bab ii tinjauan pustaka 2.1. kriteria umum perencanaan …
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kriteria Umum Perencanaan Gedung
Bangun gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya di atas atau di
dalam tanah maupun air. Dalam perencanaan gedung untuk fasilitas umum sangat
perlu diperhatikan tingkat keselamatan, terlebih saat terjadi gempa. Perencanaan
struktur tahan gempa (seismic design) merupakan suatu proses yang tidak
sederhana, dibutuhkan pemahaman dan konsistensi mengenai konsep desain
menyeluruh. Konsep perencanaan kontruksi didasarkan pada analisa kekuatan
batas (ultimate strenght) yang mempunyai daktilitas cukup untuk menyerap energi
gempa sesuai peraturan yang berlaku.
2.2. Beton Bertulang
Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan agregat
kasar yaitu pasir, batu, batu pecah,, atau bahan semacam lainnya, dengan
menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu
guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan atau perawatan beton
berlangsung. (Istimawan Dipohusodo, 1996:1).
Bahan penyusun beton meliputi air, semen portland, agregat kasar dan
halus, serta bahan tambah. Setiap bahan penyusun mempunyai fungsi dan
pengaruh yang berbeda-beda. Sifat yang penting pada beton adalah kuat tekan.
7
Bila kuat tekannya tinggi, maka sifat-sifat yang lain pada umumnya juga baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton terdiri dari kualitas bahan
penyusun, nilai faktor air semen, gradasi agregat, ukuran maksimum agregat, cara
pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan, dan perawatan), serta umur
beton.
Pada beton proses penguatan ikatan antar agregat melalui proses hiddrasi
semen, dan proses reaksi hidrasi tersebut akan terbentuk calcium silikat hidrat (CS
fasa), calcium aluminat hidrat (CA fasa) dan calcium alumina silikat (CAS).
Proses penguatan atau pengerasan pada beto sangat tergantung pada perbandingan
(ratio berat) air terhadap semen, normalnya bervariasi dari 0,4 sampai dengan 1,0.
(Tri Mulyono, 2005; Andrew R. Barron et.al, 2008).
Menurut (Paul Nugraha, 2007), pada umumnya keunggulan dan
kelemahan dalam menggunakan beton diantaranya, yaitu :
Keunggulan :
1. Ketersediaan (availability) material dasar agregat dan air pada umumnya
bisa didapat dari local setempat.
2. Biaya pembuatan relative lebih murah karena semua bahan bisa di dapat.
3. Tahan api (sekitar 1 hingga 3 jam tanpa bahan kedap api tambahan),
sementara kayu dan baja memerlukan bahan kedap api khusus untuk
mencapai tingkat seperi ini.
4. Pengangkutan bahan mudah , karena masing-masing bisa di angkut secara
terpisah.
8
5. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi,
jalan, landasan bandara udara, pipa.
6. Beton bersifat monolit, sehingga tidak memerlukan sambungan seperti
baja.
7. Beton dapat di cetak dengan bentuk dan ukuran berapapun.
8. Beton dapat diproduksi dengan cara yang disesuaikan dengan situasi
sekitar.
Kelemahan :
1. Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.
2. Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis.
3. Memerlukam biaya untuk bekisting, perancah (untuk beton cor ditempat)
yang tidak sedikit jumlahnya.
4. Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama
agar setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersiifat
daktail.
5. Kualitas sangat tergantung cara pelaksanaan dilapangan. Beton yang baik
dan buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.
6. Struktur beton sangat sulit untuk di pindahkan. Pemakaian kembali atau
daur ulang sulit dan tidak ekonomis.
Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan:
beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik
yang rendan dan batang-batang baja yang ditanamkan di dalam beton dapat
memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. (Chu Kia Wang, 1993:1)
9
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa
mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam
suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan
yang terutama menahan gaya tarik yang timbul di dalam sistem (Dipohusodo,
1992:12).
Menurut Mc Cormac (2004), ada banyak kelebihan dari beton bertulang
sebagai struktur bangunan diantaranya adalah:
1. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,
bahkan merupakan bahan struktur terbaik bangunan yang banyak
bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-
rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang
memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada
permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.
2. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan tinggi.
3. Beton memiliki kekuatan tekan lebih tinggi dari kebanyakan bahan lain
berpadu dengan tulangan baja membuat beton bertulang memiliki kuat
tekan dan kuat tarik.
4. Beton bertulang merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk
pondasi telapak, dinding basement, dan tiang tumpuan jembatan.
5. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi
bentuk yang beragam, mulai dari plat, balok, kolom yang sederhana
sampai atap kubah dan cangkang besar.
10
6. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang
murah (pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit
semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari
daerah lain.
Lebih lanjut, Mc Cormac (2004), juga menyatakan kekurangan dari
pengguanaan bertulang sebagai bahan struktur yaitu:
1. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di
tempatnya sampai beton tersebut mengeras
2. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton
bertulang menjadi berat. Ini sangat berpengaruh pada struktur bentang
panjang dimana berat mati beton yang besar akan sangat mempengaruhi
momen lentur.
3. Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton akan
berukuran relatif besar, hal penting yang harus dipertimbangkan untuk
bangunan-bangunan tinggi dan struktur-struktur berbentang panjang.
4. Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran
dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bisa
ditangani seteliti seperti yang dilakukan proses produksi material lain
seperti baja dan kayu lapis.
Untuk meningkatkan kekuatan lekat antara tulangan dan beton di
sekelilingnya telah dikembangkan jenis tulangan uliran pada permukaan tulangan,
yang selanjutnya disebut sebagai baja tulangan deform atau ulir.
Mengacu SII 0103-80, Dipohusodo menyebutkan pengelompokan baja
tulangan untuk beton bertulang sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut:
11
Tabel 2.1 Jenis dan kelas baja tulangan menurut SII 0136-80
Tabel 2.2 Dimensi dan berat tulangan menurut SII 0136-80
Berdasarkan SNI 03-2847-2002, Untuk melindungi tulangan terhadap
bahaya korosi maka di sebelah tulangan luar harus diberi selimut beton. Untuk
12
selimut beton bertulang, tebal selimut beton minimum yang harus disediakan
untuk tulangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Tabel 2.3 ketentuan selimut beton
Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-
2847-2002: 41
2.3. Peraturan dan Standar Perencanaan Pembebanan
Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar nasional
yang meliputi:
1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-
2847-2013) diselaraskan dengan American Concrete Institute Building
Code (ACI 318-11)
2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung (SNI 1726-2012)
13
3. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (SKBI-
1.3.53.1987)
4. Beban Minimum Untuk Perencanaan Bangunan Gedung dan Struktur lain,
(SNI 1727-2013) diselaraskan dengan IBC 2009
2.3.1. Pembebanan
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus
direncanakan kekuatannya terhadap beban-beban berikut:
1. Beban Mati (Dead Load), dinyatakan dengan lambang DL;
2. Beban Hidup (Live Load), dinyatakan dengan lambang LL;
3. Beban Gempa (Earthquake Load), dinyatakan dengan lambang E;
2.3.2. Beban Mati (DL)
Menurut SNI-1727-2013, Beban mati adalah berat sendiri seluruh bahan
kontruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon,
tangga, dinding partisi tetap, finishing, dan komponen arsitektural dan struktural
lainnya. Dalam SKBI – 1.2.53.1987 apabila berat dengan bahan bangunan
setempat diperoleh berat sendiri yang menyimpang lebih dari 10% terhadap nilai-
nilai yang tercantum dalam tabel dibawah ini, maka beban sendiri tersebut harus
ditentukan sendiri dengan memperhitungkan kelembapan setempat.
Penyimpangan ini dapat terjadi terutama pada pasir, koral, batu pecah, batu alam,
batu bata, genting dan beberapa jenis kayu. Beban dari berat sendiri elemen-
elemen tersebut diantaranya sebagai berikut:
14
Tabel 2.4 Berat beban sendiri
Sumber: Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (SKBI –
1.3.53.1987).
2.3.3. Beban Hidup (LL)
Beban hidup yang diperhitungkan adalah bebab hidup selama masa layan.
Beban hidup selama masa kontruksi tidak diperhitungan karena diperkirakan
beban hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa kontruksi.
Beban hidup yang direncanakan adalah sebagai berikut:
a. Beban Hidup pada Lantai Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman
pembebanan yang ada sesuai fungsi gedung sebagai tempat
perkuliahan, yaitu sebesar 400 kg/m2.
15
b. Beban Hidup pada Atap Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standat pedoman
pembebanan yang ada, yaitu sebesar 100 kg/m2.
2.3.4. Beban Gempa (E)
Beban gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaran tanah
pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan tahan gempa,
perlu diketahui perlu diketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar.
Berdasarkan hasil penilitian yang telah dilakukan, wilayah indonesia dapat dibagi
ke dalam 6 wilayah zona gempa.
Struktur bangunan yang akan direncanakan terletak pada wilayah gempa
zona 4. Pengaruh gempa rencana harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi
struktur bangunan gedung dan non gedung, serta berbagai bagian dan
peralatannya secara umum. Sesuai SNI 1726-2012, gempa rencana ditetapkan
sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur
bangunan 50 tahun. Berikut ini adalah grafik dan tabel Respons Spektra pada
wilayah gempa zona 4 untuk tanah lunak, sedang, dan keras.
16
Gambar 2.1 Respon Spektrum Gempa Wilayah 4
Analisa yang digunakan dalam perencanaan gempa ini adalah metode
respon spektrum yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh dari
gerakan tanah akibat gempa tersebut.
a) Faktor Keutamaan dan Kategori resiko Struktur Bangunan
Untuk berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung
sesuai tabel 2.5 untuk pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan
dengan suatu faktor keutamaan menurut table 2.6 seperti berikut:
Tabel 2.5 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur lainnya untuk
Beban Gempa
Jenis Pemanfaatan
Kategori
Resiko
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko rendah terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk tapi tidak dibatasi
untuk:
Fasilitas pertanian, perkebun, peternakan, dan perikanan
I
17
Fasilitas sementara
Gudang penyimpanan
Rumah jaga dan struktur kecil lainya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam
kategori resiko I, III, IV, termasuk, tapi dibatasi untuk:
Perumahan
Rumah toko dan rumah kantor
Gedung perkantoran
Gedung apartemen/ Rumah susun
Pusat perbelanjaan/ Mall
Bangunan industri
Fasilitas manufaktur
Pabrik
II
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko tinggi terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk:
Bioskop
Gedung pertemuan
Stadion
Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit
gawat darurat
Fasilitas penitipan anak
Penjara
Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk ke dalam kategori
resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk:
Pisat pembangkit listrik biasa
Fasilitas penangan limbah
III
18
Pusat telekomunikasi
Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk dalam kategori
resiko IV (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur,
proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat
pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah
berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan
beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi
nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup
menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
III
Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
Bangunan-bangunan monumental
Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat lainnya.
Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tangga darurat
Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau
struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam
kebakaran) yang diisyaratkan untuk beroperasi pada saat
keadaan darurat
Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam
kategori resiko IV
IV
(Sumber: SNI 1726-2012)
19
Tabel 2.6 Faktor Keutamaan Gempa
Kategori Resiko Faktor Keutamaan Gempa, le
I atau II 1,00
III 1,25
IV 1,50
Sumber: SNI 1726-2012
b) Pemilihan Sistem Struktur Penahan Beban Gempa
Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi
salah satu tipe yang ditunjukkan dalam tabel 2.7. Pembagian setiap tipe
berdasakan pada elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya lateral.
Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan sistem struktur dan
batasan ketinggian struktur yang ditunjukkan dalam tabel 2.7. Faktor modifikasi
respon yang sesuai, R, Faktor kuat lebih sistem, Ω0, dan faktor pembesaran
defleksi, Cd, sebagaimana ditunjukan tabel 2.7 harus digunakan dalam penentuan
geser dasar, gaya desain elemen, dan simpang antar lantai tingkat desain.
Tabel 2.7 Sistem Rangka Pemikul Momen Beserta faktor R, Cd, dan Ωo
Sistem Penahan gaya seismik
Koef.
Modi-
fikasi
Respon
(R)
Faktor
Kuat
Lebih
Sistem
(Ω0)
Faktor
Pembe-
saran
Deflesi
(Cd)
Batasan Sistem dan
batasan tinggi struktur
(m)
Kategori desain
B C D E F
Sistem Rangka pemikul Momen
1. Rangka baja pemikul momen
khusus 8 3 5 ½ TB TB TB TB TB
2. Rangka batang baja pemikul 7 3 5 ½ TB TB 48 30 TI
20
momen khusus
3. Rangka baja pemikul momem
menengah 4 ½ 3 4 TB TB 10 TI TI
4. Rangka baja pemikul momen
biasa 3 ½ 3 3 TB TB TI TI TI
5. Rangka beton bertulang
pemikul momen khusus 8 3 5 ½ TB TB TB TB TB
6. Rangka beton bertulang
pemikul momen menengah 5 3 4 ½ TB TB TI TI TI
7. Rangka beton bertulang
pemikul momen biasa 3 3 2 ½ TB TI TI TI TI
8. Rangka baja dan beton
komposit pemikul momen
khusus
8 3 5 ½ TB TB TB TB TB
9. Rangka baja dan beton
komposit pemikul momen
menengah
5 3 4 ½ TB TB TI TI TI
10. Rangka baja dan beton
komposit terkekang parsial
pemikul
6 3 5 ½ 48 48 30 TI TI
11. Rangka baja dan beton
komposit pemikul momen biasa 3 3 2 ½ TB TI TI TI TI
12. Rangka baja canal dingin
pemikul momen khusus 3 ½ 3 3 ½ 10 10 10 10 10
(sumber: SNI 1726-2012)
c) Redundansi
Faktor redundansi (ρ), harus dikenakan pada sistem penahan gaya gempa
dalam masing-masing kedua arah ortogonal untuk semua struktur sesuai dengan
ketentuan berikut:
21
a. Kondisi di mana nilai ρadalah 1,0
Nilai ρ diijinkan sama dengan 1,0 untuk hal-hal berikut ini:
Struktur dirancang untuk kategori desain seismik B atau C;
Perhitungan simpangan antar lantai dan pengaruh P-delta;
Desain Komponen non strutural;
Desain Struktur non gedung yang tidak mirip dengan bangunan
gedung
Desain elemen kolektor, sambungan lewatan, dan sambungannya
dimana kombinasi beban dengan faktor kuat-lebih;
Desain elemen struktur atau sambungan di mana kombinasi
berbanding faktor kuat lebih;
Struktur dengan sistem pereda ;
Desain struktural terhadap gaya keluar bidang, termasuk sistem
angkurnya.
b. Faktor redundansi, ρ, untuk kategori desain seismik D sampai F
Untuk struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, atau F,
ρ harus sama dengan `1,3 kecuali jika satu dari dua kondisi berikut
dipenuhi, dimana ρ diijinkan diambil 1,0;
Masing-masing tingkat menahan 35% geser dasar dalam arah yang
ditinjau;
Struktur dengan denah beraturan di semua tingkat penahan gaya
gempa terdiri dari paling sedikit dua bentang permeter penahan
gaya gempa yang merangka pada masing-masing sisi struktur
dalam masing-masing arah ortogonal di setiap tingkat menahan
22
lebih dari 35% geser dasar. Jumlah bentang untuk dinding geser
harus dihitung sebagai panjang dinding geser dibagi dengan tinggi
tingkat atau dua kali panjang dinding geser dibagi dengan tinggi
tingkat untuk kontruksi rangka ringan.
d) Kategori Desain Seismik
Semua struktur lainnya harus ditetapkan kategori desain seismik
berdasarkan kategori resikonya dan parameter respons spektral percepatan
desainnya, SDS dan SD1. Masing-masing bangunan dan struktur harus
ditetapkan ke dalam kategori desain seismik yang lebih parah dengan mengacu
tabel parameter respons percepatan pada periode pendek berikut.
Tabel 2.8 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons
percepatan pada perioda pendek
Nilai SDS
Kategori Resiko
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Sumber : SNI 1726-2012
Tabel 2.9 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons
percepatan pada perioda 1 detik
Nilai SDS
Kategori Resiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,167 A A
0,167 ≤ SD1 < 0,33 B C
23
0,33 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,50 ≤ SD1 D D
Sumber : SNI 1726-2012
e) Arah Pembebanan Seismik
Arah penerapan beban gempa yang digunakan dalam desain harus
merupakan arah yang akan menghasilkan pengaruh beban paling kritis. Arah
penerapan gempa diijinkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Kategori desain seismik B
Untuk struktur bangunan yang dirancang untuk kategori desain seismik
B, gaya gempa desain diijinkan untuk ditetapkan secara terpisah dalam
masing-masing arah dari arah ortogonal dan pengaruh interaksi
ortogonal diijinkan untuk diabaikan.
2. Kategori desain seismik C
Pembebanan yang ditetapkan pada struktur bangunan yang
dirancang untuk kategori desain seismik C harus minimum, sesuai
dengan persyaratan pasal ini. Struktur yang mempunyai ketidak
beraturan struktur horisontal tipe 5 harus menggunakan salah satu dari
prosedur berikut:
Prosedur Kombinasi Ortogonal.
Struktur harus dianalisis menggunakan prosedur analisis
gaya lateral ekivalen, prosedur analisis spektrum respons ragam,
atau prosedur riwayat respons linier, dengan pembebanan yang
ditetapkan secara terpisah dalam semua dua arah ortogonal.
Pengaruh beban paling kritis akibat arah penerapan gaya gempa
24
pada struktur dianggap terpenuhi jika komponen dan fondasinya
didesain untuk memikul kombinasi beban-beban yang
diteteapkan berikut: 100% gaya untuk satu arah ditambah
30% gaya untuk arah tegak lurus, kombinasi yang mensyaratkan
kekuatan komponen maksimum harus digunakan.
Penerapan serentak gerak tanah ortogonal.
Struktur harus dianalisa menggunakan prosedur riwayat
respons linier atau prosedur riwayat respons nonlinier, dengan
pasangan ortogonal riwayat percepatan gerak tanah yang
ditetapkan secara serentak.
3. Kategori desain seismik D sampai F
Struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, atau F
harus minimum sesuai dengan persyaratan kategori desain seismik C.
Sebagai tambahan, semua kolom atau dinding yang membentuk bagian
dari dua atau lebih sistem penahan gaya gempa yang berpotongan dan
dikenai beban aksial akibat gaya gempa yang bekerja sepanjang baik
sumbu denah utama sama atau melebihi 20% kuat desain aksial kolom
atau dinding harus didesain untuk pengaruh beban paling kritis akibat
penerapan gaya gempa dalam semua arah.
f) Spektrum Respon Desain
Bila Spektrum respons desain diperlukan dan prosedur gerak tanah dari
spesifikasi situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus
dikembangkan dengan mengacu gambar 2.2 dan mengikuti ketentuan dibawah ini:
25
i. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan
desain Sa, harus diambil dari persamaan berikut :
(
)
ii. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan dengan T0 dan lebih
kecil dari atau sana dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa
sama dengan SDS
iii. Untuk perioda lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain,
Sa diambil berdasarkan persamaan:
Keterangan:
- SDS adalah parameter respons spektral percepatandesain pada perioda
pendek:
- SD1 adalah parameter respons spektral percepatan desain pada
perioda 1 detik;
- T adalah perioda getar fundamental struktur
26
Gambar 2.2 Spektrum Respon Desain
g) Periode Fundamental Struktur T
Periode fundamental struktur T dalam arah yang ditinjau harus diperoleh
menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan
dalam analisis yang teruji. Periode fundamental struktur T tidak boleh
melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada periode yang dihitung (Cu)
dari tabel 2.10 dan periode fundamental pendekatan Ta dalam detik, yang
ditentukan dari persamaan berikut:
Keterangan:
Hn adalah ketinggian struktur dalam m di atas sampai tingkat tinggi struktur
dan koefisien Ct dan x ditentukan dari tabel 2.11
Tabel 2.10 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung
Parameter Percepatan Respon Koefisien Cu
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
27
0,2 1,4
0,15 1,6
≤0,1 1,7
Sumber : SNI 1726-2012
Tabel 2.11 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka
memikul 100% gaya gempa yang diisyaratkan dan
tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan mencegah
rangka dari deflrksi jika dikenai gaya gempa.
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap
tekuk
0,0731 0,75
Semua system struktur lainnya 0,0488 0,75
Sumber : SNI 1726-2012
h) Penentuan Dan Batasan Simpang Antar Lantai
Penentuan simpang antar lantai tingkat desain (Δ) harus dihitung sebagai
perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang
ditinjau.
Defleksi pusat massa di tingkat x (δx) harus ditentukan sesuai dengan
persemaan berikut:
28
Keterangan:
- Cd adalah faktor pembesaran defleksi;
- δxe adalah defleksi pada lokasi yang diisyaratkan yang ditentukan
dengan analisis elastik
- le adalah faktor keutamaan gempa
Gambar 2.3 Penentuan Simpang antar lantai
Simpang antar lantai tingkat desain (Δ) tidak boleh melebihi simpang antar
lantai tingkat ijin (Δa) seperti dari tabel 2.12 untuk semua tingkat
Tabel 2.12 Simpang antar lantai ijin (Δa)
Stuktur
Kategori Resiko
I atau II III IV
Struktur selain dari struktur geser batu bata 4
tingkat atau kurang dengan dinding interior,
partisi, langit-langit dan sistem dinding
ekterior yang telah didesain untuk
0,025hsx 0,020hsx 0,015hsx
29
mengakomodasi simpang antar lantai tingkat
Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010hsx 0,010hsx 0,010hsx
Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007hsx 0,007hsx 0,007hsx
Semua struktur lainnya 0,020hsx 0,015hsx 0,010hsx
Sumber : SNI 1726-2012
Keterangan:
- hsx adalah tinggi tingkat di bawah tingkat x.
2.3.4 Kombinasi Pembebanan
Komponen-elemen struktur dan elemen-elemen pondasi harus dirancang
sedemikian hingga kuat rencana sama atau melebihi pengaruh beban-beban
terfaktor dengan kombinasi berdasarkan SNI 1726-2012 sebagai berikut:
- Kombinasi beban untuk metode ultima
1) 1,4D
2) 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)
3) 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W)
4) 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau R)
5) 1,2D + 1,0E + L
6) 0,9D + 1,0W
7) 0,9 +1,0E
- Kombinasi beban untuk metode tegangan ijin
1) D
2) D + L
3) D + (Lr atau R
4) D + 0,75L + 0,75 (Lr atau R)
5) D + (0,6w atau 0,7E)
30
6) D + 0,75(0,6W atau 0,7E) + 0,75L + 0,75(Lr atau R)
7) 0,6D + 0,6W
8) 0,6D + 0,7E
Keterangan:
- D adalah beban mati karena berat kontruksi permanen.
- L adalah beban hidup karena penggunaan gedung.
- La adalah beban hidup di atap yang ditimbulakan selama perawatan
oleh pekerja, peralatan, dan material.
- H adalah beban hujan tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.
- W adalah beban angin
- E adalah beban gempa
Pengaruh beban gempa (E) harus ditentukan sesuai dengan berikut ini:
1. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 5 dalam kombinasi metode
ultima atau kombinasi 5 dan 6 dalam metode tegangan ijin, E harus
ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:
E=Eh + Ev
2. Untuk penggunaan dalam kondisi beban 7 dalam kombinasi metode ultima
atau kombinasi beban 8 dalam metode tegangan ijin, harus ditentukan
sesuai dengan persamaan berikut
E=Eh - Ev
Dimana:
- E : pengaruh beban gempa,
- Eh : beban gempa horizontal
- Ev : Pengaruh beban gempa vertikal
31
Pengaruh beban gempa horizontal Eh harus ditentukan sesuai dengan persamaan
sebagai berikut:
Eh = ρ QE
Ketetangan :
- Q adalah pengaruh gaya gempa horisontal dari V atau Fp
- Jika diisyaratkan pengaruh tersebut harus dihasilkan dari penerapan
gaya horisontal secara serentak dalam dua arah tegak lurus satu sama
lain.
- ρ adalah faktor redundansi
Pengaruh beban gempa vertikl Ev harus ditentukan sesuai dengan persamaan
berikut :
Ev = 0,2 SDS D
Keterangan :
- SDS adalah parameter percepatan spektrum respons desain pada
periode pendek
- D adalah pengaruh beban mati
2.4 Persyaratan Untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
(SRPMK)
Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) biasa digunakan di
daerah dengan resiko gempa tinggi. Pada sistem struktur SRPMK, kualitas
pendetailan pada daerah sendi-sendi plastis perlu didetail secara khusus. Adapun
karakteristik dari Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) antara lain :
32
• Beban lateral khususnya gempa, ditransfer melalui mekanisme lentur
antara balok dan kolom. Sehingga peranan balok, kolom, dan sambungan balok
kolom memiliki peranan penting.
• Tidak menggunakan dinding geser, walaupun terdapat dinding, dinding
tersebut tidak direncanakan untuk menahan beban lateral.
• Pada SRPMK sendi plastis terbentuk pada seluruh balok pemikul gempa
sebelum terjadi keruntuhan dan terdapat detailing khusus pada balok, kolom, dan
joint balok-kolom.
SRPMK memperhitungkan kapasitas geser pada kolom dan balok untuk
menghindari tekuk inelastic premature pada balok dan menjamin terjadinya sendi
plastis pada balok, sedangkan di daerah luar sendi plastis tidak perlu didetail
secara khusus. Adapun syarat terjadinya sendi plastis setidaknya ada 3 yaitu:
• Balok tidak boleh mengalami kegagalan geser di daerah tumpuan karena
selain momen lentur yang besar, gaya geser di daerah tumpuan balok pun sangat
besar.
• HBK (Hubungan Balok Kolom) tidak boleh gagal pada saat mentransfer
gaya-gaya yang cukup besar dari balok ke kolom.
• Kolom harus lebih kuat dari pada balok. Sehingga pada SRPMK muncul
istilah “Strong Column & Weak Beam”.
Dapat digambarkan sebagai berikut mengenai kronologis sendi plastis
pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus:
• Jika beban V bertambah, momen lentur juga bertambah, simpangan lantai
atap pun bertambah. Ketika terjadi sendi plastis yang pertama, pada saat itu mulai
33
terjadi perubahan perilaku struktur. Salah satu yang bisa diamati adalah
simpangan lantai atap, yaitu Delta (D). Delta sudah tidak linear lagi terhadap V.
• Begitu pula ketika V semakin besar, terbentuk lagi sendi plastis kedua,
ketiga, dan seterusnya. Hingga akhirnya semua ujung-ujung balok mengalami
sendi plastis. Besarnya Delta pun semakin bertambah.
• Jika semua ujung balok telah mengalami sendi plastis dan ternyata momen
terbesar terdapat di ujung bawah kolom. Berarti selanjutnya kolom yang akan
34
mengalami sendi plastis. Jika kolom telah menjadi sendi maka keruntuhan pun
terjadi
.
2.4.1 Komponen Struktur Lentur Pada SRPMK (SNI 2847 – 2013)
2.4.1.1 Ruang Lingkup
Komponen struktur rangka momen khusus yang membentuk bagian sistem
penahan gaya gempa dan diproporsikan terutama untuk menahan lentur.
Komponen struktur rangka ini juga harus memenuhi kondisi-kondisi sebagai
berikut:
1. Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur tidak boleh melebihi
Ag F’c /10.
2. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali
tinggi efektifnya.
3. Lebar komponen struktur tidak boleh melebihi lebar komponen struktur
penumpu ditambah jarak pada masing-masing sisi komponen struktur
penumpu yang sama dengan yang lebih kecil dari lebar komponen struktur
penumpu dan 0,75 kali dimensi keseluruhan komponen struktur penumpu.
35
Gambar 2.4 Penempatan Penulangan
2.4.1.2 Tulangan Longitudinal
1) Pada setiap sebarang penampang komponen struktur lentur :
Jumlah tulangan atas dan bawah tidak boleh kurang dari
√
Tidak boleh kurang dari 1,4bwd/fy
Rasio tulangan ρ tidak boleh melebihi 0,025
Sekurang-kurangnya harus 2 batang tulangan atas dan dua batang
tulangan bawah yang dipasang secara menerus
36
2) Kuat lentur positif komponen struktur lentur pada muka kolom tidak
boleh lebih kecil dari setengah kuat lentur negatifnya pada muka tersebut.
Baik kuat lentur negatif maupun kuat lentur positif pada setiap
penampang di sepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperempat
kuat lentur terbesar yang disediakan pada kedua muka kolom tersebut.
3) Sambungan lewatan pada tulangan lentur hanya diizinkan jika ada
tulangan spiral atau sengkang tertutup yang mengikat bagian sambungan
lewatan tersebut. Spasi sengkang yang mengikat daerah sambungan
lewatan tersebut tidak memiliki d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan
tidak boleh digunakan pada:
a) Daerah hubungan balok kolom
b) Daerah hingga jarak dua kali tinggi balok dari muka kolom
c) Tempat-tempat yang berdasarkan analisi, memperlihatkan
kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral
inelastik struktur rangka.
2.4.1.3 Tulangan Tranversal
1) Sengkang tertutup harus dipasang pada komponen struktur pada daerah-
daerah dibawah ini:
i. Pada daerah hingga dua kali tinggi balok diukur dari muka
tumpuan ke arah tengah bentang, di kedua ujung komponen
struktur lentur.
ii. Disepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari suatu
penampang dimana lelah lentur diharapkan dapat terjadi
sehubungan dengan terjadinya deformasi inelastik struktur rangka.
37
2) Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak melebihi 50 mm dari
muka tumpuan. Jarak maksimum antara sengkang tertutup tidak boleh
melebihi:
d/4
Delapan kali diameter terkecil tulangan memanjang
24 kali diameter batang tulangan sengkang tertutup
300 mm
3) Pada daerah yang memerlukan sengkang tertutup, tulangan memanjang
pada permeter harus mempunyai pendukung lateral.
4) Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang
daerah kait gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi
tidak lebih dari d/2 di sepanjang bentang komponen struktur.
5) Sengkang atau sengkang ikat yang diperlukan untuk memikul geser
harus dipasang di sepanjang komponen struktur.
6) Sengkang tertutup dalam komponen struktur lentur diperbolehkan
terdiri dari dua unit tulangan, yaitu: sebuah sengkang dengan kait
gempa pada kedua ujung dan ditutup oleh pengikat silang. Pada
pengikat silang yang berurutan yang mengikat tulangan memanjang
yang sama, kait 90 derajat harus dipasang secara berselang-seling. Jika
tulangan memanjang yang diberi pengikat silang dikekang oleh plat
lantai hanya pada satu sisi saja maka kait 90 derajat harus dipasang
pada sisi yang dikekang.
38
Gambar 2.5 Contoh sengkang tertutup yang dipasang bertumpuk
(Sumber SNI 2847 – 2013)
2.4.1.4 Persyaratan Kuat Geser
1) Gaya Desain Rencana
Gaya geser rencana Ve harus ditentukan dari peninjauan gaya statik
pada bagian komponen struktur antara dua muka tumpuan. Momen-
momen dengan tanda berlawanan sehubungan dengan kuat lentur
maksimum, Mpr harus dianggap bekerja pada muka-muka tumpuan,
dan komponen struktur tersebut dibebani dengan beban grafitasi
terfaktor disepanjang bentangnya.
2) Tulangan Transversal
Tulangan transversal sepanjang daerah yang ditentukan harus dirancang
untuk memikul geser gempa dengan menganggap Vc = 0, bila:
39
Gaya geser akibat gempa yang dihitung sesuai dengan gaya
rencana mewakili setengah atau lebih daripada kuat geser perlu
maksimum di sepanjang daerah tersebut,
Gaya aksial tekan terfaktor, termasuk akibat gempa, lebih kecil
dari Ag f’c /20
2.4.2 Komponen Struktur Yang Menerima Kombinasi Lentur dan Beban
Aksial pada SRPMK (SNI 2847 – 2013)
2.4.2.1 Ruang Lingkup
Komponen struktur pada SRPMK harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1) Ukuran penampang terkecil, diukur pada garis lurus yang melalui
titik pusat geometris penampang, tidak kurang 300 mm
2) Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran
dalam arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4
2.4.2.2 Kuat Lentur Minimum Kolom
1) Kuat lentur setiap kolom yang dirancang untuk menerima beban
aksial tekan terfaktor melebihi Ag f’c /10
2) Kuat lentur kolom harus memenuhi
∑ ⁄ ∑
Keterangan:
∑ Adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom,
sehubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang
merangka pada hubungan balok-kolom tersebut. Kuat
lentur kolom harus dihitung untuk gaya-gaya aksial
40
terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang
ditinjau, yang menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil.
∑ Adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom,
sehubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang
merangka pada hubungan balok-kolom tersebut. Pada
kontruksi balok-T, dimana plat dalam keadaan tertarik pada
muka kolom, tulangan plat yang berada dalam daerah lebar
efektif plat harus diperhitungkan dalam menentukan kuat
lentur nominal balok bila tulangan tersebut terangkur
dengan baik pada penampang kritis lentur.
3) Jika persamaan tersebut tidak dipenuhi maka kolom pada
hubungan balok-kolom tersebut harus direncanakan dengan
memberikan tulangan transversal yang dipasang disepanjang tinggi
kolom.
2.4.2.3 Tulangan Memanjang
Rasio tulangan ρg tidak boleh kurang dari 0,01 dan tidak boleh lebih dari
0,06
2.4.2.4 Tulangan Transversal
1) Ketentuan mengenai jumlah tulangan transversal
a. Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin ρs, tidak
boleh kurang dari
Dan tidak boleh kurang dari:
41
(
)
Dengan fy adalah kuat leleh tulangan spiral, tidak boleh diambil
lebih dari 400 Mpa
b. Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang
dari:
(
) [(
) ]
(
)
c. Tulangan transversal harus berupa sengkang tunggal atau tumpuk.
Tulangan pengikat silang dengan diameter dan spasi yang sama
dengan diameter dan spasi sengkang tertutup boleh dipergunakan.
Tiap ujung tulangan pengikat silang harus terikat pada tulangan
longitudinal terluar. Pengikat silang yang berurutan harus
ditempatkan secara berselang-seling berdasarkan bentuk kait
ujungnya.
d. Bila kuat rencana pada bagian inti komponen struktur telah
memenuhi ketentuan kombinasi pembebanan termasuk pengaruh
gempa maka persamaan diatas tidak perlu diperhatikan.
e. Bila tebal selimut beton di luar tulangan transversal pengekang
melebihi 100 mm, tulangan transversal pengekang melebihi 100 mm,
tulangan transversal tambahan perlu dipasang dengan spasi tidak
melibihi 300 mm. Tebal selimut di luar tulangan transversal
42
tambahan tidak boleh melebihi 100 mm.
Gambar 2.6 Contoh tulangan transversal pada kolom
2) Tulangan transversal harus diletakkan dengan spasi tidak melebihi
daripada:
a. ¼ dari dimensi terkecil komponen struktur;
b. 6 kali diameter tulangan longitudinal;
c.
Nilai sx tidak perlu lebih besar daripada 150 mm dan tidak perlu
lebih kecil daripada 100 mm
3) Tulangan pengikat silang tidak boleh dipasang dengan spasi lebih
daripada 350 mm dari sumbu ke sumbu dalam arah tegak lurus sumbu
komponen struktur
43
4) Tulangan transversal harus dipasang disepanjang lo dari setiap muka
hubungan balok-kolom dan juga sepanjang lo pada kedua sisi dari setiap
penampang yang berpotensi membentuk leleh lentur akibat deformasi
lateral inelastik struktur rangka. lo ditentukan tidak boleh kurang
daripada:
a. Tinggi penampang komponen struktur pada muka hubungan balok-
kolom atau pada segmen yang berpotensi membentuk leleh lentur;
b. 1/6 bentang bersih komponen struktur;
c. 500 mm
5) Bila gaya-gaya aksial terfaktor pada kolom akibat gempa melampaui
Ag f’c /10, dan gaya aksial tersebut berasal dari komponen struktur
lainnya yang sangat kaku yang didukungnya, misalnya dinding, maka
kolom tersebut harus diberi tulangan transversal pada seluruh tinggi
kolom.
6) Bila tulangan transversal tidak dipasang diseluruh panjang kolom maka
pada daerah sisanya harus dipasang tulangan spiral atau sengkang
tertutup dengan spasi sumbu ke sumbu tidak lebih daripada nilai terkecil
dari enam kali diameter tulangan longitudinal kolom atau 150 mm.
2.4.2.4 Persyaratan Kuat Geser
1) Gaya-gaya rencana
Gaya geser rencana Ve harus ditentukan dengan memperhitungkan
gaya-gaya maksimum yang dapat terjadi pada muka hubungan balok-
kolom pada setiap ujung komponen struktur. Gaya-gaya pada muka
hubungan balok-kolom tersebut harus ditentukan menggunakan kuat
44
momen maksimum, Mpr dari komponen struktur tersebut yang terkait
dengan rentang beban-beban aksial terfaktor yang bekerja. Gaya gser
rencana tersebut tidak perlu lebih besar daripada gaya geser rencana
yang ditentukan dari kuat hubungan balok-kolom berdasarkan kuat
momen maksimum, Mpr dari komponen struktur transversal yang
merangka dari hubungan balok-kolom tersebut. Gaya geser rencana Ve
tidak boleh lebih kecil daripada geser terfaktor hasil perhitungan
analisis struktur.
2) Tulangan transversal pada komponen struktur sepanjang lo, harus
direncanakan untuk memikul geser dengan menganggap Vc=0, bila:
a. Gaya geser akibat gempa mewakili 50% atau lebih dari kuat geser
perlu maksimum pada bagian sepanjang lo tersebut;
b. Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak
melampui Ag f’c /20.
2.4.3 Hubungan Balok Kolom (SNI 2847 – 2013)
2.4.3.1 Ketentuan Umum
1) Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-
kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada
tulangan tarik lentur adalah 1,25fy.
2) Kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan menggunakan faktor
reduksi kekuatan.
3) Tualangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus
diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang.
45
4) Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati
hubungan balok-kolom, dimensi kolom dalam arah pararel terhadap
tulangan longitudinal balok tidak boleh kurang daripada 20 kali
diameter tulangan longitudinal terbesar balok untuk beton berat
normal. Bila digunakan beton ringan maka dimensi tersebut tidak
boleh kurang daripada 26 kali diameter tulungan longitudinal terbesar
balok.
2.4.3.2 Tulangan Transfersal
1) Tulangan berbentuk sengkang tertutup harus dipasang dalam daerah
hubungan balok-kolom, kecuali bila hubungan balok-kolom tersebut
dikekang oleh komponen-komponen struktur.
2) Pada hubungan balok-kolom dimana balok-kolom dengan lebar setidak-
tidaknya sebesar ¾ lebar kolom, merangka pada keempat sisinya, harus
dipasang tulangan transversal setidak-tidaknya ½ dari yang ditentukan.
Tulangan transversal ini dipasang di daerah hubungan balok-kolom
disetinggi balok terendah yang merangka ke hubungan tersebut. Pada
daerah tersebut, spasi tulangan transversal dapat diperbesar menjadi
150 mm.
3) Pada hubungan balok-kolom, dengan lebar balok lebih besar daripada
kolom, tulangan transversal harus dipasang pada hubungan tersebut
untuk memberikan kekangan terhadap tulangan longitudinal balok yang
berada diluar daerah inti kolom, terutama bila kekangan tersebut tidak
disediakan oleh balok yang merangka pada tulangan tersebut.
46
2.4.3.3 Kuat Geser
1) Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil lebih
besar daripada ketentuan berikut ini untuk beton berat nominal.
Untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya.
√
Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi
yang berlawanan
√
Untuk hubungan lainnya
√
Luas efektif hubungan balok-kolom Aj ditunjukkan pada gambar 2.6
47
Gambar 2.7 Luas Joint Efektif
Suatu balok yang merangka pada suatu balok-kolom dianggap
memberikan kekangan bila setidak-tidaknya ¾ bidang muka hubung
balok-kolom tersebut tertutupi oleh balok yang merangka tersebut.
Hubungan balok kolom dapat dianggap terkekang bila ada empat balok
merangka pada keempat sisi hubungan balok-kolom tersebut.
2) Untuk beton ringan, kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak
boleh diambil lebih besar daripada ¾ nilai-nilai yang diberikan oleh
ketentuan kuat geser.
2.4.3.4 Panjang Penyaluran Tulangan Tarik
1) Panjang penyaluran ldh untuk tulangan tarik dengan kait standar 90o
dalam beton berat normal tidak boleh diambil daripada 8db, 150 mm,
48
dan nilai yang ditentukan oleh :
√
Untuk diameter tulangan sebesar 10 mm hingga 36 mm, untuk beton
ringan, panjang penyaluran tulangan tarik dengan kait standar 90o tidak
boleh diambil daripada 10db, 190 mm, dan 1,25 kali nilai yang
ditentukan persamaan a = As Fy/0,85 fc’b. Kait standar 90o harus
ditempatkan di dalam inti terkekang kolom atau komponen batas.
2) Untuk diameter 10 mm hingga 36 mm, panjang penyaluran tulangan
tarik ld tanpa kait tidak boleh diambil lebih kecil daripada:
a. Dua setengah kali panjang penyaluran, bila ketebalan pengecoran
beton dibawah tulangan tersebut kurang dari 300 mm.
b. Tiga setengah kali panjang penyaluran, bila ketebalan pengecoran
beton dibawah tulangan tersebut melebihi 300 mm.
3) Tulangan tanpa kait yang berhenti pada hubungan balok-kolom harus
diteruskan melewati inti terkekang dari kolom atau elemen batas. Setiap
bagian dari tulangan tanpa kait yang tertanam bukan di dalam daerah
inti kolom terkekang harus diperpanjang sebesar 1,6 kali.