bab ii tinjauan pustaka 2.1 perencanaan perkerasan

25
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan perkerasan Menurut Buku Bahan dan struktur jalan raya Ir.Suprapto Tm,M.Sc (2004) perencanan perkerasan dapat dikelompokan menjadi : a) Perencanan tebal perkerasan (structural pavementdesign), yaitu menentukan tebal perkerasan dan bagian bagiannya, misalnya tebal lapisan permukaan, tebal slab dan lain lain. b) Perencanaan bahan lapisan perkerasan ( paving mixture design ), yaitu menentukan jenis dak kualitas bahan yang akan digunakan untuk lapisan lapisan perkerasan, misalnya: persyaratan aspal batu, kualitas beton, kualitas beton aspal dan lain-lain. Untuk menyiapkan perkerasan perlu dipertimbangkan hal hal sebagai berikut : a) Kinerja (performance) perkerasan hal ini berkaitan degan lalu-lintas, yaitu volume lalu lintas dan beban gander kendaraan yang akan dilewatinya. b) Umur dari kinerja atau umur rencana perkerasan Umur rencana adalah waktu dalam tahun dihitung sejak perkerasan (jalan) di buka untuk lalu-lintas sampai saat di perlukan perbaikan berat, selama umur rencanan,ini perkerasan di harapkan bebas dari perkerjaan perbaikan berat. c) Kondisi awal dan kondisi akhir perkerasan yaitu berkaitan degan kondisi perkerasan (cacat / kerusakan) pada awal umur rencanan dan tingkat kondisi perkerasan yang masi dapat diterima pada akhir umur rencana. 2.2 Perkerasan Lentur ( flexibel pavement ) Perkerasan lentur menurut Andi Tenrisukki Tenriajeng Buku rekayasa jalan raya -2. Perkerasan lenturan adalah perkerasan yang menggunakan aspal

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan perkerasan

Menurut Buku Bahan dan struktur jalan raya Ir.Suprapto Tm,M.Sc

(2004) perencanan perkerasan dapat dikelompokan menjadi :

a) Perencanan tebal perkerasan (structural pavementdesign), yaitu

menentukan tebal perkerasan dan bagian – bagiannya, misalnya tebal

lapisan permukaan, tebal slab dan lain – lain.

b) Perencanaan bahan lapisan perkerasan ( paving mixture design ), yaitu

menentukan jenis dak kualitas bahan yang akan digunakan untuk lapisan

–lapisan perkerasan, misalnya: persyaratan aspal batu, kualitas beton,

kualitas beton aspal dan lain-lain.

Untuk menyiapkan perkerasan perlu dipertimbangkan hal –hal sebagai berikut :

a) Kinerja (performance) perkerasan

hal ini berkaitan degan lalu-lintas, yaitu volume lalu lintas dan beban

gander kendaraan yang akan dilewatinya.

b) Umur dari kinerja atau umur rencana perkerasan

Umur rencana adalah waktu dalam tahun dihitung sejak perkerasan

(jalan) di buka untuk lalu-lintas sampai saat di perlukan perbaikan berat,

selama umur rencanan,ini perkerasan di harapkan bebas dari perkerjaan

perbaikan berat.

c) Kondisi awal dan kondisi akhir perkerasan

yaitu berkaitan degan kondisi perkerasan (cacat / kerusakan) pada awal

umur rencanan dan tingkat kondisi perkerasan yang masi dapat diterima

pada akhir umur rencana.

2.2 Perkerasan Lentur ( flexibel pavement )

Perkerasan lentur menurut Andi Tenrisukki Tenriajeng Buku rekayasa

jalan raya -2. Perkerasan lenturan adalah perkerasan yang menggunakan aspal

5

sebagai bahan pengikat. Lapisan- lapisan perkerasannya bersifat memikul dan

menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan –

lapisan tersebut adalah :

Gambar 2.1. susunan perkerasan lentur

2.2.1 Perhitungan Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan LenturPt T-01-

2002-Lintas Harian Rata-Rata(LHR)

Menghitung lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan survey

secara langsung dilapangan, masing-masing kendaraan dikelompokan menurut

jenis dan beban kendaraan dengan satuan kendaraan/hari/2 lajur.

LHR = (1+i)n

x Jumlah kendaraan

LHRsmp = (LHR) x Faktor ekivalen

Dimana :

LHR : Lalu lintas harian rata-rat (kend/hari/2jurusan)

I : Perkembangan lalu lintas

n : Jumlah tahun rencana

LHRsmp:Pengekivalenan LHR dalam satuan mobil penumpang

6

2.2.2 Koefisien Kekuatan Relatif (a) dari Tiap Jenis Lapisan

Kekuatan struktur perkerasan jalan lama (existing pavement) diukur

menggunakan alat FWD atau dinilai dengan menggunakan Tabel

Tabel 2.1. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

BAHAN KONDISI PERMUKAAN

Koefisen

kekuatan

relatif (a)

Lapis permukaan

Beton aspal

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit

buaya dan/atau hanya

Terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan

rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan

rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan

sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan

rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan

sedang dan/atau

5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan

sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang

dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi

dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang

dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi

dan/atau

0.35 - 0.40

0.25 –

0.35

0.20 –

0.30

0.14 –

0.20

0.08 – 0.15

7

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

Lapis pondasi yang

distabilisasi

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit

buaya dan/atau hanya

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah

dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan

tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah

dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang

dan/atau

>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang

dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang

dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi

dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan

tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi

dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.20 –

0.35

0.15 –

0.25

0.15 –

0.20

0.10 –

0.20

0.08 – 0.15

LapispondasiatauLapis

pondasibawah

granular

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or

contamination by fines.

Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines

0.10 –

0.14

0.00 – 0.10

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

8

a. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan(E)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap

kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran D Perencanaan Tebal Perkerasan

Lentur 2002. Tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik

beban yang berlaku agar berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal dipergunakan

rumus berikut.

Angka ekivalen roda tunggal

b. Lalu-Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (W18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar.

Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan rumus sebagai berikut:

…………………….. ( 1.1)

Dimana:

W18 = Beban gandar standar kumulatif untukduaarah.

DD = Faktor distribusi arah = 0,5(PtT-01-2002-B)

DL = Faktor Distribusi Lajur (dari Tabel2.2)

Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian

dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa penelitian

menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang ‘berat’ dan

‘kosong’.

Tabel 2.2 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlahlajur

per arah

%

bebangandarstandardalam

lajurrencana

1 100

2 80 - 100

3 60 - 80

4 50 - 75

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Secara numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :

………………….. (1.2)

Dimana :

Wt = jumlah beban gandar tunggalstandarkomulatif

9

W18pertahun = beban gandar standar komulatif selama 1 tahun

n = umur pelayanan(tahun)

g = perkembangan lalu lintas(%)

c. Reliabilitas

Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree of

certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternative

perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor

perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18)

dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana

seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan.

Tabel 2.3 : Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-Macam

Klasifikasi Jalan.

KlasifikasiJalan Rekomendasitingkatreliabilitas

Perkotaan Antar Kota

BebasHambatan 85 – 99.9 80 – 99,9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 – 80 50 – 80

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002

d. Indeks Permukaan(IP)

Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan

yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.Adapun beberapa

ini IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini:

IP=2,5: menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil danbaik

IP=2,0: tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masihmantap

IP=1,5: menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin

(jalan tidakterputus).

IP=1,0: menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak

beratsehinggasangat mengganggu lalu-Iintaskendaraan.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagai mana diperlihatkan pada

Tabel

10

Tabel 2.4. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT)

KualifikasiJalan

Lokal Kolektor Arteri Bebashambatan

1,0 – 1,5

1,5

1,5 – 2,0

-

1,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

2,5

-

-

-

2,5

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan

Tabel

Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)

Jenis Lapis Perkerasan IP0 Ketidakrataan

*) (IRI,m/km)

LASTON ≥ 4

3,9 – 3,5

≤ 1,0

> 1,0

LASBUTAG 3,9 – 3,5

3,4 – 3,0

≤ 2,0

> 2,0

LAPEN 3,4 – 3,0

2,9 – 2,5

≤ 3,0

> 3,0

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

e. Indeks Tebal Perkerasan Perlu(ITPperlu)

Untuk menentukan indeks tebal perkerasan perlu (ITPperlu) diperoleh dari gambar

2.3 dibawah ini.

11

Gambar 2.1 Nomogram Untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002

12

2.3. Metode Bina Marga

Metode Bina Marga merupakan metode yang ada di Indonesia yang mempunyai

hasil akhir yaitu prioritas serta bentuk program pemeliharan sesuai nilai yang dapat dari

urutan prioritas, pada metode ini menggabungkan nilai yang dapat dari survei visual yaitu

jenis –jenis kerusakan serta survei LHR ( lalu lintas harian rata-rata ) yang selanjutnya

didapat nilai kondisi jalan serta nilai kelas LHR. Urutan prioritas didapatkan degan rumus

sebagai berikut :

UP ( Urutan Prioritas ) = 17 – ( Kelas LHR + Nilai Kondisi jalan )

dengan : Kelas LHR = Kelas lalu-lintas untuk perkerjaan pemeliharaan

Nilai kondisi jalan = Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan

Urutan Prioritas 0 – 3, menandakan bahwa jalan harus dimasukkan dalam program

peningkatan.

Urutan Prioritas 4 – 6, menandakan bahwa jalan perlu dimasukkan dalam program

pemeliharaan berkala .

Urutan Prioritas > 7, menandakan bahwa jalan tersebut cukup dimasukkan dalam

program pemeliharaan rutin.

2.4 Jenis-Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur

Jenis kerusakan pada perkerasan berdasarkan Metode Pavement Condition Indek

(PCI), Bina Marga (1995),Shahin (1994) yaitu:

1. Alligator Cracking

Umumnya lebar celah lebih besar atau sama dengan 33mm. saling meangkai

membentuk suatu pola yang menyerupai kulit buaya, Retakan ini disebabkan oleh bahan

perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan tanah, tanah dasar atau bagian

perkerasan dibawah lapisan permukaan kurang stabil, atau bahan lapis podasi dalam

keadaan jenuah air (air tanah baik)

Biasanya, daerah terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi

letak kulit buaya yang luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repitisi bahan lalu-lintas yang

13

melampaui beban yang dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya untuk

sementara dapat dipelihara dengan mempergunakan lapis burda, burtu atau ataston. Jika

celah ≤ 3mm, sebaiknya bagian yang telah mengalami retak kulit buaya akibat air yag

merembes masuk dalam lapisan pondasi dan tanah dasar deperbaiki dengan cara

membongkar dan membuang lapisan-lapisan yang basah, kemudian dilapisi dengan bahan

yang sesuai.

Perbaiki harus disertai dengan perbaikan drainase sekitarnya. Kerusakan yang

disebabkan lalu lintas harus diperbaiki dengan member lapisan tambahan. Retak kulit

buaya dapat diserapi oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang

akibat terlepasnya butir-butir aspal.

Klasifikasi tingkat kerusakan pada retak kulit buaya adalah :

Rendah (L), Baik-baik saja, garis rambut retak memanjang berjalan sejajar satu

sama lain tanpa atau hanya beberapa interkoneksiretak. Retak tidak spalled.

Medium (M), pengembangan lebih lanjut dari buaya cahaya retak ke dalam pola

atau jaringan retakan yang mungkin ringanspalled.

Tinggi (H), Jaringan atau pola retak berkembang sehingga potongan didefinisikan

dengan baik dan spalled di tepi; beberapadari potongan-potongan batu di bawah lalu lintas.

2. Bleding

Permukaan menjadi licin, pada temperature tinggi aspal menjadi lunak dan akan

terjadi jarak jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan. Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan

pemakaikan kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal

pada pengerjaan prime coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan kemudian

dipadatkan,atau lapis aspal dan kemudian di beri lapisan penutup. Tingkat kerusakan dibagi

menjadi keursakan ringan (low) ditandai dengan permukaan jalan hitam, aspal tidak

menempel pada roda kendaraan. Kerusakan sedang (medium) perukaan aspal hitam, aspal

menempel pada kendaraan selama seminggu atau setahun. Kerusakan berat (high) yang di

tandai dengan serangkaian permukaan berwarna hitam atau terdapat pada kendaraan yang

menempel.

14

1. Block Craking

Kerusakan hampir sama dengan retak kulit buaya, block cracking ini tidak hanya

terjadi di daerah yang mengalami arus lalu lintas jalan berlubang, juga terjadi di daerah yang

jarang di lewati arus lalu lintas.

2. Bums and Sags

Tonjolan yang terjadi pada perkerasan, berbeda dengan jembul dan showing yang

disebabkan ketidak stabilan aspal, bump and sags di sebabkan penumpukan material yang di

sebabkan beban arus lalu lintas.

3. Retak pinggir (Edge Cracking)

Retak ini disebut juga dengan retak garis (lane cracks) dimana terjadi pada sisi tepi

perkerasan/ dekat bahu dan berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks) dengan atau

tanpa cabang yang mengarah ke bahu. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling

sejajar.

Kemungkinan penyebab:

Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume akibat jenis

ekspansif clay pada tanah dasar.

Sokongan bahu samping kurang baik.

Drainase kurang baik.

Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab

terjadinya retak tepi.

Klasifikasi tingkat kerusakan Edge Cracking:

a. Rendah, Retak tanpa putus atau kerugian materi.

b. Sedang, Retak dengan beberapa pecahnya dan kerugian materi hingga 10

persen dari panjang bagian yang terkena trotoar.

c. Tinggi, Retak dengan perpisahan yang cukup besar dan kerugian materi lebih

dari 10 persen dari panjang bagian yang terkena trotoar.

4. Keriting (Corrugation)

Alat yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan permukaan yang keriting

pengemudi akan merasakan ketidak kenyamanan mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah

rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, karena terlalu

bnayak menggunakan agregat halus, sehingga agregat berbentuk bulas dan penetrasi terlalu

15

tinggi. Keriting dapat juga terjadi lalu-lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk

perkerasan yang menggunakan aspal cair). Untuk tingkat kerusakan ringan (Low) kedalaman

kurang dari <½ inchi, untuk (medium) kedalaman ½ inchi dan untuk tingkat kerusakan parah

(high) kedalaman > 1 inchi.

Kerusakan dapat diperbaiki dengan:

a. Jika lapis permukaan yang berkeriting itu mempunyai lapis pondasi agregat,

perbaikan yang tepat adalah dengan menggaruk kembali di campur dengan lapis pondasi,

dipadatkan dan diberi lapis permukaan baru.

b. Jika lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5cm, maka lapis tipis

yang mengalami keritinh tersebut diangkat dan diberi lapisan yang baru.

5. Depresion ( Amblas )

Terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air

yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap kedalam lapisan perkerasan yang akhirnya

menimbulkan lubang. Penyenbab yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan

dikarenakan tanah dasar mengalami settlement. Untuk tingkat kerusakan ringan kedalaman ½

- 1 inchi, untuk kerusakan sedang kedalaman 1-2 inchi, dan untuk tingkat kerusakan parah

kedalam >2 inchi.

1. Joint Reflection Cracking ( Retak Memanjang dan Melintang )

Retak jenis ini kerusakannya berbentuk rusak memanjang dan melintang yang

diakibatkan beban lalulintas yang berlebih.

2. Lane / shoulder Drop off

Ditandai dengan adanya perbedaan elevasi antar badan jalan dengan bahu jalan.

Kerusakan disebabkan erosi tanah pada bahu jalan. Kerusakan ini sangat berbahaya bagi

pengendara karena perbedaan elevasi jalan.

3. Longitudinal and Transverse cracking ( Retak Memanjang )

Retak memanjang merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan, retak

melintang merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak yang disebabkan

kesalahan pelaksanaan, terutama pada sambungan perkerasan atau pelebaran.

16

Klasifikasi tingkat kerusakan yang terdapat pada retak memanjang adalah:

a. Rendah, Sebuah celah dengan rata lebar 6 mm; atau celah disegel dengan bahan

sealant dalam kondisi baik dan dengan lebar yang tidak dapat ditentukan.

b. Medium, Setiap celah dengan rata lebar> 6 mm dan lebaar ≤19 mm; atau retak dengan

rata lebar 19 mm dan berdekatan keparahan rendah retak acak.

c. Tinggi, Setiap celah dengan lebar rata-rata> 19 mm; atau retak dengan rata lebar ≤19

mm dan berdekatan sedang sampai tinggi retak acak keparahan.

1. Patching and Utility Cut patching

Tambalan adalah wilayah perkerasan yang diganti baru untuk memperbaiki

perkerasan yang ada. Tambalan dibagi berdasarkan tingkat kerusakan yaitu, kerusakan

rendah, sedang, dan berat sesuai dengan bentuk penambalnya.

Klasifikasi tingkat kerusakan pada tambalan :

Rendah. Patch dalam kondisi baik dan berkinerja memuaskan.

Medium. Patch agak memburuk dan mempengaruhi kualitas naik sampai batas

tertentu. jumlah sedang kesusahanhadir dalam patch atau memiliki potensi FOD, atau

keduanya.

Tinggi. Patch parah memburuk dan mempengaruhi kualitas riding secara

signifikan atau memiliki potensi FOD tinggi. menambal kebutuhanpenggantian

2. Polished Aggregate

Kerusakan ini ditandai dengan agregat permukan menjadi halus dan licin

akibat beban lalulintas yang berulang-ulang yang menyebabkan daya saling mengikat

antara ban kendaraan dan aspal berkurang.

3. Potholes ( lubang )

Pada umumnya terjadi tidak terlalu besar, berbentuk seperti mangkuk yang

tidak beraturan dengan pinggiran tajam. Kerusakan menjadi lebar akibat air yang

tergenang. Berdasarkan tingkat kerusakan yaitu, kerusakan rendah, sedang, dan tinggi.

17

Tabel. 2.6 ( Kerusakan Lubang )

Kedalaman

Inchi

`Diameter ( inchi )

4-8 >8-18 >18-30

0,5-1 L L M

>1-2 L M H

>2 M M H

Sumber : Hardiyatmo, Hari cristady.

4. Rutting ( Alur )

Terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat merupakan

tempat menggenangnya air hujan yang jatuh diatas permukaan jalan sehingga

mengurangi tingkat kenyamanan, dan pada akhirnya timbul retak-retak. Terjadinya

alur disebabkan oleh lapisan perkerasan yang kurang padat. Dengan demikian,

terjadi tembahan pemadatan akibat repitisi beban lalulintas pada lintasan roda.

Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis.

Perbaikan dapat dilakukan dengan member lapisan tambahan dari lapis permukaan

yang sesuai.

5. Showing ( jembul )

Terjadi setempat dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat adanya

pengembangan tanah dasar ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar

bagian yang rusak dengan melapisinya kembali.

6. Slippage cracking ( retak selip )

Retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi

diakbitkan oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya.

Karena, kurang baiknya ikatan yang disebabkan oleh adanya material debu,

minyak, air atau benda non-adhesif lainya, atau akibat tidak diberinya tack coat

sebagai bahan dasar pengikat anatara dua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi

akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan, atau kurang

baiknya pemadatan lapis permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan

18

membongkar bagian yang rusak dan menggantikannya dengan lapisan yang lebih

baik.

7. Weathering and Raveling ( pengelupasan lapisan pengerasan )

Kerusakan ini ditandai dengan permukaan yang rusak akibat hilangnya bahan

pengikat aspal sehingga menyebabkan pelepasan butiran agregat. Kerusakan ini

menunjukan kualitas aspal serta campuran yang rendah atau ada kesalahan dalam

pencampurannya.

Tabel 2.7. Penetapan Kelas Jalan

Klasifikasi Lalu lintas Harian

Fungsi Kelas Rata-rata (LHR) dalam

SMP

Utama I >20.000

Sekunder IIA 6.000 sampai 20.000

IIB 1.500 sampai 8.000

IIC <2.000

Penghubung III

Sumber : tata cara perencanaan Geometrik jalan antar kota ditjen Bina marga 1997.

2.4.1 Penanganan Perbaikan Kerusakan Jalan

Dalam Bina Marga ( 1990 ) bentuk pemeliharaan jalan ada 3 yaitu pemeliharaan

rutin, pemeliharaan berkala dan peningkatan, dari hasil analisa metode Bina Marga dan

pengamatan langsung dilapangan memberikan keputusan bahwasanya ruas jalan

SLAMET RIADI perlu adanya peningkatan atau perbaikan struktur perkerasan karena

jalan sudah sangat rusak dan sangat membahayakan bag i pengendara yang lewat .

Pada petunjuk praktis pemeliharaan Rutin Jalan ( Bina Marga 1995 ) hanya

memberikan rekomendasi bentuk pemeliharaan secara rutin saja, dan kesimpulan metode

Bina Marga jalan tersebut harus ada peningkatan, maka sesuai petunjuk praktis

pemeliharaan Rutin jalan ( Bina Marga 1995 ) bentuk pemeliharaan tidak sesuai degan hasil

19

rekomendasi Bina Marga, maka bentuk rekomendasi penangananya yang cocok sesuai hasil

analisi yaitu rekonstruksi degan cara recycling atau degan replacement .

Rekonstruksi degan cara recycling atau daur ulang perkerasan dapat berubah CTRB (

cement Treated Recycling Base ) degan beberapa kelebihan yaitu dari segi material lebih

hemat karena dapat diambil dari kerusakan jalan, biaya konstruksi sedang dan dari keamanan

dan kenyamananya baik.

2.5 Metode Penilaian Kondisi perkerasan Lentur

Petunjuk teknis tentang Perencanaan dan Penyuluhan Program Jalan Kabupaten

(SK.77/KPTS/Db/1990) yang dikeluarkan Bina Marga mencakup tentang prosedur

perencanaan umum dan program untuk pekerjaan berat (Rehabilitasi Peningkatan) dan

pengerjaan ringan (terutama pemeliharaan) pada jalan dan jembatan kabupaten.

Survey jalan yang mencakup didalamnya adalah :

a) Survey penjajagan kondisi jalan

b) Survey penyaringan ruas jalan

c) Survey kecepatan

d) Survey lalu lintas

e) Survey kependudukan

f) Survey hambatan lalu lintas

Menurut Asphalt Institute penilaiannya disebut Pavement Condition Rating ( PCR ).

Nilai PCR ( 0-100 ) siperoleh dengan mengurangi nilai 100 dengan nilai kerusakannya.

Nilai PCR tinggi menunjukkan kondisi masih bagus, nilai pengurangan kerusaakan

tergantung dari tingkat keparahan kerusakan yang ada dan adanya kemungkinan adanya

perluasan. Pavement Condition Index ( PCI ) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan

jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan

sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang 0 ( nol ) sampai

100 ( seratus ) dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good),

sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek ( very poor), dan gagal (failed). Tujuan dilakukan

pada setiap bagian adalah prosedur berlanjut pada merangking kondisi jalan dan mengukur

absolute untuk menentukan tipe dan besarnya pekerjaan perbaikan yang dilakukan.

Metode PCI merupakan cara untuk menilai kondisi perkerasan yang ukurannya

ditinjau dari fungsi daya guna, mengacu kerusakan yang terjadu di permukaan perkerasan.

20

Jenis-jenis kerusakan perkerasan jalan akan diidentifikasi kerdasarkan kerusakan tiap-tiap

jjenis kerusakan. Tingkat kerusakan metode PCI adalah Low ( L ), Medium ( M ), dan

High ( H ). Berbagai tabel dan grafik dipakai dalam metode ini.

Penggunaan PCI

Menurut Shain (1994) Pavement Condition Index bias d manfaatkan dalam proses

pemeliharaan dan perbaikan (Maintence and rehabilitation) (M&R) suatu proses

pengolahan jalan mempunyai 3 alternatif pendekatan yang bias dilakukan dalam proses

M&R yaitu ad hoc approach, present comdition appoarch, life cycle appoarch.

Ad hoc appoarch berdasarkan proses pemeliharaan dan perbaikan dari apa yang

pernah dilakukan pada waktu sebelumnya, terutama pada praktik terakhir yang pernah

dilakukan. Tidak terlalu banyak pilihan yang dilakukan dan lebih banyak mendasarkan diri

pada kebiasaan yang pernah dilakukan.

Present Condition Appoarch Mendasarkan pada proses pemeliharaan dan perbaikan

pada kerusakan yang dijumpai dengan memakai dasar kondisi kerusakan yang dijumpai

dengan memakai dasar kondisi normal yang mestinya tercapai berupa kehalusan, daya

gesekan, atau penurunan yang terjadi.

Life Cycle Approach membutuhksn tidak hanya evaluasi kondisi perkerasan tapi

juga mengitungkan kondisinya dalam proses pengolahan dimasa selanjutnya. Hal ini

berkaitan dengan kenyataan ada hubungannya antara kondisi perkerasan saat ini dengan

biaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja perkerasan yang sesuai dengan yang

dinginkan. Pemeliharaan dan perbaikan baru dikerjakan setelah kondisi perkerasan cukup

parah. Kondisi ini disebut kondisi kritis. Disinilah nilai rating PCI menunjukkan fungsinya.

Grafik dibawah ini menggambarkan hubungan antara rating PCI biaya yang dibutuhkan

serta kondisi kritis dalam pemeliharaan dan perbaikan.

21

22

Dimana,

Ad : Luas total jenis kerusakan untuk setiap tingkat kerusakan ( )

Ld : panjang total jenis kerusakan tiap tingkat kerusakan (m)

As : Luas total unit segmen ( )

Ls : Panjang total unit segmen (m)

(2) Deduct Value ( nilai pengurang )

Deduct value adalah nikai pengurang untuk setiap jenis kerusakan

yang diperoleh dari kurva hubungan antara desity dan tingkat

keparahan (sweety level). Deduct value juga dibedakan atas tingkat

kerusakan untuk tiap-tiap jenis kerusakan.

Gambar 2.3 Kurva nilai pengurang untuk retak kulit buaya pada jalan perkerasan beton aspal (Shahin,

1994)

i. Total Deduct Value ( TDV )

Total Deduct Value (TDV) adalah nilai total dari individual deduct

value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat keruskaan yang ada pada

suatu unit segmen.

23

ii. Corrected Deduct Value ( CDV )

Corrected Deduct Value ( CDV ) diperoleh dari kurva hubungan

antara nilai TDV dengan nilai DV dengan pemilihan lengkung kurva

yang sesuai. Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk setiap

segmen dapat diketahui dengan :

PCI (s) : 100 – CDV ............................................(2.3)

Dimana,

PCI (s) : Pavement Condition Index untuk setiap segmen

CDV : Corrected Deduct Value untuk setiap segmen

Untuk nilai keseluruhan :

PCI = ∑

................................................(2.4)

Dimana,

PCI : Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan

PCI(s) : Nilai PCI untuk tiap segmen

N : Jumlah Segmen

Gambar 2.4 : kurva hubungan antara TDV dengan nilai CDV

iii. Rating

Rating adalah penentuan nilai kondisi perkerasan setelah nilai PCI

rata-rata yang didapatkan. Menunjukan kualitas perkerasan yang ada (

eksisting )

24

Tabel 2.9 hubungan antara PCI dan nilai kondisi perkerasan

(sumber FAA,1982, shahin,1994)

Nilai PCI Kondisi

0-10 Gagal (Failed)

11-25 Sangat buruk (Very Poor)

26-40 Buruk (Poor)

41-55 Sedang (Fair)

56-70 Baik (Good)

71-85 Sangat Baik (Very Good)

86-100 Sempurna ( Exellent )

Angka rating ini juga akan dipakai untuk menentukan prioritas penanganan bagian

jalan yang disurvey. Ruas jalan yang ratingnya rendah perlu penanganan lebih dahulu

dibandingkan jalan yang dinilai kondisinya tinggi. Jika nilai PCI < 50 (untuk jalan primer),

dan nilai PCI<40 (untuk jalan sekunder). Maka, diusulkan jenis pemeliharaan terhadap

keseluruhan unit jalan melalui overlay atau reconstruksi terhadap jalan tersebut. Jika nilai PCI

>50 untuk jalan primer dan untuk nilai PCI<40 untuk jalan sekunder dapat dilakukan program

pemeliharaan rutin sebagai usulan penanganan. Dalam penelitian ini digunakan metode

pavement Condition Index (PCI).

Gambar 2.4. Penyebaran Beban Roda Melalui Lapisan Perkerasan Jalan

25

26

Jenis-jenis lisan permukaan :

1. Lapisan bersifat non struktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain :

a. Burtu (laburan aspal satu lapis)

b. Burda (laburan aspal dua lapis)

c. Latasir (lapisan tipis aspal pasir)

d. Buras (laburan aspal)

e. Latusbum (lapisan tipis asbuton murni)

f. Lataston (lapisan tipis aspal Buton)

2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan

beban roda .

a. Penetrasi makadam (lapen)

b. Lasbutag (lapisan beton aspal agregat)

c. Laston (lapisan aspal beton)

2.5.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Fungsi lapisan pondasi atas :

1. Sebagai lapisan perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

menyebarkan kelapisan beban yang dibawahnya.

2. Sebagai lapisan peresaan untuk pondasi bawah

3. Sebgai bantalan terhadap lapisan permukaan

Bahan yang digunakan untuk lapisan pondasi atas harus material yang cukup kuat,

sebab lapisan pondasi atas tanpa lapisan bahan pengikat hanya menggunakan material dengan

CBR 50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Bahan-bahannya berupa batu pecah, kerikil

pecah, stabilisasi tanah dengan semen dan kapur.

Jenis lapis Pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia, antara lain :

1. Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :

Batu pecah kelas A

Batu kelas B

Batu pecah kelas C

Batu pecah kelas A memunyai gradasi yang lebih kasar dari batu pecah kelas B batu

pecah kelas B lebih kasar dari batu pecah kelas C.

27

2. Pondasi Macadam

3. Pondasi Telford

4. Penetrasi Macadam (Lapen)

5. Aspal beton fondasi (Asphalt Concrete Base/ Asphalt Treate Base)

6. Stabilitas yang terdiri dari :

a. Stabilitas agregat dengan semen (Cement Treated Base)

b. Stabilitas agregat dengan kapur (Line Treated Base)

c. Stabilitas agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base)

Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan

lapis pondasi bawah (subbase)

Lapisan Pondasi bawah berfungsi :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk penyebaran beban roda ketanah

dasar.

b. Lapisan harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% Plastisitas Indeks (PI) ≤ 10%

c. Efisiensi penggunaan material

d. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.

e. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumul di pondasi.

f. Sebagai lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar

g. Sebagai lisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan

pondasi atas.

2.6 Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan terlebih dahulu harus diketahui

volume dari pekerjaan yang direncanakan. Pada umumnya pembuat jalan tidak lepas dari

masalah galian maupun timbunan. Besarnya galian dan timbunan yang akan dibuat dapat

dilihat pada gambar long profile. Sedangkan volume galian dapat dilihat melalui gambar

Cross Section. Selain mencari volume galian timbunan juga diperlukan untuk mencari

volume dari pekerjaan lainya yaitu :

a. Volume Pekerjaan

1) Pekerjaan persiapan

2) Peninjauan lokasi

3) Pengukuran dan pemasangan patok

28

4) Pembersihan lokasi dan persiapan alat bahan untuk pekerjaan

5) Pembuatan Bouplank

b. Pekerjaan tanah

1) Galian tanah

2) Timbunan tanah

3) Pekerjaan perkerasan

4) Lapis permukaan (Surface Course)

5) Lapis pondasi atas (Base Course)

6) Lapis pondasi bawah (Sub Base Course)

7) Lapis tanah dasar (Sub Grade )

c. Pekerjaan drainase

1) Galian saluran

2) Pembuatan talud

d. Pekerjaan pelengkap

1) Pemasangan rambu-rambu

2) Pengecatan marka jalan

3) Penerangan

2.7 Analisa Harga Satuan

Analisa harga satuan diambil dari Harga Satuan Dasar Upah Dan Bahan Serta Biaya Operasi

Peralatan Dinas Bina Marga kota ambon Tahun anggaran 2017.