bab ii tinjauan konsep dan teori a....

26
7 BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri (Udjianti, 2011). Secara umum hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Ruhyanudin, 2007). Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg (Baradero, Wilfrid & Siswadi, 2008). Ada dua macam hipertensi, yaitu hipertensi esensial (primer) dan sekunder. Sembilan puluh persen dari semua kasus hipertensi adalah hipertensi primer. Tidak ada penyebab yang jelas tentang hipertensi primer, sekalipun ada beberapa teori yang menunjukkan adanya faktor-faktor genetik, perubahan hormone, dan perubahan simpatis. Hipertensi sekunder adalah akibat dari penyakit atau gangguan tertentu (Ruhyanudin, 2007). Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontaksi (sistolik), angka

Upload: hoangdiep

Post on 02-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN KONSEP DAN TEORI

A. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari

suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi

arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan

dinding arteri (Udjianti, 2011). Secara umum hipertensi merupakan suatu

keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri

menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan

jantung dan kerusakan ginjal (Ruhyanudin, 2007).

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah peningkatan tekanan darah

sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg (Baradero,

Wilfrid & Siswadi, 2008). Ada dua macam hipertensi, yaitu hipertensi

esensial (primer) dan sekunder. Sembilan puluh persen dari semua kasus

hipertensi adalah hipertensi primer. Tidak ada penyebab yang jelas tentang

hipertensi primer, sekalipun ada beberapa teori yang menunjukkan adanya

faktor-faktor genetik, perubahan hormone, dan perubahan simpatis.

Hipertensi sekunder adalah akibat dari penyakit atau gangguan tertentu

(Ruhyanudin, 2007).

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka

yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontaksi (sistolik), angka

8

yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).

Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan

diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan

puluh (Ruhyanudin, 2007).

Dikatakan tekanan darah tingggi jika pada saat duduk tekanan

sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90

mmHg atau lebih, atau keduanya. Hipertensi yang sangat parah yang bila

tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan disebut

hipertensi maligna. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan

tekanan sistolik dan diastolik. Tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya

berdasarkan satu pengukuran. Jika pada pengukuran pertama menberikan

hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur

sebanyak dua kali pada waktu dua hari berikutnya untuk meyakinkan

adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya

tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya

hipertensi (Ruhyanudin, 2007).

2. Etiologi

a. Penggunaan kontasepsi hormonal

Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan

hipertensi melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume

expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal

kembali setelah beberapa bulan (Udjianti, 2011).

9

b. Penyakit parenkim dan vascular ginjal

Hipertensi renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu

atau lebih arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal.

Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan

oleh aterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal

jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi,

inflamasi dan perubahan struktur serta fungsi ginjal (Udjianti, 2011).

c. Gangguan endokrin

Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat

menyebabkan hipertensi. Adrenal-mediated hypertension disebabkan

kelebihan primer aldosteron, kortisol dan katekolamin. Pada

aldosteronisme primer biasanya timbul dari benign adenoma korteks

adrenal. Pheochromocytomas pada medulla adrenal yang paling umum

dan meningkatkan sekresi katekolamin yan berlebihan. Pada Sindrom

Cushing, kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal.

Sindrom Cushing’s mungkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikol

atau adenoma adrenokortikol (Udjianti, 2011).

d. Coarctation aorta

Merupakan penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi

beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan

menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan

peningkatan tekanan darah di atass area konstriksi (Udjianti, 2011).

e. Neurogenik

Tumor otak, encephalitis dan gangguan psikiatrik.

10

f. Kehamilan

g. Luka bakar

h. Peningkatan volume intravascular

i. Merokok

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut janjtung dan menyebabkan vasokonstriksi. Pada

akhirnya meningkatkan tekanan darah (Udjianti, 2011).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi

Menurut (Sunanto, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi

adalah sebagai berikut:

1) Faktor yang dapat dirubah

a. Obesitas

Merupakan ciri khas penderita hipertensi, walaupun belum

diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,

namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume

darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada

dengan berat badan normal. Memang tidak semua penderita hipertensi

berbadan gemuk, orang kurus pun tidak tertutup kemungkinan

terserang hipertensi. Kenyataannya orang gemuk menjadi peluang

terkena hipertensi lebih besar.

b. Asupan garam

Seseorang yang terlalu berlebihan mengkomsumsi garam

(Nacl) yang berlebih dapat menahan air (retensi) sehingga

11

meningkatkan jumlah volume darah, akibatnya jantung harus bekerja

keras dan tekanan darah menjadi naik.

c. Makanan dan gaya hidup

Tekanan darah tinggi erat kaitannya dengan gaya hidup dan

makanan. Sebagian faktor gaya hidup yang menyebabkan hipertensi,

antara lain konsumsi kopi berlebihan, minum alkohol, kurang

olahraga, stres, dan merokok. Faktor makanan mencakup: kegemukan,

konsumsi rendah garam, konsumsi garam yang berlebihan, tingginya

asupan lemak.

2) Faktor yang tidak dapat dirubah

a. Keturunan (genetik)

Seseorang yang memiliki riwayat keturunan penderita

hipertensi memiliki peluang lebih besar terkena hipertensi dari pada

orang yang tidak memiliki riwayat keturunan. Gen yang dibawa dari

riwayat keturunan sedarah sangat besar pengaruhnya terhadap

penyakit ini, meskipun penyakit hipertensi tidak identik penyakit

turunan.

b. Usia (umur)

Usia (umur) sering disebut bahwa hipertensi salah satu

penyakit degenerative, yaitu penyakit karena usia. Semakin

bertambahnya usia seseorang, maka akan semakin menurun dengan

produktivitas organ tubuh seseorang.

12

4. Patofisiologi

Gambar 1.1

Kontrol reflex baroreseptor reaksi cepat terhadap

Perubahan tekanan darah

A. Respons pengaturan pada saat tekanan darah meningkatB. Respons pengaturan pada saat tekanan darah rendah

Pengaturan tekanan arteri meliputi kontol system saraf yang

kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam

mempengaruhi curah jantung dan tahanan vascular perifer. Hal lain yang

ikut dalam pengaturan tekanan darah adalah reflex baroreseptor dengan

mekanisme di bawah ini. Curah jantung ditentukan oleh diameter arteriol.

13

Bila diameternya menurun (vasokonstriksi), tahanan perifer meningkat. Bila

diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun

(Muttaqin, 2009).

Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroreseptor pada

sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat

saraf simpatis di medulla oblongata. Impuls tersebut akan menghambat

stimulasi sistem saraf simpatis. Bila tekanan arteri meningkat ( Gambar 1.1

A), maka ujung-ujung baroreseptor akan teregang dan memberikan respons

terhadap penghambat pusat simpatis, dengan respons terjadinya pusat

akselerasi gerak jantung dihambat. Sebaliknya, hal ini akan menstimulasi

pusat penghambat penggerak jantung yang bermanifestai pada penurunan

curah jantung. Hal lain dari pengaruh stimulasi baroreseptor adalah

dihambatnya pusat vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi. Gabungan

vasodilatasi dan penurunan curah jantung akan menyebabkan terjadinya

penurunan tekanan darah. Sebaliknya, pada saat tekanan darah turun

(Gambar 1.1 B), maka respons reaksi cepat untuk melakukan proses

homeostasis tekanan darah supaya berada dalam kisaran normal (Muttaqin,

2009).

14

Gambar 1.2

Respons reaksi jangka panjang dari adanya peningkatan tekanan daraholeh faktor ginjal

Mekanisme lain mempunyai reaksi jangka panjang dari adanya

peningkatan tekanan darah oleh faktor ginjal (Gambar 1.2). Renin yang

dilepaskan oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun akan

mengakibatkan terbentuknya angiotensin I, yang akan berubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan

mengakibatkan kontraksi langsung arteriol sehinga terjadi peningkatan

15

resistensi perifer (TPR) yang secara tidak langsung juga merangsang

pelepasan aldosteron, sehingga terjadi resistensi natrium dan air dalam

ginjal serta menstimulasi perasaan haus. Pengaruh ginjal lainnya adalah

pelepasan eritopoetin yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah

merah. Manifestasi dari ginjal secara keseluruhan akan menyebabkan

peningkatan volume darah dan peningkatan tekanan darah secara simultan

(Muttaqin, 2009).

Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan konstriksi

arteriol, tahanan perifer total meningkat dan tekanan arteri rata-rata juga

meningkat. Dalam menghadapi gangguan menetap, curah jantung harus

ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan sistem. Hal tersebut

diperlukan untuk mengatasi tahanan, sehingga pemberian oksigen dan

nutrient ke sel serta pembuangan produk sampah sel tetap terpelihara. Untuk

meningkatkan curah jantung, system saraf simpatis akan merangsang

jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan volume sekuncup

dengan cara membuat vasokonstiksi selektif pada organ perifer, sehingga

darah yang kembali ke jantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi

kronis, baroreseptor akan terpasang dengan level yang lebih tinggi dan akan

merespons meskipun level yang baru tersebut sebenarnya normal (Muttaqin,

2009).

Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompesasi. Namun,

proses adaptif tersebut membuka jalan dengan memberikan pembebanan

pada jantung. Pada saat yang sama, terjadilah perubahan degeneratif pada

arteriol yang menanggung tekanan tinggi terus-menerus. Perubahan tersebut

16

terjadi dalam seluruh organ tubuh, termasuk jantung akibat berkurangnya

pasokan darah ke miokardium. Untuk memompa darah, jantung harus

bekerja keras guna mengatasi tekanan balik muara aorta. Akibat beban kerja

ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertrofi atau membesar. Terjadilah

dilatasi dan pembesaran jantung. Kedua perubahan struktural tersebut

bersifat adaptif, keduanya meningkatkan isi sekuncup jantung. Pada saat

istirahat, respons kompensasi tersebut mungkin memadai, namun dalam

keadaan pembebanan jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh,

orang tersebut menjadi cepat lelah dan napasnya pendek (Muttaqin, 2009).

5. Klasifikasi hipertensi

Tabel 2.1Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa

Menurut JNC (Joint National Committee)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal

Normal Tinggi

Stadium 1

(hipertensi ringan)

Stadium 2

(hipertensi sedang)

Stadium 3

(hipertensi berat)

Stadium 4

(hipertensi sangat berat)

˃ 130 mmHg

130-139 mmHg

140-159 mmHg

160-179 mmHg

180-209 mmHg

˃ 210 mmHg

˃ 85 mmHg

85-89 mmHg

90-99 mmHg

100-109 mmHg

110-119 mmHg

˃ 120 mmHg

17

6. Manifestasi klinis

Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun

selain tekanan darah tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada

retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan

pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil ( edema pada diskus

optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala

sampai bertahun-tahun. Gejala yang muncul yaitu:

a. Kerusakan Vaskuler

b. Penyakit arteri koroner dengan angina

c. Hipertrofi ventikel kiri

d. Gagal jantung kiri

e. Perubahan patologis pada ginjal

(Smeltzer & Bare, 2013)

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien hipertensi menurut (Baradero, Wilfrid,

Siswadi, 2008) yaitu:

a. Obat-obatan

Terapi dengan mengguanakan obat adalah pengobatan utama

untuk hipertensi esensial. Pada umumnya, pemakaian obat dimulai denan

satu macam obat dalam dosis yang rendah dan diberikan satu kali tiap

hari untuk mempermudah kepatuhan pasien.

18

b. Modifikasi pola hidup

Sangat dianjurkan agar pasien dapat memodifikasi pola hidupnya

agar pengobatannya menjadi lebih efektif. Dua pola hidup sangat perlu

disesuaikan adalah kebiasaan merokok dan stress.

c. Pembedahan

Pembedahan tidak digunakan untuk pengobatan hipertensi

esensial, tetapi dapat bermanfaat untuk hipertensi sekunder, seperti tumor

adrenal, feokromositoma yang sangat banyak mengeluarkan

katekolamin-epinefrin dan norepinefrin, atau pembedahan ginjal.

d. Diet

Diet adalah pola hidup yang perlu dimodifikasi.

a) Mengurangi garam dalam makanan

b) Menurunkan berat badan bagi yang obesitas.

c) Tidak mengonsumsi lemak jenuh untuk mengurangi risiko penyakit

jantung.

d) Mengurangi konsumsi alcohol

e. Aktivitas

Gerak badan aerobik secara teratur dianjurkan karena dapat

membantu mengurangi berat badan dan risiko penyakit jantung.

B. Konsep Terapi Bekam

1. Pengertian Bekam Sinergi

Bekam Sinergi adalah sebuah metode penanganan penyakit yang

melibatkan penarikan energi dan darah ke permukaan kulit menggunakan

ruang hampa udara (vakum) yang tercipta di dalam gelas atau kop dengan

19

mempertimbangkan kekuatan 7 materi dasar dan 6 patogen eksternal yang

harus dikeluarkan dari dalam tubuh. 7 materi dasar yaitu energi, darah,

cairan tubuh yang jernih, cairan tubuh yang keruh, materi dasar yang

diturunkan orang tua kepada anaknya, yin dan yang. Sedangkan 6 patogen

terdiri atas angin, panas, dingin, kering, lembab dan api (Ali, 2012).

2. Jenis Bekam

Bekam ada 3 jenis menurut (Ali, 2012) yaitu:

a. Bekam Basah

Bekam basah adalah proses pembekaman dengan melakukan

sayatan untuk mengeluarkan darah yang ada di kapiler epidermis.

Bekam basah merupakan teknik mengeluarkan pathogen angin, panas

dan api serta darah statis.

b. Bekam Kering

Bekam kering adalah pengekopan dengan pompa tanpa

mengeluarkan darah. Bekam kering akan mengeluarkan patogen angin ,

panas dan api. Bekam kering kering akan membantu mengeluarkan

patogen angin dan menurunkan panas. Bekam kering tidak

mengeluarkan darah tetapi mengeluarkan energi. Maka diperlukan

kehati-hatian bagi orang dengan kondisi energi yang lemah.

c. Bekam Api

Bekam api adalah proses pembekaman dengan bantuan api

sebagai media pembuatan ruang hampa udara dalam gelas vakum.

Manfaat bekam api adalah untuk menghangatkan meridian,

menyegarkan energi dan sirkulasi darah, membuang lembab dan dingin,

20

mengusir stagnasi darah yang disebabkan pathogen dingin atau

lemahnya energi, bengkak dan nyeri. Bekam api akan mengeluargkan

patogen angin, dingin dan lembab yang tidak bisa dikeluarkan dengan

bekam basah dan bekam kering.

3. Mekanisme Kerja Bekam

Dalam kedokteran tradisional dijelaskan bahwa dibawah kulit, otot,

maupun fascia terdapat satu poin atau titik yang mempunyai sifat

istimewa. Antara poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan

membujur dan melintang, membentuk jaring-jaring atau jala. Jala ini dapat

disamakan dengan meredian. Kelainan yang terjadi pada satu poin, dapat

ditularkan dan mempengaruhi poin yang lainnya. Sebaliknya, pengobatan

pada satu poin akan menyembuhkan poin lainnya. Teori ini dapat

menjelaskan bahwa seseorang yang sakit matanya tidak perlu dibekam di

daerah kepala atau sekitar tengkuk (Ali, 2012).

Peningkatan tekanan darah oleh faktor ginjal. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan

rennin. Renin meransang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah

dengan mengakibatkan kontaksi langsung arteriol sehingga terjadi

peningkatan resistensi perifer (TPR) yang secara tidak langsung juga

merangsang pelepasan aldosteron, sehingga terjadi retensi natrium dan air

dalam ginjal serta menstimulasi perasaan haus. Hal tersebut akan

menyebabkan peningkatan volume darah dan peningkatan tekanan darah

(Muttaqin, 2009).

21

Pembekaman yang dilakukan dengan dengan memberikan usaha

perusakan permukaan kulit dan jaringan bawah kulit memberikan efek

menormalkan darah (Nilawati, Krisnatuti, Mahendra, & Djing, 2008).

Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin,

histamin, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain yang

belum diketahui. Zat-zat inilah yang menyebabkan terjadinya dilatasi

kapiler dan arteriol, serta flare reaction pada daerah yang dibekam (Ali,

2012). Hal itu menyebabkan terjadinya perbaikan homeostasis pada sistem

sirkulasi darah. Hemostasis tersebut akan menormalkan tekanan darah dan

volume darah (Muttaqin, 2009).

4. Manfaat Setelah Melakukan Terapi Bekam

a. Menurunkan tekanan darah

Pada saat dilakukan pembekaman terjadi kerusakan kulit yang

dapat mengeluarkan beberapa zat seperti serotonin, histamin,

bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain yan belum

diketahui. Zat-zat inilah yang menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler

dan arteriol, serta flare reaction pada daerah yang dibekam. Dilatasi

kapiler juga dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman.

Ini menyebabkan terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah.

Akibatnya timbul efek relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta

akibat vasodilatasi umum akan menurukan tekanan darah secara stabil

(Ali, 2012). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Jansen,

Karim & Misrawati tentang “Efektifitas terapi bekam terhadap

penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi primer”, yaitu

22

dalam waktu 30 menit setelah dilakukan terapi bekam basah akan

terjadi penurunan tekanan darah.

b. Menstabilkan permeabilitas sel

Kerusakan kulit yang dilakukan saat pembekaman akan

melepaskan corticotrophin releasing factor (CRF), serta releasing

factors lainnya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan

terbentuknya ACTH, corticotrophin, dan corticostreroid. Corticosteroid

ini mempunyai efek menyembuhkan peradangan serta menstabilkan

permeabilitas sel (Ali, 2012).

c. Meningkatkan kekebalan tubuh

Golongan histamin yang dikeluarkan akibat perusakan kulit

pada saat pembekaman akan mempunyai manfaat dalam proses reparasi

(perbaikan) sel dan jaringan yang rusak, serta memacu pembentukan

reticulo endothelial cell, yang akan meningkatkan daya resistensi (daya

tahan) dan imunitas (kekebalan) tubuh (Ali, 2012).

5. Teknik Bekam Untuk Menurunkan Tekanan Darah

Teknik bekam menurut (Ali, 2012) yaitu:

a. Persiapan pra bekam

Mempersiapkan alat yaitu cupping set, cupping Fire, pisau

bedah, gagang pisau, minyak zaitun, kasa steril, hand scoon, baskom,

cawan darah, alat cukur, gunting rambut, tensi darah, stetoskop, masker,

bak sampah medis, bak sampah non medis.

b. Persiapan Pasien

a) Pasien dalam keadaan rileks, nyaman dan tidak tegang.

23

b) Pasien dalam keadaan tidak terlalu kenyang.

c) Pastikan pasien tidak dalam keadaan mengonsumsi pengencer darah

(aspirin, aspilet dan herbal pengencer darah seperti mengkudu).

d) Pasien harus menceritakan keadaan penyakit yang diderita.

c. Persiapan pembekaman

a) Berwudhu sebelum membekam

b) Awali pembekaman dengan berdo’a

c) Pembekam harus dalam kondisi yang sehat, dikhawatirkan jika

kondisi tubuh lemah bias terserang pathogen dari pasien.

d. Teknik bekam basah

a) Lakukan pembekaman pada titik sunnah yaitu: al kaahil, ummu

mughit, al katifain, al akhdain, ‘ala wari, dhohril qodami dan yang

lainnya.

b) Sebelum pembekaman lakukan relaksasi dengan dipijat.

c) Pasang kop pada titik bekam kemudian divakum.

d) Setelah 5 menit pemvakuman, dilanjutkan dengan penyayatan

menggunakan Surgical blade. Formasi 3-4-4-3 arah vertikal kecuali

daerah al katifain dilakukan penyayatan dengan arah horizontal.

e) Selesai penyayatan, vakum area yang telah disayat.

f) Setelah 3-5 menit divakum, kop dibuka. Bersihkan darah dengan

kapas atau kasa steril. Kapas atau kasa steril berisi resapan darah

dibuang pada tempat sampah khusus sampah medis.

g) Ulangi pengekopan tanpa penyayatan ulang sampai keluar cairan

bening (plasma) pada lokasi yang disayat.

24

h) Bersihkan bekas sayatan dengan kemudian berikan minyak zaitun

atau habbatussauda, kemudian dibersihkan.

i) Pasien dipersilahkan memakai pakaiannya.

C. Pengkajian

1. Pengukuran Tekanan Darah

Dilakukan untuk mendeteksi tekanan darah dengan intevral yang sering

dan kemudian dilanjutkan dengan interval dengan jadwal yang rutin

(Smeltzer &Bare, 2013).

2. Riwayat

Riwayat yang lengkap harus diperoleh untuk mengkaji gejala yang

menunjukkan apakah system tubuh lainnya telah terpengaruh oleh

hipertensi. Meliputi tanda seperti :

a. Perdarahan hidung

b. Nyeri angina

c. Napas pendek

d. Perubahan tajam pandang

e. Vertigo

f. Sakit kepala (Nokturia)

(Smeltzer & Bare, 2013)

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan kecepatan, irama dan

karakter denyut apikal dan perifer untuk mendeteksi efek hipertensi

terhadap jantung dan pembuluh darah perifer (Smeltzer &Bare, 2013).

25

Pemeriksaan fisik menurut (Doenges, 2007) yaitu:

a. Aktivitas atau istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea.

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,

dan penyakit serebrovaskuler. Dijumpai pula episode

palpitasi serta perspirasi.

Tanda : Kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dari kenaikan

tekanan darah diperlukan untuk menegakkan diagnostik).

Hipotensi postural mungkin berhubungan dengan regimen

obat.

Nadi : Denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan

denyut seperti denyut femoral melambat sebagai

kompensasi denyutan radialis atau brakhialis, denyut

(popliteal, tibialis posterior, dan pedalis) tidak teraba atau

lemah.

Denyut apical : PMI kemungkinan bergeser atau sangat kuat.

Frekuensi/irama : Takikardia, sebagai disritmia.

Bunyi jantung : Terdengar S2 pada dasar, S3 (CHF dini), S4

(pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri).

Murmur stenosis valvular.

26

Desiran vaskular terdengar diatas karotis, femoralis, atau epigastrium

(stenosis arteri).

DVJ (distensi vena jugularis dan kongesti vena).

Ekstremitas : Perubahan warna kulit. Suhu dingin (vasokontriksi

periver), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokontriksi).

c. Integritas ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euporia,

atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan

serebral).

Faktor-faktor stres meliputi (hubungan, keuangan yang

berkaitan dengan pekerjaan).

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu

perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan empati, otot

muka tegang (khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat,

pernapasan menghela, dan peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti

infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).

e. Makanan/cairan

Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi

garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang

digoreng, keju, telur), gula-gula yang berwarna hitam, dan

kandungan tinggi kalori.

- Mual dan muntah.

27

- Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/turun).

- Riwayat penggunaan obat diuretik.

Tanda : Berat badan normal atau obesitas.

Adanya edema (mungkin umum atau tertentu), kongesti vena,

DVJ, dan glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah

diabetik).

f. Neurosensori

Gejala : Keluhan pening/pusing.

Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan

menghilang secara spontan setelah beberapa jam).

g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : Angina (penyakit arteri koroner atau keterlibatan jantung).

Nyeri hilang timbul pada tungkai atau klaudikasi (indikasi

arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah).

Sakit kepala oksipital berat, seperti yang pernah terjadi

sebelumnya.

Nyeri abdomen atau massa.

h. Pernapasan

Secara umum gangguan ini berhubungan dengan efek kardiopulmonal

tahap lanjut dari hipertensi menetap atau berat.

Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja.

Takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal.

Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum.

Riwayat merokok.

28

Tanda : Distres respirasi atau penggunaan otot aksesori pernafasan.

Bunyi napas tambahan (krakles/mengi), sianosis.

i. Keamanan

Keluhan : Gangguan koordinasi atau cara belajar.

Gejala : Episode parestesia unilateral transient.

Hipotensi potural.

j. Pembelajaran atau penyuluhan

Gejala :Faktor-faktor resiko keluarga seperti hipertensi, aterosklerosis,

penyakit jantung, diabetes mellitus, dan penyakit

serebrovaskular atau ginjal.

Penggunaan pil KB atau hormon lain dan penggunaan obat

atau alkohol.

D. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien hipertensi menurut (Doenges, 2007)

sebagai berikut:

1. Nyeri akut (sakit kepala) yang berhubungan dengan peningkatan tekanan

vaskuler serebral.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

3. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload vasokonstriksi.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya produksi

ADH dan retensi natrium/air.

5. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan

penurunan/penghentian aliran darah.

29

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema

7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya

informasi.

E. INTERVENSI

Intervensi pada pasien hipertensi menurut (Doenges, 2007) sebagai berikut:

1. Nyeri akut (sakit kepala) yang berhubungan dengan peningkatan tekanan

vaskuler serebral.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.

Kriteria hasil : - klien melaporkan nyeri berkurang

Intervensi :

a. Kaji skala nyeri

b. Anjurkan tirah baring selama fase akut.

c. Berikan tindakan non farmakologis salah satunya bekam basah

d. Anjurkan untuk mengurangi aktivitas yang dapat meningkatkan sakit

kepala.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat melakukan

aktivitas sesuai tingkat kemampuan.

Kriteria hasil : - klien dapat melakukan aktivitas ringan.

Intervensi:

a. Kaji tingkat kemampuan klien melakukan aktivitas.

b. Motivasi klien untuk melakukan aktivitas ringan

c. Ajari klien tentan teknik penghematan energi

d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

30

3. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload vasokonstriksi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan

curah jantung

Kriteria hasil : Tekanan darah dalam rentang normal

Intervensi:

a. Pantau tekanan darah

b. Catat denyut nadi sentral dan perifer

c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas

d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan waktu pengisisan kapiler

e. Pertahankan pembatasan aktivitas

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya produksi

ADH dan retensi natrium/air.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan seimbang

Kriteria hasil :

- Berat badan stabil

- Tidak ada edema

Intervensi :

- Pantau tanda vital

- Pantau input dan out put

- Pantau CVP

- Timbang berat badan

- Auskultasi bunyi nafas

31

5. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan

penurunan/penghentian aliran darah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi

perubahan perfusi jaringan.

Kriteria Hasil :

- Keseimbangan pemasukan/pengeluaran, tak ada

edema.

- Ektremitas hangat, teraba nadi perifer.

Intervensi :

- Pantau tanda vital

- Kaji CRT

- Kaji nadi perifer

- Kaji tanda homan, eritema, edema

- Pantau data laboratorium (GDA, BUN, kreatinin dan

elektrolit

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi

kerusakan intregitas kulit.

Kriteria Hasil :

- Tidak terjadi edema

- Tidak terjadi kerusaka intregitas kulit

Intervensi :

- Kaji ada tidaknya edema

32

- Ganti posisi tiap 2 jam

- Berikan perawatan kulit

7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya

informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan

pasien tentang penyakit bertambah.

Kriteria Hasil :

- Klien mampu menjelaskan pengertian hipertensi

- Klien mampu menjelaskan penyebab hipertensi

- Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan hipertensi

Intervensi :

- Kaji pengetahuan klien tentang hipertensi

- Beri pendidikan kesehatan tentang hipertensi

- Kaji kembali pengetahuan klien tentang hipertensi

- Beri reinforcement positif untuk klien