bab ii pemahaman konsep

66
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian, Prinsip dan Hakekat Pembelajaran Matematika 2.1.1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika Menurut Slameto (2003: 2) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya Winkel (1989: 36) mengatakan “belajar adalah suatu aktivitas psikis yang berlangsung dalan interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan sikap”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses aktivitas, proses mental, dan proses berfikir yang terjadi dalam diri seseorang yang dilakukan secara sengaja melalui pengalaman dan reaksi terhadap lingkunganya untuk memperoleh suatu perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan ketrampilan. Perolehan pengalaman seseorang itu dari proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman yang lebih khusus ialah pengetahuan yang tertanam dalam benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang (Ernest dalam Steffe, 1996: 336). Assimilasi adalah proses 12

Upload: hasanbisa

Post on 05-Aug-2015

192 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Pemahaman Konsep

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Pengertian, Prinsip dan Hakekat Pembelajaran Matematika

2.1.1.Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika

Menurut Slameto (2003: 2) “belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”. Selanjutnya Winkel (1989: 36) mengatakan “belajar adalah suatu

aktivitas psikis yang berlangsung dalan interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan

dan sikap”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

suatu proses aktivitas, proses mental, dan proses berfikir yang terjadi dalam diri

seseorang yang dilakukan secara sengaja melalui pengalaman dan reaksi terhadap

lingkunganya untuk memperoleh suatu perubahan pengetahuan, pemahaman,

sikap, dan ketrampilan.

Perolehan pengalaman seseorang itu dari proses asimilasi dan akomodasi

sehingga pengalaman yang lebih khusus ialah pengetahuan yang tertanam dalam

benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang (Ernest dalam Steffe, 1996:

336). Assimilasi adalah proses kognitif seseorang dalam mengintegrasikan

informasi atau pengalaman baru ke dalam skemata atau pola yang sudah ada

dalam pikiranya. Sedangkan akomodasi adalah penyesuaian pada skemata atau

struktur kognitif manusia sebagai akibat dari adanya informasi-informasi baru

yang diserap (Depdiknas, 2005: 15). Karena itu belajar merupakan proses aktif

untuk mengembangkan skemata, sehingga pengetahuan yang terdiri dari konsep-

konsep dan prinsip-prinsip terkait satu sama lain dan tidak sekedar tersusun

hirarkis. Dengan kata lain belajar itu harus melalui suatu proses menemukan

proses membangun/mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip, proses

memahami, tidak sekedar mentransfer pengetahuan kepada seseorang yang

terkesan pasif dan statis, namun belajar itu harus aktif dan dinamis atau

mengalami.

12

Page 2: Bab II Pemahaman Konsep

13

Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan

proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu merupakan hasil belajar

(Hudojo, 1988: 1). Artinya perubahan setelah belajar itu dapat dilihat dari prestasi

belajar yang dihasilkan oleh siswa, dalam menjawab pertanyaan atau persoalan

yang ada serta menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Selanjutnya Oemar

Hamalik (2003: 74) menyatakan hasil belajar adalah hasil yang dicapai melalui

perbuatan belajar. Belajar dikatakan berhasil bila terjadi perubahan dalam diri

individu. Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka

belajar dikatakan tidak berhasil (Djamarah, 2000: 21). Berdasarkan uraian di atas

dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku atau

kemampuan dalam diri siswa berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan yaitu

efektif, efesien dan mempunyai daya tarik. Hasil belajar ini diperoleh siswa

setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan

pembelajaran.

Matematika sebagai bahan pelajaran yang objek kajiannya berupa fakta,

konsep, operasi, dan prinsip yang abstrak, dalam mempelajarinya diperlukan

kegiatan psikologis seperti mengabstraksi dan mengklasifikasi. Mengabstraksi

merupakan kegiatan memahami kesamaan dari sejumlah objek atau situasi yang

berbeda. Sedangkan mengklasifikasi merupakan kegiatan memahami cara

mengelompokkan objek atau situasi berdasarkan kesamaanya. Hudojo (1980: 3)

mengemukakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan),

struktur-struktur, dan hubungan-hubungannya yang diatur secara logik sehingga

matematika berkenan dengan konsep-konsep yang abstrak. Soedjadi (1995: 5)

mengemukakan bahwa matematika sebagai ilmu dalam batas tertentu disusun

secara deduktif aksiomatik yang diawali dengan pernyataan pangkal dan

selanjutnya diturunkan sebagai teorema tertentu atau dilengkapi dengan berbagai

defenisi. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa matematika memiliki

objek-objek yang abstrak yang tertata secara matematis dalam suatu struktur

berdasarkan penalaran logis.

Page 3: Bab II Pemahaman Konsep

14

Belajar matematika adalah suatu proses psikologis berupa kegiatan aktif

dalam upaya seseorang untuk mengonstruksi, memahami atau menguasai materi

matematika agar tercapai tujuan belajar. Oleh karena itu Freudenthal (1993)

menyatakan bahwa konsep matematika tidak boleh diberikan dalam bentuk jadi (a

ready made product). Artinya konsep-konsep yang ada dalam matematika tidak

boleh dipindahkan langsung dari guru ke siswa sebab di dalamnya mengandung

proses abstraksi, dimana siswa harus dilibatkan dalam proses penemuan konsep.

Siswa dituntut menciptakan ide-ide, mencari hubungan-hubungan membentuk

konsep. Pembelajaran matematika adalah usaha membantu siswa

mengonstruksikan pengetahuan melalui proses yang dimulai dari pengalaman

dimana siswa harus aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya sehingga

dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih tinggi. Pembelajaran

matematika akan lebih efektif bila guru dapat menerapkan model mengajar,

pendekatan mengajar, dan media mengajar itu mengikut sertakan siswa secara

aktif dalam menemukanpengetahuan sehingga pengetahuan yang di peroleh itu

menjadi bermakna (Ambarita, 2004).

2.1.2.Hakekat Pembelajaran Matematika

Mengajarkan ilmu pengetahuan, termasuk matematika mempunyai cara-

cara yang sifatnya umum dan khusus. Keduanya harus mencakup hakekat

pemahaman kognitif, afektif dan psikomotor. Disamping itu, tidak kalah

pentingnya bagaimana mengkomunikasikan ide atau gagasan yang dikandung

oleh ilmu pengetahuan tersebut kepada orang lain. Karena pada dasarnya,

pembelajaran adalah proses menjadikan orang lain paham dan mampu

menyebarkan apa yang dipahaminya (Suherman dkk, 2003:301)

Belajar merupakan suatu proses (aktivitas) mental atau psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang (organisme) dengan

lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku, baik

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai atau sikap (Winkel, 1996). Belajar

bukan hanya penguasaan hasil latihan, bukan hanya suatu hasil atau tujuan,

bukan hanya mengingat melainkan mengalami (Suryosubroto, 2002). Belajar

juga sebagai hasil pengalamannya sendiri (Slameto, 2003), melalui jalan latihan

Page 4: Bab II Pemahaman Konsep

15

baik di laboratorium atau di lingkungan alamiyah, dengan perubahan yang relatif

konstan dan berbekas atau permanen (Hidrad dalam Nasution, 1982).

Lebih lanjut, Hamalik (2003) memberikan ciri-ciri belajar, yaitu: proses

belajar harus mengalami, berbuat, mereaksi dan melampaui; bermakna bagi

kehidupan tertentu; dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual; di bawah

bimbingan yang merangsang dan bimbingan tanpa tekanan dan paksaan; hasil-

hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-

sikap, apresiasi abilitas dan keterampilan; serta bersifat kompleks dan dapat

berubah-ubah, jadi tidak sederhana dan statis.

Selanjutnya, NCTM (2000) menyebutkan prinsip-prinsip agar

pembelajaran matematika dapat efektif, yaitu: (a) guru memahami apa yang siswa

ketahui dan butuhkan, kemudian mengingatkan dan mendukung mereka untuk

mempelajarinya dengan baik; (b) guru mengetahui dan memahami matematika,

siswa sebagai pembelajar, dan strategi pedagogi; (c) guru mengingatkan dan

mendukung lingkungan dan suasana kelas yang belajar; (d) guru selalu mencari

perbaikan secara terus menerus; (e) siswa belajar matematika dengan memahami

esensi; dan (f) siswa dapat belajar matematika dengan pemahaman.

Tujuan umum pendidikan matematika dalam Kurikulum 2004 adalah

setelah pembelajaran, siswa ditekankan memiliki:(a) Kemampuan yang berkaitan

dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah

matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan

nyata; (b) Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi; (c)

Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat

dialihgunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir

sistematis, bersifat obyektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan

menyelesaikan masalah.

Paparan di atas menjelaskan bahwa hakekat pembelajaran matematika

sesungguhnya mengacu kepada usaha membuat siswa percaya bahwa matematika

masuk akal dan bahwa mereka sendiri dapat memahami konsep-konsep

matematika. Dan guru dalam hal ini harus percaya pada anak-anak dan memberi

Page 5: Bab II Pemahaman Konsep

16

kesempatan pada mereka untuk terlibat secara aktif dalam berfikir, berjuang

menemukan ide-ide matematiknya.

2.2. Model Pencapaian Konsep

2.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Pencapaian Konsep

Pada prinsipnya model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu

model mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada

siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh,

kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Model pencapaian

konsep mula-mula didesain oleh Joyce dan Weil (1972) yang didasarkan pada

hasil riset Jerome Bruner dengan maksud bukan saja didesain untuk

mengembangkan berfikir induktif, tetapi juga untuk menganalisis dan

mengembangkan konsep. Kauchak dan Eggan (1996) mengemukakan: “Model

pencapaian konsep adalah suatu strategi pembelajaran induktif yang didesain

untuk membantu siswa pada semua usia dalam mempelajari konsep dan melatih

pengujian hipotesis”. Suherman dan Saripuddin (2009) mengemukakan bahwa:

“Salah satu keunggulan model pencapaian konsep adalah untuk memahami

(mempelajari) suatu konsep dengan cara lebih efektif”. Sukamto, dkk (Nurul

wati, 2000:10) mengemukakan: “Maksud dari model pembelajaran adalah

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang istematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para

pengajar dalam merencanakan aktivitas mengajar”. Model ini membantu siswa

pada semua usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian

hipotesis. Model pencapaian konsep ini banyak menggunakan contoh dan non

contoh. Ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam membimbing

aktifitas siswa yaitu: (a) Guru mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran

mereka dalam bentuk hipotesa, bukan dalam bentuk observasi ; (b) Guru

menuntun jalan pikiran siswa ketika mereka menetapkan apakah suatu hipotesis

diterima atau tidak; (c) Guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa mereka

menerima atau menolak suatu hipotesis. Penggunaan model pencapaian konsep

Page 6: Bab II Pemahaman Konsep

17

dimulai dengan pemberian contoh-contoh penerapan konsep yang diajarkan,

kemudian dengan mengamati contoh-contoh diturunkan definisi dari konsep-

konsep tersebut. Hal yang paling utama diperhatikan dalam penggunaan model ini

adalah pemilihan contoh yang tepat untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh

tentang hal-hal yang akrab dengan siswa.

2.2.2.Tujuan Penggunaan Model Pencapaian Konsep

Ada dua tujuan dalam penerapan pembelajaran model pencapain konsep

yaitu: Pertama, tujuan isi, tujuan isi model pencapaian konsep lebih efektif untuk

memperkaya suatu konsep daripada belajar (initial learning) dan juga akan efektif

dalam membantu siswa memahami hubungan-hubungan antara konsep-konsep

yang terkait erat dan digunakan dalam bentuk review (Eggen dan Kauchak, 1998).

Dengan kata lain, penggunaan model ini akan lebih efektif jika siswa sudah

memiliki pengalaman tentang konsep yang akan dipelajari itu, bukan siswa baru

mempelajari konsep itu. Kedua, Tujuan Pengembangan Berpikir Kritis Siswa,

model pencapaian konsep lebih memfokuskan pada pengembangan berpikir kritis

siswa dalam bentuk menguji hipotesis. Dalam pembelajaran harus ditekankan

pada analisis siswa terhadap hipotesis yang ada dan mengapa hipotesis itu

diterima, dimodifikasi, atau ditolak. Siswa harus dilatih dalam menciptakan jenis-

jenis kesimpulan, sepeti membuat contoh penyangkal atau non contoh dan

sebagainya.

2.2.3.Merencakan Pembelajaran Model Pencapaian Konsep

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pelajaran menggunakan

model pencapaian konsep adalah sebagai berikut: (1) menetapkan materi: dalam

menerapkan model pencapaian konsep guru harus menetapkan materi-materi yang

akan diajarkan. Dalam hal ini bentuk materi adalah konsep (bukan generalisasi,

rumus, atau prinsip). Konsep yang akan diajarkan itu sebaliknya bukan baru sama

sekali bagi siswa. Perlu diketahui bahwa model ini akan lebih efektif bila siswa

yang akan diajarkan itu memiliki beberapa pengalaman tentang konsep yang akan

diajarkan. (2) pentingnya tujuan pembelajaran: tujuan penggunaan model

pencapaian konsep adalah untuk membantu siswa mengembangkan konsep dan

relasi-relasi antara konsep itu dan memberikan latihan kepada mereka tentang

Page 7: Bab II Pemahaman Konsep

18

proses berpikir kreatif terutama dalam perumusan dan pengujian hipotesis; (3)

memilih contoh dan non-contoh: faktor yang paling penting dalam memilih

contoh adalah mengidentifikasi contoh-contoh yang paling baik mengilustrasikan

konsep tersebut. Disamping itu, contoh yang dipilih juga harus dapat memperluas

pemikiran siswa tentang konsep yang diajari. Hal lain yang perlu diperhatikan

dalam memilih contoh adalah tidak memilih contoh yang terisolasi dari konteks.

Artinya contoh yang dipilih harus ada dalam lingkungan dimana siswa

beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari ataupun yang ada dalam jangkauan

pemikirannya. Selain memilih contoh positif , guru juga menyiapkan contoh-

contoh negatif atau non contoh. Dalam memilih contoh negatif , diupayakan

merubah karakteristik esensial menjadi karakteristik non esensial pada konsep

yang akan diajarkan dan menyajikan semua hal-hal yang bukan merupakan

karakteristik esensial konsepit itu; (4) mengurutkan contoh: Setelah memilih

contoh dan non-contoh tugas akhir dalam merencanakan pelajaran adalah

bagaimana mengurutkan contoh dan non contoh itu, jika pengembangan berpikir

kreatif menjadi tujuan penting bagi guru. Contoh-contoh itu harus diurutkan

sedemikian sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif mereka. Menunjukkan secara cepat atau langsung

makna dari konsep yang diajarkan, tidak memberi kesempatan kepada siswa

dalam melakukan analisis dan akibatnya tidak menghasilkan pemahaman yang

sangat dalam terhadap konsep yang dikaji. Dalam mengurutkan contoh, guru

dapat melakukan dengan menyajikan dua atau lebih contoh positif kemudian

diikuti dua atau lebih contoh negatif (non- contoh).

2.2.4.Strategi Penemuan Konsep denga Model Pencapaian Konsep

Kunci untuk memahami strategi-strategi yang digunakan siswa untuk

mencapai konsep adalah menganalisis bagaimana mereka mendekati informasi

yang tersedia dalam contoh-contoh yang disediakan guru. Ada dua cara yang

dapat kita gunakan untuk mengamati dan memperoleh informasi tentang strategi

yang digunakan siswa untuk mencapai konsep, yaitu: (1) setelah suatu konsep

dicapai, kita dapat meminta mereka menceritakan pemikirannya agar latihan terus

berlangsung. Misalnya, dengan menggambarkan gagasan yang mereka

Page 8: Bab II Pemahaman Konsep

19

munculkan, sifat apa yang mereka fokuskan, dan modifikasi apa yang mereka

buat. Hal ini dapat membimbing mereka pada suatu diskusi di mana mereka dapat

menemukan strategi-strategi yang lain dan bagaimana penerapan strategi ini;

(2) kita dapat meminta siswa untuk menulis hipotesis mereka. Setelah itu, mereka

diminta menyerahkan pada kita suatu catatan yang dapat kita analisis. Siswa

bekerja secara berpasangan untuk membentuk hipotesis-hipotesis pada pasangan

contoh-contoh (satu positif dan satu negatif) yang telah disajikan untuk mereka.

Mereka mencatat hipotesis mereka, perubahan-perubahan yang mereka buat, dan

alasan-alasan yang mereka kemukakan. Siswa yang bekerja secara holistik, secara

seksama akan menghasilkan hipotesis ganda dan secara bertahap akan

menghilangkan hipotesis yang tak dapat dipertahankan. Siswa yang memilih satu

atau dua hipotesis dalam awal-awal pengamatan perlu mengubah contoh-contoh

secara terus-menerus dan meninjau ulang atau merevisi gagasan mereka agar

mencapai konsep sifat ganda yang menjadi tujuannya. Dengan menggunakan dan

bercermin pada strategi mereka, siswa dapat mencoba strategi baru dalam

pelajaran selanjutnya dan menyelidiki pengaruh perubahan itu.

Jika diberikan beberapa contoh yang sebelumnya telah diberi label pada

siswa (satu diidentifikasi sebagai contoh positif dan satu diidentifikasi untuk

contoh negatif), mereka pada akhirnya akan mampu memeriksa data dan memilih

sedikit hipotesis untuk diterapkan. Namun, jika contoh-contoh itu dalam bentuk

pasangan demi pasangan, siswa akan terdorong untuk menerapkan strategi-strategi

holistic untuk memperoleh ciri-ciri ganda atas contoh-contoh itu.

2.2.5. Struktur Pengajaran Model Pencapaian Konsep

Menurut Joyce (2009; 136), langkah-langkah model pembelajaran pencap

aian konsep terdiri dari 3 face yang disajikan pada tabel 2.2. berikut.

Page 9: Bab II Pemahaman Konsep

20

Tabel 2.2. Struktur Pengajaran Model Pencapaian Konsep

Tahap Pertama:Penyajian Data dan Identifikasi

Konsep

Tahap Kedua:Pengujian Pencapaian Konsep

Guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli

Siswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dengan tanda Ya dan Tidak

Siswa membandingkan sifat-sifat/ciri-ciri dalam contoh -contoh positif dan contoh- contoh negatif

Guru menguji hipotesis, menamai konsep, dan menyatakan kembali definisi-definisi menurut sifat-sifat/ ciri-ciri yang paling esensial

Siswa menjelaskan sebuah definisi menurut sifat-sifat/ciri-ciri yang paling esensial

Siswa membuat contoh-contoh 

Tahap KetigaAnalisis Strategi-Strategi Berpikir

Siswa mendeskripsikan pemikiran-pemikiranSiswa mendiskusikan peran sifat-sfat dan hipotesis-hipotesis

Siswa mendiskusikan jenis dan ragam hipotesis

Pada tahap kedua, siswa menguji penemuan konsep mereka, pertama-tama dengan

mengidentifikasi secara tepat contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dari

konsep itu dan kemudian dengan membuat contoh-contoh mereka. Setelah itu,

guru (dan siswa) dapat membenarkan atau tidak membenarkan hipotesis mereka,

merevisi pilihan konsep atau sifat-sifat yang mereka tentukan sebagaimana

mestinya.

Pada tahap ketiga, siswa mulai menganalisis strategi-strategi dengan

segala hal yang mereka gunakan untuk mencapai konsep. Ada beberapa siswa

yang pada mulanya mencoba konstruk-konstruk yang luas dan secara bertahap

mempersempit konstruk-konstuk itu; ada pula yang memulai dengan konstruk-

konstruk yang lebih berbeda. Pembelajar dapat menggambarkan pola-pola mereka

apakah mereka focus pada ciri-ciri atau konsep-konsep, apakah mereka

melakukannya sekaligus dalam satu waktu atau beberapa saja, dan apa yang

terjadi ketika hipotesis mereka tidak dibenarkan.

Sebelum mengajar dengan model pencapaian konsep, sistim sosial dalam

model pembelajaran ini adalah sebagai berikut: (a) kegiatan guru: guru atau

pengajar mempunyai tanggung jawab memilih atau menentukan konsep, serta

Page 10: Bab II Pemahaman Konsep

21

operasi dari bangun ruang sisi datar yang harus dipelajari oleh siswa. Selanjutnya

adalah mempersiapkan contoh-contoh dan non-contoh serta mengumpulkan ide-

ide dari berbagai sumber, serta mendesain sedemikian rupa sehingga ciri-ciri

masing-masing contoh dan non-contoh terlihat dengan jelas; (b) kegiatan siswa:

dalam kegiatan pembelajaran dengan model pencapaian konsep, para siswa harus

aktif mengamati contoh-contoh yang diberikan guru. Dalam pengamatan ini siswa

harus mendata atau mengidentifikasi ciri-ciri dari contoh-contoh yang diberikan,

untuk selanjutnya membuat suatu hipotesa. Dalam melaksanakan peran ini para

siswa dapat bekerja sama dalam satu kelompok kecil, atau bekerja secara

individu.

2.2.6.Tingkat-tingkat Pencapaian Konsep

Mungkin kita pernah mengalami, ketika seseorang bertanya kepada kita

tentang konsep sesuatu kata, kita dapat menghubungkan kata itu kedalam suatu

konsep-konsep yang lain, bahkan kita dapat menghubungkannya ke dalam suatu

kalimat namun kita tidak dapat mendefinisikannya kedalam suatu kata atau

kalimat yang formal. Klausmeier (Dahar, 1996:88) menghipotesiskan bahwa ada

Empat tingkat pencapaian konsep, yaitu: (1). tingkat konkret ditandai dengan

adanya pengenalan anak terhadap suatu benda yang pernah ia kenal. Contohnya

pada suatu saat anak bermain kelereng dan pada waktu yang lain dengan tempat

yang berbeda ia menemukan lagi kelereng, lalu ia bisa mengidentifikasi bahwa itu

adalah kelereng maka anak tersebut sudah mencapai tingkat konkret. Dengan

demikian dapat dikatakan juga anak mampu membedakan stimulus yang ada di

lingkungannya terhadap kelereng tersebut. Pada saat ini anak sudah mampu

menyimpan gambaran mental dalam struktur kognitifnya.; (2) Tingkat identitas,

Pada tingkat identitas seseorang dapat dikatakan telah mencapai tingkat konsep

identitas apabila ia mengenal suatu objek setelah selang waktu tertentu, memiliki

orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau bila objek itu ditentukan

melalui suatu cara indra yang berbeda. Misalnya mengenal kelereng dengan cara

memainkannya, bukan hanya dengan melihatnya lagi; (3) Tingkat klasifikatori,

pada tingkat ini dapat digambarkan bahwa anak sudah mampu mengenal

persamaan dari contoh yang berbeda tetapi dari kelas yang sama. Misalnya anak

Page 11: Bab II Pemahaman Konsep

22

mampu membedakan antara apel yang masak dengan apel yang mentah; (4)

Tingkat formal pada tingkatan formal anak sudah mampu membatasi suatu konsep

dengan konsep lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri, memberi nama atribut

yang membatasinya, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara

verbal. Untuk mengetahui hubungan antara pemahaman konsep dengan tingkat-

tingkat pencapaian konsep dengan komponen utama model pencapaian konsep

dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini:

Pemahaman KonsepFase Model Pencapaian

Konsep

Tinkat pencapaian

konsep

Mengklasifikasikan objek

menurut sifat-sifat tertentu

sesuai dengan konsepnya

Menyajikan konsep dalam

berbagai bentuk representasi

matematis

Fase Penyajian data

dan identifikasi konsep

Tingkat konkret

Tingkat identitas

menyatakan ulang sebuah

konsep

Memberikan contoh dan non

contoh dari konsep

Mengembangkan syarat

perlu atau syarat cukup dari

suatu konsep

Fase Pengujian

pencapaian konsep

Tingkat

klasifikatori

Mengembangkan syarat

perlu atau syarat cukup dari

suatu konsep

Mengaplikasikan konsep

atau logaritma pemecahan

masalah

fase Analisis strategi

berfikir Tingkat formal

2.2.7.Penerapan Model Pencapain Konsep

Page 12: Bab II Pemahaman Konsep

23

Pencapaian konsep merupakan “ proses mencari dan mendaftar sifat-sifat

yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan

contoh-contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori “ (Bruner, Gordon, dan

Austin, dalam Bruce Joice, 2009;125). Pembelajaran model pencapaian konsep

terdiri dari tiga fase yaitu: Fase 1 : Penyajian Contoh, Sebelum memasuki fase

ini terlebih dahulu guru memberi pengantar tentang prosedur yang digunakan

pada model pencapaian konsep ini, terutama kepada siswa yang masih kurang

pengalaman. Dalam pengenalan ini, guru dapat menggunakan materi-materi

sederhana pada kesempatan yang pertama. Setelah siswa memahami prosedur

yang berlaku pada model ini, guru dapat memasuki materi yang sesungguhnya

untuk dibahas dengan menggunakan model pencapaian konsep. Setelah aktivitas

pengenalan selesai pembelajaran diawali dengan penyajian contoh atau non-

contoh yang bertujuan untuk menyediakan data bagi siswa untuk mengawali

proses penciptaan hipotesis. Pemakaian non-contoh jelas berbeda dengan

menggunakan contoh, pemakaian mencontoh dirancang untuk menyajikan

adanya kemungkinan-kemungkinan hipotesis secara terbuka; Fase 2 : Pengujian

Pencapaian konsep, Setelah penyajian satu contoh atau lebih guru meminta

siswa untuk menguji penemuan konsep mereka yaitu dengan mengidentifikasikan

secara tepat contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dari konsep itu dan

kemudian dengan membuat contoh-contoh mereka sendiri. Setelah itu guru dan

siswa dapat membenarkan atau tidak hipotesis mereka tentuikan sebagaimana

mestinya yang memungkinkan kategori-kategori (nama-nama konsep)

diilustrasikan dengan contoh positif. Hipotesis – hipotesis tersebut membantu

arah perhatian siswa kepada atribut-atribut kritis dan memfokuskan dialog kelas

berikutnya pada karakteristik ini. Sebagai contoh ; Misalkan seorang guru akan

mengajarkan konsep bujur sangkar, guru tersebut kemudian memberikan gambar

kepada siswa untuk selanjutnya meminta kepada siswa untuk menyusun hipotesis

berkenaan dengan gambar tersebut. Proses dalam fase 1 dan fase 2 dapat

diringkas dalam langkah-langkah sebagai berikut : Guru menyajikan contoh

positif dan negatif, Siswa menguji contoh-contoh dan menghasilkan hipotesis,

Guru menyajikan tambahan contoh positif dan contoh negatif, Siswa

Page 13: Bab II Pemahaman Konsep

24

menganalisis hipotesis dan menghilangkan hal-hal yang tidak didukung oleh data

(contoh-contoh), Siswa menawarkan hipotesis tambahan jika data yang ada

mendukung, Proses menganalisis hipotesis, menghilangkan data yang tidak valid

dengan menggantikannya dengan contoh-contoh baru, dan penawaran hipotesis

tambahan diulangi hingga satu hipotesis diterima. Fase 3 : Analisis Stategi

Berpikir, Pada tahap ini siswa diwajibkan mengemukakan hasil yang telah

dikerjakan. Disini guru bersama-sama siswa menganalisa strategi berpikir yang

telah digunakan para siswa dalam menerapkan konsep atau operasi yang telah

dipelajari untuk memecahkan masalah. Ketika siswa telah mampu memisahkan

hipotess yang didukung oleh semua contoh dengan hipotesis yang tidak didukung

oleh contoh, siswa mulai mengalalisis strategi-strategi dengan segala hal yang

mereka gunakan untuk mencapai konsep. Ada beberapa siswa yang pada

mulanya mencoba-coba konstruk yang luas dan secara bertahap mempersempit

konstruk itu dan ada pula yang memulai dengan konstruk yang berbeda. Siswa

dapat menggambarkan pola-pola mereka apakah mereka fokus pada ciri-ciri atau

konsep dan apakah mereka melakukannya ekaligus dalam satu waktu dan apa

yang terjadi ketika hipotesis mereka tidak dibenarkan. Apakah mereka mengubah

strategi yang intinya secara bertahap mereka dapat membandingkan efektivitas

setiap strategi yang mereka rancang dan terapkan.

Penggunaan model pencapaian konsep dinilai dengan pemberian contoh-

contoh penerapan konsep yang diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-

contoh diturunkan defenisi dari konsep-konsep tersebut. Hal yang paling utama

diperhatikan dalam penggunaan model ini adalah pemilihan contoh yang tepat

untuk konsep yang diajarkan, yaitu hal-hal yang akrab dengan siswa. Di dalam

model pembelajaran pencapain konsep ini pendidik harus bisa menciptakan

lingkungan belajar sedemikian hingga siswa merasa bebas untuk berfikir, serta

membimbing siswa dalam menyatakan/menganalisis hipotesa serta mengartikulasi

pemikiran-pemikiran siswa. Dari penjelasa diatas, secara gamblang langkah-

langkah Pengajaran Model pencapaian konsep dapat kita amati seperti pada tabel

berikut:

Tabel 2.3. Langkah-langkah Pembelajaran Model Pencapaian Konsep

Page 14: Bab II Pemahaman Konsep

25

Kegiaatan Pengajar Tahapan Kegiatan Peserta DidikGuru mensajikan contoh-contoh yang telah dilabeliMenyuruh siswa membandingkan sifat atau ciri yang terkandung dalam contoh dan non-contoh.Meminta siswa menjelaskan definisi menurut sifat atau ciri yang esensial.

Mengamati contoh berlabel yang disajikan oleh guru.Membandingkan sifat atau ciri yang terkandung dalam contoh dan non-contoh.Siswa menjelaskan definisi menurut sifat atau ciri yang paling esensial

Memeberikan contoh tidak berlabel dan menyuruh siswa mengidentifikasinya.

Menguji hipotesis, menanamkan konsep, dan menyatakan kembali definisi-definisi menurut sifat atau ciri yang paling esensialMinta siswa membuat contoh lain.

Mengidentifikasi contoh-contoh yang tidak berlabel dengan memberikan tanda Ya dan TidakMemberikan nama konsep untuk setiap contoh yang tidak berlabel sesuai dengan ciri atau sifat yang paling esensialMemebuat contoh yang alain

Tanya mengapa/bagaimanademikianMemimbing siswa untuk berdiskusi.

Mengungkapkan hasil pemikiran sendiriMelakukan diskusi dari keaneka ragaman hasil pemikiran.

2.3. Pemahaman Konsep Matematika

Untuk mengambil kesimpulan dari pengertian pemahaman konsep dalam

penelitian ini, ada baiknya terlebih dahulu kita tinjau tentang pengertian konsep,

pengertian pemahaman konsep, pencapaian konsep dan pemahaman matematika.

2.3.1. Pengertian Konsep

Pengertian konsep secara tegas dijelaskan oleh Rosser (1984) dalam Dahar

(1988:80), yaitu: konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili kelas objek-objek,

kejadian-kejadian, kegiatgan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai

atribut yang sama. Pengertian konsep yang lain dapat didefinisikan kedalam

beberapa rumusan dimana konsep diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang

mengalami abstraksi yang didefinisikan salah satu rumusan. Hal ini sebagaimana

yang dijelaskan oleh corrol dalam kardi (1997) dalam irwan, (2009:26) adalah:

“Konsep merupakan suatu bentuk absraksi dari serangkaian pengalaman yang

didefinisikan sebagai suatru kelompok objek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu

Penyajian data

Pengetesan Pencapaian

Konsep

Analisis Strategi berfikir

Page 15: Bab II Pemahaman Konsep

26

proses pemusatan perhatian seseorang pada situasi tertentu dan mengambil

elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan elemen-elemen yang lain”.

Dalam bagian lain, secara singkat Dahar (1988:81) menyimpulkan bahwa

suatu konsep merupakan suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas stimulus-

stimulus. Suatu konsep telah dipelajari bila siswa dapat menampilkan perilaku-

perilaku tertentu. Dari penjelasan diatas, tidak ada satu definisipun yang dapat

menjelaskan makna dari suatu konsep dan jenis-jenis dari suatu konsep yang

diperoleh siswa, konsep-konsep tersebut merupakan hasil penyajian internal dari

sekelompok stimulus, konsep-konsep tidak dapat diamati dan dilihat, tetapi harus

disimpulkan dari setiap perilaku.

Konsep dapat didefenisikan dengan bermacam-macam rumusan. Salah

satunya adalah defenisi yang dikemukakan Carrol dalam Kardi (1997: 2) bahwa

konsep merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang

didefinisikan sebagai suatu kelompok obyek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu

proses pemusatan perhatian seseorang pada situasi tertentu dan mengambil

elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan elemen yang lain. Tidak ada satu pun

definisi yang dapat mengungkapkan arti yang kaya dari konsep atau berbagai

macam konsep-konsep yang diperoleh para siswa. Oleh karena itu konsep-konsep

itu merupakan penyajian internal dari sekelompok stimulus, konsep-konsep itu

tidak dapat diamati, dan harus disimpulkan dari perilaku.

Menurut Arends (2008: 324), belajar konsep (Concept leaarning) pada

dasarnya adalah `meletakkan berbagai macam hal ke dalam golongan-golongan`

dan setelah itu mampu mengenali anggota-anggota golongan itu”. Konsep-konsep

merupakan, kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada

di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan skema-skema terorganisasi

untuk mengasimilasikan stimulus-stimulus baru, dan untuk menentukan hubungan

di dalam dan di antara kategori-kategori. Seperti yang terdapat dalam salah satu

pernyataan dalam teori Ausubel adalah ‘bahwa faktor yang paling penting yang

mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan

awal). Jadi supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan

dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel belum

Page 16: Bab II Pemahaman Konsep

27

menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk

mengetahui apa yang telah diketahui oleh para siswa (Dahar, 1988: 149).

Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin (1985) mengemukakan bahwa cara

untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, supaya belajar

bermakna berlangsung dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep.

2.3.2. Pengertian Pemahaman Konsep

Sebagaimana telah dinyatakan diatas bahwa, suatu konsep dapat

diartikan sebagai suatu absrakasi mental yang mana abstraksi mental tersebut

memiliki kelas-kelas stimulus, sehingga suatu konsep itu telah dipelajari jika

siswa dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu (Dahar, 1988:81). Sekarang

kita ingin mengetahui tentang pengertian pemahaman konsep. Pemahaman konsep

adalah kekuatan yang terkait antara informasi yang terkandung pada konsep yang

dipahami dengan skema yang telah dimiliki sebelumnya Hiebert (dalam Tim

PLPG 2008:42). Suatu konsep, prosedur, dan fakta dapat dipahami oleh siswa

secara menyeluruh, bila objek matematika tersebut dihubungkan dengan jaringan-

jaringan yang ada maka keterkaitan antara objek tersebut makin lebih kuat dan

banyak. Dengan demikian tingkat pemahaman konsep siswa dapat ditentukan oleh

banyaknya jaringan informasi yang telah dimiliki. Menurut Costa bahwa

“Seorang siswa apabila dirinya sudah memahami konsep, artinya konsep tersebut

sudah tersimpan dalam pikirannya berdasarkan pola-pola tertentu yang

dibutuhkan oleh siswa untuk ditetapkan dalam pikiran mereka sendiri sebagai ciri

dari kesan mental untuk membuat suatu contoh konsep dan membedakan contoh

dan non contoh (Fikriam, 2009). Konsep dipelajari melalui contoh dan bukan

contoh. Mempelajari konsep tentu melibatkan mengidentifikasi contoh dan bukan

contoh untuk konsep itu (Arends, 2008: 325).

Oleh karena itu dalam proses pembelajaran tentang konsep haruslah

disertai oleh contoh dan juga memperlihatkan yang bukan contoh dari konsep itu.

Kegiatan belajar dipandang tidak hanya sejauh mengenalkan suatu pengetahuan

yang baru kepada siswa, tetapi juga sebagai suatu upaya untuk memberdayakan

serta memperkuat pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Dalam proses belajar

tersebut perlu disediakan aktivitas untuk memberdayakan pengetahuan yang

Page 17: Bab II Pemahaman Konsep

28

sudah dimiliki itu agar siswa memahami dan menguasai pengetahuan yang baru,

sekaligus memperkokoh pengetahuan yang sudah ada sebelumnya pada siswa.

Karena siswa akan menjalani suatu proses yang memampukannya membangun

pengetahuannya dengan bantuan fasilitas dari guru, maka keterlibatannya dalam

proses belajar haruslah nampak. Sementara Bansul Ansari mengemukakan bahwa:

Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk

yang konkret akan dapat dipahami dengan baik, ini mengandung arti bahwa

benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila

dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika (wangmuba, 2009). Jadi

siswa dituntut lebih aktif, sehingga mampu mengetahui asal muasal dari konsep

yang di hasilkan.

Berdasarkan kurikulum 2004 Depdiknas (2003:20) menyatakan bahwa

“………beberapa kemampuan yang perlu diperlihatkan dalam penilaian

matematika adalalah pemahaman konsep yang meliputi kemampuan

mendefinisikan konsep, mengidentifikasi konsep, dapat memberikan contoh yang

bukan dari konsep”. Dalam K urikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga

menyatakan agar guru senantiasa mengarahkan aktivitas belajar matematika di

sekolah pada pencapaian standar kompetensi, yang meliputi: (1) memahami dan

menerapkan konsep, prosedur, prinsip, teorema, dan ide matematika.; (2)

menyelesaikan masalah matematika (mathematical problem solving); (3)

melakukan penalaran matematika (mathematical reasoning), (4) melakukan

koneksi matematika (mathematical connection); (5) melakukan komunikasi

matematika (mathematical communication). Sa’dijah (2006) mejelaskan bahwa

setidaknya ada tujuh indikator pemahaman konsep matematika yang dapat dilihat

oleh siswa, indicator-indikator tersebut meliputi: 1) menyatakan ulang sebuah

konsep; (2) mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan sifat-sifat tertentu (sesuai

dengan konsepnya); (3) memberikan contoh dan non-contoh dari konsep; (4)

menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representative matematis; (5)

mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep; (6) menggunakan,

memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, 7) mengaplikasikan

konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Page 18: Bab II Pemahaman Konsep

29

2.3.3.Pengukuran Pemahaman Konsep

Sebagaimana telah dikemukakan pada tinjauan teori diatas bahwa konsep

merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan

sebagai suatu kelompok obyek atau kejadian (Dahar, 1988). Sementara itu

pemahaman konsep adalah kekuatan yang terkait antara informasi yang

terkandung pada konsep yang dipahami dengan skema yang telah dimiliki

sebelumnya Hiebert (dalam Tim PLPG 2008:42). Suatu konsep, prosedur, dan

fakta dapat dipahami oleh siswa secara menyeluruh, bila objek matematika

tersebut dihubungkan dengan jaringan-jaringan yang ada maka keterkaitan antara

objek tersebut makin lebih kuat dan banyak. Dengan demikian tingkat

pemahaman konsep siswa dapat ditentukan oleh banyaknya jaringan informasi

yang telah dimiliki. Menurut Costa bahwa “Seorang siswa apabila dirinya sudah

memahami konsep, artinya konsep tersebut sudah tersimpan dalam pikirannya

berdasarkan pola-pola tertentu yang dibutuhkan oleh siswa untuk ditetapkan

dalam pikiran mereka sendiri sebagai ciri dari kesan mental untuk membuat suatu

contoh konsep dan membedakan contoh dan non contoh (Fikriam, 2009). Konsep

dipelajari melalui contoh dan bukan contoh. Mempelajari konsep tentu melibatkan

mengidentifikasi contoh dan bukan contoh untuk konsep itu (Arends, 2008: 325).

Pada petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas

No:506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 (dalam Tim PPPG Matematika,

2005) tentang penilaian perkembangan anak didik SMP dicantumkan indikator

dari kemampuan pemahaman komsep sebagai hasil belajar matematika. Indikator

tersebut adalah: 1) Menyatakan ulang sebuah konsep; 2) Mengklasifikasikan

objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya; 3) Memberikan

contoh dan non contoh dari konsep; 4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematis; 5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari

suatu konsep; 6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu; 7)

Mengaplikasikan konsep atau logaritma pemecahan masalah.

Dalam penelitan ini yang menjadi indikator pemahaman konsep adalah

1. Menyatakan ulang sebuah konsep yaitu menyebutkan definisi berdasarkan

konsep esensial yang dimiliki oleh sebuah objek

Page 19: Bab II Pemahaman Konsep

30

2. Mengklasifikasikan objek yaitu menganalisis suatu objek dan

mengklasifikasikannya menurut sifat-sifat/ciri-ciri tertentu yang dimiliki

sesuai dengan konsepnya

3. Memberikan contoh dan non contoh yaitu memberikan contoh lain dari

sebuah objek baik untuk contoh maupun untuk non contoh

4. Mengaplikasikan konsep yaitu Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematis sebagai suatu logaritma pemecahan masalah

Kreativitas

2.3.4.Pengertian Kreativitas

Kreativitas merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan

baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah (Semiawan dalam Akbar,

2001). Sedangakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa kreativitas

adalah kemampuan untuk mencipta; daya cipta pekerjaan yang menghendaki

kecerdasan dan imajinasi. Dengan demikian anak yang kreatif cenderung untuk

menemukan cara atau ide baru yang lebih efektif dan mudah untuk dilakukan

dalam pemecahan suatu masalah. Kreativitas merupakan konstruk payung sebagai

produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat tahapan proses berpikir kreatif,

dan lingkungan yang kondusif untuk berlangsungnya berpikir kreatif (Puccio dan

Murdock dalam Sumarmo: 2010). Jadi kreativitas adalah kemampuan

menghasilkan suatu pekerjaan atau hasil karya yang baru dan bermanfaat dari

orang yang kreatif. Selain itu, kreativitas juga menjadi topik yang penting untuk

membedakan individu dalam level sosialnya dalam penyelesaian suatu tugas.

Semua ahli yang mendalami kreativitas sependapat bahwa novelty merupakan

komponen utama dalam kreativitas, novelty ini merupakan keaslian dan ide yang

benar-benar baru serta merupakan penggabungan dari dua hal ataupun dua

pemikiran atau lebih (Matlin 1998).

Lebih lanjut Utami Munandar (dalam Akbar 2001: 4) mengatakan dalam

uraiannya tentang pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan

kemampuan, yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasi,

Page 20: Bab II Pemahaman Konsep

31

memecahkan/ menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak

kreatif. Ketiga tekanan tersebut adalah sebagai berikut: (1) kemampuan untuk

membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada;

(2) kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan

banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya

adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban; (3) kemampuan

yang secara operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinilitas

dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan/

memperkaya/ merici suatu gagasan). Lebih lanjut Musbikin (dalam Sumarmo,

2010) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan menyusun idea, mencari

hubungan baru, menciptakan jawaban baru atau yang tak terduga, merumuskan

konsep yang tidak mudah diingat, menghasilkan jawaban baru dari masalah asal,

dan mangajukan pertanyaan baru. Memperhatikan karakteristik yang termuat

dalam berpikir kreatif, maka dapat dipahami bahwa berpikir kreatif dalam

matematika dan dalam bidang lainnya merupakan bagian keterampilan hidup yang

perlu dikembangkan terutama dalam menghadapi era informasi dan suasana

bersaing semakin ketat. Individu yang diberi kesempatan berpikir kreatif akan

tumbuh sehat dan mampu menghadapi tantangan. Sebaliknya, individu yang tidak

diperkenankan berpikir kreatif akan menjadi frustrasi dan tidak puas.

Supriadi (2001:7) menyimpulkan bahwa pada intinya kreativitas adalah

kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan

maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Berdasarkan pengertian di atas terlihat bahwa kreativitas menekankan pada ide

atau pemikiran dan penemuan yang mendatangkan hasil yang baru atau relatif

baru yang berkisar pada berpikir kreatif dan hasil kreatif. Berdasarkan uraian

definisi diatas dapat dikemukakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan

seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun

karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam

karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu

relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya.

Page 21: Bab II Pemahaman Konsep

32

2.3.5. Pengukuran Kreativitas

Ada dua pandangan tentang kreativitas. Pandangan pertama disebut

pandangan kreativitas jenius. Menurut pandangan ini tindakan kreatif dipandang

sebagai ciri-ciri mental yang langka, yang dihasilkan oleh individu luar biasa

berbakat melalui penggunaan proses pemikiran yang luar biasa, cepat, dan

spontan. Pandangan ini mengatakan bahwa kreativitas tidak dapat dipengaruhi

oleh pembelajaran dan kerja kreatif lebih merupakan suatu kejadian tiba-tiba

daripada suatu proses panjang sampai selesai seperti yang dilakukan dalam

sekolah. Jadi dalam pandangan ini ada batasan untuk menerapkan kreativitas

dalam dunia pendidikan. Pandangan pertama ini telah banyak dipertanyakan

dalam penelitian-penelitian terbaru, dan bukan lagi merupakan pandangan

kreativitas yang dapat diterapkan kepada pendidikan. Pandangan kedua

merupakan pandangan baru kreativitas yang muncul dari penelitian-penelitian

terbaru — bertentangan dengan pandangan jenius. Pandangan ini menyatakan

bahwa kreativitas berkaitan erat dengan pemahaman yang mendalam, fleksibel di

dalam isi dan sikap, sehingga dapat dikaitkan dengan kerja dalam periode panjang

yang disertai perenungan. Jadi kreativitas bukan hanya merupakan gagasan yang

cepat dan luar biasa. Menurut pandangan ini kreativitas dapat ditanamkan pada

kegiatan pembelajaran dan lingkungan sekitar (Silver,1997) dalam (Enden Mina,

2006:8).

Tujuh sikap kreatif pada orang-orang yang kreatif, yaitu: terbuka terhadap

pengalaman baru dan luar biasa, luwes dalam berpikir dan bertindak, bebas dalam

mengekspresikan diri, dapat mengapresiasi fantasi, berminat pada kegiatan-

kegiatan kreatif, percaya pada gagasan sendiri, dan mandiri (Munandar 1997).

Diartikan secara luas kepribadian kreatif meliputi sikap, motivasi, minat, gaya

berpikir dan kebiasaan-kebiasaan dalam berprilaku. Selanjutnya, potensi

kreativitas dapat diukur melalui beberapa pendekatan yakni pengukuran langsung;

pengukuran tidak langsung, dengan mengukur unsur-unsur yang memadai ciri

tersebut; pengukuran ciri kepribadian yang berkaitan erat dengan ciri tersebut; dan

beberapa jenis pengukuran non-test” (Munandar 2009:58). Sejumlah tes

kreativitas telah disusun dan digunakan, diantarannya tes dari Torrance untuk

Page 22: Bab II Pemahaman Konsep

33

mengukur pemikiran kreatif (Torrance Test of Creative Thingking:TTCT). Soal-

soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif umum,

diperkenalkan pertama kali oleh peneliti Amerika yaitu Guilford (1959) dan

Torrance (1969) pada tahun 50-an dan tahun 60-an. Dalam soal jenis ini diberikan

cerita open-ended yaitu cerita yang menghasilkan banyak jawaban benar. Soal-

soal matematika yang mengizinkan siswa untuk memperlihatkan proses berpikir

divergen atau kreatif telah banyak dikembangkan oleh para peneliti (Pehkonen,

1992, Singh, 1992).

Batasan lain tentang kreativitas disampaikan oleh Conny R Semiawan

(1992 : 26) bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan

baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Konsep Kreativitas

menurutnya dibedakan menjadi 4 ranah ,yaitu : (1) afektif , (2) psikomotorik, (3)

kognitif, dan (4) intuitif. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa perkembangan

kreativitas individu akan berkembang secara optimal jika individu itu memiliki

bakat, dengan ditandai oleh tingkah laku yang kreatif, interaksi dan interpretasi

dari dimensi rasio, intuisi, emosi dan bakat khusus yang terpadu sehingga

menghasilkan produk tertentu yang berguna. Soal-soal yang digunakan untuk

mengukur kemampuan berpikir kreatif adalah soal jenis open-ended yaitu soal

cerita yang menghasilkan banyak jawaban benar (Torrance, 1969).

Indikator kreativitas yang akan dikaji dalam penelitian ini untuk menyatakan

siswa kreatif apabila memenuhi tiga hal, yaitu: 1) Fluency (kelancaran),

indikator yang akan diukur pada tingkat fluency ini adalah pertama apabila siswa

telah mampu mencetuskan banyak, gagasan, jawaban, penyelesaian dari masalah

atau pertanyaan, dua siswa mampu memberikan banyak cara atau saran untuk

melakukan berbagai hal, tiga siswa mampu mengaitkan sejumlah kategori yang

berbeda dari pernyataan yang dihasilkan; 2) Flexibility (Keluwesan), pertama,

apabila siswa telah menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang

bervariasi, dua, siswa dapat melihat masalah dari susdut pandang yang berbeda-

beda, tiga, siswa dapat mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda,

empat, siwa mamapu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran; 3)

Originality (Kebaruan), indikator yang akan diukur pada tingkat originality ini

Page 23: Bab II Pemahaman Konsep

34

adalah: pertama, siswa mamapu memperkaya dan mengembangkan sesuatu

gagasan atau produk, dua, dapat menambahkan atau memperinci detil-detil dari

suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik (Evans, 1991)

2.4. Teori Belajar Pendukung

Memperhatikan rangkaian kegiatan pembelajaran dengan metode

pembelajaran kooperatif yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan koneksi

dan pemecahan masalah matematik, maka terdapat beberapa teori belajar

kontruksivisme yang mendasarinya, yakni: teori belajar Jean Peaget, teori belajar

Jerome S. Bruner, teori belajar Vygotsky, dan teori belajar David P. Ausubel.

Menurut pandangan kontruksivisme, dalam pembelajaran siswa diberi

kesempatan untuk menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar,

dan guru membimbing ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Siswa harus

membangun pengetahuan dalam pikirannya sendiri dengan informasi dan

pengetahuan awal yang telah dimilikinya.

Prinsip-prinsip pembelajaran yang berlandaskan kontruktivisme

dikemukakan Driver (dalam Suparno, 1997) sebagai berikut: yakni (a)

pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara individual maupun

kelompok; (b) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali

dengan keaktifan siswa itu sendiri; (c) siswa aktif mengkontruksi terus menerus,

sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci,

lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; dan (d) guru sekedar membantu

menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi siswa berjalan mulus.

Dalam kaitannya dengan konstruksivisme, Piaget yang dikenal sebagai

kontruksivis pertama (dalam Dahar: 1989) menegaskan bahwa pikiran dibangun

dalam pikiran anak, pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang tetapi

melalui tindakan aktif memanipulasi dan berinteraksi untuk beradaptasi dengan

lingkungannya melalui proses asimilasi (penyerapan informasi baru dalam

pikiran) dan akomodasi (menyusun kembali struktur pikiran karena adanya

informasi baru) dengan melibatkan interaksi pikiran dan kenyataan.

Page 24: Bab II Pemahaman Konsep

35

Proses seseorang dalam membentuk pengetahuan pada dirinya, Suparno

(1997), mendeskripsikan dengan menggunakan beberapa istilah berikut, yakni (1)

Skema (struktur kognitif) merupakan struktur mental seseorang yang

menggambarkan adanya keterkaitan konsep-konsep tertentu yang terbentuk, pada

waktu seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Skema berkembang seiring

dengan perkembangan kognitif yang dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu

asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi; (2) Asimilasi merupakan pengintegrasian

persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema atau struktur kognitif

yang telah ada. Seseorang menggunakan asimilasi untuk mencocokan rangsangan

yang diterima dengan skema yang telah ada dalam pikiran. Asimilasi

mengembangkan skema yang telah dimiliki, tidak menyebabkan perubahan atau

penggantian skema; (3) Akomodasi merupakan penyesuaian struktur kognitif

terhadap situasi baru dan membentuk atau memodifikasi skema baru yang cocok

dengan rangsangan baru; (4) Ekuilibrasi merupakan proses keseimbangan yang

dipengaruhi asimilasi dan akomodasi sehingga terjadi adaptasi.

Lebih lanjut, Suparno (1997) mengemukakan bahwa implikasi dari teori

Peaget dengan konstruksivismenya dalam pembelajaran adalah (1) memusatkan

perhatian pada berpikir atau proses mental anak, bukan sekedar hasilnya; (2)

mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam

kegiatan pembelajaran; (3) memaklumi adanya perbedaan kecepatan individu

dalam hal kemajuan perkembangan; (4) mengutamakan peran siswa dalam

berinteraksi.

Seperti halnya Peaget, Bruner dengan pendekatan penemuannya, membagi

perkembangan intelektual anak dalam tiga kategori, yakni enaktik, ikonik, dan

simbolik (Ruseffendi, 1991) atau memperoleh informasi baru, transformasi

informasi, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Dahar: 1989).

Lebih lanjut, Ruseffendi (1991) merinci 4 dalil dari Bruner yang penting

dalam pembelajaran matematika, yaitu dalil penyusunan, dalil notasi, dalil

pengkontrasan dan keanekaragaman, serta dalil pengaitan, namun yang paling erat

kaitannya dengan pembelajaran kooperatif, koneksi dan pemecahan masalah

matematik adalah dalil penyusunan dan dalil pengaitan. Dalil Penyusunan, siswa

Page 25: Bab II Pemahaman Konsep

36

mempelajari matematika akan lebih bermakna bila melalui penyusunan

representasi obyek yang dimaksud dan dilakukan secara langsung. Misalnya, jika

guru akan menjelaskan konsep Peluang di sekolah tingkat menengah, maka

sebaiknya guru menyajikan dan melakukan percobaan beberapa kali dengan

menggunakan Dadu atau benda lainnya. Dalil Pengaitan, seperti yang kita

ketahui, materi matematika memiliki karakteristik saling keterkaitan yang sangat

kuat satu sama lain, sehingga siswa diharuskan menguasai materi atau konsep-

konsep prasyarat dari materi yang akan dipelajari.

Pandangan Bruner (dalam Suharsono: 1991) tentang alternatif pemecahan

masalah dikembangkan berdasarkan persepsinya terhadap permasalahan yang

dihadapinya, ada empat tahapan aktivitas mental dan pengambilan keputusan yang

harus dilakukan seseorang dalam memecahkan masalah, agar ia sampai pada

jawaban akhir yang diberikan, yaitu (1) kategori awal, memilih informasi yang

datang dari sumber-sumber eksternal ke dalam bentuk-bentuk tertentu; (2)

mencari jejak, ketika seseorang harus menggabungkan informasi yang telah

dipilih dengan apa yang telah ada dalam memori menjadi pola struktur dengan

karakter-karakter tertentu; (3) pemeriksaan konfirmasi, membuktikan apakah

pola-pola struktur yang dibangun itu dapat dioperasikan pada situasi baru yang

mirip dengan karakteristik permasalahan yang ada dalam memori; dan (4)

penyelesaian konfirmasi, upaya lanjut untuk mendapatkan kepastian tentang apa

yang distrukturkan dalam memori.

Berbeda dengan konstruktivisme kognitifnya Peaget, Vigotsky lebih

menekankan pada konstruksivisme sosial, yaitu belajar dilakukan dengan interaksi

terhadap lingkungan sosial maupun fisik seseorang. Kontribusi yang paling

penting dari teori Vigotsky adalah penekanan pada kerjasama. saling bertukar

pendapat antara sesama siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran menurut

Vygotsky berlangsung jika siswa bekerja pada jangkauan peserta didik yang

disebut dengan zone of proximal development (zona perkembangan proximal)

sehingga siswa dalam menyelesaikan tugasnya harus bekerja sama. Nur dan

Samani (1996) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan zone of proximal

development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang

Page 26: Bab II Pemahaman Konsep

37

didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dengan

tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan

pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerjasama dengan

teman yang lebih mampu.

Ide lain dari teori Vygotsky dalam pembelajaran ditekankan pada

Scaffolding, maksudnya adalah, sejumlah besar bantuan diberikan kepada peserta

didik selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian peserta didik

mengambil alih tanggung jawab sendiri. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk.

Peringatan, dorongan, pemberian contoh ataupun yang lainnya yang

memungkinkan sehingga peserta didik tumbuh mandiri.

Teori belajar pendukung pembelajaran kooperatif yang bertujuan

meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik yang lain,

adalah teori belajar David P. Ausubel. Dari teori Ausubel yang paling familier

adalah belajar bermakna (meaningful learning), karena dia membedakan antara

belajar menerima dengan belajar menemukan atau belajar menghafal dengan

belajar bermakna. Belajar bermakna adalah memproses pengetahuan baru yang

sedang dipelajari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya,

sedangkan belajar menghafal adalah belajar melalui proses menghafal apa yang

sudah diperoleh (Ruseffendi, 1991).

Lebih lanjut, Ausubel (Hudoyo, 1998) menyatakan bahwa tidak hanya

proses siswa belajar, namun materi yang dipelajari juga harus bermakna.

Maksudnya, di samping materi yang disajikan harus disesuaikan dengan

kemampuan siswa, juga harus relevan dengan struktur kognitif siswa, sehingga

materi harus dikaitkan dengan konsep-konsep (pengetahuan) yang telah dimiliki

siswa dan dikaitkan dengan bidang lain atau kehidupan sehari-hari siswa.

Dari beberapa teori konstruktivisme tersebut, sejalan dengan penerapan

pembelajaran kooperatif yaitu agar siswa dapat diberi kesempatan untuk

mengkonstruksi pengetahuan, berkomunikasi dan berinteraksi secara sosial

dengan temannya, siswa belajar dengan bermakna tidak hanya sekedar menghafal

dan masalah yang dihadapi siswa adalah masalah yang sesuai dengan struktur

kognitifnya dan kehidupan sehari-hari, untuk mencapai tujuan belajar secara

Page 27: Bab II Pemahaman Konsep

38

bersama dan pada pembelajaran kooperatif ini guru berlaku sebagai motivator dan

moderator.

2.5. Pembelajaran Konvensional.

Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

suatu pola pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah-sekolah sampai saat ini,

yang masih cenderung menganut paham behaviorisme. Hal ini dipertegas oleh

Marpaung (2006: 7) bahwa pembelajaran matematika yang sampai sekarang pada

umumnya masih berlangsung di sekolah dengan paradigma mengajar mempunyai

ciri-ciri diantaranya, guru aktif dan siswa pasif, jika siswa melakukan kesalahan

maka guru memberi hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behaviorisme).

Hal ini berarti pembelajaran saat ini dengan pemberian informasi sebanyak-

banyaknya tidak memotivasi siswa untuk belajar. Guru menggunakan perangkat

pembelajaran dari yang sudah ada sebelumnya, menggunakan buku pegangan

siswa dan guru yang disarankan untuk dimiliki. Proses pembelajaran matematika

yang dimulai dari menjelaskan teori kemudian diberikan contoh dan diikuti

dengan soal latihan, dengan menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran. Metode

pembelajaran matematika umumnya menggunakan kombinasi metode ceramah

dan metode tanya jawab. Guru lebih banyak menyampaikan materi dengan

ceramah dan sekali-kali diselingi dengan tanya jawab.

Hal ini didukung oleh Soejadi (2001) bahwa pembelajaran matematika

yang dilakukan selama ini telah menjadi kebiasaan para guru dalam menyajiikan

pelajaran dengan urutan: (1) dengarkan teori/defenisi/teorema, (2) berikan contoh-

contoh, (3) berikan latihan soal-soal. Sebagai contoh, seorang guru mengatakan

penjumlahan dua bilangan positif akan menghasilkan bilangan positif pula,

penjumlahan dua bilangan negatif akan menghasilkan bilangan negatif pula.

Setelah itu guru memberikan contoh soal dan diakhiri dengan menugaskan kepada

siswa untuk mengerjakan soal-soal. Dengan demikian pelaksanaan pembelajaran

bersifat menyampaikan informasi, aktivitas siswa menjadi pasif sehingga siswa

tidak memahami, kebanyakan siswa hanya mendengar dan menulis, dan hanya

sedikit siswa yang bertanya kepada tentang penjelasan guru.

Page 28: Bab II Pemahaman Konsep

39

2.6. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar yang

memungkinkan siswa dan guru melakukan kegiatan pembelajaran. Ibrahim

(2003:3) menyatakan bahwa ibarat pasukan yang akan berperang memerlukan

logistik, seorang guru yang akan “bertempur” di dalam kelaspun memerlukan

sejumlah piranti/perangkat pembelajaran yang akan membantu dan memudahkan

proses mengajar belajarnya dan memberikan pengalaman kepada siswa dalam

rangka mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Perumpamaan di atas memberikan gambaran tentang pentingnya

perangkat pembelajaran bagi guru dalam mengelolah pembelajaran. Sehubungan

dengan hal tersebut Usman (2001: 24) menyatakan perangkat pembelajaran

merupakan prasyarat bagi terjadinya interaksi belajar mengajar yang optimal. Jadi

jelas bahwa perangkat pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan proses

pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu perangkat pembelajaran mutlak diperlukan

oleh seorang guru dan siswa dalam mengelola pembelajaran.

Dalam implementasinya perangkat pembelajaran terdiri dari berbagai

komponen tergantung kepada kebutuhan masing-masing orang (guru). Namun

dalam penelitian ini, perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah : Rencana

Pembelajaran (RP), Buku Guru, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan Tes Hasil

Belajar. Selanjutnya perangkat pembelajaran meliputi :

1. Rencana Pembelajaran (RP)

Rencana Pembelajaran adalah suatu rencana yang berisi prosedur atau

langkah-langkah kegiatan guru dan siswa yang disusun secara sistematis

sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.

Makin baik perencanaan yang dibuat, makin mudah pelaksanaan kegiatan

pembelajaran sehingga semakin tinggi kemungkinan hasil belajar yang dicapai

(Usman, 2001:43). Rencana pembelajaran untuk pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik terdiri dari bagian pendahuluan, kegiatan inti, dan

penutup yang didalamnya memuat langkah-langkah pembelajaran sesuai

pendekatan PMR. Dalam RP ini juga disajikan informasi-informasi penting

lain yang terkait dengan pembelajaran tersebut, yaitu Kompetensi dasar, hasil

Page 29: Bab II Pemahaman Konsep

40

belajar, indikator pencapaian hasil belajar, materi prasyarat dan daftar sumber

bacaan.

2. Buku Guru

Pada buku guru dikemukakan pokok-pokok kegiatan guru dan siswa selama

proses pembelajaran di kelas. Komponen utama dari buku ini terdiri dari dua

bagian. Bagian pertama memuat komentar dan petunjuk pelaksanaan

pembelajaran yang terkait dengan halaman pada LKS. Sedangkan bagian

kedua sepenuhnya memuat halaman LKS. Penyusunan buku guru ini

didasarkan pada pendekatan PMR.

3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Mengingat tingkat kemampuan siswa yang berbeda, maka perangkat ini perlu

dilengkapi dengan Lembar Kegiatan Siswa. Keberadaan LKS ini dimaksudkan

untuk memberikan kemudahan pada guru dalam mengakomodir tingkat

kemampuan siswa yang berbeda, disamping memberi kemudahan bagi guru

untuk mengelolah pembelajaran matematika realistik.

4. Tes Hasil Belajar

Perangkat pembelajaran juga dilengkapi dengan alat evaluasi berupa tes hasil

belajar yang dapat digunakan untuk mengukur ketuntasan belajar siswa pada

materi pokok aritmetika sosial.

2.7. Validitas Perangkat Pembelajaran

Harjanto (1997:288) mengatakan bahwa sebelum digunakan dalam

kegiatan pembelajaran hendaknya perangkat pembelajaran telah mempunyai

status “valid/baik”. Untuk dapat mencapai validitas perangkat pembelajaran

tersebut perlu melalui proses validasi. Dalam penelitian ini proses validasi

dilakukan dalam satu tahap yaitu validasi ahli/pakar.

Suparman (1996:212), mengatakan bahwa idealnya seorang pengembang

perangkat melakukan review (pemeriksaan ulang) kepada para ahli khususnya

tentang ketepatan isi, materi pembelajaran, relevansinya dengan TPK, desain fisik

dan lain-lain. Selanjutnya para ahli tersebut dalam penelitian ini dinamakan

validator. Berikut ini adalah komponen-komponen indikator validasi yang

Page 30: Bab II Pemahaman Konsep

41

dikemukakan oleh O’Meara (dalam Sabardin, 2004:40) sebagai berikut: (a)

Indikator format; meliputi komponen-komponen: kejelasan pembagian materi,

sistem penomoran jelas dan menarik, keseimbangan antara teks dan

ilustrasi, pengaturan ruang, kesesuaian jenis dan ukuran huruf; (b) Indikator

bahasa; meliputi komponen - komponen: kebenaran tata bahasa, kesesuaian

kalimat dengan tingkat perkembangan siswa, arahan untuk membaca sumber

lain, kejelasan definisi tiap terminology, kesederhanaan struktur kalimat,

kejelasan petunjuk dan arahan; (c). Indikator ilustrasi; meliputi komponen-

komponen: dukungan ilustrasi untuk memperjelas konsep, keterkaitan secara

langsung dengan konsep yang dibahas, kejelasan, kemudahan untuk dipahami,

dan penggunaan konteks local; (d) Indikator isi perangkat pembelajaran;

meliputi komponen-komponen: kebenaran isi, bagian-bagiannya tersusun secara

logis, merupakan materi yang esensial, kesesuaian dengan garis besar

program pembelajaran, kesesuaian dengan pembelajaran matematika realistik,

hubungan dengan materi sebelumnya, kesesuaian dengan pola pikir siswa,

dan memuat latihan yang berhubungan dengan konsep yang ditemukan.

2.8. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan.

a. Aceng Haetami dan Sri Wahyuni Penerapan Model Pembelajaran

Pencapaian Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Dasar I (Studi

Perbaikan Pembelajaran pada Mahasiswa Pendidikan Kimia FKIP Unhalu)

Hasil penelitian:

hasil belajar mahasiwa untuk setiap siklus meningkat yaitu 62,92 untuk

Siklus I; 64,72 untuk Siklus II ; dan 65,67 untuk Siklus III meskipun

kenaikkannya tidak lebih dari 3 %. Jumlah mahasiswa yang bernilai ≥ 65 pun

relatif sama, meskipun sedikit ada kenaikan tetapi untuk ketiga siklus masih

di jauh di bawah target pencapaian indikator kinerja yaitu 80 % mahassiwa

bernilai ≥ 65.

b. Nularsih telakukan penelitian terhadap siswa SMA yaitu Teknik Pencapaian

Konsep Siswa melalui Pembelajaran Peta Konsep dan Bermain Peran

Page 31: Bab II Pemahaman Konsep

42

Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1

Surakarta Tahun 2008.

Hasil penelitian:

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar

dengan menggunakan teknik pembelajaran Peta Konsep dan teknik Bermain

Peran. Hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t hitung

3,48 lebih besar dari harga t tabel dengan db 77 taraf signifikansi 5% sebesar

1,67. 2. Teknik pembelajaran Bermain Peran lebih baik daripada Teknik Peta

Konsep. Hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil nilai rerata pada kelompok

eksperimen sebesar 7,73 lebih tinggi daripada nilai rerata kelompok kontrol

sebesar 7,00.

c. Sanusi Pembelajaran Pencapaian Konsep dalam Mengajarkan persamaan

kuadrat di Kelas I SMA/MA

Hasil penelitian:

Dalam penelitian ini, sampel yang diteliti sebanyak 2 kelas yaitu kelas I.1

sebagai kelas eksperimen berjumlah 34 siswa dan kelas I.2 sebagai kelas

kontrol sebanyak 35 siswa . data yang terkumpul hasil postes dari kelas

eksperimen sebesar 82,35% siswa tuntas, aktivitas siswa 61, 97% aktif, 36, 72

% mendengarkan penjelasan guru, 1,31% perilaku yang tidak relevan,

aktivitas guru 66,22% efektif, 33,75% memberikan petunjuk/bimbingan siswa

dan 0% perilaku yang tidak relevan, respon siswa 85% merasa senang dengan

komponen belajar, 62, 33% merasa baru terhadap komponen pembelajaran

dan 91,18% berminat mengikuti pembelajaran pencapaian konsep.

2.9. Kerangka Konseptual

Belajar adalah suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang

yang melibatkan kegiatan (proses) berfikir, dan terjadi melalui pengalaman-

pengalaman yang diperoleh dan melalui reaksi terhadap lingkungan dimana ia

berada. Belajar matematika adalah belajar dengan mengaitkan simbol-simbol dan

konsep abstrak, sehingga diupayakan seefektif mungkin dapat membantu siswa

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, untuk menemukan penyelesaian dari

Page 32: Bab II Pemahaman Konsep

43

suatu masalah. Masalah yang dihadapi siswa berbeda-beda, sebab ada yang

menganggap suatu persoalan adalah masalah tetapi bagi yang lain mungkin bukan

merupakan suatu masalah.

Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yaitu, mempersiapkan

anak didik sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di

dalam dunia yang senantiasa berubah, melalui latihan bertindak atas dasar

pemikiran secara logik dan rasional, kritis dan cermat, objektif, kreatif. Dan

mempersiapkan anak didik agar dapat menggunakan matematika secara

fungsional di dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu

pengetahuan yang senantiasa berubah. Oleh sebab itu, guru harus mampu

merencanakan dan melaksanakan strategi, metode, teknik, atau pendekatan dalam

pembelajaran matematika yang dapat menarik perhatian siswa untuk dapat terlibat

aktif dalam proses pembelajaran Salah satu strategi yang dapat meningkatkan

proses berfikir siswa dalam pemecahan masalah adalah pembelajaran kontekstual

dimana penekananya bukan pada rincian kejelasan tujuan, tetapi pada gambaran

kegiatan tahap demi tahap dan media yang dipakai.

Tidak ada satu pun definisi yang dapat mengungkapkan arti yang kaya

dari konsep, oleh karena itu konsep-konsep itu merupakan penyajian internal dari

sekelompok stimulus, konsep-konsep itu tidak dapat diamati, dan harus

disimpulkan dari perilaku. Dahar menyatakan bahwa konsep merupakan dasar

untuk berpikir, untuk belajar aturan-aturan dan akhirnya untuk memecahkan

masalah. Dengan demikian konsep itu sangat penting bagi manusia dalam berpikir

dan belajar. Karena itu dibuatlah suatu pemetaan konsep merupakan suatu

alternatif selain outlining, dan dalam beberapa hal lebih efektif daripada outlining

dalam mempelajari hal-hal yang lebih kompleks.

Model pencapaian konsep merupakan bagian dari strategi organisasi.

Strategi organisasi bertujuan membantu pembelajar meningkatkan kebermaknaan

bahan-bahan organisasi bertujuan membantu pembelajar meningkatkan

kebermaknaan bahan-bahan baru, terutama dilakukan dengan mengenakan

struktur-struktur pengorganisasian baru pada bahan-bahan tersebut. Ada tiga cara

yang dapat dilakukan oleh guru dalam membimbing aktifitas siswa yaitu: (a) Guru

Page 33: Bab II Pemahaman Konsep

44

mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran mereka dalam bentuk hipotesa,

bukan dalam bentuk observasi ; (b) Guru menuntun jalan pikiran siswa ketika

mereka menetapkan apakah suatu hipotesis diterima atau tidak; (c) Guru meminta

siswa untuk menjelaskan mengapa mereka menerima atau menolak suatu

hipotesis. Penggunaan model pencapaian konsep dimulai dengan pemberian

contoh-contoh penerapan konsep yang diajarkan, kemudian dengan mengamati

contoh-contoh diturunkan definisi dari konsep-konsep tersebut.

Suatu pembelajaran dikatakan efektif jika melalui pembelajaran tersebut

terdapat indikator kualitas pembelajaran ( quality of instruction), kesesuaian

tingkat pembelajaran ( appropriate level of instruction), insentif ( incentive), dan

waktu (time). Suatu kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual jika

dalam penerapannya terlaksana ketujuh komponen, yaitu konstruktivisme

(construktivism), menemukan(inquiri), bertanya (questioning), masyarakat belajar

(learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection) dan penilaian

sebenarnya (authentic assesment). Dengan diterapkannya ketujuh komponen di

atas dalam pembelajaran matematika maka siswa akan menemukan sendiri

kebermaknaan dalam belajar matematika sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan hasil belajar

siswa.

1. Peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan

dengan model pencapaian konsep lebih baik dari pada pemahaman

konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

konvensional.

Pemahaman konsep adalah kekuatan yang terkait antara informasi yang

terkandung pada konsep yang dipahami dengan skema yang telah dimiliki

sebelumnya. Suatu konsep, prosedur, dan fakta dapat dipahami oleh siswa secara

menyeluruh, bila objek matematika tersebut dihubungkan dengan jaringan-

jaringan yang ada maka keterkaitan antara objek tersebut makin lebih kuat dan

banyak. Dengan demikian tingkat pemahaman konsep siswa dapat ditentukan oleh

banyaknya jaringan informasi yang telah dimiliki. Seorang siswa apabila dirinya

sudah memahami konsep, artinya konsep tersebut sudah tersimpan dalam

Page 34: Bab II Pemahaman Konsep

45

pikirannya berdasarkan pola-pola tertentu yang dibutuhkan oleh siswa untuk

ditetapkan dalam pikiran mereka sendiri sebagai ciri dari kesan mental untuk

membuat suatu contoh konsep dan membedakan contoh dan non contoh

Untuk meningkatkan kemampuan pemahamankonsep matematika siswa

adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat salah satunya adalah

pembelajaran dengan model pencapaian konsep. Pada prinsipnya model

pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu model mengajar yang

menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru

mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh, kemudian guru

meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Model pencapaian konsep adalah

suatu strategi pembelajaran induktif yang didesain untuk membantu siswa pada

semua usia dalam mempelajari konsep dan melatih pengujian hipotesis dan model

ini memiliki keunggulan untuk memahami (mempelajari) suatu konsep dengan

cara lebih efektif.

Model pencapaian konsep ini banyak menggunakan contoh dan non

contoh. Ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam membimbing

aktifitas siswa yaitu: (a) Guru mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran

mereka dalam bentuk hipotesa, bukan dalam bentuk observasi ; (b) Guru

menuntun jalan pikiran siswa ketika mereka menetapkan apakah suatu hipotesis

diterima atau tidak; (c) Guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa mereka

menerima atau menolak suatu hipotesis. Penggunaan model pencapaian konsep

dimulai dengan pemberian contoh-contoh penerapan konsep yang diajarkan,

kemudian dengan mengamati contoh-contoh diturunkan definisi dari konsep-

konsep tersebut. Hal yang paling utama diperhatikan dalam penggunaan model ini

adalah pemilihan contoh yang tepat untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh

tentang hal-hal yang akrab dengan siswa. Selain itu siswa diberi kesempatan

untuk mengaitkan antara konsep baru dengan konsep sebelumnya sehingga

pembelajaran akan bermakna.

Dalam pembelajaran konvensional, langkah-langkah dalam pembelajaran

diawali dengan persiapan guru, apersepsi materi pada pendahuluan, kegiatan inti

adalah uraian materi yang biasanya disampaikan guru dengan metode caramah,

Page 35: Bab II Pemahaman Konsep

46

tanya jawab dan penugasan. Kegaiatan guru dalam pembelajaran seolah-olah

hanya mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada siswa. Dalam pembelajaran

konvesnional siswa tidak dilibatkan dalam pembelajaran secara fisik, mental

maupun pada lingkungan sendiri, siswa juga tidak memiliki kesempatan

menemukan sendiri konsep dasar suatu ilmu dan mengaikan antara konsep baru

dengan konsep sebelumnya sehingga pembelajaran tidak bermakna.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

menggunakan model pencapaian konsep diduga dapat meningkatkan pemahaman

konsep siswa yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran ekpositori.

2. Peningkatan kemampuan kreativitas matematika siswa yang diajarkan

dengan model pencapaian konsep lebih baik dari pada kreativitas

matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Kreatifitas menunjukan kemampuan siswa menghasilkan sejumlah ide

yang beragam, mengembangkan maupun menghasilkan ide yang tak biasa

diantara kebanyakan orang. Kemampuan ini merupakan sesuatu yang sangat

penting dalam menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan matematika. Terutama

soal-soal yang membutuhkan pemahaman lebih dalam misalnya soal-soal cerita

maupun soal-soal open-ended.

Ada dua pandangan tentang kreativitas. Pandangan pertama disebut

pandangan kreativitas jenius. Menurut pandangan ini tindakan kreatif dipandang

sebagai ciri-ciri mental yang langka, yang dihasilkan oleh individu luar biasa

berbakat melalui penggunaan proses pemikiran yang luar biasa, cepat, dan

spontan. Pandangan kedua merupakan pandangan baru kreativitas yang muncul

dari penelitian-penelitian terbaru bertentangan dengan pandangan jenius.

Pandangan ini menyatakan bahwa kreativitas berkaitan erat dengan pemahaman

yang mendalam, fleksibel di dalam isi dan sikap, sehingga dapat dikaitkan dengan

kerja dalam periode panjang yang disertai perenungan. Jadi kreativitas bukan

hanya merupakan gagasan yang cepat dan luar biasa.

Penggunaan model pencapaian konsep dimulai dengan pemberian contoh-

contoh penerapan konsep yang diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-

Page 36: Bab II Pemahaman Konsep

47

contoh diturunkan definisi dari konsep-konsep tersebut. Hal yang paling utama

diperhatikan dalam penggunaan model ini adalah pemilihan contoh yang tepat

untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh yang harus diurutkan sedemikian

sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif mereka, menunjukkan secara cepat atau langsung makna dari

konsep yang diajarkan. Dalam mengurutkan contoh, guru dapat melakukan

dengan menyajikan dua atau lebih contoh positif kemudian diikuti dua atau lebih

contoh negatif (non- contoh). Bahkan dengan model pencapaian konsep, siswa

diberi kesempatan untuk menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

matematis sebagai suatu logaritma pemecahan masalah yang dapat menimbulkan

kreativitas siswa.

Dalam pembelajaran konvensional, langkah-langkah dalam pembelajaran

diawali dengan persiapan guru, apersepsi materi pada pendahuluan, kegiatan inti

adalah uraian materi yang biasanya disampaikan guru dengan metode caramah,

tanya jawab dan penugasan. Kegaiatan guru dalam pembelajaran seolah-olah

hanya mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada siswa. Dalam pembelajaran

konvesnional siswa tidak dilibatkan dalam pembelajaran secara fisik, mental

maupun pada lingkungan sendiri sehingga kesempatan siswa untuk

mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya akan terhalang. Hal ini akan

menghambat kreativitas berpikir siswa dalam menyelesaikan persoalan

representatif matematika.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model

pencapaian konsep diduga dapat meningkatkan kreativitas siswa yang lebih baik

dibandingkan dengan pembelajaran ekpositori.

3. Terdapat interaksi yang signifikan antara pendekatan pembelajaran

dengan tingkat kemampuan matematika siswa terhadap peningkatan

kemampuan pemahaman konsep matematika siswa

Ada dua cara yang dapat kita gunakan untuk mengamati dan memperoleh

informasi tentang strategi yang digunakan siswa untuk mencapai konsep, yaitu:

(1) setelah suatu konsep dicapai, kita dapat meminta mereka menceritakan

Page 37: Bab II Pemahaman Konsep

48

pemikirannya agar latihan terus berlangsung. Misalnya, dengan menggambarkan

gagasan yang mereka munculkan, sifat apa yang mereka fokuskan, dan modifikasi

apa yang mereka buat. Hal ini dapat membimbing mereka pada suatu diskusi di

mana mereka dapat menemukan strategi-strategi yang lain dan bagaimana

penerapan strategi ini; (2) kita dapat meminta siswa untuk menulis hipotesis

mereka. Setelah itu, mereka diminta menyerahkan pada kita suatu catatan yang

dapat kita analisis. Siswa bekerja secara berpasangan untuk membentuk hipotesis-

hipotesis pada pasangan contoh-contoh (satu positif dan satu negatif) yang telah

disajikan untuk mereka. Mereka mencatat hipotesis mereka, perubahan-perubahan

yang mereka buat, dan alasan-alasan yang mereka kemukakan. Siswa yang

bekerja secara holistik, secara seksama akan menghasilkan hipotesis ganda dan

secara bertahap akan menghilangkan hipotesis yang tak dapat dipertahankan.

Siswa yang memilih satu atau dua hipotesis dalam awal-awal pengamatan perlu

mengubah contoh-contoh secara terus-menerus dan meninjau ulang atau merevisi

gagasan mereka agar mencapai konsep sifat ganda yang menjadi tujuannya.

Dengan menggunakan dan bercermin pada strategi mereka, siswa dapat mencoba

strategi baru dalam pelajaran selanjutnya dan menyelidiki pengaruh perubahan itu.

Jika diberikan beberapa contoh yang sebelumnya telah diberi label pada

siswa (satu diidentifikasi sebagai contoh positif dan satu diidentifikasi untuk

contoh negatif), mereka pada akhirnya akan mampu memeriksa data dan memilih

sedikit hipotesis untuk diterapkan. Namun, jika contoh-contoh itu dalam bentuk

pasangan demi pasangan, siswa akan terdorong untuk menerapkan strategi-strategi

holistic untuk memperoleh ciri-ciri ganda atas contoh-contoh itu. Dari uraian

diatas dapat disimpulkan bahwa diduga ada interaksi yang signifikan antara

pendekatan pembelajaran dengan tingkat kemampuan matematika siswa terhadap

peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.

4. Terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dengan

tingkat kemampuan matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan

kreativitas matematika siswa

Sebagaimana telah di utarakan bahwa Ada dua cara yang dapat kita

gunakan untuk mengamati dan memperoleh informasi tentang strategi yang

Page 38: Bab II Pemahaman Konsep

49

digunakan siswa untuk mencapai konsep, yaitu: setelah suatu konsep dicapai, kita

dapat meminta mereka menceritakan pemikirannya agar latihan terus berlangsung;

(2) kita dapat meminta siswa untuk menulis hipotesis mereka. Setelah itu, mereka

diminta menyerahkan pada kita suatu catatan yang dapat kita analisis. Siswa

bekerja secara berpasangan untuk membentuk hipotesis-hipotesis pada pasangan

contoh-contoh (satu positif dan satu negatif) yang telah disajikan untuk mereka.

Hal di atas menunjukkan bahwa dengan pembelajaran model pencapaian

konsep akan dapat meningkatkan kreativitas siswa dengan baik. Sementara itu

model pencapaian konsep dimulai dengan pemberian contoh-contoh penerapan

konsep yang diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-contoh diturunkan

definisi dari konsep-konsep tersebut. Contoh-contoh itu harus diurutkan

sedemikian sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif mereka, menunjukkan secara cepat atau langsung

makna dari konsep yang diajarkan. Selain itu, penguasaan konsep dasar ilmu yang

baik dan tinggi akan menimbulkan problem solving yang baik dan bervariasi

sehingga memunculkan suatu kreativitas berfikir siswa. Dari uraian diatas dapat

disimpulkan bahwa diduga ada interaksi yang signifikan antara pendekatan

pembelajaran dengan tingkat kemampuan matematika siswa terhadap peningkatan

kemampuan kreativitas matematika siswa

5. Aktivitas siswa yang memperoleh pembelajaran model pencapaian

konsep lebih positif daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

Berdasarkan fakta dilapangan, sebagian besar pendekatan pembelajaran

yang digunakan guru selama ini cenderung berpusat pada guru. Pembelajaran

disampaikan dengan menggunakan sistem ceramah sehingga mendorong aktivitas

belajar siswa yang cenderung diam, mendengarkan dan mencatat hal – hal yang

penting dari pelajaran. Hal ini mengakibatkan sikap anak yang pasif terhadap

pelajaran yang disampaikan. Untuk penguasaan konsep yang baik dibutuhkan

komitmen siswa dalam memilih belajar sebagai suatu yang bermakna, lebih dari

hanya menghafal, yaitu memebutuhkan kemauan siswa mencari hubungan

Page 39: Bab II Pemahaman Konsep

50

konseptual antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari di

dalam kelas.

Salah satu cara yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara

bermakna adalah dengan penggunaan model pencapaian konsep. Pada prinsipnya

model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu model mengajar yang

menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru

mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh, kemudian guru

meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Model ini membantu siswa pada

semua usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis. Dari

uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa yang memperoleh

pembelajaran model pencapaian konsep lebih positif daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

6. Pola jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran

Pada prinsipnya model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu

model mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada

siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh,

kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Model ini

membantu siswa pada semua usia dalam memahami tentang konsep dan latihan

pengujian hipotesis

2.10. Rumusan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan uraian pada tinjauan pustaka, pada

penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan

model pencapaian konsep lebih tinggi dari pada pemahaman konsep

matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Page 40: Bab II Pemahaman Konsep

51

2. peningkatan kemampuan kreativitas matematika siswa yang diajarkan dengan

model pencapaian konsep lebih tinggi dari pada kreativitas matematika siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

3. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan tingkat

kemampuan matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa.

4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat kemampuan

matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan kreativitas matematika

siswa.

5. Aktivitas siswa yang memperoleh pembelajaran model pencapaian konsep

lebih positif daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

6. Pola jawaban siswa dengan pembelajaran berbasis masalah lebih bervariasi

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional