bab ii landasan teori ii.1. definisi pajakthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00062-ak bab 2.pdfbab...

23
8 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam buku Mardiasmo (2008), “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”(h.1). Sementara itu definisi lain pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja yang terdapat dalam buku Erly Suandy (2008) mengatakan ”Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma - norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”(h.9). Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur -unsur : 1. Merupakan iuran rakyat kepada negara. 2. Pajak dipungut berdasarkan Undang - Undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Upload: dongoc

Post on 17-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

8

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Definisi Pajak

Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, “Pajak adalah kontribusi

wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”.

Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam buku Mardiasmo

(2008), “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum”(h.1).

Sementara itu definisi lain pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja yang

terdapat dalam buku Erly Suandy (2008) mengatakan ”Pajak adalah iuran wajib, berupa

uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma - norma hukum,

guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai

kesejahteraan umum”(h.9).

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur -unsur :

1. Merupakan iuran rakyat kepada negara.

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang - Undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

9

4. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat

ditunjuk.

5. Pajak dapat dipaksakan.

II.1.2. Fungsi Pajak

Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan karena pajak

merupakan sumber pendapatan negara, maka pajak memiliki 2 (dua) fungsi yaitu :

a. Fungsi anggaran (budgetair)

Pajak memmiliki fungsi sebagai anggaran (budgetair) yaitu sebagai alat untuk

memasukkan atau mengumpulkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan

Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, sehingga pajak merupakan sumber

pendapatan negara. Pajak dalam fungsi ini digunakan untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran rutin negara dan pembangunan. Upaya yang dilakukan

adalah dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak

melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan

(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang

Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain - lain.

b. Fungsi mengatur (regulerend)

Pajak selain berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan dana juga berfungsi

untuk mengatur. Fungsi mengatur dalam pajak adalah suatu fungsi yang

digunakan oleh pemerintah untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan

pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contohnya dalam rangka penanaman modal dengan memberikan berbagai

macam fasilitas keringanan pajak.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

10

II.1.3. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak adalah cara yang dilakukan dalam pemungutan pajak

untuk menentukan besarnya jumlah pajak terutang Wajib Pajak. Sistem pemungutan

pajak yang sederhana akan memudahkan Wajib Pajak dalam menghitung beban pajak

yang harus dibayar. Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) sistem pemungutan pajak yang

berlaku, yaitu :

a. Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak di mana jumlah

pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib Pajak dihitung dan ditetapkan

oleh fiskus atau aparat pajak. Maka dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif

dan utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari

fiskus.

b. Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak, di mana Wajib Pajak

harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak

yang terutang. Dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat aktif dan aparat pajak

(fiscus) hanya bertugas memberikan penyuluhan dan pengawasan untuk

mengetahui kepatuhan Wajib Pajak.

c. Witholding system adalah sistem pemungutan pajak di mana besarnya pajak

terutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga (pemberi kerja dan

bendaharawan pemerintah). Pada sistem pemungutan ini Wajib Pajak dan fiskus

bersifat pasif, artinya fiskus bertugas hanya mengawasi pemotongan dan

pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

11

II.2. Pajak Penghasilan

Menurut Peraturan Standar Akuntansi Keuangan No. 46 tentang Akuntansi

Pajak Penghasilan menyatakan “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung

berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak

perusahaan.” Menurut Ilyas et al. (2007 : 19) Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak

yang bersifat langsung yaitu pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak

dan dikenakan berulang-ulang pada waktu tertentu. Selain itu, Pajak Penghasilan

merupakan pajak subjektif yang dikenakan dengan memerhatikan keadaan pribadi

subjeknya.

Pajak Penghasilan pertama kali diatur dalam Undang - Undang No. 7 Tahun

1983 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50) yang didasari

falsafah Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945. Namun sejalan dengan

perkembangan yang terjadi pemerintah terus melakukan berbagai perubahan kebijakan

khususnya dalam sektor perpajakan, yaitu untuk dapat meningkatkan fungsi dan

perannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di

bidang ekoomi. Perubahan Undang - Undang Perpajakan yang diamandemen oleh

pemerintah secara beturut - turut sebagai berikut :

1. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1991;

2. Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1994;

3. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2000; dan

4. Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Amandemen ini dilakukan untuk menyederhanakan struktur pajak, jenis pajak,

tarif pajak, dan cara pemenuhan kewajiban perpajakan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

12

II.2.1. Subjek Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang

diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak. Secara teoritis subjek pajak adalah pihak

yang menjadi sasaran atau yang dimaksud oleh Undang-Undang untuk membayar pajak

atau memikul beban pajak. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Pajak Penghasilan No. 36

Tahun 2008 yang menjadi Subjek Pajak adalah :

1. a) Orang pribadi;

b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

2. Badan; dan

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang - Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008

Subjek Pajak dibedakan menjadi :

A. Subjek Pajak dalam negeri, adalah :

• orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada

di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang

pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai

niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

• badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;

• warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak.

B. Subjek pajak luar negeri adalah :

• orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

13

dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia ,

yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap

di Indonesia; dan

• orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,

dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,

yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia.

Yang tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan yang terdapat dalam

Undang - Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 3 jo Peraturan Menteri Keuangan No.

215/PMK.03/2008 adalah :

1. kantor perwakilan negara asing;

2. pejabat - pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat, atau pejabat - pejabat lain dari

negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja

pada dan bertempat tinggal bersama - sama mereka dengan syarat bukan warga

negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di

luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik;

3. organisasi – organisasi Internasional dengan syarat :

a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada

Pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

14

4. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada

huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha,

kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

II.2.2. Objek Pajak Penghasilan

Objek Pajak penghasilan diatur dalam Undang - Undang No. 36 Tahun 2008

Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan, “Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau

untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam

bentuk apapun”, termasuk :

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperolah termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,

bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali

ditentukan lain dalam Undang - Undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,

atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan

lainnya;

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

15

c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama

dan dalam bentuk apapun.

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi;

h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang tediri

dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak;

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

16

r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang

mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

s. surplus Bank Indonesia.

Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan berupa

hadiah undian, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya yang

diperdagangkan di bursa efek, penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah

dan atau bangunan, serta penghasilan lainnya, pengenaan pajaknya diatur berdasarkan

Peraturan Pemerintah.

II.2.3. Bukan Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (3) Undang - Undang Pajak Penghasilan menyatakan adanya

pengecualian dari objek pajak penghasilan yaitu :

a. 1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau

sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang

diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima

sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Pemerintah;

2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan

lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial

termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha

mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

17

Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan usaha,

pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak - pihak yang

bersangkutan;

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti penyertaan

modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib

Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,

Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang

menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana

dimaksud dalam pasal 15;

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau

badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang

didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :

1). Dividen berasal dari cadangan laba ditahan; dan

2). Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha

milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

18

yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)

dari jumlah modal yang disetor;

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun

pegawai;

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana

dimaksud pada huruf g, dalam bidang - bidang tertentu yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham - saham, persekutuan, perkumpulan,

firma, kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi

kolektif;

j. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih

lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.

154/PMK.03/2009;

k. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang

bergerak dalam bidang pndidikan dan/atau bidang penelitian dan

pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang

ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan

dan/atau penelitian dan pengembangan dalam jangka waku paling lama 4

(empat) tahun Sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

19

l. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

II.2.4. Pajak Penghasilan Yang Bersifat Final

Dalam Undang - Undang Pajak Penghasilan, pasal yang terkait dengan jenis

penghasilan bersifat final terdapat dalam pasal 4 ayat (2). Pajak Penghasilan final

memiliki beberapa karakteristik yaitu :

• Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu digabungkan dengan

penghasilan lain (yang non final) dalam perhitungan Pajak Penghasilan pada

SPT Tahunan.

• Jumlah PPh final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain

sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan.

• Biaya - biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan.

Tarif pajak penghasilan final cukup bervariatif sesuai dengan jenisnya seperti :

a. Atas bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang

negara, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) PPh terutang sebesar

20% dari penghasilan bruto;

b. Atas transaksi saham di bursa effek PPh terutang untuk seluruh saham

sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan (dipotong oleh

penyelenggara bursa), dan untuk saham sendiri PPh terutang sebesar 0,5%

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

20

dari nilai pasar saham saat Penawaran Umum Perdana (Initial Public

Offering = IPO);

c. Atas penghasilan dari hadiah undian dikenakan PPh final sebesar 25% dari

jumlah bruto nilai undian.

II.2.5. Tarif Pajak Penghasilan

Tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Terutang

untuk Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan terdapat dalam pasal 17 ayat

(1) Undang - Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pajak Penghasilan ada yang bersifat

progresif yaitu tarif yang dikenakan berdasarkan persentase sesuai dengan jumlah

penghasilan yang didapatkan untuk menghitung besarnya jumlah Pajak Penghasilan

Terutang (pajak yang harus dibayar), dan yang bersifat proporsional (tarif tunggal) yaitu

besar persentase tetap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak.

Besarnya tarif pajak berdasarkan Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17

Tahun 2000 yaitu :

Tabel II.1

Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000 5%

Di atas Rp 25.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000 10%

Di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000 15%

Di atas Rp 100.000.000 sampai dengan Rp 200.000.000 25%

Di atas Rp 200.000.000 35%

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

21

Tabel II.2

Tarif Pajak Penghasilan Badan Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 10%

Di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000 15%

Di atas Rp 100.000.000 30%

Sedangkan menurut Undang - Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008

besarnya tarif Pajak Penghasilan yaitu :

Tabel II.3

Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 5%

Di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15%

Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25%

Di atas Rp 500.000.000 30%

Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap dikenakan tarif tunggal

yaitu 28% (dua puluh delapan persen) untuk tahun pajak yang berlaku sampai dengan

tahun 2009. Untuk tahun pajak 2010 tarif yang dikenakan sebesar 25% (dua puluh lima

persen). Dalam penghitungan jumlah pajak yang terutang, maka penghasilan kena pajak

akan dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh sebelum dikalikan dengan tarif,

sesuai dengan pasal 17 ayat (4). Dengan adanya perubahan Undang - Undang Pajak

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

22

Penghasilan No. 36 Tahun 2008 terdapat tambahan pasal yaitu pasal 31E tentang

fasilitas perpajakan. Pasal tersebut menerangkan tentang pengurangan tarif pasal 17,

bunyi pasal 31E yaitu :

“Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)”.

Dari bunyi pasal tersebut maka besarnya tarif yang dikenakan untuk menghitung

jumlah Pajak Penghasilan Terutang adalah 28% dikalikan dengan 50% (14%) untuk

tahun pajak yang berlaku sampai tahun 2009, dan 25% dikalikan 50% (12,5%) untuk

tahun pajak yang mulai berlaku tahun 2010.

II.3. Biaya

Biaya (cost) adalah pengurang terhadap penghasilan. Dalam laporan keuangan

komersial biaya diakui apabila terjadi penurunan manfaat ekonomis pada masa

mendatang sehubungan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban yang dapat

diukur dengan modal. Menurut ketentuan perpajakan biaya diukur dengan cara

pencatatan yang dipakai dalam pembukuan perusahaan. Terdapat 2 (dua) metode yang

dapat digunakan untuk mengukur biaya, yaitu :

1. Metode kas (cash method) yaitu biaya diakui pada saat pembayaran.

2. Metode akrual (accrual method) yaitu biaya diakui pada saat terutang

tanpa memperhatikan pembayaran.

Atas dasar pertimbangan penerimaan dalam tujuan perpajakan, biaya tidak dapat

dikurangkan seluruhnya terhadap penghasilan. Dalam pasal 6 ayat (1) boleh dijadikan

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

23

pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) dan pasal 9 ayat (1) merupakan

biaya yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expenses).

II.3.1. Biaya Yang Dapat Dikurangkan

Dalam Undang - Undang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) beban yang dapat

dikurangkan sebagai biaya adalah pengeluaran yang berhubungan langsung dengan

usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang

merupakan objek pajak, termasuk :

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,

antara lain: biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang

diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya

pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan; biaya

administrasi; dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi

atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai

masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta

berwujud ditetapkan sebagai berikut :

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

24

Kelompok Harta Berwujud Masa

Manfaat

Tarif Penyusutan

Garis Lurus Saldo Menurun

I. Bukan Bangunan

Kelompok I

Kelompok II

Kelompok III

Kelompok IV

II. Bangunan

Permanen

Tidak Permanen

4 Tahun

8 Tahun

16 Tahun

20 Tahun

20 Tahun

10 Tahun

25 %

12.5 %

6.25 %

5 %

5 %

10 %

50 %

25 %

12.5 %

10 %

-

-

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan;

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan

dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan;

e. kerugian selisih kurs mata uang asing;

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

h. piutang yang nyata - nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersil;

2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada Direktorat Jenderal Pajak;

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

25

3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya

perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang

antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau lebih dipublikasikan

dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur

bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; dan

4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk

penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud

dalam pasal 4 ayat (1) huruf k.

i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya

diatur dengan Peraturan Pemerintah No.93 Tahun 2010;

j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di

Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No.93 Tahun

2010;

k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah No.93 Tahun 2010;

l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah No.93 Tahun 2010; dan

m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah No.93 Tahun 2010.

Selain biaya - biaya yang penulis sebutkan diatas berdasarkan Undang - Undang,

terdapat biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu biaya entertainment

yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 yang

ditegaskan lagi dalam Surat Dirjen Pajak Nomor S-334/PJ.312/2003.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

26

II.3.2. Biaya Yang Tidak Dapat Dikurangkan

Dalam Pasal 9 ayat (1) biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto (non deductible expenses) adalah pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak. Biaya yang tidak boleh

dikurangkan yaitu :

a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,

termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada

pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi

pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1). cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain

yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,

perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

2). cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial

yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3). cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

4). cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

5). cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

6). cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan

limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

27

pribadi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung

sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penyediaan makanan

dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam

bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan

pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Keputusan

Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-213/PJ./2001;

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham

atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf i sampai m serta zakat

yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk

atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya

wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah yang

ketentuannya diatur atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

h. pajak penghasilan;

i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib

Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

28

k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana

berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di

bidang perpajakan.

II.4. Rekonsiliasi Fiskal

Laporan keuangan komersial menurut Stándar Akuntansi Keuangan (SAK)

memiliki tujuan umum yaitu untuk menyediakan informasi yang berkaitan dengan posisi

keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat

bagi sejumlah besar pemakai laporan dalam rangka membuat keputusan ekonomi serta

menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber - sumber daya

yang dipercayakan kepadanya.

Dalam perpajakan laporan keuangan disusun sesuai dengan peraturan perpajakan

dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak yang disebut dengan “Laporan

Keuangan Fiskal”. Laporan keuangan fiskal memiliki kriteria tertentu tentang

pengukuran dan pengakuan terhadap penghasilan dan beban yang umumnya terdapat

dalam laporan keuangan komersial. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan

kepentingan antara akuntansi komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar

akuntansi yaitu perbandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya yang terkait,

sedangkan dari segi fiskal untuk menghitung besarnya jumlah pajak terutang.

Akibat adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi

komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya Penghasilan

Kena Pajak, maka diperlukan proses rekonsiliasi yaitu dengan melakukan koreksi-

koreksi terhadap pos-pos penghasilan dan biaya-biaya. Perbedaan antara akuntansi

komersial dengan ketentuan fiskal (UU PPh) ini dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu :

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

29

1. Beda tetap atau permanen (permanent difference)

Perbedaan ini merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun

biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang -Undang Pajak

Penghasilan yang sifatnya permanen. Maksudnya koreksi fiskal yang

dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun

berikutnya. Beda tetap terjadi karena (Gunadi, 2010):

a. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan

menurut ketentuan PPh bukan penghasilan.

b. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan

menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final.

c. Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan

menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (pasal 9 ayat 1 UU

PPh).

2. Beda waktu (temporary difference)

Beda waktu merupakan perbedaan biaya tiap tahun atau tahun buku karena

perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan

ketentuan fiskal. Tetapi secara keseluruhan jumlah yang dibebankan sebagai

biaya adalah sama (syarat harus taat azas). Contoh :

• Metode penyusutan atau amortisasi;

• Metode penilaian persediaan;

• Penyisihan piutang tak tertagih;

• Rugi laba selisih kurs.

• Rugi laba atas penyertaan saham

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00062-AK bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI II.1. ... pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang

30

II.5. Kompensasi Kerugian

Kompensasi kerugian diatur dalam Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17

Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 Pasal

6 ayat (2) yaitu apabila penghasilan bruto setelah pengurangan yang diperkenankan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut

dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto selama 5 (lima) tahun berturut-turut

dimulai sejak tahun berikutnya setelah tahun didapatkan kerugian tersebut. Namun jika

kerugian tersebut telah lewat dari 5 (lima) tahun, maka tidak dapat untuk

dikompensasikan ke laba bersih tahun berikutnya. Kompensasi kerugian hanya

diperbolehkan apabila Wajib Pajak menggunakan pembukuan.