perencanaan ulang tebal perkerasan berdasarkan …

43
PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN FOKTOR-FAKTOR KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus: Jalan Lapang Ujung Barasok, Kecamatan Johan Pahlawan) Suatu Tugas Akhir Untuk Memenuhi Sebahagian dari Syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh Ijazah Sarjana Teknik (S-I) Disusun Oleh: MUCHTAR NIM : 12302054 Bidang : Transportasi Jurusan : Teknik Sipil FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR ALUE PEUNYARENG MEULABOH 2016

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN

BERDASARKAN FOKTOR-FAKTOR KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus: Jalan Lapang – Ujung Barasok, Kecamatan Johan Pahlawan)

Suatu Tugas Akhir

Untuk Memenuhi Sebahagian dari Syarat-syarat

yang diperlukan untuk memperoleh

Ijazah Sarjana Teknik (S-I)

Disusun Oleh:

MUCHTAR

NIM : 12302054

Bidang : Transportasi

Jurusan : Teknik Sipil

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR

ALUE PEUNYARENG – MEULABOH

2016

Page 2: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan

berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan, sebagai

salah satu indikator dari kerusakan permukaan jalan baik kondisi stuktural

maupun non stuktural. Pada umumnya jalan yang direncanakan memiliki masa

layan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lalu lintas yang ada misalnya

10 tahun sampai dengan 20 tahun (Bina Marga, 2010). Untuk mencapai pelayanan

pada kondisi yang baik selama masa layan tersebut maka diperlukan adanya upaya

pemeliharaan jalan.

Pemeliharaan rutin adalah penanganan jalan yang hanya diberikan terhadap

lapis permukaan yang sifatnya untuk dapat meningkatkan kualitas kendaraan

(Riding Quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakukan

sepanjang tahun (Bina Marga, 2010). Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan

jalan yang dilakukan pada waktu -waktu tertentu dan sifatnya meningkatkan

kemampuan stuktural. Peningkatan adalah penanganan jalan guna memeperbaiki

pelayanan jalan berupa peningkatan stuktural dan geometrik agar mencapai

tingkat pelayanan sesuai dengan yang direncanakan sesuai jeanis dan klasifikasi

jalan.

Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan sebagai penghubung lalu

lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai

makhluk sosial manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, maka dengan

adanya prasarana jalan ini hubungan antara suatu daerah dengan daerah lain akan

terjalin dengan baik.

Sarana yang dimaksud disini adalah sarana penghubung yang melalui

darat yaitu jalan raya, karena jalan raya juga merupakan prasarana transportasi

yang dapat langsung menunjang perkembangan suatu wilayah, baik wilayah

perkotaan maupun wilayah pedesaan.

Page 3: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

2

Suatu perencanaan jalan raya, ada dua variabel perencanaan yang

dilakukan yaitu perencanaan geometrik dan perencanaan tebal perkerasan jalan.

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang

dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi

dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu-lintas.

Jadi tujuan dari perencanaann geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur

yang aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta memaksimalkan biaya

pelaksanaan ruang, bentuk dan ukuran. Jalan dapat dikatakan baik apabila dapat

memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan. Sedangkan maksud

dari desain perkerasan jalan adalah untuk memilih kombinasi material dan tebal

yang memenuhi syarat pelayanan dengan biaya termurah dan dalam jangka

panjang.

Perkembangan ekonomi dan sosial budaya suatu daerah sangat dipengaruhi

oleh sarana dan prasarana transportasi yang tersedia pada daerah tersebut, karena

sarana dan prasarana transportasi merupakan suatu media yang menghubungkan

daerah satu dengan daerah lainnya. Makin meningkatnya pertumbuhan penduduk

kolerasinya pada suatu pertumbuhan lalu lintas pada suatu ruas jalan tersebut,

maka direncanakanlah suatu konstruksi lapisan perkerasan berdasarkan metode –

metode yang ada. Penelitian ini dilakukan pada STA 03 + 200 sampai dengan

STA 4 + 000 ruas jalan Lapang - Ujong Barasok Kecamatan Johan Pahlawan

Kabupaten Aceh Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah bagaimanakah tebal masing-masing perkerasan jalan apakah telah

sesuai dengan umur rencana yang syaratkan oleh standar Bina Marga.

Page 4: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

3

1.3 ` Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka diambil tujuan penelitian ini adalah

mengetahui tebal masing-masing perkerasan apakah sudah sesuai dengan umur

rencana yang diisyaratkan oleh Bina Marga.

1.4 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan keterbatasan waktu maka perlu dibatasi

penelitian ini :

1. Daerah penelitian dilakukan pada STA 03 + 200 sampai dengan STA 4 +

000 ruas jalan Lapang - Ujong Barasok Kecamatan Johan Pahlawan

Kabupaten Aceh Barat;

2. Merencanakan perkerasan Menggunakan Standar Bina Marga.

1.5 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengolahan data perencanaan tebal lapis perkerasan ruas

jalan Lapang - Ujong Barasok dengan menggunakan metode Bina Marga maka

umur rencana 15 tahun dengan nilai CBR rencana 0,34% di dapat tebal

masing0masing lapisan antara lain, tebal lapisan pondasi bawah 42 cm, tebal

lapisan pondasi bawah 42 cm, tebal lapisan pondasi atas 25 cm dan ketebalan

lapisan lentur sebagai lapisan permukaan dengan tebal 10 cm.

Page 5: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan

Perencanaan perkerasan jalan ditentukan oleh berat jenis kendaraan yang

melintasi jalan tersebut dan volume lalu lintas yang akan menggunakan jalan

tersebut selama umur rencana, terutama kendaraan berat. Kerusakan lapisan

perkerasan akan sangat tergantung pada beban kendaraan. Karena beban sumbu

yang menggunakan jalan bervariasi, maka beban sumbu kendaraan tersebut

dikonversikan pada beban sumbu standar/ equivalent standard axles (ESA).

Saodang (2004) mengemukakan, struktur perkerasan lentur terdiri dari

tanah dasar (sub grade), lapis pondasi bawah (subbase course), lapis pondasi atas

(base course), dan lapis permukaan (surface course). Setiap elemen mempunyai

nilai elastisitas sendiri-sendiri. Hingga dikatakan elemen struktur perkerasan

merupakan gabungan dari komposisi bahan yang berbeda elastisitasnya.

2.2 Perkerasan Lentur

Menurut Sukirman (1999), perkerasan lentur adalah perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan.

Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan

menyebarkan ke lapisan yang ada di bawahnya.

Perkerasan lentur terdiri dari:

a. Lapisan Permukaan (surface course);

b. Lapisan Pondasi Atas (base course);

c. Lapisan Pondasi Bawah (sub base course);

d. Tanah Dasar (subgrade course).

Page 6: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

5

Gambar. 2.1 Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur.

Sumber: Silvia Sukirman (1999)

2.2.1 Lapisan permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas yag berfungsi

sebagai berikut :

a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas

yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan ;

b. Lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca;

c. Sebagai lapisan aus (Wearing Course). Lapisan yang langsung menerima

gesekan akibat gaya rem kendaraan sehingga menjadi aus atau rusak.

d. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah.

Guna untuk memenuhi fungsi di atas, pada umumnya lapisan permukaan

dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan

yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.

2.2.2 Lapisan pondasi atas (Base Course)

Lapisan pondasi atas adalah lapisan yang terdapat diantara lapisan pondasi

bawah dan lapisan permukaan, berfungsi sebagai berkut :

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya ;

b. Lapisan Peresapan untuk lapisan pondasi bawah ;

300 300 150 150 150

Tanah dasar Lapisan pondasi bawah

Lapisan pondasi atas Lapisan permukaan

Page 7: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

6

c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Untuk tebal lapisan pondasi atas, tebal minimum yang diizikan tergantung

kepada nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP).

2.2.3 Lapisan pondasi bawah (Subbase Course)

Lapisan pondasi bawah menurut Sukirman (1999), adalah bagian

perkerasan yang terletak antara base course dan sub grade lapisan yang berfungsi

sebagai berikut:

a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah

dasar. Lapisan harus cukup kuat, dan mempunyai nilai CBR % dengan

Plastisitas Indek < 10 % ;

b. Efisien penggunaan material

c. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang mahal ;

d. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar, hal ini sehubungan

dengan kondisi lapangan memaksa harus menutup tanah dasar dari pengaruh

cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar dalam menahan beban roda;

e. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel harus dari dukung tanah naik ke

lapisan pondasi atas.

2.2.4 Tanah dasar (Sub Grade)

Sukirman (1999), menjelaskan perkerasan jalan diletakkan di atas tanah,

maka secara keseluruhan mutu dan daya tahan kontruksi perkerasan tidak lepas

dari sifat tanah dasar. Tanah dasar merupakan bagian terakhir yang menerima

roda kenderaan yang distribusikan dari lapisan permukaan.

Metode yang digunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar dapat

ditentukan dengan pengujian CBR (Colifornia Bearing Ratio), DCP (Dinamic

Cone Penetrometer) dan Sand Cone. Dalam hal ini yang sering digunakan untuk

menentukan (DDT) dapat dilakukan cara pengujian CBR.

Page 8: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

7

2.3 Metode CBR (California Bearing Ratio)

Metode ini adalah cara yang digunakan untuk mengukur kekuatan daya

dukung tanah dasar dari suatu konstruksi jalan. CBR dibandingkan penetrasian

pada batu pecah sebagai bahan standar. Berdasarkan pengujiannya, CBR dapat

dibagi atas CBR lapangan (DCP), CBR lapangan rendaman dan CBR rencana

titik. Metode yang digunakan untuk mengukur kekuatan daya dukung tanah dasar

dari suatu konstruksi jalan adalah dengan menggunakan penentuan pengujian

CBR dengan alat DCP (Dinamic Cone penetrometer).

2.4 Kegagalan Struktural dan Fungsional

Kegagalan struktur ditandai dengan terurainya satu atau lebih komponen

perkerasan, sedangkan kegagalan fungsional ditandai dengan tidak berfungsinya

perkerasan dengan baik, sehingga kenyamanan dan keselamatan pengendara

menjadi terganggu. Jenis-jenis kerusakan struktural terdiri atas retak, perubahan

bentuk, cacat permukaan, pengausan, kegemukan, dan penurunan pada bekas

penanaman utilitas. Sedangkan jenis kerusakan fungsional sendiri biasanya

meliputi ketidakrataan permukaan (Roughness) dan lendutan. Perkerasan lentur

hanya mengalami deformasi permanen yang kecil sekitar 20-30 mm sesudah

berumur 20 tahun. Pengalaman menunjukan bahwa sekali terjadi deformasi

permanen atau kegagalan kerusakan, deformasi maksimum sekitar 14-20 mm

dipertimbangkan sebagai kondisi optimum untuk segera dilakukan perbaikan yang

lebih dari 15 mm, maka kemungkinan terjadinya retakan akan tinggi (Croney &

C, 1998).

2.4.1 Sebab-sebab kerusakan jalan

Mulyono, A.T (2011), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor – faktor

penyebab kerusakan pada perkerasan jalan di antaranya meliputi sebagai berikut :

Page 9: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

8

- Beban lalu lintas yang berlebihan, kondisi tanah dasar yang tidak stabil,

sebagai akibat dari sistem pelaksanaan yang kurang baik;

- Kondisi tanah pondasi yang kurang baik, lunak atau mudah mampat, bila

jalan terletak pada timbunan;

- Material dari struktur perkerasan dan pengolahan yang kurang baik;

- Penurunan akibat pembangunan utilitas dibawah lapisan perkerasan;

- Drainase yang buruk, sehingga berakibat naiknya air ke lapisan akibat

isapan atau kapilaritas;

- Kadar aspal dalam campuran terlalu banyak, atau terurainya lapis aus oleh

akibat pembekuan;

- Kelelahan dari perkerasan, pemadatan atau geseran pada semua lapis

pondasi.

2.4.2 Tipe-tipe kerusakan perkerasan lentur

Tipe-tipe perkerasan lentur berdasarkan Bina Marga (1995), Shahin (1994)

Yolder & W (1975), yaitu :

- Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya sesudah

pembangunan, terdiri dari bergelombang, alur, ambles, sungkur,

mengembang, benjol dan turun;

- Retak terjadi akibat regangan tarik pada permukaan aspal melebihi dari

regangan tarik maksimum, terdiri dari: memanjang, melintang, diagonal,

reflektif, blok, kulit buaya dan bentuk bulan sabit;

- Kerusakan tekstur permukaan, terdiri dari: butiran lepas, kegemukan,

agregat licin, terkelupas dan stripping;

- Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan;

- Kerusakan di pinggir perkerasan: pinggir retak / pecah dan bahu turun.

Page 10: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

9

2.5 Umur rencana (UR)

Sukirman (1999), umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari

saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu

perbaikan yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan).

2.5.1 Lalu lintas

Tebal lapis perkerasan ditentukan dari beban yang akan dipikul, berarti

dari arus lalu lintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalu lintas

dapat diperoleh dari:

1. Analisa lalu lintas saat ini;

2. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain

berdasarkan atas analisa ekonomi dan sosial daerah tersebut.

2.5.2 Volume lalu lintas

Bukhari dan Sofyan (2002) mengemukakan, bahwa volume lalu lintas

didefinisikan sebagai jalan kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan atau

penampang melintang jalan selama satu satuan waktu. LHR pada awal umur

rencana dan akhir umur rencana untuk setiap jenis kendaraan dihitung untuk

kedua jurusan pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan

dengan median, ditentukan dengan rumus:

LHRt = (1+i)n × LHRp ....................................................................... .......(2.5)

dimana:

i = pertumbuhan lalu lintas rata-rata;

n = umur rencana;

LHRp = lalu lintas harian rata-rata untuk seluruh jenis kendaraan.

LHRt = lalu lintas harian rata-rata untuk akhir tahun

Page 11: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

10

2.5.3 Analisa koefisien distribusi kendaraan (C)

Suatu jalan raya yang dilalui oleh berbagai macam jenis kendaraan, baik

kendaraan ringan maupun kendaraan berat, maka perlu ditentukan berapa

besarnya harga koefisien distribusi kendaraan (c) untuk masing-masing jenis

kendaraan ringan dan kendaraan berat.

2.5.4 Angka ekivalen (E)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap

kendaraan) di tentukan menurut rumus berikut ini :

E Sumbu tunggal = 4

8160

Kg dalam galsumbu tungsatu Beban ................... (2.6)

E Sumbu Ganda = 086.08160

Kg dalam gandasumbu satu Beban 4 ............. (2.7)

Dari kedua rumus di atas, beban satu sumbu tunggal maupun sumbu ganda

dihitung dalam satuan kg, selain mengunakan rumus di atas dapat juga dihitung

dengan menggunakan angka dalam tabel. Pada peninjauan ini digunakan angka

dalam tabel.

2.5.5 Angka ekivalen kendaraan

Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak titik berat kendaraan

dan bervariasi sesuai dengan muatan dari kendaraan tersebut. Distribusi beban

terhadap sumbu depan dan belakang adalah 34%dan 66%. Menurut Bina Marga

ekivalen kendaraan dapat dihitung sebagai berikut:

E truk kosong = E sb depan + E sb belakang = E truk ................. .......(2.8)

E truk maks = E sb depan + E sb belakang = E truk ................. .......(2.9)

Page 12: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

11

Angka ekivalen yang dipergunakan dalam perencanaan adalah angka

ekivalen berdasarkan berat kendaraan yang diharapkan selama umur rencana.

2.5.6 Faktor pertumbuhan lalu lintas

Sukirman (1999) mengemukakan, jumlah kendaraan yang memakai jalan

bertambah dari tahun ke tahun. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lalu

lintas adalah perkembangan daerah bertambahnya kesejahteraan masyarakat,

naiknya kemampuan membeli kendaraan dan lain sebagainya. Faktor

pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen / tahun.

2.5.7 Lintas ekivalen

Lintas ekivalen dapat dibedakan atas:

1. Lintas ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka (lintas ekivalen awal umur

rencana = LEP)

LEP = jj

n

j

ExCxLHR1

.................................................................(2.10)

dimana:

LEP = Lintas ekivalen permulaan;

LHR = Lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana;

j = Jenis kendaraan;

i = Perkembangan lalu lintas selama umur rencana;

n = Jumlah tahun dari saat diadakan survey lalu lintas sampai jalan tersebut

dibuka;

Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana;

Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis rencana.

2. Lintas ekivalen pada akhir umur rencana adalah besarnya lintas ekivalen

pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan secara struktural (lintas

ekivalen akhir umur rencana = LEA)

Page 13: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

12

LEA = jj

URn

j

ExCxiLHR .11

....................................................(2.11)

dimana:

LEA = Lintas ekivalen akhir;

LHR = Lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana;

UR = Umur rencana;

Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana;

Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis rencana.

3. Lintas ekivalen pada pertengahan umur rencana (lintas ekivalen tengah

umur rencana = LET)

LET = .2

LEALEP ......................................................................(2.12)

4. Lintas ekivalen selama umur rencana (LER) yaitu lintas ekivalen yang

akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan dan saat dibuka

sampai akhir umur rencana.

LER = LET × FP…………………………………………………......(2.13)

dimana:

LER = Lintas ekivalen rencana;

LET = Lintas ekivalen tengah;

FP = Faktor penyesuaian ditentukan dengan rumus UR/10.......................(2.14)

Ur = Umur rencana.

2.5.8 Analisa Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)

Sukirman (1999), kepadatan dan daya dukung tanah adalah bila beban

kendaraan yang dilimpahkan ke lapisan perkerasan melalui roda-roda kendaraan,

selanjutnya disebarkan ke lapisan di bawahnya dan akhirnya diterima oleh tanah

dasar. Daya dukung tanah dasar (DDT), adalah merupakan suatu skala yang

dipakai dalam nomogram penetapan tabel lapisan perkerasan untuk menyatakan

daya dukung tanah dasar.

Page 14: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

13

1

)( 2

n

xaxi

Sn

ynyt

2.5.9 Analisa indeks permukaan (IP)

Indeks permukaan atau disebut juga Servicebility adalah suatu ukuran

dasar yang digunakan untuk menyatakan kerataan dan kehalusan serta kekokohan

lapisan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi arus lalu

lintas yang melewati di atasnya.

Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana,

perlu dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas

ekivalen rencana (LER). Untuk menentukan indeks permukaan pada awal umur

rencana, perlu diperhatikan jenis lapisan permukaan jalan, meliputi kerataan dan

kekokohan pada awal umur rencana.

2.5.10 Analisa faktor regional (FR)

Faktor regional adalah faktor setempat yang menyangkut dengan keadaan

lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya

dukung tanah dasar lapisan perkerasan. Banyaknya curah hujan yang merupakan

salah satu faktor penting dalam menentukan faktor regional.

Menurut Soemarto, C.D (1987), curah hujan rata-rata yang perhitungkan

akan terjadi pada 10 tahun mendatang dapat dihitung dengan mengunakan

persamaan sebagai berikut :

Xt = xa + ................................................................. .....(2.15)

dimana:

Xt = Curah hujan dalam tahun priode 10 tahun (mm/th)

Yt = Reduced variate

Yn = Reduced Mean

Sn = Reduced Standart

Untuk menentukan nilai Xa, Maka rumus yang dugunakan yaitu :

Page 15: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

14

n

xi

Xa = . ....................................................................................... ...(2.16)

dimna:

Xa = Jumlah rata-rata (mm/tahun)

Xi = Jumlah curah hujan (mm)

n = Banyak Prngamatan (tahun)

Dengan demikian diketahui nilai curah hujan rata-rata, maka tabel

regional dari suatu daerah ditentukan berdasarkan tabel.

2.5.11 Struktur konstruksi tebal perkerasan

Perhitungan tebal perkerasan lentur dapat ditentukan dengan suatu indeks

tebal perkerasan. Indeks tebal perkerasan (ITP) merupakan suatu angka yang

berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan. Penentuan struktur tebal

perkerasan ditentukan dengan menggunakan rumus:

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 ................................................................. .....(2.17)

dimana:

a1 = kekuatan relative untuk lapis permukaan;

a2 = kekuatan relative untuk lapis permukaan atas;

a3 = kekuatan relative untuk lapis permukaan bawah;

D1 = tebal lapisan permukaan;

D2 = tebal lapisan permukaan atas;

D3 = tebal lapis permukaan bawah.

Page 16: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

15

BAB III

METODE PENELITIAN

Tahapan penelitian pertama dilakukan dengan pengenalan daerah studi,

tinjauan pustaka, dilanjutkan dengan identifikasi masalah sehingga dapat disusun

latar belakang masalah dan rumusan masalah serta penetapan tujuan penelitian

ini. Selanjutnya pengumpulkan data baik data primer maupun data sekunder.

Pengamatan atau pengambilan data volume lalu lintas dilakukan pada 3

hari pengamatan yaitu hari senin, selasa dan rabu dengan kendaraan yang diamati

melewati jalan tersebut dua jurusan. Metode yang digunakan pada perencanaan

ini yaitu metode Bina Marga, metode ini menganalisis secara empiris yaitu

berdasarkan penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau

dari jalan-jalan yang sudah ada.

Lokasi penelitian yaitu pada jalan Lapang - Ujong Barasok, Kecamatan

Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh, dapat dilihat pada Peta

Jaringan Jalan Provinsi Aceh Lampiran Gambar A.1.1 Halaman ..., Langkah-

langkah penelitian ini, diperlihatkan pada Diagram Alir Penelitian Lampiran

Gambar A.3.1 Halaman ....

3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh hasil penelitian di lapangan.

Pada penulisan tugas akhir ini yang merupakan data primer yaitu data volume

lalu lintas harian rata-rata (LHR). Data yang diperoleh dari hasil pengamatan itu

akan digunakan untuk mengestimasi jumlah lalu lintas harian rata-rata yang

melewati jalan tersebut. Pengambilan data yang akan direncanakan pada hari

senin dimulai pukul 07.00

WIB sampai dengan pukul 23.00

WIB, hari selasa

dimulai pukul 07.00

WIB sampai dengan pukul 23.00

WIB, dan hari rabu dimulai

pukul 07.00

WIB sampai dengan pukul 23.00

WIB.

Hari-hari pengamatan tersebut ditentukan karena sebagian besar

Page 17: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

16

kebutuhan kegiatan yang berbeda-beda yang melalui jalan tersebut. Data yang

diperoleh dari hasil pengamatan akan digunakan untuk mengestimasi jumlah lalu

lintas harian rata-rata yang melewati jalan tersebut.

3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di peroleh dari instansi-instansi terkait

dari jalan yang ditinjau, atau dari instansi lain yang dapat memberikan bantuan-

bantuan informasi yang berkaitan dengan pokok permasalahan penulisan tugas

akhir ini. Adapun data sekunder disini meliputi data faktor regional.

3.2.1 Data CBR tanah dasar

Beban kendaraan yang dilimpahkan ke lapisan perkerasan melalui roda-

roda kendaraan selanjutnya disebarkan ke lapisan di bawahnya dan akhirnya

diterima oleh tanah dasar. Pemeriksaan daya dukung tanah dasar ini ditentukan

dengan cara CBR. Data CBR lapangan yang diperoleh dari Dinas Bina Marga

dan Cipta Karya Meulaboh.

3.2.2 Data faktor setempat (faktor regional)

Faktor setempat menyangkut dengan keadaan lapangan, iklim dan

persentasi kendaraan berat yang melewati jalur rencana sangat berpengaruh

dalam perencanaan tebal perkerasan jalan, keadaan pembebanan, daya dukung

tanah dasar dan perkerasan.

3.3 Metode Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini dengan

mengumpulkan bahan-bahan referensi yang berhubungan dengan tugas akhir ini,

kemudian menganalisa, menggunakan rumus pada BAB II, metode Bina Marga

digunakan untuk merencanakan kembali tebal masing-masing perkerasan.

Page 18: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan rencana hasil penelitian sesuai dengan

metodelogi yang telah dikemukan pada Bab III, disertai dengan pembahasannya

sesuai dengan teori-teori pada Bab II.

4.1 Hasil Pengolahan Data Dengan Metode Bina Marga

Hasil pengolahan data meliputi perhitungan kekuatan tanah dasar (CBR

segmen), koefisien distribusi kendaraan, volume lalu lintas, perhitungan angka

ekivalen kendaraan, lintas ekivalen rencana, faktor regional, indeks permukaan

dan struktur kontruksi tebal perkerasan.

4.1.1 Umur rencana

Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut

dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang

bersifat strutural (sampai overlay lapisan perkerasan). Selama umur rencana

pemeliharaan jalan tetap dilakukan.

Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya diambil 20

tahun dan untuk peningkatan jalan diambil 10 tahun. Umur rencana yang lebih

besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis, karena perkembangan lalu lintas yang

terlalu besar sukar mendapat ketelitian yang memadai. Perencanaan ini umur

rencana yang diambil adalah 15 tahun. Selama masa pelaksanaan pertumbuhan

lalu lintas (i) = 3,19 % dan data CBR rencana adalah 0,34 %.

4.1.2 Perhitungan CBR segmen (kekuatan tanah dasar)

Untuk menghitung CBR segmen digunakan metode Bina Marga, yaitu

metode analisa komponen SKBI 2.3.26.1987.UDC:625.73. Berikut ini adalah data

CBR % lapangan :

Page 19: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

18

Perkerasan dihitung berdasarkan nilai CBR lapangan yang dibagi dalam

tiga bagian segmen. CBR segmen dapat ditentukan secara analitis. Hasil

perhitungan nilai CBR lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Nilai CBR Lapangan

No Sta CBR %

1 3 + 200 1,33

2 0 + 200 0,56

3 4 + 000 0,47

4 Rata-rata 0,79

Dalam perencanaan ini penentuan CBR segmen ditentukan secara analitis,

Untuk menghitung nilai CBR secara analitis digunakan rumus sebagai berikut:

CBRsegmen = CBR rata-rata -R

CBRCBRmaks min

Keterangan :

CBR segmen = CBR masing-masing segmen

CBR rara-rata = CBR rata-rata keseluruhan

CBR maks = Nilai CBR tertinggi

R = Jumlah yang tergantung pada data CBR berdasarkan tabel

koefisien nilai R tergantung dari jumlah data dalam satu segmen

Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam satu

segmen, besarnya nilai R, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Jumlah titik

pengamatan 2 3 4 5 6 7 8 9 > 10

Nilai R 1,41 1,91 2,24 2,48 2,67 2,83 2,96 3,08 3,18

Dari tabel tersebut, dengan jumlah titik pengamatan CBR 3 maka diambil R =

1,91.

Page 20: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

19

Segmen (STA. 3 + 200 – STA. 4 + 000)

CBR rata2 =3

)47,056,033,1( = 0,79 %

CBR maks = 1,33

CBR min = 0,47

CBR Segmen = CBRrata-rata – {(CBRmaks - CBRmin )/R}

=

1,91

)47,033,1(79,0

= 0.34 %

CBR Segmen/rencana = 0,34 %

4.1.3 Koefisien distribusi kendaraan

Penentuan nilai dari koefisien distribusi kendaraan terhadap jalan ini

dibedakan antara kendaraan berat dan kendaraan ringan, yang dimaksud

kendaraan ringan adalah kendaraan dengan berat total < 2 ton, sedangkan untuk

kendaraan berat adalah kendaraan dengan berat total > 2 ton.

Untuk jalan ini jumlah jalur ditentukan 2 jalur 2 arah, dengan

menggunakan tabel Lampiran, besarnya nilai koefisien distribusi kendaraan (c)

untuk kedua jenis tersebut adalah:

a. Untuk kendaraan ringan diambil = 0,5

b. Untuk kendaraan berat diambil = 0,5

4.1.4 Faktor pertumbuhan lalu lintas (i)

Berdasarkan tabel jumlah kendaraan yang dilampirkan, bersumber dari

Seksi Pungutan I Aceh Barat UPTD WILAYAH VIII DPKKA, maka jumlah

kendaraan per tahun adalah sebagai berikut:

- Tahun 2013 = 14.982 kendaraan

- Tahun 2014 = 15.938 kendaraan

- Tahun 2015 = 18.106 kendaraan

Page 21: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

20

- Total jumlah kendaraan adalah 49.026 kendaraan.

Untuk menghitung jumlah pertumbuhan lalu lintas (i) dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

- Tahun 2013 =

- Tahun 2014 =

- Tahun 2015 =

Untuk mengetahui tren pertumbuhan lalu lintas adalah:

- Tahun 2014 – 2013 = 32,50 – 30,55 = 1,95 %

- Tahun 2014 – 2015 = 36,93 – 32,50 = 4,43 %

- %19,32

)43,495,1(

Jadi angka pertumbuhan lalu lintas i = 3,19 % dan r % = n th = 15 th (19,11)

Dimana:

r = faktor pertumbuhan lalu lintas

n = umur rencana

4.1.5 Faktor regional

Faktor regional dapat dilihat menurut perkiraan persentase kendaraan berat

yang melewati jalur rencana.

Kendaraan berat (≥ 2 ton) =

Dari hasil persentase kendaraan berat yang didapatkan tersebut dapat kita

tentukan besarnya faktor regional dengan menggunakan tabel. Besarnya faktor

regional untuk jalan ini adalah 1,5.

4.1.6 Volume lalu lintas

Pada perencanaan ini data LHR diperoleh langsung dari pengamatan

dilapangan dan dari data volume lalu lintas ini akan digunakan untuk keseluruhan

segmen yaitu segmen1, segmen2, segmen3, dan segmenrencana. Jumlah keseluruhan

Page 22: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

21

volume lalu lintas inilah yang akan digunakan dalam desain, untuk lebih jelasnya

LHR yang diperoleh dari pengamatan di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.2

sebagai berikut:

Tabel 4.2 Kendaraan yang Melintas di Jalan Lapang - Ujong Barasok (kend/

hari/ 2 arah)

Jenis Kendaraan Jumlah Satuan

Kendaraan ringan 2 ton 3118 Kend/ hari/ 2 arah

Bus 8 ton 22 Kend/ hari/ 2 arah

Truk 2 as 8 ton 508 Kend /hari/ 2 arah

Truk 2 as 13 ton 164 Kend /hari /2 arah

Truk 3 as 20 ton 93 Kend/ hari/ 2 arah

Semi Trailer 4 as 32 ton 2 Kend/ hari/ 2 arah

Jumlah total 3907 Kend/ hari /2 arah

Tabel 4.3 Jumlah LHR Kendaraan Dengan Berat Total > 2 Ton

Jenis Kendaraan Jumlah Satuan

Bus 8 ton 22 Kend/ hari /2 arah

Truk 2 as 8 ton 508 Kend /hari/ 2 arah

truk 2 as 13 ton 164 Kend/ hari /2 arah

Truk 3 as 20 ton 93 Kend /hari/ 2 arah

Semi Trailer 4 as 32 ton 2 Kend /hari/ 2 arah

Jumlah total 789 Kend/ hari /2 arah

Dari data tersebut diatas dapat kita cari besarnya lalu lintas harian rata-rata

umur rencana (LHRt).

a. LHR pada awal umur rencana

LHR0 pada awal umur rencana ini dapat kita cari dengan menggunakan

persamaan berikut ini:

LHR0 = (1+i)n × LHRp

dimana:

Page 23: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

22

i = pertumbuhan lalu lintas rata-rata = 0,0319

n = selama masa pelaksanaan 1 tahun

LHRp diambil dari setiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut:

Kendaraan ringan 2 ton = (1+0,0319)1 x 3118 = 3217 kendaraan

Bus as 8 ton = (1+0,0319)1 x 22 = 23 kendaraan

Truk 2 as 8 ton = (1+0,0319)1 x 508 = 524 kendaraan

Truk 2 as 13 ton = (1+0,0319)1 x 164 = 169 kendaraan

Truk 3 as 20 ton = (1+0,0319)1 x 93 = 96 kendaraan

Semi Trailer 4 as 32 ton = (1+0,0319)1 x 2 = 2 kendaraan

Jumlah = 4031 kendaraan

b. LHR pada akhir umur rencana

LHRt ada awal umur rencana ini dapat kita cari dengan menggunakan

persamaan berikut ini:

LHRt = (1+i)UR

× LHRp

dimana:

i = pertumbuhan lalu lintas rata-rata = 0,0319

UR = umur rencana 15 tahun

LHRp diambil dari setiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut:

Kendaraan ringan 2 ton = (1+0,0319)15

x 3118 = 4994 kendaraan

Bus as 8 ton = (1+0,0319)15

x 22 = 35 kendaraan

Truk 2 as 8 ton = (1+0,0319)15

x 508 = 814 kendaraan

Truk 2 as 13 ton = (1+0,0319)15

x 164 = 263 kendaraan

Truk 3 as 20 ton = (1+0,0319)15

x 93 = 149 kendaraan

Semi Trailer 4 as 32 ton = (1+0,0319)15

x 2 = 3 kendaraan

Jumlah = 6258 kendaraan

Page 24: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

23

4.1.7 Perhitungan angka ekivalen kendaraan

Dari data lalu lintas yang diperoleh, dapat dilihat bahwa jenis-jenis

kendaraan yang melewati jalan tersebut adalah kendaraan ringan 2 ton, bus 8 ton,

truk 2 as 8 ton, truk 2 as 13 ton, truk 3 as 20 ton dan semi trailer 4 as 32 ton.

Untuk mendapatkan angka ekivalen kendaraan, dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut ini:

E Sumbu tunggal = 4

8160

Kg dalam galsumbu tungsatu Beban

E SumbuGanda = 086.08160

Kg dalam gandasumbu satu Beban 4x

a. E maks kendaraan ringan 2 ton

= E sb depan + E sb belakang

= ( )4 + ( )

4

= 0,0002 + 0,0002

= 0,0004

b. E maks bus 8 ton

= E sb depan + E sb belakang

= ( )4 + ( )

4

= 0,0123 + 0,1753

= 0,1876

c. E maks truk 2 as 8 ton

= E sb depan + E sb belakang

= ( )4 + ( )

4

= 0,0123 + 0,1753

= 0,1876

d. E maks truk 2 as 13 ton

Page 25: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

24

= E sb depan + E sb belakang

= ( )4 + ( )

4 x 0,086

= 0,0861 + 0,1051

= 0,1912

e. E maks truk 3 as 20 ton

= E sb depan + E sb belakang

= ( )4 + ( )

4 x 0,086

= 0,1410 + 0,9820

= 1,1229

f. E maks semi trailer 4 as 32 ton

= E sb depan + E sb belakang

= ( )4 + ( )

4 + ( )

4 x 0,086

= 0,2483 + 1,4537 + 1,7295

= 3,4314

Untuk memudahkan pengolahan data hasil perhitungan angka ekivalen

kendaraan disajikan dalam bentuk tabel yang diperlihatkan sebagai berikut:

Tabel 4.4 Angka Ekivalen Kendaraan (E)

Jenis Kendaraan Angka Ekivalen Kendaraan

Kendaraan ringan 2 ton 0,0004

Bus 8 ton 0,1876

Truk 2 as 8 ton 0,1876

Truk 2 as 13 ton 0,1912

Truk 3 as 20 ton 1,1229

Semi Trailer 4 as 32 ton 3,4314

4.1.8 Lintas ekivalen permulaan (LEP)

Untuk mendapatkan berapa besarnya lintas ekivalen permulaan yang

terjadi pada ruas jalan Lapang - Ujong Barasok ini diperlukan data LHR pada

Page 26: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

25

awal umur rencana, data angka ekivalen kendaraan dan data koefisien distribusi

untuk kendaraan ringan sebesar 0,5 serta koefisien distribusi untuk kendaraan

berat sebesar 0,5.

LEP untuk masing-masing kendaraan pada awal umur rencana:

Kendaraan ringan 2 ton = 3217 x 0,5 x 0,0004 = 0,643 kendaraan

Bus as 8 ton = 23 x 0,5 x 0,1876 = 2,157 kendaraan

Truk 2 as 8 ton = 524 x 0,5 x 0,1876 = 49,151 kendaraan

Truk 2 as 13 ton = 169 x 0,5 x 0,1912 = 16,156 kendaraan

Truk 3 as 20 ton = 96 x 0,5 x 1,1229 = 53,899 kendaraan

Semi Trailer 4 as 32 ton = 2 x 0,5 x 3,4314 = 3,431 kendaraan

Jumlah = 125,437 kendaraan

4.1.9 Lintas ekivalen akhir (LEA)

Untuk mendapatkan berapa besarnya lintas ekivalen permulaan yang

terjadi pada ruas jalan Lapang - Ujong Barasok ini diperlukan data LHR pada

akhir umur rencana, data angka ekivalen kendaraan dan data koefisien distribusi

untuk kendaraan ringan sebesar 0,5 serta koefisien distribusi untuk kendaraan

berat sebesar 0,5. Maka lintas ekivalen akhir dapat dihitung:

Kendaraan ringan 2 ton = 4994 x 0,5 x 0,0004 = 0,999 kendaraan

Bus as 8 ton = 35 x 0,5 x 0,1876 = 3,283 kendaraan

Truk 2 as 8 ton = 814 x 0,5 x 0,1876 = 76,353 kendaraan

Truk 2 as 13 ton = 263 x 0,5 x 0,1912 = 25,143 kendaraan

Truk 3 as 20 ton = 149 x 0,5 x 1,1229 = 83,656 kendaraan

Semi Trailer 4 as 32 ton = 3 x 0,5 x 3,4314 = 5,147 kendaraan

Jumlah = 194,581 kendaraan

4.1.10 Lintas ekivalen tengah (LET)

Untuk mendapatkan berapa besarnya lintas ekivalen tengah (LET) yang

terjadi pada ruas jalan Lapang - Ujong Barasok ini diperlukan jumlah total LEP

Page 27: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

26

dan jumlah total LEA. Data LEP didapat sebesar 125,437 dan data LEA didapat

sebesar 194,581. Maka LET dapat dihitung dengan persamaan berikut ini"

4.1.11 Lintas ekivalen rencana (LER)

Untuk mendapatkan berapa besarnya lintas ekivalen rencana (LER)

diperlukan data lintas ekivalen tengah (LET) yang didapat sebesar 160 dan data

umur rencana (UR) selama 15 tahun. LET dapat dihitung dengan menggunakan:

4.1.12 Indeks permukaan

Indeks permukaan pada jalan ini dibagi dalam dua jenis yaitu, indeks

permukaan pada awal umur rencana (IPo) dan indeks permukaan pada akhir umur

rencana(IPt). Besarnya masing-masing indeks permukaan tersebut dapat

ditentukan sebagai berikut:

a. Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) untuk jalan ini, lapisan

permukaan direncanakan dari aspal beton (LASTON), dengan

mnggunakan tabel indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) ini

adalah sebesar 3,9 – 3,5.

b. Dengan menggolongkan jalan yang ditinjau adalah jalan kolektor dan

besarnya lintas ekivalen rencana yang terjadi ini sebesar 240, dengan

menggunakan tabel indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)

diperoleh sebesar 2,0.

Page 28: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

27

4.1.13 Struktur kontruksi tebal perkerasan

Tebal lapis perkerasan direncanakan terdiri dari:

a. Lapisan permukaan (surface course) dari aspal beton MS 744 kg

b. Lapisan ponsasi atas (base course) dari agregat kelas A

c. Lapisan pondasi bawah (subbase course) dari agregat kelas B

Besarnya nilai ITP ditetapkan dengan menggunakan grafik nomogram

penetapan ITP, dengan menggunakan nilai IPt sebesar 2,0 dan IP0 sebesar 3,9 –

3,5 maka nilai ITP untuk segmen rencana dapat dihitung dengan memasukan nilai

daya dukung tanah (DDT), nilai lintas ekivalen rencana (LER), dan nilai faktor

regional (FR), maka nilai ITP nilai ITP untuk perencanaan jalan baru dapat

ditetapkan. Untuk memudahkan dalam pengolahan data, maka nilai dari data yang

disebutkan di atas akan disajikan dalam tabel hasil perhitungan ITP untuk segmen

rencana berikut:

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan ITP Untuk Segmenrencana

Segmen

Rencana

Nilai

CBR

Nilai

DDT

Nilai

LER

Nilai

FR

Nilai

ITP

Nilai

ITP

Segmenrencana (STA 3+200 – STA

4+000) 0,34 0,79 240 1,5 11,6 12,5

4.1.14 Analisa Penentuan Lapisan Perkerasan Untuk Metode Bina Marga

Hasil analisa dengan menggunakan grafik nomogram didapat ITP dan

besarnya nilai ITP untuk segmen rencana dan berdasarkan Tabel lapisan

permukaan dan Tabel lapisan pondasi, kemudian dengan menggunakan Tabel

koefisien kekuatan relatif untuk lapisan segmen rencana pada Lampiran B Tabel

B.2.6. Untuk memudahkan pengolahan data hasil perhitungan segmen rencana

disajikan dalam bentuk tabel yang dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:

Page 29: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

28

Tabel 4.6 Indeks Tebal Minimum Perkerasan pada Jalan Lapang - Ujong Barasok

Segmen Lapis Perkerasan Nilai

ITP

Tebal

Minimum Jenis Bahan

Kekuatan

Relatif

Bahan

Segmenrencana

(STA 3+200 –

STA 4+000)

Lapis permukaan

12,4

10 Laston Marshall 744 kg 0,40

Lapis pondasi atas 25 Batu Pecah (Kelas A)

CBR 100% 0,14

Lapis pondasi bawah 42 Sirtu (Kelas B) CBR 50% 0,12

Perhitungan tebal lapisan perkerasan dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

Segmenrencana (STA. 3+200 – STA. 4+000)

ITP = (a1 x D1) + (a2 x D2) + (a3 x D3)

12,4 = (0,40 x 10) + (0,14 x 25) + (0,12 x D3)

D3 =

D3 = 41,66 = 42 cm

Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Perhitungan

No Jenis

Lapisan

Tebal Perkerasan

Data Penulis

(Cm)

Tebal Perkerasan

Data Proyek

(Cm)

1. Surface Course (Laston) 10 6

2. Base Course (Agregat kelas A) 25 15

3. Subbase Course (Agregat kelas B) 42 20

1. Hasil Tebal Perkerasan Data Penulis :

10 cm (SURFACE COURSE)

25 cm (BASE COURSE)

42 cm (SUBBASE COURSE)

(SUBGRADE)

Page 30: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

29

2. Hasil Tebal Perkerasan Data Proyek:

6 cm (SURFACE COURSE)

15 cm (BASE COURSE)

20 cm (SUBBASE COURSE)

20 cm (URUGAN PILIHAN)

Gambar 4.1. Sketsa Susunan Lapisan Perkerasan pada Segmenrencana

Metode Bina Marga

4

.2 Pembahasan

Metode analisa yang digunakan dalam perencanaan ini adalah metode

Bina Marga. Dalam perencanaan ini umur rencana yang digunakan adalah 15

tahun, berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Bina Marga

untuk umur rencana 15 tahun didapat tebal setiap lapisan untuk segmen rencana

yaitu lapisan pondasi bawah dengan jenis bahan sirtu (kelas B) dengan tebal 42

cm. Pada lapisan pondasi atas dengan jenis bahan batu pecah (kelas A) dengan

tebal 25 cm dan lapisan permukaan dengan jenis bahan laston marshall 744 kg

dengan tebal 10 cm.

Penentuan tebal lapisan pondasi atas dan lapisan pondasi permukaan

berdasarkan pada tabel Lampiran B. Halaman 47, apabila nilai ITP ≥ 10,0 maka

tebal minimum lapisan permukaan adalah 10 cm untuk bahan laston dan tebal

minimum lapisan pondasi atas untuk nilai ITP ≥ 12,15 maka tebal minimum

adalah 25 cm untuk bahan batu pecah. Pada perencanaan ini nilai ITP yang

diperoleh adalah 12,5 untuk segmenrencana. Berdasarkan hasil perhitungan yang

diperoleh dari metode Bina Marga tersebut susunan lapisan perkerasan terdiri dari

3 lapisan yaitu lapisan permukaan, lapisan pondasi atas (kelas A) dan lapisan

pondasi bawah (kelas B).

Tebal perkerasan pada Peninjauan Tebal Perkerasan Lentur Pada Jalan

Lapang – Ujong Barasok dari STA. 3+200 – STA. 4+000 yaitu dengan

Page 31: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

30

menggunakan Perhitungan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

Raya Dengan Metode Analisa Komponen (SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73

(02)) adalah sebagai berikut:

1. Untuk tebal Lapisan Permukaan adalah 10 cm;

2. Tebal Lapisan Pondasi Atas adalah 25 cm;

3. Tebal Lapisan Pondasi Bawah adalah 42 cm, dan

4. Nilai CBR yang diperoleh adalah 0,34 %.

Page 32: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil perhitungan perkerasan jalan dengan menggunakan

metode Bina Marga yang telah disajikan pada Bab IV, maka dapat dipaparkan

beberapa kesimpulan dan saran.

5.1 Kesimpulan

Perbedaan perbandingan tebal lapisan perkerasan pada tinjauan ini adalah

sebagai berikut:

1. Nilai CBR yang diperoleh 0,34% hendaknya tanah dasar dimodifikasi dulu

atau minimal diberi lapisan Geotektile.

2. Lapisan pondasi bawah, dimana hasil perhitungan data penulis adalah

sebesar 42 cm, sedangkan hasil dari data proyek perencana adalah sebesar

20 cm.

3. Lapisan pondasi atas, dimana hasil perhitungan data penulis adalah sebesar

25 cm, sedangkan hasil dari data proyek perencana adalah sebesar 15 cm.

4. Pada lapisan permukaan tidak terjadi perbedaan tebal perkerasan, dimana

hasil perhitungan data penulis dan hasil data proyek perencana sama, yaitu

sebesar 10 cm sedangkan data proyek sebesar 6 cm.

5. Berdasarkan kerusakan yang ada salah satu faktor penyebab kerusakan yang

terjadi tidak adanya saluran/drainase pada jalan Lapang - Ujong Barasok.

5.2 Saran

Ada beberapa saran yang dipaparkan penulis demi kesempurnaan

perencanaan perkerasan jalan yaitu:

Page 33: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

32

1. Sehubungan dengan kondisi lapangan yang berpengaruh terhadap konstruksi

lapisan perkerasan adalah daya dukung tanah dasar, karena lapisan

perkerasan yang keseluruhan berfungsi sebagai pendukung penyebaran

beban atau tekanan akibat roda kendaraan, maka jenis bahan yang

digunakan harus sesuai dengan kondisi tanah setempat.

2. Selain pengawasan terhadap tebal perkerasan hendaknya diperhatikan juga

saluran/drainase pada jalan tersebut.

3. Selain metode Bina Marga yang digunakan pada tugas akhir ini, ada

beberapa metode lainnya yang dapat digunakan untuk perencanaan tebal

perkerasan jalan diantaranya adalah metode Asphalt Institute, metode

AASHTO, metode NAASRA dan lain sebagainya, sehingga disarankan agar

dapat menggunakan metode-metode tersebut untuk perencanaan berikutnya,

karena dalam merencanakan tebal perkerasan lentur sebaiknya tidak hanya

menggunakan satu metode saja tetapi beberapa metode.

Page 34: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

33

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Anonim, 1987, Petunjuk Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode

Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02), Departemen

Pekerjaan Umum, Jakarta.

2. Anonim, 1983, Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

Raya, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

3. Bukhari, R.A dan Sofyan, M.S., 2002, Rekayasa Lalu Lintas I, Fakultas

Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

4. Croney & Croney, 1998, Design and Performance of Road Pavement,

3rd Ed, McGraw.

5. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13/PRT/M/2011 Tentang Tata

Cara Pemeliharaan Dan Penilikan Jalan.

6. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 Tentang Jalan.

7. Hardiyatmo, H.C.,2007, Pemeliharaan Jalan Raya, Gajah Mada

University Press, Yogyakarta.

8. Merfazi, M., 2011, Kaji Ulang Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan

Dengan Metode Bina Marga Dan Metode Asphalt Institute pada Jalan

Elak Sp. Opak – Rantau – Batas Sumut, Fakultas Teknik Universitas

Syiah Kuala, Banda Aceh.

9. Mulyono, A.T., 2011. Kerusakan Jalan di Indonesia Tipologi Penyebab

dan Tipe Kerusakan Jalan, Rapat Koordinasi Teknis Dinas Perhubungan

dan LLAJ Provinsi Jawa Timur.

10. Saodang, H., 2004, Konstruksi Jalan Raya; Buku 1 Geometrik Jalan,

Penerbit Nova, Bandung.

11. Sulaksono Wibowo, Sony,etc, 2001, Pengantar Rekayasa Jalan

(Introduction to Highway Engineering), Sub Jurusan Rekayasa

Transportasi, Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung.

12. Sukirman, S., 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.

13. Shahin, M. Y. (1994). Pavement Management for Airports, Roads, and

Parking Lots.Chapman & Hall. New York.

Page 35: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

34

14. U.S. Army Corps of Engineer, 1990, Engineering and Design:

Evaluation of Military Airfield Pavements, Washington, D.C.

15. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1980 Tentang Jalan. DPU Bina Marga.

16. Yoder, E.J dan Witczak, M.W. 1975, Principles of Pavement Design, A

Wiley –Interscience Publication, New York.

Page 36: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

35

Page 37: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

36

Page 38: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

37

Tabel. 1 Faktor Regional (FR)

Curah

Hujan

Kelandaian I

(<6%)

Kelandaian

(6-10%)

Kelandaian

(>10 %)

% Kend, Berat % Kend. Berat %Kend. Berat

30 % >30 % 30 % >30 % 30 % >30 %

Iklim I

< 900

mm/thn

0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-20 1,5 2,0-3,5

Iklim II

> 900

mm/thn

1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5

Sumber: Anonim (1983)

Tabel. 2 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP0)

Jenis Lapisan Perkerasan IPo Roungness (mm/km)

LASTON

Asbuton/ HRA

Burda

Burtu

Lapen

Lapisan pelindung

Lapisan Tanah

Lapis Kerikil

4

3,9 – 3,5

3,9 – 3,5

3,4 – 3,0

3,9 – 3,5

3,4 – 3,0

3,4 – 3,0

2,9 – 2,5

2,9 – 2,5

2,4

2,4

1000

> 1000

2000

> 2000

2000

> 2000

3000

> 3000

Sumber: Anonim (1983)

Tabel. 3 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jumlah

Lajur

Kendaraan Ringan*) Kendaraan Berat**)

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 Lajur

2 Lajur

3 Lajur

4 Lajur

5 Lajur

6 Lajur

1,00

0,60

0,40

-

-

-

1,00

0,50

0,40

0,30

0,25

0,20

1,00

0,70

0,50

-

-

-

1,000

0,500

0,475

0,450

0,425

0,400

Sumber: Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Analisa

Metode Komponen (SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)

Page 39: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

38

Tabel. 4 Distribusi beban sumbu dari berbagai jenis kendaraan

Sumber: Sukirman (1999)

Tabel. 5 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt)

LER = Lintas

Ekivalen Rencana *)

Klasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

< 10

10 – 100

100 – 1000

> 1000

1,0 – 1,5

1,5

1,5 – 2,0

-

1,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

2,5

-

-

-

2,5

Sumber: Anonim (1983)

Page 40: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

39

Tabel. 6 Angka Ekivalen Kendaraan

Beban Sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

8160

9000

10000

11000

12000

13000

14000

15000

16000

2205

4409

6614

8818

11023

13228

13423

17637

18000

19841

22064

24251

26455

28660

30864

33069

35276

0,0002

0,0036

0,0183

0,0577

0,1410

0,2923

0,5415

0,9238

1,0000

1,4798

2,2555

3,3022

4,6770

6,4419

8,6647

11,4148

14,7815

-

0,0003

0,0016

0,0050

0,0121

0,0251

0,0466

0,0794

0,0860

0,01273

0,1940

0,2840

0,4022

0,5540

0,7452

0,9820

1,2712

Sumber: Anonim (1983)

Tabel. 7 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) Jumlah lajur (n)

L < 5,50

5,50 < L < 8,25

8,25 < L < 11,25

11,25 < L < 15,00

15,00 < L < 18,75

18,75 < L < 22,00

1 Lajur

2 Lajur

3 Lajur

4 Lajur

5 Lajur

6 Lajur

Sumber: Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Analisa

Metode Komponen (SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)

Page 41: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

40

Tabel. 8 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefesien Kekuatan

Relatif

Kekuatan Bahan Jenis Bahan

a1 a2 a3 MS kg Kt(kg

/cm)

CBR

%

0,40

0,35

0,32

0,30

0,35

0,31

0,28

0,26

0,30

0,26

0,25

0,20

0,28

0,26

0,24

0,23

0,19

0,15

0,13

0,15

0,13

0,14

0,12

0,14

0,13

0,12

0,13

0,12

0,11

0,10

744

590

454

340

744

590

454

240

340

340

590

454

340

22

18

22

18

100

60

100

80

60

70

50

30

20

Laston

Asbuton

Hot Rolled Asphalt

Aspal Macadam

Lapen (mekanis)

Lapen (manual)

Laston Atas

Lapen (mekanis)

Lapen (manual)

Stab. Tanah dengan semen

Stab. Tanah dengan kapur

Pondasi Macadam (basah)

Pondasi Macadam (kering)

Batu Pecah (Klas A)

Batu Pecah (Klas B)

Batu Pecah (Klas C)

Sirtu/ Pitrun (Klas A)

Sirtu/ Pitrun (Klas B)

Sirtu/ Pitrun (Klas C)

Tanah/lempung Kepasiran

Sumber: Anonim (1983)

Page 42: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

41

Tabel. 9 Tebal Minimum Lapisan Permukaan

ITP Tebal

Minimum (cm) Bahan

< 3,00

3,00 – 6,70

6,71 – 7,49

7,50 – 9,99

10,00

0

5

7,5

7.5

10

Lapisan pelindung, Buras/Burtu/Burda

Lapen/ aspal macadam, HRA, asbuton, Laston.

Lapen/ aspal macadam, HRA, asbuton, Laston

Asbuton, Laston

Laston

Sumber: Anonim (1983)

Tabel. 10 Tebal Minimum Lapisan Pondasi

ITP Tebal

Minimum (Cm)

Bahan

< 3,00

3,00 – 7,49

7,50 – 9,99

10,00 -12,24

12,15

15

20*)

10

20

15

20

25

Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,

stabilitas tanah dengan kapur.

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,

stabilitas tanah dengan kapur.

LASTON ATAS.

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,

Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi

macadam.

LASTON ATAS

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,

Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi

macadam.

LAPEN, LASTON ATAS

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,

stabilitas tanah dengan kapur, pondasi

macadam.

LAPEN, LASTON ATAS *) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan

material berbutir kasar

Sumber: Anonim (1983)

Page 43: PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN …

42