bab ii landasan teori a. tinjauan tentang multiple …repository.stitradenwijaya.ac.id/702/7/20 sta...
TRANSCRIPT
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN TENTANG MULTIPLE INTELLIGENCES
1. Pengertian intelligence
Sejak dilakukan studi dan penelitian intensif, hal penting tentang
kecerdasan (intelligence) dicerminkan oleh berbagai kontroversi pengukuran.
Seperti juga pada barang lain, kontroversi ini tidak pernah berhenti, bahkan
sampai sekarang. David Wechsler (1939) mendefinisikan kecerdasan sebagai
kumpulan kapasitas seseorang untuk bereaksi searah dengan tujuan, berpikir
rasional, dan mengelola lingkungan secara efektif. Ia pula yang mengembangkan
peranti tes kecerdasan individual bernama Wechsler Intelligence Scale, yang
hingga saat ini masih digunakan dan dipercaya sebagai skala kecerdasan
universal.1 Sebelumnya, JL Stockton (1921) mengatakan kecerdasan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi proses memilih yang berprinsip pada kesamaan
(similarities).
Berdasarkan analisisnya, C Spearman (1927) memutuskan bahwa seluruh
aktivitas intelektual tergantung pada suatu bagan yang disebut faktor G (general
factors). Namun tak kalah penting juga sejumlah faktor S (specific factors)
sebagai pendukung. Penjelasannya, faktor G menggambarkan aspek-aspek umum,
faktor S adalah aspek yang unik dan given. Masih banyak definisi maupun
pengertian kecerdasan, seiring banyak nama para pencetusnya. Cattell (1963) dan
Horn (1968) mengemukakan versi mereka tentang model hierarki kecerdasan
1 David Wechsler, Wechsler Intelligence Scale, www.indiana.edu/~intell/
wechsler. shtml 25/06/11 9:09:22
15
(hierarchical model of intelligence). Faktor G berperan sebagai pusat kecerdasan
manusia, demikian menurut mereka. Guilford (1967) terkenal dengan SOI-nya,
structure of the intellect model. Ia menggolongkan kecerdasan dalam tiga dimensi,
yakni operations (apa yang dilakukan orang), contents (materi atau informasi
yang ditampilkan oleh operations) dan products (bentuk pemrosesan informasi).
Membahas pengertian kecerdasan dalam berbagai perspektif memang
cukup kompleks. Lebih-lebih dewasa ini bermunculan beragam kecerdasan.
Pemahaman teoretik di atas bertujuan sebagai informasi, khususnya bagi
masyarakat yang belum familier tentang kecerdasan selain yang selama ini
dipahami secara umum. Dengan harapan, paparan singkat tersebut dapat
membawa pemahamam kecerdasan secara konkret dan ilmiah. Untuk melengkapi,
marilah kita pahami suatu kesimpulan bahwa kecerdasan merupakan potensi dasar
seseorang untuk berpikir, menganalisis, dan mengelola tingkah lakunya di dalam
lingkungan, dan potensi itu dapat diukur.
Panjang seutas tali dapat diukur menggunakan meteran. Berat sekantung
gula juga dapat ditimbang. Demikian pula kecerdasan, dapat diukur dengan
peranti atau alat tes psikologi. Tentu saja tidak sesederhana mengukur panjang
ataupun menimbang.
Sejak 1905, Alfred Binet dan asistennya, Theodore Simon,
mempublikasikan Binet-Simon Scale, suatu tes kecerdasan yang kemudian
mengalami beberapa kali revisi. Terakhir dikenal sebagai Stanford-Binet
Intelligence Scale. Pada 1939 David Wechsler meluncurkan Wechsler-Belleveu
Intelligence Scale, setelah beberapa kali revisi menghasilkan sedikitnya tiga jenis
16
alat ukur untuk kelompok usia yang berbeda, yakni WPPSI, WISC-R, dan WAIS-
R. Tak cukup ruang menguraikan semuanya satu per satu. Dan memang tidak
begitu terkait langsung dengan pemanfaatan jasa hasil tes-tes itu. Kecuali
berfungsi secara etik di kalangan penggunanya, yakni psikolog.
Baik tes Binet maupun Wechsler, merupakan tes kecerdasan individual
yang pelaksanaannya dilakukan secara one-on-one relationship, satu ahli
(expertise tester) melakukan pengukuran terhadap satu subjek/seseorang yang
dites. Dengan demikian proses administrasi berlangsung secara pribadi, hingga
motivasi, kecemasan, ataupun reaksi dari orang yang dites langsung teramati.
Keduanya mengembangkan faktor G secara sistematis dalam subtes peranti
mereka. Tes-tes ini masing-masing menghasilkan nilai kecerdasan atau IQ. Satuan
yang dipergunakan untuk hasil tersebut adalah quotient, maka itu dinamakan IQ
(Intelligence Quotient). Dan karena IQ merupakan hasil bagi dari MA (mental
age/usia mental) dan CA (chronological age/usia sesungguhnya) dikalikan 100,
maka sesuatu dapat disebut sebagai kecerdasan dengan satuan quotient apabila hal
itu dapat diukur, dihitung, dan merupakan hasil bagi.
Mengapa temuan dari Wechsler dan Binet dinyatakan sebagai scale
(skala)? Karena melalui penelitian yang panjang, mendalam, dan teliti, mereka
menyusun skor skala yang lengkap sebagai tabel konversi guna memetakan IQ
seseorang.
Seluruh tahap adalah penting dalam tes inteligensi, yakni proses tes,
penyekoran, pengamatan, interpretasi, analisis, penghitungan, dan penyampaian
hasil. Oleh sebab itu disarankan apabila hendak memanfaatkan jasa ini, pilihlah
17
seseorang yang memang ahli dan berlisensi (sebagai tanda diakui kompetensi dan
kewenangannya), sehingga masyarakat pemanfaat jasa pemeriksaan psikologis
dengan tes inteligensi memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.
Selain individual, ada pula tes kecerdasan yang bersifat massal. Pada
umumnya dipergunakan dalam proses seleksi yang menggunakan norma
kelompok (bukan skala universal seperti Binet dan Wechsler) sebagai rujukan.
Hal itu dilakukan untuk melihat posisi nilai kecerdasan seseorang di dalam sebuah
kelompok dengan kriteria tertentu, misalnya kelompok pencari kerja lulusan
perguruan tinggi, dan lain-lain.
Jika sejak tadi bicara IQ, seketika kita diingatkan, beberapa waktu lalu
Daniel Goleman mengatakan IQ hanya menyumbang 20 persen bagi kesuksesan
hidup seseorang, selebihnya merupakan kontribusi dari kecerdasan emosi.
Goleman memperkenalkan EQ (Emotional Quotient), dengan lima pilar andalan,
yakni mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi
orang lain (meliputi empati), dan membina hubungan interpersonal. Barangkali ia
dan para pengikutnya telah mengembangkan skala pengukuran yang jelas untuk
dapat disebut sebagai kecerdasan dalam satuan quotient.
Mengikuti EQ, muncul pula AQ (Adversity Quotient), SQ (Spiritual
Quotient), juga MI (Multiple Intelligence) tanpa quotient, mungkin lebih berupa
penggambaran dari beragam kecerdasan jamak yang tercakup sebagai faktor G.
Tiada henti orang mengajukan pemahaman-pemahaman tentang kecerdasan
didasari penelitian dan penjelasan ilmiah. Namun tetap perlu dicermati, apakah
sudah tepat menggunakan satuan quotient.2
2 Rinny Soegiyoharto, Kecerdasan, SUARA PEMBARUAN DAILY, 9/9/05
18
Dalam sejarah Intelegensi Tokoh-tokoh yang berperan antara lain adalah
Wundt. Beliau merupakan psikolog pertama yang menggunakan laboratorium
dengan penelitiannya mengukur kecepatan berpikir. Wundt mengembangkan
sebuah alat untuk menilai perbedaan dalam kecepatan berpikir. Sedangkan Cattel
(1890) menemukan tes mental pertama kali. Yang memfokuskan pada tidak
dapatnya membedakan antara energi mental dan energi jasmani. Meskipun Pada
dasarnya tes mental temuan Cattel ini hampir sama dengan temuan Galton.
Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain kontribusi
nyata pribadi beliau dengan menciptakan tes intelegensi, beliau juga bekerja sama
dengan Simon (1904) untuk membuat instrumen pengukur intelegensi dengan
skala pengukuran level umum pada soal- soal mengenai kehidupan sehari- hari.
Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini mengembangkan penggunaan tes
intelegensi dengan tiga puluh items berfungsi mengidentifikasikan kemampuan
sekolah anak. Tahun 1912, Stres membagi mental age dengan cronological age
sehingga muncul konsep IQ.
Tokoh selanjutnya yang cukup berperan adalah Spearman dan Persun,
dengan menemukan perhitungan korelasi statistik. Perkembangan selanjutnya
dibuatlah suatu standar internasional yang dibuat di Amerika Serikat berjudul
“Standards for Psychological and Educational Test” yang digunakan sampai
sekarang. Kini tes psikologi semakin mudah, praktis, dan matematis dengan
berbagai macam variasinya namun tanpa meninggalkan pedoman klasiknya.
Psikodiagnostik adalah sejarah utama dari tes psikologi atau yang juga disebut
psikometri.
19
2. Teori Multiple Intelligences
Ada beberapa teori intelegensi menurut para pakar diantaranya :
a. FRANK S FREEMAN (1976)
Dalam rujukan utama penulis, tokoh yang satu ini tidak disebutkan
bahwa ia menjelaskan secara rinci apa itu inteligensi. Sehingga, penulis mencari
sumber lain. Penulis menemukan adanya tulisan yang mengatakan bahwa tokoh
ini mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan adaptasi atau penyesuaian,
yakni kemampuan seseorang untuk menyesuaikan dengan alam sekitar.
Kemampuan belajar, the ability to learn, "Intelligence is the learning ability".
Kemampuan berpikir secara abstrak.
b. FLYNN
Ia mendefinisikan inteligensi (1987 dalam Baron, 1996; Azwar 2002 h.6)
sebagai kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari
pengalaman.
c. BALDWIN
Definisi Intelegensi menurut Baldwin (dalam Weshler, 1958; Azwar
2002) yang pernah dikatakannya pada tahun 1949 adalah daya atau kemampuan
untuk memahami.
d. V. A. C. HENMON
Menurut salah seorang diantara penyusun Tes Inteligensi Kelompok
Henmon-Nelson, mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua macam faktor,
yaitu (a) kemampuan untuk memperoleh pengetahuan, dan (b) pengetahuan yang
telah diperoleh (Dalam Wilson, dkk., 1974; Azwar 2002 h.5-6)
20
e. DAVID WECHSLER (1958)
Pencipta skala-skala inteligensi Wechsler yang sangat populer sampai
sekarang ini mendefinisikan inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas
kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara
rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif (Wechsler, 1958;
Bernard, 1965 h.215; Azwar 2002 h.7)
Menurutnya, dalam sumber lain disebutkan demikian, kecerdasan juga
merupakan kapasitas global untuk bertindak dengan sengaja, untuk berpikir
rasional, dan untuk menangani lingkungannya secara efektif. Ia juga berpendapat
bahwa kecerdasan bukanlah kemampuan tunggal tapi banyak segi.
f. ALFRED BINET & 7. THEODORE SIMON (1857)
Alfred Binet (1857-1911), seorang tokoh utama perintis pengukuran
inteligensi, bersama Theodore Simon mendefinisikan inteligensi sebagai sisi
tunggal dari karakteristik seseorang yang terdiri atas tiga komponen, yaitu (a)
kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan, (b)
kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah
dilaksanakan, dan (c) kemampuan untuk mengeritik diri sendiri atau
melakukanautocriticism (Azwar, 2002 h.5)
Alfred Binet, yang dalam sumber lain disebutkan sebagai seorang
psikolog dan juga pengacara (ahli hukum), dan hasil karya terbesarnya dikenal
dengan Intelligence Quotient (IQ), termasuk salah satu ahli psikologi yang
mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu
faktor satuan atau faktor umum (g). Binet juga menggambarkan inteligensi
21
sebagai sesuatu yang funsional sehingga memungkinkan orang lain untuk
mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu berdasarkan suatu kriteria
tertentu (Azwar, 2002 h. 15)
g. H.H. GODDARD
Pada tahun 1946, tokoh—yang dalam sumber lain disebutkan sebagai
orang yang pertama kali membawa tes IQ ke Amerika Serikat—ini pernah
mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berlangsung dihadapi dan untuk
mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang (Garrison & Magoon, 1972
h.82; Azwar, 2002 h.5)
h. WALTER & GARDNER
Profesor dalam bidang pendidikan di Harvard University ini
mendefinisikan inteligensi pada tahun 1986 sebagai suatu kemampuan atau
serangakian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan
masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu
(Sternberg & Frensh, 1990; Azwar, 2002 h. 7)
Sementara di sumber lain, Gardner dikatakan pernah mengemukakan
bahwa, kaedah lama untuk mengukur tahap kecerdasan manusia berdasarkan ujian
IQ sangatlah tidak adil. Gardner kemudian mengemukakan ada 8 jenis kecerdasan
yang berbeda sebagai satu cara untuk mengukur potensi kecerdasan manusia,
kecerdasan-kecerdasan tersebut adalah seperti berikut:
1) Linguistic intelligence (kecerdasan bahasa)
2) Logical-mathematical intelligence (kecerdasan berhitung)
22
3) Spatial intelligence (kecerdasan ruang)
4) Bodily-Kinesthetic intelligence (kecerdasan kinestetik- jasmani)
5) Musical intelligence (kecerdasan musik)
6) Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal)
7) Intrapersonal intelligence (kecerdasan interpersonal)
8) Naturalist intelligence (kecerdasan alam)
i. GEORGE D. STODDARD
Di tahun 1941 (Azwar, 2002 h. 6), tokoh yang satu ini menyebut
inteligensi sebagai bentuk kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang
bercirikan untuk menyelesaikan masalah yang bercirikan (a) mengandung
kesukaran, (b) kompleks, yaitu mengandung bermacam jenis tugas yang harus
dapat diatasi dengan baik dalam arti bahwa individu yang inteligen mampu
menyerap kemampuan baru dan memadukannya dengan kemampuan yang
sudah dimiliki untuk kemudian digunakan dalam menghadapi masalah, (c)
abstrak, yaitu mengandung simbol – simbol yang memerlukan analisis dan
interpretasi, (e) ekonomis, yaitu dapat diselesaikan dengan menggunakan
proses mental yang efisien dari penggunaan waktu, (e) diarahkan pada suatu
tujuan, yaitu bukan dilakukan tanpa maksud melainkan mengikuti suatu arah
atau target yang jelas, (f) mempunyai nilai sosial, yaitu cara dan hasil
pemecahan masalah dapat diterima oleh nilai dan norma sosial, dan (g)
berasal dari sumbernya, yaitu pola fikir yang membangkitkan kreativitas
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan lain.
23
j. CHARLES SPEARMAN
Menurut Spearman, kecerdasan ialah kemampuan umum untuk berpikir
dan menimbang. Pandangan Spearman (1927) mengenai inteligensi ini ditujukkan
dalam teorinya mengenai kemampuan mental yang populer dengan nama teori dua
faktor (two factor theory) (Azwar, 2002 h. 17-18).
Awal penjelasannya mengenai teori ini berangkat dari analisis
korelasional yang dilakukan terhadap skor seperangkat tes yang mempunyai
tujuan dan fungsi ukur yang berlainan. Hasil analisisnya memperlihatkan adanya
interkorelasi positif diantara berbagai tes tersebut. Menurutnya, interkorelasi
positif itu terjadi dikarenakan masing-masing tes tersebut memang mengukur
suatu faktor umum yang sama, yaitu faktor-g. Namun demikian korelasi itu
tidaklah sempurna, disebabkan setiap tes, disamping mengukur faktor umum yang
sama, mengukur pola komponen tertentu yang spesifik bagi tes masing-masing.
Faktor yang spesifik dan hanya diungkap oleh tes tertentu saja ini disebut faktor-s.
k. EDWARD LEE THORNDIKE (1913)
Seorang tokoh psikologi fungsionalisme yang hidup antara tahun 1874-
1959 ini mengatakan bahwa, inteligensi adalah kemampuan dalam memberikan
respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta (Wilson, dkk., 1974;
Azwar, 2002 h. 6).
l. J.P. GUILFORD
Dalam buku Pengantar Psikologi Inteligensi (Azwar, 2002 h. 26-30)
tidak dituliskan secara jelas definisi inteligensi menurut tokoh bernama lengkap
Joy Paul Guilford ini. Namun demikian, Konsepsi Guilford (1959) yang
24
dipandang sebagai kontribusinya yang sangat signifikan dalam ikut
mengembangkan teori inteligensi dan teori kemampuan mental, adalah teorinya
mengenai structure of intellect.
Model teori structure of intellect (SI) diilustrasikan oleh Guilford dalam
bentuk sebuah kubus atau kotak berdimensi tiga yang masing-masing mewakili
satu klasifikasi faktor-faktor intelektual yang, bersesuaian sau sama lain. Secara
lebih terperinci, model SI ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Isi, yaitu menunjuk kepada tipe informasi yang sedang diproses. Dalam
dimensi isi terdapat empat jenis bentuk; figus, simbol, semantik, perilaku,
yang kesemuanya merupakan input yang berbeda kompleksitasnya.
2) Operasi, yaitu dimensi yang menujuk kepada cara bagaimana suatu
informasi diproses. Cara pemrosesan informasi terdiri dari lima macam;
kognisi, ingatan, produksi konvergen, produksi konvergen dan evaluasi.
3) Prodak, yaitu dimensi yang menunjuk kepada hasil pemrosesan yang
dilakukan oleh dimensi operasi terhadap berbagai macam bentuk isi
informasi. Jadi, merupakan proses berfikir. Menurut tingkatan
kompleksitasnya terdapat enam macam prodak; satuan, kelas, relasi, sistem,
transformasi dan implikasi.
m. THURSTONE
Thurstone melihat kecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan yang
terpisah. Dalam buku Psikologi Inteligensi, Thurstone dikatakan penrah menolak
adanya faktor umum seperti yang tokoh lainnya kemukakan. Menurutnya, yang
ada adalah bahwa inteligensi dapat digambarkan sebagai sejumlah kemampuan
yang terdiri atas kemampuan primer (Azwar, 2002 h. 21)
25
Di sumber lain, lebih lanjut Thurstone mengatakan bahwa kemampuan
mental primer dapat dikelompokan ke dalam enam faktor, dan intelegensi dapat
diukur dengan melihat sampel perilaku seseorang dari ke enam bidang tersebut.
Keenam faktor yang dimaksud adalah:
1) Verbal, yaitu pemahaman akan hubungan kata, kosakta, dan pengguasaan
komunikasi lisan
2) Number, yaitu kcermatan dan kecepatan dalam menggunakan fungsi-fungsi
hitung dasar
3) Spatial, yaitu kemampuan untuk mengenali berbagai hubungan dalam
bentuk visual
4) Word fluency, yaitu kemampuan untuk mencerna dengna cepat kata tertentu.
5) Memory, yaitu kemmpuan mengingat gambar, pesan, angka, kata dan betuk
pola
6) Reasoning, yaitu kemampuan untuk mengambil kesimpulan dari beberapa
contoh, aturan, atau perinsip. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah.
n. VERNON
Pemilik nama lengkap Philip Ewart Vernon (1950; Azwar, 2002 h. 25)
ini mengemukakan model hierarki dalam menjelaskan teori intelegensinya.
Vernon menempatkan satu faktor umum (sama seperti faktor-g pada teori
Spearman) dipuncak hierarkinya. Di bawah faktor-g terdapat dua jenis kelompok
kemampuan mental yang disebutnya kemampuan verbal-educational (v:ed) dan
practical-mechanical (k:m). Kedua jenis kemampuan ini termasuk dalam faktor
26
inteligensi yang utama atau kelompok mayor. Masing-masing kelompok mayor
terbagi lagi dalam faktor-faktor kelompok minor, yang terpecah lagi menjadi
bermacam-macam faktor spesifik pada tingkat hirarki yang paling rendah.
o. CATTELL
Dalam teorinya mengenai organisasi mental, pemilik nama lengkp
Raymon Bernard Cattel (1963; Azwar, 2002 h. 33) ini mengklasifikasikan
inteligensi menjadi dua macam, yaitu:
1) Fluid intelligence (kecerdasan cair), yang merupakan faktor bawaan
biologis, dan
2) Crystallized intelligence (kecerdasan kristal), yang merefleksikan adanya
pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang
(Mouly, 1973; Azwar, 2002 h. 33)
Sementara itu, dalam sumber lain disebutkan bahwa, kecerdasan cair dan
kecerdasan kristal dicetuskan sekitar tahun 1960an. Teori ini merupakan
perkembangan dari teori ini merupakan perkembangan dari teori General
Intellegence. Dalam hal ini kecerdasan cair dan kristal dinyatakan sebagai
kecerdasan umum. Kecerdasan cair adalah kecerdasan yang berbasis pada sifat
bologis. Kecerdasan cair meningkat sesuai bertambahnya usia mencapai puncak
pada saat dewasa dan menurun pada saat tua karena proses biologis tubuh.
Sedangkan kecerdasan kristal adalah kecerdasan yang diperoleh dari proses
pembelajaran dan pengalaman hidup. Jenis kecerdasan ini dapat terus meningkat,
tidak ada batasan maksimal, selama manusia masih bisa dan mau belajar.
Intelegensi fluid cenderung tidak berubah setelah usia 14 tahun atau 15 tahun,
27
sedangkan Inteligensi Crystallized masih terus berkembang sampai usia 30-40
tahun bahkan lebih.
p. JEAN PIAGET
Dalam hal inteligensi, Jean Piaget, di buku Psikologi Inteligensi (Azwar,
2002 h. 35), dikatakan sebagai seorang tokoh yang menekankan pada aspek
perkembangan kognitif seseorang. Piaget tidak melihat inteligensi sebagai suatu
hal yang dapat didefinisikan secara kuantitatif sebagaimana umumnya
dicerminkan. Piaget cenderung lebih mengungkap dan menjelaskan berbagai
metode berfikir seseorang dari berbagai tingkatan usia. Sehingga, mengenai
hakikat inteligensi, Piaget sendiri tidak pernah memberikan definisi tunggal secara
pasti. Ia bahkan merintis suatu era dimana terdapat kebebasan untuk merumuskan
konsepsi mengenai inteligensi dengan perspektifnya sendiri. Oleh karena itu, lagi-
lagi ia lebih tertarik pada unsur-unsur apa saja yang berperan dalam inteligensi.
Namun demikian, dalam sumber lain dikatakan bahwa, intelegensi itu
sendiri menurut Piaget, terdiri dari tiga aspek, yaitu :
1) Isi ; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala
individu menghadapi sesuatu masalah
2) Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas
3) Fungsi; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara
seseorang mencapai kemajuan intelektul. Fungsi itu sendiri terdiri
dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
4) Organisasi; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-
proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-sistem yang koheren.
5) Adaptasi; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.
28
q. AMTHAUER
Berdasarkan sumber rujukan utama yang digunakan penulis dalam
menjelaskan definsi inteligensi menurut para ahli, tidak disebutkan adanya tokoh
yang satu ini, Amthauer. Namun demikian, penulis menemukan adanya sumber
lain yang mengatakan bahwa Amthauer adalah salah seorang tokoh yang
memberikan kontribusinya dalam disiplin ilmu psikologi terkait alat tes
inteligensi. Kontribusinya itu sampai saat ini masih kita kenal, yaitu ala tes yang
bernama Intelligenz Structure Test.
Intelligenz Structure Test atau yang lebih dikenal dengan nama IST
adalah tes inteligensi yang pertama kali dikembangkan di Jerman, disusun oleh
Rudolf Amthauer. IST banyak digunakan untuk mengetahui taraf inteligensi
individu baik g factor maupun s factor. IST terdiri dari sembilan subtes yang
mengukur aspek-aspek kecerdasan yang berbeda.
Kembali pada definisi inteligensi. Dalam tulisan yang tidak disebutkan
sumbernya itu, Amthauer dikatakan pernah berpendapat bahwa inteligensi
merupakan suatu kesatuan dari seluruh kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.
Inteligensi, lanjut tulisan itu, ditanggapi sebagai sesuatu struktur tersendiri, di
dalam keseluruhan struktur kepribadian seorang manusia. Amthauer juga
menjelaskan bahwa inteligensi seseorang dapat dilihat melalui prestasi yang
dicapainya.
3. Tujuan Multiple Intelligences
Jika proses pembelajaran ingin mencapai tujuan bahwa siswa harus
memiliki pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan yang seimbang, maka
29
jam belajar yang selama ini hanya cukup untuk menguasai pengetahuan saja harus
diubah dengan memperluas jam belajar. Hal ini perlu dilakukan tiada lain untuk:
a. Memberi dukungan dan melakukan praktek.
b. Meminta guru tertentu yang memiliki kemampuan tinggi dalam
sebuah kecerdasan untuk memberikan pelatihan.
c. Mengintegrasikan para spesialis yang memiliki keahlian dalam bidang
tertentu.
d. Mengunjungi lokasi-lokasi lain sebagai bahan perbandingan proses
pembelajaran.
Pendekatan Multiple Intelligence dan pembelajaran Kurikulum pada
dasarnya berfokus pada pengetahuan yang mendalam dan pengembangan
kemampuan. Dalam hal ini, pembelajaran tidak harus menekankan pengajaran
melaui kecerdasan, tetapi yang harus mendapat penekanan adalah bahwa
pembelajaran itu untuk kecerdasan atau penguasaan kompetensi tertentu sesuai
dengan minat dan bakat siswa.
Diperlukan pendekatan baru terhadap proses penilaian. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam aktivitas penilaian, yaitu:
a. Bagaimana menilai kecerdasan siswa;
b. Bagaimana meningkatkan penilaian secara umum dalam hal kognitif,
apektif, dan psikomotorik;
c. Bagaimana melibatkan siswa dalam proses penilaian.
Praktik profesional menuju ke arah perkembangan. Tingkat profesionalime
para pendidik perlu dimiliki setiap guru, sehingga tantangan yang dihadapi
30
terutama dalam menentukan model program yang akan dilakukan di kelas, tepat
dan sesuai dengan kompetensi siswa.
Pernyataan-pernyataan lain yang harus menjadi bahan renungan para
guru, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Bagaimana guru, siswa, administrator sekolah, orang tua, dan anggota
masyarakat dapat memperoleh informasi yang memadai tentang
kemampuan manusia serta implikasi-implikasinya bagi pendekatan-
pendekatan baru di bidang pendidikan?
b. Bagaimana memasukkan strategi-strategi belajar dan mengajar yang
mampu memenuhi kebutuhan seluruh siswa ke dalam program-
program pengembangan pembelajaran?
c. Bagaimana menyesuaikan lingkungan sekolah agar dapat menawarkan
program-program yang lebih kaya dan bervariasi?
d. Bagaimana mengembangkan persepsi kita tentang siswa?
e. Bagaimana memperluas data-data pengajaran dan penilaian?
f. Konsep-konsep apakah yang mesti dipelajari siswa?
g. Anggota masyarakat manakah yang dapat menjadi penasihat atau
dapat memberi kesempatan magang?
h. Bagaimana para pendidik belajar untuk mengkombinasikan strategi-
strategi pendidikan yang paling efektif dengan menggunakan
teknologi yang paling praktis dan paling cerdas?
Sebagai harapan dalam rangka menunjang keberhasilan pencapaian
Tujuan Pendidikan Nasional, maka tujuan Tujuan Multiple Intelligences, sebagai
berikut:
31
a. Meningkatkan rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat,
pemerintah, bangsa dan negara dalam rangka menjalankan tugas
sebagai abdi bangsa dan negara.
b. Agar terus berusaha meningkatkan kemampuan dan wawasan tentang
pendidikan, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada para
siswa.
c. Memahami dan melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan di
dunia pendidikan seiring dengan perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
d. Mengembangkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan kurikulum dalam
rangka mengembangkan kegiatan pembelajaran.
e. Meningkatkan prestasi profesi sejalan dengan ketentuan yang telah
digariskan oleh lembaga pendidikan dan pemerintah, manakala kita
mengabdikan diri.
B. TINJAUAN TENTANG KETERAMPILAN BELAJAR
1. Makna Keterampilan Belajar
Belajar adalah berubah merupakan definisi klasik yang masih dapat
dipertahankan, karena paling relevan dengan keberadaan sekolah sebagai agen
perubahan. Definisi yang inklusive ini mengakomodasi semua tujuan belajar, dari
tujuan terendah yakni mengetahui fakta sampai ke tujuan tertinggi yakni
kemampuan memecahkan masalah. Sekolah sebagai agen perubahan dan tempat
berkembagnya aspek intelektual (head-on), moral (heart-on) dan keterampilan
(hand-on) tidak dapat direduksi hanya untuk salah satu tujuan belajar saja.
Sekolah akan kehilangan makna jika menekankan pada salah satunya dengan
32
mengabaikan yang lain, karena tujuan awal diadakannya sekolah ialah untuk
membekali siswa dengan berbagai aspek intelektual dan emosional yang
fundamental sehingga ia cerdas, bermoral dan terampil.
Learning to learn, belajar untuk belajar, tumbuh dari sinergi antara
intelektual dan moral yang terekspresi dari hasil belajar otentik (actual outcomes)
dalam bentuk karya dan perilaku. Dimilikinya keterampilan belajar untuk belajar
oleh siswa, dengan sendirinya akan dikuasi sejumlah aspek lain, termasuk
keterampilan untuk hidup. Keterampilan belajar bukan keterampilan tunggal tetapi
merupakan garis kontinum yang bermula dari titik awal kehidupan dan berakhir
pada akhir hidup manusia itu sendiri. Keterampilan belajar merupakan salah satu
potensi dan tugas asasi manusia yang kuantitas dan kualitasnya dipengaruhi faktor
eksternal.
Pendidikan adalah faktor eksternal dalam bentuk rekayasa sistematis
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas keterampilan belajar. Berbagai cara
telah dilakukan para pakar untuk menumbuhkan keterampilan belajar, diantaranya
model pembelajaran berpikir dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan
kritis yang pada akhirnya menumbuhkan keterampilan belajar (skill to learn).
Pembelajaran bagi tumbuhnya keterampilan belajar juga dirasa sebagai
salah satu kebutuhan mendasar bagi negara maju dalam menyongsong era global,
bahwa kurikulum harus lebih menekankan pada kemampuan berpikir kreatif dan
kritis serta pemecahan masalah. Kemampuan ini dapat tumbuh jika siswa
menghargai keterkaitan antar disiplin ilmu, menggunakan prosedur pemecahan
masalah dan keterampilan berkomunikasi serta mau bekerja dalam kelompok
kerja. Dorongan terhadap siswa untuk menghargai berbagai disiplin, tertib
prosedur, serta berbagai aspek lain yang diperlukan dalam kehidupan dan interaksi
33
dengan sesamanya menunjukan bahwa siswa perlu memiliki berbagai keterampilan
yang kompleks. Keterampilan itu dapat diperoleh dari proses keterampilan belajar.
2. Tujuan Keterampilan Belajar
Tujuan akhir dari terampil belajar ialah dimilikinya kemampuan memecahkan
masalah secara bertanggung jawab. Tanggung jawab ini memiliki makna yang sangat
dalam, melampaui kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh dari belajar. Untuk
mencapai tujuan akhir tersebut, harus dilampuai dua tujuan antara, yakni:
1) mampu mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya
2) dapat berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap
potensinya, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuhnya-
seutuhnya dengan cara menjadi diri sendiri.3
Individu mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya
karena dalam proses belajarnya akan berhadapan dengan berbagai tantangan,
kesulitan, dan berbagai kendala, yang semua itu merupakan ujian bagi penemuan
diri sendiri; suatu proses pemahaman diri. Melalui proses ini ia mengetahui
potensi dirinya secara benar sehingga ia akan konsisten pada satu bidang yang
darinya dapat dimunculkan satu maha karya. Proses ini berbasis pada konsep
pendidikan transformatif, yang merupakan model pendidikan yang kooperatif dan
akomodatif terhadap kemampuan anak menuju proses berpikir yang bebas dan
kreatif. Implementasi pendidikan transformatif ialah pada keikutsertaan siswa
dalam memahami realitas kehidupan dari yang konkret sampai yang abstrak.
Realitas kehidupan ini akan menjadi sumber inspirasi dan kreativitas dalam
melakukan analisis dan membangun visi kehidupan.
3 Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, PT. Kompas Media
Nusantara, Jakarta, 2001. Hal. 136
34
3. Belajar Keterampilan Sebagai Sub Keterampilan Belajar
Dalam konteks yang lebih luas, yakni pendidikan, belajar keterampilan
merupakan sub dari keterampilan belajar. Dalam keterampilan belajar, akan
muncul keterampilan-keterampilan lain, baik yang bersifat kognitif, afektif,
maupun psikomotor. Sedangkan dalam belajar keterampilan lebih condong dan
dominan pada aspek psikomotor.
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia yang
secara teknis-operasional dilakukan melalui pembelajaran. Program pembelajaran
yang baik akan menghasilkan efek berantai pada kemampuan siswa untuk belajar
secara terus menerus melalui sumber belajar yang tak terbatas. Dari belajar siswa dapat
menciptakan kembali dirinya, dapat melakukan sesuatu yang baru, dapat merasakan
hubungan yang lebih akrab dengan alam dan sesamanya, dan dapat memperluas
kapasitas pribadi dalam rangka kehidupan yang lebih luas. Dari keterampilan belajar
akan ditemukan satu bentuk keterampilan khusus, yang sesuai dengan bakat dan
minatnya dan mungkin digunakan sebagai basis untuk memperoleh penghasilan.
Gambar 1.
Posisi Terampil Belajar & Belajar Terampil
Dalam Pendidikan4
4 Ibid, hal. 138
35
Keterampilan khusus yang dimaksud ialah life-skilled. Artinya, life-
skilled tumbuh dari keterampilan belajar. Individu yang memiliki keterampilan
belajar, dalam arti dapat mengarahkan diri, berarti akan dapat memperoleh
berbagai keterampilan lain, termasuk keterampilan untuk bekerja yang merupakan
bagian dari kreativitas kehidupan jangka panjang. Individu yang memiliki
keterampilan belajar lebih optimis karena memiliki banyak pilihan, sedangkan
individu yang hanya memiliki keterampilan terbatas sebagai akibat terlalu
menfokus pada satu keterampilan yang spesifik potensial menjadi orang yang
pesimistik, karena tidak memiliki banyak pilihan dan kemampuan transfer ilmu.
C. PENGARUH MULTIPLE INTELLIGENCES TERHADAP PENINGKATAN
KETRAMPILAN BELAJAR
Pembelajaran memberi perhatian pada upaya peningkatan kreatifitas dan
memperbaiki proses pembelajaran yaitu dengan menetapkan strategi pembelajaran
yang optimal untuk mendorong prakarsa belajar di bawah acuan karakteristik
tujuan pembelajaran, agar siswa dapat belajar dengan mudah sehingga mencapai
prestasi yang tinggi, dalam kegiatan pembelajaran terdapat tiga variabel yang
saling kait mengkait, yaitu : variabel kondisi pembelajaran, variabel metode
pembelajaran, dan variabel hasil pembelajaran. Pada hakekatnya variabel metode
pembelajaranlah yang secara logis dapat dimanipulasi oleh tenaga pengajar dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar melalui membaca.
Sehingga dengan demikian Implementasi Multiple Intelligences
perlu diupayakan dalam rangka Peningkatan Ketrampilan Belajar Siswa MTs.
Al-Ihsani Podoroto Kesamben Jombang dapat berjalan dengan lancar.