bab ii kerangka teori dan pengembangan hipotesis a

81
18 BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka Dalam bagian ini terdiri dari berbagai penelitian terdahulu mengenai hubungan kepribadian, self efficacy, dan locus of control terhadap organizational citizenship behavior. Untuk memberikan gambaran dalam penelitian ini maka perlu untuk membahas hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Prajoga pada tahun 2011 dengan tema “Pengaruh Kepribadian (Taksonomi Big Five Personality) pada Kinerja In-Role dan Extra-Role Karyawan”, menyimpulkan bahwa tidak mendukung adanya pengaruh positif openness to experience dan emotional stability pada in-role performance. Penelitian ini juga tidak mendukung adanya pengaruh positif emotional stability pada extra-role performance. Penelitian mendukung adanya pengaruh positif openness to experience, conscientiousness, dan extroversion pada extra-role performance. Selain itu, penelitian ini juga mendukung adanya pengaruh positif conscientiousness, dan extroversion pada in-role performance. Penelitian yang dilakukan oleh Debora Eflina Purba dan Ali Nina Liche Seniati pada tahun 2004 terkait dengan “Pengaruh Kepribadian dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior” menemukan bahwa extroversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness berpengaruh positif dan signifikan terhadap dimensi OCB karyawan. Sedangkan emotional stability memiliki pengaruh yang negatif signifikan

Upload: lyhuong

Post on 16-Jan-2017

235 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

18

BAB II

KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

Dalam bagian ini terdiri dari berbagai penelitian terdahulu mengenai

hubungan kepribadian, self efficacy, dan locus of control terhadap

organizational citizenship behavior. Untuk memberikan gambaran dalam

penelitian ini maka perlu untuk membahas hasil penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Prajoga pada tahun 2011 dengan

tema “Pengaruh Kepribadian (Taksonomi Big Five Personality) pada Kinerja

In-Role dan Extra-Role Karyawan”, menyimpulkan bahwa tidak mendukung

adanya pengaruh positif openness to experience dan emotional stability pada

in-role performance. Penelitian ini juga tidak mendukung adanya pengaruh

positif emotional stability pada extra-role performance. Penelitian mendukung

adanya pengaruh positif openness to experience, conscientiousness, dan

extroversion pada extra-role performance. Selain itu, penelitian ini juga

mendukung adanya pengaruh positif conscientiousness, dan extroversion pada

in-role performance.

Penelitian yang dilakukan oleh Debora Eflina Purba dan Ali Nina Liche

Seniati pada tahun 2004 terkait dengan “Pengaruh Kepribadian dan Komitmen

Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior” menemukan bahwa

extroversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness

berpengaruh positif dan signifikan terhadap dimensi OCB karyawan.

Sedangkan emotional stability memiliki pengaruh yang negatif signifikan

Page 2: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

12

terhadap OCB karyawan. Hal ini disebabkan emosi stabil mampu menahan

diri sehingga tidak mengeluh terhadap kesalahan-kesalahan kecil yang

dilakukan pihak manajemen, dan mampu menorelir ketidaknyamanan yang

terjadi di tempat kerja. Variabel komitmen organisasi mempunyai pengaruh

positif dan signifikan terhadap OCB.

Ratno Purnomo dan Sri Lestari dalam penelitiannya tahun 2010

mengenai “Pengaruh Kepribadian, Self Efficacy, dan Locus Of Control

Terhadap Persepsi Kinerja Usaha Skala Kecil dan Menengah” menyimpulkan

bahwa kepribadian berpengaruh signifikan terhadap self efficacy tetapi tidak

signifikan terhadap locus of control. Variabel agreeableness dan self efficacy

berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha. Locus of control tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha.

Penelitian yang dilakukan oleh Roby Sambung pada tahun 2014 dengan

judul “Pengaruh Kepribadian terhadap Organizational Citizenship Behavior

(OCB) dengan Komitmen Organisasional sebagai Intervening (Studi Pada

Universitas Palangka Raya)” menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif

signifikan antara kepribadian terhadap organizational citizenship behavior

(OCB). Terdapat pengaruh positif signifikan antara kepribadian terhadap

komitmen organisasional. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara

komitmen organisasional terhadap organizational citizenship behavior.

Sedangkan untuk pengujian secara tidak langsung atau melalui variabel

intervening, hasilnya bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara

kepribadian terhadap organizational citizenship behavior melalui komitmen

organisasional.

Page 3: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

13

Atika Kusuma Wardani & Miftahun Ni’mah Suseno dalam

penelitiannya pada tahun 2012 yang berjudul “Faktor Kepribadian dan

Organizational Citizenship Behavior pada Polisi Pariwisata” menyatakan

bahwa ada hubungan positif antara extroversion dengan Organizational

Citizenship Behavior (OCB), antara agreeableness dengan Organizational

Citizenship Behavior (OCB) dan antara conscientiousness dengan

Organizational Citizenship Behavior (OCB). Sedangkan antara neuroticism

dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan opennes to

experience dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) tidak ada

hubungan yang positif.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin

melanjutkan penelitian Ratno Purnomo dan Sri Lestari dengan mengganti

variabel independennya menjadi OCB dengan objek penelitian karyawan

BMT Beringharjo wilayah Yogyakarta.

Page 4: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

14

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Penelitian/

Tahun

Judul Objek penelitian Metode

penelitian

Variabel yang diuji Kesimpulan

Wisnu

prayoga

(2011)

“Pengaruh

Kepribadian

(Taksonomi Big Five

Personality) pada

Kinerja In-Role dan

Extra-Role

Karyawan”

Staff administrasi

(non produksi)

pada beberapa

perusahan

manufaktur besar

di Yogyakarta,

Semarang, dan

Solo

Model

persamaan

struktural.

Pengujian

fit model

openness to

experience (X1)

conscientiousness

(X2)

extroversion (X3)

emotional stability

(X4)

in-role performance

(Y1)

extra-role

performance (Y2)

Tidak mendukung adanya

pengaruh positif openness to

experience dan emotional stability

pada in-role performance.

Tidak mendukung adanya

pengaruh positif emotional

stability pada extra-role

performance. Mendukung adanya

pengaruh positif openness to

experience, conscientiousness, dan

extroversion pada extra-role

performance. Mendukung adanya

pengaruh positif conscientiousness,

dan extroversion pada in-role

performance.

Page 5: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

15

Debora

Eflina

Purba dan

Ali Nina

Liche

Seniati

(2004)

“Pengaruh

Kepribadian dan

Komitmen

Organisasi terhadap

Organizational

Citizenship

Behavior”

Karyawan di

sebuah industri

proses yang

menerapkan sistem

tim kerja dan

sedang mengalami

perampingan

organisasi

Regresi

linier

berganda

Extraversion (X1)

Openness to

Experience (X2)

Aggreableness (X3)

Conscientiousness

(X4)

Emotional stability

(X5)

Komitmen organisasi

(X6)

Organizational

Citizenship Behavior

(Y)

Extraversion, openness to

experience, aggreableness, dan

conscientiousness berpengaruh

positif dan signifikan terhadap

dimensi OCB karyawan.

Sedangkan emotional stability

memiliki pengaruh yang negatif

signifikan terhadap OCB

karyawan. Variabel komitmen

organisasi mempunyai pengaruh

positif dan signifikan terhadap

OCB.

Ratno

Purnomo

dan Sri

Lestari

mengenai

(2010)

“Pengaruh

Kepribadian, Self

Efficacy, dan Locus

Of Control terhadap

Persepsi Kinerja

Usaha Skala Kecil

Usaha Mikro

Kecil dan

Menengah di

wilayah Banyumas

Analisis

regresi linier

berganda

Openness to

experience (X1)

Conscientiousnes (X2)

Extraversion (X3)

Aggreableness (X4)

Neuroticm (X5)

Variabel aggreableness dan self

efficacy berpengaruh signifikan

terhadap kinerja usaha.

Extraversion, openness to

experience, conscientiousness dan

locus of control tidak berpengaruh

Page 6: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

16

dan Menengah self efficacy (X6)

locus of control (X7)

Kinerja usaha (Y)

signifikan terhadap kinerja usaha.

Roby

Sambung

(2014)

“Pengaruh

Kepribadian

terhadap

Organizational

Citizenship Behavior

OCB dengan

Komitmen

Organisasional

sebagai Intervening

(Studi pada

Universitas Palangka

Raya)”

Seluruh PNS

administrasi pada

Universitas

Palangka Raya

Struktural

Equation

Model

(SEM)

dengan alat

analisis

Smart-PLS

Kepribadian (X1)

Komitmen

organisasional (Y1)

Organizational

Citizenship Behavior

(Y2)

Terdapat pengaruh positif

signifikan antara kepribadian

terhadap OCB. Terdapat pengaruh

positif signifikan antara

kepribadian terhadap komitmen

organisasional. Terdapat pengaruh

positif dan signifikan antara

komitmen organisasional terhadap

OCB. Terdapat pengaruh positif

signifikan antara kepribadian

terhadap OCB melalui komitmen

organisasional.

Atika

Kusuma

Wardani &

Miftahun

“Faktor Kepribadian

dan Organizational

Citizenship Behavior

pada Polisi

Bintara anggota

Polisi Pariwisata

Yogyakarta

Regresi

Linear

Berganda

Neuroticism (X1)

Extraversion (X2)

Opennes

to experience (X3)

ada hubungan positif antara

extraversion dengan OCB, antara

agreeableness dengan OCB dan

antara conscientiousness dengan

Page 7: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

17

Ni’mah

Suseno

(2012)

Pariwisata” Agreeableness (X4)

Conscientiousnes (X5)

Organizational

Citizenship Behavior

(Y)

OCB. Sedangkan antara

neuroticism dengan OCB dan

opennes to experience dengan

OCB tidak ada hubungan yang

positif.

Nur Azizah

Khumairoh

(2016)

“Pengaruh

Kepribadian, Self

Efficacy, dan Locus

of Control terhadap

Organizational

Citizenship Behavior

Pada BMT

Beringharjo

Yogyakarta”

Karyawan BMT

Beringharjo

Yogyakarta

Regresi

Linear

Berganda

Extraversion (X1)

Emotional Stability

(X2)

Conscientiousnes (X3)

Opennes to experience (X4)

Self Efficacy (X5)

Locus Of Control (X6)

Organizational

Citizenship Behavior

(Y)

Sedangkan secara parsial ada

pengaruh yang positif signifikan

anatara kepribadian extroversion,

emotional stability, dan self

efficacy.Variabel conscientiousness

dan openness to experience tidak

berpengaruh terhadap OCB.

Variabel locus of control

mempunyai pengaruh yang negatif

signifikan terhadap OCB.

Page 8: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

18

B. Kerangka Teori

1. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

OCB adalah perilaku individu yang bebas memilih, tidak diatur secara

langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan formal, dan secara bertingkat

mempromosikan fungsi organisasi yang efektif (Luthans, 2006, p. 251).

Dasar kepribadian untuk OCB merefleksikan ciri-ciri karyawan yang

kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh. Dasar sikap

mengindikasikan bahwa karyawan terlibat dalam OCB untuk membalas

tindakan organisasi yang diterimanya. Jika perlakuan organisasi terhadap

karyawan dinilai baik, maka karyawan akan memberikan balasan dengan

melaksanakan kinerja dengan baik atau bahkan lebih baik.

Perilaku OCB adalah perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari

kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya

organisasi tersebut secara efektif (Sudaryono, 2014, p.172). Organisasi yang

sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas

biasa mereka yang akan memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam

dunia kerja yang dinamis seperti sekarang ini, di mana tugas semakin sering

dikerjakan dalam tim dan fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi

membutuhkan karyawan yang akan memperlihatkan perilaku kewargaan yang

baik, seperti membantu individu lain dalam tim, mengajukan diri untuk

melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu,

menghormati isi peraturan, serta dengan besar hati mentoleransi kerugian dan

gangguan terkait dengan pekerjaan yang kadang terjadi (Robbins, 2004).

Page 9: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

19

OCB yang berbentuk perilaku extra-role berbeda dengan perilaku in-

role yang pada umumnya sesuai dengan job description karyawan. Jika pada

perilaku in-role karyawan akan diberi penghargaan ataupun hukuman, maka

perilaku extra-role tidak berhubungan secara langsung dengan penghargaan

yang akan didapatkan, sehingga OCB berkaitan dengan perilaku yang ada

pada diri pribadi karyawan. Saat seorang karyawan melakukan OCB, maka ia

akan merasakan kepuasan, akan tetapi jika tidak melakukannya, karyawan

tersebut tidak akan mendapatkan hukuman.

Penelitian Podsakoff et.al (1998) menyatakan OCB dapat

mempengaruhi keefektifan organisasi karena beberapa alasan (Fitriastuti,

2013, p. 103):

1) OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja.

2) OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial.

3) OCB dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumberdaya

organisasional untuk tujuan-tujuan produktif.

4) OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumberdaya

organisasional untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan.

5) OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas

koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok

kerja.

6) OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan

mempertahankan SDM handal dengan memberikan kesan bahwa

organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik.

7) OCB dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

Page 10: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

20

8) OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi

terhadap perubahan-perubahan lingkungan bisnisnya.

Jadi, Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah kontribusi

pekerja “di atas dan lebih dari” job description formal, yang dilakukan secara

sukarela, yang secara formal tidak diakui oleh sistem reward, dan memberi

kontribusi pada keefektifan dan keefisienan fungsi organisasi.

a. Dimensi OCB

Istilah Organizational Citizenship Behavior OCB pertama kali

diajukan oleh Organ (1990: 43-72) yang mengemukakan lima dimensi

primer dari OCB yaitu:

1) Altruism, yaitu mengacu pada perilaku ingin membantu yang ditujukan

kepada individu di dalam organisasi, di mana hal ini sangat

menguntungkan perusahaan. Sebuah contoh dari altruism adalah

membantu rekan kerja yang kewalahan dalam pekerjaan.

2) Conscinetiousness, mengacu pada perilaku yang menguntungkan

organisasi. Hal ini pada dasarnya melakukan peran yang seharusnya

dilakukan seseorang dalam organisasi. Contoh dari tipe OCB ini

termasuk tidak membuang waktu, tepat waktu dan kehadiran di atas

aturan yang seharusnya.

3) Civic Virtue, partisipasi bertanggung jawab dalam proses politik dari

organisasi. Contoh dari civic virtue termasuk menghadiri rapat,

menjaga kesamaan cara pandang dari keputusan dan isu-isu organisasi,

dan mengemukakan pendapat. Setiap anggota terlibat dalam kegiatan-

kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi.

Page 11: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

21

4) Sportsmanship, mengacu pada toleransi terhadap ketidaknyamanan

dan hal-hal yang mengganggu dari kehidupan organisasi tanpa

mengeluh dan merasa diperlakukan tidak adil.

5) Courtesy, adalah membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah

sehubungan dengan pekerjaan dengan cara memberikan konsultasi dan

informasi serta menghargai kebutuhan mereka. Perilaku meringankan

problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi

orang lain.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi OCB

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup

kompleks dan saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara

lain adalah budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati

(mood), persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi tehadap

kualitas interaksi atasan bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin.

(Rohayati, 2014, p. 24).

1) Budaya dan Iklim Organisasi

Terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya

organisasi merupakan suatu kondisi awal yang utama yang memicu

terjadinya OCB. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan

merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah

disyaratkan dalam job description, dan akan selalu mendukung tujuan

organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif

dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan

secara adil oleh organisasinya.

Page 12: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

22

2) Kepribadian dan Suasana Hati (Mood)

Kepribadian dan suasuana hati (mood) mempunyai pengaruh

terhadap timbulnya perilaku OCB secara individual maupun

kelompok. Kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga

dipengaruhi oleh mood. Kepribadian merupakan suatu karakteristik

yang secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan suasana hati

merupakan karakteristik yang dapat berubah-ubah. Sebuah suasana

hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk

membantu orang lain.

3) Persepsi terhadap Dukungan Organisasional

Karyawan yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi

akan memberikan timbal baliknya (feed back) dan menurunkan

ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam

perilaku citizenship.

4) Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Interaksi atasan bawahan yang berkualitas tinggi akan

memberikan dampak seperti meningkatnya kepuasan kerja

produktivitas dan kinerja karyawan. Interaksi atasan-bawahan

berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif

terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa

atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi.

5) Masa Kerja

Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan

memiliki kedekatan dan keterikatan yang kuat terhadap organisasi

Page 13: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

23

tersebut. Masa kerja yang lama juga akan meningkatkan rasa percaya

diri dan kompetensi karyawan dalam melakukan pekerjaannya, serta

menimbulkan perasaan dan perilaku positif terhadap organisasi yang

mempekerjakannya.

6) Jenis Kelamin (Gender)

Perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita, di

mana wanita menganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-

role mereka dibanding pria. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa

wanita cenderung menginternalisasi harapan-harapan kelompok, rasa

kebersamaan dan aktivitas-aktivitas menolong sebagai bagian dari

pekerjaan mereka.

2. Kepribadian Big Five

Sesuatu yang melekat pada individu yang sifatnya tidak dapat berubah-

ubah atau stabil dari waktu ke waktu disebut dengan kepribadian. Kepribadian

seseorang adalah seperangkat karakteristik yang relatif mantab.

Kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk oleh faktor

keturunan dan oleh faktor-faktor sosial, kebudayaan, dan lingkungan.

Perangkat variabel ini menentukan persamaan dan perbedaan individu

(Sofyadi & Garniwa, 2007).

Kepribadian adalah salah satu faktor khas dan unik dari seseorang yang

mendasari perilaku karyawan ditempat kerja. Menurut Robbins (2003)

kepribadian itu pada dasarnya merupakan satu kesatuan sistem fisik dan

psikologis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian uniknya

terhadap lingkungan (Sudaryono, 2014, p.172).

Page 14: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

24

Secara garis besar faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian

menurut Gibson et.al (2006) adalah hereditas (genetika) dan (environment)

lingkungan (Sudaryono, 2014, p.174). Kepribadian individu dipengaruhi oleh

banyak faktor diantaranya dipengaruhi oleh kekuatan budaya yaitu: norma-

norma, nilai budaya dan sikap. Selain itu budaya juga dipengaruhi oleh faktor

kekuatan hereditas diantaranya: biologis, gender, atribut fisik, dan genetik.

Kepribadian juga dipengaruhi oleh faktor kekuatan kelas sosial dan anggota

kelompok lain seperti rekan, teman-teman, rujukan pribadi, dan lain-lain

(Sudaryono, 2014, p.174).

“Kepribadian” merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

banyak perasaan dan perilaku. Secara harfiah, ratusan dimensi kepribadian

telah diidentifikasikan oleh psikolog dalam 100 tahun terakhir. Akan tetapi 25

tahun terakhir, telah muncul kesepakatan bahwa secara umum, kepribadian

manusia dapat digambarkan oleh lima dimensi atau faktor. Dimensi

kepribadian “big five” mencangkup (Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006,

p. 95): extroversion (keterbukaan terhadap lingkungan sosial dan fisik),

emotional stability (stabilitas emosional), agreeableness (kesetujuan),

conscientiousness (pengaturan diri) dan openness to experience (keterbukaan

terhadap pengalaman).

a) Extroversion

Extroversion merujuk pada kecenderungan orang untuk

bersosialisasi, asertif, suka berteman, penuh dengan energi, antusias,

kepribadian yang tegas dan pasti, ramah, dan aktif berbicara (Ivancevich,

Konopaske, Matteson 2006, p. 95). Orang yang memiliki tingkat

Page 15: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

25

extroversion tinggi cenderung senang berbicara dan berinteraksi dengan

rekan kerja dan mereka mencari pekerjaan yang memiliki interaksi sosial

yang tinggi. Seseorang dengan tingkat extroversion yang tinggi

cenderung berpandangan positif baik terhadap diri sendiri maupun

terhadap orang lain dan lingkungan masyarakat sekitar (Sobirin, 2006, p.

2.19).

Penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki sifat

memperhatikan lingkungan sosial dan fisik cenderung berprestasi baik

dalam program pelatihan dan cenderung untuk memiliki tingkat kepuasan

kerja yang lebih tinggi. Kebalikannya, individu dengan extroversion yang

rendah memiliki kepribadian antara lain: pendiam, pemalu, sukar

bergaul, dan tidak terlalu bergairah. Individu dengan kepribadian ini

disebut juga memiliki kepribadian introversion.

Hubungan antara OCB dengan kepribadian menurut Purba dan

Seniati (2004: 109) adalah bahwasannya untuk mampu menjadi teman

yang baik bagi rekan kerja atau anggota baru, anggota harus memiliki

perilaku extroversion yang tinggi, yang berarti mudah bergaul, banyak

teman, banyak bicara, dan aktif.

b) Emotional stability

Emotional stability merupakan kecenderungan seseorang

mengalami keadaan emosi yang positif seperti merasa aman secara

psikologis, tenang, dan santai (Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006, p.

95). Di lain pihak, kecemasan, depresi, kemarahan, dan rasa malu

merupakan karakteristik dari stabilitas emosional yang rendah lebih

Page 16: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

26

mungkin untuk mengalami stress yang berhubungan dengan pekerjaan.

Walau hubungan antara stabilitas emosional dan kinerja pekerjaan tidak

terbukti sebagai suatu hubungan yang kuat, terdapat beberapa temuan

penelitian yang berkaitan dengan perilaku kerja yang lain, sebagai contoh,

suatu meta analisis (studi penelitian besar yang menganalisis hasil

beberapa studi sebelumnya) yang dilakukan oleh Barrick dan Mount

(1991: 1-26) menemukan bahwa tingkat stabilitas emosional yang rendah

berhubungan dengan tingkat motivasi karyawan yg rendah.

Hubungan antara emotional stability dengan OCB menurut Purba

dan Seniati (2004; 109) adalah bahwa emotional stability

mengindikasikan orang yang memiliki emosi stabil mampu menahan diri

sehingga tidak mengeluh terhadap kesalahan-kesalahan kecil yang

dilakukan pihak manajemen, dan mampu menorelir ketidaknyamanan

yang terjadi di tempat kerja.

c) Agreeableness

Agreeableness merupakan sifat individu seperti bersikap hormat,

memberi maaf, toleran, percaya, dan berhati lunak. Individu yang

menggambarkan tingkat agreeableness tinggi akan mempunyai sifat

penuh perhatian, ramah, membantu, dan kompromistis dengan

kepentingannya (Sudaryono, 2014, p.176). Karyawan yang digambarkan

sebagai “seseorang yang mudah setuju dengan orang lain” adalah orang

yang memiliki agreeableness yang tinggi.

Agreeableness merupakan suatu dimensi yang dapat menjadikan

seseorang sebagai anggota tim yang afektif dan dapat memperoleh

Page 17: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

27

prestasi pada pekerjaan di mana mengembangkan dan mempertahankan

hubungan interpersonal yang baik merupakan hal yang penting. Individu

yang rendah dalam agreeableness sering digambarkan sebagai seseorang

yang kasar, dingin, tidak peduli, tidak simpatik, dan antagonis. Jika

seseorang secara umum sangat disukai orang lain, cenderung memiliki

tingkat kepedulian yang tinggi kepada orang lain dan berpengaruh

terhadap orang lain, pertanda bahwa orang tersebut memiliki tingkat

agreeableness yang tinggi.

d) Conscientiousness

Conscientiousness ditujukan kepada mereka yang digambarkan

sebagai seseorang yang dapat diandalkan, terorganisir, menyeluruh,

disiplin, dan bertanggung jawab (Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006,

p. 95). Individu yang memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi juga

cenderung tekun, bekerja keras, dan senang mencapai dan menyelesaikan

berbagai hal. Tidaklah sulit untuk memahami mengapa kualitas ini sangat

dihargai oleh semua organisasi.

Karyawan yang rendah dalam hal conscientiousness cenderung

jorok, ceroboh, tidak efisien, bahkan malas. Dari perspektif penelitian,

conscientiousness merupakan dimensi yang paling erat kaitannya dengan

kinerja pekerjaan. Secara terpisah, karyawan yang memiliki tingkat

conscientiousness yang tinggi berkinerja lebih baik di beragam pekerjaan.

Penelitian yang baru juga menunjukkan bahwa individu yang memiliki

tingkat conscientiousness yang tinggi cenderung menunjukkan tingkat

motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi.

Page 18: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

28

Hubungan antara conscientiousness dengan OCB menurut Purba

dan Seniati (2004; 109) mengatakan bahwa karyawan yang bersedia

bekerja keras dan menyelesaikan pekerjaannya hingga tuntas dan

memiliki serta menjalankan prinsip-prinsip etika dalam melakukan

pekerjaannya cenderung tidak terpengaruh jika rekan kerjanya

mendapatkan hak istimewa dari atasan yang tidak didapatkannya, tetap

antusias dan sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan dan sukarela

mengambil tanggung jawab ekstra dalam pekerjaan.

e) Openness to experience

Dimensi kepribadian yang terakhir adalah openness to experience.

Dimensi ini merefleksikan sejauh mana seorang individu memiliki minat

yang luas dan bersedia mengambil resiko (Ivancevich, Konopaske,

Matteson 2006, p. 96). Sikap spesifik yang mencakup openness to

experience misalkan rasa ingin tahu, pemikiran terbuka, intelegensi

kreatifitas, bersedia menerima ide-ide baru, memiliki daya imajinasi yang

hidup, menghargai seni dan keindahan (Sudaryono, 2014, p.174).

Orang yang mempunyai tingkat openness to experience yang tinggi

cenderung berhasil dalam pekerjaan di mana perubahan terjadi secara

terus menerus dan inovasi merupakan hal penting (Ivancevich,

Konopaske, Matteson 2006, p. 96). Individu memiliki tingkat openness to

experience yang rendah misalkan tidak imajinatif, konvensional, dan

terikat kebiasaan di mana perubahan dan inovasi merupakan hal yang

penting bagi kelangsungan hidup organisasi, kemudian kurang menerima

ide-ide baru, dan kurang bersedia untuk mengubah pikirannya.

Page 19: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

29

Agar perilaku openness to experience ini dapat menjadikan

seseorang berhasil dalam menjalankan pekerjaannya maka organisasi

atau perusahaan harus menghilangkan hambatan yang mungkin

mengganggu upaya karyawan dalam bekerja. Itulah sebabnya karyawan

dengan tingkat openness to experience yang tinggi biasanya lebih suka

untuk mendirikan usaha sendiri karena dengan mendirikan usaha sendiri

karena diyakini dapat berinovasi sekehendak sendiri, dapat mengambil

resiko, dan mengurangi hambatan yang mungkin akan ditemui jika

bekerja di perusahaan-perusahaan besar (Sobirin, 2006, p. 2.18).

Hubungan antara openness to experience dengan OCB menurut

Purba dan Seniati (2004; 109) tingkat opennesss to experience yang

tinggi mempunyai ciri antara lain memiliki sikap ingin tahu yang tinggi,

empati, dan kreatif. Oleh karena itu karyawan dengan tingkat opennesss

to experience yang tinggi ini akan membantu rekan kerja menyelesaikan

masalah mereka dan membantu organisai mencapai tujuan.

3. Self Efficacy

Self-efficacy berhubungan dengan keyakinan pribadi mengenai

kompetensi dan kemampuan diri. Secara spesifik, hal tersebut merujuk pada

keyakinan seseorang terhadap kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas

secara berhasil. Individu dengan tingkat self-efficacy yang tinggi sangat yakin

dalam kemampuan bekerja mereka (Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006,

p. 97).

Self-efficacy adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang

kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya

Page 20: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

30

mempengaruhi cara mereka berperilaku. Dalam teori sosial kognitif,

menyatakan bahwa self-efficacy ini membantu seseorang dalam menentukan

pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang mereka

tunjukkan dalam mengahadapi kesulitan, dan derajat kecemasan atau

ketenangan yang mereka alami saat mereka mempertahankan tugas-tugas

yang mencakupi kehidupan mereka. Selanjutnya, self-efficacy merupakan

keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil

yang positif.

Definisi formal self efficacy yang biasanya digunakan adalah

pernyataan Bandura mengenai penilaian (judgment) atau keyakinan pribadi

tentang “seberapa baik seseorang dapat melakukan tindakan yang diperlukan

untuk berhubungan dengan situasi prospektif”.

Efikasi diri adalah keyakinan seseorang terkait dengan kompetensi

yang dimilikinya dalam hal mengorganisir dan menjalanan serangkaian

aktivitas kerjanya sehingga mampu meraih harapan-harapan dan hasil yang

diinginkan (Bandura, 1997). Dengan demikian individu akan mampu

melakukan analisa sejauh mana target yang ingin ia raih serta bagaimana

langkah yang harus ia lakukan guna meraih target tersebut.

Teori efikasi diri juga dikenal sebagai teori kognitif sosial, hal ini

mengacu pada keyakinan individu bahwa dia mampu untuk melaksanakan

tugas. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi diri yang rendah lebih

cenderung untuk mengurangi upaya mereka atau menyerahkan sekaligus,

sementara itu orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha dengan

lebih keras untuk menguasai tantangan (Robbins & Judge, 2015, p.139).

Page 21: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

31

Orang berefikasi tinggi berfokus pada peluang yang layak dikejar dan

melihat rintangan sebagai hal yang dapat diatasi. Melalui kecerdasan dan

daya tahan, mereka mencari cara untuk mengendalikan, bahkan dalam

lingkungan dengan peluang terbatas dan banyak hambatan. Orang yang ragu-

ragu diam dalam kesulitan karena mereka memandang rintang sebagai

sesuatu yang tidak dapat mereka kontrol dan dengan mudah meyakinkan diri

sendiri bahwa usaha mereka akan sia-sia. Mereka mencapai kesuksesan yang

terbatas, bahkan dalam lingkungan dengan banyak kesempatan.

Hubungan antara self efficacy dengan OCB menurut Devina (2014:

117) keyakinan karyawan terhadap kompetensi pribadi atas perilaku yang

dilakukan akan mendorong mereka melakukan tugasnya dengan baik, bahkan

secara konsisten menolong dan membantu karyawan lain dalam menjalankan

tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu, kemampuan dalam mengatur

lingkungan pekerjaan akan menjadikan karyawan berperilaku melebihi

tuntutan peran karena mereka berusaha memberikan hasil yang terbaik.

a. Dimensi-dimensi Self-Efficacy

Terdapat tiga aspek dari self-efficacy pada diri manusia (Ivancevich,

Konopaske, Matteson 2006, p. 97), yaitu:

1) Tingkatan (Level)

Merujuk pada tingkatan kesulitan tugas yang diyakini dapat

ditangani oleh individu. Adanya perbedaan self-efficacy yang dihayati

oleh masing-masing individu mungkin dikarenakan perbedaan

tuntutan yang dihadapi. Tuntutan tugas mempresentasikan bermacam-

Page 22: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

32

macam tingkat kesulitan atau kesukaran untuk mencapai performansi

optimal.

2) Keadaan Umum (Generality)

Merujuk pada apakah keyakinan berkenaan dengan besarnya self

efficacy kuat atau lemah. Individu mungkin akan menilai diri merasa

yakin melalui bermacam-macam aktivitas atau hanya dalam daerah

fungsi tertentu. Pengukuran berhubungan dengan daerah aktivitas dan

konteks situasi yang menampakkan pola dan tingkat generality yang

paling mendasar berkisar tentang apa yang individu susun pada

kehidupan mereka.

3) Kekuatan (Strength)

Merujuk seberapa luas situasi di mana keyakinan terhadap

kemampuan tersebut berlaku. Pengalaman memiliki pengaruh

terhadap self-efficacy yang diyakini seseorang. Individu yang

memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuan mereka akan teguh

dalam berusaha untuk menyampingkan kesulitan yang dihadapi.

b. Sumber efikasi diri

Sumber utama efikasi diri adalah sebagai berikut:

1. Pengalaman penguasaan atau pencapaian kinerja

Inilah yang paling kuat dalam membentuk keyakinan efikasi

karena merupakan informasi langsung mengenai kesuksesan. Akan

tetapi perlu ditekankan bahwa pencapaian kinerja tidak berarti sama

dengan efikasi diri. Pengalaman yang diperoleh melalui usaha terus

menerus dan kemampuan untuk belajar membentuk efikasi yang kuat

Page 23: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

33

dan fleksibel. Akan tetapi efikasi yang dibangun dari kesuksesan yang

datang dengan mudah tidak akan bertahan ketika muncul berbagai

kesulitan dan efikasi tersebut akan berubah dengan cepat (Luthans,

2006, p. 601).

2. Pengalaman pribadi atau pemodelan

Seperti halnya idividu yang tidak perlu mengalami secara langsung

perilaku personal yang memperkuat pembelajaran (mereka belajar

sendiri dengan mengamati dan melihat orang lain yang relevan).

Luthans (2006: 601) mengatakan jika orang melihat orang lain seperti

dirinya yang berhasil karena berusaha keras, mereka yakin bahwa

mereka juga punya kapasitas untuk sukses.

3. Persuasi sosial

Keyakinan seseorang atas efikasi mereka dapat diperkuat melalui

pengaruh orang lain yang kompeten dan dihormati sehingga mereka

mendapatkan apa yang diperlukan dan memberikan umpan balik yang

positif pada perkembangan yang terjadi dalam tugas (Luthans, 2006, p.

601).

4. Peningkatan fisik dan psikologis

Orang sering mengandalkan perasaan mereka, secara fisik dan

emosi untuk menilai kapabilitas mereka. Luthans (2006: 601)

mengatakan jika ada hal-hal negatif (misalnya, orang sangat lelah,

tidak sehat secara fisik, cemas, depresi, atau merasa tertekan), maka

hal tersebut akan mengurangi efikasi. Begitu pula sebaliknya jika

keadaan fisik dan mental dalam keadaan baik maka efikasi juga akan

Page 24: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

34

baik. Kesimpulannya, jika individu berada dalam kondisi mental dan

fisik yang sehat maka hal ini merupakan titik awal yang baik untuk

membagun efikasi.

4. Locus Of Control

Locus of control (pusat pengendalian) menentukan tingkatan sampai

mana individu meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang

terjadi pada mereka (Moorhead & Griffin, 2013, p. 67). Beberapa orang

merasa yakin bahwa mereka mengatur dirinya sendiri secara sepenuhnya.

Bahwa mereka merupakan penentu dari nasib mereka sendiri dan memiliki

tanggung jawab pribadi untuk apa yang terjadi terhadap diri mereka

(Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006, p. 97).

Ketika seseorang bekerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal

tersebut disebabkan oleh usaha atau keterampilan mereka. Mereka

digolongkan sebagai internal locus of control. Sebagian lain memandang

dirinya secara tak berdaya diatur oleh nasib, dikendalikan oleh kekuatan dari

luar, mereka hanya mempunyai sangat sedikit pengaruh. Kalau mereka

berkinerja baik, mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh

keberuntungan atau karena tugas tersebut merupakan tugas yang mudah.

Mereka digolongkan eksternal locus of control (Ivancevich, Konopaske,

Matteson 2006, p. 97). Dalam organisasi, internal biasanya tidak memerlukan

pengawasan sebanyak eksternal, karena mereka lebih mungkin untuk

meyakini bahwa perilaku kerja mereka akan mempengaruhi hasil kinerja,

promosi, dan gaji.

Page 25: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

35

Individu dengan internal locus of control cocok dengan pekerjaan

terkait dengan kompleksitas pekerjaan, tuntutan informasi yang rumit,

pekerjaan yang membutuhkan inisiatif, kreatifitas, motivasi yang tinggi, dan

jiwa kepemimpinan. Sedangkan individu dengan eksternal locus of control

sesuai dengan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin, statis, dan penuh

kontrol dari atasan (Purnomo dan Lestari, 2010, p. 148).

Suatu studi menemukan bahwa karyawan yang terkontrol secara

internal lebih puas dengan pekerjaan mereka, akan lebih mungkin berada

dalam posisi manajerial dan lebih puas dengan gaya manajemen partisipatori

daripada karyawan yang merasa kontrol eksternal. Luthans (2006: 210)

mengemukakan bahwa studi lain menemukan manajer yang terkontrol secara

internal menunjukkan kinerja yang baik, lebih memperhatikan bawahan,

cenderung tidak gagal, melakukan gaya tindakan eksekutif yang lebih

strategis, mengembangkan sikap dalam waktu yang panjang setelah promosi,

dan memberikan impresi yang paling positif dalam wawancara penerimaan

karyawan.

5. Manajemen Sumber Daya Insani

Manajemen sumber daya insani adalah suatu ilmu atau cara mengatur

hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh

individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal

sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan

masyarakat menjadi maksimal (Hardana, 2015, p. 115).

Sumber daya insani merupakan kekuatan terbesar dalam pengolahan

seluruh sumber daya yang ada di muka bumi. Manusia diciptakan oleh Allah

Page 26: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

36

SWT sebagai khalifah di bumi untuk mengelola bumi dan sumber daya yang

ada di dalamnya demi kesejahteraan manusia sendiri, makhluk dan seluruh

alam semesta, karena pada dasarnya seluruh ciptaan Allah yang ada di muka

bumi ini sengaja diciptakan oleh Allah untuk kemaslahatan umat manusia.

Hal ini sangat jelas ditegaskan oleh Allah dalam al-Quran surat Al-Jatsiyah

ayat 13:

إن في ذالك ألیت لقوم یتفكرون .وسخر لكم ما في السموت وما في األرض جمیعا منھ

Unsur manajemen sumber daya insani adalah manusia. Manajemen

sumber daya insani juga menyangkut desain dan implementasi sistem

perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan

karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan

yang baik (Hardana, 2015, p. 115). Manajemen sumber daya insani

melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang mempengaruhi

secara langsung sumber daya insaninya.

Manajemen sumber daya insani adalah suatu proses menangani

berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan

tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau

perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit

yang biasanya mengurusi SDM adalah departemen sumber daya insani atau

dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department.

Manajemen sumber daya insani adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan

peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan

perusahaan, karyawan dan masyarakat (Hasibuan, 2004, p.244).

Page 27: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

37

Al Qur’an menerangkan bahwa manusia merupakan makhluk yang

tercipta sempurna dan memiliki banyak potensi dalam dirinya yaitu pada

surat Ar-Rum 30:

ذالك الدین ,ال تبدیل لخلق هللا. الناس علیھا فطرت هللا التى فطر ,فأقم وجھك للدین حنیفا

.القیم ولكن أكثر الناس ال یعلمون

Ayat tersebut memerintahkan agar umat manusia cenderung kepada

agama Allah, yaitu dengan cara mengikhlaskan diri dan orang-orang yang

mengikuti untuk menjalankan agama-Nya. Rasulullah SAW juga

mempertegas bahwa selain memiliki potensi fitrah, manusia juga memiliki

potensi kesucian, yaitu bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan suci.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda dari Abu Hurairah, sesungguhnya

dia berkata: Rasulullah Saw bersabda (Lidwa shohih bukari, 1296):

قال النبي صلى هللا علیھ وسلم كل مولود یولد على الفطرة فأبواه یھودانھ أو

ینصرانھ أو یمجسانھ كمثل البھیمة تنتج البھیمة ھل ترى فیھا جدعاء

Empat pijakan dasar dalam pengelolaan SDI (Jusmaliani, 2011, p. 14-

24) adalah sebagai berikut:

a) Kesadaran bahwa manusia adalah abdi Allah (Abdullāh) dan sekaligus

khalīfah-Nya.

Setiap manusia mempunyai kesadaran bahwa manusia diciptakan

untuk beribadah dan mengabdi pada Allah. Pengelolan SDI perusahaan

sebaik mungkin mendatangkan manfaat bagi sumber daya insani yang ada

di dalamnya. Manusia adalah pemegang amanah di muka bumi. Ini

tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab 72:

Page 28: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

38

إن عرضنا األمانة على السموات واألرض والجبال فأبین أن یحملنھا وأشفقن منھا

وحملھا اإلنسان إنھ كان ظلوما جھوال

Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap manusia adalah khalifah

pemegang amanah di muka bumi. Setiap manusia di dunia ini pasti

memikul amanah, apakah dia menyadari atau tidak amanah tersebut.

Ketika kesadaran akan sebuah amanah telah tumbuh maka akan ada

segenap usaha untuk mejalaninya secara total karena amanah yang dipikul

tentulah ada pertanggung jawabannya di hari akhir kelak.

b) Konsep adil

Adil dalam bahasa arab mengandung arti “sama”, terutama dalam

hal immateriil. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata adil diartikan tidak

berat sebelah/ tidak memihak, berpihak pada kebenaran, dan sepatutnya /

tidak sewenang-wenang. Allah memerintahkan untuk berlaku adil, seperti

yang tertera pada QS Al-Maidah 8:

یأیھا الذین ءامنوا كونوا قوامین � شھداء بالقسط وال یجرمنكم شنأن قوم على أال

إن هللا خبیر بما تعملون ,إعدلوا ھو أقرب للتقوى واتقوا �,تعدلوا

Ayat tersebut Allah memerintahkan seluruh umat manusia untuk

berlaku adil, bukan hanya antar sesama umat muslim, akan tetapi berlaku

juga terhadap orang-orang yang berada di luar agama Islam. Orang yang

berperilaku adil dapat diibaratkan sebagai sebuah tempat berteduh dan

berlindung bagi orang-orang yang teraniaya. Orang-orang yang telah

memahami dan mengamalkan firman Allah tentang berbuat adil, mereka

akan berbuat sesuai dengan apa yang telah digariskan Allah. Penegakan

kebenaran dan keadilan yang dilakukan tidaklah terhalang oleh perbedaan

status sosial, kekerabatan, atau perbedaan agama.

Page 29: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

39

c) Tujuan organisasi dan tujuan individu SDI

Tujuan individu dan tujuan organisasi harus sejalan jika tidak maka

akan lebih sulit mengelola sumber daya insani yang ada di dalam

organisasi perusahaan tersebut. Pendekatan yang islami mengatakan

bahwa tujuan hidup setiap manusia pada akhirnya adalah Allah SWT

apapun pekerjaan dan profesi yag dipegang.

d) Acuan dalam SDI: Karakter Rasulullah

Kita sebagai umat nabi Muhammad wajib untuk meneladani sifat-

sifat yang baik dari Rasulullah. Rasulullah disebut sebagai uswatun

hasanah yang artinya teladan yang baik. Sifat-sifat wajib bagi Rasul

adalah Siddīq (benar dan jujur), Amᾱnah (terpercaya), Fatᾱnah (Cerdas),

Tablīg (Menyampaikan).

C. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Kepribadian Extroversion terhadap OCB Karyawan BMT

Beringharjo Yogyakarta

Extroversion berkaitan dengan kemampuan seseorang bersosialisasi.

Orang dengan tingkat extroversion tinggi biasanya suka berbicara, ceria,

optimis, cenderung suka memimpin, aktif dan mudah bersosialisi

(Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006, p. 95). Penelitian Purba &

Seniati tentang OCB menemukan bahwa extroversion berpengaruh positif

dan signifikan terhadap OCB total (Purba & Seniati, 2004, p. 109).

Karakteristik lain orang dengan extroversion tinggi adalah mudah

bersosialisasi, bersedia mempercayai orang lain, dan mempengaruhi

Page 30: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

40

kesediannya untuk mendukung rekan kerjanya, sehingga dirumuskan

hipotesis:

Ha1: Extroversion karyawan berpengaruh positif signifikan

terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan

BMT Beringharjo.

2. Pengaruh Kepribadian Emotional Stability terhadap OCB Karyawan BMT

Beringharjo Yogyakarta

Emotional stability dicirikan dengan orang yang tidak mudah

khawatir, tidak mudah takut, jarang merasa rendah diri, tahan uji, tidak

mudah stress, easy going, dan tetap tenang dalam menghadapi segala

sesuatu, dan lebih mudah mempercayai orang lain (Barrick dan Mount,

1991, p. 1-26). Penelitian Indarti, Hedriani, dan Mahda tentang kinerja

pegawai pada kantor regional XII BKN Pekanbaru menemukan bahwa

emotional stability berpengaruh tetapi tidak signifikan. Hal ini membuat

orang semakin mau mendukung rekan kerjanya, sehingga dapat

dirumuskan hipotesis:

Ha2: Emotional stability karyawan berpengaruh positif terhadap

Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan BMT

Beringharjo.

3. Pengaruh Kepribadian Conscientiousness terhadap OCB Karyawan BMT

Beringharjo Yogyakarta

Conscientiousness sering kali diartikan sebagai kompetensi

personal, kepatuhan disiplin diri, memiliki tujuan yang jelas, memiliki

tekad yang kuat, tepat waktu, terencana, mampu bekerja secara efektif,

Page 31: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

41

mampu memotivasi diri sendiri, dan dapat diandalkan (Barrick dan Mount,

1991, p. 1-26). Karaketristik lain orang dengan tingkat conscientiousness

yang tinggi, dapat diandalkan dan akan mempunyai trust yang dapat

diperoleh seseorang dari rekan kerjanya. Hal ini menyebabkan semakin

tingginya tingkat conscientiousness seseorang, akan semakin dipercaya

rekan kerjanya. Prajoga dalam penelitiannya tentang kinerja in-role dan

extra-role karyawan menemukan bahwa conscientiousness berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja extra-role karyawan atau OCB

(Prajoga, 2011, p. 105). Oleh karena itu dirumuskan hipotesis:

Ha3: Conscientiousness karyawan berpengaruh positif signifikan

terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan

BMT Beringharjo.

4. Pengaruh Kepribadian Openness to Experience terhadap OCB Karyawan

BMT Beringharjo Yogyakarta

Openness to experience berkaitan dengan kemampuan seseorang

menghadapi atau menerima hal baru. Semakin tinggi tingkat openness to

experience, seseorang akan memiliki tingkat keterbukaan yang semakin

tinggi terhadap hal baru dan juga memiliki pikiran yang terbuka (open

minded), memiliki keingintahuan yang besar dan suka mencoba hal-hal

yang baru. Seseorang yang berpikiran terbuka, menyukai hal baru, dan

siap menerima perubahan akan memiliki kebersamaan yang baik dengan

rekan kerja (Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006, p. 96). Purba &

Seniati dalam penelitiannya tentang OCB menemukan bahwa openness to

Page 32: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

42

experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB total (Purba

& Seniati, 2004, p. 109). Oleh karena itu dirumuskan hipotesis:

Ha4: Openness to experience karyawan berpengaruh positif

signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada

karyawan BMT Beringharjo.

5. Pengaruh Self Efficacy terhadap OCB Karyawan BMT Beringharjo

Yogyakarta

Self efficacy merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan

dirinya melakukan sesuatu atau pekerjaan yang menjadi tanggung

jawabnya. Seseorang degan self efficacy yang tinggi akan merasa bahwa

dirinya mampu dan optimis untuk menyelesaikan pekerjaan dan tanggung

jawabnya (Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006, p. 97). Sebaliknya,

orang dengan self efficacy yang rendah akan merasa bahwa dirinya tidak

mampu dan pesimis untuk menyelesaikan pekerjaan dan tanggung

jawabnya. Dalam penelitian Widjajani, Wiyono, dan Romadoni tentang

OCB pada karyawan rumah sakit golongan D di wilayah DIY ditemukan

bahwa self efficacy berpengaruh signifikan terhadap OCB (Widjajani,

Wiyono, dan Romadoni, 2014, p. 113 ). Oleh karena itu dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

Ha5: Self efficacy karyawan berpengaruh positif signifikan terhadap

Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan BMT

Beringharjo.

Page 33: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

43

6. Pengaruh Locus of Control terhadap OCB Karyawan BMT Beringharjo

Yogyakarta

Locus of control terkait dengan kendali seseorang dalam

menghadapi kejadian, peristiwa, keberuntungan, dan takdir. Terdapat dua

kecenderungan locus of control yaitu internal dan eksternal. Individu

dengan internal locus of control lebih menyukai pekerjaan menantang,

menuntut kreatifitas, kompleks, dan penuh inisiatif. Individu dengan

eksternal locus of control lebih menyukai pekerjaan stabil, rutin,

sederhana, dan terkontrol oleh atasan atau supervisor (Purnomo dan

Lestari, 2010, p. 148). Penelitian Puspitayanti tentang kinerja karyawan

PT. Pegadaian (Persero) Denpasar menemukan bahwa locus of control

berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan (Puspitayanti, 2015, p.

8). Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan sebagai

berikut:

Ha6: Locus of control berpengaruh positif signifikan terhadap

Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan BMT

Beringharjo.

Page 34: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

44

D. Kerangka Berfikir

Kerangka Berfikir

Gambar 2.1

Kerangka berfikir

Variabel Independen Variabel Dependen

extroversion

emotional

stability

conscientiousn

ess OCB

(Organizational Citizenship

Behavior) openness to

experience

Self efficacy

Locus of

Control

+

+

+

+

+

+

+

Page 35: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sifat Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian lapangan.

Penelitian lapangan adalah penelitian dengan karakteristik masalah yang

berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti,

serta interaksinya dengan lingkungan (Indriantoro dan Supomo, 2002: 26).

Survey yang diteliti dapat berupa individu, kelompok, lembaga, atau

komunitas tertentu. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatif.

Penelitian eksplanatif bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausan antar

variabel melalui pengujian hipotesis (Effendi & Tukiran, 2014, p.5).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di BMT Beringharjo Yogyakarta. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016. Adapun kantor di Yogyakarta

adalah sebagai berikut:

1. Kantor pusat : Ringroad Barat Gamping Sleman Yogyakarta

2. Kantor Cabang Pabringan: Jl. Pabringan Masjid Muttaqien Pasar

Beringharjo Yogyakarta

3. Kantor Cabang Kauman: Jl. Kauman No 14 Yogyakarta

4. Kantor Cabang Malioboro: Jl Malioboro 161 Yogyakarta

Page 36: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

46

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya

akan diduga (Singarimbun dan Effendi, 1995, p.152). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh karyawan BMT Beringharjo yang berada di

wilayah Yogyakarta saja.

Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang

diteliti). Peneliti mengambil sampel sebanyak 4 kantor yang berada di

Yogyakarta yaitu kantor pusat dan 3 kantor cabang dengan jumlah karyawan

kurang lebih 70 orang. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik

metode sampel jenuh. Sampel jenuh adalah teknik pengambilan sampel bila

semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan

bila jumlah populasi relatif kecil. Pada beberapa referensi sampel jenuh

disebut pula dengan sensus, artinya semua anggota populasi dijadikan sampel

(Sugiyono, 2013, p.123).

D. Data dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan

atau suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk

kepentingan studi peneliti yang dapat berupa interview dan observasi.

Dalam penelitian ini data primer terdapat pada hasil jawaban kuesioner

dari responden (karyawan pada BMT Beringharjo di Yogyakarta)

Page 37: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

47

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sebelumnya.

Pada penelitian ini data sekundernya berupa profil, sejarah, jumlah kantor

cabang beserta alamat kantor cabang, visi misi, budaya kerja, dan data

perkembangan BMT Beringharjo.

E. Definisi Operasional Variabel

1) Variabel Dependen

Variabel dependen adalah tipe variabel penelitian yang dijelaskan

atau dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo,

2002: 63). Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel

dependen adalah organizational citizenship behavior (OCB). OCB

adalah perilaku pekerja “di atas dan lebih dari” job description, dilakukan

secara sukarela, yang secara formal tidak diakui oleh sistem reward, dan

memberi kontribusi pada keefektifan dan keefisienan fungsi organisasi.

Kriteria seseorang yang melakukan OCB:

a) Membantu rekan kerja yang kewalahan dalam pekerjaan

b) Tidak membuang waktu, tepat waktu dan kehadiran di atas aturan

yang seharusnya.

c) Menghadiri rapat, menjaga kesamaan cara pandang dari keputusan

dan isu-isu organisasi, dan mengemukakan pendapat.

d) Toleransi terhadap ketidaknyamanan dan hal-hal yang mengganggu

dari kehidupan organisasi tanpa mengeluh

e) Meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan

yang dihadapi rekan kerja.

Page 38: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

48

2) Variabel Independen

Variabel Independen adalah tipe variabel penelitian yang

menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain (Indriantoro dan

Supomo, 2002: 63). Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

a. Kepribadian

Kepribadian merupakan pola perilaku, pemikiran, dan emosi

yang unik dan relatif stabil yang tampak dari seseorang. Keterkaitan

kepribadian dan OCB dijelaskan dengan menghubungkan model lima

faktor kepribadian yaitu:

1. Extroversion (keterbukaan terhadap lingkungan sosial dan fisik).

Merujuk pada kecenderungan orang yang:

Mudah bersosialisasi

Suka berteman

Penuh dengan energi

Kepribadian yang tegas dan pasti

Ramah, dan

Aktif berbicara

2. Emotional stability (stabilitas emosional)

Kecenderungan seseorang mengalami keadaan emosi yang:

Merasa aman secara psikologis

Tenang, dan

Santai

Page 39: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

49

3. Conscientiousness (pengaturan diri)

Individu yang digambarkan sebagai seseorang yang:

Dapat diandalkan

Terorganisir

Bertanggung jawab

4. Openness to experience (keterbukaan terhadap pengalaman)

Didefinisikan sebagai individu yang:

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

pemikiran terbuka

kreatif

imajinatif

b. Self Efficacy

Self efficacy merujuk pada keyakinan sesorang terhadap

kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas secara berhasil. Dalam

penelitian ini self efficacy tidak dipecah, tetapi diukur secara serentak.

Komponen self efficacy antara lain:

1. Tingkat kesulitan tugas

2. Kekuatan keyakinan

3. Generalisasi

c. Locus of Control

Locus of Control menentukan tingkatan sampai mana individu

meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada

mereka. Locus of control terdiri dari dua kategori yaitu orang

memandang bahwa nasib baik karena kerja keras sendiri dan orang

Page 40: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

50

memandang dirinya secara tak berdaya diatur oleh nasib, dikendalikan

oleh kekuatan dari luar).

F. Metode Pengumpulan Data

1. Kuesioner

Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner adalah

metode yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013,

p.199). Bentuk kuesioner dari penelitian ini adalah bentuk kuesioner

tertutup di mana responden memilih jawaban dari pertanyaan yang telah

ditentukan oleh peneliti (Effendi & Tukiran, 2014, p.184).

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak

dengan cara tanya jawab secara lisan atau bertatap muka langsung antara

seseorang atau beberapa orang pewawancara dengan beberapa orang yang

diwawancarai (Kartono, 1996, p.157).

G. Teknik Analisis Data

Data penelitian yang telah dikumpulkan akan dianalisa dengan

menggunakan:

1. Analisis Deskriptif

Dalam penelitian in alat analisis yang digunakan untuk menganalisa

data yang berasal dari hasil kuesioner adalah analisis deskriptif. Analisis

deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji

generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sampel. Analisis deskriptif

Page 41: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

51

ini digunakan untuk memberikan gambaran demografi responden

penelitian seperti rata-rata, mean, modus dan disertai dengan keterangan

yang menggambarkan angka-angka tersebut.

Pengukuran instrumen yang dipakai dalam penelitian ini

menggunakan skala Likert. Menurut Indriantoro dan Supomo (1999: 104)

skala Likert merupakan metode yang mengukur sikap dengan menyatakan

setuju atau ke-tidaksetujuan-nya terhadap subyek, obyek, atau kejadian

tertentu. Pengisian kuesioner disusun dalam bentuk kalimat pernyataan

dan reponden diminta mengisi daftar pernyataan dengan cara memberi

tanda cheklist (√) pada lembar jawaban kuesioner.

Skoring untuk pernyataan favorable:

Tabel 3.1 Pengukuran Nilai Jawaban

Nilai Jawaban Keterangan

4 Sangat Setuju (SS)

3 Setuju (S)

2 Tidak Setuju (TS)

1 Sangat Tidak Setuju (STS)

Adapun untuk skoring pernyataan unfavorable adalah sebagai berikut:

Nilai Jawaban Keterangan

1 Sangat Setuju (SS)

2 Setuju (S)

3 Tidak Setuju (TS)

4 Sangat Tidak Setuju (STS)

Page 42: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

52

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi linier berganda. Model analisis ini digunakan untuk mengetahui

ketergantungan satu variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas.

Model analisisnya adalah:

� = �0 + �1�1 + �2�2 + �3�3 + �4�4 + �5�5 + �6�6 + �

Atau dapat ditulis sebagai berikut:

OCB = �0 + �1. ������ + �2. ������� + �3. ����� + �4. ������

+ �5. ������ + �6. ��� + �

Keterangan:

Y = OCB

�0 = konstanta

�1. ������ = Kepribadian extroversion

�2. ������� = Kepribadian emotional stability

�3. ����� = Kepribadian conscientiousness

�4. ������ = Kepribadian openness to experience

�5. ������ = Self Efficacy

�5. ��� = Locus of Control

ε = random error

Analisis data ini merupakan analisis data dengan pendekatan kuantitatif

menggunakan uji asumsi klasik serta diolah menggunakan software SPSS 17

for windows. Tahapan analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 43: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

53

a. Uji Reliabilitas dan Validitas

Uji Validitas

Validitas artinya kesahihan. Validitas dibatasi sebagai tingkat

kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi

sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut.

Suatu instrumen dikatakan sahih apabila instrumen tersebut mengukur apa

saja yang hendak diukur (Achmad Sani S dan Vivin Maharani, 2013, p.

47).

Uji validitas pada penelitian ini dengan menggunakan

perbandingan antara t hitung dan t tabel atau r hitung dengan r tabel

Bila t hitung > t tabel = suatu instrumen dikatakan Valid

Bila t hitung < t tabel = suatu instrumen dikatakan tidak Valid

Uji Reliabilitas

Reliabilitas artinya dapat dipercaya, dan dapat diandalkan. Jika

variabel memberikan hasil yang tetap atau ajeg walaupun dilakukan oleh

siapa saja dan kapan saja. Instrumen yang memenuhi persyaratan

reliabilitas (handal), berarti instrumen menghasilkan ukuran yang

konsisten walaupun instrumen tersebut digunakan mengukur berkali-kali

(Achmad Sani S dan Vivin Maharani, 2013, p. 49).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik ukur

ulang dan teknik sekali ukur. Teknik sekali ukur terdiri atas teknik genap

gasal, belah tengah, belah Acak, dan Cronbach Alpha.

Cronbach Alpha > 0,6 = suatu instrumen dikatakan reliabel

Cronbach Alpha < 0,6 = suatu instrumen dikatakan tidak reliabel

Page 44: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

54

b. Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya data

sampel. Salah satu cara untuk melihat normalitas adalah melihat histogram

yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang

mendekati distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis

lurus diagonal, dan ploting data akan membentuk satu garis lurus diagonal.

Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data

sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi

normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali,

2009, p. 107). Analisis grafik pada uji normalitas adalah dengan melihat

histogram dan juga melihat normal probability plot. Uji normalitas dengan

grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati. Secara visual kelihatan

normal, padahal secara statistik sebaliknya. Oleh karena itu dianjurkan

disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik. Mendeteksi normalitas

dengan analisis statistik yaitu dengan uji Kolmogorof-Smirnof (KS).

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji statistik non

parametrik Kolmogorov Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan

membuat hipotesis:

Jika nilai Asymp. Sig. (2 – tailed) > 0,05 data berdistribusi normal

Jika nilai Asymp. Sig. (2 – tailed) < 0,05 data tidak berdistribusi normal.

Page 45: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

55

Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui terjadinya varian

tidak sama untuk variabel bebas yang berbeda. Jika varian dari residual

satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas

dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik

adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Ada dua cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas

yaitu metode grafik dan metode uji statistik. Metode grafik pada penelitian

ini adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel

dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya

heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola

tertentu pada grafik scatterplot. Uji statistik heterokedastisitas pada

penelitian ini adalah dengan uji Glejser.

.Uji heterokedastisitas pada penelitian ini membacanya dengan cara

sebagai berikut (Ghozali, 2006, p. 125):

Jika nilai Sig variabel independen < 0,05 terjadi Heterokedastitas

Jika nilai Sig variabel independen > 0,05 tidak terjadi Heterokedastitas

Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Ghozali

(2009: 28) menjelaskan bahwa pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya multikolinieritas pada suatu model regresi adalah

dengan melihat nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor).

Page 46: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

56

Tolerance mengukur variabilitas variabel independen lainnya. Jadi,

nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =

1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolinieritas adalah nilai Tolerance <0,10 atau sama dengan nilai VIF

>104. Jika nilai VIF tidak ada yang melebihi 10, maka dapat dikatakan

tidak terjadi multikolinieritas.

Untuk mendeteksi adanya multikolonieritas dengan membuat

hipotesis:

Tolerance value < 0,10 atau VIF > 10 : terjadi multikolenearitas

Tolerance value > 0,10 atau VIF < 10 : tidak terjadi multikolenearitas

c. Uji Hipotesis

Uji Statistik F (F –test)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen (Ghazali,

2009:16). Dasar pengambilannya adalah dengan membandingkan nilai

signifikansi dengan tingkat kepercayaan 5%. Apabila nilai signifikan <

dari nilai derajat kepercayaan (Sig. < 0,05), maka kesimpulannya adalah

model regresi bisa digunakan untuk memprediksi variabel dependen.

Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

(R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang

Page 47: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

57

mendekati satu berarti variabel-variebel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel

dependen (Ghazali, 2009:15). Misalkan R2 menunjukkan angka 0.70 maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa pada penelitian ini variabel independen

mempengaruhi variabel dependen sebesar 70% sedangkan sisanya sebesar

30% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada dalam penelitian.

Uji Statistik t (t-test)

Uji t-statistik pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh

satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghazali, 2009:17). Hipotesis

observasi (Ho) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (bi) sama

dengan nol atau

Ho : bi = 0 ; berarti tidak ada pengaruh yang positif signifikan antara

variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial (individu).

Ha : bi ≠ 0 ; berarti ada pengaruh yang positif signifikan antara variabel

bebas terhadap variabel terikat secara parsial (individu).

Pengambilan keputusan dengan melihat nilai signifikansi yang

dibandingkan nilai α (5%) dengan ketentuan sebagai berikut:

Jika signifikansi > α (5%) maka H0 diterima.

Jika signifikansi < α (5%) maka H0 ditolak.

Page 48: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

58

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Deskriptif

Jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini adalah 70

responden yang terdiri dari karyawan BMT Beringharjo cabang Yogyakarta.

Namun pada saat kuisioner disebar hanya 65 responden yang menyerahkan

kuisioner, sehingga dalam penelitian ini hanya 65 responden yang dijadikan

objek penelitian. Di bawah ini akan diuraikan mengenai profil responden:

1. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Profil responden berdasarkan kelamin dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel 4.1

Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis

Kelamin Jumlah Responden Presentase

Laki-laki 41 63%

Perempuan 24 37%

Total 65 100%

Sumber: data diolah, 2016

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 65 responden dalam

penelitian ini sebanyak 41 responden (63%) menunjukkan jenis kelamin

laki-laki dan 24 responden (37%) berjenis kelamin perempuan. Ini

menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan BMT Beringharjo cabang

Yogyakarta adalah berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan yang

dibutuhkan adalah karyawan pada bagian pemasaran. Karena karyawan

Page 49: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

59

pemasaran perlu ke pasar untuk menemui anggota dan bertransaksi

dengan anggota.

2. Profil Responden Berdasarkan Kelompok Usia

Tabel 4.2

Profil Responden Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia Jumlah Responden Persentase

Kurang dari 25 tahun 2 3%

26-30 tahun 14 22%

31-35 tahun 29 45%

36-40 tahun 15 23%

Di atas 40 tahun 5 8%

Total 65 100%

Sumber: data diolah, 2016

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 65 responden, sebanyak 2

responden (3%) berada pada kelompok usia kurang dari 25 tahun.

Sebanyak 14 responden (22%) berada pada kelompok usia 26-30 tahun.

Sebanyak 29 responden (45%) berada dalam kelompok usia 31-35 tahun.

Sebanyak 15 responden (23%) berada dalam kelompok usia 36-40 tahun.

Dan sebanyak 5 responden (8%) yang berusia lebih dari 40 tahun. Tabel

di atas menunjukkan bahwa usia 31-35 tahun mempunyai presentase yang

paling besar yaitu sebesar 45%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia

tersebut merupakan usia produktif dan memiliki semangat kerja yang

tinggi.

Page 50: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

60

3. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3

Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Jumlah Responden Persentase

SMA 7 11%

D3 3 5%

S1 52 80%

S2 3 5%

Total 65 100%

Sumber: data diolah, 2016

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 65 responden dalam

penelitian ini sebanyak 7 responden (11%) menempuh jenjang pendidikan

SMA. Sebanyak 3 responden (5%) menempuh jenjang pendidikan D3.

Sebanyak 52 responden (80%) menempuh jenjang pendidikan S1. Dan

sebanyak 3 responden (5%) menempuh jenjang pendidikan S2. Dapat

disimpulkan bahwa mayoritas karyawan BMT Beringharjo menempuh

jenjang pendidikan S1.

4. Profil Responden Berasarkan Lama Kerja

Tabel 4.4

Profil Responden Berdasarkan Lama Kerja

Lama Kerja Jumlah Responden Persentase

Kurang dari 5 tahun 12 19%

6-10 tahun 23 35%

11-15 tahun 24 37%

lebih dari 15 tahun 6 9%

Total 65 100%

Sumber: data diolah, 2016

Page 51: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

61

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa 65 responden dalam

penelitian terdapat 12 responden (19%) bekerja di BMT Beringharjo

selama kurang dari 5 tahun. Sebanyak 23 responden (35%) bekerja di

BMT Beringharjo selama 6-10 tahun. Sebanyak 24 responden (37%)

bekerja di BMT Beringharjo selama 11-15 tahun dan sebanyak 6

responden (9%) yang bekerja lebih dari 15 tahun. Dari data tersebut dapat

disimpulkan bahwa responden telah memiliki kominten untuk bersama-

sama membangun BMT Beringharjo menjadi BMT yang unggul dan

bersama-sama mencapai visi misi BMT Beringharjo.

B. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Uji validitas

Validitas artinya kesahihan. Validitas dibatasi sebagai tingkat

kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi

sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut.

Suatu instrumen dikatakan sahih apabila instrumen tersebut mengukur apa

saja yang hendak diukur (Achmad Sani S dan Vivin Maharani, 2013, p.

47). Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Uji

Korelasi Pearson Product Moment. Dalam hal ini masing-masing item

yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total

variabel tersebut. Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan bernilai positif,

maka butir pernyataan dikatakan valid. r tabel untuk responden pada

signifikansi 5% adalah 0,244.

Page 52: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

62

a. Uji Validitas Variabel OCB

Berdasarkan indikator-indikator pada variabel OCB

dikembangakan menjadi 8 pernyataan yang diujicobakan kepada 65

responden dan berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, diketahui

bahwa semua butir soal pernyataan valid. Hal ini karena semua item

yang diuji coba berada di atas nilai r tabel yaitu 0,244. Item yang diuji

coba mempunyai koefisien validitas antara 0,524 dan 0,652. Distribusi

item variabel OCB dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.5

Hasil Uji Validitas Variabel OCB (Y)

No Item r hitung r Tabel Keterangan

1 ocb1 0,524 0,244 Valid

2 ocb2 0,557 0,244 Valid

3 ocb3 0,602 0,244 Valid

4 ocb4 0,539 0,244 Valid

5 ocb5 0,639 0,244 Valid

6 ocb6 0,652 0,244 Valid

7 ocb7 0,575 0,244 Valid

8 ocb8 0,550 0,244 Valid

Sumber: data diolah, 2016

b. Uji Validitas Variabel Kepribadian Extroversion (X1)

Berdasarkan indikator-indikator dari variabel kepribadian

extroversion dikembangkan menjadi 5 butir pernyataan yang

diujicobakan kepada 65 responden. Berdasarkan hasil analisis yang

diperoleh, diketahui bahwa semua butir pernyataan adalah valid. Ini

dikarenakan semua item yang diuji coba berada di atas nilai r Tabel

yaitu 0,244. Item yang diuji coba mempunyai koefisien validitas

Page 53: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

63

antara 0,592 dan 0,659. Distribusi item variabel kepribadian

extroversion dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6

Hasil Uji Validitas Variabel Kepribadian

Extroversion (X1)

No Item r hitung r Tabel Keterangan

1 Extrov1 0,592 0,244 Valid

2 Extrov2 0,659 0,244 Valid

3 Extrov3 0,610 0,244 Valid

4 Extrov4 0,602 0,244 Valid

5 Extrov5 0,651 0,244 Valid

Sumber: data diolah, 2016

c. Uji Validitas Kepribadian Emotional Stability (X2)

Berdasarkan indikator-indikator dari variabel kepribadian

emotional stability dikembangkan menjadi 5 butir pernyataan yang

diujicobakan kepada 65 responden. Berdasarkan hasil analisis yang

diperoleh, diketahui bahwa semua butir pernyataan adalah valid. Ini

dikarenakan semua item yang diuji coba berada di atas nilai r tabel

yaitu 0,244. Distribusi item variabel kepribadian emotional stability

dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.7

Hasil Uji Validitas Variabel Kepribadian

Emotional Stability (X2)

No Item r hitung r tabel Keterangan

1 Emt_Stbl1 0,633 0,244 Valid

2 Emt_Stbl2 0,640 0,244 Valid

3 Emt_Stbl3 0,570 0,244 Valid

4 Emt_Stbl4 0,673 0,244 Valid

5 Emt_Stbl5 0,514 0,244 Valid

Sumber: data diolah, 2016

Page 54: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

64

d. Uji Validitas Kepribadian Conscientiousness (X3)

Berdasarkan indikator-indikator dari variabel kepribadian

conscientiousness dikembangkan menjadi 5 butir pernyataan yang

diujicobakan kepada 65 responden. Berdasarkan hasil analisis yang

diperoleh, diketahui bahwa semua butir pernyataan adalah valid. Ini

dikarenakan semua item yang diuji coba berada di atas nilai r tabel

yaitu 0,244. Item yang diuji coba mempunyai koefisien validitas

antara 0,576 dan 0,680. Distribusi item variabel Kepribadian

conscientiousness dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8

Hasil Uji Validitas Variabel Kepribadian

Conscientiousness (X3)

No Item r hitung r Tabel Keterangan

1 Conss1 0,601 0,244 Valid

2 Conss2 0,576 0,244 Valid

3 Conss3 0,680 0,244 Valid

4 Conss4 0,653 0,244 Valid

5 Conss5 0,665 0,244 Valid

Sumber: data diolah, 2016

e. Uji Validitas Kepribadian Opennesss to Experience (X4)

Berdasarkan indikator-indikator dari variabel kepribadian

opennesss to experience dikembangkan menjadi 5 butir pernyataan

yang diujicobakan kepada 65 responden. Berdasarkan hasil analisis

yang diperoleh, diketahui bahwa semua butir pernyataan adalah valid.

Ini dikarenakan semua item yang diuji coba berada di atas nilai r tabel

yaitu 0,244. Item yang diuji coba mempunyai koefisien validitas

Page 55: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

65

antara 0,584 dan 0,822. Distribusi item variabel kepribadian

opennesss to experience dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.9

Hasil Uji Validitas Variabel Kepribadian

Openness to Experience (X4)

No Item r hitung r tabel Keterangan

1 Open_Ex1 0,689 0,244 Valid

2 Open_Ex2 0,822 0,244 Valid

3 Open_Ex3 0,750 0,244 Valid

4 Open_Ex4 0,707 0,244 Valid

5 Open_Ex5 0,584 0,244 Valid

Sumber: data diolah, 2016

f. Uji Validitas Self Efficacy (X5)

Berdasarkan indikator-indikator dari variabel self efficacy

dikembangkan menjadi 5 butir pernyataan yang diujicobakan kepada

65 responden. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, diketahui

bahwa semua butir pernyataan adalah valid. Ini dikarenakan semua

item yang diuji coba berada di atas nilai r tabel yaitu 0,244. Item yang

diuji coba mempunyai koefisien validitas antara 0,316 dan 0,668.

Distribusi item variabel self efficacy dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10

Hasil Uji Validitas Variabel

Self Efficacy (X5)

No Item r hitung r tabel Keterangan

1 Self_Ef1 0,559 0,244 Valid

2 Self_Ef2 0,668 0,244 Valid

3 Self_Ef3 0,470 0,244 Valid

4 Self_Ef4 0,520 0,244 Valid

5 Self_Ef5 0,316 0,244 Valid

Sumber: data diolah, 2016

Page 56: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

66

g. Uji Validitas Locus of Control (X6)

Berdasarkan indikator-indikator dari variabel locus of control

dikembangkan menjadi 5 butir pernyataan yang diujicobakan kepada

65 responden. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, diketahui

bahwa semua butir pernyataan adalah valid. Ini dikarenakan semua

item yang diuji coba berada di atas nilai r tabel yaitu 0,244. Item yang

diuji coba mempunyai koefisien validitas antara 0,600 dan 0,735.

Distribusi item variabel locus of control dapat dilihat pada Tabel

berikut:

Tabel 4.11

Hasil Uji Validitas Variabel

Locus of Control (X6)

No Item r hitung r tabel Keterangan

1 loc1 0,697 0,244 Valid

2 loc2 0,751 0,244 Valid

3 loc3 0,600 0,244 Valid

4 loc4 0,735 0,244 Valid

5 loc5 0,615 0,244 Valid

Sumber: data diolah, 2016

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas artinya dapat dipercaya, dan dapat diandalkan. Jika

variabel memberikan hasil yang tetap atau ajeg walaupun dilakukan oleh

siapa saja dan kapan saja. Instrumen yang memenuhi persyaratan

reliabilitas (handal), berarti instrumen menghasilkan ukuran yang

konsisten walaupun instrumen tersebut digunakan mengukur berkali-kali

(Achmad Sani S dan Vivin Maharani, 2013, p. 49).

Page 57: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

67

Uji ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan ke akuratan

data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen, bila data yang

dihasilkan kurang reliabel maka akan menghasilkan kesimpulan yang bias.

Suatu konstruk atau variabel dikatakan relibael jika nilai cronbach alpha

lebih besar dari 0,6 (Ghozali, 2006, p. 42)

Tabel 4.12

Hasil Uji Reliabilitas

No Variabel conbach alpha Keterangan

1 Extroversion 0,745 Reliabel

2

Emotional

Stability 0,728

Reliabel

3 Conscientiousness 0,745 Reliabel

4

Opennesss to

Experience 0,781

Reliabel

5 Self Efficacy 0,654 Reliabel

6 Locus of Control 0,768 Reliabel

7 OCB 0,737 Reliabel

Sumber: data diolah, 2016

Data dalam penelitian ini merupakan data yang reliabel karena nilai

Cronbach Alpha lebih dari 0,6.

C. Uji Asumsi Klasik

Dalam analisis regresi terdpat beberapa asumsi yang harus dipenuhi

sehingga persamaan regresi yag dihasilkan akan valid jika digunakan untuk

memprediksi. Pengujian asumsi klasik dimaksudkan agar variabel independen

menjadi estimator variabel tidak bias. Beberapa asumsi tersebut meliputi uji

normalitas, uji heterokedastisitas, dan uji multikoleniaritas.

Page 58: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

68

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah variabel ang

diselidiki yaitu kepribadian extroversion, emotional stability,

conscientiousness, opennesss to experience, self efficacy, locus of

control, dan OCB memiliki penyebaran yang berdistribusi normal atau

tidak. Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak, yaiu dengan analisis grafik dan uji

statistik. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan metode

analisis grafik, baik secara normal probability plot atau grafik

histogram dan dengan uji statistik non-parametik Kolmogorov-Smirnov

(K-S). Dari hasil grafik normalitas, menunjukan bahwa data menyebar

disekitar garis diagonal. Kemudian penyebarannya juga mengikuti arah

garis diagonal, sehingga model tersebut dikatakan berdistribusi normal.

Gambar 4.1

Hasil Uji Normalitas

Page 59: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

69

Uji normalitas dengan uji statistik non-parametik Kolmogorov-

Smirnov (K-S) didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.13

Hasil uji normalitas (Kolmogrov-Smirnov)

Uji

Normalitas Hasil Pengujian

Variabel ������ ������� ����� ������ ������ ��� OCB

Kolmogoro

v Smirnov 1,324 0,768 1,166 1,073 0,951 1,026 0,451

Asymp.Sig

(2-tailed) 0,60 0,598 0,132 0,199 0,326 0,243 0,451

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 4.13 diperoleh nilai signifikasi dari tiap

variabel lebih besar dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa data

yang peneliti gunakan berdistribusi normal dan dapat dilakukan

pengujian lebih lanjut.

2. Uji Multikolonieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel

independen. Ghozali (2006: 96) menjelaskan bahwa pengujian yang

dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas pada suatu

model regresi adalah dengan melihat nilai tolerance dan VIF

(Variance Inflation Factor).

Tolerance mengukur variabilitas variabel independen lainnya.

Jadi, nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena

Page 60: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

70

VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk

menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance <0,10

atau sama dengan nilai VIF >104. Jika nilai VIF tidak ada yang

melebihi 10, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas.

Tabel 4.14

Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel Tolerance VIF Keterangan

Extroversion 0,18 5,548

Lolos

Multikolinieritas

Emotional Stability 0,184 5,429

Lolos

Multikolinieritas

Conscientiousness 0,144 6,935

Lolos

Multikolinieritas

Opennesss to Experience 0,88 1,136

Lolos

Multikolinieritas

Self Efficacy 0,391 2,557

Lolos

Multikolinieritas

Locus of Control 0,762 1,313

Lolos

Multikolinieritas

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

multikolinieritas antar variabel independen karena memiliki nilai

Tolerance lebih kecil dari 0,10 dan nilai VIF tidak lebih dari 10.

3. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui terjadinya

varian tidak sama untuk variabel bebas yang berbeda. Jika varian dari

residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model

Page 61: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

71

regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi

heterokedastisitas.

Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya

heteroskedastisitas antara lain adalah dengan melakukan uji park, uji

glejser, uji white dan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi

variabel terikat (dependent). Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan uji Glejser dan dengan melihat grafik scatterplot.

Berikut ini disajikan hasil uji heterokedastisitas dengan melihat grafik

scatterplot:

Gambar 4.2

Hasil Uji Heterokedastisitas

Dari gambar scatterplot tampak bahwa titik-titik tidak

membentuk pola tertentu atau menyebar baik di atas 0 maupun

dibawah 0 pada sumbu Y, dengan demikian maka dapat disimpulkan

bahwasannya model regresi yang digunakan pada penelitian ini tidak

Page 62: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

72

terjadi heterokedastisitas. Artinya, tidak terdapat kesamaan varians

dari residual satu ke pengamatan lain.

Uji heterokedastisitas juga dapat diuji dengan menggunakan

uji Glejser. Jika hasil uji tersebut menghasilkan nilai sig > 0,05 maka

dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedastsitas.

Tabel 4.15

Hasil Uji Heterokedastisitas

Variabel sig Keterangan

Extroversion 0,232 Lolos Heterokedastisitas

Emotional

Stability 0,296 Lolos Heterokedastisitas

Conscientiousness 0,880 Lolos Heterokedastisitas

Opennesss to

Experience 0,412 Lolos Heterokedastisitas

Self Efficacy 0,923 Lolos Heterokedastisitas

Locus of Control 0,333 Lolos Heterokedastisitas

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan hasil uji Heterokedastisitas di atas maka dapat

disimpulkan bahwa semua variabel telah lolos uji heterokedastisitas

artinya tidak terjadi heterokedastisitas karena nilai signifikansi lebih

besar dari 0,05

D. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi ini digunakan untuk mengukur hubungan antara

Keribadian extroversion, emotional stability, conscientiousness, opennesss to

experience, self efficacy, locus of control dengan OCB. Hasil analisis regresi

linier berganda dapat dilihat pada tabel 4.16:

Page 63: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

73

Tabel 4.16

Analisis Regresi Linier Berganda

Model

Unstandardized Standardize

d t Sig

Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 6.831 2.416 2.828 .006

Extroversion .493 .190 .348 2.591 .012

Emotional Stability .549 .206 .354 2.668 .010

Conscientiousness .015 .226 .010 .068 .946

Openness to

Experience

-.087 .082 -.064 -1.058 .294

Self Efficacy .343 .164 .190 2.089 .041

Locus of Control -.205 .071 -.187 -2.870 .006

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan hasil olah data pada Tabel 4.14, kolom Unstandardized

Coefficients diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

OCB= 6,813 + 0,493.Extrov + 0,549.EmtStbl + 0,015.Conss - 0,087.Open

Ex + 0,343.Self Ef - 0,205. LoC

Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian

extroversion dan emotional stability berpengaruh positif dan signifikan

terhadap OCB Karyawan BMT Beringharjo. Sehingga jika kepribadian

extroversion, emotional stability dan self efficacy naik satu peringkat maka

OCB karyawan juga akan mengalami peningkatan satu peringkat.

Kepribadian conscientiousness dan opennesss to experience menunjukkan

tidak adanya pengaruh terhadap OCB Karyawan. Namun pada locus of

control terlihat bahwa ada pengaruh negatif signifikan terhadap OCB

Page 64: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

74

karyawan. Jadi apabila locus of control karyawan naik sebanyak satu

peringkat maka OCB akan turun sebanyak satu peringkat juga.

E. Analisis Hipotesis

1. Uji Simultan (uji F)

Uji Simultan atau uji F digunakan untuk mengetahui seberapa jauh

variabel-variabel bebas secara bersama-sama (simultan) dapat dipengaruhi

oleh variabel dependen. Dalam menentukan nilai F maka diperlukan

derajat pembilang dan derajat penyebut, dengan rumus:

df (pembilang)= k-1 keterangan:

df (penyebut) = n-k n= Jumlah sampel

k= jumlah seluruh variabel

pada penelitian ini diketahui jumlah sampel adalah 65 responden dan

seluruh variabel 7, sehingga didapat df pembilang= 7-1 = 6 dan derajat

penyebut 65-7 = 58.

Nilai F hitung kemudian dibandingkan dengan F Tabel pada tingkat

signiikansi 5% (6,58)= 2,25

Tabel 4.17

Hasil Uji Simultan (Uji F)

Model Sum of

Squares df

Mean

Square F hit

F

tab Sig. Keterangan

Regression 638.385 6 106.398 41.632 2.25 .000a

Diterima Residual 148.230 58 2.556

Total 786.615 64

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan pada perhitungan tersebut terlihat bahwa F hitung

(41.632) > F Tabel (2.25), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi

Page 65: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

75

dapat diterima. Artinya variabel kepribadian extroversion (X1), emotional

stability (X2), conscientiousness (X3), opennesss to experience (X4), self

efficacy (X5), dan locus of control (X6) berpengaruh secara simultan

terhadap variabel OCB (Y).

2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 4.18

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Model R R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .901a .812 .792 159.865

Sumber: Data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa Adjusted R Square

sebesar 0,485. Ini berarti bahwa variabel kepribadian extroversion (X1),

emotional stability (X2), conscientiousness (X3), opennesss to experience

(X4), self efficacy (X5), dan locus of control (X6) dapat menjelaskan

variabel OCB (Y) sebesar 79,2 %. Sedangkan sisanya sebesar 20,8%

dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian.

3. Uji Parsial (uji t)

Uji t-statistik digunakan untuk menunjukan seberapa jauh

pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel dependen. Dari hasil analisis dapat dilihat

apabila nilai alpha kurang dari 0,05 maka hipotesis diterima. Pengujian

hipotesis terhadap X1, X2, X3, X4, X5, dan X6 apakah mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap Y secara parsial. Berikut ini adalah

hasil pengujian yang signifikan:

Page 66: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

76

a. Variabel Kepribadian Extroversion (X1)

Berdasarkan hasil analisis data terbukti bahwa ada pengaruh

yang signifikan antara variabel kepribadian extroversion terhadap

OCB. Ini ditunjukkan oleh nilai signifikansinya yaitu sebesar 0,012. Ini

berarti kurang dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variabel

kepribadian extroversion secara parsial mempunyai pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap OCB karyawan.

b. Variabel Kepribadian Emotional Stability (X2)

Berdasarkan hasil analisis data terbukti bahwa ada pengaruh

yang signifikan antara variabel kepribadian emotional stability

terhadap OCB. Ini dapat dilihat dari nilai signifikansinya yaitu sebesar

0,010. Ini berarti kurang dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variabel

kepribadian emotional stability secara parsial mempunyai pengaruh

yang positif dan signifikan terhadap OCB karyawan.

c. Self Efficacy (X5)

Berdasarkan hasil analisis data terbukti bahwa ada pengaruh

yang signifikan antara variabel kepribadian self efficacy terhadap OCB.

Ini dapat dilihat dari nilai signifikansinya yaitu sebesar 0,041. Ini

berarti kurang dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variabel self

efficacy secara parsial mempunyai pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap OCB karyawan.

d. Locus of Control (X6)

Berdasarkan hasil analisis data terbukti bahwa ada pengaruh

yang signifikan antara variabel kepribadian locus of control terhadap

Page 67: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

77

OCB. Ini dapat dilihat dari nilai signifikansinya yaitu sebesar 0,006.

Ini berarti kurang dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variabel locus of

control secara parsial mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap OCB karyawan.

F. Pembahasan

1. Pembahasan Hasil Penelitian Secara Simultan

Berdasarkan pada analisis data, diperoleh F hitung (41.632) > F

tabel (2.25). Ini membuktikan bahwa variabel kepribadian Extroversion,

emotional stability, conscientiousness, opennesss to experience, self

efficacy, dan locus of control berpengaruh secara simultan (bersama-sama)

terhadap variabel OCB karyawan BMT Beringharjo Yogyakarta dengan

nilai koefisien determinasi sebesar 79,2% sedangkan sisanya 20,8%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak disebutkan dalam penelitian.

Dari hasil analisis tersebut dapat diartikan bahwa OCB dapat

ditingkatkan dengan lebih memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi OCB

karyawan yaitu budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati,

persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas

interaksi atasan-bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin (gender). Faktor-

faktor tersebut hendaknya diperhatikan oleh pimpinan sehingga perilaku

OCB ini dapat menjadi kebiasaan yang baik dan nantinya akan menunjang

kinerja organisasi.

Page 68: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

78

2. Pembahasan Hasil Penelitian secara Parsial

a. Pengaruh Kepribadian Extroversion terhadap OCB Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian extroversion

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap OCB dengan nilai

signifikansi 0,012 < 0,05 yang diujikan kepada 65 responden karyawan

BMT Beringharjo Yogyakarta. Dengan demikian Ha1 yang

menyatakan bahwa variabel kepribadian extroversion berpengaruh

positif dan signifikan terhadap OCB karyawan BMT Beringharjo dapat

diterima.

Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Debora Elfina Purba dan Ali Nina Liche Seniati (2004; 109) yang

mengemukakan bahwa variabel kepribadian extroversion mempunyai

pengaruh posistif dan signifikan terhadap dimensi OCB karyawan.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Wardani dan Suseno

(2012: 200) yang menemukan bahwa extroversion mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap OCB. Semakin tinggi skor extroversion

semakin tinggi pula perilaku OCB karyawan. Begitupun sebaliknya

semakin rendah skor extroversion maka semakin rendah pula perilaku

OCB karyawan.

Perilaku extroversion ditunjukkan dengan perilaku mudah

bersosialisasi, suka bergaul, banyak teman, penuh dengan energi,

antusias, kepribadian yang tegas dan pasti, ramah, aktif berbicara

(Sobirin, 2006, p. 2.19). Penelitian ini menemukan bahwa kepribadian

extroversion berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Hal ini

Page 69: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

79

sejalan dengan penelitian Purba dan Seniati (2004: 109) bahwa untuk

mampu menjadi teman yang baik bagi rekan kerja atau anggota baru,

karyawan harus memiliki perilaku extroversion yang tinggi, yang

berarti mudah bergaul, banyak teman, banyak bicara, dan aktif.

Bey Arifin (2016) selaku staff Bering Campus BMT

Beringharjo menerangkan bahwa:

Kepribadian extroversion sangat diperhatikan oleh pihak

manajemen karena kepribadian ini merupakan hal penting yang

harus dimiliki oleh semua karyawan BMT terutama pada bagian

front office, marketing, dan customer service, karena mereka

berhubungan secara langsung dengan anggota (mitra) BMT.

Contohnya seorang marketing harus mempunyai sifat mudah

bersosialisasi, penuh dengan energi, ramah, dan aktif berbicara.

Sifat-sifat inilah yang nantinya berguna untuk mempengaruhi calon

anggota baru agar membuka rekening atau melakukan transaksi di

BMT. Kemudian pada bagian customer service, karyawan juga

harus mempunyai sifat ramah kepada anggota atau mitra yang

sedang dilayani di BMT, apabila karyawan BMT sudah terkenal

ramah oleh para anggota (mitra), maka para anggota akan

memberitahukan hal-hal yang baik mengenai BMT kepada orang

lain yang belum menjadi nasabah BMT, sehingga ini bisa menjadi

ajang promosi BMT Beringharjo.

Page 70: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

80

b. Pengaruh Kepribadian Emotional Stability terhadap OCB Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian emotional

stability mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap OCB dengan

nilai signifikansi 0,010 < 0,05 yang diujikan kepada 65 responden

karyawan BMT Beringharjo Yogyakarta. Dengan demikian Ha2 yang

menyatakan bahwa variabel kepribadian emotional stability

berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB karyawan BMT

Beringharjo dapat diterima.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Wardani dan Suseno (2012: 200) yang menemukan bahwa emotional

stability mempunyai pengaruh positif dan signiikan terhadap OCB.

Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Purba dan Seniati

(2004; 109) bahwa emotional stability mengindikasikan bahwa orang

yang memiliki emosi stabil mampu menahan diri sehingga tidak

mengeluh terhadap kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan pihak

manajemen, dan mampu menorelir ketidaknyamanan yang terjadi di

tempat kerja. Menurut Ivanchevic, Konopaske, Matteson (2006; 95)

orang dengan stabilitas emosional yang rendah lebih mungkin untuk

mengalami stress yang berhubungan dengan pekerjaan.

Emotional stability merupakan kecenderungan seseorang

mengalami keadaan emosi yang positif seperti merasa aman secara

psikologis, tenang, dan santai (Ivancevich, Konopaske, Matteson

2006, p. 95). Di lain pihak, kecemasan, depresi, kemarahan, dan rasa

malu merupakan karakteristik dari stabilitas emosional yang rendah

Page 71: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

81

lebih mungkin untuk mengalami stress yang berhubungan dengan

pekerjaan.

Karyawan BMT Beringharjo harus memiliki tingkat emotional

stability yang baik, karena ini sangat berkaitan erat dengan pelayanan

kepada anggota (mitra). Misalnya saja pada bagian marketing harus

sabar, baik dalam melayani anggota (mitra) yang komplain ataupun

dalam memberikan penjelasan kepada mitra. Bey Arifin (2016) selaku

staff Bering Campus BMT Beringharjo menerangkan bahwa

“emotional stability menjadi penting karena BMT Beringharjo

menerapkan custumer intimacy yaitu suatu cara untuk bagaimana

membuat mitra nyaman dengan pelayanan BMT”.

c. Pengaruh Kepribadian Conscientiousness terhadap OCB Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian

conscientiousness tidak berpengaruh signifikan terhadap OCB karena

nilai signifikansi 0,946 > 0,05 yang diujikan kepada 65 responden

karyawan BMT Beringharjo Yogyakarta. Dengan demikian Ha3 yang

menyatakan bahwa variabel kepribadian conscientiousness

berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB karyawan BMT

Beringharjo ditolak

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Atika Kusuma Wardhani dan Miftahun Ni’mah Suseno (2012: 201)

yang mengemukakan bahwa conscientiousness berpengaruh positif

dan signifikan. Purba dan Seniati (2004; 109) mengatakan bahwa

karyawan yang bersedia bekerja keras dan menyelesaikan

Page 72: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

82

pekerjaannya hingga tuntas dan memiliki serta menjalankan prinsip-

prinsip etika dalam melakukan pekerjaannya cenderung tidak

terpengaruh jika rekan kerjanya mendapatkan hak istimewa dari

atasan yang tidak didapatkannya, tetap antusias dan sungguh-sungguh

dalam melakukan pekerjaan dan sukarela mengambil tanggung jawab

ekstra dalam pekerjaan.

Conscientiousness ditunjukkan oleh karyawan yang disiplin,

dapat diandalkan, terorganisir, dan bertanggung jawab (Ivancevich,

Konopaske, Matteson 2006, p. 95). Individu yang memiliki tingkat

conscientiousness yang tinggi juga cenderung tekun, bekerja keras,

dan senang mencapai dan menyelesaikan berbagai hal.

Bey Arifin (2016) selaku staff Bering Campus BMT

Beringharjo menerangkan bahwa “conscientiousness pada dasarnya

sudah terbentuk dari karyawan menguasai pekerjaannya. Dalam

bekerja para karyawan sudah mempunyai job description sendiri-

sendiri. Mereka sudah dituntut untuk bekerja sesuai dengan aturan,

baik itu seragam, jam kerja, dan hal-hal yang harus dilakukan dalam

bekerja. Karyawan tidak berfikir kalau bertanggung jawab nantinya

akan menggantikan karyawan yang tidak masuk kerja. Karena

mungkin berbeda wilayah job description-nya Oleh karena itu

conscientiousness tidak berpengaruh terhadap OCB”.

d. Pengaruh Kepribadian Opennesss to Experience terhadap OCB

Karyawan

Page 73: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

83

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian opennesss to

experience tidak berpengaruh signifikan terhadap OCB karena nilai

signifikansi 0,244 > 0,05 yang diujikan kepada 65 responden karyawan

BMT Beringharjo Yogyakarta. Dengan demikian Ha4 yang

menyatakan bahwa variabel kepribadian opennesss to experience

berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB karyawan BMT

Beringharjo ditolak.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atika

Kusuma Wardhani dan Miftahun Ni’mah Suseno (2012: 201) yang

mengemukakan bahwa opennesss to experience tidak berpengaruh

positif dan signifikan. Menurut Purba dan Seniati (2004; 109) tingkat

opennesss to experience yang tinggi mempunyai ciri antara lain

memiliki sikap ingin tahu yang tinggi, empati, dan kreatif. Oleh

karena itu karyawan dengan tingkat opennesss to experience yang

tinggi ini akan membantu rekan kerja menyelesaikan masalah mereka

dan membantu organisai mencapai tujuan.

Orang yang mempunyai tingkat openness to experience yang

tinggi cenderung berhasil dalam pekerjaan di mana perubahan terjadi

secara terus menerus dan inovasi merupakan hal penting (Ivancevich,

Konopaske, Matteson 2006, p. 96). Individu memiliki tingkat

openness to experience yang rendah misalkan tidak imajinatif,

konvensional, dan terikat kebiasaan di mana perubahan dan inovasi

merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup organisasi,

Page 74: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

84

kemudian kurang menerima ide-ide baru, dan kurang bersedia untuk

mengubah pikirannya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat openness to

experience tidak berpengaruh terhadap OCB, hal ini disebabkan

karena keingintahuan karyawan itu diperlukan pada level tertentu. Bey

Arifin (2016) selaku staff Bering Campus BMT Beringharjo

menerangkan bahwa:

Untuk setingkat account officer mungkin tidak begitu

memerlukan keingintahuan yang tinggi. Namun untuk middle

manager atau tingkat di atasnya, openness to experience sangat

dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena pada tingkat tersebut

diperlukan kemampuan untuk merumuskan suatu kebijakan bagi

BMT dan ini memerlukan tingkat openness to experience yang

tinggi. Berdasarkan penelitian, karyawan pelaksana sebanyak 45

orang dan 20 orang sebagi middle manager keatas. Dalam

penelitian ini lebih banyak diteliti adalah karyawan pelaksana, oleh

karena itu openness to experience tidak berpengaruh terhadap

OCB.

e. Pengaruh Self Efficacy terhadap OCB Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian self efficacy

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap OCB dengan nilai

signifikansi 0,041 < 0,05 yang diujikan kepada 65 responden

karyawan BMT Beringharjo Yogyakarta. Dengan demikian Ha5 yang

menyatakan bahwa variabel kepribadian self efficacy berpengaruh

Page 75: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

85

positif dan signifikan terhadap OCB karyawan BMT Beringharjo

dapat diterima.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Widjajani, Wiyono, dan Romadoni (2014: 112) yang mengemukakan

bahwa self efficacy berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB

karyawan. Self-efficacy berhubungan dengan keyakinan pribadi

mengenai kompetensi dan kemampuan diri. Secara spesifik, hal

tersebut merujuk pada keyakinan seseorang terhadap kemampuan

untuk menyelesaikan suatu tugas secara berhasil. Individu dengan

tingkat self-efficacy yang tinggi sangat yakin dalam kemampuan

bekerja mereka (Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006, p. 97).

Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi diri yang rendah

lebih cenderung untuk mengurangi upaya mereka atau menyerahkan

sekaligus, sementara itu orang dengan efikasi diri yang tinggi akan

berusaha dengan lebih keras untuk menguasai tantangan (Robbins &

Judge, 2015, p.139).

Menurut Devina (2014: 117) keyakinan karyawan terhadap

kompetensi pribadi atas perilaku yang dilakukan akan mendorong

mereka melakukan tugasnya dengan baik, bahkan secara konsisten

menolong dan membantu karyawan lain dalam menjalankan tugas dan

tanggung jawabnya. Selain itu, kemampuan dalam mengatur

lingkungan pekerjaan akan menjadikan karyawan berperilaku

melebihi tuntutan peran karena mereka berusaha memberikan hasil

yang terbaik.

Page 76: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

86

Karyawan yang berkemampuan tinggi cenderung akan berbuat

hal yang terbaik bagi organisasinya, sehingga akan memunculkan

perilaku positif yang mempengaruhi efektifitas dan efisiensi

organisasi. Jika banyak individu yag melakukan perilaku ideal, maka

tujuan organisasi akan dapat tercapai (Widjajani, Wiyono, dan

Romadoni, 2014: 112).

Bey Arifin (2016) selaku staff Bering Campus BMT

Beringharjo menerangkan bahwa “kinerja karyawan merupakan

sebuah pengabdian untuk menjadikan BMT semakin berkembang.

Karyawan BMT Beringharjo juga mempunyai loyalitas terhadap

organisasi yang tinggi, yaitu bisa dilihat dari angka turn over

karyawan yang kurang dari 10% per tahun”

f. Pengaruh Locus of Control terhadap OCB Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian locus of

control mempunyai pengaruh yang negatif signifikan terhadap OCB

dengan nilai signifikansi 0,006 < 0,05 yang diujikan kepada 65

responden karyawan BMT Beringharjo Yogyakarta. Dengan demikian

Ha6 yang menyatakan bahwa variabel kepribadian locus of control

berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB karyawan BMT

Beringharjo ditolak.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Khoirunniswah dan Emmy Mariatin yang menyebutkan bahwasannya

locus of control mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

OCB. Jika locus of control tinggi maka OCB juga akan tinggi

Page 77: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

87

Ketika seseorang bekerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal

tersebut disebabkan oleh usaha atau keterampilan mereka. Mereka

digolongkan sebagai internal locus of control. Sebagian lain

memandang dirinya secara tak berdaya diatur oleh nasib, dikendalikan

oleh kekuatan dari luar, mereka hanya mempunyai sangat sedikit

pengaruh. Kalau mereka berkinerja baik, mereka yakin bahwa hal

tersebut disebabkan oleh keberuntungan atau karena tugas tersebut

merupakan tugas yang mudah. Mereka digolongkan eksternal locus of

control (Ivancevich, Konopaske, Matteson 2006, p. 97).

Bey Arifin (2016) selaku staff Bering Campus BMT

Beringharjo menerangkan bahwa:

Karyawan BMT Beringharjo sebagian meyakini bahwa hasil

yang mereka dapatkan bukan merupakan hasil kehendak dirinya,

karena semua yang dilakukan atas dasar karena Allah (kekuatan

diluar kehendak diri sendiri). Karyawan meyakini bahwa nasib

ataupun kehendak yang ada pada seseorang merupakan kehendak

Allah, disamping mereka juga berusaha atau ikhtiar. Menurut staff

Bering Campus BMT Beringharjo, karyawan BMT merupakan

tenaga kerja yang sudah profesional, karena semua kinerjanya

dituangkan dalam LKPB (Lembar Kerja Pantauan Bulanan) yakni

semacam raport hasil kinerja karyawan setiap bulan. Ini dapat

digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk kinerja kedepan.

Oleh karena itu hasil pengujian terhadap LOC menunjukkan hasil

yang negatif signifikan terhadap OCB.

Page 78: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

88

3. Pandangan dalam Islam

Islam merupakan agama dengan cara hidup yang lengkap sebagai

panduan hidup umatnya. Al Quran dan Sunnah berisi panduan-panduan

yang dapat menuntun umat muslim menuju kesuksesan. Selain panduan

untuk kehidupan beragama, Islam memiliki konsep yang berkaitan dengan

etika dalam bekerja.

Etika kerja Islam memandang tujuan bekerja tidak hanya sekedar

menyelesikan pekerjaan dengan baik, namun tujuan bekerja adalah untuk

ibadah, mendapatkan ridha Allah, dan memakmurkan kehidupan dengan

mengelola bumi beserta isinya. Seperti yang tertuang dalam Qs Adz-

Zariyat: 56

وما خلقت الجن واإلنس إال لیعبدون

Dalam ayat tersebut tertera bahwa tujuan penciptaan manusia, jin,

dan seluruh alam adalah untuk beribadah kepada Allah, mencari keridhaan

Allah. Karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang

berbahagia dan mendapat ketenangan. Seluruh aktivitas hidup manusia

harus diarahkan untuk beribadah kepada Allah.

Kerja juga merupakan perwujudan keseimbangan antara

pemenuhan kebutuhan jiwa dan jasmani. Etika kerja Islam juga menuntut

agar setiap individu bekerja untuk mendapatkan rezeki yang disertai

dengan tawakal dan takwa kepada Allah. Kerja juga mewajibkan untuk

mencari usaha yang halal dan menghindari usaha yang haram. Seseorang

yang beriman meyakini bahwa seluruh yang ada di bumi dan seisinya

adalah milik Allah, sedang manusia bertugas sebagai khalifah. Dalam

Page 79: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

89

bekerja juga harus jujur dan amanah terhadap pekerjaan yang dijalaninya

(Hardana, 2015: 121). Manusia adalah pemegang amanah di muka bumi.

Ini tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab 72:

إن عرضنا األمانة على السموات واألرض والجبال فأبین أن یحملنھا وأشفقن منھا

وحملھا اإلنسان إنھ كان ظلوما جھوال

Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap manusia adalah khalifah

pemegang amanah di muka bumi. Setiap manusia di dunia ini pasti

memikul amanah, apakah dia menyadari atau tidak amanah tersebut.

Ketika kesadaran akan sebuah amanah telah tumbuh maka akan ada

segenap usaha untuk mejalaninya secara total karena amanah yang dipikul

tentulah ada pertanggung jawabannya di hari akhir kelak.

Teori perilaku citizenship (OCB) dalam teori modern yang telah

dijelaskan telah sesuai dengan nilai nilai yang diajarkan dalam Islam, yaitu

nilai-nilai tentang keikhlasan dalam bekerja, ta’awun (saling tolong

menolong), ukhuwah, mujahadah (teliti dan berhati-hati). Adapun lebih

lengkapnya akan dijabarkan sebagai berikut (Diana, 2012, p. 141-148):

a. Ikhlas dalam bekerja

Ikhlas adalah mengerjakan segala sesuatu dengan tanpa

mengharapkan imbalan baik didunia maupun akhirat. Ikhlas merupakan

amal perbuatan yang dilakukan tanpa pamrih, tetapi hanya mengharap

ridha Allah SWT. Dengan demikian, setiap muslim harus melakukan

amal perbuatan dengan niat semata-mata karena Allah, bukan ingin

dipuji orang lain, ingin mendapatkan reward ataupun jabatan duniawi.

Perilaku citizenship identik dengan perilaku ikhlas, yang dilakukan

tanpa mengharap imbalan atau reward dari pimpinan, tetapi semata-

Page 80: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

90

mata karena kesadaran dari hati yang mengedepankan kecintaan dan

membantu sesama.

b. Ta’awun (tolong-menolong)

Ta’awun adalah tolong menolong sesama umat muslim dalam

kebaikan. Ta’awun juga dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja

ketika melihat orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan.

Ta’awun dilakukan tanpa melihat pangkat derajat, apakah orang yang

ditolong adalah orang yang kaya ataupun miskin, tua ataupun muda.

c. Sportif

Sportif diartikan sebagai kemauan untuk mempertahankan sikap

positif ketika sesuatu tidak sesuai, tidak sakit hati ketika orang lain

tidak mengikuti sarannya, mau mengorbankan kepentingan pribadi

demi organisasi dan tidak menolak ide orang lain. Oleh sebab itu Al-

Qur’an menganjurkan untuk saling menasihati satu sama lain, sebagai

upaya mengingatkan jika terjadi kesalahan sebagai manusia.

d. Persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah)

Seorang muslim hendaknya mencintai saudaranya seperti

mencintai dirinya sendiri, sehingga selalu menghindari adanya

permasalahan sesama teman. Seorang muslim hendaknya selalu

memberi saran, nasihat, masukan dan arahan kepada yang lainnya.

e. Mujahadah (teliti dan hati-hati)

Mujahadah artinya karyawan mempunyai perilaku kerja yang

memenuhi tingkat di atas standar minimum yang disyaratkan. Seorang

muslim harus bersungguh-sungguh, jeli, teliti, hati-hati, dan berlomba-

Page 81: BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

91

lomba dalam kebaikan tanpa pamrih sedikitpun. Dalam melakukan

segala perbuatan maka harus dilandasi oleh niat yang teguh sehingga

dalam implementasinya akan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh,

walaupun dengan pengorbanan waktu, tenaga dan harta.

Dalam BMT Beringharjo, dimensi religiusitas dalam bekerja

sangat terasa di lingkungan organisasi. BMT mempunyai budaya

organisasi yang mengedepankan nilai-nilai Islam. Karyawan dibiasakan

untuk mempelajari Al-Qur’an setiap hari minimal satu halaman. Karyawan

juga dituntut untuk selalu mengedepankan cara berkomunikasi yang sopan

misalnya diawali dengan mengucap salam kepada para mitra yang

ditemuinya. Kemudian karyawan juga harus amanah, amanah di sini

artinya mengembangkan budaya kerja yang sesuai dengan aturan dan tata

tertib yang ada. Amanah dalam budaya kerja berkaitan dengan waktu, janji

dan deskripsi kerja, baik kepada anggota maupun karyawan.

Salah satu budaya organisasi BMT adalah resik. Yang dimaksud

dengan resik disini adalah mengembangkan budaya kerja yang bersih pada

karyawan maupun anggota, baik bersih secara fisik maupun ruhnya. Salah

satu contoh resik di sini adalah bersih hatinya dari penyakit hati yaitu iri,

riya’, sombong, pendendam, su’udzon, dan ghibah. Resik juga berarti

bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme. Resik di sini juga menganjurkan

untuk selalu menjaga penampilan agar selalu prima dan memakai busana

yang bersih, rapi, dan serasi.