bab ii landasan teori a. tinjauan tentang ...repository.stitradenwijaya.ac.id/526/7/20 zm.pdfaktif...
TRANSCRIPT
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN TENTANG METODE PEMBELAJARAN ACTIVE
LEARNING
1. Pengertian Metode Pembelajaran Active Learning
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan
penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak
didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik
pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning)
juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju
pada proses pembelajaran.
Adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat
kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru
berbicara sekitar 100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu
mendengarkan 50-100 kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan
guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak
manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak
apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak
manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan
otak juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak
dapat tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua
yang dipelajari dapat diingat dengan baik.
Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan
sampai 171% dari ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori
21
dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat
sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan
audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang
dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan
(visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata
pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat
membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran.
Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan
korteks otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri
otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan
kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali
lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan
seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh
lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar seseorang.1
Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak
menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan
kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif)
pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan.
Thorndike (dalam Bimo Wagito, 1997) mengemukakan 3 hukum belajar,
yaitu :
1. law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat
memperlancar hubungan antara stimulus dan respons.
2. law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu
dikerjakan maka hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi
lancar
1 Win Wenger, Beyond Teaching and Learning, Memadukan
Quantum Teaching & Learning, (terjemahan Ria Sirait dan Purwanto),
Nuansa, Jakarta, 2003. Hal. 12 – 13
22
3. law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan
menjadi lebih baik jika dapat menimbulkan hal-hal yang
menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang.2
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-
stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respons yang positif pada diri anak
didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam
pembelajaran akan mampu menimbulkan respons yang baik terhadap stimulus
yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respons akan menjadi kuat jika
stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar
hubungan antara stimulus dan respons, sehingga respons yang ditimbulkan akan
menjadi kuat. Hal ini akan memberi kesan yang kuat pula pada diri anak didik,
sehingga mereka akan mampu mempertahankan respons tersebut dalam memory
(ingatan) nya. Hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik
kalau dapat menghasilkan hal-hal yang menyenangkan.
Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu memberi
kesan yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka cenderung akan
mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu
mempertahan stimulus dalam memory mereka dalam waktu yang lama (longterm
memory), sehingga mereka mampu merecall apa yang mereka peroleh dalam
pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun.
Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat
dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga
2 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta, Andi
Offset, 1997., 5
23
proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang
membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi active learning (belajar
aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga
mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini
kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang
baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang
ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif
dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara
aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa,
sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.3
(Mulyasa, 2004:241)
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara
pendekatan pembelajaran Active learning (belajar aktif) dan pendekatan
pembelajaran konvensional, yaitu : Pembelajaran konvensional Pembelajaran
Active learning Berpusat pada guru Berpusat pada anak didik
Penekanan pada menerima pengetahuan Penekanan pada menemukan
Kurang menyenangkan Sangat menyenangkan Kurang memberdayakan semua
Membemberdayakan semua indera danpotensi anak didik indera dan potensi anak
didik Menggunakan metode yang monoton Menggunakan banyak metode
Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media Tidak perlu
disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada pengetahuan yang sudah ada.
Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan
untuk menerapkan strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam
3 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep,
Karakteristik dan Implementasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal.
241
24
pembelajaran di kelas. Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan
agar anak didik tidak hanya sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka
perlu membaca, menulis, berdiskusi atau bersama-sama dengan anggta kelas yang
lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana
membuat anak didik menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-
tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti
menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka
ditawarkanlah strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti
kata menggunakan teknik active learning (belajar aktif) di kelas menjadi sangat
penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar siswa.
2. Kondisi Siswa dalam Belajar Aktif
Dalam model pembelajaran aktif, pengajar sangat senang bila peserta
didik berani mengungkapkan gagasan dan pandangan mereka, berani mendebat
apa yang dijelaskan pengajar karena mereka melihat dari segi yang lain. Untuk
itu, pengajar selalu memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk
mengungkapkan gagasa-gagasan alternatif mereka. Mungkin saja, pengajar akan
sangat senang dan menghargai peserta didik yang dapat mengerjakan suatu
persoalan dengan cara-cara yang berbeda dengan cara yang baru saja dijelaskan
pengajar.
Kebebasan berpikir dan berpendapat sangat dihargai dan diberi ruang
oleh pengajar. Hal ini akan berakibat pada suasana kelas, artinya suasana
kelas akan sungguh hidup, menyenangkan tidak tertekan, dan
menyemangati peserta didik untuk senang belajar.4
4Paul Suparno, Guru Demokratis di Era Reformasi, Grasindo,
Jakarta, 2003, hal.34
25
Penggeseran paradigma pendidikan sekarang ini, berpengaruh pada
metode dan strategi pembelajaran. Katakan saja, peserta didik sekarang ini mulai
belajar melalui internet, web, homepage, cd-rom [lihat contoh gambar, yang
merupakan alat bantu mempercepat proses distributed knowledge. Hal ini, akan
berpengaruh pada fungsi pendidik, yaitu sebagai falitator, mederator, mediator,
dinamisator, motivator, dalam proses pembelajaran. “Pengajar” dalam hal ini
guru- dan guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar, tetapi merupakan salah
satu sumber dari sekian sumber belajar di dalam proses pembelajaran. Kenapa
demikian, karena saat sekarang ini peserta didik, mungkin saja akan lebih banyak
belajar dari media eloktronik dan media lain dari pada guru. Dengan demikian,
tugas utama pendidik lebih terfokus pada mengajar peserta didik untuk mengakses
sendiri informasi dan pengetahuan yang diperlukan dari berbagai sumber belajar.
Fungsi pendidik sebagai falitator, mederator, mediator, dinamisator,
motivator, dalam membantu peserta didik belajar secara konstruktivis dapat
melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut : Pertama : Sebelum mengajar : [1]
mempersiapkan bahan yang akan diajarkan, [2] mempersiapkan media yang akan
digunakan, [3] mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang peserta
didik aktif belajar, [4] mempelajari keadaan peserta didik, mengerti kelemahan
dan kelebihan peserta didik, [5] mempelajari pengetahuan awal peserta didik.
Kedua : Selama proses pembelajaran : [1] mengajak peserta didik untuk aktif
belajar, [2] menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan, sehingga
peserta didik merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka. [3] mengikuti
pikiran dan gagasan peserta didik, [4] menggunakan variasi metode dan strategi
pembelajaran seperti studi kelompok, aktif debat, studi kritis, [5] tidak mencerca
26
peserta didik yang berpendapat salah atau lain, [6] menerima jawaban alternatif
dari peserta didik, [7] kesalahan peserta didik ditunjukkan secara arif, [8] peserta
didik diberi kesempatan berpikir, merumuskan gagasan, mengungkapkan
pikirannya, [9] peserta didik diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dan
caranya sendiri dalam belajar sehingga menemukan sesuatu, [10] melakukan
evaluasi secara kontinu dengan segala prosesnya. Ketiga : Sesudah proses
pembelajaran : [1] memberikan tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik, [2]
melakukan tes yang membuat peserta didik berpikir, analisis dan bukan hafalan.
Keempat : Sikap pengajar : [1] perlakukan peserta didik sebagai subjek yang
sudah tahu sesuatu, [2] kondisikan peserta didik yang aktif, pengajar menyertai,
[3] memberi ruang tanyajawab dan diskusi, [4] pengajar dan peserta didik saling
belajar, [5] peserta didik belajar untuk belajar sendiri, [5] hungan pengajar dan
peserta didik bersifat dialogis, [6] peserta didik harus diberi informasi tentang
materi pelajaran dan mengerti konteks bahan yang akan diajarkan.
Kondisi proses pembelajaran yang diuraikan di atas, lebih cenderung
menggunakan konsep learning based atau student learning daripada teaching-
based yang akan menjadi kunci pengembangan peserta didik. Metode dan strategi
pembelajaran lebih diorientasikan pada cara mengaktifkan peseta didik, yaitu;
cara untuk menemukan, memecahkan masalah. Metode pembelajaran semacam
ini akan menjadi kunci pengembangan peserta didik yang lebih berkualitas. Maka
untuk mengaktifkan peserta didik secara optimal, proses pembelajaran harus
didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif [student activie learning]”, atau
mengembangkan kemampuan belajar [learning ability] atau lebih menekankan
pada proses pembelajaran [learning] dan bukan pada mengajar [teaching].
27
Oleh karena itu, metode pembelajaran lebih didasarkan pada learning
competency, yaitu peserta didik akan memiliki seperangkat pengetahuan,
keterampilan, sikap, wawasan dan penerapannya sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Dengan demikian, sebagaimana diungkapkan oleh mastuhu bahwa proses
pembelajaran yang dilaksanakan harus dapat:
1. “mengembangkan potensi peserta didik dan memanfaatkan
kesempatan secara optimal untuk self realization atau self
actualization,
2. mengembangkan metode rasional, emperis, battom up dan “menjadi”,
3. materi ajaran harus diberikan secara analisis, deduktif, top down, dan
“memiliki”; dan
4. memberikan bekal atau landasan yang kuat dan siap dikembangkan
ke perbagai keahlian”.5
Dengan kondisi ini, perubahan “metodologi pembelajaran pada akhirnya
harus membawa peserta didik untuk belajar lebih lanjut dan berkemampuan
memilih, serta lebih mengutamakan proses belajar dalam perspektif “menjadi” di
atas perspektif “memiliki”.
Dengan demikian, sasaran setiap proses pembelajaran adalah asimilasi
pembelajaran [miximizing “student learning”], dan bila perlu
mengurangi porsi ceramah guru dan guru- [minimizing “teacher
teaching”] dengan mengaktifkan peserta didik untuk mencari dan
menemukan serta melakukan aktivitas belajar sendiri, sehingga konsep
metodologi pembelajaran yang terbangun adalah ”pembelajaran”
[learning] bukan ”pengajaran” [teaching]6
5 Mastuhu, Pemberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Logos, Jakarta,
1999, hal. 17.
6Moh. Ansyar, Kurikulum dalam Menyongsong Otonomi Pendidikan
di Era Globalisasi, Peluang, Tantangan, dan Arah, Jurnal Pendidikan Islam
TA’DIB, Maret 2002, (No. 04), ISSN 1401-6973, Fakultas Tarbiyah IAIN
Raden Fatah Palembang. 2001, hal.109
28
Inilah tantangan yang dihadapi guru dan guru- untuk mengemas dan
mengimplementasikan materi-materi pelajaran dan materi-materi kuliah yang
tertuang dalam kurikulum kepada peserta didik.
Dari kerangka pemikiran diatas, dapat dikatakan bahwa metode dan
prinsip pembelajaran lebih terfokus pada “outcomes” competency, peningkatan
relevansi dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja serta kompetensi yang
dimiliki peserta didik harus dapat diaplikasikan dan dapat diamati dengan acuan
standar, penggunaan penilaian dan evaluasi secara komprehensif, pengakuan
terhadap kompetensi relatif yang bebas dari cara atau strategi penguasaannya dan
fleksibilitas dalam mengakses perubahan, mengakses kesempatan dan
pengembangan sikap serta perilaku berkarya sesuai profesinya sebagai outcomes
competency. Maka, metode dan strategi pembelajaran yang didasarkan pada
leaning competency, diharapakan dapat mengembangkan dan membangun tiga
pilar keterampilan, yaitu :
a. Learning skills, keterampilan mengembangkan dan mengola
pengetahuan dan pengalaman serta kemampuan dalam menjalani
belajar sepanjang hayat.
b. Thinking skills, keterampilan berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk
menghasilkan keputusan dan pemecahan masalah secara optimal.
c. Living skills, keterampilan hidup yang mencakup kematangan emosi
dan sosial yang bermuara pada daya juang, tanggungjawab dan
kepekaan sosil yang tinggi.7
Dari semua di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya kompetensi
standar yang diinginkan dalam proses pendidikan adalah penguasaan nilai-nilai
7 Sudjarwadi, “Ubah Wajah UGM dengan Jiwa Kepemimpinan”,
Kedaulatan Rakyat, 5 Januari 2003, hal.10.
29
[value], penguasaan pengetahuan [knowledge], penguasaan keterampilan dan
kemahiran berkarya [ skill - keterampilan], memiliki attitude dan ability tertentu.
Pertanyaan yang muncul, bagimana membuat peserta didik aktif sejak
dini? Untuk menjawab pertanyaan ini, guru atau guru-, harus berusaha merancang
teknik-teknik untuk melakukan salah satu atau lebih, yaitu: guru atau guru-
berusaha untuk membuat:
1. Team building [pembentukan tim], yaitu membantu siswa-siswa
menjadi lebih terbiasa satu sama lain atau menciptakan suatu semangat
“kerja sama” dan “saling ketergantungan”.
2. On-The-Spot assessment [penilaian di tempat], yaitu : guru
mempelajari tentang perilaku-perilaku siswa-siswa, pengetahuan, dan
pengalaman siswa.
3. Immediate learning involvement [keterlibatan belajar seketika], yaitu ;
guru menciptakan atau memotivasi minat awal dalam pokok bahasan.8
Kemudian pertanyaan selanjutnya, bagaimana guru- atau guru dapat
membantu peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
secara aktif. Untuk menjawab pertanyaan ini, langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk mendorong peserta didik untuk berpikir, merasakan, dan
menerapkan, yaitu :
1.Full-class learning [belajar sepenuhnya di dalam kelas]; petunjuk dari pengajar
yang merangsang seluruh kelas.
2.Class discussion [diskusi kelas];dialog dan debat mengenai pokok-pokok
bahasan utama.
8 Mel Silberman, Active Learning: Strategi Pembelajaran Aktif,
cet.2, Diterbitkan Yappendis, dicetak Bumimedia, Yogyakarta, 2002, hal.xxi
30
3.Question prompting [cepatnya pertanyaan]; siswa meminta
klarifikasi/penjelasan.
4.Collaborative learning [belajar dengan bekerja sama]; tugas-tugas dikerjakan
dengan kerja sama dalam kelompok-kelompok kecil peserta didik.
5.Peer teaching [belajar dengan sebaya], petunjuk diberikan oleh peserta didik.
6.Independent learning [belajar mandiri], aktivitas-aktivitas belajar dilakukan
secara invidual.
7.Affective learning [belajar afektif], aktivitas-aktivitas yang membantu peserta
didik untuk menguji perasaan-perasaan, nilai-nilai dan perilaku-perilaku
mereka.
8.Skill development [pengembangan keterampilan], mempelajari dan
mempraktikan keterampilan-keterampilan, baik teknis maupun non-teknis.
3. Bentuk-bentuk Metode dan Strategi Belajar Aktif
Banyak sekali metode dan strategi pembelajaran untuk mengaktifkan
peserta didik. Dalam pembahasan ini, hanya dikemukakan beberapa metode dan
strategi pembelajaran yang telah digunakan dan diuji keefektifannya dalam proses
pembelajaran atau dalam proses perkuliahan dikelas diantaranya, yaitu ;
[1] strategi Belajar “Kekuatan Berdua” [The power of two],
[2] strategi belajar “Studi Kasus Kreasi Siswa” [Student-created case
studies],
[3] strategi belajar “Memilah dan Memilih Kartu” [“Card sort”],
[4] strategi belajar ”Perdebatan Aktif” [”Active Debate”],
[5] strategi Belajar “Saling Beradu Pendapat” [Point-counter point],
[6] strategi belajar “SQ3R dan Rolling Cognitive”,
[7] studi kritis.9
9 Mel Silberman, Op Cit, hal.121
31
Metode dan strategi pembelajaran ini dapat dijelaskan, sebagai berikut :
1. Strategi Belajar Kekuatan Berdua [The power of two]
Penerapan strategi belajar “Kekuatan Berdua” [the power of two], dengan
langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan guru, sebagai berikut:
a] Langkah pertama, membuat problem. Dalam proses belajar, guru
memberikan satu atau lebih pertanyaan kepada peserta didik yang
membutuhkan refleksi.
b] Langkah kedua, guru- meminta peserta untuk nerenung dan menjawab
pertanyaan sendiri-sendiri.
c] Langkah ketiga, guru- membagi perserta berpasang-pasangan. Dalam proses
belajar setelah semua peserta didik melengkapi jawabannya, bentuklah ke
dalam pasangan dan mintalah mereka untuk berbagai [sharing] jawaban
dengan yang lain.
d] Langkah keempat, guru- meminta pasangan untuk berdiskusi mencari
jawaban baru. Dalam proses belajar, guru- meminta siswa- untuk membuat
jawaban baru untuk masing-masing pertanyaan dengan memperbaiki respon
masing-masing individu.
e] Langkah kelima, guru- meminta peserta untuk mendiskusikan hasil
sharingnya. Dalam proses belajar, ketika semua pasangan selesai menulis
jawaban baru, bandingkan jawaban dari masing-masing pasangan ke
pasangan yang lain.
2. Strategi Belajar Studi Kasus Kreasi Siswa [Student-created case studies]
32
Penerapan strategi belajar “Studi Kasus Kreasi Siswa” [Student-created
case studies], dengan langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan, sebagai
berikut :
a] Langkah pertama, guru- membagikan handout [membahas suatu masalah]
kepada siswa- dan meminta siswa- untuk membaca beberapa menit.
b] Langkah kedua, guru- membagi peserta berkelompok-kelompok dengan cara
menghitung 1 s/d 4 atau dalam cara lain.
c] Langkah ketiga, guru- meminta peserta untuk mencari pasangannya menurut
angka [nomor urut] yang disebut sehingga terbentuk empat kelompok diskusi.
d] Langkah keempat, guru- meminta masing-masing kelompok membaca
handsout tersebut, kemudian merumuskan dan mendiskusikan :
[1] Apa kasusnya?
[2] Mengapa kasus itu terjadi?
[3] Bagaimana akibat yang ditumbulkan?
[4] Bagaimana pandangan terhadap hal tersebut?
e] Langkah kelima, ketika masing-masing kelompok sedang berdiskusi, guru-
selalu mengontrol jalannya diskusi tersebut.
f] Langkah keenam, ketika diskusi [studi kasus] selesai, guru- meminta masing-
masing kelompok agar mempresentasikan kepada kelas. Guru-, meminta
seorang anggota kelompok untuk memimpin diskusi dan kelompok lain
mencatat hal-hal yang akan dipertanyakan.
g] Langkah ketujuh, tanggapan masing-masing peserta dari tiap-tiap kelompok
terhadap kelompok lain yang mempresentasikan hasil diskusi mereka.
33
3. Strategi Belajar “Memilah dan Memilih Kartu” [Card sort]
Penerapan strategi belajar ”Memilah dan Memilih Kartu” [Card sort]
dengan langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan, sebagai berikut:
a] Langkah pertama, guru- membagikan selembar “kartu” kepada setiap siswa-
dan pada kartu tersebut telah dituliskan suatu materi. Kartu tersebut terdiri dari
“kartu judul” dan dan “kartu bahasan dari judul” tersebut. Kartu judul
biasanya menggunakan huruf KAPITAL dan kartu-kartu sub judul
menggunakan huruf non-kapital.
b] Langkah kedua, siswa- diminta untuk mencari teman [pemegang kartu judul]
yang sesuai dengan masalah yang ada pada kartunya untuk satu kelompok.
c] Langkah ketiga, siswa- akan berkelompok dalam satu “pokok bahasan” atau
masalah masing-masing.
d] Langkah keempat, siswa- diminta untuk menempelkan di papan tulis bahasan
yang ada dalam kartu tersebut berdasarkan urutan-urutan bahasannya yang
dipegang kelompok tersebut.
e] Langkah kelima, seorang siswa- [pemegang kartu judul] dari masing-masing
kelompok untuk menjelaskan dan sekaligus mengecek kebenaran urutan per
pokok bahasan.
f] Langkah keenam, bagi siswa- yang salah mencari kelompok sesuai bahasan
atau materi pelajaran tersebut, diberi hukuman dengan mencari judul bahasan
atau materi yang sesuai dengan kartu yang dipegang.
g] Langkah ketujuh, guru-/guru memberikan komentar atau penjelasan dari
permaianan tersebut.
34
Tujuan dari strategi dan metode belajar menggunakan “memilah dan
memilih kartu” [card sort] ini adalah untuk mengungkapkan daya “ingat” [recoll]
terhadap materi kuliah/pelajaran yang telah dipelajari siswa-/siswa. Untuk itu, hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah ; [1] Kartu-kartu tersebut jangan diberi nomor
urut, [2] Kartu-kartu tersebut dibuat dalam ukuran yang sama, [3] Jangan memberi
“tanda kode” apapun pada kartu-kartu tersebut, [4] Kartu-kartu tersebut terdiri
dari “beberapa bahasan” dan dibuat dalam jumlah yang banyak atau sesuai dengan
jumlah siswa- atau siswa, [5] Materi yang ditulis dalam kartu-kartu tersebut, telah
diajarkan dan telah dipelajari oleh siswa- atau siswa.
4. Strategi Belajar Perdebatan Aktif [Active Debate]
Penerapan strategi pembelajaran “Perdebatan Aktif” [Active Debate], dengan
langkah-langkah atau prosedur yang
dilakukan, sebagai berikut:
a] Materi kuliah telah diberikan kepada siswa- 1 [satu] minggu sebelum
perkuliahan. Siswa- diharuskan untuk membaca dan memahami materi ini
agar memudahkan dalam “debat”.
b] Dalam kegiatan “debat”, kelas dibagi menjadi 5 [lima] kelompok. Secara acak
akan ditugaskan [1] kelompok pertama ditetapkan sebagai penyaji, [2]
kelompok kedua dan ketiga ditentukan sebagai “kontra” atau “penyangga”, [3]
kelompok keempat sebagai “pembela” kelompok pertama, dan [4] kelompok
kelima sebagai “penengah”. Masing-masing kelompok terdiri 10 [sepuluh]
siswa- atau lebih.
35
c] Sebelum debat dimulai, guru- menyajikan “global materi” kuliah yang akan
didebatkan kepada siswa- dalam bentuk ceramah.
d] Sebelum debat dilaksanakan, mintalah masing-masing kelompok menetukan
“juru bicaranya” dan kemudian mintalah tiap-tiap kelompok mendikusikan
materi pada kelompoknya sendiri dan merumuskan arguman-argumen dari
hasil diskusinya.
e] Setelah masing-masing kelompok telah selesai mediskusikan materi tersebut
dan telah menemukan problem atau masalah untuk disampaikan. Diskusi
dihentikan dan setting kelas dibuat dalam situasi yang berbeda. Setting kelas
sebagai berikut :
f] Mulailah “perdebatan” dan dalam “perdebatan” ini guru- bertindak sebagai
pemandu. Langkah pertama, surulah “juru bicara” dari kelompok “penyaji”
untuk menyampaikan argumen-argumennya. Langkah kedua, meminta
kelompok kontra [2 dan 3 ] meberikan atau menyampaikan “konter
argumentasinya” dan buatlah situasi debat anatar “penyaji” dengan “konta”
dan sesekali meminta argumentasi dari kelompok “penengah”. Langkah
ketiga, mintalah kolompok “pembela” untuk me-
nyampaikan argumentasi pembelaannya dan buatlah situasi debat antara
kelompok kontra dengan kelompok “pembela” dan sesekali meminta
argumentasi dari kelompok “penengah”. Doronglah peserta yang lain untuk
g] mencatat jawaban berbagai argumen atau bantahan yang disarankan kepada
juru bicaranya. Juga, doronglah mereka untuk sesekali menyambut dengan
applaus terhadap argumen-argunen dari wakil atau juru bicara tim mereka.
36
h] Ketika dianggap perdebatannya sudah cukup, akhiri perdebatan tersebut dan
gambungkan kembali seluruh kelompok tersebut dalam lingkaran penuh.
Kemudian disimpulkan dan berilah komentar tentang permasalah yang
diajukan dalam perdebatan tersebut serta buatlah diskusi seluruh kelas tentang
apa yang telah dipelajai oleh siswa- tentang persoalan dari pengalaman debat
itu dan kemudian rumuskan argumen-argumen terbaik yang dibuat kedua
kelompok [“penyaji” dan “kontra”] debat tersebut. Sebelum menutup
perkuliahan, doronglah semua siswa- untuk menyambut dengan applaus atas
“debat” yang telah dilakukan, setelah itu tutup kuliah dengan membaca do’a.
5. Strategi Belajar “Saling Beradu Pendapat” [ Point-counter point]
Penerapan strategi belajar “Saling Beradu Pendapat” [Point-counter point],
dengan langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan, sebagai berikut:
a] Langkah pertama, guru-/guru mengajukan suatu masalah untuk dibahas.
b] Langkah kedua, mahasisw atau siswa dibagi menjadi 6 kelompok, untuk
berdiskusi mengenai suatu masalah.
c] Langkah ketiga, dari 6 kelompok tersebut dibagi menjadi 3, untuk
mengkolaborasi hasil perumusan masalah.
d] Langkah keempat, guru- atau guru membagi tiga kelompok ini untuk berperan
sebagai: [1] penyaji, pembahas, dan audien [seluruh siswa-].
e] Langkah kelima, presentasi masing-masing kelompok dan ditanggapi siswa-
/siswa yang lain.
f] Langkah keenam, guru-/guru mengatur/mengarahkan proses debat.
37
g] Langkah ketujuh, langkah terakhir adalah guru- atau guru menyimpulkan atau
memberikan summary.
6. Strategi belajar SQ3R dan Rolling Cognitive
Penerapan strategi belajar SQ3R dan Rolling Cognitive, dengan prosedur
atau langkah-langkah, sebagai berikut :
a] Langkah Pertama; guru- memberikan meteri perkuliahan 1 [satu] minggu
sebelum kuliah dimulai.
b] Langkah Kedua; sebelum kuliah dimulai dosem membagi siswa- menjadi 4
[empat] kelompok atau sesuai dengan materi yang akan dibahas.
c] Langkah Ketiga; siswa- mempelajari materi dengan menerapkan strategi
pembelajaran SQ3R, dengan langkah sebagai berikut :
[1] Suvey meteri, yaitu siswa- memeriksa, meneliti, mengidentifikasi seluruh
materi dalam teks yang telah diberikan guru-.
[2] Question [membuat pertanyaan], siswa- dapat menyusun daftar
pertanyaan atau membuat problem yang relevan dengan materi.
[3] Read, siswa- membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan atau problem yang telah tersusun.
[4] Recite, siswa- dapat menghafal dan berusaha memahami setiap jawaban
yang telah ditemukan.
[5] Review [pengulangan], siswa- dapat mengingatkan dan menerangkan apa
yang telah dipelajari. Siswa-/siswa dapat meninjau ulang seluruh jawaban
atas pertanyaan yang tersusun pada langkah-langkah kedua dan ketiga,
38
kemudian menuliskannya pada lembar manila atau flano yang.sudah
tertempel di dinding.
d] Langkah Keempat, proses Rolling Cognitive
[1] Langkah pertama, siswa- secara berkelompok menuliskan hasil review-nya
kelembar kertas manilai atau flano yang telah tertempel di dinding.
[2] Langkah kedua, siswa- kelompok pertama mendatangi kelompok ketiga
untuk membaca hasil review-nya dan menuliskan komentar pada kertas
manilai atau flano dan melanjutkan ke kelompok kedua, dan seterusnya
kelompok kedua mendatangi kelompok pertama dan ketiga, kelompok
ketiga mendatangi kelompok pertama dan kedua pada kegiatan yang sama.
[3] Langkah ketiga, secara berurutan siswa- kelompok pertama
mempresentasikan hasil review-nya dan menjawab pertanyaan atau
keberatan dari kelompok kedua, ketiga, keempat dan seterusnya dilanjutkan
untuk kelompok kedua, ketiga, dan keempat.
[4] Langkah keempat, merupakan langkah terakhir guru-/guru memberikan
komentar dan kesimpulan untuk masing-masing kelompok dan kemudian
menutup kuliah. Sebelum menutup kuliah guru- meminta siswa- untuk
“tepuk tangan” atas keberhasilan masing-masing kelompok.
7. Studi Kritis
Penerapan strategi belajar Studi Kritis. Hasil yang diperoleh adalah
siswa- dapat mengkiritisi, memahami, dan mengemukakan pendapat dan
pandangannya secara perorangan terhadap materi topik bahasan yang dibacanya.
Langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh, sebagai berikut:
39
a] Langkah pertama, guru- membagikan handout kepada masing-masing siswa-
per individual dan guru- meminta siswa- untuk membaca dan memahami serta
berusaha menangkap permasalahan pada teks tersebut.
b] Langkah kedua, guru- meminta masing-masing siswa- secara individu untuk
mengemukakan hasil kajiannya dan ditanggapi oelh siswa- yang lain.
c] Langkah ketiga, guru- meminta salah seorang siswa- untuk menyimpulkan
hasil diskusi tersebut
d] Langkah keempat, diskusi dihentikan, guru- menyimpulkan hasil diskusi
tersebut dan kemudian menutup dengan do’a.
B. TINJAUAN TENTANG PENINGKATAN HASIL BELAJAR
1. Hakikat Proses Belajar Mengajar
Belajar sebagai suatu kegiatan yang dilakukan manusia sejak lama dan
telah menjadi objek kajian dari beberapa pakar. Bahkan banyak teori yang
dikemukakan untuk menjawab pertanyaan tentang konsep belajar atau
pembelajaran ini, teori-teori yang muncul tersebut antara lain dikemukakan oleh
Thorpe (1950), menkonsepsikan belajar sebagai suatu perubahan nilai, kecakapan,
sikap dan perilaku yang terjadi dengan usaha yang disengaja melalui rangsangan
atau stimuli. Perubahan yang terjadi pada diri peserta didik adalah dalam bentuk
tanggapan atau respon terhadap rangsangan tersebut. Gagne (1970) dan Trafers
(1972), mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan disposisi atau kecakapan
baru yang terjadi karena adanya usaha yang disengaja. Sedangkan Munn (1965)
berpendapat bahwa belajar merupakan upaya untuk merubah (memodifikasi)
tingkah laku sebagai perolehan dari suatu kegiatan. Beberapa prinsip belajar
40
berdasarkan konsep dan aliran pembelajaran, dikemukakan oleh beberapa orang
pakar sebagai mana ditulis di bawah ini.
a. Konsep J. Piaget. J.
Piaget mengidentifikasikan 4 tahapan perkembangan kognitif pada
individu, yaitu melalui tahap: sensori-motorik, pra-operasional, operasional
konkrit dan operasi formal atau proporsional. Tahap operasional konkrit lebih
mudah dikembangkan apabila melalui tindakan-tindakan langsung (direct
actions). Pada taraf ini dimungkinkan terjadinya perkembangan operasional
formal. Para peserta didik yang tidak pernah mengalami pendidikan sekolah atau
mereka yang putus sekolah, perkembangan kondisinya mulai berfungsi pada tahap
operasional konkrit. Studi yang dilakukan oleh Arenberg, mengungkapkan bahwa;
pada umumnya orang dewasa yang tidak pernah mengalami pendidikan sekolah
atau mereka yang putus sekolah relatif kurang mampu mempelajari hal-hal yang
disajikan dalam bentuk abstrak. Sebaliknya, pelajaran yang disajikan berdasarkan
pengalaman hidup sehari-hari akan dengan mudah mereka tangkap.10
b. Konsep Aliran Tingkah Laku
Aliran ini memandang belajar sebagai suatu pola hubungan stimulus
dan respons (SR). Menurut Thorndike, belajar adalah kegiatan mencoba dan
salah (trial and error learning). Dari hasil penelitiannya dia menmgemukakan
tiga hukum, yaitu:
10
Rabun Hijja,. Pengaruh Strategi Pembelajaran Dengan Pendekatan
Ketrampilan Proses Dan Kreativitas Terhadap Hasil Belajar IPA Di SDN
Kota Batu. Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pasca Sarjana
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Surabaya : 2002. Hal. 23
41
1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu suatu keadaan yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan untuk belajar atau dalam belajar.
2. Hukum latihan ( law of exercise), yaitu segala hal yang berkaitan dengan
penguatan hubungan antara stimulus dan respons dimana keduanya diperoleh
peserta didik melalui kegiatan praktek.
3. Hukum pengaruh (law of effect), yaitu yang berkaitan dengan penguatan
atau pemutusan setiap hubungan antara stimulus dan respons melalui tindakan.
Teori menjelaskan, bahwa jika seseorang dihadapkan pada suatu kebutuhan
untuk merespons stimulus maka dia akan mencoba dengan pola respons
tertentu. Jika respon ternyata tepat, maka dia akan mengulangi respon tersebut
jika stimulus serupa muncul kembali, dan tidak merespon jika ternyata
stimulus tersebut tidak lagi serupa dengan yang direspon semula. Menurut
Thorndike, proses belajar behavioristik mengandung tiga unsur penting, yaitu:
stimulus, respon, dan penguatan (reinforcement). Teori ini dianggap sebagai
dasar berbagai program inovatif dalam pendidikan di sekolah dan di luar
sekolah. Menurut teori ini, tingkah laku seseorang adalah pengaruh dari
lingkungan, maka untuk mengendalikan tingkah laku seseorang caranya
adalah dengan mengontrol stimulus yang datang dari lingkungan yang
bersangkutan. Oleh sebabitu Skinner berpendapat, bahwa perilaku seseorang
merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.
c. Konsep Aliran Humanis
42
Aliran ini lebih menekankan pada pentingnya sasaran (objek)
kognitif dan afektif pada diri seseorang serta kondisi lingkungannya. Apabila
seseorang berhubungan dengan lingkungann sekitar, maka persepsi orang itu
tidak terlepas dari faktor-faktor subjektif. Dalam hal ini, peserta didik akan
mempersepsi pengalamannya, termasuk pengalaman belajar dalam memenuhi
kebutuhan belajarnya dan dia akan menginternalisasi pengalaman itu secara
aktif. Berdasarkan pendapat ini, maka sangat diperlukan upaya untuk
menumbuhkan minat belajarnya melalui cara pembelajaraan yang dikait-
kaitkan dengan pengalaman hidup peserta didik sehari-hari.11
d. Teori Andragogi
Pengertian Andragogi berasal dari kosa kata Yunani andr dan agogos.
Andr berarti dewasa dan agogos berarti memimpin, atau membimbing.
Knowles (1980), mendefinisikan andragosis sebagai seni dan ilmu dalam
membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and art of
helping adults learn). Angragogis adalah suatu model pembelajaran dimana
peserta didiknya terdiri dari orang-orang dewasa. Teori ini sering juga disebut
sebagai pelibatan orang dewasa dalam proses pembelajaran. Keterlibatan diri
(ego peserta didik), adalah kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran
orang dewasa. Menurut pandangan andragogi, setiap pendidik harus mampu
membantu peserta didik dalam:
1. Menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar melalui kerja sama
dalam merencanakan program pembelajaran.
2. Menemukan kebutuhan belajar
11
Ibid, hal. 24
43
3. Merumuskan tujuan dan materi yang cocok untuk memenuhi
kebutuhan belajar
4. Merangsang pola belajar dalam sejumlah pengalaman belajar untuk
peserta didik
5. Melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan metoda, teknik
dan sarana belajar yang tepat
6. Menilai kegiatan belajar serta mendiagnosis kembali kebutuhan
belajar untuk kegiatan pembelajaran berikutnya.12
Beberapa asumsi yang melandasi teori andragogik adalah:
a. Orang dewasa mempunyai konsep diri.
b. Orang dewasa memiliki akumulasi pengalaman
c. Orang dewasa memiliki kesiapan untuk belajar.
d. Orang dewasa berharap dapat segera menerapkan perolehan belajarnya e.
Orang dewasa memiliki kemampuan untuk belajar.
e. Aliran Reformasi Sosial
Aliran ini sangat menjunjung tinggi harkat manusia sebagai individu, dan
sangat berkeinginan untuk membebaskan manusia dari lingkungan yang
mengeksploitasinya.
f. Pendekatan Perubahan Sikap
1. Pendekatan yang berorientasi pada keyakinan (beliefe oriented
approach),
2. Pendekatan yang berorientasi pada perasaan (affection oriented
approach),
3. Pendekatan yang berorientasi pada perilaku (behavior oriented
approach).13
12
Ibid, hal. 28
13
http://mybatik.wordpress.com/2009/02/05/konsep-dasar-belajar-
mengajar/
44
2. Interaksi Sebagai Proses Belajar Mengajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah
berlanglsung interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar yang
merupakan kegiatan paling pokok. Jadi proses belajar mengajar merupakan proses
kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang
belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Dalam proses interaksi tersebut
dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri interaksi edukatif) yaitu (1) Interaksi
belajar mengajar memiliki tujuan : yakni untuk membantu anak dalam suatu
perkembangan tertentu. Interaksi belajar mengajar sadar tujuan, dengan
menempatkan siswa sebagai pusat perhatian siswa mempunyai tujuan, (2) Ada
suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai
tujuan yang telah dilaksanakan. Dalam melakukan interaksi perlu adanya
prosedur, atau langkah-langkah sistematik yang relevan, (3) Interaksi belajar
mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Materi didesain
sehingga dapat mencapai tujuan dan dipersiapkan sebelum berlangsungnya
interaksi belajar mengajar, (4) Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Siswa
sebagai pusat pembelajaran, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi
berlangsungnya interaksi belajar mengajar, (5) Dalam interaksi belajar mengajar
guru berperan sebagai pembimbing. Guru memberikan motivasi agar terjadi
proses interaksi dan sebagai mediator dan proses belajar mengajar, (6) dalam
interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin. Langkah-langkah yang
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan, (7) Ada batas waktu.
Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus dicapai, (8) Unsur
45
penilaian. Untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai melalui interaksi
belajar mengajar.14
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola interaksi belajar
mengajar guru harus memiliki kemampuan mendesain program, menguasai materi
pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, terampil
memanfaatkan media dan memilih sumber, memahami cara atau metode yang
digunakan, memiliki keterampilan mengkomunikasikan program serta memahami
landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak.
Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang terpadu
yaitu proses belajar mengajar. Seorang pengajar dapat mengartikan belajar
sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat dikatakan bahwa belajar
merupakan suatu proses penerapan prinsip. Mengajar bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti
partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna,
mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
Proses belajar harus tumbuh dan berkembang dari diri anak sendiri,
dengan kata lain anak-anak yang harus aktif belajar sedangkan guru
bertindak sebagai pembimbing. Pandangan ini pada dasarnya
mengemukakan bahwa mengajar adalah membimbing kegiatan belajar
anak. ”Teaching is the guidance of learning activities, teaching is for the
purpose of aiding the pupil learn” ……. 15
14
http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/interaksi-sebagai-proses-
belajar.html
15
Hamalik, Media Pendidikan, Citra Aditya Bakti, Bandung : 1994. Hal.
58
46
Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar mengajar merupakan proses
kegiatan komunikasi dua arah. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang
integral (terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru
sebagai pengajar yang sedang mengajar. Selanjutnya proses belajar mengajar
merupakan aspek dari proses pendidikan.
Berdasarkan orientasi proses belajar mengajar siswa harus ditempatkan
sebagai sujek belajar yang sifatnya aktif dan melibatkan banyak faktor yang
mempengaruhi, maka keseluruhan proses belajar yang harus dialami siswa dalam
kerangka pendidikan di sekolah dapat dipandang sebagai suatu sistem, yang mana
sistem tersebut merupakan kesatuan dari berbagai komponen (input) yang saling
berinteraksi (proses) untuk menghasilkan sesuatu dengan tujuan yang telah
ditetapkan (output).
3. Proses Belajar Berdasarkan Kerja Otak
Metode pembelajaran yang berlangsung saat ini dengan penyajian lebih
menitik beratkan pada rangsangan dengar (auditory) berupa latihan (drill),
pengulangan, orientasinya detail, kurang melibatkan proses pemecahan suatu
masalah, sangat sesuai dengan pola belajar pada otak kiri, dimana individu
tersebut kurang hiperaktif dan tidak mendapatkan terlalu banyak rangsangan.
Masalah mulai timbul karena pada generasi anak saat ini dimana dengan
berkembangnya budaya, sejak kecil anak telah diberi banyak rangsang
penglihatan (visual), misalnya rangsangan dari TV dll; sehingga pola
pembelajaran anak bergeser kearah otak kanan dengan pola berpikir secara visual
47
dan lemah dalam menerima rangsang dengar (auditory) tetapi mempunyai
kemampuan untuk pemecahan masalah.
Hal ini mengakibatkan jurang antara anak didik dan guru menjadi lebar,
karena pola pembelajaran disekolah tidak sesuai dengan pola pembelajaran yang
dibutuhkan; sekolah menjadi tidak sejalan dengan pikiran anak. Sementara itu
para pendidik yang umumnya adalah populasi dengan pola otak kiri, seperti juga
pada dominasi otak kiri lainnya, mempunyai kelemahan berupa kesulitan untuk
dapat memahami bahwa orang lain mempunyai cara pandang yang berbeda dalam
memproses keadaan.
C. PENGARUH PENERAPAN METODE ACTIVE LEARNING DALAM
PEMBELAJARAN TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR
MATA PELAJARAN IPA KELAS IV DI MADRASAH IBTIDAIYAH
NEGERI RANDUWATANG TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011
Pada masa sekarang masih banyak guru yang menerapkan metode
ceramah pada siswanya. Siswa dianggap memiliki pemahaman seperti guru.
Bahkan guru tidak mempunyai konsep pembelajaran, yang penting target
pembelajaran dan deadline terpenuhi. Supaya mempercepat pembelajaran guru
mengajar hanya dengan ceramah dan siswa hanya mendengarkan saja, tidak
memperdulikan apakah siswa dapat mengerti atau tidak. Hal ini mengakibatkan
terjadi kejenuhan pada siswa. Apalagi memerlukan waktu yang lama 2 sampai 3
jam per mata pelajaran. Yang akibatnya hanya sedikit ingatan tentang pelajaran
yang didapat.
48
Sejauh ini, ada sebuah fenomena yang tidak bisa dipandang sebelah mata
oleh para guru, dimana banyak peserta didik yang merasa sekolah ibarat penjara,
sekolah merupakan candu, sekolah tidak bisa menimbulkan semangat belajar
bahkan. Bahkan lebih parah, banyak peserta didik yang paling suka bila sang guru
absen, tanpa merasa kehilangan sesuatu. Boleh jadi, fenomena tersebut
disebabkan selama ini peserta didik hanya diposisikan sebagai objek atau robot
yang harus dijejali beragam materi sehingga membuat peserta didik tidak betah di
kelas. Sedangkan, pengajaran yang baik yaitu ketika para peserta didik bukan
hanya sebagai objek tapi juga subjek. Jadi siswa akan menjadi aktif tidak pasif
dengan begitu, peserta didik akan merasa betah dan paham penjelasan guru. Untuk
mengejawantahkan hal ini dibutuhkan kejelian dan krekatifitas guru dengan cara
mendesain model pembelajaran yang bisa mengena setiap gaya belajar setiap
peserta didik. Sehingga semua peserta didik merasa enjoy dan pas atas sajian yang
disampaikan oleh guru, tanpa merasa bosan dan terkekang.
Jika pendidik menginginkan agar tujuan pendidikan tercapai secara
efektif dan efisien, maka penguasaan materi saja tidaklah cukup. Ia harus
menguasai berbagai teknik atau metode penyampaian yang tepat dalam proses
belajar mengajar. Ia juga dapat mempergunakan metode mengajar secara
bervariasi, sebab masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan.
Sehingga dalam penggunaannya pendidik harus menyesuaikan dengan materi
yang diajarkan dan kemampuan peserta didik. Pemilihan teknik dan metode yang
tepat memerlukan keahlian tersendiri, sehingga pendidik harus pandai memilih
dan menerapkannya.
49
Guna memenuhi kebutuhan tersebut, pengajaran harus bersifat
multisensori dan penuh variasi. Hal ini bisa dilakukan dengan cara beragam dan
dalam semua mata pelajaran. Guru dalam menyampaikan mata pelajaran bukan
hanya dengan metode ceramah atau auditori-guru berbicara murid mendengarkan
tanpa ada feedback (umpan balik) namun guru harus menggabungkan ranah visual
dan kinestetik. Misalnya dalam pelajaran agama islam tentang baca tulis al qur’an.
Guru atau ustadz tidak hanya menjelaskan secara verbal bagaimana membaca al
qur’an dan kaifiyat (tata cara) membaca al qur’an dari A sampai Z, namun juga
bisa menggunakan media visual berupa VCD pembelajaran IPA, selain lebih
efektif dan efisien, hal ini bisa membuat peserta didik menikmati dan tidak jenuh
lantaran merasa ikut aktif dalam proses belajar. Setelah itu, untuk menyentuh
aspek kinestetiknya, peserta didik diajak untuk mempraktikkanya satu persatu
atau bisa secara kolektif. Hal ini dapat menghindari ketidakpahaman para peserta
didik dan peserta didik akan menjadi aktif dan tidak jenuh dalam mengikuti proses
belajar di kelas.
Dalam mata pelajaran IPA untuk siswa pada umumnya guru
menggunakan metode pembelajaran ceramah. Dengan metode tersebut, siswa
dituntut untuk duduk dengan tenang, mendengarkan dan melihat guru mengajar
selama berjam-jam. Gaya guru yang statis dapat menimbulkan kejenuhan siswa
dalam mengikuti pelajaran, yaitu adanya sikap kurang perhatian terhadap materi,
gelisah dan bosan. Metode ceramah sebaiknya digunakan apabila akan
menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik yang jumlahnya besar.
50
Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa metode dalam kegiatan
belajar mengajar khususnya pembelajara IPA adalah faktor yang penting,
sehingga berbagai metode dapat digunakan dalam menyampaikan materi IPA,
karena pada hakikatnya siswa lebih menyukai suatu pembelajaran yang
menyenangkan atau melalui aktivitas-aktivitas dalam kelas.