bab ii landasan teori ii.1 perpajakan ii.1.1 definisi pajakthesis.binus.ac.id/asli/bab2/2011-2-00047...

34
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam buku “Perpajakan Indonesia” karangan Waluyo (2008, h3), “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,SH. dalam buku “Perpajakan” karangan Mardiasmo (2006, h1) dan dalam buku “Perpajakan Indonesia” karangan Waluyo (2008, h3), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah : a. Pajak dipungut dan diatur pelaksanaannya berdasarkan undang-undang serta sifatnya dapat dipaksakan. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah.

Upload: doanque

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Perpajakan

II.1.1 Definisi Pajak

Definisi atau pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja

dalam buku “Perpajakan Indonesia” karangan Waluyo (2008, h3),

“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang

dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,SH. dalam buku “Perpajakan”

karangan Mardiasmo (2006, h1) dan dalam buku “Perpajakan Indonesia” karangan

Waluyo (2008, h3),

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum”.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang

melekat pada pengertian pajak adalah :

a. Pajak dipungut dan diatur pelaksanaannya berdasarkan undang-undang serta

sifatnya dapat dipaksakan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan

(kontraprestasi) individual oleh pemerintah.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

c. Pajak digunakan pemerintah untuk mendanai segala jenis biaya dan

pengeluaran – pengeluaran yang menunjang jalannya roda pembangunan dan

pemerintahan.

d. Pajak selain memiliki tujuan budgetair, juga bertujuan mengatur.

II.1.2 Jenis Pajak

Dalam buku “Perpajakan” (2010, h5), Mardiasmo mengelompokkan Jenis

Pajak menurut :

1. Golongannya

Berdasarkan golongannya, jenis pajak yang berlaku di Indonesia terdiri

dari :

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib

Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

2. Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, jenis pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan

menjadi:

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan keadaan diri Wajib

Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan

Nilai.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

3. Lembaga Pemungutnya

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi :

a. Pajak Pusat

Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh Pajak

Pusat yaitu :

1. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.

Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun

dari luar Indonesia yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau

untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan

usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas

konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah

Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang

mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan

Pajak Pertambahan Nilai. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa

adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan

lain oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah tunggal yaitu sebesar 10%.

Dalam hal ekspor, tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 0%.

Yang dimaksud dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia

yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya.

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, atas barang-barang kena

pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM.

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling

rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus

persen).

4. Bea Materai

Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti

surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat

berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas

jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

b. Pajak Daerah.

Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik

di tingkat Propinsi maupun Kabupaten atau Kota, untuk membiayai

rumah tangga daerah. Contoh Pajak Daerah yaitu:

1. Pajak Bumi dan Bangunan

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau

pemanfaatan tanah dan/atau bangunan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah

dan/atau bangunan.

3. Pajak Kendaraan Bermotor

PKB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan dan/atau

pemanfaatan kendaraan bermotor.

4. Pajak Reklame, dll.

II.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2006, h7) mengemukakan beberapa Sistem Pemungutan Pajak,

yaitu :

a. Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

Wajib Pajak. Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

2) Wajib pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

b. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang. Ciri-cirinya:

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib

pajak sendiri,

2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang,

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak. Penunjukkan pihak ketiga ini bisa dilakukan dengan

Undang - Undang Perpajakan, Keputusan Presiden, dan peraturan lainnya

untuk memotong dan memungut pajak, menyetorkan, dan

mempertanggung-jawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang

ada pada pihak ketiga yaitu pihak lain selain fiskus dan wajib pajak.

“Sistem Pemungutan Pajak yang diterapkan di Indonesia sejak awal Tahun

1984 yaitu Self Assesment System. Sejak diberlakukannya Self Assesment System

dalam Perpajakan Indonesia, Wajib Pajak diberi kepercayaan penuh untuk

menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri Pajak – Pajak yang menjadi

kewajibannya”. Namun masih banyak Wajib Pajak yang belum memenuhi

Kewajiban Perpajakannya menurut Hanantha Bwoga (2005, h1).

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,

menurut Mardiasmo (2006, h2), maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat

sebagai berikut:

1. Pemungutan Pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang -

Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-

undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata.

Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi

wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran,

dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

Pemungutan pajak tidak dapat terlepas dari aspek keadilan. Dengan

ditanamkannya keadilan maka dapat menciptakan keseimbangan sosial

yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat.

2. Pemungutan Pajak harus berdasarkan Undang - Undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2). Hal

ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi

Negara maupun bagi warganya. Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan yang diterapkan di Indonesia diatur oleh Undang – Undang

No. 6 Tahun 1983.

Undang – Undang tersebut telah mengalami beberapa kali

penyempurnaan, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang – Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2008.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomi)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi

maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan Pajak harus efisien (Syarat Finansial)

Sesuai fungsi budgeter, biaya pemungutan pajak harus dapat

ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem Pemungutan Pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan masyarakat

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

II.1.4 Tarif Pajak

Penetapan Tarif Pajak harus didasarkan pada asas keadilan. Untuk

penghitungan pajak yang terutang digunakan Tarif Pajak. Yang dimaksud dengan

Tarif Pajak adalah tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang

(pajak yang harus dibayar). Besarnya Tarif Pajak dapat dinyatakan dalam

persentase. Menurut Erly Suandy (2005, h71) ada 4 macam tarif pajak:

a. Tarif Tetap

Tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun Dasar

Pengenaan Pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang

terutang selalu tetap.

Contoh: Bea Materai untuk cek dan bilyet giro, berapapun

nominalnya dikenakan satu bea saja yakni Rp 6.000,-

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

b. Tarif Sebanding / Proporsional

Tarif pajak yang persentasenya tetap, tetapi jumlah pajak yang

terutang akan berubah secara sebanding / proporsional dengan Dasar

Pengenaan Pajaknya. Contoh: untuk penyerahan Barang Kena Pajak

didalam daerah pabean akan dikenakan PPN sebesar 10%.

c. Tarif Progresif

Tarif pajak yang presentasenya semakin besar jika Dasar Pengenaan

Pajaknya meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai

dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.

Contoh: Undang-Undang PPh pasal 36 tahun 2008 Pasal 17 ayat (1).

Menurut kenaikan presentase tarifnya, Tarif Progresif dibagi:

1. Tarif Progresif: Kenaikan presentase semakin besar.

2. Tarif Progresif Tetap: Kenaikan presentase tetap.

3. Tarif Progresif Degresif: Kenaikan presentase semakin kecil.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Dalam Negeri adalah:

Tabel II.1

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Dalam Negeri

Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (1)

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

Sampai dengan Rp.50juta 5 %

Rp.50juta sampai dengan Rp 250juta 15%

Rp 250juta sampai dengan Rp 500juta 25%

Diatas Rp 500juta 30%

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Lapisan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri adalah:

Tabel II.2

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri – BUT

Lapisan Penghasilan

Kena Pajak

Tarif Pajak

Tahun 2009

Tarif Pajak

Tahun 2010

Tarif Tunggal 28% 25%

Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2) dan (2a)

d. Tarif Degresif : Tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika Dasar

Pengenaan Pajaknya meningkat.

Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan

perubahan Dasar Pengenaan Pajaknya.

II.1.5 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Menurut Mardiasmo dalam buku “Perpajakan”, ada dua ajaran yang mengatur

timbulnya utang pajak (2006, h8):

a. Ajaran Formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh

fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assesment System.

b. Ajaran Materiil

Utang pajak timbul karena berlakunya Undang - Undang. Seseorang

dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan

pada Self Assesment System.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:

1) Pembayaran

2) Kompensasi

3) Daluwarsa

4) Pembebasan dan penghapusan

II.2 Pajak Pertambahan Nilai

II.2.1 Definisi – Definisi terkait Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Penjelasan atas UU No. 42 Tahun 2009, “Pajak Pertambahan Nilai

adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan

secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.”

Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut Djoko Muljono yaitu

“Pajak penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada setiap

transaksi” (2008, h1).

Dalam bahasa Inggris, Pajak Pertambahan Nilai disebut Value Added Tax

(VAT) atau Goods and Services Tax (GST). Pajak Pertambahan Nilai termasuk

jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain

(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung

pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Menurut Waluyo (2009, h2) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah merupakan Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam

negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Berdasarkan definisi – definisi yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan

bahwa barang yang tidak dikonsumsi di dalam Daerah Pabean (diekspor)

dikenakan pajak dengan tarif 0 % (nol persen). Sebaliknya, atas impor barang

dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri. Sesuai dengan

pertimbangan keadaan ekonomi, sosial dan budaya, tidak semua barang dan jasa

dikenakan pajak.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan

Nilai ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha

Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak

menurut Undang - Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 angka 15 yaitu “Pengusaha

yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena

Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini.”

Penetapan Wajib Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

diatur dalam Undang - Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 2 angka 2 yang

menyatakan, “Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak

berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya,

wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat

kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak”.

Dalam penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh

Pengusaha Kena Pajak, dikenal istilah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Menurut UU No. 8 Tahun 1983 yang sebagaimana telah diubah terakhir

dengan UU No. 42 Tahun 2009, “Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai

yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu pembelian Barang Kena

Pajak, penerimaan Jasa Kena Pajak, atau impor Barang Kena Pajak. Pajak

Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena

Pajak pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak”.

Menurut UU No. 42 Tahun 2009,“Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan

Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan

Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang

Kena Pajak. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib

dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena

Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak”.

II.2.2 Dasar Hukum

Undang – Undang yang mengatur ketentuan penerapan Pajak Pertambahan

Nilai di Indonesia yaitu UU No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Yang telah mengalami

beberapa perubahan dengan UU No. 11 Tahun 1994 dan UU No. 18 Tahun 2000.

Dasar hukum terbaru yang digunakan untuk Penerapan Pajak Pertambahan

Nilai di Indonesia yaitu UUNo. 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan ketiga atas

Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan

Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

II.2.3 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

Karakteristik yang dimiliki oleh Pajak Pertambahan Nilai menurut Waluyo

(2009, h4) dan Mardiasmo (2006, h253) yaitu :

a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul

beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara

berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini secara nyata

berkedudukan sebagai pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena

Pajak. Oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan pemungutan Pajak

Pertambahan Nilai, pihak yang akan dimintai pertanggung jawabannya oleh

administrator pajak yaitu Pengusaha Kena Pajak yang menjadi Penjual Barang

Kena Pajak.

Sebagai Pajak Tidak Langsung, pengertian Pajak Pertambahan Nilai

dapat dirumuskan berdasarkan dua sudut pandang sebagai berikut :

1) Sudut pandang ekonomi dimana beban pajak dialihkan kepada pihak lain

yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek

pajak.

2) Sudut pandang yuridis dimana tanggung jawab pembayaran pajak kepada

Kas Negara tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak. Sudut

pandang secara yuridis ini membawa konsekuensi filosofis bahwa dalam

Pajak Tidak Langsung apabila pembeli atau penerima jasa telah membayar

pajak yang terutang kepada penjual atau pengusaha jasa, pada hakikatnya

sama dengan telah membayar pajak tersebut ke Kas Negara.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Dalam Jurnal Perpajakan Indonesia, Volume 1, Nomor 3 Bulan

Oktober, Untung Sukardji menyatakan bahwa “sudah banyak pihak yang

melupakan atau tidak peduli lagi terhadap legal karakter Pajak Pertambahan

Nilai sebagai Pajak Tidak Langsung. Supaya supremasi hukum dapat

ditegakkan dan dijunjung tinggi, maka Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak

Tidak Langsung harus dipahami melalui nuansa yuridis, bukan nuansa

ekonomis”(2001, h37). Sehingga bila suatu saat terjadi penyimpangan

pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dengan pemahaman ini maka pihak

fiskus tidak dapat bertindak sewenang – wenang kepada pihak pembeli atau

penerima jasa.

b. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif

Yang dimaksud dengan Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak yang

pada saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yaitu

adanya taatbestand. Adapun yang dimaksud dengan taatbestand adalah

keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang

juga disebut dengan nama Objek Pajak. Sebagai Pajak Objektif, timbulnya

kewajiban untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai ditentukan oleh adanya

Objek Pajak. Kondisi Subjektif Subjek Pajak tidak menentukan pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai tidak membedakan anatar

konsumen yang berupa orang pribadi maupun badan, berpenghasilan tinggi

maupun rendah. Sepanjang mereka mengkonsumsi barang atau jasa yang

menjadi Objek Pajak maka mereka diperlakukan sama.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

c. Multi Stage Levy Tax

Multi Stage Levy Tax merupakan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.

Setiap penyerahan barang yang menjadi Objek Pajak Pertambahan Nilai

mulai dari tingkat pabrikan (Manufacture) kemudian ditingkat pedagang besar

(wholesaler) dalam berbagai bentuk ataupun nama, sampai dengan tingkat

pedagang eceran (retailer) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

d. Non – Kumulatif

Yang dimaksud dengan non – kumulatif disini menjelaskan bahwa

mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan pada nilai

tambah dari Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.

Pajak Pertambahan Nilai tidak bersifat kumulatif meskipun memiliki

karakteristik Multy Stage Levy Tax karena Pajak Pertambahan Nilai mengenal

adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Pajak

Pertambahan Nilai yang dibayar bukan merupakan unsur harga pokok barang

atau jasa.

e. Single Tariff ( Tarif Tunggal )

Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia hanya menerapkan satu jenis tarif

yaitu 10% (sepuluh persen) untuk penyerahan BKP dalam negeri dan 0% (nol

persen) untuk ekspor BKP.

f. PPN Terutang yang akan dibayarkan kepada Kas Negara dihitung

menggunakan Indirect Subtraction Method/Credit Method/Invoice Method.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Yaitu dimana penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Terutang

didasarkan pada nilai uang dari sebuah transaksi yang telah diakui yang tertera

pada Faktur Penjualan maupun Faktur Pembelian.

g. Dikenakan atas Konsumsi Dalam Negeri

Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas Barang atau Jasa Kena

Pajak yang dikonsumsi di dalam negeri, termasuk Barang Kena Pajak yang

diimpor dari luar negeri. Tetapi untuk ekspor Barang Kena Pajak tidak

dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat

tujuan (destination principle) yaitu pajak dikenakan di tempat barang atau jasa

akan dikonsumsi.

h. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral

Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) faktor, yaitu :

1. PPN dikenakan atas konsumsi barang atau jasa.

2. PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan.

II.2.4 Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk Pajak Pertambahan Nilai,

yaitu sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor

Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen). Sesuai Peraturan Pemerintah, Tarif

Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah menjadi serendah – rendahnya 5% (lima

persen) dan setinggi – tingginya 15% (lima belas persen). Hal tersebut diatur

dalam Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 7.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Menurut Undang – Undang No 18 Tahun 2000 Pasal 9 ayat (1) yang

kemudian disisipkan pada Pasal 8A ayat (1) Undang – Undang No. 42 Tahun

2009, cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah dengan

mengalikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yaitu jumlah Harga Jual, Penggantian,

Nilai Impor, Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan dengan Tarif Pajak.

II.2.5 Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Subjek Pajak Pertambahan Nilai menurut Untung Sukardji (2007, h65)

disebut juga Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang :

a. Melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

b. Mengekspor BKP yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

c. Menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual

belikan.

d. Melakukan bentuk kerjasama operasi yang apabila menyerahkan Barang

Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan Pajak Pertambahan

Nilai.

Sedangkan Pengusaha yang Bukan Pengusaha Kena Pajak menurut

Mardiamo (2006, h258), yaitu :

a. Pengusaha Kecil yaitu pengusaha yang selama satu tahun buku

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari

Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

b. Pengusaha yang semata – mata menyerahkan barang dan/atau jasa yang

tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

II.2.6 Objek dan Non Objek Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 4 ayat (1), Pajak

Pertambahan Nilai dikenakan atas:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan

oleh Pengusaha;

b. Impor Barang Kena Pajak;

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan

oleh Pengusaha;

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah

Pabean di dalam Daerah Pabean;

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean;

f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

atau

h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, untuk Penyerahan Barang

Kena Pajak yang tergolong mewah, yang dilakukan oleh Pengusaha yang

menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau

pekerjaannya dan impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, dikenakan

pula Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya 1 (satu) kali pada

waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha

yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong

mewah.

Yang dimaksud dengan Penyerahan Barang Kena Pajak menurut Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1A ayat (1), adalah:

a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;

b. Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau

perjanjian sewa guna usaha (leasing);

c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui

juru lelang;

d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena

Pajak;

e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut

tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat

pembubaran perusahaan;

f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya

dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;

g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan

h. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka

perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang

penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada

pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak

menurut UU Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1A ayat (2), adalah:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud

dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;

b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;

c. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang –

Undang ini dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan

tempat pajak terutang;

d. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak

yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah

Pengusaha Kena Pajak; dan

e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak

untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat

dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Pajak

Pertambahan Nilai.

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat (2) dan

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000, adalah barang

tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung

dari sumbernya;

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang

dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman

yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering;

d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat (3), adalah jasa

tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

a. Jasa pelayanan kesehatan medis;

b. Jasa pelayanan sosial;

c. Jasa pengiriman surat dengan perangko;

d. Jasa keuangan;

e. Jasa asuransi;

f. Jasa keagamaan;

g. Jasa pendidikan;

h. Jasa kesenian dan hiburan;

i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam

negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan

udara luar negeri;

k. Jasa tenaga kerja;

l. Jasa perhotelan;

m. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum;

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

n. Jasa penyediaan tempat parkir;

o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan

q. Jasa boga atau catering.

II.2.7 Dasar Pengenaan Pajak

Menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009

Pasal 8A ayat (1), yang merupakan Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga

Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang dipakai sebagai

dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta

atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan

potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta

atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak,

ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi

tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang

ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak, atau nilai berupa

uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak

Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar

Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea

masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang

Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang ini.

Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta

atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari

dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalm Pemberitahuan Ekspor

Barang (PEB).

II.3 Ketentuan – Ketentuan Terkait Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan

Nilai

II.3.1 Ketentuan Mengenai Pajak Terutang

II.3.1.1 Saat dan Tempat Pajak Terutang

Terutangnya Pajak menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai

No. 42 Tahun 2009 Pasal 11 ayat 1 yaitu terjadi pada saat :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak

2. Impor Barang Kena Pajak

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean

6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud

7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

8. Ekspor Jasa Kena Pajak.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Tempat terutang Pajak menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan

Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 12 yaitu :

1. Tempat tinggal atau tempat kedudukan;

2. Tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain selain tempat tinggal atau

tempat kedudukan;

3. Tempat kegiatan usaha dilakukan.

II.3.1.2 Pajak Terutang yang tidak dipungut

Menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009

Pasal 16b ayat (1), Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau

dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun

selamanya, untuk:

a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah

Pabean;

b. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena

Pajak tertentu;

c. Impor Barang Kena Pajak tertentu;

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar

Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

II.3.2 Pengkreditan Pajak Masukan

II.3.2.1 Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

Menurut Waluyo, “Pajak yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak

pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa

Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha

Kena Pajak pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan

dalam Masa Pajak yang sama.” (2009, h83)

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan atas

perolehan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan

langsung dengan kegiatan usaha dan memenuhi syarat bahwa pengeluaran

tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan

Nilai.

II.3.2.2 Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan

Menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009

Pasal 9 ayat (8), Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan untuk:

a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum

Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak

mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;

c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan

station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan

Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

e. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur

Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Perundang – Undangan (cacat)

atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib

Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

f. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan

Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak

memenuhi ketentuan Perundang – Undangan (cacat);

g. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak

Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;

h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak

Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan

pemeriksaan; dan

i. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena

Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana

dimaksud dalam Undang – Undang ini.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

II.3.3 Faktur Pajak

Faktur Pajak yang dimaksud oleh Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.

PER-13/PJ./2010 Pasal 1 angka 2 adalah bukti pungutan Pajak yang dibuat oleh

Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak.

II.3.3.1 Penerbitan Faktur Pajak

Menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Pasal 9 ayat

(13), Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak

b. Penyerahan Jasa Kena Pajak

c. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

d. Ekspor Jasa Kena Pajak

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-13/PJ./2010 Pasal

1 angka 4, Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) satu Faktur Pajak

Gabungan yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli

Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1

(satu) bulan kalender.

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-159/PJ./2006 Pasal

2 ayat (1) dan (2), Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran

diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi

sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

c. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan

pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;

d. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan

sebagian tahap pekerjaan; atau

e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan

kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak

Pertambahan Nilai.

Sedangkan Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat:

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian

atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau

b. Pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi

sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

penyerahan Jasa Kena Pajak.

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-13/PJ./2010 Pasal

2 ayat (1) dan (2), Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:

a. Saat penyerahan BKP dan/atau JKP;

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran

terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP;

c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian

tahap pekerjaan; atau

d. Saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada

Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Dan Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat pada akhir bulan

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-159/PJ./2006 Pasal

1 ayat (3), dalam Faktur Pajak harus mencantumkan keterangan tentang

penyerahan BKP dan/atau JKP yang sedikitnya memuat:

a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP;

b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP dan/atau JKP;

c. Jenis barang/jasa, jumlah Harga Jual/Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak dan

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

II.3.3.2 Faktur Pajak Cacat

Faktur Pajak Cacat menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER

– 159/ PJ./2006 Pasal 5 ayat (2) yaitu Faktur Pajak Standar yang tidak diisi

secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh pejabat/kuasa

yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Cacat

merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena

Pajak. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER –

159/ PJ./2006 Pasal 5 ayat (3).

II.3.4 Kawasan Perdagangan Bebas

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 45/PMK.

03/2009 Pasal 1 angka 1, “Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari

pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang

mewah, dan cukai”.

Seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang

Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas Bab V Pasal 9 ayat (1), “Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas mempunyai fungsi sebagai tempat untuk mengembangkan usaha-usaha di

bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi,

maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata

dan bidang-bidang lainnya”.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

II.3.5 Wajib Pungut

Yang dimaksud wajib pungut menurut Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia No. 563/KMK.03/2003 Pasal 2 ayat (2) yaitu Pemungut

Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan

Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib

memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.

Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah menurut Keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia No. 563/KMK.03/2003 Pasal 1 ayat (2) adalah

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan

dan Kas Negara.

Pihak – pihak yang ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.

547/KMK.04/2000 Pasal 1 ayat (1)  yaitu Kantor Perbendaharaan dan Kas

Negara, Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten

atau Kota, Pertamina, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di

bidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan Pertambangan Umum lainnya,

Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Bank Milik Negara,

Bank Milik Daerah dan Bank Indonesia.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha

II.3.6 Peraturan Perpajakan Terkait Tenaga Listrik

Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam

ratus) watt merupakan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis

menurut Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2001 yang telah dirubah, terakhir

dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1 huruf h.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 Pasal 2 ayat (2), listrik

yang merupakan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis, kecuali

untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) watt

dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajakthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00047 AK bab 2].pdf · Kena Pajak yang disingkat PKP. Yang dimaksud dengan Pengusaha