bab ii landasan teori ii.1. pemahaman pajakthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00496-ak...

21
10 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan karangan Mardiasmo (2011), pajak adalah “Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dilaksanakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang dapat langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” (h1) Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: 1. Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat. Jadi menurut pendapat penulis, pajak merupakan iuran yang diberikan oleh rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, yang tidak mendapatkan

Upload: vonguyet

Post on 03-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

10

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Pemahaman Pajak

II.1.1 Definisi Pajak

Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan karangan Mardiasmo

(2011), pajak adalah “Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

dapat dilaksanakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang dapat

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

(h1)

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

1. Iuran dari rakyat kepada Negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang

(bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat

ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.

Jadi menurut pendapat penulis, pajak merupakan iuran yang diberikan oleh

rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, yang tidak mendapatkan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

11

kontraprestasi secara langsung yang bertujuan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan negara.

II.1.2 Fungsi dan Asas Pengenaan Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka menurut Mardiasmo (2011), pajak

mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan

pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan

pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,

belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan,

uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi

pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan

sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama

diharapkan dari sektor pajak.

b. Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang

pertumbuhan ekonomi. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat

untuk mencapai tujuan. Contohnya: dalam rangka untuk mendorong ekspor produk

Indonesia di pasaran dunia, pemerintah membuat tarif ekspor sebesar 0%.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

12

II.1.3 Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang

pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan

negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Untuk

dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar

yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Menurut Mardiasmo dalam buku Perpajakan (2011), terdapat beberapa asas yang

dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk

mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang

paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

a. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence

principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu

penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila

untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk

(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang

bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak

dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal.

Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan

pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili

(kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang

diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri

(world-wide income concept).

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

13

b. Asas sumber, negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak

atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan

hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau

diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-

sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan

mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh

penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah

objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja

asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia

akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.

c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas

kewarganegaraan (nationality/citizenship principle). Dalam asas ini, yang

menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang

atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah

menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal.

Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas

nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas

dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.

II.1.4 Pembagian Jenis Pajak

Mardiasmo (2011) menjelaskan secara umum pajak yang diberlakukan di

Indonesia dapat dibedakan dengan klarifikasi sebagai berikut:

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

14

1) Menurut golongannya

a. Pajak langsung adalah pajak yang yang harus dipikul sendiri oleh Wajib

Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Hotel, Pajak Hiburan

dan Pajak Restoran.

2) Menurut sifatnya

a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:

Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penjualan atas

Barang Mewah.

3) Menurut lembaga pemungutnya

Dwiarso, Yulita dan Agung (2011) menjelaskan secara kewilayahan pajak

terbagi menjadi dua katagori, yaitu:

a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintahan pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Bea Materai.

b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintahan daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

i. Pajak provinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor.

ii. Pajak kabupaten atau kota, contoh: pajak hotel. (h5)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

15

II.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2011) menjalaskan bahwa sistem pemungutan pajak dapat dibagi

atas 3 (tiga) macam yaitu:

a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2. Wajib Pajak bersifat pasif.

3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang.

Ciri-cirinya:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib

Pajak sendiri.

2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System adalah suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

16

Ciri-cirinya:

1. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak

ketiga, pihak lain selain fiskus dan Wajib Pajak. (h7)

II.1.6 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Mardiasmo (2011) menjelaskan bahwa utang pajak timbul karena Surat

Ketetapan Pajak (ajaran formal), ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

Perbedaan dengan ajaran materiil bahwa utang pajak timbul karena undang-undang.

Ajaran ini diterapkan pada self assessement system. Penghapusan utang pajak dapat

disebabkan beberapa hal :

1. Pembayaran

Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayaran

yang dilakukan ke Kas Negara.

2. Kompensasi

Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan

seseorang di luar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi

apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak.

Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima Wajib Pajak sebelumnya

harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terutang.

3. Daluwarsa

Dalam hal ini daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk

melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 5 (lima) tahun

terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun

pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini memberi kepastian hukum

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

17

kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan pajak

tertangguh, antara lain apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.

4. Pembebasan dan Penghapusan

Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan.

Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap

sanksi administrasi. Sedangkan penghapusan utang pajak ini sama sifatnya

dengan pembebasan, tetapi diberikannya kepada keadaan keuangan Wajib

Pajak.(h8)

II.2 Pemahaman Mengenai Otonomi Daerah dan Pajak Daerah

II.2.1. Otonomi Daerah

Adrian Sutedi (2009) menjelaskan bahwa otonomi daerah secara istilah

merupakan wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur

dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri. Pengertian

yang lebih luas lagi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam menjalankan amanat yang diberikan oleh pemerintahan pusat kepada

daerah yang telah memiliki otonomi daerah maka diperlukan pendanaan yang tidak

sedikit. Pemerintahan pusat memberikan dana kepada setiap daerah untuk

penyelenggaraan urusan pemerintahan melalui perimbangan keuangan antara

pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Perimbangan keuangan antara

pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah adalah suatu system pembagian keuangan

yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

18

penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan

kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas

pembantuan.

Dikarenakan dana yang diberikan oleh pemerintah tidak mencukupi maka daerah

didorong untuk mencari sumber penerimaan sendiri agar penyelenggaraan urusan

pemerintahaan berjalan lancar, efektif, dan efisien. Dalam Undang-undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah bahwa sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas

pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok

sebagaimana dibawah ini:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, meliputi:

a) Pajak daerah;

b) Restribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU)

daerah;

c) Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil

kerjasama dengan pihak ketiga dan,

d) Lain-lain PAD yang sah.

2. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi.

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sumber penerimaan daerah yang kedua, yaitu pembiayaan yang bersumber dari :

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

19

1. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah;

2. Penerimaan peminjaman daerah;

3. Dana cadangan daerah; dan

4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. (H19)

II.2.2 Pengertian Pajak Daerah

Mardiasmo (2011) Undang-Undang Pajak Daerah No.28 Tahun 2009

mendefinisikan, “Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang

oleh orang pripadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah

bagi sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat”. Pajak daerah terbagi menjadi dua, yaitu

pajak provinsi dan pajak kabupaten atau kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan

kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada

wilayah administrasi provinsi atau kabupaten atau kota yang bersangkutan. (h12)

1. Pajak provinsi terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Air Permukaan; dan

e. Pajak Rokok.

2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari :

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan;

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

20

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

II.3 Pemahaman Mengenai Pajak Daerah

II.3.1 Pajak Hotel

Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel

Siahaan (2010) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1

angka 20 dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Sedangkan yang dimaksud hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan atau

peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan pungutan bayaran, yang mencakup

jasa motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah

penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh.

Dasar Hukum pemungutan pajak hotel pada suatu kabupaten atau kota adalah

sebagaimana di bawah ini:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi

Daerah;

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

21

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi

Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah;

4. Peraturan daerah kabupaten atau kota Cilegon Nomor 6 Tahun 2011 yang

mengatur tentang Pajak Hotel;

5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai aturan

pelaksanaan Peraturan Dearah tentang Pajak Hotel pada kabupaten atau kota

dimaksud. (h299)

Subjek Pajak dan Wajib Pajak Pajak Hotel

Siahaan (2010) subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang

melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.

Secara sederhana yang menjadi subjek pajak hotel adalah konsumen yang menikmati

dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sedangkan yang

menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel, yaitu

orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan dan

pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan. (h303)

Objek dan Bukan Objek Pajak Hotel

1. Objek Pajak

Siahaan (2010) menjelaskan yang menjadi objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang

disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai

kelengkapan hotel yang bersifat memberikan kemudahan dan kenyamanan,

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

22

termasuk fasilitas yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan,

termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.

2. Dikecualikan sebagai Objek Pajak

Dikecualikan sebagai objek pajak hotel adalah :

1. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau

pemerintah daerah;

2. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya didasarkan atas izin

usahanya;

3. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;

4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti

asuhan, dan panti sosial lainnya yag sejenis;

5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel

yang dapat dimanfaatkan oleh umum. (h301)

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hotel

1. Dasar Pengenaan Pajak Hotel

Siahaan (2010) Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau

yang seharusnya dibayar kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan

istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada

saat pemakaian jasa hotel.

2. Tarif Pajak Hotel

Zuraida (2012) tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh

persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten atau

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

23

kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-

masing daerah kabupaten atau kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten atau kota

diberi kewenangan untuk menempatkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda

dengan kabupaten atau kota lainya, asalkan tidak melebihi dari 10% (sepuluh persen).

(h54)

3. Perhitungan Pajak Hotel Terutang

Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif

pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak hotel adalah

sesuai dengan rumus berikut.

Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran atau yang Seharusnya

Dibayar Kepada Hotel (h304)

II.3.2 Pajak Restoran

Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran

Siahaan (2010) menjelaskan bahwa pemungutan pajak restoran di Indonesia saat

ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh

masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pajak restoran pada suatu kabupaten

atau kota adalah sebagaimana di bawah ini:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi

Daerah;

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

24

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi

Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah;

4. Peraturan daerah kabupaten atau kota Cilegon Nomor 1 Tahun 2011 yang

mengatur tentang Pajak Restoran;

5. Keputusan bupati atau walikota yang mengatur tentang Pajak Restoran sebagai

aturan pelaksanaan Peraturan Dearah tentang Pajak Restoran pada kabupaten

atau kota dimaksud. (h329)

Objek Pajak Restoran

1. Objek Pajak Restoran

Siahaan (2010) menjelaskan bahwa Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang

disediakan oleh restoran. Pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan

penjualan makanan dan atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi

di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Termasuk dalam objek Pajak Restoran

adalah rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya.

2. Bukan Objek Pajak Restoran

Pada Pajak Restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oleh restoran atau

rumah makan dikenakan pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Pasal 37

ayat 3 disebutkan bahwa yang tidak termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan

yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang

ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (h329)

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

25

Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran

Siahaan (2010) Subjek Pajak Restoran, subjek pajak adalah orang pribadi atau

badan yang membeli makanan dan atau minuman dari restoran. Secara sederhana yang

menjadi subjek pajak adalah konsumen yang membeli makanan dan atau minuman dari

restoran. Sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan

restoran, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan

perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dalam bidang rumah makan. (h330)

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Restoran

1. Dasar Pengenaan Pajak Restoran

Siahaan (2010) Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang

diterima atau yang seharusnya diterima restoran. Jika pembayaran dipengaruhi oleh

hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang

wajar pada saat pembelian makanan dan atau minuman.

2. Tarif Pajak Restoran

Zuraida (2012) tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh

persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal

ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota

untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing

daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi

kewenangan untuk menempatkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan

kabupaten/kota lainya, asalkan tidak melebihi dari 10% (sepuluh persen). (h56)

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

26

3. Cara Perhitungan Pajak Restoran

Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan

tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Restoran

adalah sesuai dengan rumus berikut.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang Diterima Restoran

II.3.3 Pajak Hiburan

Dasar Hukum Pengenaan Pajak Hiburan

Siahaan (2010) Pemungutan Pajak Hiburan di Indonesia saat ini didasarkan pada

dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak

yangg terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Hiburan pada suatu kabupaten atau kota

adalah sebagaimana di bawah ini:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi

Daerah;

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi

Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah;

4. Peraturan Daerah kabupaten atau kota yang mengatur tentang Pajak Hiburan;

5. Keputusan bupati atau walikota yang mengatur tentang Pajak Hiburan

sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Hiburan pada

kabupaten/kota dimaksud. (h355)

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

27

Objek Pajak Hiburan

1. Objek Pajak Hiburan

Siahaan (2010) Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan

dipungut bayaran. Hiburan yang atas jasa penyelenggaraannya ditentukan menjadi objek

adalah:

1. Tontonan film;

2. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan atau busana;

3. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;

4. Pameran;

5. Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;

6. Sirkus, akrobat, dan sulap;

7. Permainan bilyar, golf, dan boling;

8. Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;

9. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitnes center); dan

10. Pertandingan olahraga.

2. Bukan Objek Pajak Hiburan

Pada pajak hiburan tidak semua penyelenggaraan hiburan dikenakan pajak.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 42 Ayat 3,

penyelengaraan hiburan yang merupakan objek Pajak Hiburan dapat dikecualikan

dengan peraturan daerah. Pengecualian ini misalnya saja dapat diberikan terhadap

penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang

diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, dan kegiatan keagamaan.

(h356)

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

28

Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hiburan

Siahaan (2010) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang

menikmati hiburan. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak hiburan adalah

konsumen yang menukmati hiburan. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak hiburan

adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan hiburan. (h357)

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hiburan

1. Dasar Pengenaan Pajak Hiburan

Siahaan (2010) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang

diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. Jumlah uang yang

seharusnya diterima termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan

kepada penerima jasa hiburan.

2. Tarif Pajak Hiburan

Zuraida (2012) objek Pajak Hiburan meliputi berbagai jenis hiburan, pemerintah

kabupaten/kota juga harus menetapkan tarif pajak untuk masing-masing jenis hiburan,

yang biasanya berbeda antar jenis hiburan. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi

sebesar 35% ( tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana,

kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat,

dan mandi uap / spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%

(tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat atau tradisional dikenakan

tarif Pajak Hiburan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). (h58)

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

29

3. Perhitungan Pajak Hiburan

Besaran pokok pajak hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan

tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Hiburan

adalah sesuai dengan rumus berikut:

Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Uang yang Diterima oleh Penyelenggara

Hiburan (h358)

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00496-AK Bab2001.pdf · II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku

30

II.4 Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah tabel penelitian terdahulu:

Tabel II.1 Daftar Penelitian Terdahulu

No.

Nama

Judul Penelitian Variabel –

Variabel Yang Digunakan

Hasil Penelitian

1. Tahta Alfina Analisis Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran Sebagai Sumber Pendapatan Asli Kota Batu Dalam Era Otonomi Daerah

Realisasi Pendapatan Pajak Hotel dan Pajak Restoran, Tingkat Inflasi, Jumlah Wisatawan, Realisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran.

a. Tingkat efektifitas pajak hotel dan restorant di Kabupaten Kota Baru kurang baik rata-rata 46%.

b. Tingkat efisiensi pajak hotel dan restoran di Kabupaten Kota Baru yaitu naik turun antara 24,66%-27,29%.

2. Harvi Novirianto Evaluasi Pemungutan Pajak Hiburan Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kediri

Realisasi Pendapatan Pajak Hiburan, Potensi Pendapatan Pajak Hiburan, Realisasi Pendapatan Pajak Hiburan.

a. Kontribusi Pajak Hiburan Kabupaten Kediri sejak tahun 1999/2000 sampai dengan 2006/2007 rata-rata sebesar 0.32%.

b. Tingkat PAD Kabupaten Kediri dimana kontobusinya meningkat rata-rata sebesar 0.008%.

3. Betty Rahayu Analisi Potensi Pajak Hotel Terhadap Realisasi Penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Gunung Kidul

Realisasi Penerimaan Pajak Hotel, Potensi Pajak Hotel

a. Pajak Hotel yang nilainya selalu menurun dari tahun selama tahun 2005-2009 bahkan nilai yang ada tidak lebih dari 5% setiap tahunnya.