bab ii studi kepustakaan 2.1 kebijakan publik sebelum
TRANSCRIPT
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Kebijakan Publik
Sebelum menjelaskan tentangi kebijakan kependudukan terlebih dahulu harus
dimengerti apa yang dimaksud dengan kebijakan publik, dan bagaiman untuk
mengimplementasikannya. Dari berbagai pustaka sebagai public policy, yang
dipahami Suatu aturan yang mengatur kehidupan yang harus di taati dan berlaku
mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaranya diberi sanksi sesuai dengan bobot
pelanggaranya yang dilakukan dan sanksi yang dijatuhkan di depan masyarakat oleh
lembaga yang menjatuhkan sanksi(Nugroho:2004:3).
Menurut wicaksono kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukanSedangkan menurut Dunn Kebijakan
publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan – pilihan kolektif yang
saling ketergantungan yang kompleks dari pilihan – pilihan kolektif yang saling
ketergantungan, termasuk keputusan – keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat
oleh badan atau kantor pemerintahan (Dunn:2003:24)10 Penggunaan istilah kebijakan
dalam penegertian modern diantaranya (wicaksono:2006:53) :
1. Sebagai label penggunaan aktivitas, Contoh : Statement umum Pemerintah
tentang kebijakan ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan
ketertiban.
Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas Negara yang diharapkan. Contoh
: untuk menciptakan lapangan pekerjaan seluas mungkin atau pengembangan
demokrasi melalui desentralisasi.
3. Sebagai proposal spesifik, Contoh : membatasi pemegang lahan hingga 10
hektar atau menggratiskan pendidikan.
4. Sebagai keputusan Pemerintah, Contoh : Keputusan kebijakan sebagaimana di
putuskan DPR dan Presiden.
5. Sebagai otoritas formal, Contoh : tindakan yang diambil oleh parlemen atau
lembaga – lembaga membuat kebijakan.
6. Sebagai sebuah program, Contoh : Sebagai ruang aktivitas Pemerintah yang
sudah di definisikan, sebagai program reformasi agrarian atau program
peningkatan kesehatan perempuan.
7. Sebagai Output, Contoh : apa yang secara aktual telah disediakan, seperti
sejumlah lahan yang didistribusikan dalam program reformasi agrarian dan
jumlah penyewa yang terkena dampaknya.
8. Sebagai hasil, Contoh : apa yang secara aktual tercapai seperti dampak
tercapai pendapat petani dan standar hidup petani agrarian dari program
reformasi agrarian.
9. Sebagai teori atau model, Contoh : apabila kamu melakukan X maka akan
terjadi Y, missal apabila kita menngkatkan insentif kepada industry
manufaktur, maka output industry akan berkembang.
Universitas Sumatera Utara
10. Sebagai sebuah proses, Contoh : sebagai sebuah proses yang di mulai dengan
issue lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di(setting), pengambilan sebuah
keputusan untuk implementasi dan evaluasi.
Adapun kebijakan dari pemerintah melalui kementerian dalam negeri
berdsarkan UU No23 tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan, Peraturan
Presiden No.35 Tahun 2010 tentang penerapan KTP berbasis Nomor Induk
Kependudukan atas peraturan presiden No.26 tahun 2009 adalah bentuk kebijakan
publik yang dilakukan oleh pemerintah pusat yang untuk selanjutnya dilaksanakan
oleh pemerintah daerah. Termasuk yang telah dilaksanakan Kecamatan Medan
Sunggal, Tujuan pembentukan presiden tersebut sebagai ketentuan, tatacara, dan
landasan hukum dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program e-
KTP di setiap daerah. Suatu kebijakan dibuat baik dengan upaya memajukan fungsi
KTP yang berbasis Komputer dan kemajuan teknologi.
2.1.1 Kebijakan
Makna kebijakan dalam dalam bahasa inggris modern adalah “A Courseof
action or plan,a set off political purposes as possed to administration”(seperangkat
aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna
administrasi) (wicaksono:2006:53). Berbeda pada pandangan dunn, beliau
mendifinisikan kata kebijakan dari asal katanya. Secara etimologis, istilah policy
(Kebijakan) berasal dari kata yunani, sanksekerta dan latin, akar kata dalam bahasa
yunani dan sanksekerta yaitu polis (Negara-kota) pur (kota) (Dunn:2003:53).
Universitas Sumatera Utara
Berbeda dengan pandangan Dunn dalam bukunya Pengantar Analisis
Kebijakan Publik, beliau mendefinisikan kata kebijakan dari asal katanya. Secara
etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan
Latin, akar kata dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan
pur (Kota) (Dunn: 2003:53). Untuk itu Di sisi lain, kebijakan publik sangat berkait
dengan administasi negara ketika public actor mengkoordinasi seluruh kegiatan
berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat
melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan “administrasi
negara.” Kebutuhan masyarakat tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh individu atau
kelompoknya melainkan diperlukan keterlibatan pihak lain yang dibentuk oleh
masyarakat itu sendiri. Pihak lain inilah yang kemudian disebut dengan administrasi
negara.
Adapun kebijakan dari pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) berdasarkan UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan dan Peraturan Presiden No 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Peresiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor
Induk Kependudukan secara nasional adalah bentuk kebijakan publik yang telah
dilakukan oleh pemerintah pusat yang untuk selanjutnya dilaksanakan oleh
pemerintah daerah, termasuk yang telah melaksanakan adalah Kecamatan Medan
Sunggal. Tujuan pembentukan peraturan presiden tersebut adalah sebagai ketentuan,
tatacara dan landasan hukum dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
program e-KTP di setiap daerah termasuk Kecamatan Medan Sunggal. Suatu
kebijakan yang sebenarnya bertujuan baik dengan upaya memajukan fungsi KTP
dengan berbasis komputer dan kemajuan teknologi.
2.1.2 Model Implementasi Kebijakan Pelayanan
Dalam literatur ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi
kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Diantara beberapa model implementasi
kebijakan disumbangkan dari pemikiran George C. Edward III dengan Direct and
Indirect Impact on Implementation dan Donald Van Meter dan Carl Van Horn dengan
A Model of The Policy Implementation,. Namun, guna pembatasan dalam penelitian
ini maka peneliti memilih untuk menyajikan beberapa teori yang dianggap relevan
dengan materi pembahasan dari objek yang diteliti. Hal ini bukan berarti bahwa
peneliti men-justifikasi teori-teori lain tidak lagi relevan dalam perkembangan teori
implementasi kebijakan publik, melainkan lebih kepada mengarahkan peneliti agar
lebih fokus terhadap variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini.
a. Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III
Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III
disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut
model yang dikembangkan oleh Edward III, ada empat faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu
kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi, dan disposisi (
Agustino:2006:156).
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Sumber Daya
Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi
kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan
atau aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab
mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk
melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut
tidak akan bisa efektif. Indikator-indikator yang dipergunakan untuk melihat
sejauhmana sumber daya dapat berjalan dengan rapi dan baik adalah:
Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf /
pegawai, atau lebih tepatnya street-level bureaucrats. Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf /
pegawai yang tidak memadai, mencukupi ataupun tidak kompeten
dibidangnya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi perlu juga
diperhitungkan manakala hendak menentukan staf pelaksana kebijakan.
Misalkan saja implementasi Kebijakan kebijakan mengenai e-KTP, harus
mempertimbangkan cakupan wilayah dalam satu Kecamatan, sehingga dapat
ditentukan berapa banyak pegawai yang akan melayani masyarakat dalam
pembuatan e-KTP. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi
mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan, implementor harus mengetahui apa yang harus
mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.
Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap
peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan, implementor harus
Universitas Sumatera Utara
mengetahui apakah orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan tersebut patuh
terhadap hukum.
Wewenang; dalam implementasi kewenangan merupakan otoritas atau
legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan secara politik. Kewenangan harus bersifat formal untuk
menghindari gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik
implementor tersebut tidak terlegitimasi. Tetapi dalam konteks yang lain,
efektivitas kewenangan dapat menyurut manakala diselewengkan oleh para
pelaksana demi kepentingannya sendiri maupun demi kepentingan
kelompoknya.
Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti
apa yang harus dilakukannya dan memiliki wewenang, akan tetapi tanpa
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, maka implementasi
kebijakan tidak akan berhasil.
2. Faktor Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa
yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya
kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat
penting, karena dalam setiap proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia
dan sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “Bagaimana
hubungan yang dilakukan”. Implementasi yang efektif baru akan terjadi
Universitas Sumatera Utara
apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan
mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang
baik,yang juga dari komunikasi tersebut membentuk kualitas partisipatif
masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur
keberhasilan variabel komunikasi, yaitu: Transmisi; penyaluran komunikasi
yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
Seringkali komunikasi yang telah melalui beberapa tingkatan birokrasi
menyebabkan terjadinya salah pengertian (miskomunikasi). Kejelasan;
komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas,
akurat, dan tidak bersifat ambigu, sehingga dapat dihindari terjadinya
perbedaan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan seperti yang telah
ditetapkan (tidak tepat sasaran). Konsistensi; perintah yang diberikan kepada
implementor haruslah konsisten dan jelas. Karena apabila perintah sering
berubah-ubah akan membingungkan pelaksana kebijakan, sehingga tujuan
dari kebijakan tidak akan dapat tercapai.
3. Faktor Disposisi (sikap)
Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk
mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut
Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor
tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai
kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka
juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada variabel disposisi
menurut Edward III antara lain:
Pengangkatan birokrat; pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana
kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang
telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Disposisi atau
sikap para implementor yang tidak mau melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan akan menimbulkan hambatan-hambatan bagi tercapainya tujuan
dari pengimplementasian kebijakan.
Insentif; Edward III menyatakan bahwa salah satu teknik yang
disarankan untuk mengatasi kecenderungan sikap para pelaksana kebijakan
adalah dengan memanipulasi insentif. Pada umunya, orang bertindak
berdasarkan kepentingan meraka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh
pembuat kebijakan dapat mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.
Dengan menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin dapat memotivasi
para pelaksana kebijakan untuk dapat melaksanakan perintah dengan baik. Hal
ini dilakukan dalam upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau
organisasi.
4. Faktor Struktur Birokrasi
Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui apa dan
bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk
melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena
Universitas Sumatera Utara
terdapat ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu
kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai
pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah
diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik.
Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak
kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan
Standard Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi.
Standard Operating Prosedures (SOPs); adalah suatu kegiatan rutin yang
memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan dan
aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit.
b. Implementasi Kebijakan Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van
Metter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy
Implementasi. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau
permormansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara
sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang
tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini
mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari
keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.
Universitas Sumatera Utara
Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn yang mempengaruhi
kinerja kebijakan publik tersebut, adalah:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya
jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan
sosio-kultur yang mengada dilevel pelaksana kebijakan. Ketika ukuran
kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopsi) untuk
dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik
hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan
sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses
implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi
menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan
pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara
apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumbernya itu
nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi di
luar sumber daya manusia, sumber-sumber daya lain yang perlu
diperhitungkan juga, ialah: Sumber daya finansial dan sumber daya waktu.
Karena mau tidak mau, ketika sumber daya manusia yang kompeten dan
kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak
tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa
Universitas Sumatera Utara
yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya
dengan sumber daya waktu. Saat sumber daya manusia giat bekerja dan
kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu
yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan
implementasi kebijakan. Karena ini sumber daya yang diminta dan dimaksud
oleh Van Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik.
Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan
sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen
pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk
merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen
pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan
serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah
perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak
sekeras dan tidak setegas gambaran yang pertama. Selain itu, cakupan atau
luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala
hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi
kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat
banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi
Universitas Sumatera Utara
kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul
persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari
atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak
pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan,
atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.
5. Kominikasi Antaraorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-
kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan
Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publikyang telah ditetapkan. Lingkungan sosial,
ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan
kondisi lingkungan eksternal.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Kebijakan Kependudukan (Adminduk)
Peristiwa kependudukan, antara lain perubahan alamat, pindah datang untuk
menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi
tinggal tetap dan peristiwa penting, antara lain kelahiran, lahir, mati, kematian,
perkawinan, dan perceraian, termasuk pengangkatan, pengakuan, dan pengesahan
anak, serta perubahan status kewarganegaraan, ganti nama dan peristiwa penting
lainnya yang dialami oleh seseorang merupakan kejadian yang harus dilaporkan
karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat keterangan
kependudukan. Untuk itu, setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting
memerlukan bukti sah untuk dilakukan pengadministrasian dan pencatatan sesuai
dengan ketentuan undang-undang.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan pada pencatatan kelahiran bahwa setiap kelahiran wajib dilaporkan
kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya kelahiran paling lambat 60 (enam
puluh) hari sejak kelahiran mencangkup seluruh wilayah administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Bab V pencatatan Sipil Paragraf 1 Pasal 27, 28,
dan Paragraf 2 Pasal 30 s/d Pasal 33 menyatakan tentang:
a. Pencatatan kelahiran di Indonesia;
b. Pencatatan kelahiran di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Pencatatan kelahiran di atas kapal laut atau pesawat terbang;
Universitas Sumatera Utara
d. Persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran;
e. Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu;
f. Pencatatan lahir mati.
Pendaftaran penduduk pada dasarnya menganut stelsel aktif bagi penduduk.
Pelaksanaan penduduk didasarkan pada asas domisili atau tempat tinggal atas
terjadinya peristiwa kependudukan yang dialami oleh seseorang dan/atau
keluarganya. Pencatatan sipil pada dasarnya juga menganut stelsel aktif bagi
penduduk. Selain itu, pelaksanaan pencatatan sipil didasarkan atas peristiwa, yaitu
tempat dan waktu terjadinya peristiwa penting yang dialami oleh dirinya dan/atau
keluarganya.
Menurut Sudjarwo (2004:24), bahwa pelayanan administrasi kependudukan adalah
pelayanan dibidang kependudukan yang diberikan oleh aparat pemerintah dan non
pemerintah dari tingkat pusat sampai ketingkat desa atau kelurahan, RW dan RT.
Misalnya, pengurusan izin nikah, KTP, surat keterangan dan kartu keluarga.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Administrasi
Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penertiban
dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil,
pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) serta
pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Administrasi kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan
sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi negara. Dari sisi kepentingan
Universitas Sumatera Utara
penduduk, administrasi kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak
administratif, seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berkenaan dengan
dokumen kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif.
Administrasi kependudukan diarahkan untuk:
1. Memenuhi hak asasi setiap orang dibidang administrasi kependudukan tanpa
diskriminasi dengan pelayanan publik yang profesional;\
2. Meningkatkan kesadaran penduduk akan kewajibannya untuk berperan serta
dalam pelaksanaan administrasi kependudukan;
3. Memenuhi data statistik secara nasional mengenai peristiwa kependudukan
dan peristiwa penting;
4. Mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan secara
nasional, regional, serta lokal, dan;
5. Perumusan kebijakan dan perencanaan mendukung pembangunan sistem
administrasi kependudukan.
Administrasi kependudukan selain sebagai suatu sistem yang diharapkan
dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi negara juga
tidak melupakan fungsi untuk membantu masyarakat dalam pencatatan sipil
khususnya pada pembuatan akta kelahiran. Dari segi kepentingan penduduk,
administrasi kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak administratif, seperti
pelayanan publik serta perlindungan yang menggunakan indikator yang jelas dan
terukur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan administrasi kependudukan bertujuan untuk, antara lain:
1. Memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atau dokumen
penduduk untuk setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa yang penting
yang dialami oleh penduduk;
2. Memberikan perlindungan status sipil penduduk;
3. Menyediakan data dan informasi kependudukan secara nasional mengenai
penduduk dan pencatatan sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap
mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan
kebijakan dan pembangunan pada umumnya;
4. Mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional dan terpadu;
5. Menyediakan data penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait
dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pemerintah;
Secara keseluruhan, ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
No.23/2006 meliputi hak dalam kewajiban penduduk, penyelenggara dan
instansi pelaksana penduduk, pencatatan sipil, data dan dokumentasi
kependudukan. Pendaftaran pendudukan dan pencatatan sipil pada saat negara
dalam keadaan darurat untuk pemberian kepastian hukum, dan perlindungan
terhadap data pribadi penduduk. Untuk menjamin pelaksanaan undang-
undang ini dari kemungkinan pelanggaraan, baik bersifat pidana, diatur juga
ketentuan mengenai tata cara penyidikan serta mengenai sanksi administratif
dan ketentuan pidana.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Kebijakan e-KTP
Definisi dari e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik adalah dokumen
kependudukan yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi
administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database
kependudukan nasional. Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang
tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal
setiap penduduk dan berlaku seumur hidup. Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya
akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan
penerbitan dokumen identitas lainnya Menurut Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Serang e-KTP adalah KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan
(NIK) yang memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem/kode
pengaman khusus yang berlaku sebagai identitas resmi penduduk yang diterbitkan
oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Nomor Induk Kependudukan (NIK)
adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat
pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. (www.e-
ktp.com/2011/06/ Akses 12 Agustus 2012 pukul 08.10)
e-KTP merupakan KTP Nasional yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009 tentang
Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional, dan Peraturan
Presiden No. 35 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 26 Tahun
2009. Dengan peraturan tersebut maka e-KTP berlaku secara nasional, dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian mempermudah masyarakat untuk mendapatkan Pelayanan dari lembaga
Pemerintah dan Swasta karena tidak lagi memerlukan KTP setempat.
Dalam pembuatan e-KTP, pemerintah menetapkan 5 (lima) tahapan. Berikut 5 (lima)
tahap dalam pembuatan e-KTP, yaitu:
1. Pembacaan biodata; Warga datang berdasarkan waktu yang telah ditentukan
dengan membawa surat pengantar yang telah diberikan oleh pihak RT/RW
setempat;
2. Foto; Warga diharuskan melakukan foto diri terlebih dahulu. Foto yang
dilakukan sebaiknya memakai pakaian yang rapi, karena foto e-KTP ini hanya
dilakukan satu kali saja dan tidak bisa diganti dalam jangkan waktu 5 (lima
tahun) kecuali kartu tersebut rusak atau hilang sebelum waktu masa
perpanjangan;
3. Perekaman tanda tangan; Warga diwajibkan melakukan tanda tangan untuk
kemudian direkam kedalam komputer dan disimpan untuk identitas warga;
4. Scan sidik jari; Scan sidik jari ini dilakukan dengan kelima jari warga, jika
warga mengalami kecacatan pada jari, maka dapat dilakukan dengan jari yang
ada saja;
5. Scan retina mata; Tahap ini dilakukan untuk menjamin keakuratan dari warga
tersebut karena scan jari tidak dapat menjamin keakuratan e-KTP, bisa saja
ketika dilakukan tahap scan jari, warga tersebut memakai jari orang lain.
Untuk itu dilakukan scan retina karena retina mata tidak dapat digantikan oleh
Universitas Sumatera Utara
orang lain. (Sumber: Sosialisasi Penerapan KTP Elektronik Tingkat
Kecamatan, Desember 2012).
Menurut Kementerian Dalam Negeri (Sumber: Persiapan dan Pelaksanaan
Pemutakhiran Data Kependudukan Penerbitan NIK dan Penerapan Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Medan : Desember 2012) manfaat e-KTP bagi masyarakat,
bangsa dan negara, diantaranya yaitu:
1. Untuk mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu
sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi masyarakat;
2. Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat,
khususnya yang berkaitan dengan data penduduk wajib KTP yang identik
dengan data penduduk potensial pemilih pemilu, sehingga sering terjadi
permasalahan;
3. Dapat mendukung peningkatan keamanan negara sebagai dampak positif dari
tertutupnya peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini para
pelaku kriminal selalu menggunakan KTP ganda dan KTP palsu.
Melalui pelayanan e-KTP, masyarakat menginginkan pelayanan yang benar-
benar kualitas, hal ini dapat dilihat dari prosedur yang diterapkan aparatur pemerintah
kepada masyarakat akan memberikan pelayanan serta sikap aparatur yang bertugas
yang bersahabat dan ramah sehingga masyarakat tidak bingung dalam pengurusan ke
setiap kecamatan.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan e-KTP merupakan salah satu jenis Inovasi pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah yang merupakan proses pemberian pelayanan kepada
publik atau masyarakat tanpa membeda-bedakan golongan tertentu dan diberikan
secara Cuma-Cuma. Masyarakat tidak bisa lepas dari pelayanan public yang
diselenggarakan oleh pemerintah karena pemerintah dan aparat birokrasi ada untuk
melayani kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks secara dan efisien.
Ada beberapa masalah pokok dan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat,
menurut Sofyan Assauri (1999:178) dimana faktor-faktor yang mempengaruhi
pelayanan
tersebut adalah:
1. Tingkah laku yang sopan
2. Cara penyampaian
3. Waktu menyampaikan yang cepat
4. Keramah-tamahan
Sementara itu suatu pelayanan yang komprehensif yang diberikan oleh aparat
pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan
tersebut yaitu pada saat terjadinya suatu interaksi antara aparat pemerintah sebagai
pemberi layanan dengan masyarakat sebagai konsumen dari layanan yang diberikan.
Menurut Moenir (2002:100) terdapat faktor-faktor yang mendukung pelayanan,
antara lain sebagai berikut:
1. Faktor kesadaran
Universitas Sumatera Utara
Yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam
kegiatan
pelayanan. Kesadaran para pegawai pada segala tingkatan terhadap tugas yang
menjadi tanggung jawabnya dapat membawa dampak yang sangat positif
terhadap organisasi. Ini akan menjadi kesungguhan dan disiplin dalam
melaksanakan tugas sehingga hasilnya dapat diharapkan memenuhi standar
yang telah ditetapkan.
2. Faktor Aturan
Yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja pelayanan. Aturan
ini mutlak kebenaranya agar organisasi dan pekerjaan dapat berjalan teratur
dan terarah, oleh karena itu harus dipahami oleh organisasi yang
berkepentingan.
3. Faktor Organisasi
Merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme
kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan.
4. Faktor Pendapatan
Yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksanaan
pelayanan. Pendapatan yang cukup akan memotivasi pegawai dalam
melaksanakan pekerjaan dengan baik
5. Faktor Keterampilan Tugas
Yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam melaksanakan pekerjaa.
Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki yaitu, kemampuan manajerial,
kemampuan teknis, kemampuan membuat konsep.
Universitas Sumatera Utara
6. Faktor Sarana
Yaitu sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan
layanan. Sarana ini meliputi peralatan, pelengkapan, alat bantu dan fasilitas
lain yang melengkapi seperti fasilitas komunikasi.
2.1.3.1 SIN (Single Indentification Number) Pada e-KTP
SIN (Single Identification Number) adalah sebuah nomor identitas unik yang
terintegrasi dengan gabungan data dari berbagai instansi pemerintahan dan swasta.
SIN dapat digunakan diberbagai instansi dan dirancang bisa menggantikan semua
macam nomor identitas dimana saat ini terdapat kira-kira 29 dokumen identitas yang
berbeda yang dikeluarkan oleh 24 instansi berbeda di Indonesia. Dokumen tersebut
antara lain e- KTP (kartu tanda penduduk Elektronik), Kartu Keluarga (KK), Surat
Izin Mengemudi (SIM), BPKB, NPWP, Paspor, Akte Kelahiran dan lain-lain
(http://www.gs1.or.id/article/news_main.php?id=175 Akses 12 Agustus 2012 pukul
08.15).
Minimnya koordinasi antar instansi mengakibatkan disetiap pengurusan
dokumen-dokumen tersebut kita diharuskan mengulang prosedur dan penyediaan data
yang sama sehingga membuat proses berjalan kurang efisien. Untuk mengatasi hal
tersebut dibutuhkan adanya satu referensi untuk mendapatkan data kependudukan
yang akurat. Hal itu dapat terwujud dengan adanya referensi Single Identification
Number yang di terapkan oleh pemerintah dalam menjalankan program e-KTP yang
dapat digunakan sebagai data yang di perlukan oleh Dinas kependudukan.
Universitas Sumatera Utara
sistem penomoran untuk SIN (Single Identification Number) berciri dengan
sebuah standar struktur penomoran, maka pihak/ instansi yang bertanggung jawab
mengeluarkan nomor tersebut sangat terbantu sehingga penomoran lebih mudah,
akurat dan sudah pasti harus bersifat unik. Nomor- nomor unik tersebut nantinya akan
terintegrasi dengan gabungan data dari berbagai macam instansi pemerintahan pusat
maupun daerah dan juga pada swasta
(http://www.gs1.or.id/article/news_main.php?id=175 Akses 12 Agustus 2012 pukul
08.17).
Dengan Demikian pada SIN yang terdapat di e-KTP, dapat Memudahkan
Dinas Kependudukan dalam menghimpun data dan tidak ada lagi terjadi Indentitas
ganda pada system penomoran untuk service/jasa yaitu GSRN (global service
relation number) yang dapat digunakan untuk pemberian nomor SIN dengan jumlah
digit yang cukup besar memungkinkan pemberikan kode berdasarkan wilayah
provinsi, kabupaten, kotamadya hingga tingkat kelurahan.
2.1.3.2 Fungsi dan Kegunaan e-KTP
Fungsi e-KTP sama halnya dengan KTP manual yang merupakan suatu
keterangan atau tanda bukti yang dimiliki setiap individu diamana pun ia berada,
yang menjelaskan identitas pribadi seseorang yang bermukim di suatu tempat dan
juga pentingnya bagi aparatur pemerintah harus mensosialisasikan penerapan
program e-KTP agar masyarakat paham terhadap pentingnya program baru yang di
berikan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Melalui pelayanan e-KTP, masyarakat menginginkan pelayanan yang benar-
benar kualitas, hal ini dapat dilihat dari prosedur yang diterapkan aparatur pemerintah
kepada masyarakat akan memberikan pelayanan serta sikap aparatur yang bertugas
yang bersahabat dan ramah sehingga masyarakat tidak bingung dalam pengurusan ke
setiap kecamatan. Salah satu Fungsi dan Kegunaan Kartu Tanda Penduduk elektronik
(e-KTP) :
1. Sebagai identitas jati diri
2. Berlaku Nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk
pengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya;
3. Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP; Terciptanya keakuratan
data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
Penerapan KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai
dengan pasal 6 Perpres No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor
Induk Kependudukan Secara Nasional Jo Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang
perubahan atas kebijakan Perpres No. 26 Tahun 2009 yang berbunyi :
1. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai
alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk;
2. Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata,
tanda tangan, pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan;
3. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam database
kependudukan;
Universitas Sumatera Utara
4. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK,
dengan ketentuan : Untuk WNI, dilakukan di Kecamatan; dan Untuk orang
asing yang memiliki izin tinggal tetap dilakukan di Instansi Pelaksana.
5. Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan
jari telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan.
6. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh
Peraturan Menteri.
2.1.3.3 Tata Cara Pengurusan e-KTP
Tata cara Pngurusan Kartu Tanda Penduduk elektronik e-KTP, kurang lebih
sama dengan pembuatan SIM dan Passport (tata cara, prosedur) :
1. Mengambil nomor antrian
2. Tunggu pemanggilan nomor antrian, sesuai antrian
3. Pada saat dipanggil Tunjukan No Antrian, KTP Lama dan Surat
Pemanggilan
4. Operator Mempersilakan duduk wajib KTP pada bangku yang sudah
di sediakan
Universitas Sumatera Utara
5. Operator Melakukan Verifikasi Data kependudukan sesuai database
SIAK
6. Operator melakukan pengambilan foto wajib KTP
7. Wajib KTP Menorehkan Tanda tangan secara Digital
8. Wajib KTP melakukan Pemindaian Sidik jari pada perangkat AFIS
9. Operator melakukan pemindaian IRIS terhadap mata wajib KTP
10. Operator melakukan veriafikasi data yang telah di masukan denngan
pemindaian sidik jari Operator
11. Operator menandatangi surat pemanggilan Wajib KTP Sebagai bukti
Pendataan telah selesai dan Wajib KTP dipersilahkan pulang untuk
menunggu hasil proses percetakan setelah Pembuatan.
Syarat Pengurusan e-KTP
1. Berusia 17 tahun
2. Menunjukkan surat pengantar dari keuchik
3. Mengisi formulir F1.01 (bagi penduduk yang belum pernah
mengisi/belum ada
4. data di sistem informasi administrasi kependudukan) ditanda tangani
oleh keuchik
5. Foto copy Kartu Keluarga (KK)
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pelayanan Publik
Pelayanan Publik (Public Service) Adalah suatu pelayanan atau pemberian
terhadap masyrakat yang berupa penggunaan fasilitas-fasilitas umum, baik jasa
maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi public dalam hal ini adalah suatu
pemerintahan Syaiful (2008:3). Dalam Pemerintahan, pihak yang memberikan
pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta kelengkapan kelembagaannya.
Menurut Wahyudi Kumorotomo (1994:70), pelayanan publik adalah
pelayanan yang disediakan untuk publik, apakah secara umum atau disediakan secara
privat. Pelayanan publik ditafsirkan sebagai tanggung jawab pemerintah atas kegiatan
atas kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat.
Pelayanan publik menurut Wasistiono (2002:50-51) yaitu, pelayanan umum
adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah
ataupun pihak kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi
kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Sasaran pelayanan publik sebenarnya adalah
kepuasan yang ada didalamnya terdiri dari dua komponen besar yaitu layanan dan
produk.
Dengan demikian, yang dapat memberikan pelayanan umum atau pelayan
publik itu bukan hanya instansi atau lembaga pemerintah saja, melainkan pihak
swasta pun dapat memberikan pelayanan publik. Kegiatan pelayanan publik yang
diselanggarakan pemerintah kepada masyarakat meliputi banyak hal yang
Universitas Sumatera Utara
menyangkut semua kebutuhan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan
hakekat pelayanan publik adalah :
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum.
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan,
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna
dan berhasil guna.
3. Mendorong tumbuh kembangnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta
masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat luas.
4. Pelayanan umum dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang
bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.
Pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada para pelanggan
sekurangkurangnya
mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
1. Terdapat pelayanan yang merata dan sama
Yaitu dalam pelaksanaan tidak diskriminasi yang diberikan oleh aparat
pemerintah
terhadap masyarakat. Pelayanan tidak menganaktirikan dan
menganakemaskan keluarga, pangkat, suku, agama dan tanpa memandang
Universitas Sumatera Utara
status ekonomi. Hal ini membutuhkan kejujuran dan tenggang rasa dari para
pemberi pelayanan tersebut.
2. Pelayanan yang diberikan harus tepat pada waktunya
Pelayanan oleh aparat pemerintah dengan mengulur waktu dengan berbagai
alasan merupakan dengan tindakan yang dapat mengecewakan masyarakat.
Mereka yang membutuhkan secepat mungkin diselesaikan akan mengeluh
kalau tidak segera dilayani. Lagi pula jika mereka mengulur waktu tentunya
merupakan beban untuk tahap selanjutnya karena berbarengan dengan
semakin banyaknya tugas yang harus diselesaikan.
3. Pelayanan harus merupakan pelayanan yang berkeseimbangan
Dalam hal ini berarti aparat pemerintah harus selalu siap untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan pelayanan
(Kencana,2004:35).
Sasaran pelayanan publik sebenarnya adalah kepuasan yang ada didalamnya
terdiri dari dua komponen besar yaitu layanan dan produk. Penyelenggaraan
pelayanan publik adalah setiap institusi pelenggaraan Negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan
publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik.
Yang terkandung dalam unsur pelayanan publik yaitu :
1. Pelayanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu badan atau lembaga
atau aparat pemerintah maupun swasta.
Universitas Sumatera Utara
2. Objek yang dilayani adalah masyarakat (publik) berdasarkan kebutuhannya.
3. Adalah atauran atau sistem dan tata cara yang jelas dalam pelaksanaannya.
4. Bentuk pelayanan yang diberikan berupa barang atau jasa.
Agar pelayanan publik berkualitas, sudah sepatutnya pemerintah mereformasi
paradigma pelayanan publik tersebut. Reformasi paradigma pelayanan publik ini
adalah penggeseran pola penyelenggaraan pelayanan public dari yang semula
berorientasi pemerintah sebagai penyedia pengguna. Dengan begitu, tidak ada pintu
masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin
mendengarkan suara publik itu sendiri. Hal ini merupakan jalan bagi peningkatan
partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik.
Secara umum stakeholder menilai bahwa kualitas pelaayanan publik
mengalami perbaikan setelah dilakukannya otonomi daerah. Namun, dilihat dari sisi
efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak deskriminatif)
masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki berbagai kelemahan. Berkaitan
dengan hal-hal tersebut, memang sangat disadari bahwa pelayanan publik masih
memiliki berbagai kelemahan, antara lain :
1. Kurang responsif, kondisi terjadi hampir sama tingkatan unsur pelayanan,
mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan
tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan,
aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat bahkan diabaikan
sama sekali.
Universitas Sumatera Utara
2. Kurang Informative, berbagai informasi yang seharusnya disampaikan
kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3. Kurang accessible, berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang
memerlukan pelaayanan tersebut.
4. Kurang koordinasi, berbagaai unit pelaksanaan yang terkait satu dengan
lainnya sangat kurang koordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang
tindih maupun bertentangan dengan kebijakan antara satu instansi dengan
instansi pelayanan yang terkait.
5. Birokratis, pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada
umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan
dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke
waktu.
7. Inefisien, berbagai persyaratan yang di perlukan (khususnya dalam
pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang
diberikan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain
organisasi yang tidak terancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan menjadi
berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk
melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan,
masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan
publik menjadi tidak efisien.
Terkait dengan itu, berbagai pelayanan publik yang disediakan oleh
pemerintah tersebut masih menimbulkan persoalan. Berbagai kelemahan mendasar
antara lain : pertama, adalah kelemahan yang berasal dari sulitnya menentukan atau
mengukur output maupun kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
Kedua, pelayanan pemerintah tidak mengenal ‘ bottom line’ artinya seburuk apapun
kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. Ketiga, berbeda
dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah
eksternalitas, organisasi pelayanan menghadapi masalah berupa internalitas. Artinya,
organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan
para birokrat dan kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayaninya.
Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan
kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik
(masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pada hakikatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah
kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya
diharapkan oleh masyarakat (Sinambela, 2008: 6).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Pelayanan
Menurut Hodges (dalam Sutarto, 2002:123) secara etimologis, kata pelayanan
berasal dari kata melayani, yang berarti orang yang pekerjaannya melayani
kepentingan dan kemauan orang lain. Seperti yang telah dijketahui pelayanan
merupakan salah satu tugas pokok pemerintah. Secara umum pelayanan dapat
diartikan dengan melakukan perbuatan yang hasilnya ditujukan untuk kepentingan
orang lain, baik perorangan, maupun kelompok atau masyarakat. Menurut Gronroos
yang dikutip dari Ratminto (2005: 2), pelayanan adalah suatu aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi
sebagai akibat adanya interaksi antar konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain
yang disediakan oleh organisasi pemberi pelayanan yang dimaksudnya untuk
memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan.
Moenir (2000: 27) berpendapat pelayanan hakikatnya adalah serangkaian
kegiatan, karena itu ia merupakan proses, sebagai proses pelayanan berlangsung
secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam
masyarakat. Menurut Lijan Poltak (2006: 5), Pelayanan adalah setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan ,dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu produk secara fisik. Menurut Paimin
(2007: 164), Pelayanan adalah serangkaian kegiatan suatu proses pemenuhan
kebutuhan orang lain secara lebih memuaskan berupa produk jasa dengan sejumlah
Universitas Sumatera Utara
ciri seperti tidak terwujud ,cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada memilki, dan
pelanggan lebih dapat berpartisispasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka pelayanan dapat disimpulkan sebagai
kegiatan yang dilakukan suatu oraganisasi yang ditujukan untuk konsumen atau
masyarakat umum yang berbentuk jasa untuk memenuhi kebutuhan. Ada pun dua
bagian konsep pelayanan yang ada di Indonesia yaitu :
1. Pemerintah memberi pelayanan secara langsung melalui dinas daerah. Pada
kategori ini kebijakan yang harus dilakukan guna mengoptimalkan pelayanan
pada masyarakat adalah unit dinas di daerah agar lebih mampu memudahkan
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidang
tugasnya.
2. Pemerintah menyerahkan fungsi pelayanan kepada masyarakat atau swasta.
Hal ini dilakukan karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Pemerintah
berfungsi mendorong peran serta masyarakat dan swasta dalam memenuhi
tuntutan kebutuhan masyarakat. Pemerintah berperan sebagai fasilitator dan
pengawas terhadap fungsi pelayanaan yang telah diberikan.
2.2.2 Kualitas Pelayanan Prima
Menurut Budiono,(2003:62)Prima berasal dari bahasa Inggris (at a premium)
yang berarti nilai tinggi, dimana “tinggi” menunjukkan adanya ukuran. Dalam
pengertian ini pelayanan prima adalah pelayanan yang bernilai tinggi, yang dikaitkan
dengan mutu pelayanan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik yang prima
adalah pelayanan jasa yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap
dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat di pertanggungjawabkan.
Merujuk pada pandangan Budiono, (2003 : 63) hakekat pelayanan publik adalah
pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan
kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Dibawah ini dijelaskan
hakikat pelayanan prima adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah dibidang pelayanan umum;
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tatalaksana pelayanan, sehingga
pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan
berhasil guna (efisien dan efektif )
3. Mendorong timbulnya kreatifitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam
pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. (Budiono,
2003 : 63)
Hakikat pelayanan prima sebagaimana dijelaskan di atas bertumpu pada
kreatifitas dari aparatut pemerintah sehingga dapat meningkatkan mutu dan
produktivitas pelayanan. Kreatif adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-
cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang. dalam memberikan
pelayanan aparatur dituntut mengembangkan kreatifitas tersebut, dan lebih responsif
terhadap kebutuhan dan selera masyarakat.
Pemerintah sebagai pelayan masyarakat haruslah mementingkan terpenuhinya
kepuasan pelanggan, bukannya memenuhi apa yang menjadi kemauan birokrasi
Universitas Sumatera Utara
sendiri, maka cara baru dalam memikat pelanggan harus diikhtiarkan, dan suara-suara
pelanggan harus didengarkan, seperti mengadakan riset pelanggan, kontak/temu
pelanggan, dan pembukaan layanan pengaduan pelanggan.
Menurut Sutopo,(2006:8) Pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah
excellent service yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik dan atau
pelayanan yang terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan
standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan
pelayanan. Jadi pelayanan yang telah mampu memberikan kepuasan kepada pihak
yang dilayani atau pelanggan dikatakan sebagai pelayanan prima.
Secara teoritis, tujuan pelayanan publiik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu di tuntut kualitas pelayanan prima yang
tercermin dari:
1. Transparansi, yakni pelayanan bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah
dimengerti.
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerima pelayanan publik dengan tetap berpegang prinsip
efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat
dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan
aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik (Sinambela
2010:6)
Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan
komprehensif yang lebih dikenal dengan konsep pelayanan prima. Aparatur
pelayanan hendaknya memahami variable-variabel pelayanan prima seperti yang
terdapat dalam agenda prilaku pelayanan prima sektor publik SESPANAS LAN.
Variabel yang dimaksud adalah :
1. Pemerintahan yang bertugas melayani
2. Masyarakat yang dilayani pemerintah.
3. Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik.
4. Peralatan atau sarana pelayanan yang canggih.
5. Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan.
6. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standard dan
asas pelayanan masyarakat.
7. Manajemen dan kepemimpinan serta organisasi pelayanan masyarakat.
8. Prilaku pejabat yang terlibat dalam pelayanan masyarakat, apakah masing
menjalankan fungsi mereka (Sinambela 2010:8).
Variabel di atas menunujukan pelayanan prima pada sektor publik dapat di
implementasikan apabila aparat pelayanan berhasil menjadikan kepuasan pelanggan
Universitas Sumatera Utara
sebagai tujuan utamanya. Agar kepuasan pelanggan yang menjadi tujuan utama
terpenuhi, aparatur pelayanan dituntut untuk mengetahui siapa pelangganya.
Pada hakekatnya pelayanan prima adalah perwujudan sikap, perilaku,
kemampuan, semangat serta kemauan kuat dari pemerintah untuk mengupayakan
kepuasan dari masyrakat dalam hal pelayanan. Hal ini meliputi, tranparansi,
akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan
kewajiban. Berkenaan dengan itu pula merujuk pada pandangan Budiono yang
menyatakan bahwa pelayanan juga dapat diberi makna respek. Respek dalam
kegiatan pelayanan dapat diartikan “menghormati atau menghargai kepentingan
orang lain” dengan demikian, maka dalam menyajikan pelayanan hendaknya
“menambahkan sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan uang, dan itu adalah ketulusan
dan integritas” sedangkan ketulusan dan integritas bermuara pada hal-hal yang
melekat dalam pelayanan prima :
1. Keramahan, kesopanan, perhatian dan persahabatan dengan orang yang
menghubunginya.
2. Kredibilitas dalam melayani pelanggan, berpedoman pada prinsip; ketulusan
dan kejujuran dalam menyajikan jasa pelayanan yang sesuai dengan harapan
pelanggan dan sesuai dengan komitmen pelayanan yang menempatkan
pelanggan pada urutan yang nomor satu.
3. Akses maksudnya seorang aparatur yang tugasnya melayani pelaggan mudah
dihubungi baik langsung atau tidak langsung.
4. Penampilan fasilitas pelayanan yang dapat mengesankan pelayanan sesuai
dengan keinginan pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
5. Kemampuan dalam menyajikan pelayanan sesuai dengan keinginan pelanggan
(waktu, biaya, kualitas dan moral ). Kualitas pelayanan berhasil dibangun
apabila pelayanan yang diberikan kepada pelanggan mendapatkan pengakuan
dari pihak-pihak yang dilayani, (Budiono,2003:12)
2.2.3 Pengukuran Kualitas Pelayanan
Tujuan pelayanan publik adalah memuaskan dan bisa sesuai dengan keinginan
masyarakat atau pelayanan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan
kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Upaya
pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang optimal menjadi sangat penting
untuk dilakukan. Pelayanan publik harus memperoleh perhatian dan penanganan yang
sungguh-sungguh karena merupakan tugas dan fungsi yang melekat pada setiap
aparatur pemerintah. Tingkat kualitas kinerja pelayanan publik memiliki dampak
yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, terutama untuk mencapai tingkat
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, upaya penyempurnaan pelayanan publik
harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan dan dilaksanakan oleh
seluruh jajaran aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah.
Istilah kualitas menurut Crosby (dalam Nasution, 2001:16) merupakan
Conformance to Requirement, yaitu sesuai dengan yang di syaratkan atau di
standarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan apa yang
diharapkan konsumen atas suatu produk. Menurut Deming (dalam Nasution,
2001:16) kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan sepenuhnya. Suatu produk
Universitas Sumatera Utara
dikatakan berkualitas apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya pada
konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.
Dalam pandangan lain, Tjiptono (1997:51) mengemukakan konsep kualitas
sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk yang terdiri atas kualitas desain dan
kualitas kesesuaian yang memuaskan konsumen. Tjiptono (1997:129) berpendapat
bahwa keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas
yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan konsumen
sebab kepuasan konsumen sangat tergantung pada kualitas suatu produk serta kualitas
pelayanan yang diberikan oleh pengelolanya. Garvin (dalam Nasution, 2001:16)
mengatakan bahwa kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Dengan demikian mutu
adalah kondisi dinamis yang bisa menghasilkan pelayanan yang lebih baik, lebih
murah, lebih cepat, lengkap dan tuntas. Dengan kata lain jika suatu produk, jasa atau
proses yang dihasilkan tidak memenuhi harapan pelanggan berarti produk, jasa atau
proses itu kurang bermutu. Maka pelayanan kepada pelanggan dikatakan bermutu bila
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Sejalan dengan itu dikatakan pula
bahwa pengertian mutu dapat diartikan sebagai hasil kinerja untuk suatu proses
pekerjaan yang sesuai standar sebagaimana diharapkan oleh pelanggan.
Eduarson (dalam Tjiptono, 1997:53) menyatakan bahwa kualitas lebih
menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan. Kualitas memiliki hubungan
erat dengan kepuasan pelanggan. Kepuasan memberikan suatu dorongan kepada
pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam
Universitas Sumatera Utara
jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami
dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka.
Menurut Sianipar (1999:32) kualitas pelayanan difokuskan kepada cara
penyerahan dan pada saat penggunaan sejauhmana dapat memenuhi ketentuan-
ketentuan dasar desain atau kesepakatan serta waktu pemeliharaan dan perbaikan.
Kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketetapan pengabdiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Menurut Wyekof (dalam Tjiptono, 1997:59) kualitas jasa atau pelayanan
adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada 2 (dua) faktor
utama yang mempengaruhi kualitas jasa atau pelayanan yaitu pelayanan yang
diharapkan, dan pelayanan yang dipersepsikan. Dengan memiliki kualitas pelayanan
yang baik maka pada akhirnya timbul kesesuaian antara harapan konsumen dengan
kinerja yang dirasakan. Layanan yang baik menjadi dambaan setiap orang yang
berurusan dengan badan / instansi yang bertugas melayani masyarakat.
Kualitas pelayanan berhasil dibangun apabila yang diberikan kepada
masyarakat atau pelanggan mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak yang dilayani.
Pengakuan ini bukan dari aparatur tetapi dari masyarakat/pelanggan. Dengan adanya
tata cara pelayanan yang jelas dan terbuka, maka masyarakat dalam pengurusan
kepentingan dapat dengan mudah mengetahui prosedur ataupun tata cara pelayanan
yang harus dilalui. Sehingga pelayanan itu sendiri akan dapat memuaskan
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa dimensi yang sangat penting diperhatikan dalam mengukur pelayanan
yang berkualitas menurut Zeithaml (Harditansyah, 2011:46) yaitu :
1. Tangibility
Dapat berupa tampilan fisik, peralatan, penggunaan alat bantu yang dimiliki
pemberi layanan. Hal ini sangat penting sekali mengingat masyarakat akan merasa
lebih nyaman berada dalam sarana fisik yang bersih, rapi dan nyaman serta mudah
dalam mengidentifikasi antara pembeli pelayanan dengan orang lain. Terdiri atas
indikator :
a. Penampilan Petugas/ aparatur dalam melayani pelanggan.
b. Kenyamanan tempat melakukan pelayanan
c. Kemudahan dalam proses pelayanan.
d. Kedisiplinan petugas dalam melakukan pelayanan.
e. Kemudahan akses pelanggan dalam permohonan pelayanan.
f. Penggunaan alat bantu dalam pelayanan.
2. Reliability
Kesesuaian antara kenyataan pelayanan yang diberikan dengan pelayanan yang
dijanjikan. Hal ini penting karena akan mempengaruhi perencanaan usaha dan
kepastian dari masyarakat dalam mendapatkan pelayanan. Terdiri atas indikator :
a. Kecermatan petugas dalam melayani pelanggan
b. Memiliki standarisasi pelayanan yang jelas
c. Kemampuan petugas/ aparatur dalam menggunakan alat bantu dalam
proses pelayanan
d. Keahlian petugas dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan
Universitas Sumatera Utara
3. Responsiveness
Kemampuan dalam pemberian pelayanan secara tepat dan cepat. Pemberi layanan
harus bertanggung jawab dalam memberikan penyelesaian masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat. Terdiri atas indicator :
a. Merespon setiap pelanggan/ pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan
b. Aparat melakukan pelayanan dengan cepat
c. Aparat melakukan pelayanan dengan tepat
d. Aparat melakukan pelayanan dengan cermat
e. Aparat melakukan pelayanan dengan waktur yang tepat
f. Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas
4. Assurance
Keahlian yang diperlukan dalam memberikan pelayanan sehingga pelanggan atau
masyarakat merasa terbebas dari resiko atau kerugian karena gagalnya pelayanan.
Terdiri atas indikator :
a. Petugas memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan
b. Petugas memberikan jaminan biaya dalam pelayanan
c. Petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan
d. Petugas memberikan jaminan kepastian biaya dalam pelayanan.
5. Empathy
Adanya kedekatan dan pemahaman baik antara pemberi pelayanan dengan
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memuat akses komunikasi yang dapat
memudahkan komunikasi antar pemberi pelayanan dapat mengenal masyarakat
Universitas Sumatera Utara
dengan baik dan keinginan masyarakat dalam proses pelayanan dapat dimengerti.
Terdiri atas indikator :
a. Mendahulukan kepentingan pelanggan
b. Petugas melayani dengan sikap yag ramah
c. Petugas melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-bedakan)
d. Petugas melayani dan menghargai setiap pelanggan.
Kualitas Pelayanan merupakan penilaian atas sejauh mana suatu jasa sesuai
dengan apa yang seharusnya diberikan atau disampaikan (Tjiptono, 1997:45). Lebih
lanjut Tjiptono (1997:45) mengatakan bahwa kualitas diukur melalui penelitian
konsumen mengenai persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan sebuah
organisasi.
Kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator dalam mengukur
efektifitas kinerja organisasi baik swasta maupun publik. Menurut Vincent Gasperz
(dalam Sianipar, 1999:18-19) ada 10 (sepuluh) dimensi yang harus diperhatikan
dalam perbaikan kualitas jasa atau pelayanan :
1. Kepastian waktu pelayanan. Ketepatan waktu yang diharapkan berkaitan
dengan waktu proses atau penyelesaian, pengiriman, penyerahan, pemberian
jaminan atau garansi dan menanggapi keluhan.
2. Akurasi pelayanan. Hal ini berkaitan dengan realibilitas pelayanan, bebas dari
kesalahan.
Universitas Sumatera Utara
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Personil yang
berada pada garis depan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan
eksternal harus dapat memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan yang
tercermin melalui penampilan pribadi, bahasa tubuh, tutur kata, dan sopan
santun
4. Tanggung jawab. Bertanggung jawab dalam penerimaan pesan atau
permintaan dan penanganan keluhan masyarakat.
5. Kelengkapan. Kelengkapan pelayanan menyangkut lingkup pelayanan,
ketersediaan prasarana pendukung dan pelayanan komplementer.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan. Hal ini berkaitan dengan banyaknya
outlet petugas yang melayani dan fasilitas pendukung.
7. Variasi model pelayanan. Hal ini berkaitan dengan inovasi untuk memberikan
pola-pola baru pelayanan.
8. Pelayanan pribadi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan
dan menanggapi kebutuhan khas.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan. Kenyamanan memperoleh
pelayanan berkaitan dengan tempat pelayanan, kemudahan, ketersediaan data
dan petunjuk.
10. Atribut pendukung pelayanan.
Christoper (dalam Sianipar, 1999:6) mengatakan pelayanan pelanggan
(masyarakat yang menjadi sasaran pelayanan) yang berkesinambungan antara waktu
pemesanan dan waktu barang dan jasa diterima, digunakan dengan tujuan memuaskan
Universitas Sumatera Utara
pelanggan dalam jangka waktu yang panjang. Menurut Granroos (dalam Sutopo,
2002:11) ada 6 (enam) kriteria untuk menilai kualitas pelayanan yang baik, yaitu :
1. Profesionalisme dan Ketrampilan.
Para pelanggan menyadari bahwa pemberi pelayanan dan para petugas
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan
masalah secara profesionalisme.
2. Sikap dan Perilaku
Para pelanggan merasakan bahwa para petugas pelayanan memperhatikan dan
tertarik untuk memecahkan masalah secara spontan dan ramah.
3. Aksesibilitas dan Fleksibilitas
Para pelanggan merasakan bahwa pemberi pelayanan, lokasinya, waktu,
kegiatan para pegawai dan sistem operasionalnya dirancang dan beroperasi
dengan baik, sehingga mudah memiliki akses kepada konsumen, dan
kesemuanya dipersiapkan agar sesuai dengan permintaan dan keinginan
pelanggan.
4. Reliabilitas dan Kepercayaan
Para pelanggan mengetahui bahwa mereka mempercayai pemberi pelayanan,
para petugas pelayanan akan menepati janjinya dan melakukan pekerjaannya
dengan sepenuh hati.
5. Perbaikan
Para pelanggan menyadari apabila ada kesalahan, dan terjadi hal-hal tidak
diperhitungkan sebelumnya, maka pihak pemberi pelayanan akan segera
mengambil tindakan untuk mengatasi permasalahan.
Universitas Sumatera Utara
6. Reputasi dan Kredibilitas
Para pelanggan percaya bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan para
pemberi pelayanan dapat dipercaya dan berusaha memiliki kinerja yang baik.
Jika suatu organisasi ingin berkualitas, maka apa yang ingin dilakukan oleh
sebuah organisasi perlu disesuaikan dengan kebutuhan anggota organisasinya dan
masyarakat luas sebagai pengguna jasa. Apa yang menjadi tujuan, minat, dari
karyawan dan apa yang masyarakat inginkan seharusnya merupakan feedback pada
sebuah organisasi.
2.3 Peranan Aparat Dalam Pelayanan
Suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikontrol oleh
kekuatan-kekuatan politik atau organisasi massa. Namun, bila kekuatan-kekuatan
politik dan organisasi massa tersebut kurang mampu menjalankan fungsi-fungsi
artikulasi dan agresiasi kepentingan masyarakat, apalagi bila tidak ditunjang dengan
adanya proses pengambilan keputusan (rule making) dan pengontrolan pelaksanaan
keputusan yang baik, maka hal ini bias mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi
besar. Bila kekuasaan birokrasi lebih besar, akan memungkinkan aparat birokrasi
dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi, sehingga dapat
mengokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan Negara.
Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan pemerintah gagal untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan gagal merealisasikan program-
program yang telah diputuskan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam situasi demikian, maka aparat birokrasi mengakibatkan menyusutnya
sense of responsibility (rasa tanggung jawab). Menyusutnya rasa tanggung jawab
terhadap tugas yang diberikan. Inilah yang diduga menjadi pangkal tolak kurang
sigapnya aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan
yang masih belum mengalami perubahan mendasar. Paradigma lama tersebut ditandai
dengan perilaku aparatur Negara di lingkungan birokrasi yang masih menempatkan
dirinya untuk dilayani bukannya untuk melayani. Padahal pemerintahan seharusnya
melayani bukannya dilayani. Seharusnya, dalam era demokratisasi dan disentralisasi
saat ini, seluruh perangkat birokrasi, perlu menyadari bahwa pelayanan berarti pula
semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam
membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku melayani bukan
dilayani, mendorong bukan menghambat, mempermudah bukan mempersulit,
sederhana bukan berbelit-belit, terbuka untuk setiap orang bukan segelintir orang.
2.3.1 Aparat Pemerintah
Dalam pemikiranya, Hadari Nawawi (1995:19), menyatakan bahwa “dalam
pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan diperlukan sejumlah
personil yang disebut pegawai. Setiap pegawai sebagai aparatur pemerintah adalah
pelaksana Negara yang mempunyai hak dan kewajiban tertentu”. Hadari Nawawi
juga menambahkan bahwa “aparatur pemerintah adalah organisasi kerja yang
sebahagian besar bertugas melayani kepentingan umum atau masyarakat”.
Universitas Sumatera Utara
Aparatur pemerintah selaku abdi Negara memiliki peranan yang sangat
penting untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik karena kelancaran dan
terhambatnya pemerintah dan pembangunan yang sedang dilakukan tidak terlepas
dari keikutsertaan aparatur pemerintah. Menurut wasistiono (2002:53), aparatur
pemerintah sebagai wakil rakyat menjalankan tugas administrasi umum, antara lain:
1. Menyediakan pelayanan umum (public service)
2. Melindungi hak dan kewajiban setiap warga Negara secara adil
3. Menciptakan rasa aman bagi setiap warga Negara
Menurut pendapat Victor M. Situmorang (1994:18) bahwa: “Secara etimologis
istilah aparatur berasal dari kata aparat yakni alat, badan, instansi, pegawai negeri.
Sedangkan aparatur disamakan artinya dengan aparat tersebut di atas, yakni dapat
diartikan sebagai alat negara, aparat pemerintah. Jadi aparatur negara adalah alat
kelengkapan negara yang terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan
dan kepegawaian, yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda
pemerintahan sehari-hari.
Aparatur pemerintah atau disebut juga dengan perangkat pemerintah di daerah
dapat dibedakan dalam beberapa jenis atau kelompok dari segi mana melihatnya,
yakni dapat dilihat dari:
1. Segi kelembagaan, yakni yang dilihat menurut asas-asas penyelenggaraan
pemerintah di daerah, ada aparatur desentralisasi, dan ada aparatur
Universitas Sumatera Utara
dekonsentrasi serta ada yang aparatur desentralisasi sekaligus juga aparatur
dekonsentrasi
2. Segi struktur kewilayahan, yakni ada aparatur propinsi, aparatur kabupaten
dan kotamadya, kota administratif serta aparatur kecamatan, aparatur
kelurahan/desa.
3. Segi status kepegawaiannya, yakni ada pegawai pusat dan pegawai daerah,
serta yang sifatnya dipekerjakan dan ada yang diperbantukan (Situmorang,
1994:21)
Berdasarkan pada definisi – definisi yang di atas, adapun ciri- ciri aparatur
menurut Situmorang (1998:84) :
1. Bersih
2. Berwibawa
3. Bermental baik dan
4. Mempunyai kemampuan profesional.
Adapun ciri-ciri tersebut di atas adalah gambaran/ image aparatur pemerintah
yang ideal, yang sampai saat ini sangat diharapkan sekali ciri-ciri seperti tersebut oleh
pemerintah dan Negara serta seluruh bangsa Indonesia. Ciri-ciri aparatur pemerintah
sangat penting disebabkan oleh karena aparatur pemerintah tersebut mempunyai
fungsi yang sangat dominan dalam pelaksanaan pemerintahan dan merupakan
dinamisator dan stabilator serta merupakan suri tauladan bagi masyarakat. Dengan
demikian aparatur pemerintah itu mempunyai fungsi- fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi Aparatur Pemerintah sebagai abdi Negara, yakni :
Universitas Sumatera Utara
a. Sebagai Pemikir
b. Sebagai Perencana
c. Sebagai Penggerak Pembangunan
d. Sebagai Pelaksana dari Tugas-Tugas umum Pemerintah dan
Pembangunan
e. Sebagai Pendukung dalam kelancaran Pembangunan
2. Fungsi Aparatur Pemerintah sebagai abdi Masyarakat, yakni :
a. Melayani masyarakat
b. Mengayomi masyarakat
c. Menumbuhkan prakarsa dan partisipasi
d. Membina masyarakat
e. Tanggap terhadap pandangan-pandangan dan aspirasi yang hidup
dalam masyarakat Situmorang (1998:84-85)
Aparatur pemerintah juga berusaha diarahkan untuk menciptakan aparatur
yang lebih efisien, efektif, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan seluruh
tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebaik-baiknya dengan dilandasi
semangat dan sikap pengabdian pada masyarakat, bangsa dan negara. Dalam
hubungan ini kemampuan aparatur pemerintah untuk merencanakan, melaksanakan,
mengawasi dan mengendalikan pembangunan perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu
ditingkatkan mutu, kemampuan dan kesejahteraan manusianya, organisasi dan tata
kerja termasuk koordinasi serta penyediaan sarana dan prasarana.
Universitas Sumatera Utara
Pembinaan aparatur pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu
dilakukan secara terus-menerus sehingga dapat meningkatkan kemampuan,
pengabdian, disiplin dan keteladanannya. Sejalan dengan itu aparatur pemerintah
harus makin mampu melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta tanggap terhadap pandangan-
pandangan dan aspirasi yang hidup dalam masyarakat.
Kualitas aparatur pemerintahan yang handal dan berbobot untuk
melaksanakan tugas tugas dapat dilihat dengan cirri-ciri sebagaimana pendapat
Kristiadi (Situmorang 1994), adalah:
1. Tanggung gugat, yaitu berkenan dengan meningkatnya kesadaran tentang
keinginan dari aparatur negara untuk memberikan pertanggungjawaban
(accountability), dan kewenangan memegang tanggung gugat.
2. Transparan, keterbukaan, yaitu bertalian dengan keinginan yang berlandaskan
susunan konstitusional dan keabsahannya.
3. Efisien dan efektif, yaitu berhubungan dengan kemampuan yang tinggi untuk
mengoptimalkan kemanfaatan segala sumber daya dan dana yang tersedia
dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut sehingga mencapai hasil yang
maksimal.
4. Pertanggungjawaban, yaitu ikut menciptakan suatu kondisi masyarakat dan
aparaturnegara yang melaksanakan tugas memberikan dukungan kepada
kelembagaan masyarakat tentang hasil-hasil dari tugas sosialnya.
5. Partisipatif, yaitu jaminan bahwa perorangan, kelompok atau kesatuan
masyarakat didalam masyarakat keseluruhan telah terlibat baik secara
Universitas Sumatera Utara
langsung maupun tidak langsung dalam menyatakan keinginan-keinginan dan
harapan-harapan mereka kepada pemerintah.
6. Keadilan, yaitu berkaitan dengan suatu jaminan bahwa terdapat keadilan dan
pendistribusian yang cukup atas sumber-sumber bagi mereka yang berhak
menerimanya.
7. Bersih, dalam arti seluruh aparatur negara dapat dipertanggungjawabkan baik
dilihat dari segi peraturan perundang-undangan, moral serta sikap tindak
tunduknya didalam melaksanakan tugasnya.
Agar tugas-tugas pemerintah dapat dilaksanakan secara efektif, maka setiap
aparatur dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai sesuai dengan bidang
tugasnya. Dengan demikian, maka bagi seorang aparatur dalam melaksanakan
tugasnya perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan agar mampu
memperlancar tujuan dari organisasi.
Menurut Miftah Thoha (1993:34), kemampuan aparatur sangat tergantung
pada pengetahuan dan keterampilan/kecakapan, adapun tingkat pengetahuan ini bisa
dilihat melalui:
1. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh.
2. Pendidikan non formal seperti kursus, pelatihan dan penataran.
3. Pengalaman kerja.
Sedangkan pada tingkat keterampilan/kecakapan bisa dilihat melalui:
1. Cara pelaksanaan kerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Keterampilan waktu dalam melaksanakan kerja
3. Hasil yang dicapai.
2.3.2 Peran Pemerintah Dalam Pelayanan Publik
Peran pemerintah atau dengan kata lainnya birokrasi memiliki peranan
kedudukan, dan fungsi yang sangat signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan,
yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh lembaga-lembaga lainnya. Birokrasi ini
tidak hanya menyangkut kepada birokrasi tetapi akan sangat terkait dengan organisasi
dan manajemen pengelolaan pemerintahan, pembangunan dan publik.
Pada dasarnya untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
memperlancar pelaksanaan tugasnya. Aparatur diberikan kesempatan seluas-luasnya
untuk mengikuti diklat baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pemberdayaan
aparatur dilaksanakan untuk meningkatkan kemapuan sesuai dengan tuntutan
dinamika pembangunan. Upaya pembinaan terhadap pegawai harus diimbangi dengan
peningkatan kesejahteraan. Ini juga akan mendorong gairah kerja, pengabdian dan
mengurangi kemungkinan terjadi kolusi, korupsi maupun penyalahan wewenang.
Berdasarkan peraturan pemerintah No.19 tahun 2008, adapun tugas pokok dan
fungsi aparatur pemerintah kecamatan yaitu:
1. Tugas kecamatan
kecamatan mempunyai menjalankan kewenangan yang dilimpahkan oleh
bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
Universitas Sumatera Utara
2. Fungsi kecamatan
Untuk melaksanakan tugas, kecamatan mempunyai fungsi:
a) Pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b) Pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban.
c) Pengkoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-undang.
d) Pengkoordinasian pemeliharaan perasaan dan fasilitas pelayanan umum.
e) Pengkoordinasian penyelenggaraan kegiataan pemerintahan ditingkat
kecamatan.
f) Pembina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan.
g) Pelakasaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintah desa atau kelurahaan
Universitas Sumatera Utara