penting dan harus mendapatkan perhatian secara khusus. Di Negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insiden yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penggunaan antibiotika pada pasien pediatri penderita demam tifoid di RSUD Purbalingga sudah sesuai, dibandingkan dengan standar terapi yang digunakan dan untuk mengetahui ada tidaknya interaksi obat yang timbul dari pengobatan demam tifoid. Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga tahun 2009 dengan menggunakan metode retrospektif dan dianalisis secara deskriptif non analitik dari data rekam medik. Sampel yang digunakan diambil secara menyeluruh dengan jumlah sampel sebanyak 117 pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pasien terbanyak yaitu anak-anak sebanyak 106 (45,74%) pasien, berdasarkan jenis kelamin jumlah terbanyak yaitu pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 68 (58,12%) pasien. Kesesuaian jenis antibiotika dengan SPM RSUD Purbalingga sebesar 30,44%, dengan SPM PAPDI 80,34%. Kesesuaian dosis berdasarkan SPM RSUD Purbalingga sebesar 64,95%, dengan SPM PAPDI sebesar 67,42%. Kesesuaian lama pemberian antibiotika tidak dapat dianalisa kesesuaiannya dengan standar terapi yang digunakan. Sedangkan untuk interaksi obat yang terjadi yaitu antara antibiotika penisilin dengan kloramfenikol dan kloramfenikol dengan PCT. Kata kunci: Antibiotika, Pasien pediatri instalasi rawat inap, Demam tifoid, RSUD Purbalingga, interaksi obat.

vii

Page 9: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

9

ABSTRAK

SHINTA AMALIA W. Evaluation Use of Antibiotics in Pediatric Patient with Thypoid Fever Inpatien In Hospital Purbalingga Year 2009. Under direction of SOEDARSO and ANJAR MAHARDIAN K.

Thypoid fever is a global healthy problem that important and must have attention specially. In emergent disease which 95% is case careway but the real incident is 15-25 times bigger than care in patient report in hospital. Purpose of this research for know the using of antibiotic to patient. Thypoid fever in Purbalingga Hospital was suitable with the standard therapy that use and for know if there is medicine interaction that appear from thypoid fever in pediatric patient. The study was conducted using retrospective and descriptive analysis of non-analytic medical record data. The whole samples were collected in a total amount of 117 samples.

The result showed the number of patients that most children were 106 (90,6%) patients. The result showed that the number of man 68 (58,12%) patients. Suitability of antibiotics with SPM RSUD Purbalingga 30,77%, with SPM PAPDI 80,34%. Suitability of the dose based on SPM RSUD Purbalingga 64,95%, with 67,42% SPM PAPDI. Suitability mode of duration of antibiotics can not be analyzed for conformance with the standar therapy used. The medicine interaction which happened is between antibiotic penisilin with kloramfenikol and between kloramfenikol with PCT. Key words: Antibiotics, Patient pediatric inpatient installation, Thypoid fever, Purbalingga District Hospital, drug interaction.

viii

Page 10: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

10

PRAKATA Bismillahirrohmaanirrohim

Segala puji bagi ALLOH SWT yang telah memberikan rahmat dan

inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi

Penggunaan Antibiotika Pada Paisen Pediatri Penderita Demam Tifoid Di

Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga tahun 2009”. Skripsi ini dibuat untuk

melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi program studi

farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Dalam Penyusunan skripsi penulis menyadari bahwa pelaksanaan

maupun pembuatan skripsi dapat berjalan berkat dukungan dari berbagai pihak,

oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syamsuhadi Irsyad, S.H.,M.H. selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Purwokerto.

2. Bapak Drs. Moeslich Hasanmihardja Apt., selaku Dekan Fakultas farmasi

Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

3. Bapak Drs. Soedarso Apt., selaku Dosen Pembimbing I atas segala bimbingan

dan arahannya.

4. Bapak Anjar Mahardian K,M.Sc,Apt. selaku Dosen Pembimbing II atas segala

bimbingan, waktu, dan arahannya.

5. Seluruh Dosen dan Staf Karyawan Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah Purwokerto.

6. SODIKUN S.T dan almh. SUPINAH selaku orang tua yang telah memberikan

dukungan baik secara moril maupun materiil dan doa yang tidak pernah lepas

dalam mengiringi langkahku walaupun almh. SUPINAH selaku ibuku tidak

ix

Page 11: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

11

dapat menyaksikan dan melihat semua ini tapi beliau selalu ada disetiap waktu

dan langkahku.

7. Kakak-kakakku, adikku dan teman-teman farmasi angkatan 2006 yang telah

membantu dalam pembuatan skripsi ini.

8. Seluruh staf dan karyawan RSUD Purbalingga yang telah membantu dalam

pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadarai bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan skripsi ini, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien

Purwokerto, Februari 2011

Shinta Amalia Widyasih

x

Page 12: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

12

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ........................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN ................................................................................ iv

MOTTO.......................................................................................................... v

ABSTRAK ..................................................................................................... vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

PRAKATA ..................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................... 2

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Tifoid ........................................................................

1. Definisi ........................................................................... 3

2. Etiologi ........................................................................... 3

3. Patogenesis...................................................................... 3

4. Gejala Klinis ................................................................... 3

5. Diagnosis ........................................................................ 4

B. Antibiotik ...............................................................................

1. Definisi ........................................................................... 5

2. Jenis Antibiotik ............................................................... 6

3. Pengobatan dalam Demam Tifoid .................................... 6

4. Obat ................................................................................ 7

5. Interaksi Obat .................................................................. 8

6. Pola Pengobatan yang Rasional ....................................... 9

xi

Page 13: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

13

C. Rumah Sakit...........................................................................

1. Definisi ...........................................................................

2. Klasifikasi Rumah Sakit .................................................. 10

D. Rekam Medik ......................................................................... 11

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 12

B. Batasan Variabel .................................................................... 12

C. Metode Penelitian .................................................................. 13

D. Penentuan Sampel .................................................................. 13

E. Tahapan Penelitian ................................................................. 13

F. Analisis Data .......................................................................... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Penelusuran Data......................................................... 16

B. Karakteristik Pasien Pediatri Penderita Demam Tifoid ...........

1. Berdasarkan umur ........................................................... 16

2. Berdasarkan Jenis kelamin……................. ...................... 17

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotika ...........................................

1. Kesesuaian Jenis Antibiotika ........................................... 18

2. Kesesuaian Dosis ............................................................ 22

3. Lama Pemberian Antibiotika ........................................... 25

4. Interaksi Obat .................................................................. 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................ 29

B. Saran ...................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 31

xii

Page 14: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

1

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jumlah dan persentase umur……….................................................. 16

Tabel 2 Jumlah dan persentase jenis kelamin pasien pediatric penderita

demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga ................. 17

Tabel 3 Kesesuaian antibiotika pada rekam medik di RSUD Purbalingga

dibandingkan dengan SPM RS ......................................................... 18

Tabel 4 Kesesuaian antibiotika pada rekam medik di RSUD Purbalingga

dibandingkan dengan SPM PAPDI ................................................... 20

Tabel 5 Evaluasi antibiotika berdasarkan ketepatan dosis antibiotika dari

Data rekam medik dibandingkan dengan SPM RS ............................ 23

Tabel 6 Evaluasi antibiotika berdasarkan ketepatan dosis antibiotika dari

data rekam medik dibandingkan dengan SPM PAPDI....................... 24

Tabel 7 Evaluasi lama pemberian antibiotika pada rekam medik

dibandingkan dengan SPM RS dan SPM PAPDI .............................. 26

Tabel 8 Data Interaksi antibiotika dengan obat yang lain di RSUD

Purbalingga27

xiii

Page 15: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

2

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lamp 1 Data Pasien pediatri penderita demam tifoid.................................. 33

Lamp 2 Surat Penelitian dari Fakultas Farmasi ........................................... 55

Lamp 3 Surat Penelitian dari Kesbangpolinmas Kab.Purbalingga............... 56

Lamp 4 Surat Penelitian dari Bappeda Kab.Purbalingga ............................. 57

Lamp 5 Surat Penelitian dari RSUD Purbalingga ....................................... 58

xiv

Page 16: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Demam tifoid merupakan permasalahan kesehatan global yang

penting dan harus mendapatkan perhatian secara khusus. Diseluruh dunia

penyakit ini diperkirakan mencapai 16 juta kasus tiap tahunnya dengan

600.000 kasus dilaporkan berakhir dengan kematian.

Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai

penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insiden

yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di

rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi

dengan insiden di daerah pedesaan 258/100.000 penduduk/tahun dan didaerah

perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1,5 juta

kasus per tahun umur penderita yang terkena, di Indonesia dilaporkan antara

3-19 tahun pada 91% kasus.

Terapi untuk pengobatan demam tifoid antara lain yaitu terapi non

farmokologis meliputi tirah baring dan makan makanan lunak yang rendah

serat. Untuk terapi non farmakologinya yaitu dengan simptomatis dan

antimikroba, bersamaan dengan itu digunakan juga antibiotika yang lain.

Penggunaan antibiotika yang kurang bijaksana akan menyebabkan banyaknya

bakteri yang menjadi resisten terhadap antibiotika, khususnya antibiotika yang

mengganggu resisten kolonisasi di usus, ternyata lebih sering mengakibatkan

timbulnya resisten (Tan&Rahardja, 2002 : 63). Terapi simptomatis dapat

diberikan untuk perbaikan keadaan umum pasien yakni vitamin, antipiretik

(penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak. Untuk

antimikroba digunakan kloramfenikol dan untuk antibiotika yang lain yaitu

tiamfenikol, kotrimoksazol, ampicillin, amoksisilin, sefalosporin generasi III.

Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dapat menimbulkan masalah atau

yang dikenal dengan polifarmasi. Polifarmasi adalah kombinasi obat yang

dapat berupa kombinasi tetap dan kombinasi tidak tetap. Akibat dari

polifarmasi yaitu timbulnya interaksi obat semakin besar, timbulnya efek

1

Page 17: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

2

samping serta penyakit karena obat semakin meningkat. Pada keadaan

tertentu, apabila interaksi antara obat dengan mikroba kurang baik atau tidak

terjadi sama sekali, maka dikatakan bahwa antibiotik tersebut telah resisten

terhadap mikroba tertentu.

Berdasarkan uraian diatas dan laporan dari unit rekam medik RSUD

Purbalingga tercatat bahwa pada tahun 2009 penyakit demam tifoid

merupakan penyakit dengan tingkat persentase yang tinggi. Rumah sakit

dalam menjalankan fungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan dan

meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan perkembangan teknologi dan

ilmu pengetahuan kepada masyarakat banyak dengan menggunakan

antibiotika sebagai pengobatan penyakit infeksi. Untuk itu perlu dilakukan

penelitian tentang evaluasi penggunaaan antibiotika pada pasien pediatri

penderita demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Purbalingg tahun 2009

dengan membandingkan standar pelayanan medis yang digunakan.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana penggunaan antibiotik pada pasien pediatri penderita demam

tifoid di RSUD Purbalingga dibandingkan dengan standar terapi yang

digunakan?

2. Apakah terjadi interaksi obat dalam pengobatan antibiotik pada pasien

pediatri penderita demam tifoid?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui penggunaan antibiotik pada pasien pediatri penderita

demam tifoid di RSUD Purbalingga sudah sesuai dibandingkan dengan

standar terapi yang digunakan.

2. Mengetahui ada tidaknya interaksi obat yang terjadi dalam pengobatan

demam tifoid di RSUD Purbalingga.

Page 18: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM TIFOID

1. Definisi

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah

penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,

gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran

(Anonim, 1985 : 593).

2. Etiologi

Salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan

rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

macam antigen yaitu antigen O (somatic, terdiri dari zat kompleks

lipopolisakarida), antigen H (flagela) dan antigen Vi. Dalam serum

penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam

antigen tersebut (Anonim, 1985 : 593).

3. Patogenesis

Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalaui

makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan

oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan

mencapai jaringan limfoid. Endotoksin Salmonella thypi berperan

dalam proses inflamasi local pada jaringan tempat kuman tersebut

berkembang biak. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang

sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang

meradang, sehingga terjadi demam (Mansjoer, 2001 : 422).

4. Gejala Klinis

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih

ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas

rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi

melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika

infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin

3

Page 19: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

4

ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,

nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.

Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

a. Demam

b. Gangguan pada saluran pencernaan

c Gangguan kesadaran (Anonim, 1985 : 594-595).

5. Diagnosis

Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan

laboratorium sebagai berikut :

a. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis.

1) Pemeriksaan darah tepi

Terdapat gambaran leucopenia, limfositosis

relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin

terdapat anemia dan trombositopenia ringan.

Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah

dikerjakan dilaboratorium yang sederhan akan tetapi

berguna untuk membantu diagnosis yang cepat.

2) Pemeriksaan sumsum tulang

Dapat digunakan untuk menyokong

diagnosis. pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan

rutin yang tidak sederhana. Terdapat gambaran sumsum

tulang berupa hiperaktif RES dngan adanya sel

makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis

dan trombopoesis berkurang.

b. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis

Biakan empedu untuk menemukan Salmonella

typhosa dan pemeriksaan Widal ialah pemeriksaan yang

dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus abdominalis

yang pasti. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada

waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.

Page 20: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

5

1) Biakan empedu

Pemeriksaan yang positif dari contoh darah

digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan

pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2x

berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa

penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi

pembawa kuman (karier).

2) Pemeriksaan Widal

Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang

terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi

antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif

ialah bila terjadi reaksi aglitinasi. Dengan jalan

mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat

ditentukan yaitu pengenceran tertinggi yang masih

menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat

diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap

antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau

menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk

membuat diagnosi. Titer tersebut mencapai puncaknya

bersamaa dengan penyembuhan penderita.

Titer terhadap antigen H tidak diperlukan

untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah

mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama

sembuh. Tidak selamanya pemeriksaan widal positif

walaupun penderita sungguh-sungguh menderita tifus

abdominalis sebagaimana terbukti pada autopsi setelah

penderita meninggal dunia (Anonim, 1985 : 596-597).

B. ANTIBIOTIK

1. Definisi

Antibiotik berasal dari bahasa Latin yaitu “anti” yang

artinya adalah lawan dan “bios” yang artinya hidup. Jadi antibiotika

Page 21: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

6

adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang

memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tan & Raharja,

2002 : 65).

2. Jenis antibiotik

Berdasarkan luas aktifitasnya terhadap banyak sedikit jenis

kuman dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : (Tan & Rahardja, 2002 :

56)

a. Antibiotik aktifitas sempit (narrow spectrum).

Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis

kuman saja, misalnya penisilin G dan penisilin V, eritromisin,

klindamisin, kanamisin, dan asam fusidat hanya bekerja terdap

kuman gram positif sedangkan stertomisin, gentamisin,

polimiksin B dan asam nalidiksat khususnya terhadap kuman

gram negatif.

b. Antibiotik aktifitas lebar (broad spectrum)

Bekerja terhadap lebih banyak jenis kuman gram positif

maupun gram negatif diantaranya sulfonamid, ampisilin,

sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.

3. Pengobatan demam tifoid

Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian yaitu :

a. Perawatan

Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit

isolasi, observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring

absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih

selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah

terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus

(Juwono, 1996 : 439).

b. Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan

tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung

banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan

Page 22: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

7

banyak gas. Susu 2x satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis

makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah

makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila

anak sadar dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan

makanan lunak (Anonim, 1985 : 597).

c. Obat

1) Kloramfenikol

Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan

obat pilihan utama untuk demam tifoid. Belum ada obat

antimikroba lain yang dapat menurunkan demam lebih

cepat dibandingkan kloramfenikol. Dosis untuk orang

dewasa 4 x 500 mg sehari oral atau intravena, sampai 7

hari bebas demam. Dengan penggunaan kloramfenikol,

demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari

(Juwono, 1985 : 440).

2) Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam

tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi

hematologist pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang

daripada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pad

demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari (Juwono,

1985 : 440).

3) Kotrimoksazol

Efektifitas kotrimoksazol kurang lebih sama

dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa, 2 x 2

tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam ( 1

tablet mengandung 80 mg trimetropim dan 400 mg

sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol demam pada

demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.

4) Ampisillin dan Amoxicillin

Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan

demam, efektivitas ampisilin dan amoxisillin lebih kecil

Page 23: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

8

dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak

penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan

leucopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-

450 mg/kg BB sehari, digunakan sampai 7 hari bebas

demam. Dengan ampisillin atau amoxisillin demam pada

demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.

C. INTERAKSI OBAT

Interaksi obat adalah peristiwa dimana kerja obat dipengaruhi oleh

obat lain yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Interaksi obat

dapat terjadi sebagai berikut :

1. Obat - Makanan

Pada pemberian obat-obat tertentu bersamaan dengan makanan dapat

terjadi interaksi yang berakibat :

a. Makanan dapat mengubah aktivitas obat yang mengakibatkan

respons terhadap obat berkurang atau sebaliknya respons terhadap

obat justru meningkat.

b. Sebaliknya obat dapat pula memberikan efek negatif terhadap

makanan, misalnyaberkurangnya nutrisi makanan tersebut

(Nanizar, 2001 : 152).

2. Obat - Obat

Dalam hal terjadi interaksi obat maka hasil farmakologisnya dapat

sebagai berikut :

a. Obat yang satu memperkuat efek obat yang lain sehingga efek

total obat melebihi dari jumlah aljabarnya.

b. Obat yang satu menghambat kerja obat yang lain, sehingga

efeknya berkurang.

c. Inaktvasi obat yang satu oleh obat yang lain menyebabkan obat

pertama tidak/kurang memberikan efek yang dikehendaki

(Nanizar, 2001 : 136).

Page 24: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

9

Mekanisme interaksi obat ada 3 yaitu :

1) Interaksi farmasetik (Inkompatibilitas)

Inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat

diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel).

Bagi tenaga kesehatan, interaksi farmasetik yang penting adalah

interaksi antar obat suntik dan antara obat suntik dengan cairan

infus.

2) Interaksi farmakokinetika

Interaksi farmakokinetika terjadi bila salah satu obat

mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi

obat kedua sehingga kadar plasma obat meningkat atau menurun.

Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan

efektivitas obat tersebut.

3) Interaksi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat

yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem

fisiologis yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik

atau antagonistik.

D. POLA PENGOBATAN YANG RASIONAL

Pola pengobatan adalah jenis model atau gambaran pengobatan

dengan menggunakan antibiotika meliputi jenis antibiotika yang

digunakan, dosis, durasi pemberian dan harga obat. Pola pengobatan yang

rasional menurut WHO adalah menyangkut tepat indikasi, tepat obat, tepat

dosis, tepat pasien dan mewaspadai ESO. Seperti halnya dengan proses ini

dalam kedokteran, penulisan resep harus didasarkan pada satu seri tahapan

rasional. Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Membuat diagnosis spesifik

2. Pertimbangan patofisiologi dari diagnosis yang terpilih

3. Pemilihan sasaran terapi yang spesifik

4. Penentuan obat pilihan

5. Penentuan regimen dosis yang sesuai

Page 25: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

10

6. Perancangan untuk memonitor kerja obat dan menentukan kapan terapi

berakhir

7. Perencanaan program pendidikan pasien (Katzung, 2002 : 611).

E. RUMAH SAKIT

1. Definisi

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks,

menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit dan difungsikan

oleh berbagai kesatuan personil terlatih dan terdidik dalam

menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya

terikat bersama-sama dalam maksud yang sama untuk pemulihan dan

pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2003:8).

Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan

untuk pemeliharaaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah

melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna

dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan

pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar, 2003 : 10)

2. Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah

diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit kelas A, B, C, D. Klasifikasi

tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan

peralatan.

a) Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

spesialistik luas dan subspesialistik luas.

b) Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasiitas dan kemampuan pelayanan kemampuan

medik sekurang-kurangnya 11 spealistik dan subspesialistik

terbatas.

Page 26: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

11

c) Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

spesialistik dasar.

d) Rumas Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang

mempunyai kemampuan dan pelayanan medik dasar (Siregar,

2003 : 11).

F. REKAM MEDIK

Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara

rekam medik yang memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita

rawat tinggal maupun penderita rawat jalan. Rekam medik ini harus secara

akurat didokumentasikan, segera tersedia, dapat digunakan, mudah

ditelusuri kembali (retrieving), dan lengkap informasi. Rekam medik

adalah sejarah singkat, jelas dan akurat dari kehidupan dan kesakitan

penderita ditulis dari sudut pandang medik (Siregar, 2003 : 17).

Kegunaan rekam medik :

1. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan

penderita.

2. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap

profesional yang berkonstribusi pada perawatan penderita.

3. Melengkapi bukti dokumen terjadinya / penyebab kesakitan penderita

dan penanganan / pengobatan selama tinggal di rumah sakit.

4. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan

yang diberikan kepada penderita.

5. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit

dan praktisi yang bertanggung jawab.

6. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.

7. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam

rekaman medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya

pengobatan seorang penderita (Siregar, 2003 : 18)

Page 27: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

12

BAB III

METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada Maret - April 2010, menggunakan

data tahun 2009 dan bertempat di RSUD Purbalingga.

B. BATASAN VARIABEL OPERASIONAL

1) Antibiotika adalah senyawa khas yang dihasilkan oleh organisme

hidup, termasuk turunan senyawa dan struktur analoginya yang dibuat

secara sintetik dan dalam kadar rendah maupun menghambat

kehidupan mikroba lain.

2) Evaluasi penggunaan antibiotika meliputi jenis antibiotika, ketepatan

dosis, lama pemberian obat pada pasien demam tifoid serta interaksi

obat yang terjadi dalam pengobatan.

3) Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan

yang disebabkan oleh Salmonella typhosa ditandai dengan demam 7

hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran

(Anonim, 1985 : 546).

4) Pasien pediatri yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap RSUD

Purbalingga adalah yang berumur 0 - 12 tahun.

5) Data yang diambil dari rekam medik penderita yang terdiagnosis dan

selesai perawatan tahun 2009.

6) Rekam medik adalah dokumen yang memberikan catatan tentang

identitas pasien, diagnosis, pemeriksaan pasien, pengobatan, tindakan

serta pelayanan kesehatan lain pada pasien.

7) Karakteristik pasien demam tifoid meliputi umur dan jenis kelamin.

8) Dosis ( takaran ) suatu obat merupakan banyaknya suatu obat yang

dapat dipergunakan atau diberikan kepada seseorang penderita baik

untuk dipakai sebagai obat dalam maupun luar.

9) Lama pemberian merupakan waktu yang dibutuhkan untuk suatu obat

atau antibiotika untuk bekerja dalam tubuh secara biologis.

12

Page 28: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

13

10) Interaksi obat merupakan modifikasi efek suatu obat akibat obat lain

yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan atau bila dua

atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau

toksisitas satu obat atau lebih berubah.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

retrospektif yaitu penelitian yang berusaha melihat kebelakang (backward

looking), dalam hal ini adalah melakukan penelusuran terhadap tindakan

yang dilakukan tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Purbalingga kepada pasien demam tifoid di instalasi rawat inap. Kemudian

hasil penelusuran tersebut dianalisis secara deskriptif non analitik.

D. PENENTUAN SAMPEL

Penentuan sampel diperoleh dari jumlah pasien pediatri

(umur 0 – 12 tahun) penderita demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD

Purbalingga selama tahun 2009. Sampel yang diambil adalah secara

menyeluruh dari jumlah pasien pediatri penderita demam tifoid yang

dirawat di instalasi rawat inap RSUD Purbalingga selama tahun 2009 yaitu

sebanyak 117 pasien.

Page 29: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

14

E. TAHAPAN PENELITIAN

Pembuatan Proposal

Pembuatan surat ijin

Pengambilan data rekam medik

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

F. ANALISIS DATA Untuk keseuaian penggunaan antibiotika pada pasien pediatri

penderita demam tifoid yang meliputi jenis antibiotika, dosis antibiotika,

lama pemberian dan interaksi obat yang disesuaikan dengan SPM RSUD

Purbalingga dan SPM PAPDI.

1) Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan usia, dihitung

dengan menjumlahkan masing-masing kelompok usia pediatri

kemudian dibagi dengan jumlah total pasien dikali 100%.

2) Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin

dihitung dengan menjumlahkan masing-masing kelompok jenis

kelamin kemudian dibagi dengan jumlah total pasien dikali 100%.

3) Jumlah dan persentase jenis obat dihitung dengan menjumlahkan

masing-masing kelompok jenis antibiotika yang disesuaiakan dengan

Page 30: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

15

SPM RSUD Purbalingga dan SPM PAPDI kemudian dibagi dengan

jumlah total pasien dikali 100%.

4) Jumlah dan persentase dosis antibiotika dihitung dengan

menjumlahkan masing-masing kelompok dosis antibiotika yang

disesuaiakan dengan SPM RSUD Purbalingga dan SPM PAPDI

kemudian dibagi dengan jumlah total pasien dikali 100%.

Page 31: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Penelusuran Data

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian dan

pembahasan mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pediatri

penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga selama

tahun 2009. Terdapat 117 pasien pediatri penderita demam tifoid tanpa

penyakit penyerta yang dirawat inap di RSUD Purbalingga selama tahun

2009. Data yang diambil meliputi data karakteristik pasien pediatri (meliputi

umum, jenis kelamin, berat badan) dan data penggunaan antibiotik pada

pasien pediatri penderita demam tifoid (meliputi jenis antibiotik, dosis, lama

pemberian serta cara pemberian). Teknik pengambilan data yang digunakan

adalah secara menyeluruh dari jumlah pasien pediatri penderita demam tifoid

di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga selama tahun 2009 yaitu sejumlah

117 pasien.

B. Karakteristik Pasien Pediatri Penderita Demam Tifoid

1. Bedasarkan Umur

Dalam Penelitian ini menggunakan data umur pasien untuk

menjadi batasan dalam mengetahui banyaknya penderita demam tifoid

pada pasien pediatri. Tabel 1 menunjukkan jumlah dan persentase umur

pediatri selam tahun 2009 yang menderita demam tifoid.

Tabel 1. Jumlah dan persentase umur pediatri

Umur Jumlah Persentase (%)

0 – 1 bulan (Neonatus) 0 0

1bulan – 2 tahun (bayi) 11 9,4

2 – 12 tahun (anak-anak) 106 90,6

Total 117 100

Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa pada usia 2 – 12 tahun

(anak-anak) memiliki persentase paling tinggi yaitu 90,6 % dibandingkan

dengan kelompok usia bayi (1 bulan – 2 tahun) dengan persentase sebesar

16

Page 32: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

17

9,4%. Ini menunjukkan bahwa pada usia anak terutama anak sekolah

adalah usia paling rawan terjangkitnya demam tifoid karena pada usia

anak kebersihan individu kurang terkontrol. Menurut Juwono ( 1996 ; 435

), demam tifoid dapat disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi

lingkungan dan kebersihan individu kurang baik sehingga kuman

penyebab demam tifoid mudah menginfeksi jaringan tubuh.

2. Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Pediatri Penderita Demam Tifoid

Pasien demam tifoid terdiri dari pria dan wanita, akan tetapi

penyakit demam tifoid tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.

Tabel 2. Jumlah dan persentase jenis kelamin pasien pediatri penderita

demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga selama

tahun 2009

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki - Laki 68 58,12

2 Perempuan 49 41,88

Total 117 100

Berdasarka Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis kelamin laki – laki

penderita demam tifoid sebanyak 68 pasien ( 58,12% ), sedangkan untuk

jenis kelamin perempuan lebih rendah yaitu sebanyak 49 pasien ( 41,88%

). Demam tifoid tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin melainkan

dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh, pola makan, status gizi, keadaan

hygiene dan sanitasi lingkungan.

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik

Evaluasi penggunaan antibiotik dalam penelitian ini meliputi

kesesuaian jenis antibiotika yang digunakan, ketepatan dosis, lama pemberian

dan interaksi obat meliputi interaksi antar antibiotika maupun antibiotika

dengan obat yang bukan antibiotika. Standar terapi yang digunakan yaitu

Standar Pelayanan Medik RSUD Purbalingga ( SPM RS ) tahun 2009 dan

Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (

SPM PAPDI ).

Page 33: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

18

1. Kesesuaian Jenis Antibiotika

Untuk Kesesuaian pemilihan antibiotika dengan Standar Pelayanan

Medik Rumah Sakit ( SPM RS ) dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Kesesuaian antibiotika pada data rekam medik di RSUD

Purbalingga tahun 2009 dibandingakan dengan SPM RS

Jenis antibiotika

Pada SPM RS

Jenis antibiotika pada rekam medik

Jumlah Pasien

Kesesuaian pada RS

% Kesesuaian

jumlah pasien SP TSP

Penisilin Amoxsisillin 29 SP - 24,79 Ampicillin 2 SP - 1,71

Kloramfenikol Kloramfenikol 4 SP - 3,42 Thiamfenikol 1 SP - 0,86

Sefalosporin Cefotaxime 33 - TSP 28,21 Lapixime 5 - TSP 4,27 Taxegram 20 - TSP 17,10

Kombinasi Penisilin - Sefalosporin 8 - TSP 6,84

Penisilin - Kloramfenikol 9 - TSP 7,69

Sefalosporin - Kloramfenikol 6 - TSP 5,13

Total 117 100

Keterangan :

SP : Sesuai Pedoman SPM RS

TSP : Tidak Sesuai Pedoman SPM RS

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotika yang

sesuai dengan SPM RS adalah antibiotika golongan penisilin yaitu untuk

amoxisillin dengan persentase sebesar 24,79% dan ampisillin dengan

persentase sebesar 1,71%. Selain antibiotika golongan penisilin ada

antibiotika golongan kloramfenikol yang sesuai dengan SPM RS yaitu

kloramfenikol dengan persentase sebesar 3,42% dan thiamfenikol dengan

persentase sebesar 0,86%. Sedangkan unutuk antibiotika golongan

sefalosporin dan antibiotika kombinasi tidak sesuai dengan SPM RS karena

antibiotika yang tertera pada SPM RS sudah biasa digunakan oleh para dokter

dan menurut para dokter di RSUD Purbalingga antibiotika kloramfenikol dan

penisilin dianggap paling efektif untuk membunuh bakteri Salmonella

thyposa.

Page 34: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

19

Untuk mengetahui persentase kesesuaian antibiotika dapat diketahui dengan

perhitungan sebagai berikut :

% Kesesuaian = x 100%

Keterangan :

n = Jumlah antibiotika

Sampel = Jumlah total antibiotika

Diketahui :

n SP = 36

n TSP = 81

Sampel = 117

% Kesesuaian SP = x 100 % = 30,77 %

% Kesesuaian TSP = x 100 % = 69,23 %

Dari data perhitungan persentase kesesuaian antibiotika diatas

dapat diketahui bahwa persentase kesesuaian yang tidak sesuai standar terapi

(69,23%) jauh lebih besar dari persentase kesesuaian yang sesuai standar

terapi (30,77%) yang digunakan di RSUD Purbalingga. Hal ini dikarenakan

penggunaan antibiotik sefalosporin yang lebih banyak dari antibiotik

penisilin dan kloramfenikol karena sefalosporin dianggap paling efektif untuk

membunuh bakteri dengan efek samping yang tidak membahayakan bagi

tubuh. Selain itu pada SPM RSUD Purbalingga juga tidak tercantum

antibiotik sefalosporin yang dapat digunakan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri Salmonella thyposa.

Tabel 4. Kesesuaian antibiotika pada data rekam medik di RSUD

Purbalingga tahun 2009 yang dibandingkan dengan SPM PAPDI

Jenis antibiotika

Pada SPM RS

Jenis antibiotika pada rekam medik

Jumlah Pasien

Kesesuaian pada RS % Kesesuaian

jumlah pasien SP TSP

Penisilin Amoxsisillin 29 SP - 24,79 Ampicillin 2 SP - 1,71

Kloramfenikol Kloramfenikol 4 SP - 3,42 Thiamfenikol 1 SP - 0,86

Sefalosporin Cefotaxime 33 SP - 28,21 Lapixime 5 SP - 4,27

Page 35: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

20

Taxegram 20 SP - 17,10

Kombinasi Penisilin - Sefalosporin 8 - TSP 6,84

Penisilin - Kloramfenikol 9 - TSP 7,69

Sefalosporin - Kloramfenikol 6 - TSP 5,13

Total 117 100 Keterangan :

SP : Sesuai Pedoman SPM PAPDI

TSP : Tidak Sesuai Pedoman SPM PAPDI

Untuk mengetahui persentase kesesuaian antibiotika dapat diketahui dengan

perhitungan sebagai berikut :

% Kesesuaian = x 100%

Keterangan :

n = Jumlah antibiotika

Sampel = Jumlah total antibiotika

Diketahui :

n SP = 94

n TSP = 23

Sampel = 117

% Kesesuaian SP = x 100% = 80,34%

% Kesesuaian TSP = x 100% = 19,66%

Dari perhitungan persentase kesesuaian antibiotika diatas dapat

diketahui bahwa persentase kesesuaian yang sesuai standar terapi yang

digunakan (80,34%) dari persentase kesesuaian yang tidak sesuai standar

terapi yang digunakan (19,66%). Hal ini dikarenakan pada SPM PAPDI

tercantum antibiotik sefalosporin yang dapat digunakan untuk membunuh

bakteri Salmonella thyposa. Jenis penisilin yang digunakan pada data rekam medik yaitu

amoxisillin dan ampisillin merupakan penisilin spectrum luas, turunan

ampisillin dan memiliki spectrum antibakteri yang sama dengan ampisillin.

Amoxisillin absorpsinya tidak terganggu oleh makanan dilambung sehingga

Page 36: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

21

absorpsi amoxisillin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisillin.

Sedangkan untuk ampisillin cukup efektif terhadap Salmonella thyposa,

merupakan penisilin spectrum luas terhadap bacilli gram negatif antara lain

Salmonella (Tan & Rahardja, 2002 : 72). Dengan ampisillin atau amoxisillin

demam tifoid turun rata-rata setelah 7 – 9 hari (Juwono, 1996 : 460). Selain

golongan penisilin, golongan antibiotika yang sesuai dengan SPM RSUD

Purbalingga adalah golongan kloramfenikol dan yang digunakan adalah

biothycol dan thiamfenikol.

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang peka

seperti beberapa strain Salmonella thyposa, juga terhadap sebagian besar

kuman gram positif dan gram negatif. Dibandingkan dengan ampisillin,

perbaikan klinik pada kloramfenikol jauh lebih cepat dibandingkan dengan

ampisillin. Tetapi pada kenyataannya pada penanganan demam tifoid pada

pasien pediatri di RSUD Purbalingga lebih banyak digunakan antibiotika

sefalosporin. Hal ini dikarenakan pada antibiotika golongan kloramfenikol

efek samping yang terjadi terlalu berat yaitu berupa kerusakan sumsum

tulang yang dapat menyebabkan anemia aplastik (Tan&Rahardja, 2002 : 85).

Pada penggunaan antibiotika untuk pengobatan demam tifoid,

dari data rekam medik juga digunakan antibiotika kombinasi. Penggunaan

antibiotika kombinasi antara lain penggunaan antibiotika penisilin dengan

sefalosporin, antibiotika penisilin dengan kloramfenikol, dan antibiotika

kloramfenikol dengan sefalosporin dengan persentase yang hamper sama

yaitu 6,98%. Sefalosporin bekerja menghambat sintesis dinding sel dan hal

ini akan mempermudah golongan kloramfenikol untuk menghambat sintesis

protein bakteri tersebut yaitu menghambat penerjemahan dan transkripsi

material genetika.

Pada umumnya penggunaan kombinasi dari dua atau lebih antibiotika tidak

dianjurkan, terlebih pula kombinasi dengan dosis tetap tetapi beberapa

kombinasi obat dapat bermanfaat sbb :

1. Pengobatan infeksi campuran

2. Untuk mengatasi resistensi

3. Mendapat efek sinergis

Page 37: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

22

4. Untuk mengurangi toksisitas

5. Untuk memperoleh potensiasi (Tan&Rahardja, 2002 : 63)

Kerugian dari penggunaan antibiotika kombinasi yaitu sejumlah

antibiotika bekerja bila hanya organism tumbuh, sehingga penggunaan

antibiotika kedua secara bersamaan yang bersifat bakteriostatika akan

mempengaruhi kerja obat pertama yang bersifat bakterisidal.

2. Ketepatan Dosis

Karena pada penelitian ini menggunakan data pasien anak

sedangkan pada SPM tidak disebutkan dosis untuk anak, maka perlu

dilakukan perhitungan dosis anak terhadap dosis dewasa pada SPM. Perlunya

perhitungan dosis anak karena respon tubuh anak terhadap obat tertentu tidak

dapat disamakan dengan respon tubuh orang dewasa terhadap orang yang

sama. Ketepatan dalam dosis harus diperhatikan agar efek terapi yang

dihasilkan lebih optimal. Pemberian dosis yang tidak tepat dapat

menyebabkan adanya gangguan fungsi organ atau sistem tubuh, khususnya

hati dan ginjal.

Untuk Perhitungan dosis anak berdasarkan berat badan :

Dosis anak = ( Dosis/kg BB ) x Berat badan

Tabel 5. Evaluasi antibiotika berdasarkan ketepatan dosis antibiotika dari

data rekam medik dibandingkan SPM RSUD Purbalingga

Jenis

Antibiotika

pada SPM RS

Rekam Medik

Jumlah

pasien

Dosis dewasa

pada SPM RS

Dosis

Pustaka SP % TSP %

Amoxisillin 29 50 - 150

mg/kgBB 250 mg 3 2,56% 26 22,22

Ampisillin 2 50 - 150

mg/kgBB 250 mg - - 2 1,71

Kloramfenikol 4 500 mg 50 - 100

mg/kgBB 4 3,42 - -

Thiamfenikol 1 500 mg 50 - 100

mg/kgBB 1 0,86 - -

Cefotaxim 33 1000 mg 1000 mg 32 27,25 1 0,86

Page 38: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

23

Lapixim 5 1000 mg 1000 mg 3 2,56 2 1,71

Taxegram 20 1000 mg 1000 mg 19 16,24 1 0,86

Kombinasi :

Penisilin -

Sefalosporin 8 - - 3 2,56 5 4,27

Penisilin -

Kloramfenikol 9 - - 5 4,27 4 3,42

Sefalosporin -

Kloramfenikol 6 - - 6 5,13 - -

Jumlah 117 76 64,95 41 35,05

Keterangan :

SP : Sesuai Pedoman SPM RS

TSP : Tidak Sesuai Pedoman SPM RS

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa untuk antibiotika amoxisillin

persentase ketidaksesuaiannya lebih besar daripada persentase kesesuaiannya

yaitu sebesar 22,22% dan untuk ampisillin persentase kesesuaiannya juga

lebih kecil dari persentase ketidaksesuaiannya yaitu sebesar 1,71%. Hal ini

berdasarkan berat atau ringannya penyakit dan obat lain yang digunakan

(Mutschler, 1991 : 637).

Untuk dosis pustaka diperoleh dari BNF (British National Formulary, 2009 :

291-310).

Tabel 6. Evaluasi antibiotika berdasarkan ketepatan dosis antibiotika dari

data rekam medik dibandingkan dengan SPM PAPDI

Jenis

Antibiotika

pada SPM RS

Rekam Medik

Jumlah

pasien

Dosis dewasa

pada SPM RS

Dosis

Pustaka SP % TSP %

Amoxisillin 29 50 - 150

mg/kgBB 250 mg 3 2,56 26 22,22

Ampisillin 2 50 - 150

mg/kgBB 250 mg - - 2 1,71

Kloramfenikol 4 500 mg

50 - 100

mg/kg

BB

4 3,42 - -

Thiamfenikol 1 500 mg 50 - 100

mg/kg 1 0,86 - -

Page 39: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

24

BB

Cefotaxim 33 1000 mg 1000 mg 32 27,25 1 0,86

Lapixim 5 1000 mg 1000 mg 3 2,56 2 1,71

Taxegram 20 1000 mg 1000 mg 19 16,24 1 0,86

Kombinasi :

Penisilin -

Sefalosporin 8 - - 5 4,27 3 2,56

Penisilin -

Kloramfenikol 9 - - 6 5,13 3 2,56

Sefalosporin -

Kloramfenikol 6 - - 6 5,13 - -

Jumlah 117 79 67,42 38 32,48

Keterangan :

SP : Sesuai Pedoman

TSP : Tidak Sesuai Pedoman

Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa data kesesuaian dosis antibiotika

yang dibandingkan dengan SPM PAPDI hampir sama dengan yang yang

dibandingkan dengan SPM RS hanya pada kombinasi obat pada penisilin

dengan sefalosporin untuk persentase kesesuaiannya lebih besar dari

persentase ketidaksesuaiannya yaitu sebesar 4,27%, dan untuk penisilin

dengan kloramfenikol persentase kesesuaiannya juga lebih besar dari

ketidaksesuaiannya yaitu sebesar 5,13%.

Dalam pemberian dosis harus diperhatikan masalah ketepatan dosis

karena untuk menghasilkan efek terapi yang optiomal. Semakin tepat

pemberian dosis maka semakin tepat pula tercapainya kadar antibiotika pada

tempat infeksi. Untuk golongan kloramfenikol, ketidaktepatan dosis dapat

menimbulkan gangguan umum berupa gangguan lambung-usus, neuropati

optis dan perofer, tetapi yang sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang

yang dapat berwujud dalam dua bentuk anemia yaitu penghambatan

pembentukan sel-sel darah dan anemia aplastik (Tan&Rahardja, 2002 : 85).

Pada golongan penisilin, pemberian dosis yang tidak tepat dapat

menyebabkan terjadinya efek samping seperti gangguan lambung-usus.

Begitu puladengan pemberian sefalosporin yang tidak tepat, efek sampingnya

sama dengan penisilin tapi lebih ringan.

Page 40: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

25

3. Lama Pemberian Antibiotika

Untuk lama pemberian antibiotika pada tiap jenis antibiotika sangat

bervariasi. Pada tabel 7 untuk lama pemberian antibiotika yang dibandingkan

dengan SPM RSUD Purbalingga dijadikan satu dengan yang dibandingkan

SPM PAPDI karena hasilnya sama. Pemakaian antibiotika yang berlebihan

atau irrasional dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada

didalam tubuh kita, sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik

akan diisi oleh bakteri jahat oleh jamur atau yang disebut “superinfection”.

Aturan lama pemberian antibiotika harus cukup panjang untuk menjamin

semua kuman telah mati dan menghindarkan kekambuhan. Lazimnya terapi

diteruskan 2 – 3 hari setelah gejala lenyap.

Tabel 7. Evaluasi lama pemberian antibiotika pada rekam medik

dibandingkan dengan SPM RSUD Purbalingga dan SPM PAPDI

Jenis antibiotika

pada rekam

medik

Rekam Medik

Berdasarkan

SPM RS dan

SPM PAPDI

2

hari

3

hari

4

hari

5

hari

6

hari

7

hari

8

hari

Penisilin - 2 5 6 11 3 4 -

Kloramfenikol - - - 2 3 - - -

Sefalosporin - 8 13 12 12 10 3 -

Kombinasi :

Penisilin -

Sefalosporin - - 3 4 1 - - -

Penisilin -

Kloramfenikol 1 2 2 1 2 1 -

Kloramfenikol -

Sefalosporin - - 1 2 2 1 - -

Pada tabel 7 dapat diketahui bahwa lama pemberian antibiotika di

rumah sakit tidak dapat diketahui kesesuaiannya dengan SPM RS maupun

dengan SPM PAPDI karena lama pemberian antibiotika di rumah sakit tidak

bisa menggambarkan durasi pengobatan yang sebenarnya dari seluruh

antibiotika yang diberikan, sebab mungkin saja terdapat pasien yang

menerima terapi antibiotika rawat jalan saat pasien diperbolehkan pulang.

Page 41: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

26

Dalam penelitian ini lama pemberian antibiotika dihitung sesuai dengan lama

pemberian yang tercatat dalam rekam medik. Padahal sebagian besar rekam

medik dalam penelitian ini tidak menyebutkan antibiotika yang dibawa

pulang oleh pasien.

Menurut Tan&Rahardja (2002 : 85), bahwa antibiotika resisten pada

kurun waktu kurang dari 2 minggu karena jika digunakan lebih dari 2 minggu

akan menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan. Untuk

antibiotika penisilin menurut tabel 7 dengan jumlah pasien 31 dengan

persentase sebesar 28,18% semuanya sudah sesuai dengan batas waktu

resistensi. Sedangkan untuk antibiotika kloramfenikol dengan jumlah pasien

5 (4,27%), serta antibiotika sefalosporin dengan jumlah pasien sebanyak 58

(49,57%) sudah sesuai dengan batas waktu resistensi. Apabila lama

pemberian antibiotika kiurang dari waktu yang ditentukan (batas minimal

yang ada pada standar) maka akan terjadi kegagalan pengobatan, adanya

bakteri resisten terhadap obat antibiotika tersebut, bahkan dapat lebih bahaya

lagi yaitu terjadinya efek samping obat yang merugikan.

4. Interaksi Obat

Interaksi obat yang terjadi pada pasien demam tifoid ini dapat

terjadi antara antibiotika dengan antibiotika yang lainnya maupun antar

antibiotika dengan obat lain yang bukan antibiotika yang digunakan dalam

waktu yang bersamaan dalam kurun waktu 24 jam.

Tabel 8. Data interaksi obat antara antibiotika dengan obat yang lain pada

data rekam medik di RSUD Purbalingga tahun 2009

No Antibiotika x Obat Lain Signifikansi

1 Penisilin x Kloramfenikol 4

2 Kloramfenikol x PCT 5

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi

antara antibiotika dengan obat yang lain terjadi pada penisilin dengan

kloramfenikol yang termasuk dalam signifikansi 4 artinya interaksi berat /

berbahaya sampai sedang dengan data kejadiann yang sangat terbatas.

Page 42: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

27

Penggunaaan antibiotika penisilin dengan kloramfenikol dapat menimbulkan

efek yang tidak akan terlihat sampai obat diberikan dalam jangka waktu

berhari-hari atau berminggu-minggu akan tetapi efek potensialnya akan

membahayakan jiwa atau menyebabkan kerusakan permanen (Tatro, 2001 :

932). Penggunaan antibiotika penisilin dengan kloramfenikol dapat

meningkatkan efek penisilin berkurang, akibatnya infeksi yang diobati

mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan (Harkness, 1989 : 209).

Mekanisme yang terjadi tidak pasti karena belum terbukti dalam penelitian.

Untuk interaksi obat antara kloramfenikol dengan PCT

(Asetaminofen) termasuk dalam signifikansi 5 artinya interaksi tidak

berbahaya ( ringan ) dan beberapa interaksi ini belum teruji secara klinis

(Tatro, 2001 : 297). Mekanismenya tidak diketahui secara pasti dan efeknya

tidak akan terlihat sampai jangka waktu berhari-hari atau berminggu-minggu.

Selain itu efek potensial yang ditimbulkan juga ringan akan tetapi tidak

mempengaruhi signifikansi terhadap efek obat yang diinginkan. Namun

penggunaan kedua obat tersebut harus selalu dipantau sehingga tidak terjadi

efek yang sangat merugikan.

Page 43: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

28

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

penggunaan antibiotika pada pasien pediatric penderita demam tifoid di

instalasi rawat inap RSUD Purbalingga tahun 2009 sebagai berikut :

1. Karakteristik kasus terbanyak pasien pediatri penderita demam tifoid

berdasarkan umur adalah pada umur 2 – 12 tahun ( anak-anak ) yaitu

sebanyak 106 pasien dengan persentase sebesar 90,6%, sedangkan untuk

karakteristik kasus terbanyak berdasarkan jenis kelamin yaitu pada jenis

kelamin sebanyak 68 pasien dengan persentase sebesar 58,12%.

2. Keseuaian jenis antibiotika berdasarkan SPM RSUD Purbalingga dengan

jumlah persentase kesesuaian sebesar 30,77 %, sedangkan untuk

kesesuaian jenis antibiotika berdasarkan SPM PAPDI dengan jumlah

persentase sebesar 80,34 %.

3. Kesesuaian dosis antibiotika berdasarkan SPM RS dengan jumlah

persentase kesesuaian sebesar 64,95 %, sedangkan untuk kesesuaian

dosis antibiotika berdasarkan SPM PAPDI dengan jumlah persentase

sebesar 67,42 %.

4. Kesesuaian lama pemberian berdasarkan SPM RS dan SPM PAPDI tidak

dapat dianalisis karena tidak dicantumkan dalam SPM tersebut.

5. Interaksi obat yang terjadi yaitu antara penisilin dengan kloramfenikol

dan antara kloramfenikol dengan PCT ( Asetaminofen ).

B. Saran

Demi perbaikan dan peningkatan bidang kesehatan pada umumnya,

dan bidang pengobatan pada khususnya, maka penulis menyampaikan

beberapa saran sebagai berikut :

1. Untuk Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Purbalingga, sebaiknya

data rekam medik disajikan lebih baik lagi sehingga para peneliti mudah

untuk mengambil data yang diperlukan.

28

Page 44: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

29

2. Untuk petugas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pada

standar yang ada supaya terjadi peningkatan yang lebih baik terhadap

kesesuaian pengobatan dengan standar terapi yang ada.

3. Dikarenakan keterbatasan penulis, dalam penulisan skripsi ini

mempunyai banyak kekurangan diharapkan dapat membangkiykan ide-

ide baru tentang penelitian evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien

pediatri penderita demam tifoid yang lebih kompleks sehingga dapat

meningkatkan dalam penanganan kasus demam tifoid.

Page 45: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

30

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta : Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK UI. Anonim. 2009. British National Formulary. Germany : GGP Media GmbH. Anonim. 2009. Standar Pelayanan Medik RSUD Purbalingga. Purbalingga :

RSUD. Aziz, R. 2005. Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam

Indonesia (PAPDI). Jakarta: PAPDI. Harkness, R. 1989. Interaksi Obat. Bandung : Penerbit ITB Joenoes, Nanizar. 2001. ARS PRESCRIBENDI Resep yang Rasional Edisi 3.

Surabaya : Airlangga University Press. Juwono, P. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi III. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi III. Jakarta : Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat ( Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi ).

Bandung : Penerbit ITB. Nawawi, H. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM Press. Siregar, P.J.T. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tatro, D.S. 2001. Drug Interaction, Factor and Comparisons. California : A

Walter Klower Company. Tan, H.T., dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan

Efek-efek Sampingnya Edisi IV. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.

30

Page 46: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

31

RSUD PURBALINGGA

DEMAM TIFOID

Tanggal Terbit : 2 Januari 2009

No. Revisi : 1

Hal : 1 / 2

1. Nama Penyakit : Demam Tifoid

2. Kriteria Diagnosis :

Anamnesis

Panas lebih 7 hari, terus-menerus tinggi terutama malam hari

Gejala GIT : mual, muntah, diare, obstipasi, kembung

Pemeriksaan fisik

Kesadaran menurun, mengigau

Hepatomegali, splenomegali

Lidah kotor tepi hiperemis

3. Diagnosa Banding

Malaria

ISK

4. Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium

Darah : AL, Diff Tell, Hb, Widal, Biakan kuman

Urin lengkap, biakan kuman

Faeces Lengkap, Biakan kuman

5. Konsultasi : Spesialis Bedah (Bila ada komplikasi)

6. Perawatan RS : Rawat Inap

7. Terapi :

Page 47: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

32

Istirahat (Tirah Baring)

Diet BBS, TKTP

Medikamentosa

Amoxicillin 50 – 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 – 3 hari

Kloramfenikol 300mg/kgBB max 2gr/hari. Diberikan sampai 3 hari

bebas panas, minimal diberikan 7 hari.

Kotrimoxazole (Pilihan Lain) : Trimetoprim 6mg, sulfametoxazole

30mg/hari dibagi 2 dosis

K/P parasetamol 10 mg/kgBB/kali

Penanganan Komplikasi

Tergantung jenisnya

8. Penyulit

Renjaan

Perforasi dengan perdarahan usus

Miokarditis

Penekan sumsum tulang karena kloramfenikol

9. Inform Consent : Tidak Perlu

10. Lama Perawatan : Umumnya 14 hari atau 7 hari bebas panas

11. Masa Pemulihan : 7 hari

12. Out Put : sembuh total kecuali ada komplikasi

13. Patologi Anatomi : --

14. Autopsi / Risalah rapat : --

Page 48: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

33

Page 49: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

34

Page 50: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

35

Page 51: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

36

Page 52: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

37

Page 53: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

38

Page 54: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

39

Page 55: EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-shintaamal-390-3-babiii.pdf · rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3

40