bab ii konsep dasar a. pengertian -...
TRANSCRIPT
1
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam
membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti
pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal.
Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam
membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar
dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara
fantasi dan kenyataan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis,
membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta
mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003).
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang
sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi:
proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsang dari luar (Yosep, 2007)
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
2
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh /
baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber
atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal
rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri
secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa
bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang
diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri. (Keliat, 1999)
Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa
stimulus dari luar. Haluasinasi merupakan pengalaman terhadap
mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara
terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizoprenia. (Stuart and
Sundeen, 1995)
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang
berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien
sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Menurut Mary C. Townsend, 1998 : 156 yang dikutip di
http://healthreference-ilham.blogspot.com/2008/07/kondas-halusinasi-
jiwa.html. Gangguan-gangguan tersebut menunjukkan seperti klien
3
berbicara sendiri, mata melihat kekanan-kekiri, jalan mondar-mandir,
sering tersenyum sendiri dan sering mendengar suara-suara. Sedangkan
halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan
dalam jumlah atau pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai
secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan,
berlebih-lebihan, distorsi atau kelaianan berespon terhadap setiap stimulus.
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya
suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal yang
kemudian direalisasikan oleh klien dengan tindakan
B. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini
merupakan persepsi maladaptif. Jika klien yang sehat presepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra klien halusinasi
mempresepsikan suatu stimulus panca indra walaupun stimulus tersebut
tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
4
karena suatu hal mengalami kelalaian persensif yaitu salah
mempresepsikan stimulus yamh diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpertasi yang dilakukan terhadap stimulus panca
indra tidak sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut
sebagai berikut :
Rentang respons neurobiologik
(Stuart dan Sundean, 1995, hal. 477)
C. Fase - fase Halusinasi
Fase-fase Halusinasi ( Stuart dan Laraia, 2001 hal. 424 )
Fase HALUSINASI KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Fase 1 : Comforting
Ansietas Sedang
Halusinasi
menyenangkan
Klien mengalami
perasaan mendalam
seperti ansietas, kesepian
rasa bersalah dan takut
dan mencoba untuk
berfokus pada pikiran
menyenangkan untuk
meredakan ansietas.
Tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai.
Mengerakan bibir tanpa
suara. Pergerakan mata
yang cepat. Respon
verbal yang lambatjika
sedang asyik. Diam dan
asyik sendiri.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
1. Pikiran logis
2. Persepsi akurat
3. Emosi konsisten
dengan pengalaman
4. Perilaku sesuai
hubungan sosial
5. Hubungan sosial
positif
1. pikiran kadang
menyimpang
2. Ilusi
3. Reaksi emosional
berlebihan
4. Perilaku ganjil
menarik diri
1. Kelainan
pikiran/delusi
2. Halusinasi
3. Ketidakmampuan
untuk control emosi
4. Ketidakteraturan
isolasi sosial
5
Individu mengenali
bahwa pikiran-pikiran
dan pengalaman sensori
berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas
dapat ditangani.
Nonpsikotik.
Fase II: Condemning
Ansietas Berat
Halusinasi menjadi
menjijikan
Pengalaman sensori
menjijikan dan
menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang
dipersepsikan. Klien
mungkin mengalami
dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan
menarik diri dari orang
lain. Psikotik ringan.
Meningkatnya tanda-
tanda sistem syaraf
otonom akibat ansietas
seperti peningkatan
denyut jantung,
pernapasan dan tekanan
darah. Rentang perhatian
menyempit. Asyik
dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
kemampuan
membedakan halusinasi
dan realita.
Fase III: Controlling
Ansietas Berat
Pengalaman sensori
menjadi berkuasa
Klien berhenti
menghentikan
perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut.
Isi halusinasi menjadi
menarik. Klien mungkin
mengalami pengalaman
kesepian jika sensori
halusinasi berhenti.
Psikotik
Kemauan yang
dikendalikan halusinasi
akan lebih diikuti.
Kesukaran akan
berhubungan dengan
orang lain. Rentang
perhatian hanya beberapa
detik atau menit. Adanya
tanda-tanda fisik, ansietas
berat berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi
perintah.
Fase IV : Conquering
Panik
Umumnya menjadi
melebur dalam
halusinasinya.
Pengalaman sensori
menjadi mengancam Jika
klien mengikuti perintah
halusinasi.
Halusinasi berakhir dari
beberapa jam atau hari
jika tidak ada intervensi
terapeutik.
Psikotik Berat.
Perilaku teror akibat
panik . Potensi kuat
suicide atau homicide.
Aktivitas fisik
merefleksikan isi
halusinasi seperti
perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, atau
katatonia.
Tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.
6
D. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Beberapa factor predisposisi yang berkontribusi pada respon
munculnya neurobiology seperti halusinasi antara lain : ( Stuart, 2007 )
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
7
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stres lingkungan
8
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor meliputi status sosial ekonomi, keluarga, jaringan interpersonal
dan organisasi yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas.
E. Manifestasi Klinik
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution
(2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan
gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat dan diam.
5. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
6. Perilaku menyerang teror seperti panik.
7. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain.
8. Menarik diri atau katatonik.
9. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
halusinasi dengan realitas.
10. Peningkatan sistem saraf otonom
11. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9
12. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi tanda dan gejalanya sesuai.
Tabel 1 : Karakteristik Halusinasi ( Stuart and Laraia 2003 )
No Jenis Halusinasi Karakteristik
1 Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sring
suara kata yang jelas, berbicara dengan klien
bahkan sampai percakapan lengkap antara
kedua penderita halusinasi. Pikiran yang
terdengar jelas dimana klien mendengar
perkataan bahwa pasien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang – kadang dapat
membahayakan.
2 Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya,
gambar geometris, gambar karton atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan
dapat berupa sesuatu yang menyenangkan /
sesuatu yang menakutkan seperti monster.
3 Penciuman Membau bau-bau seperti darah, urine, feses
umumnya bau- bau yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penciuman biasanya akibat stroke,
tumor, kejang dan demensia
4 Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, dan
feses
5 Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik yang
dating dari tanah, benda mati atau orang lain.
6 Chanesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di
vena (arteri), pencernaan makanan
10
7 Klinestetik Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa
berdiri
F. Masalah Keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran antara lain :
1. Perubahan Persepsi sensori halusinasi.
2. Resiko Perilaku Kekerasan.
3. Isolasi sosial : menarik diri.
4. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
G. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Isolasi sosial : menarik diri
(Keliat, 1998)
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang muncul pada halusinasi :
1. Risiko Perilaku Mencederai Diri berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
Perubahan sensori perseptual: halusinasi
11
2. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran berhubungan dengan
menarik diri.
3. Isolasi Sosial: Menarik Diri berhubungan dengan harga diri rendah harga
diri rendah.
I. Fokus Intervensi
Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum,
tujuan khusus, dan rencana tindakan tindakan keperawatan. Tujan umum
berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnoses tertentu.
Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai
12
TGL NO.
DX
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
PERENCANAAN INTERVENSI
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
Risiko Gangguan
Sensori/Persepsi:
Halusinasi
Berhubungan
dengan menarik diri
TUM:
Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain sehingga
tidak terjadi halusinasi
TUK: 1.
Klien dapat membina
hubungan saling
percaya
1.1.Ekspresi wajah
bersahabat; menunjukkan
rasa senang, ada kontak
mata, mau berja-bat
tangan, mau
menyebutkan nama, mau
menjawab salam, mau
duduk berdampingan
dengan perawat, mau
meng-utarakan masalah
yang dihadapi.
1.1.1. Bina hubungan saling
percaya dengan
menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik:
a. Sapa klien dengan
nama baik verbal
maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri
dengan sopan
c. Tanyakan nama
lengkap dan nama
panggilan yang
13
disukai klien
d. Jelaskan tujuan
pertemuan
e. Jujur dan menepati
janji
f. Tunjukkan sikap
empati dan menerima
klien apa adanya
g. Berikan perhatian
kepada klien dan
perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat
menyebut-kan
penyebab menarik
diri
2.1.Klien dapat menyebutkan
penyebab menarik diri
yang berasai dari:
Diri sendiri
Orang lain
Lingkungan
2.1.1. Kaji pengetahuan klien
tentang perilaku
menarik diri dan
tandanya:
a. "Di rumah, ibu
tinggal dengan siapa"
14
b. "Siapa yang paling
dekat dengan ibu"
c. "Apa yang membuat
ibu dekat dengannya"
d. "Dengan siapa itu
tidak dekat"
e. "Apa yang membuat
ibu tidak dekat"
2.1.2. Beri kesempatan kepada
klien untuk
mengungkapkan
perasaan yang
menyebabkan klien
tidak mau bergaul
2.1.3. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
mengung-kapkan
perasaannya
15
3. Klien dapat
menyebut-kan
keuntungan ber-
interaksi dengan
orang lain dan
kerugian tidak
berinteraksi dengan
orang laini
3.1.Klien dapat menyebutkan
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
Misalnya:
Banyak teman
Tidak sendiri
Bisa diskusi, dll
3.1.1. Kaji pengetauhan klien
tentang keuntungan
memiliki teman
3.1.2. Beri kesempatan kepada
klien untuk berinteraksi
dengan orang lain
3.1.3. Diskusikan bersama
klien tentang
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
3.1.4. Beri penguatan positif
terha-dap kemampuan
mengungkap-kan
perasaan tentang
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
16
3.2.Klien dapat menyebutkan
ke-rugian bila tidak
berinteraksi dengan
orang lain
Misalnya:
Sendiri
Tidak memiliki teman
Sepi, dll
3.2.1. Kaji pengetauhan klien
tentang kegurian bila
tidak berinteraksi
dengan orang lain
3.2.2. Beri kesempatan kepada
klien untuk
mengungkapkan perasa-
an tentang kerugian bila
tidak berinteraksi
dengan orang lain
3.2.3. Diskusikan bersama
klien tentang kerugian
tidak berinteraksi
dengan orang lain
3.2.4. Beri penguatan positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
17
berinteraksi dengan
orang lain
4. Klien dapat
melaksana-kan
interaksi sosial secara
bertahap
4.1.Klien dapat
mendemonstrasi-kan
interaksi sosial secara
bertahap antara:
Klien-Perawat
Klien-Perawat-
Perawat lain
Klien-Perawat-
Perawat lain-Klien lain
Klien-
Keluarga/Kelompok/
Masyarakat
4.1.1. Kaji kemampuan klien
membi-na hubungan
dengan orang lain
4.1.2. Bermain peran tentang
cara
berhubungan/berinterak
si dengan orang lain
4.1.3. Dorong dan bantu klien
untuk berinteraksi
dengan orang lain
melalui tahap:
Klien-Perawat
Klien-Perawat-
Perawat lain
18
Klien-Perawat-
Perawat lain-Klien
lain
Klien-
Keluarga/Kelompok/
Masyarakat
4.1.4. Beri penguatan positif
terhadap keberhasilan
yang telah dicapai
4.1.5. Bantu klien untuk
mengeva-luasi
keuntungan menjalin
hubungan sosial
4.1.6. Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu
yaitu berinteraksi
dengan orang lain
19
4.1.7. Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan
ruangan
4.1.8. Beri penguatan positif
atas ke-giatan klien
dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengung-
kapkan perasaannya
setelah berinteraksi
dengan orang lain
5.1.Klien dapat
mengungkapkan
perasaannya setelah
berinte-raksi dengan
orang lain untuk :
Diri sendiri
Orang lain
5.1.1. Dorong klien untuk
mengung-kapkan
perasaannya bila
berinteraksi dengan
orang lain
5.1.2. Diskusikan dengan
klien ten-tang perasaan
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
5.1.3. Beri penguatan positif
atas ke-mampuan klien
mengungkap-kan
20
perasaan keuntungan
ber-hubungan dengan
orang lain
6. Klien dapat
memberda-yakan
sistem pendu-kung
atau keluarga
6.1.Keluarga dapat:
Menjelaskan
perasaannya
Menjelaskan cara
merawat klien menarik
diri
Mendemonstrasikan
cara perawatan klien
menarik diri
Berpartisipasi dalam
pera-watan klien
menarik diri
6.1.1. Bina hubungan saling
percaya dengan
keluarga:
a. Salam, perkenalan
diri
b. Jelaskan tujuan
c. Buat kontak
d. Eksplorasi perasaan
klien
6.1.2. Diskusikan dengan
anggota keluarga
tentang:
a. Perilaku menarik diri
b. Penyebab perilaku
menarik diri
21
c. Akibat yang akan
terjadi jika perilaku
menarik diri tidak
ditanggapi
d. Cara keluarga
menghadapi klien
menarik diri
6.1.3. Dorong anggota
keluarga untuk memberi
dukungan kepada klien
dalam berkomu-nikasi
dengan orang lain
6.1.4. Anjurkan anggota
keluarga untuk secara
rutin bergantian
menjenguk klien
minimal satu kali
seminggu
6.1.5. Beri penguatan positif
23
Risiko Perilaku
Mencederai
Diri
berhubungan
dengan
halusinasi
pendengaran
TUM:
Klien tidak
mencederai diri,
orang lain, dan
lingkungan
TUK:
1. Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya
1.1. Ekspresi wajah
bersahabat,
menunjukkan rasa
senang, ada kontak
mata, mau ber-jabat
tangan, mau menye-
butkan nama, mau
menja-wab salam,
kein mau duduk
berdampingan
dengan perawat,
mau mengutarakan
1.1.1. Bina hubungan saling percaya
dengan mengungkapkan
prinsip komunikasi terapeutik
Sapa klien dengan ramah
baik verbal maupun non-
verbal
Perkenalkan diri dengan
sopan
Tanyakan nama lengkap
klien dan nama panggilan
yang disukai klien
Jelaskan tujuan pertemuan
24
masalah yang
dihadapinya
Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya
Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat
mengenal
halusinasinya
2.1. Klien dapat
menyebutkan
waktu, isi dan
frekuensi timbulnya
halusinasi
2.1.1. Adakan kontak sering dan
singkat secara bertahap
2.1.2. Observasi tingkat laku klien
yang terkait dengan
halusinasi-nya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus dan
memandang ke kiri/kanan/ke
depan seolah-olah ada tempat
bicara
2.1.3. Bantu klien mengenal halusi-
25
nasinya:
Jika menemukan klien
sedang berhalusinasi:
tanyakan apakah ada suara
yang didengarnya
Jika klien menjawab ada,
lanjutkan: apa yang
dikatakan suara itu
Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya
(dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau meng-
hakimi)
Katakan bahwa klien lain
juga ada yang seperti klien
Katakan bahwa perawat
akan membantu klien
26
2.1.4. Diskusikan dengan klien
Situasi yang menimbulkan/
tidak menimbulkan
halusinasi (jika sendiri,
jengkel, atau sedih)
Waktu dan frekuensi terja-
dinya halusinasi (pagi,
siang, sore, dan malam;
terus-me-nerus atau
sewaktu-waktu)
2.2. Klien dapat
mengungkapkan
bagaimana
perasaannya
terhadap halusinasi
tersebut
2.2.1. Diskusikan dengan klien
tentang apa yang
dirasakannya jika terjadi
halusinasi (marah/ takut,
sedih, dan senang), beri
kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan
27
perasaannya
3. Klien dapat
mengontrol
halusinasinya
3.1. Klien dapat
menyebutkan
tindakan yang
biasanya dila-kukan
untuk
mengendalikan
halusinasinya
3.2. Klien dapat
menyimpulkan
tanda dan gejala
jengkel/ kesal yang
dialaminya
3.1.1. Identifikasi bersama klien
tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri, dll.)
3.1.2. Diskusikan manfaat dan cara
yang digunakan klien, jika
ber-manfaat beri pujian
kepada klien
3.2.1. Diskusikan dengan klien ten-
tang cara baru mengontrol
halusinasinya
Menghardik/mengusir /
tidak memedulikan halusi-
nasinya
Bercakap-cakap dengan
28
orang lain jika
halusinasinya muncul
Melakukan kegiatan sehari-
hari
3.3. Klien dapat
mendemonstra-
sikan cara
menghardik/
mengusir/tidak
memeduli-kan
halusinasinya
3.3.1. Beri contoh cara menghardik
halusinasi: "Pergi! Saya tidak
mau mendengar kamu, saya
mau mencuci piring/bercakap-
cakap dengan suster"
3.3.2. Minta klien mengikuti contoh
yang diberikan dan minta
klien mengulanginya
3.3.3. Beri pujian atas keberhasilan
klien
3.3.4. Susun jadwal latihan klien dan
minta klien untuk mengisi jad-
wal kegiatan (self-evaluation)
29
3.3.5. Tanyakan kepada klien:
"Bagaimana perasaan Tini
setelah menghardik? Apakah
halusinasinya berkurang?"
Berikan pujian
3.4. Klien dapat
mendemonstra-
sikan bercakap-
cakap dengan oran
glain
3.4.1. Beri contoh percakapan
dengan orang lain: "Suster,
saya dengar suara-suara,
temani saya bercakap-cakap"
3.4.2. Minta klien mengikuti contoh
percakapan dan mengulangi-
nya
3.4.3. Beri pujian atas keberhasilan
klien
3.4.4. Susun jadwal untuk melatih
diri, mengisi kegiatan dengan
bercakap-cakap, dan mengisi
jadwal kegiatan (self-
30
evaluation)
3.4.5. Tanyakan kepada klien:
"Bagaimana perasaan Tini
setelah bercakap-cakap?
Apakah halusinasinya
berkurang?" Berikan pujian
3.5. Klien dapat
mendemonstra-
sikan pelaksanaan
kegiatan sehari-hari
3.5.1. Diskusikan dengan klien ten-
tang kegiatan harian yang
dapat dilakukan di rumah dan
di rumah sakit (untuk klien
halusinasi dengan perilaku
kekerasan, sesuaikan dengan
kontrol perilaku)
3.5.2. Latih klien untuk melakukan
kegiatan yang disepakati dan
masukkan ke dalam jadwal
31
kegiatan. Minta klien mengisi
jadwal kegiatan (self-
evaluation)
3.5.3. Tanyakan kepada klien:
"Bagaimana perasaan Tini
setelah melakukan kegiatan
harian? Apakah halusinasinya
berkurang?" Berikan pujian
3.6. Klien dapat
mengikuti terapi
aktivitas kelompok
3.6.1. Anjurkan klien untuk
mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi (pedoman
tersendiri)
3.7. Klien dapat
mendemonstra-
sikan kepatuhan
minum obat untuk
3.7.1. Klien dapat menyebutkan
jenis, dosis, dan waktu minum
obat serta manfaat obat
tersebut (prinsip 5 benar:
32
mencegah
halusinasi
benar orang, obat, dosis,
waktu, dan cara)
3.7.1.1. Diskusikan dengan klien ten-
tang jenis obat yang dimi-
numnya (nama, warna, be-
sarnya ); waktu minum obat
(jika 3 kali: pkl. 07.00,
13.00, 19.00); cara minum
obat
3.7.1.2. Diskusikan dengan klien ten-
tang manfaat minum obat
secara teratur:
Beda perasaan sebelum
dan sesudah minum obat
Jelaskan bahwa dosis
hanya boleh diubah oleh
dokter
Jelaskan mengenai akibat
minum obat yang tidak
33
teratur, misalnya: penya-
kitnya kambuh
3.7.2. Klien mendemonstrasikan
kepatuhan minum obat sesuai
jadwal yang ditetapkan
3.7.2.1. Diskusikan proses minum
obat:
Klien meminta obat
kepada perawat (jika di
rumah sakit), kepada
keluarga (jika di rumah)
Klien memeriksa obat
sesuai dosisnya
Klien meminum obat pada
waktu yang tepat
3.7.2.2. Susun jadwal minum obat
bersama klien
3.7.3. Klien mengevaluasi
kemampu-annya dalam
34
mematuhi minum obat
3.7.3.1. Klien mengevaluasi pelaksa-
naan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan
harian (self-evaluation)
3.7.3.2. Validasi pelaksanaan minum
obat klien
3.7.3.3. Beri pujian atas keberhasilan
klien
3.7.3.4. Tanyakan kepada klien:
"Bagaimana perasaan Budi
dengan minum obat secara
teratur? Apakah keinginan
marahnya berkurang?"
35
4. Klien mendapat
du-kungan dari
keluarga dalam
mengontrol
halusinasinya
4.1. Keluarga dapat
menyebut-kan
pengertian, tanda,
dan tindakan untuk
mengendali-kan
halusinasi
4.1.1. Diskusikan dengan keluarga
(pada saat keluarga berkun-
jung/pada saat kungjungan
rumah)
Gejala halusinasi yang
dialami klien
Cara yang dapat dilakukan
klien dan keluarga untuk
memutuskan halusinasi
(sama seperti yang diajar-
kan kepada klien)
Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi di
rumah beri kegiatan jangan
biarkan sendiri, makan ber-
sama, bepergian bersama,
jika klien sedang sendirian
di rumah, lakukan kontak
36
dengan sering via telapon
Beri informasi tentang
waktu tidak lanjut (follow
up) atau kapan perlu men-
dapat bantuan: halusinasi
tidak terkontrol, dan risiko
mencederai orang lain
4.2. Keluarga dapat
menyebut-kan jenis,
dosis, dan waktu
pemberian, manfaat
serta efek samping
obat
4.2.1. Diskusikan dengan keluarga
tentang jenis, dosis, dan waktu
pemberian, manfaat serta efek
samping obat
4.2.2. Anjurkan keluarga untuk ber-
diskusi dengan dokter tentang
manfaat dan efek samping
obat
4.2.3. Diskusikan akibat dari
berhenti minum obat tanpa
38
J. STRATEGI PELAKSANAAN
Risiko
Perilak
u
Kekera
san
Pasien
SP Ip
1. Mengidentifikasi
penyebab PK
2. Mengidentifikasi tanda
dan gejala PK
3. Mengidentifikasi PK
yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat
PK
5. Mengajarkan cara
mengontrol PK
6. Melatih pasien cara
kontrol PK fisik I (nafas
dalam).
7. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP IIp
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien cara
kontrol PK fisik II
(memukul bantal / kasur
/ konversi energi).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
Keluarga
SP I k
1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian PK,
tanda dan gejala, serta
proses terjadinya PK.
3. Menjelaskan cara merawat
pasien dengan PK.
SP II k
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan PK.
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
kepada pasien PK.
SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadual aktivitas di
rumah termasuk minum
obat (discharge planning).
2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang.
39
SP IIIp
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien cara
kontrol PK secara verbal
(meminta, menolak dan
mengungkapkan marah
secara baik).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP IVp
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien cara
kontrol PK secara
spiritual (berdoa,
berwudhu, sholat).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP Vp
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara
kontrol PK dengan
minum obat (prinsip 5
40
benar minum obat).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
Isolasi
Sosial
Pasien
SP I p
1. Mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial
pasien
2. Mengidentifikasi
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain.
3. Mengidentifikasi
kerugian tidak
berinteraksi dengan
orang lain.
4. Melatih pasien
berkenalan dengan satu
orang.
5. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP II p
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien
berkenalan dengan dua
Keluarga
SP I k
1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan
keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan
pengertian, tanda dan
gejala isolasi sosial
yang dialami pasien
beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien isolasi
sosial
SP II k
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
isolasi sosial
2. Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
41
orang atau lebih.
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP III p
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien
berinteraksi dalam
kelompok.
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
kepada pasien isolasi
sosial
SP III
1. Membantu keluarga
membuat jadual
aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang
Harga
Diri
Renda
h
Pasien
SP I p
1. Mengidenfikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
pasien
2. Membantu pasien
menilai kemampuan
pasien yang masih dapat
digunakan
3. Membantu pasien
memilih kegiatan yang
akan dilatih sesuai
dengan kemampuan
Keluarga
SP I k
1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan
keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan
pengertian, tanda dan
gejala harga diri rendah
yang dialami pasien
beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien harga
42
pasien
4. Melatih pasien kegiatan
yang dipilih sesuai
kemampuan
5. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP II p
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Melatih kegiatan kedua
(atau selanjutnya) yang
dipilih sesuai
kemampuan
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
diri rendah
SP II k
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
harga diri rendah
2. Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
kepada pasien harga
diri rendah
SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadual
aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang
Halusi
nasi
Pasien
SP I p
1. Mengidentifikasi jenis
halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi
halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu
Keluarga
SP I k
1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala
43
halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi
frekuensi halusinasi
pasien
5. Mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
halusinasi
6. Mengidentifikasi
respons pasien terhadap
halusinasi
7. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi
dengan menghardik
8. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP II p
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi
dengan berbincang
dengan orang lain
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP III p
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
halusinasi, dan jenis
halusinasi yang dialami
pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien
halusinasi
SP II k
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
halusinasi
2. Melatih keluarga
melakukan cara merawat
langsung kepada pasien
halusinasi
SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadual aktivitas
di rumah termasuk
minum obat (discharge
planning)
2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang
44
2. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi
dengan kegiatan (yang
biasa dilakukan pasien).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP IV p
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol
halusinasi dengan teratur
minum obat (prinsip 5
benar minum obat).
4. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
Resiko
Bunuh
Diri
SP I p
1. Mengidentifikasi benda-
benda yang dapat
membahayakan pasien
2. Mengamankan benda-
benda yang dapat
membahayakan pasien
3. Melatih cara
mengendalikan dorongan
bunuh diri
4. Membimbing
SP I k
1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan
keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan
pengertian, tanda dan
gejala risiko bunuh diri,
dan jenis perilaku
bunuh diri yang dialami
pasien beserta proses
45
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
SP II p
1. Validasi masalah dan
latihan sebelumnya
2. Mengidentifikasi aspek
positif pasien
3. Melatih aspek positif
4. Membimbing
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan
SP III p
1. Validasi masalah dan
latihan sebelumnya
2. Mengidentifikasi pola
koping yang biasa
diterapkan pasien
3. Mengidentifikasi pola
koping yang konstruktif
4. Melatih pasien teknik
koping konstruktif
5. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien risiko
bunuh diri
SP II k
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
risiko bunuh diri
2. Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
kepada pasien risko
bunuh diri
SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadual
aktivitas di rumah
termasuk minum obat
2. Mendiskusikan sumber
rujukan yang bisa
dijangkau oleh keluarga
Koping
Individ
u
Inefekt
SP I p
1. Identifikasi koping yang
selama ini digunakan.
2. Membantu menilai
SP I k
1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan
keluarga dalam
46
if koping yang biasa
digunakan.
3. Mengidentifikasi cita-
cita atau tujuan yang
realistis.
4. Melatih koping:
berbincang / assertif
technics (meminta,
menolak, dan
mengungkapkan /
membicarakan masalah
secara baik).
5. Membimbing
memasukkan dalam
jadwal kegiatan.
SP II p
1. Validasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2. Melatih koping:
beraktivitas.
3. Membimbing
memasukkan dalam
jadwal kegiatan.
SP III p
1. Validasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2. Melatih koping: olah
raga.
3. Membimbing
merawat pasien
2. Menjelaskan
pengertian, tanda dan
gejala koping individu
inefektif yang dialami
pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien koping
individu inefektif
SP II k
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien koping
individu inefektif
2. Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
pasien koping individu
inefektif
SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadual
aktivitas di rumah
termasuk minum obat
2. Mendiskusikan sumber
rujukan yang bisa
dijangkau oleh keluarga