bab ii landasan teori a. 1. a. - eprints.mercubuana-yogya...

34
11 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Laporan Keuangan a. Pengertian Laporan Keuangan Kasmir (2017) mendefinisikan laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Sedangkan menurut PSAK No.1 (2009) laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. b. Tujuan Laporan Keuangan Dalam PSAK No.1 (2009) disebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan , dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Informasi keuangan memiliki syarat-syarat atau karakteristik tertentu yang harus dipenuhi agar informasi akuntansi yang berbentuk

Upload: buinhi

Post on 08-Aug-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Laporan Keuangan

a. Pengertian Laporan Keuangan

Kasmir (2017) mendefinisikan laporan keuangan adalah laporan

yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau

dalam suatu periode tertentu. Sedangkan menurut PSAK No.1 (2009)

laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi

keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.

b. Tujuan Laporan Keuangan

Dalam PSAK No.1 (2009) disebutkan bahwa tujuan laporan

keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan,

kinerja keuangan , dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian

besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan

ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil

pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang

dipercayakan kepada mereka.

Informasi keuangan memiliki syarat-syarat atau karakteristik

tertentu yang harus dipenuhi agar informasi akuntansi yang berbentuk

12

laporan keuangan benar-benar berkualitas. Berikut adalah karakteristik

kualitatif informasi dalam laporan keuangan (SAK, 2008) :

1) Dapat dipahami

Informasi harus dapat dipahami oleh pemakai, untuk itu

para pemakai informasi akuntansi diharapkan memiliki

pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan

bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi

dengan ketekunan yang wajar.

2) Relevan

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi

kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan.

Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat memengaruhi

keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka

mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan,

menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa

lalu.

3) Materialitas

Informasi dipandang material jika kelalaian untuk

mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi

tersebut dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang

diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung

pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan

13

situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission)

atau kesalahan dalam mencatat (misstatement).

4) Keandalan

Agar bermanfaat, informasi yang disajikan dalam laporan

keuangan harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas

andal jika bebas dari kesalahan material dan bias dan

menyajikan secara tulus atau jujur (faithfully) apa yang

seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat

disajikan.

5) Substansi mengungguli bentuk

Transaksi, peristiwa dan kondisi lain harus dicatat dan

disajikan sesuai substansi dan realitas ekonomi dan bukan

hanya bentuk hukumnya. Hal ini untuk meningkatkan

keandalan laporan keuangan.

6) Kehati-hatian

Kehati-hatian adalah memasukkan suatu tingkat kehati-

hatian dalam melaksanakan pertimbangan yang dibutuhkan

untuk membuat estimasi yang disyaratkan dalam kondisi

ketidakpastian, sehingga aset atau penghasilan tidak

dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak

dinyatakan terlalu rendah.

14

7) Kelengkapan

Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan

harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.

Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan (omission)

mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau

menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan kurang

relevan.

8) Dapat dibandingkan

Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan

keuangan entitas lain untuk mengevaluasi posisi keuangan,

kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh

karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari

transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara

konsisten untuk entitas, antar periode untuk entitas tersebut dan

secara konsisten untuk entitas yang berbeda.

9) Tepat waktu

Ketepatan waktu adalah penyediaan informasi laporan

keuangan dalam kerangka waktu pengambilan keputusan. Jika

terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan,

maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya.

15

10) Keseimbangan antara biaya dan manfaat

Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi

biaya penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan

manfaat merupakan proses pertimbangan yang substansial.

Biaya tersebut juga tidak perlu ditanggung oleh pemakai yang

memperoleh manfaat.

c. Jenis-Jenis Laporan Keuangan

Kasmir (2017) terdapat lima macam jenis laporan keuangan terdiri

atas :

1) Neraca

Neraca merupakan laporan yang menunjukkan posisi

keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari posisi

keuangan dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva

(harta) dan pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu perusahaan.

2) Laporan laba rugi

Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang

menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode

tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar jumlah

pendapatan yang diperoleh. Kemudian, juga tergambar jumlah

biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode

tertentu.

16

3) Laporan perubahan modal

Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi

jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini. Kemudian,

laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-

sebab terjadinya perubahan modal di perusahaan. Laporan

perubahan modal jarang dibuat bila tidak terjadi perubahan

modal. Artinya laporan ini baru dibuat bila memang ada

perubahan modal.

4) Laporan arus kas

Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan

semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik

yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kas.

Laporan arus kas harus disusun berdasarkan konsep kas selama

periode laporan. Laporan kas terdiri arus kas masuk (cash in)

dan arus kas keluar (cash out) selama periode tertentu. Kas

masuk terdiri uang yang masuk ke perusahaan, seperti hasil

penjualan atau penerimaan lainnya, sedangkan kas keluar

merupakan sejumlah jumlah pengeluaran dan jenis-jenis

pengeluarannya, seperti pembayaran biaya operasional

perusahaan.

17

5) Laporan catatan atas laporan keuangan

Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan

yang memberikan informasi apabila ada laporan keuangan

yang memerlukan penjelasan tertentu. Artinya terkadang ada

komponen atas nilai dalam laporan keuangan yang perlu diberi

penjelasan terlebih dulu sehingga jelas. Hal ini perlu dilakukan

agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam

menafsirkannya.

d. Pihak-pihak yang Memerlukan Laporan Keuangan

Para pemakai laporan keuangan menggunakan laporan keuangan

untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda.

Menurut Kasmir (2017) pihak-pihak yang memerlukan laporan

keuangan diantaranya meliputi:

1) Pemilik

Pemilik pada saat ini adalah mereka yang memiliki usaha

tersebut. Hal ini tercermin dari kepemilikan saham yang

dimilikinya. Kepentingan bagi para pemegang saham untuk

melihat kondisi dan posisi perusahaan saat ini, melihat

perkembangan dan kemajuan perusahaan dalam suatu periode

dan untuk menilai kinerja manajemen atas target yang telat

ditetapkan.

18

2) Manajemen

Bagi pihak manajemen laporan keuangan yang dibuat

merupakan cermin kinerja mereka dalam suatu periode

tertentu. Dengan laporan keuangan yang dibuat manajemen

dalam menilai dan mengevaluasi kinerja mereka dalam suatu

periode. Laporan keuangan dapat digunakan untuk melihat

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan saat ini

sehingga dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di masa

yang akan datang.

3) Kreditor

Kreditor adalah pihak penyandang dana dalam perusahaan.

Kepentingan pihak kreditor terhadap laporan keuangan adalah

dalam hal memberi pinjaman atau pinjaman yang telah berjalan

sebelumnya.

4) Pemerintah

Pemerintah juga memiliki nilai penting atas laporan

keuangan yang dibuat perusahaan. Bahkan pemerintah melalui

Departemen Keuangan mewajibkan kepada setiap perusahaan

untuk menyusun dan melaporkan keuangan perusahaan secara

periodik untuk menilai kejujuran perusahaan dalam

melaporkan seluruh keuangan perusahaan yang sesungguhnya.

19

5) Investor

Investor adalah pihak yang hendak menanamkan dana di

suatu perusahaan. Bagi investor yang ingin menanamkan

dananya dalam suatu usaha sebelum memutuskan untuk

membeli saham, perlu mempertimbangkan banyak hal secara

matang. Dasar pertimbangan investor adalah dari laporan

keuangan yang disajikan perusahaan yang akan ditanamnya.

2. Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) dalam Tandiontong (2016)

mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu versi dari game theory

yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang

(pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut

principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision

making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal

memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas

tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati .Wewenang dan

tanggung jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas

persetujuan bersama.

Teori Keagenan (Agency Theory) menyatakan perlunya jasa

independen auditor dapat dijelaskan dengan dasar teori keagenan (Agency

theory), yaitu hubungan antara pemilik (principal) dengan manajemen

20

(agent). Dengan adanya perkembangan perusahaan atau entitas bisnis

yang semakin besar, maka sering terjadi konflik antara principal dalam hal

ini adalah para pemegang saham (investor) dan pihak agent yang diwakili

oleh manajemen (direksi). Asumsi bahwa manajemen yang terlibat dalam

perusahaan akan selalu memaksimumkan nilai perusahaan ternyata tidak

selalu terpenuhi. Manajemen memiliki kepentingan pribadi yang

bertentangan dengan kepentingan pemilik perusahaan sehingga muncul

masalah yang disebut dengan masalah agensi (agency problem). Untuk

mengurangi adanya masalah agensi ini diperlukan adanya pihak

independen yang sapat menjadi pihak penengah dalam menangani konflik

tersebut yang dikenal sebagai independen auditor.

Auditor sebagai pihak yang independen dibutuhkan untuk melakukan

pengawasan terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai

dengan kepentingan prinsipal melalui laporan keuangan. Prinsipal

mengharapkan auditor memberikan peringatan awal mengenai kondisi

keuangan perusahaan. Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya

oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya, apabila laporan

keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan

telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2004). Auditor

bertugas untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan

perusahaan, dan mengungkapkan permasalahan going concern yang

21

dihadapi perusahaan apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

3. Opini Audit

Dalam SA Seksi 110 dijelaskan bahwa tujuan audit atas laporan

keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat

tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil

usaha,perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi

auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan

mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik

dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak

memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah

dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI, 2001).

Menurut Halim dan Budisantoso (2014) terdapat lima jenis

pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu sebagai berikut ini.

a. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor

apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan

standar pengauditan,penyajian laporan keuangan dengan prinsip

akuntansi yang berterima umum, dan tidak terdapat kondisi atau

keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.

22

b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa

penjelasan

Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau

diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan

keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi

terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa

penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan

tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

1) pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor

independen lain,

2) adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh

IAI,

3) laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material,

4) auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya,

5) auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam

penggunaan prinsip dan metode akuntansi.

c. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

Pendapat ini diberikan apabila :

1) tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan

lingkup audit yang material tapi tidak memengaruhi laporan

keuangan secara keseluruhan,

23

2) auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari

prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material

tetapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.

Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak

memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor

harus menjelaskan alasan pengecualian dalam satu paragraf

terpisah sebelum paragraf pendapat.

d. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak

menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus

menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak

utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak wajar diberikan

terhadap laporan keuangan.

e. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no

opinion)

Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini

diberikan apabila:

1) ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien

maupun karena kondisi tertentu,

2) auditor tidak independen terhadap klien.

24

4. Kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidup

(going concern)

Menurut Belkaoui (2006) dalam Widyantari (2011), going concern

adalah dalil yang menyatakan bahwa suatu entitas akan menjalankan terus

operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan

proyeknya, tanggung jawab, serta aktivitas aktivitasnya yang tiada henti.

Dalil ini memberi gambaran bahwa entitas diharapkan untuk beroperasi

dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju arah

likuidasi. Suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan diperlukan

untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit

pada suatu perioda mempunyai sifat sementara, sebab masih merupakan

suatu rangkaian laporan keuangan yang berkelanjutan.

Rahayu (2007) dalam Widyantari (2011) menyatakan bahwa istilah

going concern dapat diinterpretasikan dalam dua hal, yang pertama adalah

going concern sebagai konsep dan yang kedua adalah going concern

sebagai opini audit. Sebagai konsep, istilah going concern dapat

diinterpretasikan sebagai kemampuan perusahaan mempertahankan

kelangsungan usahanya dalam jangka panjang. Sebagai opini audit, istilah

opini going concern menunjukkan auditor memiliki kesangsian mengenai

kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya di masa mendatang.

25

5. Tanggung Jawab Auditor terhadap Going Concern

Dalam SA Seksi 341 paragraf 03 dinyatakan bahwa auditor

bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar

terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya dalam perioda waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak

tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit dengan cara berikut ini

(IAI, 2001).

a. Auditor mempertimbangkan apakah seluruh hasil prosedur yang

dilaksanakannya menunjukkan adanya kesangsian besar mengenai

kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam jangka waktu yang pantas. Mungkin diperlukan informasi

tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang

mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor.

b. Jika auditor yakin terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan

entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka

waktu pantas, ia harus:

1) memperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk

mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut,

2) mengevaluasi apakah rencana tersebut efektif dilaksanakan.

(3) Setelah mengevaluasi rencana manajemen, auditor mengambil

kesimpulan apakah masih terdapat kesangsian besar mengenai

26

kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam jangka waktu yang pantas.

SA Seksi 341 paragraf 04 menyatakan bahwa auditor tidak

bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau peristiwa yang akan

datang. Fakta bahwa entitas kemungkinan akan berakhir kelangsungan

hidupnya setelah menerima laporan dari auditor yang tidak

memperlihatkan kesangsian besar, dalam jangka waktu satu tahun setelah

tanggal laporan keuangan, tidak berarti dengan sendirinya menunjukkan

kinerja audit yang tidak memadai. Oleh karena itu, tidak dicantumkannya

kesangsian besar dalam laporan audit tidak seharusnya dipandang sebagai

jaminan mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya (IAI, 2001)

6. Pertimbangan Going Concern atas Kondisi dan Peristiwa

SA Seksi 341 paragraf 06 menyatakan bahwa auditor dapat

mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang

menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas

(tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang

diaudit). Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan

tergantung atas keadaan, dan beberapa diantaranya kemungkinan hanya

menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau

27

peristiwa yang lain .Contoh kondisi dan peristiwa tersebut adalah sebagai

berikut ini (IAI, 2001).

a. Tren negatif, sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang terjadi,

kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio

keuangan penting yang jelek.

b. Petunjuk lain tentang kemungkinan financial distress, sebagai contoh,

kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian serupa,

penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap

pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang,

kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau

penjualan sebagian besar aktiva.

c. Masalah intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau kesulitan

hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atau sukses

proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat

ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.

d. Masalah luar yang telah terjadi, sebagai contoh, pengaduan gugatan

pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang

kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi,

kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan

atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa

bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan

namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.(Arens dan

28

Lobbecke,1996 dalam Pradika, 2017) menyatakan beberapa faktor

yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup

perusahaan adalah

(1) kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal

kerja,

(2) ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada

saat jatuh tempo dalam jangka pendek,

(3) kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak

diasuransikan seperti gempa bumi dan banjir atau masalah perburuhan

yang tidak biasa,

(4) perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang

sering terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan

untuk beroperasi

7. Pertimbangan Dampak Informasi Kelangsungan Hidup Entitas

terhadap Laporan Auditor

SA Seksi 341 paragraf 10-14 memberikan pedoman kepada auditor

tentang dampak informasi kelangsungan hidup entitas terhadap laporan

auditor sebagai berikut ini (IAI, 2001).

a. Apabila setelah mempertimbangkan dampak kondisi dan peristiwa

yang terjadi, auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu

29

yang pantas maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa

pengecualian.

b. Apabila setelah mempertimbangkan dampak kondisi dan peristiwa

yang terjadi, auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang

pantas maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Dalam

hal satuan usaha tidak memiliki rencana manajemen atau auditor

berkesimpulan bahwa rencana manajemen entitas tidak dapat secara

efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut

maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.

c. Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat

secara efektif dilaksanakan maka auditor harus mempertimbangkan

mengenai kecukupan pengungkapan mengenai kelangsungan hidup

satuan usaha, dan rencana manajemen. Apabila auditor berkesimpulan

bahwa pengungkapan tersebut memadai maka ia memberikan

pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan

mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya.

d. Jika auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut tidak

memadai maka ia akan memberikan pendapat wajar dengan

30

pengecualian atau pendapat tidak wajar karena terdapat penyimpangan

dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

8. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur tingkat imbalan atau

perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva, mengukur

seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan

dengan penjualan, aktiva maupun laba dan modal sendiri

(Sujarweni,2017). Sedangkan menurut Hery (2016), rasio profitabilitas

merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktivitas normal bisnisnya.

Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan.

Dimana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi maka, kinerja baik

dan sebaliknya. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan

perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga

merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan

prospek perusahaan di masa yang akan datang (Pradika, 2017). Jenis -

jenis rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:

a. Hasil Pengembalian atas Aset (Return on Assets)

Hasil pengembalian atas aset merupakan rasio yang menunjukkan

seberapa besar kontribusi aset dalam menciptakan laba bersih.Dengan

kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah

31

laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam

dalam total aset (Hery, 2016) . Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

b. Hasil Pengembalian atas Ekuitas (Return on Equity)

Hasil pengembalian atas ekuitas merupakan rasio yang

menunjukkan seberapa besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan

laba bersih. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur

seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap

rupiah dana yang tertanam dalam total ekuitas (Hery, 2016). Rasio ini

dapat dihitung dengan rumus:

c. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor)

Gross Profit Margin merupakan perandingan antar penjualan

bersih dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan dengan tingkat

penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari

jumlah penjualan (Sujarweni, 2017). Rasio ini dapat dihitung dengan

rumus :

32

d. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)

Net Profit Margin merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume

penjualan (Sujarweni, 2017). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

e. Marjin Laba Operasional (Operating Profit Margin)

Marjin laba operasional merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur besarnya persentase laba operasional atas penjualan bersih

(Hery, 2016). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

f. Operating Ratio

Operating Ratio menunjukkan biaya operasi per rupiah penjualan

(Sujarweni, 2017). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

33

g. Net earning power ratio (Rate or return on investment/ROI)

Rate or return on investment merupakan kemampuan dari modal

yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan

keuntungan netto (Sujarweni, 2017). Rasio ini dapat dihitung dengan

rumus :

Analisis return on assets dalam analisa keuangan mempunyai

arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan

yang bersifat menyeluruh/komprehensif. Return On Assets adalah

salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk

dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana

yang ditanamkan dalam aset yang digunakan untuk operasi perusahaan

untuk menghasilkan keuntungan. Dengan mengetahui rasio ini, akan

dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan

asetnya dalam kegiatan operasional perusahaan (Munawir, 2002 dalam

Pradika, 2017).

9. Rasio Likuiditas

Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk

menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya atau menganalisa dan

menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan

34

(Munawir, 2002 dalam Pradika, 2017).Menurut (Hery,2016), rasio

likuiditas merupakan rasio yang dapat digunakan untuk mengukur sampai

seberapa jauh tingkat kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban

jangka pendeknya yang akan segera jatuh tempo. Jenis - jenis rasio

profitabilitas adalah sebagai berikut:

a. Current Ratio (Rasio Lancar)

Current Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka

pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki

(Sujarweni, 2017). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

b. Quick Ratio (Rasio Cepat)

Quick Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka

pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid (Sujarweni,

2017). Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

35

c. Cash Ratio (Rasio Lambat)

Cash Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek

dengan kas yang tersedia dan yang di simpan di bank (Sujarweni,

2017). Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

d. Working capital to total assets ratio

Working capital to total assets ratio merupakan likuiditas dari total

aktiva dan posisi modal kerja (Sujarweni, 2017). Rasio ini dapat

dihitung dengan menggunakan rumus :

Salah satu rasio likuiditas yang sering digunakan adalah

current ratio (Rasio Lancar). Current ratio adalah salah satu ukuran

kinerja keuangan yang digunakan untuk menilai likuiditas perusahaan

dan kemampuannya atau utang jangka pendeknya (Krismiaji dan

Aryani, 2011 dalam Pravasanti dan Indriaty, 2017). Rasio ini dapat

memberikan sebuah ukuran likuiditas yang cepat, mudah digunakan

dan mampu menjadi indikator terbaik sampai sejauh mana klaim dari

kreditor jangka pendek telah ditutupi oleh aktiva yang diharapkan

36

dapat diubah menjadi kas dengan cukup cepat (Brigham dan Houston,

2009 dalam Widyantari, 2011). Dalam hubungannya dengan likuiditas,

semakin kecil current ratio, perusahaan kurang likuid sehingga tidak

dapat membayar para krediturnya, maka auditor kemungkinan akan

memberikan opini audit dengan going concern (Susanto, 2009).

10. Rasio Leverage

Rasio leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa besar

perusahaan dibiayai dengan utang . Menurut (Harahap, 2013), leverage

adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara utang perusahaan

terhadap modal, rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai

oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang

digambarkan oleh modal. Sedangkan menurut (Sujarweni, 2017) rasio

leverage digunakan mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi

seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka

panjang.Seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang

dimiliki, sumber daya yang dimaksud seperti piutang dan modal maupun

aktiva. Jenis- jenis rasio leverage adalah sebagai berikut :

a. Debt to Asset Ratio (Rasio Utang terhadap Aset)

Debt to Asset Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur pebandingan antara total utang dengan total aset.Dengan

kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar aset

perusahaan dibiayai oleh utang atas seberapa besar utang perusahaan

37

berpengaruh terhadap pembiayaan aset (Hery, 2016). Rasio ini dapat

dihitung dengan menggunakan rumus :

b. Debt to Equity Ratio ( Rasio Utang terhadap Modal)

Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur besarnya proporsi utang terhadap modal. Rasio ini dihitung

sebagai hasil bagi antara total utang dengan modal.Dengan kata lain,

rasio ini berfungsi untuk mengetahui berapa bagian dari setiap rupiah

modal yang dijadikan sebagai jaminan utang. Rasio ini memberikan

petunjuk umum tentang kelayakan kredit dan risiko keuangan debitor

(Hery, 2016). Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

c. Long term debt to Equity ratio

Long term debt to Equity ratio merupakan bagian dari setiap

rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk utang jangka

panjang (Sujarweni, 2017). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

d. Tangible assets debt coverage

38

Tangible assets debt coverage merupakan besarnya aktiva tetap

tangible yang digunakan untuk menjamin utang jangka panjang setiap

rupiahnya (Sujarweni,2017). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

e. Times interest earned ratio

Times interest earned ratio merupakan besarnya jaminan

keuntungan untuk membayar bunga utang jangka panjang (Sujarweni,

2017). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Ringkasan penelitian terdahulu mengenai opini audit going

concern:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Variabel

Penelitian

Hasil

Penelitian

1 Indira Januarti

dan Ella

Fitrianasari

(2008)

Analisis Rasio

Keuangan dan

Rasio non

Keuangan yang

Mempengaruhi

Auditor dalam

Memberikan

Variabel dependen:

opini audit going

concern.

Variabel

independen: rasio

likuiditas, rasio

profitabilitas, rasio

Rasio likuiditas, opini

audit tahun sebelumya

dan audit lag yang

memiliki pengaruh

signifikan terhadap

pengeluaran opini audit

going concern,

39

Opini Audit

Going Concern

pada Auditee

(Studi empiris

pada Perusahaan

Manufaktur yang

terdaftar di BEJ

tahun 2000-2005

leverage, rasio

pertumbuhan

penjualan, rasio

nilai pasar, ukuran

perusahaan,reputasi

KAP, opini audit

tahun sebelumnya,

auditor client, audit

lag.

sedangkan variabel

lainnya tidak

berpengaruh.

2 A.A.Ayu

Putri

Widyantari

(2011)

Opini Audit

Going Concern

dan Faktor-

Faktor yang

Memengaruhi

(Studi pada

Perusahaan

Manufaktur di

BEI)

Variabel dependen:

opini audit going

concern.

Variabel

independen:

likuiditas,leverage,

profitabilitas,arus

kas,ukuran

perusahaan,pertumb

uhan

perusahaan,kualitas

audit,audit lag,

opini audit tahun

sebelumnya dan

auditor client

tenure.

Likuiditas tidak

berpengaruh pada

opini audit going

concern

Leverage

berpengaruh positif

pada opini audit

going concern

Profitabilitas

berpengaruh negatif

pada opini audit

going concern

Arus kas

berpengaruh negatif

pada opini audit

going concern

Ukuran perusahaan

berpengaruh negatif

pada opini audit

going concern

Pertumbuhan

perusahaan tidak

berpengaruh pada

opini audit going

concern

Kualitas audit tidak

berpengaruh pada

opini audit going

concern

Audit lag tidak

berpengaruh pada

opini audit going

concern

40

Opini audit tahun

sebelumnya

berpengaruh positif

pada opini audit

going concern

Auditor client

tenure tidak

berpengaruh pada

opini audit going

concern.

3 Endra Ulkri

Arma (2013)

Pengaruh

Profitabilitas,Lik

uiditas,dan

Pertumbuhan

Perusahaan

terhadap

Penerimaan

Opini Audit

Going Concern

(Studi empiris

Perusahaan

Manufaktur yang

Terdaftar pada

BEI

Variabel dependen:

opini audit going

concern.

Variabel

independen:

profitabilitas,likuidi

tas,pertumbuhan

perusahaan.

Profitabilitas

berepengaruh

negatif terhadap

opini audit going

concern

Likuiditas

berpengaruh negatif

terhadap opini audit

going concern

Perumbuhan

Perusahaan

berpengaruh negatif

terhadap opini audit

going concern.

4 I Kadek

Ardika dan Ni

Nengah Seri

Ekayani

(2013)

Analisis Faktor-

Faktor yang

Mempegaruhi

kecenderungan

penerimaan opini

audit going

concern pada

Perusahaan

Manufaktur yang

terdaftar di BEI

periode 2007-

2011

Variabel dependen:

opini audit going

concern.

Variabel

independen:

leverage,pertumbuh

an perusahaan,

auditor client

tenure,opini auditor

tahun sebelumnya.

Pertumbuhan

perusahaan tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

opini audit going

concern

Leverage

berpengaruh positif

terhadap opini audit

going concern

Opini audit tahun

sebelumnya

berpengaruh positif

terhadap opini audit

going concern

Auditor client

tenure tidak

berpengaruh

41

terhadap opini audit

going concern.

5 Aria

Masdiana

Pasaribu

(2015)

Pengaruh

Kualitas

Auditor,Likuidit

as,Solvabilitas

dan Profitabilitas

terhadap Opini

Audit Going

Concern pada

Sub Sektor

makanan dan

minuman yang

terdaftar di BEI

Variabel dependen:

opini audit going

concern.

Variabel

independen:

kualitas

auditor,likuiditas,so

lvabilitas,profitabili

tas.

Kualitas auditor

tidak berpengaruh

pada opini audit

going concern

Likuiditas tidak

berpengaruh pada

opini audit going

concern

Solvabilitas

berpengaruh

terhadap opini audit

going concern

Profitabilitas tidak

berpengaruh

terhadap opini audit

going concern.

6 Rizka Ardhi

Pradika

(2017)

Pengaruh

Profitabilitas,Lik

uiditas, dan

Ukuran

Perusahaan

terhadap Opini

Audit Going

Concern (Studi

pada Perusahaan

Manufaktur yang

terdaftar di BEI

tahun 2012-2015

Variabel dependen:

opini audit going

concern.

Variabel

independen:

profitabilitas,likuidi

tas,dan ukuran

perusahaan.

Profitabilitas

berpengaruh dan

signifikan terhadap

opini audit going

concern

Likuiditas tidak

berpengaruh

terhadap opini audit

going concern

Ukuran perusahaan

berpengaruh dan

signifikan terhadap

opini audit going

concern

Sumber : Jurnal,Sripsi dan Tesis, Data diolah,2017.

C. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen. Dimana variabel dependen

42

dalam penelitian ini adalah opini audit going concern dan variabel independen

adalah rasio profitabilitas,likuiditas dan leverage.

Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan dalam

kerangka sebagai berikut :

Gambar 2.1

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Sumber : Penulis.

D. Hipotesis

1. Pengaruh rasio profitabilitas terhadap opini audit going concern

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba

dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri

(Sartono, 2001 dalam Rakatenda dan Putra, 2016). Ketika perusahaan

mempunyai profitabilitas (diproksikan dengan ROA) yang tinggi

diharapkan dapat memperoleh laba yang tinggi sehingga kemungkinan

kecil bagi perusahaan untuk memperoleh opini going concern (Januarti

dan Fitrianasari 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Widyantari (2011)

dan Arma (2013) menemukan bahwa rasio ini berpengaruh negatif

terhadap opini audit going concern, sedangkan penelitian yang dilakukan

Rasio Profitabilitas

Rasio Likuiditas

Rasio Leverage

Opini Audit Going

Concern

43

oleh Pradika (2017) menemukan bahwa rasio ini berpengaruh dan

signifikan terhadap opini audit going concern.Maka hipotesis yang

dirumuskan adalah sebagai berikut :

H1 : Rasio profitabilitas berpengaruh terhadap opini audit going

concern.

2. Pengaruh rasio likuiditas terhadap opini audit going concern

Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar

kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aset lancar

yang dimiliki. Dalam hubungannya dengan likuiditas semakin kecil

likuiditas, perusahaan kurang likuid sehingga tidak dapat membayar para

krediturnya maka auditor kemungkinan memberikan opini audit dengan

Going Concern. Tidak jarang perusahaan yang secara konsisten

mengalami kerugian operasi mempunyai Working Capital yang sangat

kecil bila dibandingkan dengan total aset (Altman, 1968 dalam Pradika,

2017). Jika perusahaan memiliki likuiditas (diproksikan dengan current

ratio) yang baik maka kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas

usahanya akan lebih besar sehingga kemungkinan untuk memperoleh

opini going concern akan lebih sedikit (Januarti dan Fitrianasari 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Arma (2013) menemukan bahwa rasio

likuiditas berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern,

sedangkan Januarti dan Fitrianasari (2008) menemukan bahwa rasio

44

likuiditas berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern.

Maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

H2 : Rasio likuiditas berpengaruh terhadap opini audit going

concern.

3. Pengaruh rasio leverage terhadap opini audit going concern

Perusahaan yang memiliki aset lebih kecil daripada kewajibannya

akan menghadapi bahaya kebangkrutan. Debt to equity ratio diukur

dengan membandingkan antara total kewajiban dengan total equity. Rasio

ini mengukur tingkat persentase utang perusahaan terhadap total aset yang

dimiliki, semakin besar tingkat debt to equity ratio menyebabkan

timbulnya keraguan akan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan

kelangsungan usahanya, karena sebagian besar dana yang diperoleh oleh

perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang dan dana untuk

beroperasi akan semakin berkurang. Penelitian Widyantari (2011), Ardika

dan Ekayani (2013) menemukan bahwa rasio leverage berpengaruh positif

terhadap opini audit going concern. Maka hipotesis yang dirumuskan

adalah sebagai berikut :

H3 : Rasio leverage berpengaruh terhadap opini audit going

concern.