bab ii meningitis jadi

22
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Selaput Otak Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu: 1. Lapisan Luar (Durameter) Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian

Upload: dewi-puspitasari

Post on 10-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

manajemen waktu dalam keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Meningitis Jadi

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Selaput Otak

Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi

struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan

serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

1. Lapisan Luar (Durameter)

Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,

sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah.

Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang

tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi

permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum

dan diafragma sella.

2. Lapisan Tengah (Araknoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan

durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi

Page 2: BAB II Meningitis Jadi

cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara

durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan

jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah

arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta

dipenuhi oleh cairan serebrospinal.

3. Lapisan Dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah

kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini

melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan

diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang

ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak

ke sumsum tulang belakang.

2.2 Definisi

Meningitis merupakan peradangan pada bagian araknoid dan piameter

(leptomeningens) selaput otak dan medula spinalis. Peradangan pada bagian

durameter disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri,

jamur atau karena toksin. ( Tarwoto dkk, 2007)

Page 3: BAB II Meningitis Jadi

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter

(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih

ringanmengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. ( Wahyu

Widagyo, dkk 2008)

Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula

spinal. Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder)

seperti sinusitis, otitis media, pnemonia, endokarditis, atau osteomielitis. ( Fransisca

B. Batticaca, 2008)

Meningitis adalah penyakit serius yang paling umum pada saraf pusat,

biasanya disebakan oleh bakteri atau virus walaupun jamur, protozoa, dan toksin

merupakan penyebabnya.menigitis sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari

tempat lain di tubuh misalnya sinus, telinga, atau bagian napas atas. ( Elizabeth

J.corwin, 2009)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah

suatu peradangan sistem saraf pusat (SSP) yang mengenai lapisan dalam selaput otak

( piameter dan araknoid ) sebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa dan toksin.

2.3 Etiologi

Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti:

Haemophilus influenza.

Neisseria meningitis (meningococus)

Diplococus pneumonia

Steptocucus group A

Psedomonas

Staphylococus aureus

Escherichia coli

Page 4: BAB II Meningitis Jadi

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya meningitis dapat digolongkan menjadi meningitis

bakterial, meningitis tuberkulosa, meningitis virus dan meningitis jamur.

Meningitis bakterial

Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang

susunan saraf pusat, mempunyai resiko tinggi dalam menimbulkan kematian, dan

kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan

meningitis bakteri. Meningitis bakterial selalu bersifat purulenta. Pada umumnya

meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari septikemia. Pada meningitis

meningokokus, prodomnya ialah infeksi nasofaring, oleh karena invasi dan

multiplikasi meningokokus terjadi di nasofaring. Meningitis purulenta dapat menjadi

komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman-kuman tersebut. Etiologi dari

meningitis bakterial antara lain: S. Pneumonie, N. Meningitis, Group B Streptococcus

atau S. Agalactiae, L. Monocytogenes, H. Influenza, Staphylococcus aureus.

Meningitis tuberkulosa

Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia

karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai

akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya

meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh

penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel

pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah

kedalam rongga arakhnoid. Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa

ternyata merupakan meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada

dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat

yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis.

Etiologi dari meningitis tuberkulosa adalah Mycobacterium tuberculosis.

Page 5: BAB II Meningitis Jadi

Meningitis viral

Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai akibat akhir / sequel

dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes

simpleks, dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan

pada pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) tidak ditemukan adanya organisme.

Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya

kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks,

virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa

menyebabkan gangguan produksi enzim neurotransmiter, dimana hal ini akan

berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis. Etiologi

dari meningitis viral antara lain :

Meningitis jamur

Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang

ditemukan, namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka

kejadian meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh para

klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak

langsung dipikirkan sebagai penyebab gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering

ditemukan dalam cairan serebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur

hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu pertumbuhannya. Etilogi

dari meningitis jamur antara lain: Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitris.

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klins yang klasik meliputi sakit kepala yang disebabkan oleh

iritasi durameter, kaku kuduk, dan tanda Kernig serta Brudzinski positif sebagai

akibat dari iritasi meningen. Gejala fotopobia dan demam juga muncul, khususnya

pada meningitis bakterial. Perubahan kesadaran yang meliputi latargi, iritabilitas,

Page 6: BAB II Meningitis Jadi

kebingungan, dan penurunan tingkat kesadaran dapat terjadi secara cepat dengan

disertai kejang. Pada bayi, manifestasi klinis mungkin kurang spesifikdan keadaan ini

mempersulit penegakan diagnosis.

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta

rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan

oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti

oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada

meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,

muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam

makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.

Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada

palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit

kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan

dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan

gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan

berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang

mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab

Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh

Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa

biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga

bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan

nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium

prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi

biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,

muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah

tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa

apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,

Page 7: BAB II Meningitis Jadi

konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat

gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan

gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan

kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan

meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda

peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III

atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai

koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu

bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya. ( Arif Mansjoer, 2000)

2.6 Patofisiologi

Ada jalur utama dimana agent infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat

mencapai system saraf pusat (CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal. Awalnya,

agent infeksi berkolonisasi atau membentuk suatu fokal infeksi pada host. Kolonisasi

ini bisa berbentuk infeksi pada kulit, nasopharynx, traktus respiratorius, traktus

gastrointestinal atau traktus urinarius. Kebanyakan pathogen meningeal

ditransmisikan melewati rute respiratorik, Dari area kolonisasi ini, organisme

menembus submucosa melawan pertahanan host (misalnya, barier fisik, imunitas

local, fagosit/makrofag) dan mencapai akses ke system saraf pusat melalui:

1. Hematogen yaitu dengan cara kolonisasi mukosa pada nasofaring atau

infeksi pada paru dan kulit yang mengakibatkan pembenihan dalam darah

dan transfor ke meninges

2. Contingous yaitu penyebaran langsung ke meninges dari otitis media atau

sinusitis

3. Pintu langsung melalui trauma , punksi lumbal , atau pembedahan dapat

mengakibatkan inokulasi langsung pada CSS ( Brashers , Valentina L .

2008 )

Page 8: BAB II Meningitis Jadi

Virus-virus respirasi tertentu diperkirakan meningkatkan masuknya agent

bacterial kedalam kompartement intravaskuler, mungkin melalui kerusakan

pertahanan mukosa. Di dalam sirkulasi darah, agent-agent infeksi harus melepaskan

diri dari pengawasan imun (misalnya, antibodi, complement-mediated bacterial

killing, neutrophil phagocytosis). Akibatnya, penyebaran hematogenous jauh dapat

terjadi, termasuk system saraf pusat. Mekanisme patofisiologi spesifik terjadi melalui

invasi agent kedalam ruang subaracnoid masih belum jelas.

Sekali berada di dalam system saraf pusat, agent-agent infeksi ini akan dapat

bertahan hidup oleh karena pertahanan host (misalnya, immunoglobulin, neutrophil,

komponen komplement) terbatas dalam kompartemen tubuh ini. Adanya agent dan

replikasi yang dilakukan tidak terkontrol dan mendorong terjadinya suatu cascade

inflamasi meningeal.

Kunci patofisiologi dari meningitis termasuk peran penting dari cytokines

(mis, tumor necrosis factor-alpha [TNF-alpha], interleukin [IL]–1), chemokines (IL-

8), dan molekul proinflamasi lain dalam pathogenesis pleocytosis dan kerus akan

neuronal selama bacterial meningitis. Peningkatan konsentrasi TNF-alpha, IL-1, IL-6,

dan IL-8 dalam cairan serebrospinal adalah temuan khas pasien meningitis bacterial.

Page 9: BAB II Meningitis Jadi

Meningitis Bakterial

Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai

tahap-tahap sebagai berikut :

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi).

2. Bakteri menembus rintangan mukosa.

3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit

dan aktivitas bakteri olitik) dan menimbulkan bakteriemia.

4. Bakteri masuk kedalam cairan serebrospinal.

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal.

6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Akhir – akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis

bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen – komponen bakteri dan

mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak

(meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan

tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan

tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau embolus septik,

yang diikuti dengan masuknya bakteri kedalam susunan saraf pusat dengan jalan

menembus rintangan darah otak melalui tempat – tempat yang lemah, yaitu di

Page 10: BAB II Meningitis Jadi

mikrovaskular otak atau pleksuskoroid yang merupakan media pertumbuhan yang

baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera setelah

bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri

dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas

fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel keseluruh ruang

subaraknoid.

Bakteri pada waktu berkembang biak atau padawaktu mati (lisis) akan

melepaskan dinding sel atau komponen – komponen membransel (endotoksin,

teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan

peradangan di selaputotak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam

skema tersebut di bawah, sehingga timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada

waktu disisakan melepaskan lipopolisakarida / endotoksin, dan kuman Gram positif

akan melepaskan teichoic acid (asam teikoat).

Produk – produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan

makrofag di susunan saraf pusat (selastrositdan microglia) memproduksi mediator

inflamasi seperti Interleukin – 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator

inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan

peningkatan tekanan intracranial, yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran

darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi syndrome inappropriate

antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan oleh karena proses peradangan

akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran vasopressin endogen

sistem supra optiko hipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini

menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan osmolaritas urine meskipun

osmolaritas serum menurun, sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu

mengantuk, iritabel dan kejang.

Page 11: BAB II Meningitis Jadi

Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis

primer, dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru,

namun Blockloch menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1%

di kelenjar limfe leher dan 1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari

focus infeksi primer, basil masuk kesirkulasi darah melalui duktustorasikus dan

kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberculosis

milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase yang biasanya tenang.

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich padatahun

1951, yakni bahwa terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk

tuberkel di otak, selaup totak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara

hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik

(walaupunjarang). Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan

antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau

factor imunologis. Basil kemudian langsung masuk keruang subarachnoid atau

ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera setelah dibentuknya lesi atau setelah periode

laten beberapa bulan atau beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah

tersensitisasi, maka masuknya basil keruang subarachnoid menimbulkan reaksi

peradangan yang menyebabkan perubahan pada cairan cerebrospinal. Reaksi

peradangan ini mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian

tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis yang

terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis,

infark karena penyumbatan arteria dan vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya

alirancairan cerebrospinal. Perlengketan yang sama dalam kanalis sentralis medula

spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.

Meningitis Virus

Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan

masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan.

Page 12: BAB II Meningitis Jadi

Setelah masuk kedalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan

beberapa cara:

Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau

organ tertentu.

Penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah kemudian

menyebar ke organ dan berkembangbiak di organ-organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembangbiak di daerah pertama

kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.

Penyebaran melalui saraf : virus berkembangbiak dipermukaan selaput lender

dan menyebar melalui system saraf.

Berikut contoh cara transmisi virus :

Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute

saluran respirasi.

Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk.

Virus limfosit ikkorio meningitis : melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya

ataupun bahan eksresinya.

Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen

atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui.

Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas

pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus),

dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum

virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon

imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB).

Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukosa sistem respiratorius atau

gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer

memperkenalkan virus ke organ retikulo endotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe /

limfonodus) jika replikasinya timbul di samping pertahanan imunologis, viremia

sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP.

Page 13: BAB II Meningitis Jadi

Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan

host.

Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya

dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler

atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lain yang kurang BBB).

Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN)

menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti kemudian

dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali

sebagai sel T, meskipun imunitassel B juga merupakan pertahanan dalam melawan

beberapa virus.

Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP

dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis

HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh

serat olfaktorike basal frontal dan lobus temporal anterior.

Meningitis Jamur

Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar.

Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar

yang resisten terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi

fisiologis karbondioksida dalam paru. Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi

sangat baik dalam host mamalia. Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks

primer paru kelenjar limfe (primary lung lymp node complex) yang biasanya

membatasi penyebaran organisme.

Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi

seperti gejala pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi

beratnya. Keadaan ini biasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan

dengan atau tanpa pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi pulmonar

fokal atau nodular. Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai

pertahanan host melemah. Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan

limfenodus torakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem kekebalannya

Page 14: BAB II Meningitis Jadi

terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau selama masa

reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang

paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana predileksi infeksi

ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan.

Ada beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus

neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif

karakteristik yang diaktakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat

seperti, produksi phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida, dan kemampuan untuk

berkembang dengan cepat pada suhu tubuh host. Informasi terakhir mengatakan

bahwa melanin bertindak sebagai antioksi dan yang melindungi organisme ini dari

mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor karakteristik lainnya yaitu kemampuan

kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan tubuh terutama fagositosis dan

kemampuan jamur untuk hidup dan berkembang pada suhu tubuh manusia.

2.7 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien meningitis adalah.

(Arif Muttaqin, 2011).

1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan

edema pada otak dan selaput otak.

2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan perubahan

tingkat kesadaran, depresi pusat napas di otak.

3. Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan infeksi meningekokus.

4. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.

5. Hipertermia yang berhubungan dengan inflamasi pada meningen dan

peningkatan metabolisme umum.

6. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang,

fiksasi kurang optimal.