bab ii tinjauan pustaka 1. perkawinan a. pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/bab...

32
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian Perkawinan Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan. 8 Pengertian Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pada pasal 1, yaitu: “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha EsaPengertian Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 1, yaitu Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah ALLAH dan melaksanakannya merupakan ibadah. 8 Wikipedia, Pengertian Tentang Perkawinan”, <https://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan>, tanggal di akses 18 Juni 2017.

Upload: others

Post on 28-Oct-2019

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perkawinan

a. Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi

yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam

budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim

dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara

pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk

keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan

tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan

mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan.

Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.

Umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan.8

Pengertian Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan, pada pasal 1, yaitu: “Ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Pengertian Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada

Pasal 1, yaitu Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

untuk mentaati perintah ALLAH dan melaksanakannya merupakan ibadah.

8Wikipedia, “Pengertian Tentang Perkawinan”,

<https://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan>, tanggal di akses 18 Juni 2017.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

13

Menurut Prof. Subekti, SH perkawinan adalah pertalian yang sah antara

seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Sedangkan

pengertian perkawinan menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH

mengatakan perkawinan adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan, yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan

hukum perkawinan.

b. Syarat-Syarat dan Sahnya Perkawinan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,

sahnya suatu perkawinan adalah merujuk pada dasar hukum sebegai berikut:

Pasal 2

(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.

(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pasal 3

(1). Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai

seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

(2). Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih

dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.

Pasal 4

(1). Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana

tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan

permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

14

(2). Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada

seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5

(1). Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan

hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan

anak-anak mereka.

(2). Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan

bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai

persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak

ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena

sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

15

Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan

tertulis didalam Bab II, yaitu:

Pasal 2

Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat

atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah.

Pasal 3

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,

mawaddah, dan rahmah.

Pasal 4

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan

pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 5

(1). Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap

perkawinan harus dicatat.

(2). Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai

Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun

1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.

Pasal 6

(1). Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus

dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

(2). Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak

mempunyai kekuatan Hukum.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

16

Pasal 7

(1). Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikah.

(2). Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akata Nikah, dapat

diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.

(3). Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-

hal yang berkenaan dengan:

a. Adanya perkawinan dalam rabgka penyelesaian perceraian;

b. Hilangnya Akta Nikah;

c. Adanya keragan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian;

d. Adanyan perkawinan yang terjadisebelum berlakunya Undang-undang

No.1 Tahun 1974 dan;

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan

perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974;

(4). Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri,

anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan

itu.

Pasal 8

Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai

berupa putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian, ikrar

talak, khuluk atau putusan taklik talak.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

17

Pasal 9

(1). Apabila bukti sebagaimana pada pasal 8 tidak ditemukan karena hilang dan

sebagainya, dapat dimintakan salinannya kepada Pengadilan Agama.

(2). Dalam hal surat bukti yang dimaksud dala ayat (1) tidak dapat diperoleh,

maka dapat diajukan permohonan ke Pengadilan Agama.

Pasal 10

Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan kutipan Buku Pendaftaran Rujuk yanh

dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

Syarat-syarat perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Rahun 1974,

dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Syarat perkawinan bersifat materiil disimpulkan dari pasal 6 sampai

dengan pasal 11 pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sebagai

berikut:

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21

tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya,

apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang

tuanya telah meninggal dunia.

3. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun

dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada

penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk

oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

18

4. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat

kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4.

5. Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain

dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.

6. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu

tunggu.

b. Syarat perkawinan secara formal dapat diuraikan menurut Pasal 12 UUP

Nomor 1 Tahun 1974 direalisasikan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 13

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Secara singkat syarat formal

ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus

memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan di

mana perkawinan di mana perkawinan itu akan dilangsungkan, dilakukan

sekurang-kurangnya 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan.

Pemberitahuan dapat dilakukan lisan/tertulis oleh calon mempelai/orang

tua/wakilnya. Pemberitahuan itu antara lain memuat: nama, umur, agama,

tempat tinggal calon mempelai (Pasal 3-5)

2. Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti,

apakah sudah memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam

daftar khusus untuk hal tersebut (Pasal 6-7).

3. Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan

membuat pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat

Perkawinan yang memuat antara lain:

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

19

Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin.hari

tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (pasal 8-9).

4. Barulah perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh yang dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kedua

calon mempelai menandatangani akta perkawinan dihadapan pegawai

pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi, maka perkawinan telah tercatat

secara resmi. Akta perkawinan dibuat rangkap dua, satu untuk Pegawai

Pencatat dan satu lagi disimpan pada Panitera Pengadilan. Kepada suami

dan Istri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan (pasal 10-13).

Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata), syarat-syaratnya yaitu:

1. kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-

undang, yaitu bagi laki-laki 18 tahun dan bagi perempuan 15 tahun.

2. Harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak

3. Untuk seorang perempuan yang telah kawin harus lewat 300 hari

dahulu setelah putusnya perkawinan pertama

4. Tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua belah pihak

5. Untuk pihak yang masih dibawah umur harus ada izin dari orangtua

atau walinya.

6. Asas Monogami yang mutlak (Pasal 27 KUHPerdata)

Pencatatan perkawinan diperlukan sebagai bukti adanya perkawinan. Bukti

adanya perkawinan ini diperlukan kelak untuk melengkapi syarat-syarat

administrasi yang diperlukan untuk membuat akta kelahiran, kartu keluarga dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

20

lain-lain. Dalam KUHPerdata, pencatatan perkawinan ini diatur dalam bagian ke

tujuh Pasal 100 danPasal 101. Dalam Pasal 100, bukti adanya perkawinan adalah

melalui akta perkawinan yang telah dibukukan dalam catatan sipil. Pengecualian

terhadap pasal ini yaitu Pasal 101, apabila tidak terdaftar dalam buku di catatan

sipil, atau hilang maka bukti tentang adanya suatu perkawinan dapat diperoleh

dengan meminta pada pengadilan. Di pengadilan akan diperoleh suatu keterangan

apakah ada atau tidaknya suatu perkawinan berdasarkan pertimbangan hakim.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Syarat-syarat

perkawin sebagai berikut:

Pasal 14

Untuk melaksanakan perkawinan harus ada:

a. Calon Suami;

b. Calon Isteri;

c. Wali nikah;

d. Dua orang saksi dan;

e. Ijab dan Kabul.

Menurut Hukum Islam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu

perkawinan dinyatakan sah adalah:

a. Syarat Umum

Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan

dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat (221) tentang larangan

perkawinan karena perbedaan agama dengan pengecualiannya dalam Al

Qur’an surat Al-Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam boleh

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

21

mengawini perempuan-perempuan, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (22),

(23) dan (24) tentang larangan perkawinan karena hubungan darah,

semenda dan saudara sesusuan.

b. Syarat Khusus

1. Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan.Calon mempelai laki-

laki dan perempuan adalah suatu syarat mutlak (conditio sine qua non),

absolut karena tanpa calon mempelai laki-laki dan perempuan tentu

tidak akan ada perkawinan. Calon mempelai ini harus bebas dalam

menyatakan persetujuannya tidak dipaksa oleh pihak lain. Hal ini

menuntut konsekuensi bahwa kedua calon mempelai harus sudah

mampu untuk memberikan persetujuan untuk mengikatkan diri dalam

suatu perkawinan dan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah

mampu berpikir, dewasa, akil baliqh. Dengan dasar ini Islam menganut

asas kedewasaan jasmani dan rohani dalam melangsungkan

perkawinan.

2. Harus ada wali nikah. Menurut Mazhab Syafi’i berdasarkan hadist Rasul

SAW yang diriwayatkanBukhari da n Muslim dari Siti Aisyah, Rasul

SAW pernah mengatakan tidak ada kawin tanpa wali. Hanafi dan

Hambali berpandangan walaupun nikah itu tidak pakai wali, nikahnya

tetap sah.

c. Tata Cara Perkawinan

Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan

tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

22

yang sederhana itu nampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun

1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya."9

Namun sebelum perkawinan dilaksanakan, kedua calon mempelai

dianjurkan melakukan persiapan sebagai berikut:

a. Meminta pertimbangan. Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan

untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah

ia juga minta pertimbangandari kerabat dekat wanita tersebut yang baik

agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal

wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan

pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan

dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari

kerabat dekatnya yang baik agamanya.10

b. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah

mereka saling cinta atau setuju dan apakah kedua orangtua mereka

menyetujui atau merestui. Ini erat kaitannya dengan surat-surat

persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orangtua yang belum

berusia 21 tahun.

c. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik

menurut munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan

9Wikipedia, Ibid, tanggal di akses 18 Juni 2017. 10Kandanggudel.wordpress, tata cara pernikahan yang islami,

http://kandanggudel.wordpress.com/2009/05/01/proses-tata-cara-pernikahan-yang-islami/, tanggal

di akses 20 Juni 2017.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

23

yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan

perkawinan).

d. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang

pembinaan rumah tangga hakdan kewajiban suami istri dan sebagainya.

e. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkan

calon memepelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon

memepelai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.11

Setelah melakukan persiapan, berikut beberapa tata cara melangsungkan

sebuah perkawinan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 juncto:

1. Pemeriksaan Kehendak Nikah.

a) Sesuai Pasal 3

Setiap orang yang yang akan melangsungkan perkawinan harus

memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatatan Nikah

ditempat perkawinan akan dilangsungkan. Pemberitahuan tersebut

dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum

perkawinan dilangsungkan. Pengecualian terhadap jangka waktu

tersebut disebabkan sesuatu alasan yang penting, sehingga dapat

diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah.

b) Sesuai Pasal 4

Pemberitahuan secara lisan tertulis oleh calon mempelai, atau oleh

orang tua atau wakilnya.

11M-alwi, Prosedur pernikahan dan rujuk di KUA, http://m-alwi.com/prosedur-

pernikahan-dan-rujuk-di-kua.html, Tanggal diakses 20 Juni 2017.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

24

c) Sesuai Pasal 5

Pemberitahuan memuat nama, umur,agama/kepercayaan, pekerjaan,

tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang atau

keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suaminya

terdahulu. Surat persetujuan dan keterangan asal-usul.

d) Sesuai Pasal 6

Pegawai Pencatat Nikah yang menerima pemberitahuan kehendak

melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan

telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut

Undang-undang.

Selain penelitian terhadap hal di atas Pegawai Pencatat Nikah meneliti

pula terhadap:

a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam

hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan

surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai

yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu;

b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat

tinggal orang tua calon mempelai;

c. Izin tertulis/izin dari Pengadilan Agama sebagai dimaksud dalam Pasal

6 ayat (2), (3), (4) dan (5) Undang-Undang, apabila salah seorang calon

mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)

tahun.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

25

d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang; dalam hal

calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunyai isteri;

e. Surat Dispensasi dari Pengadilan Agama yang dimaksud adalah bagi

calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon

mempelai istri yang belum mencapai umur16 tahun.

f. Surat kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal

perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua

kalinya atau lebih;

g. Surat Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri

HANKAM/PANGAB, apabila salah seorang calon mempelai atau

keduanya anggota Angkatan Bersenjata;

h. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh Pegawai

Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak

dapat hadir sendiri karena sesuatu alasan yang penting, sehingga

mewakilkan kepada orang lain.

2. Pengumuman Kehendak Nikah

Setelah dipenuhinya tatacara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada

sesuatu halangan perkawinan, Pegawai Pencatat Nikah menyelenggarakan

pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan

dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut formulir yang ditetapkan

pada kantor Pencatatan Perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan

mudah dibaca oleh umum. Sesuai dengan Pasal 9, pengumuman tersebut

ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan memuat:

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

26

1) Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari

calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah

seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama isteri dan

atau suami mereka terdahulu.

2) Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.

Surat pengumuman itu selama 10 hari sejak ditempelkan tidak boleh

diambil atau dirobek (Pasal 8 dan 9 PP 9/75 jo. Pasal PMA 3/75).

3. Pelaksanaan Akad Nikah

Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman

kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah seperti yang dimaksud dalam

Pasal 8 Peraturan Pemerintah. Namun, bilamana dalam tenggang waktu satu bulan

terhitung sejak pengumuman kehendak kawin, perkawinan tersebut tidak

dilangsungkan maka perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan kembali kecuali

setelah diulangi lagi pengumuman kembali untuk kedua kalinya seperti semula.

Sedangkan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan mengindahkan tatacara perkawinan

menurut masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan

dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi. Dan

bagi mereka yang melangsungkan Perkawinan menurut Agama Islam, maka Akad

Nikahnya dilakukan oleh wali Nikah atau yang mewakilinya.

4. Mendapatkan Akta Pekawinan.

Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-

ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah, maka kedua mempelai menandatangani

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

27

akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan

ketentuan yang berlaku. Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh

mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai

Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan

menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang

mewakilinya.

Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah

tercatat secara resmi. Adapun Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua),

helai pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada

Panitera Pengadilan dalam wilayah Kantor pencatatan Perkawinan itu berada.

Kepada suami dan isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan. Dan

di dalam Akta perkawinan memuat:

a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan

tempat kediaman suami-isteri, apabila salah seorang atau keduanya

pernah kawin, disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu.

b. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua

mereka.

c. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan.(5) Undang-

undang.

d. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang.

e. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang.

f. Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

28

g. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB bagi

anggota Angkatan Bersenjata.

h. Perjanjian perkawinan apabila ada.

i. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para

saksi, dan wali nikah bagi yang beragama Islam.

j. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman

kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa.12

Tata cara perkawinan ditentukan dalam pasal 10 dan pasal 11 pada

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, sebagai berikut:

1. Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman

kehendak oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam Pasal 5

Peraturan Pemerintah ini.

2. Tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaanya itu.

3. Dengan mengindahkan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu, perkawinan

dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang

saksi.

Disamping itu sesuai dilangsungkannya perkawinan, kemudian

dilaksanakan penandatanganan akta perkawinan sesuai peraturan sehingga

urutannya sebagai berikut:

12Hukum Online, Tata Cara perkawinan Menurut Hukum yang ada di Indonesia,

http://www.hukumonline.com/tata-cara-perkawinan-menurut-hukum-yang-di-

indoensia.html, Tanggal diakses 20 Juni 2017

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

29

1. Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan

ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai

menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh pegawai

Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku.

2. Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai, selanjutnya

ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang

menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan

menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali nikah yang

mewakilinya.

3. Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah

tercatat secara resmi.

2. Perkawinan Campuran

a. Pengertian Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 berbeda dengan perkawinan campuran yang terdapat dalam S. 1898/158.

Menurut Pasal 57 UUP pengertian perkawinan campuran adalah:

“Perkawinan antara dua orang yang ada di Indonesia tunduk pada hokum

yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak

berkewarganegaraan Indonesia.”

Apabila melihat isi pasal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

perkawinan campuran yang sekarang berlaku di Indonesia unsurnya adalah

sebagai berikut:

a. Perkawinan itu dilakukan oleh seorang pria dan seorang wanita

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

30

b. Dilakukan di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan

c. Di antara keduanya berbeda kewarganegaraan

d. Salah satu pihaknya berkewarganegaraan Indonesia.

Sedangkan perkawinan campuran menurut S. 1898/158 Pasal 1 nya menyebutkan:

“Perkawinan campuran adalah perkawinan antara orang-orang di

Indonesia tunduk kepada hukum-hukum yang berlainan.”

Kalau dibandingkan perkawinan campuran menurut pasal 57 UUP dengan

perkawinan campuran menurut S. 1898/158 adalah sebagai berikut:

1. perkawinan campuran menurut pasal 57 UU No. I/1974 ruang

lingkupnya lebih sempit karena hanya berbeda kewarganegaraan

dan salah satu pihaknya harus warga Negara Indonesia.

2. Perkawinan campuran menurut S. 1898/158 ruang lingkupnya

lebih luas karena selain berbeda kewarganegaraan juga perkawinan

dapat dilakukan karena perbedaan agama, tempat, dan golongan.

Perbedaan hukum yang ada telah menyebabkan beberapa macam

perkawinan campuran, yaitu13:

a. Perkawinan Campuran Antar Golongan (intergentiel)

Menerangkan hukum mana atau hukum apa yang berlaku, kalau

timbul perkawinan antara 2 orang, yang masing-masing sama atau

berbeda kewarganegaraannya, yang tunduk kepada peraturan

hukum yang berlainan. Misalnya WNI asal Eropa kawin dengan

orang Indonesia.

13Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta, Prestasi Pustaka

Publiser, 2006, Halaman 242.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

31

b. Perkawinan Campuran Antar Tempat (Interlocaal)

Mengatur hubungan hukum (perkawinan) antara orang-orang

Indonesia asli dari masing-masing lingkungan adat. Misalnya,

orang Minang kawin dengan orang Jawa.

c. Perkawinan Campuran Antar Tempat (Interlocaal)

Mengatur hubungan hukum (perkawinan) antara 2 orang yang

masing-masing tunduk kepada peraturan hukum agama yang

berlainan. Misal Orang Islam dengan orang Kristiani.

Berkaitan dengan status sang istri dalam perkawinan campuran, terdapat

asas, yaitu14:

a. Asas Mengikuti

Sang istri mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan

dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan berjalan.

b. Asas Persamarataan

Perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi kewarganegaraan

seseorang, dalam arti mereka masing-masing (suami dan istri)

bebas menentukan sikap dalam menentukan kewarganegaraan.

b. Tata Cara Perkawinan Campuran

Untuk melakukan perkawinan di luar Indonesia, yang bersangkutan harus

dapat membuktikan bahwa dia telah memenuhi syarat-syarat perkawinan yang

ditentukan oleh hukum yang berlaku baginya dan tidak melanggar ketentuan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dengan surat keterangan dari pejabat yang

14Ibid, hal. 244

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

32

berwenang. Surat keterangan tersebut berisi bahwa syarat-syarat perkawinan telah

terpenuhi sebagaimana UUP Nomor 1 Tahun 1974 dalam hal ini surat keterangan

dari Kantor Urusan Agama bila akan menikah di luar negeri, dan surat keterangan

dari Pejabat berwenang bagi calon pengantin berwarga negara asing (baik dari

kedutaan besar di Indonesia atau dari pejabat berwenang dinegara asal), dengan

melampirkan terjemahan dari lembaga resmi bila perkawinan itu dilakukan di

Indonesia. Jika pejabat berwenang itu menolak untuk memberikan surat

keterangan, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan dapat

memberi keputusan apakah penolakan itu beralasan atau tidak. Jika penolakan itu

diputuskan tidak beralasan maka keputusan Pengadilan itu menjadi pengganti

surat keterangan tersebut diatas.

Tata cara perkawinan campuran di atur dalam Pasal 59 ayat (2) sampai

dengan Pasal 61 ayat (1) UUP Nomor 1 Tahun 1974, yang menentukan sebagai

berikut:

1. Perkawinan campuran yang dilakukan di Indonesia dilakukan menurut

Undang-Undang Perkawinan ini.

2. Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti

bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang

relatif dipenuhi dan karena itu tidak untuk melangsungkan perkawinan

campuran, maka mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi

pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan

surat keterangan bahwa syarat-syarat telah terpenuhi.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

33

3. Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat

keterangan itu maka atas permintaan yang berkepentingan Pengadilan

memberikan keputusan dengan tidak boleh dimintakan banding

tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu

beralasan atau tidak.

4. Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan maka

keputusan itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut dalam Pasal

60 ayat (3) UUP Nomor 1 Tahun 1974.

5. Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak

mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan

dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.

6. Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.

3. Tinjauan Tentang Anak

a. Pengertian Anak

Pengertian anak secara khusus dapat diartikan menurut Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1), bahwa

dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.Anak sebagai generasi

penerus dan pengelola masa depan bangsa perlu dipersiapkan sejak dini melalui

pemenuhan hak-haknya yakni hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

34

Anak dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai

keturunan,anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil.

Selain itu,anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa

perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.15

Berikut ini uraian tentang pengertian anak menurut beberapa peraturan

perundang-undangan:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pengertian kedudukan anak dalam hukum pidana diletakkan dalam

pengertian seorang anak yang belum dewasa, sebagai orang yang

mempunyai hak-hak khusus dan perlu mendapatkan perlindungan

menurut ketentuan hukum yang berlaku. Pengertian anak dalam hukum

pidana menimbulkan aspek hukum positif terhadap proses normalisasi

anak dari perilaku menyimpang untuk membentuk kepribadian dan

tanggung jawab yang pada akhirnya anak tersebut berhak atas

kesejahteraan yang layak.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum.

Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “ Anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan”.

15Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1988,

Halaman 30.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

35

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak

Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak

korban adalah anak yang belum berumjur 18 (delapan belas) tahun yang

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang

disebabkan oleh tindak pidana.

4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia, terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum.

Pasal 1 angka 5 menyebutkan “ anak adalah setiap manusia yang

berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk

anak yang masih ada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi

kepentingannya”.

5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979

tentang kesejahteraan anak, terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum.

Pasal 1 angka 2 menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum

mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.

b. Hubungan Orangtua Dengan Anak

Orang tua mempunyai kekuasaan tertentu atas anaknya. Kedua orang tua

mernpunyai kewajiban untuk metnelihara dan mendidik anaknya sebaik mungkin

sampai anak tersebut kawin atau dianggap dapat berdiri sendiri. Begitu pula

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

36

sebaliknya, anak harus menghormati dan mentaati kehendak orang tuanya. Orang

tua juga wajib memberi nafkah kepada anak-anaknya.

Anak yang lahir dari hasil perkawinan campuran dan terdaftar sebagai

WNA, umumnya akan mengalami kesulitan ketika ayahnya yang WNA bercerai

dengan ibunya yang WNI karena Pengadilan dari suami yang berkewarganegaraan

lain akan menyerahkan tanggung jawab pengasuhan kepada ayahnya. Begitu pula

ketika ayahnya meninggal, status anak tetap saja mengikuti kewarganegaraan

ayahnya sampai anak tersebut dewasa untuk menentukan kewarganegaraannnya

sendiri. Hal ini tentu saja akan membuat kondisi arak dan ibunya dalam keadaan

yang sulit.

Hubungan orang tua dan anak ini termasuk dalam bidang onderlijke macht

atau kekuasaan orang tua. Di Indonesia, hubungan kedua orang tua dan anak

ditentukan oleh hukum sang ayah. Status anak sendiri dibagi dalam 2 bagian,

yaitu16:

1. Anak yang sah, yaitu anak yang lahir dalam perkawinan orang

tua.

2. Anak tidak sah, dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu anak yang

lahir dari hubungan incest, anak yang lahir dari perzinahan, dan

anak yang lahir di luar nikah.

16Purnadi Purbacaraka, Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata International

Suatu Orientasi, (Jakarta, Raja Grafindo Persada 1997), Halaman 41.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

37

c. Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpatisipasi,

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat 2). Perlindungan anak di Indonesia

berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia

Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materiil spiritual

berdasarkan pancasila dan Undang-Undang 1945.17 Upaya-upaya perlindungan

anak harus dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal

bagi pembangunan bangsa dan negara.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat,

pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara

terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yaitu sejak

dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meletakkan

kewajiban memberikan perlindungan kepada anak

berdasarkan asas-asas yaitu:

a. Nondiskriminasi;

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;

17Nashriana, Perlindungan Hukum bagi Anak di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, 2011,

halaman.1.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

38

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Upaya perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga

perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi

kemasyarakatan, organisasi sosial, media massa, atau lembaga pendidikan. Jadi,

demi pengembangan manusia seutuhnya dan peradaban setiap orang wajib

mengusahakan perlindungan anak sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan

dirinya. Setiap anak memiliki hak untuk melaksanakan kewajibannya untuk

memperjuangkan kelangsungan hidupnya, tumbuh kemban dirinya, dan

perlindungan bagi dirinya.

4. Kewarganegaraan

a. Pengertian Tentang Kewarganegaraan

Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling sering dan kadang-

kadang hubungan satu-satunya antara seorang individu dan suatu negara yang

menjamin diberikannya hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu itu pada

hukum internasional. Kewarganegaraan dapat sebagai etudes keanggotaan

kolektivitas individu-individu di mana tindakan, keputusan dan kebijakan mereka

diakui Melalui konsep hukum negara yang mewakili individ- individu itu.18

Kewarganegaraan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang

Kewarganegaraan Nomor 12 tahun 2006 adalah segala ihwal yang berhubungan

dengan warga negara. Hak atas kewarganegaraan sangat penting artinya karena

merupakan bentuk pengakuan asasi suatu negara terhadap warga negaranya.

18J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesembilan, Jakarta, Aksara

Persada, 1989, Halaman 125.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

39

Adanya status kewarganegaraan ini akan memberikan kedudukan khusus bagi

seorang Warga Negara terhadap negaranya di mana mempunyai hak dan

kewajiban yang bersifat timbal balik dengan negaranya. Indonesia telah

memberikan perlindungan hak anak atas kewarganegaraan yang dicantumkan

dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di

mana disebutkan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri

dan status kewarganegaraan.

Dengan adanya hak atas kewarganegaraan anak maka Negara mempunyai

kewajiban untuk melindungi anak sebagai Warga Negaranya dan juga

berkewajiban untuk menjamin pendidikan dan perlindungan hak-hak anak lainnya

Semula, untuk menentukan kewarganegaraan seseorang didasarkan atas 2 asas,

yaitu :

1. Asas Tempat Kelahiran (ius Soli), yaitu asas yang menetapkan

kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahirannya. Asas ini

dianut oleh negara-negara migrasi seperti USA, Australia, dan Kanada.

Untuk sementara waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan

lahirnya anak-anak dari para imigran di negara tersebut maka putuslah

hubungan dengan negara asal. Namun dalam perjalanannya, banyak

negara yang meninggalkan asas ias soli, seperti Belanda, Belgia dan

lain-lain.

2. Asas Keturunan (Ius Sanguinis), yaitu asas yang menetapkan

kewarganegaraan seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang

tuanya (keturunannya) tanpa mengindahkan di mana dilahirkan. Asas

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

40

ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan seperti Eropa

Kontinental dan Cina.

Keuntungan dari asas ius sanguinis adalah19:

1. Akan memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara.

2. Tidak akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara

yang lain.

3. Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme.

4. Bagi negara daratan seperti Cina, yang tidak menetap pada suatu negara

tertentu, tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir

di tempat lain (negara tetangga).

b. Status Kewarganegaraan Anak Menurut Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Dalam Pasal 4 UUP Nomor 12 Tahun 2006, dijelaskan bahwa: “Warga

Negara Indonesia” adalah :

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perUndang-Undangan dan

atau berdasarkan perjanjian Pemerintah RI dengan negara lain sebelum

Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia.

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu

Warga Negara Indonesia.

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga

Negara Indonesia dan ibu Warga Negara Asing.

19Titik Triwulan Tutik, Op.cit, Halaman 234

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

41

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga

Negara Asing dan ibu Warga Negara Indonesia.

e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang seorang ibu

Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai

kewarganegaraan atau hukum Negara asal ayahnya tidak memberikan

kewarganegaraan kepada anak tersebut.

f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah

ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya

Warga Negara Indonesia.

g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga

Negara Indonesia.

h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga

Negara Asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia

sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut

berusia 18 (delapan belas) tahun saat belum kawin. i. Anak yang lahir di

wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu tidak jelas status

kewarganegaraan ayah dan ibunya.

j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik

Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui. k. Anak yang lahir di

wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak

mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.

l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari

seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

42

dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan

kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.

m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan

kewarganegaraan dari ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum

mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Dalam Pasal 5 sampai Pasal 6 UUP Nomor 12 Tahun 2006, dijelaskan

status kewarganegaraan anak tersebut, yaitu:

Pasal 5

(1) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum

berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya

yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

(2) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat

secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan

pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

Pasal 6

(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan Pasal

5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas)

tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu

kewarganegaraannya.

(2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan

dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkawinan a. Pengertian …repository.untag-sby.ac.id/1709/2/Bab II.pdf · 15 Sedangkan didalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis

43

(3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18

(delapan belas) tahun atau sudah kawin.