bab ii stogma

47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindrom Sjogren 2.1.1 Pengertian Sindrom Sjogren Sindrom Sjogren adalah sebuah kelainan otoimun di mana sel imun menyerang dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan liur (Scofield, 2005). 2.1.2 Gejala dan Tanda Sindrom Sjogren Menurut Hartono (1995), tanda dan gejala sindrom Sjogren yaitu : 1. Mulut Kering Meskipun terdapat berbagai penyebab, mulut kering pada sindrom Sjogren adalah salah satu yang paling sulit ditangani (Hartono, 1995). Antibodi yang menyerang dan menghancurkan sel-sel kelenjar eksokrin menyebabkan kehancuran sel-sel kelenjar ludah. Karena itu, penderita akan mengalami penurunan produksi air liur. Kondisi ini menyebabkan mulut kering, sulit menelan, serta sulit mengunyah dan berbicara (Hartono, 1995). 2. Karies Gigi Air liur memiliki banyak fungsi penting. Salah satu fungsi utama, selain lubrikasi, adalah air liur membantu memerangi kerusakan gigi (Hartono, 1995). 3

Upload: rosliana-mahardhika

Post on 03-Oct-2015

286 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Sjogren2.1.1 Pengertian Sindrom SjogrenSindrom Sjogren adalah sebuah kelainan otoimun di mana sel imun menyerang dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan liur (Scofield, 2005).2.1.2 Gejala dan Tanda Sindrom SjogrenMenurut Hartono (1995), tanda dan gejala sindrom Sjogren yaitu :1. Mulut KeringMeskipun terdapat berbagai penyebab, mulut kering pada sindrom Sjogren adalah salah satu yang paling sulit ditangani (Hartono, 1995).Antibodi yang menyerang dan menghancurkan sel-sel kelenjar eksokrin menyebabkan kehancuran sel-sel kelenjar ludah. Karena itu, penderita akan mengalami penurunan produksi air liur. Kondisi ini menyebabkan mulut kering, sulit menelan, serta sulit mengunyah dan berbicara (Hartono, 1995).2. Karies GigiAir liur memiliki banyak fungsi penting. Salah satu fungsi utama, selain lubrikasi, adalah air liur membantu memerangi kerusakan gigi (Hartono, 1995).Air liur mengandung banyak senyawa antibakteri seperti tiosianat, hidrogen peroksida, dan imunoglobulin A. Semua senyawa ini membantu memerangi dan mencegah karies gigi (Hartono, 1995).3. Pembengkakan Kelenjar LudahGejala lain sindrom Sjogren adalah pembengkakan kelenjar ludah. Pembengkakan sering terlihat dekat sudut mulut akibat pembengkakan kelenjar parotis (Hartono, 1995).4. Mata keringMata kering disebabkan karena sel-sel kelenjar lakrimal dihancurkan oleh antibodi sehingga terjadi kekurangan produksi ari mata. Kondisi ini menyebabkan banyak masalah seperti iritasi parah, mata sangat kering dan gatal serta ulserasi kornea (Hartono, 1995).5. Hidung dan tenggorokan keringGejala sekunder dari sindrom sjogren termasuk kekeringan pada hidung, tenggorokan dan paru-paru. Hal ini menyebabkan batuk, suara serak, epistaksis (mimisan) dll. Kondisi ini juga akan meningkatkan kerentanan seseorang mengalami penyakit paru dan pernapasan seperti pneumonia dan bronchitis (Hartono, 1995).6. Kulit KeringKarena penurunan aktivitas kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, kulit menjadi kering dan bersisik. Kulit kering menyebabkan iritasi dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit kulit lainnya (Hartono, 1995).7. Depresi dan KelelahanPasien sindrom sjogren mengeluh lekas marah hingga mengalami depresi. Orang tersebut mungkin mengeluh mengalami kelemahan dan kelelahan. Semua kondisi ini pada ujungnya menyebabkan pasien kehilangan antusiasme untuk melakukan aktivitas apapun yang biasanya diikuti dengan serangan depresi (Hartono, 1995).8. Perubahan InternalPerubahan tertentu pada organ dalam mungkin juga terjadi seperti pada hati, karena fungsi berbagai kelenjar terganggu. Penderita mungkin mengalami gangguan pencernaan dan masalah lain (Hartono, 1995).2.1.3 Diagnosis Sindrom SjorgenPenetapan diagnosis sindrom Sjogren cukup sulit dengan gejala-gejala yang bervariasi. Kombinasi beberapa tes dapat membantu untuk menetapkan sindrom Sjgren. (Scofield,2005).Tes darah dapat membantu untuk menentukan apakah pasien memiliki tingkat antibodi tinggi yang dapat menandakan penyakitnya, seperti antibodi anti-nuklear (ANA, Anti-nuclear Antibody) dan faktor rheumatoid. Keduanya berkaitan dengan tanda penyakit otoimun. Pola ANA pada sindrom Sjgren tipikal adalah SSA/Ro dan SSB/La. SSB/La memiliki keunggulan yakni lebih spesifik, sedangkan SSA/Ro dapat dihubungkan dengan penyakit otoimun lainnya, namun sering menandakan sindrom Sjgren (Franceschini dan Cavazzana I, 2005).Tes Schirmer dapat mengukur produksi dari air mata, dengan menggunakan sebuah lembar strip kertas penyaring yang diletakkan pada bawah kelopak mata selama lima menit. Kemudian dilakukan pengukuran jumlah pembasahaan kertas dengan penggaris. Sebuah lampu pemeriksaan dapat digunakan untuk menentukan tingkat kekeringan pada permukaan mata (Scofield, 2005).Fungsi kelenjar liur dapat diuji dengan pengumpulan air liur dan menentukan jumlah produksinya. Sebuah tindakan biopsi bibir dapat menentukan apakah terdapat pengumpulan limfosit pada kelenjar liur, dan merusak kelenjar-kelenjar karena reaksi radang (Scofield, 2005).Sebuah tindakan prosedur radiologis dapat digunakan untuk mendiagnosis sindrom Sjogren. Kontras disuntikkan ke duktus Stensen (misalnya, duktus parotis). Adanya genangan kontras pada kelenjar dapat menandakan sindrom Sjogren (Scofield, 2005).Tanda pada mata - bukti pada mata akan sah bila terdapat hasil positif terhadap paling tidak satu tes di bawah ini:1. Tes Schirmer, dilakukan tanpa pembiusan (5 mm selama 5 menit)

Gambar 2.1. Tes Schirmer2. Nilai pada Rose bengal atau nilai lainnya (4 menurut penialian van Bijsterveld)Histopatologi: Pada sialoadenitis limfositik fokal kelenjar liur minor dinilai oleh ahli histopatologis, dengan nilaian fokus 1. yang didefiniskan sebagai jumlah fokal limfositik.Peran kelenjar liur: sebuah respon positif pada paling tidak salah satu keadaan di bawah ini:1. Aliran liur yang tidak distimulasi (1.5 ml dalam 15 menit)2. Adanya sialografi parotid dengan adanya sialektasis difus (pola punktata, kavitaris, atau destruktif), tanpa bukti obstruksi pada duktus mayor.3. Skintigrafi liur memperlihatkan pengambilan yang terlambat, konsentrasi yang berkurang dan/atau ekskresi terlambat.2.1.4 Macam-macam Sindrom Sjogren 1. Sindrom Sjorgen PrimerPada pasien dengan tanpa penyakit lainnya yang berhubungan, sindrom Sjogren primer dapat didefinisikan sebagai berikut :a. Adanya 4 kriteria dari 6 kriteria di atas mengindikasikan sindrom Sjogren primer. Selama kriteri ke-4 dan k-6 keduanya positif.b. Adanya 3 kriteria dari 4 kriteria objektif yakni 3, 4, 5, dan 6c. Klasifikasi pohon prosedur dapat mememberikan metode alternatif yang valid untuk klasifikasi.2. Sindrom Sjogren sekunderPada pasien dengan penyakit lainnya, misalnya penyakit jaringan pengikat, adanya kriteria 1 atau 2 dengan dua kriteria dari 3, 4, dan 5 dapat menandakan sindrom Sjogren sekunder.2.1.5 Patofisiologi Seperti telah kita ketahui sindrom sjogren merupakan penyakit autoimun eksokrinopati atau penyait autoimun sistemik yang mengenai kelenjar eksokrin. Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya sistim imun selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral ini dapat dilihat adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang berada dalam sirkulasi (Yuliasih, 2006).Gambaran histopatologi kelenjar lakrimalis dan saliva adalah periductal focal lymphotic infiltration.Kelenjar eksokrin ini dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T dan B terutama daerah sekitar duktus. Limfosit yang paling awal menginfiltrasi kelenjar saliva adalah sel T terutama terutama CD45RO dan sel B CD20+. Pada Sindrom Sjogren ini juga didapatkan peningkatan B cell Activating Factor (BAFF), yang merangsang pematangan sel B. Kadar plasma BAFF pada pasien Sindrom Sjogren berkorelasi dengan autoantibodi disirkulasi dan pada jangka panjang mungkin berperanan pada terjadinya limfoma. Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah sel T CD 4 +. Sel-sel ini memproduksi berbagai interleukin antara lain IL-2, IL-4, IL-6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-sitokin ini merubah sel epitel dan mempresentasikan protein, merangsang apoptosis sel epitel kelenjer melalui regulasi fas. Sel B selain mengfiltrasi pada kelenjer, sel ini juga memproduksi imunoglobulin dan autoantibody (Yuliasih, 2006).Pada sebagian sindrom sjogren terjadi peningkatan imunoglobulin dan autoantibodi, dimana autoantibodi ada yang spesifik seperti anti Ro (SS-A) dan anti LA (SS-B) yang perannya dalam sindrom sjogren masih belum jelas, dan autoantibodi non-spesifik seperti faktor rematik dan ANA (anti nuklear antibodies). Adanya antibodi Ro dan anti La ini dihubungkan dengan gejala awal penyakit, lama penyakit, pembesaran kelenjer parotis yang berulang, splenomegali, limfadenopati dan anti La sering dihubungkan dengan infiltrasi limfosit pada kelenjer eksokrin minor (Yuliasih, 2006).Adanya infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjer eksokrin, menyebabkan penurunan fungsi kelenjer yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjer saliva dan mata menimbulkan keluhan mulut dan mata kering.Peradangan pada kelenjer eksokrin pada pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjer.Faktor genetik, infeksi, hormonal serta psikologis diduga berperan terhadap patogenesis, yang merangsang sistim imun teraktivasi (Yuliasih, 2006).2.1.6 Penatalaksanaan Sindrom SjogrenTatalaksana Sindrom Sjogren meliputi tatalaksana akibat disfungsi sekresi kelenjer dimata dan mulut dan manifestasi ektraglandular.Prinsipnya hanyalah simtomatis mengantikan fungsi kelenjer eksokrin denganmemberikan lubrikasi (Sumariyono, 2008).a. MataPengobatan untuk mata meliputi penggunaan air mata buatan bebas pengawet untuk siang hari dan salep mata untuk malam hari. Lubrikasi pada mata kering dengan tetes mata buatan membantu mengurangi gejala akibat sindrom mata kering.Untuk mengurangi efek samping sumbatan drainase air mata pengganti bisa diberikan lensa kontak, tetapi resiko infeksi sangat besar.Tetes mata yang mengandung steroid sebaiknya dihindarkan karena merangsang infeksi.Bila gagal dengan terapi tersebut dapat diberikan sekretagogum yaitu stimulat muskarinik reseptor.Ada dua jenis sekretagogum yang beredar di pasaran yaitu golongan pilokarpin dan cevimelin. Dosis pilokarpin 5 mg 4 kali sehari selama 12 minggu sedangkan cevimelin 3 x 30 mg diberikan 3 kali sehari (Sumariyono, 2008).b. MulutPengobatan kelainan dimulut akibat Sindrom Sjogren meliputi pengobatan dan pencegahan karies, mengurangi gejala dimulut, memperbaiki fungsi mulut.Pengobatan xerostomia sangat sulit sampai saat ini belum ada obat yang dapat untuk mengatasinya.Pada umumnya terapi ditujukan pada perawatan gigi, kebersihan mulut, merangsang kelenjer liur, memberi sintetik air liur. Pada kasus ringan digunakan sugar-free lozenges, cevimeline atau pilokarpin. Pengobatan kandidiasis mulut pada kasus yang masih ada produksi saliva dapat digunakan anti jamur sistemik seperti flukonazol, sedang pada kasus yang tidak ada produksi saliva digunakan anti jamur topical (Sumariyono, 2008).c. EktraglandularOAINS digunakan bila ada gejala muskuloskeletal, hidroksi klorokuin digunakan untuk atralgia, mialgia hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1 mg/kgBB/hari dan imunosupresan antara lain siklofosfamid digunakan untuk mengontrol gejala ekstraglandular misalnya difus intersisial lung disease, glomerulonefritis, vaskulitis (Sumariyono, 2008).2.1.7 Faktor penyebab terjadinya Sindrom SjorgenSjogren syndrome adalah suatu penyakit autoimun yang menyebabkan berkurangnya sekresi kelenjar saliva dan kelenjar eksokrin tubuh lainnya.Sjogren syndrome terjadi bila suatu system imunitas tubuh menyerang dan menghancurkan sel-sel penyusun kelenjar saliva, kelenjar air mata dan kelenjar eksokrin tubuh lainnya (Yuliasih, 2006).Sjogren syndrome diklasifikasikan menjadi sjogren syndrome primer dan sjogren syndrome sekunder, pada sjogren syndrome primer etiologinya dihubungkan dengan gangguan autiomun tanpa keterlibatan penyakit autoimun yang lain, sedangkan sjogren syndrome sekunder etiologinya dihubungkan dengan keterlibatan penyakit autoimun yang lain. Sjogren syndrome primer memiliki gejala berupa mulut kering dan mata kering. Sedangkan pada sjogren syndrome sekunder memiliki tiga gejala berupa mulut kering, mata kering dan rheumatoid arthritis (Yuliasih, 2006).Etiologi dan pathogenesis dari Sjogren syndrom secara pasti belum diketahui tetapi penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan autoiminutas. Ada beberapa fator yang menyebabkan Sindrom Sjorgen diantaranya : 1. Terjangkitnya virus 2. Adanya UV dari sinar matahari 3. Iodine 4. Stress dan kecemasan yang berkepanjangan 5. Karena sedang masa kehamilan 6. Lemahnya kekebalan tubuh yang dikarenakan alcohol, tembakau dan mereka yang melaksanakan diet dengan cara tidak benar (Yuliasih, 2006).

2.2 Cavum Oris2.2.1 Pengertian Cavum Oris Cavum oris atau rongga mulut dikelilingi oleh labium oris dan pipi pada bagian samping dan anterior, palatum mole dan palatum durum di bagian atas dan dasar mulut di bagian bawah. Di dalam cavum oris terdapat lingua dan gigi geligi (Dixon, 1993). Warna mukosa cavum oris yang pink terbenk dari vaskularisasi lamina propria yang terletak di bawahnya dan epitel yang relatif tipis. Pada regio-regio dimana sratum corneum berkembang dengan baik, warna mukosa umumnya lebih pucat. Ketiga tipe membrana mukosa adalah :1. Mukosa pembatas dasar mulut, di bawah permukaan lingua, permukaan dalam labium oris dan pipi, pars oralis palatum molle dan processus alveolaris, kecuali gingiva. Epitel pada daerah ini tidak mempunyai keratin dan lamina proprianya jarang.2. Mukosa pengunyahan, dari palatum durum dan gingiva. Epitelnya parakeratinisasi dan lamina proprianya melekat erat pada periosteum.3. Mukosa khusus, dari dorsum lingua adalah tipe ortokeratinisasi, dengan lamina propria yang melekat erat pada bundel otot intrinsik (Dixon, 1993).2.2.2 Regio Cavum OrisCavum oris dapat dibagi menjadi beberapa regio yang penting pada pemeriksaan sistemik rongga mulut misalnya untuk prosedur diagnosa penyakit dan menentukan desain gigi tiruan. Regio yang paling penting adalah:1. Vestibulum orisDikelilingi oleh pipi dan labium oris di bagian luar dan gingiva serta gigi geligi di bagian dalam. Pada bagian anterior, vestibulum oris berhubungan dengan labium oris, sedangkan pada bagian posterior berhubungan dengan pipi. Membran mukosa pembatas vestibulum melekat di bagian atas dan bawah dengan gingiva yang menutupi processus alveolaris (Dixon, 1993).

2. LinguaSebagian lingua yang terlihat pada cavum oris adalah permukaan atas atau dorsum lingua, terutama bagian 2/3 anterior dan facies ventral atau inferior. Bagian dorsum umumnya kasra karena mengandung papillae kecil sedang facies inferiornya halus (Dixon, 1993).3. Dasar mulutMembrana mukosa pembatas dasar mulut umumnya melekat erat pada bagian perifer terhadap permukaan dalam corpus mandibuale dan berhubungan dengan mukoperiosteum gingiva pada facies lingualis gigi geligi (Dixon, 1993).4. Regio retromolarMerupakan daerah penting yang meluas dari bagian belakang molar terakhir rahang bawah kebawah menuju bagian belakang molar terakhir rahang atas (Dixon, 1993).5. Atap cavum orisTerbentuk dari palatum durum dan mole dan dikelilingi di bagian depan serta bagian samping oleh arcus dentalis superior. Palatum mole umumnya lebih vaskular, lebih sensitif dan mengandung lebih banyak vasa lymphatica daripada palatum durum (Dixon, 1993).6. Gigi geligi dan gingivaGigi geligi atas dan bawah, didukung oleh processus alveolaris tempat terletaknya soket gigi, umumnya membentuk lengkungan atau arcus yang sesuai dengan bentuk lengkung. Gigi susu berjumlah 20 buah, sedangkan gigi permanen berjumlah 32 buah (Dixon, 1993). 7. Glandula cavum oris Glandula-glandula yang membuka cavum oris terdiri dari 3 glandulae salivariae majoores, yang duktusnya membuka ke vestibularis (parotidea) dan dasar mulut (submandibularis dan sublingualis). Dari ketiganya ini, glandula parotidea adalah glandula sekretoris serosa, glandula submandibularis adalah glandula gabungan sedang glandula sublingualis dominan mensekresi mukosa. Sekresi serosa umumnya jernih, encer seperti air, berbeda dengan sekresi unit glandula mukosa yang kental dan lengket (Dixon, 1993).2.2.3 Struktur dari Cavum OrisCavum oris terletak di inferior cavum nasi. Cavum oris dikelilingi labium oris dan pipi pada bagian samping dan anterior, palatum molle dan palatum durum di bagian atap, bagian dasar terdiri dari lingua dan gigi geligi. Bagian belakang cavum oris membuka ke oropharynx melalui isthmus oropharyngeus (Pearce, 1979).a) Rongga MulutMulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan.Terdiri atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx (Pearce, 1979).

Gambar 2.2. Rongga Mulut (Swartz, 1989)Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu(Pearce, 1979): 1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis.Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.Selaput ini sangat kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. (Pearce, 1979)Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:1. Palatuma. Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris.Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf.Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae (Swartz, 1989).b. Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum.Tepi posterior berakhir pada uvula.Uvula membantu menutup nasofaring selama menelan. (Swartz, 1989).

Gambar 2.3 Gigi-geligi dan tulang palatum (Pearce, 1979)2. Rongga muluta. Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong dan gigi posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5 (Fawcett, 2002).

b. Gingiva. Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibulum dari rongga mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar (Fawcett, 2002).c. Lidah. Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12. Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka mulut ditutupi oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla). Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf otak ke-5 (Wibowo, 2005).Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat terlihat di bawah lidah di garis tengah yang menghubungkan lidah dengan dasar mulut(Swartz, 1989).

Gambar 2.4 Gambar lidah dari atas (Swartz, 1989)b) Gigi dan KomponennyaSebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar.Mahkota gigi menjulang di atas gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya.Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin.Di dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa (Pearce, 1979).Komponen-komponen gigi meliputi:a. EmailEmail gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih kebiruan dan hampir transparan. 99% dari beratnya adalah mineral dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar.Matriks organic hanya merupakan tidak lebih dari 1% massanya (Fawcett, 2002).b. DentinDentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan. Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan rangsang ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan menghantarkan sinyal rasa sakit itu ke otak. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras. Bahannya 20% organic dan 80% anorganik (Fawcett, 2002).c. PulpaPulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa merupakan bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium juga akan terlibat. Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan memengaruhi jaringan di sekitar gigi (Tarigan, 2002).Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan ensiti, yaitu: Glukosaminoglikan Glikoprotein Proteoglikan Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat (Tarigan, 2002).d. SementumBagian servikal dan lapis tipis dekat dentin adalah sementum aselular.Sisanya adalah sementum selular, dimana terkurung sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam ensit dalam matriks (Fawcett, 2002).

Gambar 2.5 Gigi dan Komponen Gigi (Fawcett, 2002).

2.2.4 Saraf yang Mensuplai Jaringan Cavum Oris N. lingualis seperti n. alveolaris inferior, adalah merupakan cabang divisi mandibularis dari n. trigeminus. Saraf ini keluar dari truncus saraf di balik m. pterygoideus lateralis dan di depan n. alveolaris inferior, dihubungkan dengan saraf ini melalui rami communicates. Truncus ini juga terbentuk dari n. chorda tympani yang bergabung dari arah belakang dan berhubungan dengan n. facialis. N. lingualis berjalan turun diantara ramus mandibulae dan m. pterygoideus medialis. Saraf meluas kedasar mulut pada tepi anterior m. pterygoideus medialis, disini saraf akan terletak pada permukaan luar m. styloglossus di atas mylohyoideus dan pada permukaan dalam corpus mandibulae di bawah ketinggian molar tiga tetap. Pada daerah ini saraf berhubungan erat dengan membrana mukosa bagian belakang cavum oris (Dixon, 1993).Lebih jauh ke depan, saraf akan terletak jauh lebih dalam yaitu di lateral m. hyoglossus dan setelah berjalan di balik ductus glandula submandibularis, n. lingualis akan berjalan ke atas pada permukaan dalam ductus menuju lingua. N. lingualis akan mengeluarkan percabangan ke membrana mukosa dasar mulut dan gingiva pada permukaan dalam (lingualis) gigi geligi bawah. Saraf membawa serabut sensorik untuk persepsi sensasi umum (sentuhan, panas, dingin dan sakit) dari dua pertiga anterior lingua, dasar mulut, gingiva serta serabut pengecap dari dua pertiga anterior lingua. Serabut pengecap berjalan keluar dari n. lingualis untuk bergabung dengan n. facialis melalui n. chorda tympani. N. lingualis juga mengandung serabut sekretomoris (parasymPATHIUS), berasal dari n. facialis di sepanjang chorda tympani dan berjalan ke ganglion submandibularis parasympathicus. Dari ganglion ini cabang-cabang saraf didistribusikan ke glandula submandibularis dan sublingualis serta ke glandula mukus pada dasar mulut lingua (Dixon, 1993).N. buccalis adalah cabang terminal dari divisi anterior n. mandibularis. Saraf ini berjalan jauh kedalam ke daerah insersi m. temporalis pada permukaan m. buccinator dan menuju cutis yang terletak diatasnya. N. buccalis merupakan saraf sensorik utama yang mempersarafi cutis, membrana mukosa sari vestibulum oris dan gingiva pada facies buccalis gigi geligi. Distribusi saraf ini dapat meluas jauh kedepan sampai angulus mandibulae. Walaupun cabang-cabang n. buccalis berhubungan dengan cabang-cabang n. facialis, n. buccakis adalah saraf sensorik dan blok anastesi lokal yang didepositkan pada safar ini tidak akan menimbulakan gangguan funfsi otot. N. buccalis mengandung beberapa serabut sekretomoris yang mungkin berasal dari ganglion opticum, mempersarafi glandula mukosa buccalis.N. palatinus adalah cabang divisi maxillaris dari n. trigeminus yang terdapat pada fossa pterygopalatina. N. palatinus berjalan melewati ganglion sphenopalatinum dan dari darah ini saraf akan mendistribusikan serabut sekretomotoris (parasympathicus) ke glandula mucosa palatrum. N. palatinus juga mengandung beberapa serabut pengecap. Beberapa cabang n. palatinus tampak keluar melalui foramina palatini minores, cabang-cabang ini adalah saraf sensorik yang berjalan ke palatum molle. Cabang yanglebih besar yaitu n. palatinus major, berjalan akan keluar melalui foramen palatinus major, berjalan melewati mucoperiosteum yang menutupi palatum durum, bersama dengan a. palatina major menuju foramen incisivum. N. palatinus major berfungsi mempersarafi membrana mukosa palatum durum dan jaringan gingiva pada facies lingualis gigi geligi atas (Dixon, 1993).Cabang terminal n. nasopalatinus (sphenopalatinus longus) adalah cabang n. nasalis yang juga berasal dari n. maxillaris, pada fossa pterygopalatina saraf biasanya berjalan melewati foramen incisivum dan mempersarafi daerah membrana mukosa pada regio papilla incisiv. Saraf juga membantu mempersarafi jaringan pendukung gigi insisivus pertama dan kedua (Dixon, 1993).Berikut regio cavum oris dan persarafan sensoriknya adalah sebagai berikut:a. Gigi dan stuktur pendukungN. alveolaris inferior, cabang divisi mandibularis; dan n. alveolaris superior, cabang divisi maxillaris n. trigeminus.b. Palatum durumN. palatinus major dan ami incivus n. nasopalatinus. Keduanya merupakan cabang daro divisi maxillaris n. trigeminus.c. Palatum molleN. Palatina minores, cabang divisi maxillaris n. cranialis V dan rami tonsillares n. glossopharyngeus.d. PipiN. buccalis dan n. mentalis, cabang divisi mandibularis; dan n. alveolaris superior posterior, cabang divisi maxillaris n. cranialis V.e. Labium oris superius Rami labiales n. infraorbitalis dari divisi maxillaris, dan labium oris inferius mendapat persarafan dari n. mentalis cabang divisi mandibularis. Saraf-saraf ini juga mengeluarkan percabangan ke sekitar jaringan gingiva.f. Membrana mukosa pars anterior linguaDua pertiga anterior lingua dipersarafi oleh n. lingualis yang juga mempersarafi mulut dan gingiva pada permukaan dalam gigi geligi bawah.Distribusi serabut sekretomoris ke glandulae salivariae dan glandula mukus cavum oris akan dibicarakan.Catatan klinis : N. alveolaris inferior dalam canalis mandibularis berhubungan erat dengan gigi molar bawah, kadang-kadang berjalan melalui foramen pada salah satu akar gigi tersebut. Kadang-kadang saraf ini mengalami kerusakan ketika dilakukan pencabutan gigi. N. lingualis juga dapat rusak akibat operasi pengangkatan molar tiga bawah yang impikasi. N. alveolaris inferior dan superior, n. infraorbitalis dan n. palatinus cenderung mengalami kerusakan pada fraktur Yang mengenai rangka wajah.

2.3 Kelenjar Ludah ( Glandula Salivarius)2.3.1 Pengertian Kelenjar Ludah (Glandula Salivarius)Menurut Amerongen (1999), kelenjar ludah (glandula salivaris) adalah suatu kelenjar yang dapat menghasilkan atau memproduksi cairan ludah. Kelenjar ludah terdiri dari beberapa kelenjar diantaranya:a. Glandula parotisb. Glandula submandibularisc. Glandula sublingualisd. Kelenjar tambahan ( kelenjar aksesori) meliputi, mukosa pipi (buccal), bibir (labial), lidah (lingual),dan langit-langit (palatinal).Sifat kelenjar ludah ditentukan oleh tipe sel sekretori yaitu serus, seromukus, dan mukus. Ludah serus menunjukkan ludah yang encer dan ludah yang pekat (Fawcett, 2002).Kelenjar ludahSifatJumlah

ParotisSerus2 %

SubmandibularisSeromukus2 %

SublingualisMukus2 %

Kelenjarludah tambahan450 750 cc

-Langit-langit-Lidah-Bibir-PipiMukus

Serus/mukus

Seromukus

Seromukus

Kelenjar ludah dibangun dari beberapa lobus dan terdiri atas kompartimen-kompartimen berikut: asinus, duktus interkalata (ID) dan duktus striata (SD). Di dalam glandula submandibularis bagian paling proksimal duktus striata mengalami deferensiasi menjadi pipa kelenjar (Amerongen, 1999).2.3.2 Volume Yang Dihasilkan Oleh Kelenjar LudahSumbangan setiap jenis kelenjar ludah kepada volume cairan mulut sangat tergantung pada sifat rangsangan (stimulasi). Kecepatan sekresi bervariasi dari hampir tidak dapat diukur pada waktu tidur sampai 3-4 ml/menit pada stimulasi maksimal. Jumlah seluruh ludah tiap 24 jam ditaksir 500-600 ml. Sekitar separuhnya dihasilkan pada keadaan istirahat (tidak distimulasi), separuh lainnya disekresi di bawah pengaruh rangsangan (Amerongen, 1999). a. Glandula parotisPada malam hari tidak menghasilkan apa apa.b. Glandula submandibularisPada malam hari menghasilkan 70%c. Glandula sublingulisPada malam hari menghasilkan 15%d. Glandula tambahan Pada malam hari menghasilkan 15%Menurut Amerongen pada tahun 1999, kelenjar ludah dapat dirangsang dengan caracara berikut : Mekanis, misalnya mengunyah makanan keras atau permen karet. Kimiawi, misalnya oleh rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit dan pedas. Neuronal, melalui sistem saraf autonom, baik simpatis maupun parasimpatis. Psikis, stres menghambat sekresi, ketegangan dan kemarahan dapat bekerja sebagai stimulasi Rangsangan rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivitis, protesa dapat menstimulasi sekresi.2.3.3 Komponen LudahMenurut Amerongen pada tahun 1999, komponen komponen ludah diantaranya komponen anorganik dan komponen bioorganik. Komponen anorganikKation kation Natrium dan Kalium mempunyai konsentrasi yang tertinggi di dalam ludah. Komponen bio-organikKomponen bio-organik ludah terutama adalah protein, asam lemak, lipida, glukosa, asam amino, ureum, dan amoniak.Fungsi komponen lidah:a. amilase : mengubah tepung kanji dan glikogen menjadi kesatuan karbohidrat yang lebih kecil.b. lisozim : mampu membunuh bakteri tertentu, sehingga berperan dalam sistem penolakan bakterialc. laktoproksidase mengkatalisis oksidasi CNS menjadi OSCN yang mampu menghambat pertukaran zat bakteri, dengan demikian juga pertumbuhannya.d. Imunoglobulin : sistem penolakan spesifik.e. Laktoferin : mengikat ionion Fe yang diperlukan bagi pertumbuhan bakteri.f. Gustin : dalam proses kesadaran pengecap.

2.4 Struktur Histologi Glandula Salivarius dan Lakrimalis2.4.1 Anatomi Kelenjar salivaKelenjar saliva adalah organ yang terbentuk dari sel-sel khusus yang mensekresi saliva. Saliva terutama teridiri dari sekresi serosa, yaitu 98% air dan mengandung enzim amilase serta berbagai jenis ion (natrium, klorida, bikarbonat dan kalium), juga sekresi mukus yang lebih kental dan sedikit yang mengandung glikoprotein (musin), ion dan air (Sloane, 2004).

Gambar 2.6 Kelenjar Saliva (Setiadi, 2007).2.4.2 Fisiologi Kelenjar SalivaKelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Kelenjar saliva mayor dan minor ini menghasilkan saliva yang bebeda-beda menurut rangsangan yang diterimanya. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan mekanis (mastikasi), kimiawi (manis,asam, asin dan pahit), neural, psikis ( emosi dan stress), dan rangsangan sakit. Besarnya sekresi saliva normal yang dihasilkan oleh semua kelenjar ini kira-kira 1-1,5 liter perhari (Sloane, 2004). Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu serous, kelenjar submandibularis menghasilkan 80% serous dan 20% mukous dan kelenjar sublingual menghasilkan sekret yang mukous dan konsistensinya kental. Kelenjar saliva minor secara keseluruhan menghasilkan sekret yang mukous kecuali kelenjar lingual tipe Van Ebner. Saliva yang dihasilkan mempunyai Ph antara 6,0-7,4 sangat membantu didalam pencernaan ptyalin (Sloane, 2004).Macam-macam kelenjar saliva1. Kelenjar saliva mayorKelenjar saliva ini merupakan kelenjar penghasil saliva terbanyak dan ditemui berpasang-pasangan yang terletak di ekstraoral dan memiliki duktus yang sangat panjang.Menurut struktur anatomis anatomis dan letaknya saliva mayor dapat dibagi atas tiga tipe yaitu: parotis, submandibularis, dan sublingual. Masing-masing kelenjar mayor ini menghasilkan sekret yang berbeda-beda menurut rangsangan yang diterima (Sloane, 2004).a. Kelenjar parotisKelenjar parotis merupakan kelenjar terbesar dibandingkan kelenjar saliva lainnya. Letak kelenjar berpasangan ini tepat depan bawah telinga antara ramus mandibular dan prosessus mastoideus. Kelenjar ini meluas ke lengkung zygomatikum di depan telinga dan mencapai dasar dari muskulus masseter. Kelenjar parotis memiliki suatu duktus utama yang dikenal dengan duktus stensen, duktus ini berjalan menembus pipi dan bermuara pada vestibulum yang berhadap dengan gigi molar dua. Kelenjar ini terbungkus oleh oleh suatu kapsul yang sangat fibrous dan memiliki beberapa bagian seperti: arteri temporal superfasialis, vena retromandibular dan nervus fasialis yang menembus dan melalui kelenjar ini (Sloane, 2004).b. Kelenjar submandibularisKelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang berbentuk seperti kacang dan mempunyai kapsul dengan batas yang jelas.Didalam kelenjar ini terdapat suatu arteri fasialis yang melekat erat dengan kelenjar ini (Sloane, 2004).Kelenjar submandibularis didapat pada jumpai di dasar mulut dibawah ramus mandibula dan meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandila.Kelenjar ini terletak di permukaan muskulus mylohyoid. Pada proses sekresi, kelenjar ini memiliki duktus Wharton yang bermuara diujung lidah (Sloane, 2004).c. Kelenjar sublingualisKelenjar sublingualis terletak antara dasar mulut dan muskulus mylyhyoid merupakan suatu kelenjar kecil diantara kelenjar-kelenjar mayor lainnya. Kelenjar ini terdiri atas satu kelenjar utama dan beberapa kelenjaran kecil lainnya. Duktus utama yang membantu proses sekresi disebut dengan duktus Bartholin, yang terletak berdekatan dengan duktus mandibular dan duktus Rivinus yang berjumlah 8-20 buah. Kelenjar ini tidak mempunyai kapsul yang dapat melindunginya (Sloane, 2004).2. Kelenjar saliva minorKelenjar saliva minor dapat ditemui pada hampir seluruh epitel dibawah rongga mulut.Kelenjar ini terdiri dari beberapa unit sekresi kecil dan melewati duktus pendek yang berhubungan langsung dengan rongga mulut.Selain itu kelenjar saliva minor tidak memiliki kapsul yang jelas seperti layaknya kelenjar saliva mayor (Sloane, 2004).a. Kelenjar glossopalatinalLokasi dari kelenjar ini, berada dalam isthimus dari lipatan glossopalatinal dan dapat meluas ke bagian posterior dari kelenjar sublingual ke kelenjar yang ada di palatum molle (Sloane, 2004).b. Kelenjar labialKelenjar ini terletak di submukosa bibir. Banyak ditemui pada midline dan mempunyai banyak duktus (Sloane, 2004).c. Kelenjar bukalKelenjar ini terletek di pipi, kelenjar ini serupa dengan kelenjar labial (Sloane, 2004).d. Kelenjar palatinalKelenjar saliva minor ini ditemui di sepertiga posterior palatal dan di palatum molle. Kelenjar ini dapat dilihat secara visual dan dilindungi oleh jaringan fibrous yang padat (Sloane, 2004).e. Kelenjar lingualKelenjar ini dikelompokkan dalam beberapa tipe, yaitu: Kelenjar anterior lingualLokasi kelenjar ini tepat di ujung pangkal lidah. Kelenjar lingual Van EbnerKelenjar ini dapat ditemukan di papila sirkumpalatal.Gambar 2.7 Kelenjar Van Ebner (Sloane, 2004) Kelenjar posterior lingualDapat di temukan pada sepertiga posterior lidah yang berdekatan dengan tonsil (Sloane, 2004).2.5 Kelenjar Lakrimal2.5.1 Pengertian Kelenjar LakrimalKelenjar lakrimal adalah suatu struktur glanduler yang terletak dekat dengan mata yang berperan untuk menghasilkan air mata, yang membasahi bola mata (Sloane, 2004) .2.5.2 Mekanisme Pengeluaran Air Mata Adanya tekanan yang di berikan saat berkedip menyebabkan kelenjar lakrimal mengeluarkan air mata. Air mata keluar melalui pungtum papila lakrimal, yang menyambung kantong lakrimal. Kantong membuka ke dalam duktus nasolakrimal, yang pada gilirannya akan masuk ke rongga nasal, dan keluar. Air mata mengandung garam, mukosa, dan lisozim, yang merupakan suatu bakterioksida. Cairan ini membasahi permukaan mata dan mempertahankan kelembaban (Sloane, 2004) .

2.5.3 Aparatus lakrimalisAparatus Lakrimalis ini terdiri atas kelenjarlakrimalis, kelenjar aksesori (Kelenjar Wolfring dan Kelenjar Krause ),pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimalis, kantong lakrimalis, dan ductus nasolakrimalis (Sloane, 2004) .Menurut Khurna pada tahun 2007,Apparatus lakrimal terdiri dari : Gambar 2.8 Aparatus Lakrimalis (Khurna, 2007)Kelenjar lakrimal, yang mensekresikan air mata, dan duktus ekskretorinya, yang menyalurkan cairan ke permukaan mata.Duktus lakrimal, kantung (sac) lakrimal, dan duktus nasolakrimal, yang menyalurkan cairan ke celah hidung (Khurna, 2007).Lacrimal gland (glandula lacrimalis) terdapat pada fossa lakrimal, sisi medial prosesus zigomatikum os frontal. Berbentuk oval, kurang lebih bentuk dan besarnya menyerupai almond, dan terdiri dari dua bagian, disebut kelenjar lakrimal superior (pars orbitalis) dan inferior (pars palpebralis). Duktus kelenjar ini, berkisar 6-12, berjalan pendek menyamping di bawah konjungtiva (Khurna, 2007).Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang sangat kecil, bernama puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat pada tepi ekstremitas lateral lacrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan lebih pendek, awalnya berjalan naik, dan kemudian berbelok dengan sudut yang tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju lacrimal sac. Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian hamper horizontal menuju lacrimal sac. Pada sudutnya, duktus mengalami dilatasi dan disebut ampulla. Pada setiap lacrimal papilla serat otot tersusun melingkar dan membentuk sejenis sfingter (Khurna, 2007).Lacrimal sac (saccus lacrimalis) adalah ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus nasolakrimal, dan terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang lakrimal dan prosesus frontalis maksila. Bentuk lacrimal sac oval dan ukuran panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujung atasnya membulat, bagian bawahnya berlanjut menjadi duktus nasolakrimal (Khurna, 2007).Nasolacrimal duct (ductus nasolacrimalis; nasal duct) adalah kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari bagian bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana saluran ini berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup yang tidak sempurna, plica lacrimalis (Hasneri), dibentuk oleh lipatan membran mukosa. Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal osseous, yang terbentuk dari maksila, tulang lakrimal, dan konka nasal inferior (Khurna, 2007).

2.6 NyeriFisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh.Rasa nyeri merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri (Baron, 2009).Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer (Baron, 2009).Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda (Baron, 2009).Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan (Baron, 2009).Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu (Baron, 2009):1. Reseptor A delta --- Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. 2. Serabut C --- Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi (Baron, 2009).Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya.Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi (Baron, 2009).2.6.1 Proses Terjadinya Nyeri Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat.Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi (Baron, 2009). Proses fisiologis daari nyeri adalah sebagai berikut (Baron, 2009):1. Proses Transduksi (Transduction)Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Transduksi rasa sakit dimulai ketika ujung saraf bebas (nociceptors) dari serat C dan serat A delta neuron aferen primer menanggapi rangsangan berbahaya. Nosiseptors terkena rangsangan berbahaya ketika kerusakan jaringan dan inflamasi terjadi sebagai akibat dari, misalnya, trauma, pembedahan, peradangan, infeksi dan iskemia. Nociceptors didistribusikan pada :1. Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi);2. Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).3. Serat C dan serat A-delta yang terkait dengan kualitas yang berbeda rasa sakit.Ada tiga kategori rangsangan berbahaya:1. Mekanik (tekanan, pembengkakan, abses, irisan, pertumbuhan tumor);2. Thermal (membakar, panas);3. Kimia (neurotransmitter rangsang, racun, iskemia, infeksi) (Persson, 2009).2. Proses Transmisi ( Trasmision)Proses tranmisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Persson, 2009).3. Proses Modulasi (Modulation)Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis.Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang (Persson, 2009).4. PersepsiPersepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks(Persson, 2009).Dalam otak persepsi diproses oleh (Persson, 2009):1. Korteks somatosensori: Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari sensasi. Inimengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan sensasi yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas kognitif. Ini mengidentifikasi sifat stimulus sebelum memicu respons, misalnya, di mana rasa sakit itu, seberapa kuat itu dan bagaimana rasanya.2. Sistem limbik: Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku terhadap rasa sakit misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga dengan pengolahan rasa sakit,dan pengalaman masa lalu rasa sakit.2.6.2 Reseptor Nyeri

Gambar 2.9 Reseptor Nyeri (Persson, 2009).Aferen primer mencakup serat A-alfa dan A-beta yang besar dan bermielen serta membawa impuls yang besar dan tidak bermielin (tidak diperlihatkan) serta membawa impuls yang memperantarai sentuhan, tekanan, dan propriosepsi dan serat A-delta yang kecil bermielin dan serat C yang tidak bermielin, yang membawa impuls nyeri. Aferen-aferen primer ini menyatu di sel-sel kornu dorsalis medulla spinalis, masuk ke zona lissauer, serat pascaganglion simpatis adalah serat eferen dan terdiri dari serat-serat C tidak bermielin (Persson, 2009).

2.6.3 Sensitisasi Nosiseptor Di Daerah Cedera Jaringan

Gambar 2.10 Sensitasi Nosiseptor (Persson, 2009).Pengaktifan langsung dengan tekanan intensif yang menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel menyebabkan dibebaskannya kalium ( K) intra sel dan sintesis prostaglandin (PgG) dan bradikinin (BK. Prostaglandin meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri bradikinin, yaitu zat kimia penghsil nyeri yang paling kuat (Persson, 2009).2.6.4 Jalur-Jalur Nyeri

Gambar 2.11 Jalur Nyeri (Persson, 2009).A. Serat nyeri C dan A-delta halus, yang masing-masin membawa nyeri akut tajam dan kronik- lambat, bersinaps di substansia gelatinosa tanduk dorsal, memotong medullaspinalis, dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau cabang paleospinotalamikus traktus spinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer a-delta, bersinaps di nucleus vebtroposterolateralis (VPN) thalamus dan melanjutkandiri secara langsung ke korteks somatosensorik girus pascasentralis, tempat nyeri dipersepsikan sebagai sensasi tajam dan berbatas tegas. Cabang paleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer C, adalah suatu jalur difus yang mengerim kolateral-kolateral ke formation retikularis batang otak dan struktur lain, yang merupakan asal dari serat-serat lain, berjalan ke thalamus. Serat- serat ini memengaruhi hipotalamus dan system limbic serta korteks serebrum (Persson, 2009).

2.7 SIALADENITIS

Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di glandula submandibularis yang dapatdiserati adanya batu (sialolith) atau penyumbatan. Biasanya sistem duktus terjadi kerusakan,.Pembentukan abses dapat terjadi didalam kelenjar maupun duktus. Sering terdapat batutunggal atau multiple (Gordon, 1996).Sialadenitis merupakan keadaan klinis yang lebih sering daripada pembengkakanparotidrekurendanberhubunganeratdenganpenyumbatanbatuduktussubmandibularis. Penyumbatan tersebut biasanya hanya sebagian dan oleh karena itu gejala yang timbul beruparasa sakit postpradial dan pembengkakan. Kadang-kadang infeksi sekunder menimbulkan sialadenitis kronis pada kelenjar yang tersumbat tersebut, tetapi jarang terjadi. Kadang-kadang pembengkakan rekuren disebabkan oleh neoplasma yang terletak dalam kelenjarsehingga penyumbatan duktus(Gordon,1996)

3