bab ii kerangka teori dan pengembangan ...digilib.uin-suka.ac.id/34714/2/15810076_bab-ii_sampai...15...
TRANSCRIPT
15
BAB II
KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Konsep Kredit dan Pembiayaan Perbankan di Indonesia
Dalam sebuah sistem keuangan terdapat berbagai lembaga keuangan yang
menjalankan fungsi Financial Intermediaries yaitu pihak yang meminjam dana dari
nasabah yang menabung dan meminjamkannya ke pihak lain baik itu kepada pihak
bank lain maupun kepada pihak ketiga dalam bentuk kredit/pembiayaan.
a. Kredit Perbankan Konvensional
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Dell’Aricca, et.al. (2012) dalam Utari, Arimurti, dan Kurniati (2012)
menyebutkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan dapat dipicu oleh beberapa
faktor yaitu:
1) Bagian dari fase normal suatu siklus ekonomi, atau sering disebut dengan
prosiklikalitas kredit
2) Adanya liberalisasi sektor keuangan
3) Aliran modal masuk yang tinggi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
16
Sejalan dengan meningkatnya perekonomian domestik, umumnya kredit
akan tumbuh lebih cepat. Hal ini dipicu oleh kebutuhan untuk investasi perusahaa n
baik dalam bentuk investasi baru maupun penambahan kapasitas. Tingginya
pertumbuhan kredit juga dapat dipicu oleh liberalisasi di sektor keuangan yang
umumnya memang dirancang untuk meningkatkan kedalaman sektor keuangan.
Faktor lain yang turut berkontribusi terhadap peningkatan kredit adalah adanya
aliran modal masuk. Aliran modal masuk akan meningkatkan penawaran dana oleh
perbankan yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan kredit. Berbeda dengan
tiga yang pertama, pertumbuhan kredit yang dipicu oleh respon yang berlebihan
pelaku sektor keuangan lebih mengarah pada pertumbuhan kredit yang berlebihan
(credit boom). Hal ini dapat memunculkan sebuah risiko kredit.
Risiko kredit adalah kerugian potensial yang diakibatkan oleh keadaan
dimana debitur tidak mampu dan atau tidak mau menyelesaikan kredit sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit. Greuning dan Bratanivic
(2011) dalam Saputra (2016) menjelaskan bahwa hampir semua regulator
menetapkan standar pengelolaan risiko kredit yang meliputi identifikasi risiko dan
potensi yang ada, mendefinisikan kebijakan yang menggambarkan filoso fi
manajemen risiko bank serta menetapkan aturan mengenai ukuran/parameter dalam
risiko kredit yang akan dikontrol. Ada tiga jenis kebijakan yang berkaitan dengan
manajemen risiko kredit:
1) Kebijakan yang bertujuan untuk membatasi atau mengurangi risiko kredit.
Yang termasuk dalam jenis pertama adalah kebijakan pada konsentrasi dan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
17
pemaparan besar, diversifikasi, pinjaman kepada pihak terkait, dan
kelebihan pemaparan.
2) Kebijakan yang bertujuan mengklasifikasikan aset dengan cara
mengevaluasi kolektabilitas portofolio instrument kredit secara berkala.
3) Kebijakan yang bertujuan untuk kerugian provisi atau kebijakan dalam
menciptakan tunjangan pada tingkat tertentu untuk menyerap kerugian yang
dapat diantisipasi.
b. Pembiayaan Perbankan Syariah
Sebagai lembaga intermediasi, perbankan syariah selain melakukan
kegiatan penghimpunan dana secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk
simpanan juga akan menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan (financing).
Istilah kredit dalam perbankan konvensional jika didalam konsep perbankan syariah
disebut dengan pembiayaan. Instrumen bunga yang ada dalam bentuk kredit
digantikan dengan akad-akad tradisional Islam atau sering disebut dengan
perjanjian berdasarkan prinsip syariah.
Pembiayaan dalam prinsip Islam didasarkan pada firman Allah SWT, dalam
potongan Q.S. Al-Baqarah [2]: 275 sebagaimana berikut ini:
هۥ ما سلف و أمرهۥ إلى ٱلله هۦ فٱنتهى فل ة م ن رهب م ٱلر بوا فمن جاءهۥ موعظ ٱلبيع وحره …].[ وأحله ٱلله
ها خلدون ﴿275﴾1 هم في ب ٱلنهار أولئك أصح اد ف ومن ع
1 Artinya “…[.] Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang -orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 275).
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
18
Dalam Tafsir Imam Syafi’i dijelaskan bahwa riba adalah apabila seseorang
memberikan pinjaman kepada orang lain lalu mewajibkan sesuatu kepada
peminjam dengan pilihan untuk membayarnya tepat waktui atau melebihinya.
Maka peminjam akan memilih untuk mengakhiri pembayaran dengan menambah
jumlahnya. Apabila hal demikian terjadi, maka mereka akan menggugurkan sunah
Rasulullah SAW dan perkataan tersebut berasal dari kebodohan mereka (Al-Farran,
2008: 491).
Dalam konteks kehidupan sekarang ini, riba yang dimaksud dapat
dipersamakan dengan konsep bunga bank pada kasus kredit. Bunga merupakan
bentuk imbalan dari pihak nasabah yang diberikan kepada pihak perbankan. Dalam
upanya menghindari praktik riba maka pembiayaan menggunakan prinsip bagi
hasil.
Transaksi pembiayaan pernah dipraktikkan oleh rasulullah SAW
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah R.A
yang berbunyi:
ه ه درع هن ، ور ما بنسيئة طعا هودي من ي ه وسلهم صلهى هللا علي اشترى رسول للاه
Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membeli bahan
makanan dengan sistem pembayaran dihutang, itulah hakikat kredit.
Pada pratiknya di perbankan syariah, produk pembiayaan terbagi menjadi
empat kategori yang didasarkan pada perjanjian akad-akad dalam prinsip syariah
adalah sebagai berikut (Umam, 2009):
1) Pembiayaan berdasarkan akad jual beli. Jenis pembiayaan berdasarkan akad
jual beli dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pembiayaan murabahah,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
19
pembiayaan salam, dan pembiayaan istishna. Inti dari pembiayaan
berdasarkan akad jual beli adalah bahwa nasabah yang membutuhkan suatu
barang tertentu, maka padanya akan menerima barang dari pihak bank
dengan harga sebesar harga pokok (historical cost) ditambah besarnya
keuntungan dikehendaki oleh bank (profit margin) dan harus ada
kesepakatan mengenai harga tersebut oleh kedau pihak.
2) Pembiayaan berdasarkan akad sewa-menyewa. Jenis pembiayaan ini
diberikan kepada nasabah yang ingin mendapatkan manfaat atas barang
tertentu tanpa perlu memiliki. Pihak bank syariah dapat mnyewakan barang
yang menjadi objek sewa (ujrah) yang besarnya sesuai kesepakatan.
3) Pembiayaan berdasarkan akad bagi hasil. Pembiayaan berdasarkan akad
bagi hasil ditujukan untuk memenuhi kepentingan nasabah akan modal atau
tambahan modal untuk melaksanakan sautu usaha yang produktif. Dalam
pratik perbankan dikenal dua macam pembiayaan berdasarkan akad bagi
hasil, yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
4) Pembiayaan berdasarkan akad pinjam-meminjam. Pembiayaan berdasarkan
akad pinjam-meminjam ditempuh perbankan dalam keadaan darurat
(emergency sitiation), karena pada prinsipnya melalui pembiayaan
berdasarkan akad pinjam-meminjam ini bank tidak boleh mengamb il
keuntungan dari nasabah sedikitpun, kecuali hanya sebatas biaya
administrasi yang benar benar digunakan oleh bank dalam proses
pembiayaan. Pembiayaan ini dibedakan menjadi dua, yaitu qardh dan qardh
al hasan.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
20
2. Kebijakan Makroprudensial
Secara konseptual, kebijakan makroprudensial adalah instrumen regulas i
prudensial yang ditujukan untuk mendorong stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan, bukan kesehatan lembaga keuangan secara individu. Secara analogi,
kebijakan makroprudensial adalah instrumen regulasi prudensial yang ditujukan
untuk menjaga kesehatan lembaga secara individu. Dengan demikian, kebijakan
makroprudensial digunakan untuk mencegah terjadinya siklus boom-bust suplai
kredit dan likuiditas yang dapat menyebabkan ketidakstabilan perekonomian.
Dengan peran menjaga stabilitas suplai intermediasi keuangan ini, kebijakan
makroprudensial mempunyai peran yang menunjang tujuan kebijakan moneter
dalam menjaga stabilitas harga dan output (Warjiyo dan Juhro, 2016: 604).
Menurut Working Group G-30 (2010) penerapan kebijakan
makroprudensial ini dimaksudkan untuk mengatasi dua dimensi dari risiko
sistemik, yaitu dimensi time series dan dimensi cross section
a. Dimensi time series menggambarkan mekanisme akumulasi risiko pada
sistem keuangan sepanjang waktu. Kejadian ini dimaksudkan untuk
mengurangi kecenderungan sistem keuangan dalam memperbesar naik
turunnya siklus bisnis. Dalam hal ini institusi keuangan bertindak
prosiklikal terhadap siklus bisnis karena institusi finansial secara kolektif
cenderung meningkatkan risk exponsure selama perekonomian dalam masa
boom dan menjadi sangat risk averse pada saat ekonomi dalam masa bust.
Hal ini dapat dilihat dari kredit yang disalurkan oleh bank. Kebijakan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
21
makroprudensial diharapkan dapat memoderasi siklus finansial, bukan
menghilangkannya.
b. Dimensi cross section menggambarkan distribusi risiko pada sistem
finansial pada waktu tertentu. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
mengurangi risiko tertular (spillovers) dari ketidakstabilan keuangan
(financial distress). Masalah yang terjadi pada institusi keuangan yang satu
dapat menyebar dengan cepat ke institusi keuangan yang lain karena adanya
saling ketergantungan yang sangat erat.
Kebijakan makroprudensial diwujudkan dalam beberapa instrumen
kebijakan. Penggunaan instrumen tersebut tergantung pada tingkat ekonomi dan
keuangan, nilai tukar, dan daya tahan terhadap guncangan (shock). Instrumen
kebijakan tersebut sering digunakan sebagai komplemen bagi kebijakan moneter
dan kebijakan fiskal serta berfungsi sebagai automatic stabilizer. Adapaun beberapa
instrumen kebijakan makroprudensial yang ditetapokan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Instrumen Kebijakan Makroprudensial Indonesia
Risiko Instrumen
Kredit 1. Loan to Value (LTV) ratio 2. Financing to Value (FTV) ratio 3. Giro Wajib Minimum Loan to Deposit Ratio
(GWM LDR) 4. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
Likuiditas 5. Giro Wajib Minimum Loan to Deposit Ratio (GMW LDR)
6. Posisi Devisa Neto (PDN) Tata Kelola (Governance) 7. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Modal 8. Countercyclical Capital Buffer (CCB)
9. Capital Surcharge Sumber: Bank Indoensia (2015)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
22
Tabel 2.2 Instrumen Kebijakan Makroprudensial di Berbagai Negara
Instrumen Negara yang Menerapkan
Memitigasi Resiko Kredit:
➢ Pembatasan Pertumbuhan ➢ Pembatasan LDR dan Buffer
➢ LTV
➢ Dynamic provisioning
➢ Brazil, Kuwait, United Kingdom ➢ Bulgaria, Kroasia, Hongkong, Kuwait,
Indonesia ➢ China, Hongkong, Korea, Hungaria,
Indonesia ➢ Kolumbia, Bolivia, Uruguay, Peru, Spanyol
Mitigasi Insolvency :
➢ Pembatasan debt to income ratio ➢ Leverage ratio ➢ Permodalan
➢ Korea
➢ Kanada ➢ Brazil, Saudi Arabia, Bulagria
Mitigasi Risiko Pasar :
➢ Limit posisi valas
➢ Pembatasan kredit valas
Mitigasi Risiko Likuiditas :
➢ Minimum liquidity mismatch ratio
➢ Minimum core funding ratio ➢ Reserve requirement ➢ Pembatasan ekspor impor
perbankan
➢ New Zealand
➢ New Zealand ➢ Bulgaria, Kolumbia, Peru, Rumania ➢ Euro area
Sumber: Utari, Arimurti, dan Kurniati (2012)
a. Loan To Value (LTV)/Financing To Value (FTV)
Loan To Value dan Financing To Value adalah angka rasio antara nila i
pembiayaan yang dapat diberikan perbankan kepada nasabahnya. Jika LTV
merupakan kebijakan untuk perbankan konvensional, maka FTV merupakan
kebijakan untuk perbankan Syariah.
Perumusan kebijakan LTV/FTV dilatar belakangi oleh pertumbuhan kredit
sektor properti yang cukup tinggi saat itu, sehingga berpotensi menimbulkan
terjadinya pembentukan risiko sistemik akibat perilaku ambil risiko yang
berlebihan (excessive risk taking behaviour). Kebijakan batasan minimum atas
LTV pertama kali diimplementasikan pada tahun 2012. Hingga saat ini, kebijakan
tersebut telah disesuaikan 2 (dua) kali pada tahun 2013 dan 2015, yakni dengan
melakukan perubahan atas besaran nilai minimum LTV yang disesuaikan dengan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
23
siklus perekonomian dan pertumbuhan kredit. Perubahan terakhir yang dilakukan
bersifat pelonggaran (ekspansi) dengan tujuan untuk menjaga momentum
pertumbuhan perekonomian melalui peningkatan fungsi intermediasi, agar bank
dapat mengucurkan lebih banyak kredit (Bank Indonesia, 2016).
b. Giro Wajib Minimum (GWM) berdasarkan Loan To Deposit Ratio
(LDR)
GWM-LDR adalah simpanan minimum dalam Rupiah yang wajib
dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia,
sebesar persentase tertentu dari dana pihak ketiga (DPK) yang dihitung berdasarkan
selisih antara LDR yang dimiliki oleh bank dengan LDR target. Kebijakan tersebut
dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi build-up risiko sistemik melalui
pengendalian fungsi intermediasi perbankan sesuai dengan kapasitas dan target
pertumbuhan perekonomian, serta menjaga likuiditas perbankan. Dengan demikian,
kebijakan ini diharapkan mampu mendorong terciptanya fungsi intermediasi yang
seimbang dan berkualitas, dengan tetap menjaga kondisi likuiditas bank. Kebijakan
mengenai GWM-LDR dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia No.
17/11/PBI/2015 tanggal 26 Juni 2015 tentang Perubahan atas PBI No.
15/15/PBI/2015 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan
Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Bank Indonesia, 2016).
3. Kebijakan Makroprudensial sebagai Kebijakan Countercyclical
Kebijakan makroprudensial adalah instrumen regulasi prudensial yang
ditujukan untuk mendorong stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, bukan
kesehatan lembaga keuangan secara individu (IMF, 2013: 12). Menurut Working
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
24
Group G-30 (2010) Seperti yang telah dijelakan diatas, bahwa kebijakan
makroprudensial terdapat dua dimensi salah satunya adalah dimensi time series.
Dalam dimensi time series kebijakan makroprudensial ditujukan untuk menekan
risiko terjadinya prosiklikalitas yang berlebihan dalam sistem keuangan.
Prosiklikalitas adalah kondisi di mana pelaku pasar dengan perilaku ambil
risiko atau hindari risiko dapat memperbesar siklus ekonomi (memperdalam
economic downturn dan meninggikan economic upturn) (Bank Indonesia, 2015).
Utari, Arimurti, dan Kurniati (2012) menyebutkan bahwa prosiklikalita s
didefinisikan sebagai interaksi ekonomi yang saling menguatkan. Keadaan yang
dimaksud adalah ketika economic downturn, pihak perbankan cenderung untuk
tidak menyalurkan kredit untuk menghindari risiko. Keaadaan inilah yang akan
memperburuk kondisi perekonomian akibat kurangnya modal dan dapat
memperparah economic downturn.
Kebijakan makroprudensial memiliki sifat countercyclical. Jika kredit
bersifat procyclical, artinya kredit cenderung menguatkan siklus ekonomi, maka
kebijakan makroprudensial bersifat countercyclical yang artinya kebijakan tersebut
cenderung menstabillkan siklus ekonomi.
Kammisky, Reinhart, dan Vegh (2004) menjelaskan bahwa terdapat tiga
karakter kebijakan dalam teori siklus ekonomi, yaitu procyclical, countercyclical,
dan acyclical. Tabel 2.3 menjelaskan karakter kebijakan dengan menggunakan arus
modal bersih yang masuk (net capital inflows) sebagai tranmisi untuk pemahaman
karakter suatu kebijakan.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
25
Tabel 2.3 Karakteristik Kebijakan dengan Net Capital Inflows
Kebijakan Net Capital Inflows
Countercyclical -
Procyclical +
Acyclical 0 Sumber: Kamminsky, Reinhart, dan Vegh (2004)
Sebagaimana terdapat dalam tabel 2.3 bahwa:
a. Capital flows di suatu negara dikatakan countercyclical apabila komponen
siklus net capital inflows dan tingkat output berkorelasi negatif. Dengan kata
lain, negara tersebut meminjam dana dari luar negeri pada saat resesi
(capital inflows) dan membayarnya saat siklus ekspansi (capital ouflow).
b. Capital flows dikatakan procyclical apabila komponen siklus capital flows
dengan tingkat output berkorelasi positif. Dengan kata lain, negara tersebut
meminjam dana dari luar negeri pada saat ekspansi (capital inflow) dan
membayarnya pada siklus resesi (capital outflow).
c. Capital flows dikatakan acyclical apabila komponen siklus capital flows
dengan tingkat ouput tidak berkorelasi. Oleh karena itu, pola meminjam
dan membayar dana secara sistematis tidak berhubungan dengan siklus
bisnis.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpilkan bahwa kebijakan dikatakan
procyclical ketika kebijakan cenderung menguatkan siklus ekonomi. Sebaliknya,
kebijakan dikatakan countercyclical ketika kebijakan cenderung menstabilkan
siklus bisnis. Sementara itu, kebijakan acyclical merupakan karakter kebijakan
yang tidak berkorelasi dengan siklus ekonomi.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
26
4. Faktor Makroekonomi dan Faktor Internal Perbankan
Lingkungan makroekonomi memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap
sektor perbankan. Eksposur dari faktor risiko makroekonomi merupakan sumber
risiko sistemik yang mempengaruhi kinerja sektor perbankan yang dinyatakan
sebagai rasio kredit bermasalah terhadap total kredit yang secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan kredit.
Kondisi perekonomian sering kali tidak stabil dan pada periode tertentu
kondisi perekonomian akan cenderung fluktuatif. Kondisi ini sering disebut dengan
siklus bisnis (Mankiw, 2007: 246). Kondisi perekonomian yang fluktuatif tersebut
menjadi salah satu pendorong perilaku perbankan yang cenderung prosiklaka l
dalam penyaluran kredit/pembiayaan. Fluktuasi perekonomian sering kali
didasarkan pada pertumbuhan PDB, karena merupakan ukuran paling luas untuk
keseluruhan kondisi perekonomian. Berikut merupakan grafik siklus bisnis yang
diukur menurut PDB suatu negara:
Gambar 2.1 Grafik Siklus Bisnis Sumber: Sukirno (2004)
Tahap pertama adalah ekspansi, pertumbuhan ekonomi terlihat mulai bergerak
naik yang ditandai dengan adanya gerakan peningkatan produk nasional, kesempatan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
27
kerja mulai meningkat, upah cenderung mengalami kenaikan dan keuntungan
perusahaan mengalami peningkatan, kegiatan ekonomi disebut ekspansi bila terjadi
kenaikan selama minimal dua triwulan berturut-turut.
Tahap kedua adalah titik puncak (boom), titik puncak kegiatan ekonomi
tercapai setelah mengalami ekspansi pada saat ini kondisi upah dan kesempatan
kerja berada dalam kondisi yang ideal bagi suatu negara. Kondisi peak ini terjadi
selamanya tapi akan terjadi penurunan kembali, pertumbuhan ekonomi naik dan
mencapai titik puncak melebihi puncak biasanya terjadi.
Tahap ketiga adalah resesi, ketika perekonomian mengalami resesi
pendapatan akan turun sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak
berkurang. Laba juga turun sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak
pendapatan, semakin banyak orang yang menjadi tergantung pada bantuan
pemerintah seperti asuransi kesejahteraan dan pengangguran, sehingga pengeluaran
pemerintah naik.
Tahap keempat adalah titik terendah (Trough), penurunan kegiatan
perekonomian tidak akan berlangsung terus tapi akan terhenti pada titik terendah
(trought). Pada saat ini pertumbuhan ekonomi berada pada titik terendah
kesempatan kerja sangat rendah dan tingkat upah berada di bawah subsistem. Bila
kegiatan perekonomian menurun secara tajam dan mencapai titik terendah melebihi
titik terendah yang biasa terjadi perekonomian dikatakan mengalami depression.
Faktor internal perbankan adalah kinerja keuangan dari perbankan itu
sendiri yang dapat menciptakan industri perbankan nasional yang kuat. Kinerja
keuangan perbankan adalah penilaian tingkat efisiensi dan produktifitas yang
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
28
dilakukan secara berkala atas dasar laporan manajemen dan laporan keuangan yang
mencerminkan prestasi yang diraih oleh industri perbankan. Berikut ini faktor
makroekonomi dan faktor internal perbankan yang mempengaruhi kredit:
a. BI Rate
BI Rate merupakan kebijakan tingkat suku bunga yang diatur oleh Bank
Indonesia selaku bank sentral. Dalam Teori Moneter, kebijakan ini disebut dengan
tingkat diskonto (discount rate) yaitu tingkat diskonto pinjaman yang diberikan
oleh bank sentral kepada bank umum. Apabila tingkat diskonto dinaikkan maka
bank umum cenderung untuk mengurangi tingkat pinjaman kepada bank sentral
sehingga kemampuan bank umum dalam memberikan pinjaman kepada nasabah
cenderung semakin kecil. Dengan demikian inflasi dapat dicegah karena jumlah
uang beredar semakin sedikit (Nopirin, 2014: 34).
Suku bunga bagi suatu bank adalah harga dari komoditi (uang atau dana)
yang diperjual belikan oleh bank. Di Indonesia, penentuan suku bunga, baik biaya
dana (cost of fund) maupun bunga kredit (lending rate) mengacu pada BI Rate. BI
Rate adalah kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia (BI) mengenai suku bunga,
yang diumumkan kepada publik yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter. BI Rate diumumkan setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan oleh Dewan
Gubernur BI dan nantinya kebijakan ini akan diimplementasikan pada operasi
moneter yang dilakukan BI melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management)
di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran
operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar
Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
29
diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada
gilirannya suku bunga kredit perbankan (Bank Indonesia, 2016).
Dalam keterkaitannya dengan kredit perbankan, jika BI Rate dinaikan maka
akan berpengaruh pada naiknya suku bunga deposito yang selanjutnya berpengaruh
pada naiknya suku bunga kredit. Semakin tingginya suku bunga kredit akan
berdampak pada menurunya jumlah permintaan kredit sehingga penyaluran kredit
juga akan menurun tetapi permintaan untuk deposito akan meningkat.
b. Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus menerus (Mankiw, 2003: 72). Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut
deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan
pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Penentuan barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya
Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS
akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan
di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis
barang/jasa di setiap kota.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang inflasi sebagai berikut
(Boediono, 2014: 161):
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
30
1) Teori kuantitas
Teori kuantitas memaparkan bahwa terjadinya inflasi hanya disebabkan
oleh satu faktor, yaitu akibat kenaikan jumlah uang yang beredar (JUB). Inti
dari teori ini adalah sebagai berikut:
a) Inflasi akan terjadi jika ada penambahan jumlah uang yang beredar,
baik penambahan uang karta atau penambahan uang giral.
b) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertumbuhan jumlah uang yang
beredar dan oleh harapan masyarakat tentang kenaikan harga di masa
yang akan datang. Jadi, apabila masyarakat sudah beranggapan bahwa
akan terjadi kenaikan harga, maka tidak ada kecenderungan masyarakat
untuk menyimpan uang tunai.
2) Teori Keynes
Teori Keynes menjelaskan bahwa inflasi terjadi karena suatu masyarakat
cenderung ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Keadaan ini
di tunjukan oleh permintaan masyarakat akan barang-barang yang melebihi
jumlah barang yang tersedia. Hal ini akan menimbulkan inflationary gap.
Ketika inflationary gap tetap ada, maka selama itu pula inflasi akan terus
berlanjut.
3) Teori Strukturalis
Teori strukturalis merupakan teori yang menjelaskan fenomena inflas i
dalam jangka Panjang. Hal ini didasarkan pada penjelasan yang menyoroti
sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi suatu
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
31
negara. Menurut teori ini ada dua kekakuan utama perekonomian yaitu
kekakuan persediaan bahan makanan dan kekakuan barang ekspor.
c. Nilai Tukar
Nilai tukar atau kurs valuta asing didefinisikan sebagai jumlah uang
domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Sukirno
(2004) menjelaskan, pada dasarnya terdapat dua cara di dalam menentukan kurs
valuta asing:
a) Penentuan kurs berdasarkan permintaan dan penawaran mata uang asing
dalam pasar bebas.
b) Penentuan kurs berdasarkan kebijakan pemerintah.
Nilai tukar erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan luar negeri, karena
dalam perdagangan luar negeri, pembayarannya dilakukan dengan satu mata uang
yang telah disepakati bersama. Salah satu pihak harus menukarkan mata uangnya
menjadi mata uang yang telah disepakati. Sebagai mata uang lunak (soft
currency), Rupiah Indonesia masih sangat terpengaruh oleh mata uang yang lebih
kuat, terutama Dollar Amerika. Pergolakan nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika mempunyai dampak yang cukup besar bagi kegiatan perekonomian
Indonesia di pasar dunia.
Secara ekonomi, nilai tukar mata uang dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu (Mankiw, 2007: 128):
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
32
a) Nilai tukar mata uang nominal
Nilai tukar mata uang nominal adalah perbandingan harga relatif dari mata
uang antar negara. Istilah nilai tukar mata uang antara dua negara yang
diberlakukan di pasar valuta asing adalah nilai tukar mata uang nominal.
b) Nilai tukar mata uang riil
Nilai tukar mata uang riil adalah perbandingan harga relatif dari barang yang
terdapat di dua negara. Dengan kata lain, nilai tukar mata uang riil
menyatakan tingkat harga dimana kita bisa memperdagangkan barang dari
satu negara dengan barang negara lain.
Nilai tukar mata uang riil ini ditentukan oleh nilai tukar mata uang nomina l
dan perbandingan tingkat harga domestik dan luar negeri. Rumusnya adalah sebagai
berikut (Mankiw, 2003: 125):
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑟𝑖𝑖𝑙 =𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 ×ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘
ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖 (2.1)
Dengan demikian, nilai tukar mata uang riil bergantung pada tingkat harga
barang dalam mata uang domestik serta nilai tukar mata uang domestik tersebut
terhadap mata uang asing. Jika nilai tukar mata uang riil dari mata uang domestik
tinggi, maka harga barang-barang di luar negeri relatif lebih murah dan harga
barang-barang di dalam negeri menjadi relatif lebih mahal dan sebaliknya.
d. Loan to Deposit Ratio (LDR)/Financing to Deposit Ratio (FDR)
LDR/FDR adalah rasio yang membandingkan antara total
kredit/pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun olen
perbankan. Rasio ini menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan
dananya yang berasal dari masyarakat (berupa Giro, Deposito, Tabungan, dan lain-
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
33
lain) dalam bentuk kredit/pembiayaan. Semakin tinggi rasio LDR/FDR maka
kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit/juga semakin besar (Bank
Indonesia, 2015).
LDR/FDR juga sangat berpengaruh terhadap profitabilitas perbankan. Jika
LDR/FDR naik maka pendapatan perbankan dapat dipastikan juga akan semakin
tinggi, dalam arti memiliki pengaruh positif. Hal ini terjadi karena jika semakin
tinggi kredit/pembiayaan yang diberikan maka semakin tinggi juga pendapatan
bunga, namun sepanjang penyaluran kredit telah dilakukan secara prudentia l
terhadap ketentuan yang ada sehingga tidak menimbulkan kredit bermasalah
(Riyadi, 2015). Islitah LDR digunakan untuk perbanakan konvensiona l,
sedangankan istilah FDR digunakan untuk perbankan syariah.
B. Telaah Pustaka
Dalam perkembangannya, telah banyak penelitian yang meneliti tentang
bagaimana pengaruh faktor makroekonomi terhadap penyaluran kredit perbankan
serta bagaimana efektifitas kebijakan makroprudensial yaitu LTV/FTV dan GWM-
LDR dalam mengatur penyaluran kredit yang berlebihan.
Neneng Ela Fauziyah (2016) meneliti tentang Analisis Dampak Kebijakan
Pelonggaran Financing to Value (FTV) Terhadap Penyaluran Pembiayaan Properti
di Perbankan Syariah Dalam Kerangka Kebijakan Makroprudensial. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis Vector Error Corection
Model (VECM) yang menghasilkan bahwa kebijakan pelonggaran FTV yang
dirancang oleh Bank Indonesia pada tahun 2015 memberikan dampak negatif
terhadap peningkatan penyaluran pembiayaan properti. Kemudian variabel
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
34
makroekonomi yang berdampak positif dalam meningkatkan pembiayaan properti
adalah inflasi dan IPI saja. Sedangkan BI rate memberi dampak negatif. FDR
sebagai variabel internal bank memberikan dampak positif terhadap pembiayaan
property. Pada intinya, kenijakan pelonggaran FTV belum sepenuhnya efektif
dalam meningkatkan pembiayaan properti di perbankan Syariah.
Intan Puspitasari (2016) meneliti tentang Efektivitas Kebijakan
Makroprudensial dalam Memitigasi Prosiklikalitas Kredit dan Pembiayaan Dual
Banking System di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitat if
dengan alat analisis Vector Autoregresive (VAR) yang menghasilkan bahwa
kebijakan GWM-LFR dinilai masih belum terlalu efektif dalam memitigas i
prosiklikalitas kredit perbankan konvensional, sedangkan untuk perbankan syariah
belum efektif sama sekali. Untuk kebijakan FTV/LTV dinilai belum efektif untuk
memitigasi prosiklikalitas kredit dan pembiayaan.
Purnawan dan Nasir (2015) meneliti tentang kebijakan makroprudens ia l
dalam menstabilkan volatilitas nilai tukar. Penelitian ini menggunakan VARX dan
metode event analysis yang menghasilkan volatilitas nilai tukar mulai menurun
ketika terjadi penetapan kebijakan one month holding periode (OMHP), sehingga
kebijakan makroprudensial sebagai kebijakan countercyclical telah terpenuhi
dengan kebijakan OMHP.
Penelitian Rizki E. Wirnanda, Meily I. Permata, M. Barik Bathaludd in,
Wahyu A. Wibowo (2012) menunjukkan bahwa sebagian besar kebijakan
makroprudensial yang telah dikeluarkan Bank Indonesia efektif dalam meng-
address permasalahan yang ada, yaitu volatilitas nilai tukar dan kredit.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
35
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, penelitian ini terfokus pada
sistem perbankan ganda yaitu bank konvensional dan bank syariah di Indonesia
yang terfokus pada efektitas kebijakan makroprudensial sebagai countercyclical
penyaluran kredit dan pembiayaan yang juga dipengaruhi oleh variabel
makroekonomi dan variabel internal perbankan. Alasan pemilihan variabel
makroekonomi adalah agar penelitian ini mempunyai cakupan yang lebih luas
sehingga tidak tertuju pada variabel internal perbankan saja.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan
variabel serta rentang waktu yang digunakan. Selain itu penelitian ini terfokus pada
pembuktian tentang kebijakan makroprudensial yang bersifat kebijakan
countercyclical. penelitian ini menggunakan data sampai tahun 2018, sehingga
diharapkan mampu menangkap peristiwa pada penyaluran kredit secara lebih dalam
sejak diberlakukannnya kebijakan makroprudensial. Penelitian ini juga terfokus
pada bank konvensional dan bank syariah.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
36
Tabel 2.4 Tabel Penelitian Terdahulu
Peneliti dan
Tahun
Sumber
Referensi
Judul Variable dan Alat
Analisis
Ringkasan Hasil
Neneng Ela Fauziyah. 2016
Skripsi Program Sarjana Ekonomi FEBI UIN Sunan Kalijaga
Analisis Dampak Kebijakan Pelonggaran Financing To Value (FTV) Terhadap Penyaluran Pembiayaan Properti di Perbankan Syariah Dalam Kerangka Kebijakan Makroprudensial
Pembiayaan Properti, Financing to Value (FTV), BI Rate, inflasi, Indeks Produksi Industri (IPI), dan Financing to Deposit Ratio (FDR)
Alat analisis: Vector Error Correction Model (VECM)
Kebijakan pelonggaran FTV yang dirancang oleh Bank Indoensia pada tahun 2015 memberikan dampak negatif terhadap peningkatan penyaluran pembiayaan properti. Kemudian variabel makroekonomi yang berdampak positif dalam meningkatkan pembiayaan properti adalah inflasi dan IPI saja. Sedangkan BI rate memberi dampak negatif. FDR sebagai variabel internal bank memberikan dampak positif terhadap pembiayaan property. Pada intinya, kenijakan pelonggaran FTV belum sepenuhnya efektif dalam meningkatkan pembiayaan properti di perbankan Syariah.
Intan Puspitasari. 2016
Skripsi Program Sarjana Ekonomi FEBI UIN Sunan Kalijaga
Efektivitas Kebijakan Makroprudensial dalam Memitigasi Prosiklikalitas Kredit dan Pembiayaan Dual Banking System di Indonesia
Kredit/Pembiayaan, FTV/LTV, GWM LFR, BI rate, DPK, Kredit/Pembiayaan Bermasalah
Alat analisis: Vector Autoregresive (VAR)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan GWM-LFR dinilai masih belum terlalu efektif dalam memitigasi prosiklikalitas kredit perbankan konvensional, sedangkan untuk perbankan syariah belum efektif sama sekali. Untuk kebijakan FTV/LTV dinilai belum efektif untuk memitigasi prosiklikalitas kredit dan pembiayaan
Muhammad Eddie
Buletin Ekonomi
The Role of Macroprudential
Volatilitas nilai tukar, nilai tukar nominal, GDP,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat volatilitas nilai tukar menurun setelah penerapan periode holding
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
37
Purnawan dan M. Abd. Nasir. 2015
Moneter dan Perbankan Vol. 18 Nomor 1
Policy to Manage Exchange Rate
inflasi, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), kredit, BI rate
Alat analisis: VARX dan Event Analysis
satu bulan, periode holding enam bulan dan kebijakan posisi devisa neto. Namun, untuk nilai tukar nominal, kebijakan ini tidak efektif. Secara agregat, persyaratan cadangan ditambah kebijakan rasio pinjaman terhadap simpanan efektif untuk meningkatkan alokasi kredit bank. Selanjutnya dampak dari kebijakan cadangan primer sangat terbatas untuk menurunkan likuiditas ekonomi; sementara pada saat yang sama aliran modal asing menjadi sangat berat
Rizki E. Wirnanda, Meily I. Permata, M. Barik Bathaluddin, Wahyu A. Wibowo. 2012
Working Paper Bank Indonesia
Studi Penerapan Kebijakan Makroprudensial di Indonesia: Evaluasi dan Analisa Integrasi Kebijakan Bank Indonesia
Volatilitas nilai tukar, nilai tukar nominal, GDP real, inflasi, SBDK, BI rate, GWM, LTV
Alat analisis: VARX, Event Analysis dan DSGE
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kebijakan makroprudensial yang telah dikeluarkan Bank Indonesia efektif dalam meng-address permasalahan yang ada, yaitu volatilitas nilai tukar dan kredit. Sementara itu, dampak kebijakan GWM primer sangat terbatas dalam menurunkan likuiditas perkonomian. Analisis DSGE menghasilkan bahwa kombinasi kebijakan terbaik adalah dengan mengintegrasikan kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial.
Ayu Swaningrum dan Peggy Hariwan. 2014
Paper FEB Universitas Kristen Satya Wacana
Evaluasi Efektifitas Instrumen Makroprudensial dalam Mengurangi Resiko Sistemik di Indonesia
Pertumbuhan kredit, pertumbuhan PDB, tingkat suku bunga, LTV, GWM LDR,
Alat Analisis: Regresi data Panel
Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen kebijakan makroprudensial yakni LTV dan GWM LDR pada tahun penelitian secara efektif belum mampu mengatasi prosiklikalitas kredit.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
38
Ida Nuryana. 2017
Jurnal Ilmu Manajemen dan akuntansi vol.5 no.1 April 2017 FEB Universitas Kanjuruhan Malang
Assessment Efektifitas Instrumen Makroprudensial dalam Mengurangi Resiko Kredit Perbankan di Indonesia
Capital Buffer, GWN LDR, dan risiko kredit perbankan
Alat analisis: Analsis Regresi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan Capital Buffer dan GWM LDR berpengaruh signifikan terhadap risiko kredit. Secara parsial Capital Buffer berpengaruh terhadap risiko kredit, sedangkan GWM LDR tidak berpengaruh terhadap risiko kredit.
Nufita Sari Utami. 2017
Skripsi Program.Studi Perbankan Syariah FEBI UIN Sunan Kalijaga
Pengaruh Kebijakan Makroprudensial dan Kebijakan Makroprudensial terhadap Risiko Pembiayaan di Bank Umum Syariah tahun 2013-2015
Dana pihak ketiga, CAR, size, GWM berdasarka FDR, Exchange rate, inflasi, resiko pembiayaan bank syariah
Alat analisis: Analisis regresi data panel
Hasil analisis menunjukan bahwa variabel DPK berpengaruh negative namun tidak signifikan terhadap NPF. Variable CAR berpengaruh negative dan signifikan terhadap NPF. Variable size berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadapNPF. Variabel GWM-FDR berpengaruh negatifdan signofikan terhadap NPF. Variable exchange rate berpengaruh psotif dab signifikan terhadap NPF. Variable inflasi berpemgaruh signifikan terhadap NPF
Meutia Qudraty, Suriani. 2016
Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam vol. 2 no. 1 Maret 2016 FEB
Efektifas Kebijakan Makroprudensial Perbankan dan Penyaluran Kredit di Aceh
LTV, LDR, penyaluran kredit bank umum dan PDRB sebagai variabel control
Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen kebijakan makroprudensial yang ditetapkan oleh BI memengaruhi total penyaluran kredit bank umum di Aceh sehingga bank umum di Aceh sehingga dapat mengurangi risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan). Namun, Bank Indonesia harus memperhatikan dan mengevaluasi keadaan tersebut dengan melihat
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
39
Universitas Syiah Kuala
Alat analisis: model statistik deskriptif
instrument makroprudensial yang mana memberikan pengaruh paling besar terhadap penyaluran kredit di Provinsi Aceh. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambahkan CAR (Capital Adequacy Ratio) dan GWM (Giro Wajib Minimum) sebagai variabel-variabel yang dapat memengaruhi kinerja bank-bank umum di Aceh.
Sekar Dewinda Santi. 2017
Skripsi Program Sarjana Ilmu Ekonomi FEB UGM
Analisis Pengaruh Kebijakan Makroprudensial terhadap Pertumbuhan Kredit Bank Umum di Indonesia Periode 2010: Q1-2016: Q4
Pertumbuhan dana pihak ketiga, CAR, investasi, pertumbuhan GDP dan volatilitas nilai tukar
Alat analisi: Fixed Effect Crossection Weight dan Panel Cointegration
Hasil analisis menunjukan bahwa variabel internal bank seperti pertumbuhan dan pihak ketiga, CAR, dan investasi berpengaruh signifikan, serta variabel eksternal bank seperti pertumbuhan GDP dan volatilitas nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Variabel kebijakan makroprudensial LTV kedua dan ketiga serta GWM-LFR berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Hasil uji kointegrasi menunjukan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen.
M. Jefri Saputra. 2016
Skripsi Program Sarjana Ekonomi FEB Universitas Lampung
Assessement Intrumen Kebijakan Makroprudensial dalam memitigasi Risiko Kredit di Indonesia: Analisis Data Panel
GWM-LDR, Capital Buffer, GDP, tingkat suku bunga, nilai tukar riil
Alat analisis: Analisis Data Panel dan Hodrick Prescott Filter
Intrumen kebijakan makroprudensial, GWM-LDR dan Capital Buffer terbukti seignifikan dan negatif dalam mengurangi pertumbuhan kredit perbankan di Indonesia. Hasil penelitian HP Filter menunjukan telah melewati batas atas 1 stdev (Batasan Bank Indonesia) maupun batas atas 1,75 stdev (Batasan IMF) dari trend jangka panjangnya yang menunjukan adanya potensi execessive credit.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
40
C. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
penelitian ini mengasumsikan bahwa kebijakan makroprudensial memiliki dampak
guncangan terhadap pertumbuhan kredit dan pembiayaan perbankan di Indonesia.
Dampak tersebut juga diperkuat dengan variabel makroekonomi yang memilik i
kaitan cukup erat dengan pertumbuhan kredit perbangkan yaitu BI rate, inflasi, nila i
tukar riil yang merupakan proxy dari pertumbuhan ekonomi, selain itu variabel
internal perbankan diharapkan penelitian ini tetap dapat menampung pengaruh
varibel internal perbankan terhadap kredit dan pembiayaan. Asumsi tersebut
merupakan sebuah hipotesis yang akan diuji kebenaranya oleh fakta dan data yang
tersedia.
1. Hubungan FTV/LTV dengan Kredit dan Pembiayaan Perbankan
Kebijakan FTV/LTV merupakan kebijakan yang fleksibel disesuaikan
dengan kebutuhan. Kebijakan pengetatan FTV/LTV berarti menurunkan batas
maksimal penyaluran kredit yang dapat diberikan bank konvensional dan bank
syariah. Sedangkan kebijakan pelonggaran FTV/LTV berarti manaikkan batas
maksimal penyaluran kredit yang dapat diberikan bank konvensional dan bank
syariah. Kebijakan pengetatan FTV/LTV dapat menurunkan keinginan nasabah
untuk melakukan pembiayaan, sebaliknya kebijakan pelonggaran FTV/LTV dapat
menaikkan keinginan nasabah untuk melakukan pembiayaan karena bank
konvensional dan bank syariah akan menaikkan penawaran kredit dan pembiayaan.
Sehingga kebijakan pengetatan LTV/FTV berpengaruh negatif terhadap penyaluran
kredit dan pembiayaan. Artinya jika LTV/FTV semakin diketatkan (batas maksimal
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
41
penyaluran kredit diturunkan) maka penyaluran kredit dan pembiayaan akan
mengalami penurunan
Penelitian yang dilakukan oleh Purnawan dan Nasir (2015) menyimpulkan
bahwa Kebijakan LTV yang dirancang oleh Bank Indonesia memberikan dampak
negatif terhadap penyaluran kredit perbankan, sehingga dalam kebijakan
pengetatan LTV telah mampu menekan penyaluran kredit. Berdasarkan uraian
diatas dan didukung dengan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H1a: Kebijakan pengetatan LTV berpengaruh negatif signifikan
terhadap kredit bank konvensional
H1b: Kebijakan pengetatan FTV berpengaruh negatif signifikan
terhadap pembiayaan bank syariah
2. Hubungan GWM-LDR dengan Kredit dan Pembiayaan Perbankan
GWM LDR adalah simpanan minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara
oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia, sebesar
persentase tertentu dari dana pihak ketiga (DPK) yang dihitung berdasarkan selisih
antara LDR yang dimiliki oleh bank dengan LDR target. Kebijakan GWM-LDR
bukanlah kebijakan untuk menurunkan kredit melainkan untuk menetapkan rasio
kredit terhadap DPK atau LDR tetap pada posisi optimal, yaitu diantara batas atas
dan batas bawah LDR target. Namun kebijakan pengetatan GWM-LDR yang
dilakukan dengan menurunkan batas atas LDR target membuat perbankan akan
menurunkan penyaluran kreditnya. Sehingga kebijakan pengetatan GWM-LDR
berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit/pembiayaan perbankan. Artinya
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
42
semakin diketatkan kebijakan GWM-LDR (Batas atas diturunkan) maka
penyaluran kredit dan pembiayaan juga akan turun. Dalam penelitian Intan
Puspitasari (2016), menyatakan bahwa GWM-LFR berpengaruh negatif terhadap
total kredit bank umum konvensional di Indonesia.
H2a: Kebijakan pengetatan GWM-LDR berpengaruh negatif
signifikan terhadap kredit bank konvensional
H2b: Kebijakan pengetatan GWM-LDR berpengaruh negatif
signifikan terhadap pembiayaan bank syariah
3. Hubungan BI Rate dengan Kredit dan Pembiayaan Perbankan
Naik dan turunnya BI rate yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap naik
dan turunnya Suku Bunga Dasar Kredit pada perbankan. Jika BI rate naik maka
Suku Bunga Dasar Kredit juga akan naik, sebaliknya jika BI rate diturunkan maka
Suku Bunga Dasar Kredit juga akan turun. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) akan
menjadi dasar bagi bank konvensional untuk menentukan suku bunga kreditnya.
Jika SBDK tinggi, maka masyarakat cenderung untuk mendepositkan dana.
Sedangkan ketika SBDK rendah, maka masyarakat cenderung untuk melakukan
transaksi pinjaman. Bank syariah tidak menggunakan instrument suku bunga,
sehingga BI rate tidak berhubungan secara langsung. Hanya saja SBDK nantinya
akan berpengaruh pada margin yang diambil bank Syariah. Semakin tinggi SBDK
maka pengambilan margin oleh bank syariah juga semakin tinggi sehingga akan
menurunkan penyaluran pembiayaan, sebaliknya jika SBDK rendah maka
pengambilan margin oleh bank syariah akan rendah sehingga akan menaikkan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
43
penyaluran pembiyaan. Dalam konsep makroekonomi kanaikan BI rate
dipengaruhi oleh naiknya inflasi. Hal ini sesui dengan teori efek Fisher yang
menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% inflasi akan menyebabkan kenaikan 1%
suku bungan nominal dalam hal ini adalah BI rate (Mankiw, 2007: 89). Dari uraian
diatas menunjukkan bahwa BI rate berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit
dan pembiayaan perbankan.
Hasil penelitian Neneng (2016) menunjukkan bahwa BI rate berpengaruh
negatif terhadap pembiayaan properti. Sehingga hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H3a: BI rate berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit bank
konvensional
H3b: BI rate berpengaruh negatif signifikan terhadap pembiayaan
bank syariah
4. Hubungan Inflasi dengan Kredit dan Pembiayaan Perbankan
Inflasi mencerminkan stabilitas ekonomi, jika tingkat inflasi meningka t,
masyarakat cenderung mengurangi saving/investasi. hal ini disebabkan karena
ketika terjadi inflasi dalam hal ini adalah kenaikan harga komoditas juga akan
menyebabkan mahalnya biaya pinjaman (Mankiw, 2007: 61). Kenaikan biaya
pinjaman itulah yang akan menyebabkan penawaran kredit dan pembiyaan
perbankan menjadi menuru. Pohan (2008: 9) menyebutkan bahwa ketika terjadi
inflasi, masyarakat cenderung membelanjakan harta pada sektor riil sehingga akan
semakin sedikit masyarakat yang menghimpun dana di bank dan berdampak pada
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
44
menurunya penyaluran kredit/pembiayaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kenaikan inflasi akan menurunkan penyaluran kredit dan pembiayaan.
Hasil penelitian Igirisa (2017) menyatakan bahwa kenaikan inflas i
berpengaruh negatif terhadap peningkatan kredit.
H4a: Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit bank
konvensional
H4b: Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap pembiayaan
bank syariah
5. Hubungan Nilai Tukar dengan Kredit dan Pembiayaan Perbankan
Pola volatilitas nilai tukar riil akan mengakibatkan naik turunnya penyaluran
kredit perbankan, dalam hal ini adalah bank devisa. Jika nilai tukar dollar terhadap
rupiah tinggi (nilai rupiah terdepresiasi), maka penyaluran kredit bank devisa akan
rendah. Sebaliknya jika semakin rendah nilai tukar dollar terhadap rupiah (nila i
rupiah terapresiasi), maka penyaluran kredit bank devisa akan semakin tinggi.
Tingginya nilai tukar dollar terhadap rupiah mengakibatkan masyarakat
cenderung untuk memiliki US$ (menarik dana dan mengkonversikannya dalam
US$) yang mengakibatkan menurunnya dana rupiah bank devisa, sehingga
mempengaruhi kegiatan bank devisa dalam penyaluran kreditnya. Volatilitas nila i
tukar tidak secara langsung berpengaruh terhadap bank umum konvensional dan
bank umum syariah. Namun jika likuiditas bank devisa turun maka akan juga akan
menurunkan transaksi bank devisa dengan bank umum dalam pemutaran uang,
yang mengakibatkan pada menurunnya penyaluran kredit dan pembiayaan bank
umum konvensional dan bank umum syariah. Artinya bahwa kenaikan nilai tukar
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
45
rupiah (nilai rupiah terdepresiasi) akan mengakibatkan menurunnya penyaluran
kredit dan pembiayaan perbankan, begitu juga sebaliknya.
Seperti dalam penelitian Haryati (2009) menyatakan bahwa nilai tukar riil
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kredit.
H5a: Nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit
bank konvensional
H5b: Nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap
pembiayaan bank syariah
6. Hubungan LDR dan FDR dengan Kredit dan Pembiayaan Perbankan
Indikator perbankan yang diduga memiliki pengaruh kuat terhadap jumlah
penyaluran kredit dan pembiayaan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR) dan
Financing to Deposit Ratio (FDR). LDR/FDR merupakan rasio antara besarnya
seluruh volume kredit/pembiayaan dengan jumlah dana yang diterima oleh
perbankan dari pihak ketiga (Bank Indonesia, 2015). Semakin tinggi LDR/FDR
maka semakin tinggi juga penyaluran kredit/pembiayaan perbankan. Seperti dalam
penelitian Neneng Ela Fauziyah (2016), menyatakan bahwa FDR berpengaruh
positif terhadap penyaluran pembiayaan properti.
H6a: LDR berpengaruh positif signifikan terhadap kredit bank
konvensional
H6b: FDR berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan
syariah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
46
7. Efektivitas Kebijakan LTV/FTV dan GWM-LDR sebagai
Countercyclical Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan
Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang bersifat countercyclical
artinya, kebijakan maroprudensial merupakan kebijakan untuk menstabilkan siklus
ekonomi. Purnawan dan Nasir (2015) menyatakan bahwa semenjak kebijakan one
month holding periode (OMHP) kondisi volatilitas nilai tukar bergerak relatif stabil.
Sehingga kondisi prosiklikalitas yang terjadi sebelum periode penerapan kebijakan
OMHP dapat dimitigasi. Artinya Tujuan kebijakan makroprudensial yang bersifat
countercyclical tercapai dengan kebijakan OMHP. Untuk penelitian ini intrumen
kebijakan makropudensial yang digunakan adalah LTV/FTV dan GWM-LDR.
H7: Kebijakan LTV/FTV dan GWM-LDR secara signifikan efektif
sebagai countercyclical penyaluran kredit/pembiayaan
perbankan
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah, landasan teori dan
telaah pustaka yang telah dilakukan untuk menganalisa dampak kebijakan
makroprudensial terhadap pertumbuhan kredit bank konvensional dan bank
syariah yang juga dipengaruhi oleh variabel makroekonomi seperti BI rate, inflas i,
dan nilai tukar dan variabel internal perbankan yaitu LDR/FDR. Berikut ini
disusun kerangka pemikiran dari penelitian ini:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
47
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Sumber: Ilustrasi Peneliti
Apabila kedua kebijakan tersebut efektif dalam menekan kredit atau
pembiayaan pada saat pengetatan, maka kebijakan tersebut mampu menstabilkan
penyaluran kredit dan pembiayaan. Sebaliknya, jika kedua kebijakan tersebut tidak
mampu atau tidak efektif dalam menekan kredit atau pembiayaan pada saat
pengetatan, maka kebijakan tersebut belum mampu menstabilkan penyaluran kredit
dan pembiayaan. Sehingga akan terjadi prosiklikalitas kredit yang akan
mengakibatkan ketidakstabilan pada Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).
Efektivitas Kebijakan Makroprudensial Sebagai Countercyclical Penyaluran Kredit dan Pembiayaan Perbankan di
Indonesia
Variabel Internal Bank
LDR/FDR
Variabel Makroekonomi
BI Rate
Inflasi
Nilai Tukar
Countercyclical Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan
Temuan: Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Kebijakan LTV/FTV dan GWM LDR
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat kuantitatif. Metode
kuantitatif adalah pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan manajeria l
dan ekonomi. Pendekatan ini terdiri atas perumusan masalah, menyusun model,
mendapatkan data, mencari solusi, menguji solusi, menganalisis hasil dan
mengimplementasi hasil (Kuncoro, 2011). Penelitian ini menggunakan data empiris
yang kemudian diolah dengan metode Vector Auto Regression (VAR)/Vector Error
Corection Model (VECM). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalis is
efektivitas kebijakan LTV/FTV dan GWM-LDR yang merupakan bagian dari
kebijakan makroprudensial yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang
dipengaruhi oleh faktor makro ekonomi berupa BI rate, inflasi, dan nilai tukar dan
juga variabel internal bank yaitu LDR/FDR dalam mengatur penyaluran kredit dan
pembiayaan perbankan di Indonesia.
B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data time series dengan periode bulanan dari
Januari 2010 – Oktober 2018 yang diperoleh dari terbitan Bank Indonesia berupa
Statistik Perbankan Indonesia (SPI) dan Statistik Perbankan Syariah (SPS),
publikasi dalam website Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selain
itu data lainya diperoleh dari terbitan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Unit
analisisnya seluruh bank umum konvensional dan perbankan syariah (bank umum
dan unit usaha syariah) di Indonesia.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
49
C. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel total kredit
dan pembiayaan perbankan (Y1) sebagai variabel dependen atau variabel yang
bersifat terikat, yang besarnya dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel kebijakan
makroprudensial dalam menstabilkan total kredit/pembiayaan adalah variabel
LTV/FTV (X1) dan GWM-LDR (X2) yang diukur menggunakan variabel dummy
dengan disajikan berupa angka 0 dan 1. Kemudian variabel makroekonomi sebagai
variabel yang mempengaruhi total kredit/pembiayaan perbankan yaitu BI Rate (X3),
inflasi (X4), nilai tukar (X5) serta variabel internal perbankan yaitu LDR/FDR (X6).
1. Kredit Perbankan Konvensional
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit dalam penelitian ini
diambil dari seluruh bank umum konvensional yang ada di Indonesia. Penelitian ini
mengambil kredit sebagai variabel dependen (Y) karena besaran kredit diduga
dipengaruhi oleh variabel lain (X). Penelitian ini mengambil rentang waktu bulan
Januari 2010-Oktober 2018. Data total kredit diperoleh dari Statistik Perbankan
Indonesia (SPI) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Total kredit menggunakan satuan Milyar Rupiah.
2. Pembiayaan Perbankan Syariah
Pembiayaan merupakan istilah lain dari kredit yang digunakan untuk
perbankan syariah. Jika kredit mengharapkan keuntungan dari bunga, maka
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
50
pembiayaan mengharaokan keuntungan dari sitem bagi hasil. Pembiayaan dalam
penelitian ini diambil dari seluruh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah (UUS) yang ada di Indonesia. Penelitian ini mengambil pembiayaan
sebagai variabel dependen (Y) dalam model untuk bank syariah. Sama seperti kredit
bank konvensional, rentang waktu data pembiayaan adalah Januari 2010-Oktober
2018. Data pembiayaan diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Total kredit
menggunakan satuan Milyar Rupiah.
3. Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV)
Loan to Value dan Financing to Value adalah angka rasio antara nila i
kredit/pembiayaan yang dapat diberikan perbankan kepada nasabahnya. Jika LTV
merupakan kebijakan untuk petbankan konvensional, maka FTV merupakan
kebijakan untuk perbankan syariah, maka. Kebijakan pengetatan LTV merupakan
kebijakan untuk perbankan konvensional. Pengetatan LTV/FTV diterapkan untuk
mengurangi jumlah penyaluran kredit/pembiayaan sedangkan kebijakan
pelonggaran digunakan untuk menstimulus perbankan dalam menyalurkan
kredit/pembiayaan yang lebih besar. Satuan yang digunakan dalam LTV/FTV
adalah persen (%). Namun dalam penelitian ini, pengolahan data dengan
menggunakan dummy. Dummy disini berarti data direpresentasikan dalam bentuk 0
dan 1. Angka 0 untuk waktu saat ditetapkannya kebijakan pelonggaran dan sebelum
adanya kebijakan, sedangkan 1 untuk waktu saat ditetapkan kebijakan pengetatan.
Penentuan pengetatan dan pelonggaran didasarkan pada rasio ketetapan dari
kebijakan tersebut.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
51
4. Giro Wajib Minimum (GWM)-LDR
GWM-LDR adalah simpanan minimum dalam Rupiah yang wajib
dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia,
sebesar persentase tertentu dari dana pihak ketiga (DPK) yang dihitung berdasarkan
selisih antara LDR yang dimiliki oleh bank dengan LDR target. Dalam penelit ian
ini, pengolahan data dengan menggunakan dummy. Dummy disini berarti data
direpresentasikan dalam bentuk 0 dan 1. Angka 0 untuk waktu saat tidak diterapkan
kebijakan pengetatan, sedangkan 1 untuk waktu saat diterapkan kebijakan
pengetatan. Penetapan pengetatan dan pelonggaran didasarkan pada batas atas LDR
kebijakan tersebut.
5. BI Rate
BI Rate adalah salah satu kebijakan moneter untuk mengendalikan inflas i.
Kebijakan BI Rate dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang dapat mempengaruhi
naik dan turunya suku bunga kredit dan juga berpengaruh pada jumlah permintaan
dan penyaluran kredit/pembiayaan perbankan di Indonesia. Namun pada tanggal 19
Agustus 2016 ditetapkan sebuah kebijakan baru yang menggantikan BI Rate yaitu
7 Day Repo Rate. Penetapan nilai dari kedua kebijakan tersebut tidak jauh berbeda.
Perbedaan dari kedua kebijakan ini adalah rentang waktu penarikan kembali uang
yang disimpan di bank sentral. Jika BI Rate membutuhkan rentang waktu satu tahun
untuk bisa mengambil kembali uang yang telah disimpan oleh bank sentral, maka
7 Day Repo Rate lembaga keuangan perbankan hanya membutuhkan rentang waktu
selama 7 hari atau kelipatannya untuk bisa mengambil kembali uang yang telah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
52
disimpan oleh bank sentral. Satuan yang digunakan dalam data BI Rate adalah
persen (%).
6. Inflasi
Inflasi yaitu proses kenaikan harga-harga secara umum pada barang-barang
secara luas selama periode tertentu. Untuk menghitung inflasi menggunakan rumus
sebagai berikut:
𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 =𝐼𝐻𝐾𝑛 −𝐼𝐻𝐾𝑛 −1
𝐼𝐻𝐾𝑛 −1 𝑥 100% (3.1)
IHKn adalah indeks harga konsumen pada periode n dan IHKn-1 adalah
indeks harga konsumen pada periode n-1. Data inflasi diperoleh dari publikasi Bank
Indonesia. Satuan yang digunakan dalam data inflasi adalah persen (%).
7. Nilai Tukar
Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar riil dollar
Amerika terhadap Rupiah. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah
dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan
dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar riil dapat dihitung dengan rumus
berikut:
𝑄 = 𝑆𝑃
𝑃∗ (3.2)
Dimana Q adalah nilai tukar riil. S adalah nilai tukar nominal, P adalah
tingkat harga domestic, dan P* adalah tingkat harga lua negeri. Data diambil dari
website Bank Indonesia. Satuan yang digunakan dalam data nilai tukar riil adalah
(Rp/USD).
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
53
D. Metode Analisis
Pengujian statistik dan ekonometrik penelitian ini menggunakan meode
Vector Auto Regressive (VAR)/Vector Error Correction Model (VECM). Metode
analisis VAR sebenarnya merupakan gabungan dari beberapa model Auto
Regressive (AR), dimana model-model ini membentuk sebuah vektor yang saling
mempengaruhi antar variabelnya. Motode analisis VAR merupakan model analisis
non-struktural karena dibangun dengan meminimalkan pendekatan-pendekatan
teori ekonomi. Model VAR digunakan karen mampu menangkap fenomena-
fenomena ekonomi dengan baik (Widarjono, 2013: 331).
VAR merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap
variabel sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu
sendiri, serta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem. Variabel penjelas
dalam VAR yang membutuhkan identifikasi retriksi untuk mencapai persamaan
melalui interpretasi persamaan (Ajija, 2011: 163).
Hubungan kausalitas sederhana biasanya hanya terjadi antara dua variabel.
Namun dalam sebuah penelitian sering kali tidak hanya dua variabel pengamatan
yang memiliki hubungan kausalitas sehingga memunculkan model VAR yang lebih
rumit. Persamaan dengan variabel pengamatan sebanyak n dengan observasi
sebanyak T dan ordo p. Secara umum model VAR tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut:
𝑌𝑡 = 𝐴0 + 𝐴1𝑌𝑡−1 + 𝐴2 𝑌𝑡−2 ⋯ + 𝐴𝑝𝑌𝑡−𝑝 + 휀𝑡 (3.3)
Dimana:
Yt = Vektor variabel tak bebas (Y1,t, Y2,t, Y3,t)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
54
A0 = Vektor intersep berukuran n × 1
A1 = Matriks parameter berukuran n × 1
εt = Vektor residual (ε1.t , ε2.t , ε3.t) berukuran n × 1
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel tak
bebas bersifat stasionaer, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan
nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas tidak ada korelasi (Ajija, 2011:
164).
Pada penelitian ini variabel yang diamati sebanyak tujuh variabel yang
memiliki kemungkinan hubungan kausalitas. Adapun variabel tersebut adalah total
kredit dan pembiayaan bank konvensional dan bank Syariah (Y1), LTV/FTV (X1),
GWM-LDR (X2), BI Rate (X3), inflasi (X4), nilai tukar (X5), serta LDR/FDR (X6).
Model VAR penelitian ini diadopsi dari penelitian Neneng (2016) dan Purnawan
et.al. (2015). Adapun model persamaan VAR untuk bank konvensional dan bank
syariah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bank Konvensional
𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡𝑡 = 𝐶1 + ∑ 𝑎1 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡𝑦𝑡−1 + ∑ 𝑎1 𝐿𝑇𝑉𝑡 + ∑ 𝑎1 𝐺𝑊𝑀 − 𝐿𝐷𝑅𝑡 +
∑ 𝑎1 𝐵𝐼𝑟𝑎𝑡𝑒𝑡−1 + ∑ 𝑎1 𝑖𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡−1 + ∑ 𝑎1 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟𝑦𝑡−1 +
∑ 𝑎1 𝐿𝐷𝑅𝑡−1 + 휀𝑖 (3.4)
2. Bank Syariah
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛𝑡 = 𝐶1 + ∑ 𝑎1 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛𝑦𝑡−1 + ∑ 𝑎1 𝐹𝑇𝑉𝑡 + ∑ 𝑎1 𝐺𝑊𝑀 −
𝐿𝐷𝑅𝑡 + ∑ 𝑎1 𝐵𝐼𝑟𝑎𝑡𝑒𝑡−1 + ∑ 𝑎1 𝑖𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡−1 +
∑ 𝑎1 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟𝑦𝑡−1 + ∑ 𝑎1 𝐹𝐷𝑅𝑡−1 + 휀𝑖 (3.5)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
55
Menurut Ajija (2011: 164) metode VAR memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Bersifat a-theoritic, artinya tidak berlandaskan teori dalam menentukan
model regresi;
b) Memperlakukan semua variabel secara endogen (tidak dibedakan
independen dan dependen);
c) Perangkat estimasi yang digunakan adalah fungsi IRF (Impulse Response
Function) dan Variance Decomposition;
d) IRF digunakan untuk melacak respons saat ini dan masa depan setiap
variabel akibat shock suatu variabel tertentu;
e) Variance Decomposition, memberikan informasi mengenai kontribus i
(presentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel
tertentu.
Namun dalam penerapannya model VAR memiliki beberapa kekurangan.
Adapun kekurangan modal VAR adalah sebagai berikut:
a) Model VAR memiliki ciri a-theoritic atau tidak berdasarkan teori, sehingga
hal ini tidak seperti pada persamaan simultan. Pada persamaan simultan,
pemilihan variabel yang akan dimasukkan dalam persamaan memegang
peran penting dalam mengidentifikasi model;
b) Permasalahan yang besar dalam model VAR adalah pada pemilihan (lag
length) panjang lag yang tepat. Oleh karena itu, semakin panjang lag maka
jumlah parameter yang akan bermasalah pada derajat bebas (degrees of
freedom-df) akan bertambah;
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
56
c) Variabel yang tergabung dalam model VAR harus stasioner. Apabila tidak
stasioner, perlu dilakukan transformasi bentuk data, misalnya melalui first
difference;
d) Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi setiap koefisien pada
estimasi model VAR sehingga sebagian besar peneliti melakukan
interpretasi pada estimasi fungsi IRF dan Variance Decomposition.
Dalam kasus data multivariate time series tidak semua data tersebut dapat
dianalisis dengan menggunakan model analisis VAR. Apabila terdapat kointegras i
maka alat analisis yang digunakan adalah analisis Vector Error Correction Model
(VECM).
VECM merupakan model terestriksi (retricted VAR) karena adanya
kointegrasi yang menunjukkan hubungan jangka panjang antar variabel dalam
sistem VAR (Widarjono, 2013: 334). Secara umum, langkah-langkah dalam
menggunakan VAR dimulai dengan uji stasiner data, uji panjang kelambanan (lag),
uji stabilitas VAR, uji kausalitas Granger, uji kointegrasi, estimasi model VAR,
Impulse Response Function (IRF), Variance Decomposition (VD). Langkah-
langkah tersebut dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
57
Gambar 3.1 Analisis VAR
Sumber: Ascarya (2012: 302)
Adapun langkah-langkahnya diperinci sebagai berikut:
Langkah 1: Uji stasioneritas data, semua data yang tidak berbentuk persen,
desimal, atau bilangan negatif harus ditransformasikan ke dalam
bentuk logaritma. Kemudian data diuji dengan menggunakan
metode uji akar-akar unit (unit root test) model Augmented Dickey-
Fuller (ADF) dan Philips Perron (PP).
Langkah 2: Jika data stasioner pada tingkat level maka dilakukan Uji Korelasi.
Apabila data berkorelasi tinggi maka model yang digunakan adalah
S-VAR. Namun jika berkorelasi rendah menggunakan VAR level
biasa. Jika data tidak stasioner di tingkat level, maka harus dilakukan
proses diferensiasi pada tingkat pertama dan seterusnya sampai
stasioner.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
58
Langkah 3: Jika data menunjukan tidak stasioner pada tingkat level (stasioner
pada first difference) maka langkah selanjutnya adalah uji
kointegrasi. Namun sebelum uji kointegrasi harus dilakukan uji lag
optimal terlebih dahulu dengan indikator nilai terendah dari Akaike
Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC),
dan Hannan-Quinnon (HQ). Apabila data menunjukkan ada
kointegrasi maka model analisis yang digunakan adalah VECM
sedangkan jika tidak menunjukkan kointegrasi maka analisis
menggunakan VAR First Difference.
Langkah 4: Uji kausalitas Granger. Kausalitas adalah hubungan dua arah,
sehingga uji kausalitas Granger bertujuan untuk melihat hubungan
antar variabel yang saling mempengaruhi (timbal balik).
Langkah 5: Permodelan VAR/VECM. Langkah selanjutnya melakukan analisis
VAR/VECM dengan lag optimal. Selanjutnya dapat dilakukan
interpretasi model.
Langkah 6: Analisis Impulse Response Function (IRF). Analisis ini digunakan
untuk melacak response dari variabel endogen di sistem VAR karena
adanya goncangan (shock) atau perubahan didalam variabel
gangguan (e). Analisis Variance Decomposition (VD) digunakan
untuk memprediksi konstribusi presentase varian dalam setiap
variabel karena adanya perubahan variabel tertentu dalam sistem
VAR.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
59
Enam langkah di atas bertujuan untuk memperoleh hasil dari tujuan
penelitian berpengaruh atau tidaknya kebijakan LTV/FTV dan kebijakan GWM-
LDR, variabel makroekonomi dan faktor internal perbankan terhadap penyaluran
kredit dan pembiayaan perbankan di Indonesia.
1. Uji Stasioneritas
Proses yang bersifat rondom atau stokastik merupakan kumpulan dari
variabel dalam runtut waktu. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data time series yang didapatkan dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses
rondom dikatakan stasioner jika memenuhi tiga kriteria yaitu jika rata-rata dan
varian dari Y konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtut waktu
hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tersebut (Widarjono,
2009: 316). Secara statistik dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝐸(𝑌𝑡) = 𝜇 (3.6)
𝑉𝑎𝑟(𝑌𝑡) = 𝐸(𝑌𝑡 − 𝜇)2 = 𝜎 2 (3.7)
𝛾𝑡 = 𝐸[(𝑌𝑡 − 𝜇)(𝑌𝑡−𝑘 − 𝜇)] (3.8)
Pesamaan (3.8) menyatakan bahwa kovarian γk pada kelambanan (lag) k
adalah kovarian antara Yt dan Yt-k. Jika nilai k=0 maka akan didapatkan γ0 yang
merupakan varian dari Y. Bila k=1 maka γ1 merupakan kovarian antara dua nilai Y
yang saling berurutan. Dengan kata lain data time series dikatakan stasioner jika
rata-rata, varian, dan kovarian pada lag adalah tetap sama pada setiap waktu. Jika
data time series tidak memenuhi kriteria tersebut maka data dikatakan tidak
stasioner. Dengan kata lain data time series dikatakan tidak stasioner jika rata-
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
60
ratanya maupun variannya tidak konstan, berubah-ubah sepanjang waktu (time-
varying mean and variance).
Ada beberapa metode uji stasioner yang sering digunakan yaitu uji grafiik,
uji correlogram, serta uji akar unit (unit root test). Namun dalam penelitian ini akan
digunakan uji akar unit (unit rioot test). Terdapat beberapa jenis dalam pengujian
akar unit yaitu Dickey-Fuller (DF test), Augmented Dickey Fuller (ADF test) serta
Philips-Perron (PP test). Dari ketiga jenis tersebut, pengujian ini akan
menggunakan ADF test dan PP test. Adapun formulasi uji ADF test sebagai berikut:
∆𝑌𝑡 = 𝛾𝑌𝑡−1 + ∑ 𝛽𝑖∆𝑌𝑡−1+1 + 휀𝑡𝑝𝑖=2 (3.9)
∆𝑌𝑡 = 𝛼0 + 𝛾𝑌𝑡−1 + ∑ 𝛽𝑖∆𝑌𝑡−1+1 + 휀𝑡𝑝𝑖=2 (3.10)
∆𝑌𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑇 + 𝛾𝑌𝑡−1 + ∑ 𝛽𝑖∆𝑌𝑡−1+1 + 휀𝑡𝑝𝑖=2 (3.11)
Dimana:
Y = variabel yang diamati
∆Yt = Yt – Yt-1
T = tren waktu
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara
membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritisnya distribus i
MacKinnon. Nilai statistik ADFR ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien γYt-1
pada persamaan (3.9) sampai (3.11). Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari
nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya
nailai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka data tidak
stasioner.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
61
Uji ADF mengasumsikan bahwa variabel gangguan et adalah variabel
gangguan yang bersifat independen dengan rata-rata nol, varian konstan dan tidak
saling berhubungan (non autokorelasi). Sementara PP masukkan unsur adanya
autokorelasi dalam variabel gangguan dengan memasukkan independen berupa
kelambanan diferensiasi (Widarjono, 2009: 322). Adapun uji akar unit dari Philip-
Parron sebagai berikut:
∆𝑌𝑡 = 𝛾𝑌𝑡−1 + 휀𝑡 (3.12)
∆𝑌𝑡 = 𝛼0 + 𝛾𝑌𝑡−1 + 휀𝑡 (3.13)
∆𝑌𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑇 + 𝛾𝑌𝑡−1 + 휀𝑡 (3.14)
Dimana T = tren waktu.
Statistik distribusi t tidak mengikuti statistik distribusi normal tetapi
mengikuti distribusi statistik PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis
yang dikemukakan oleh MacKinnon. Untuk prosedur yang dilakukan sama seperti
dengan prosedur pada uji ADF.
2. Uji Panjang Kelambanan (Lag) Optimal
Ketika stasionaritas data sudah diketahui, langkah selanjutnya yang
biasanya menjadi permasalahan dalam model VAR adalah pengukuran panjang
kelambanan (lag) yang paling optimal. Besaran panajng kelambana yang digunakan
dapat mempengaruhi model yang digunakan. Jika besaran lag yang digunakan
terlalu sedikit makan residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white
noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error dengan tepat. Namun
sebaliknya, apabila jumlah lag yang digunakan terlalu banyak maka dapat
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
62
mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang
terlalu banyak akan mengurangi derajat bebas.
Adapun kriteria yang digunakan dalam mengetahui jumlah lag optimal
adalah :
𝐴𝑘𝑎𝑖𝑘𝑒 𝐼𝑛𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑜𝑛 (𝐴𝐼𝐶) = −2 (1
𝑇) + 2(𝑘 + 𝑇) (3.15)
𝑆𝑐ℎ𝑤𝑎𝑟𝑧 𝐼𝑛𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑜𝑛 (𝑆𝐼𝐶) = −2 (1
𝑇) + 𝑘
log (𝑇)
𝑇 (3.16)
𝐻𝑎𝑛𝑛𝑎𝑛 − 𝑄𝑢𝑖𝑛𝑛 𝐼𝑛𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑜𝑛 (𝐻𝑄) = −2 (1
𝑇) +
2𝑘𝑙𝑜𝑔 (log (𝑇)
𝑇) (3.17)
Dimana:
1 = nilai fungsi log likehood
T = jumlah observasi
K = parameter yang diestimasi
Berdasarkan kriteria di atas, penentuan lag optimal dapat ditentukan dengan
cara menentukan kriteria yang mempunyai final prediction error correction (FPE)
atau jumlah dari AIC, SIC, dan HQ yang paling kecil dari semua lag yang diajukan.
3. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antar
variabel, apakah terjadi hubungan searah, dua arah (timbal balik) atau tidak ada
hubungan sama sekali. Adapun persamaan kausalitas Granger dapat digambarkan
sebagai berikut:
𝑌𝑡 = ∑ 𝛼𝑖𝑌𝑡−𝑖 + ∑ 𝛽𝑖𝑋𝑡−𝑖 + 휀1𝑡𝑛𝑖=1
𝑛𝑖=1 (3.18)
𝑌𝑡 = ∑ 𝛿𝑖𝑌𝑡−𝑖 + ∑ 𝜑𝑖𝑋𝑡−𝑖 + 휀2𝑡𝑚𝑖=1
𝑚𝑖=1 (3.19)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
63
Dari persamaan di atas, diasumsikan e1t dan e2t sebagai disturbance term yang tidak
berkorelasi.
Kemudian untuk memutuskan variabel Y mempengaruhi X atau sebaliknya
digunakanlah uji F. Nilai F hitung diperoleh dari formula sebagai berikut:
𝐹 = (𝑛 − 𝑘)𝑅𝑆𝑆𝑅 −𝑅𝑆𝑆𝑈𝑅
𝑚(𝑅𝑆𝑆𝑈𝑅 ) (3.20)
Sebagaimana prosedur uji F, jika nilai F hitung lebih besar dari F tabel (nila i
kritis tabel) maka variabel Y mempengaruhi variabel X. Jika hasilnya sebaliknya
maka variabel Y tidak mempengaruhi variabel X (Widarjono, 2013: 219).
4. Uji Stabilitas VAR
AR Roots Table merupakan salah satu metode untuk melakukan pengujian
terhadap stabilitas model VAR yang disusun. stabilitas sistem VAR dapat diketahui
dari nilai inverse roots karakteristik polinominalnya. Hal itu dapat dilihat dari nila i
modulus di bawah tabel AR-roots-nya. Jika nilai modulus lebih kecil dari satu maka
sistem tersebut disebut stabil.
5. Uji Kointegrasi
Apabila variabel yang diuji tidak stasioner pada tingkat level, langkah
selanjutnya yang harus dilakukan adalah pengujian kointegrasi. Karena keberadaan
variabel non-stasioner tersebut kemungkinan besar memiliki hubungan jangka
panjang antar variabel di dalam sistem VAR sehingga untuk mengetahui
keberadaan keberadaan hubungan antar variabel harus dilakukan uji kointegras i
(Widarjono, 2013: 336).
Pengujian kointegrasi dalam penelitian ini digunakan uji Johansen. uji
kointegrasi yang dikembangkan oleh Johansen ini dapat digunakan untuk
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
64
menentukan kointergrasi sejumlah variabel. Adapun persamaan uji johansen adalah
sebagai berikut:
∆𝑌𝑡 = 𝐴1𝑌𝑡−1 + ⋯ + 𝐴𝑝𝑌𝑡−𝑝 + 𝐵𝑋𝑡 + 휀𝑡 (3.21)
Untuk mengetahui apakah data terkointegrasi atau tidak yaitu dengan
membandingkan nilai uji Likelihood Ratio (LR). Apabila nilai hitung LR lebih
besar daripada nilai kritis LR, maka ada kointegrasi antar variabel. Sebaliknya,
apabila nilai hitung LR lebih kecil daripada nilai kritis LR maka tidak ada data yang
terkointegrasi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan uji statistik alternatif
LR, yaitu dengan maximum eigenvalue statistic yang dapat dihitung dari trace
statistic. Apabila ada kointegrasi antar variabel tersebut maka model analisis yang
digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). Sedangkan apabila
tidak ada kointegrasi antar variabel, madel yang digunakan adalah Vector
Autoregresive (VAR).
6. Estimasi Model VAR
VAR merupakan sistem peramalan dari variabel time series yang saling
berhubungan dan digunakan untuk menganalisis dampak dinamis dari gangguan
yang bersifat rondom di dalam sistem VAR (Widarjono,2013: 335). Metode VAR
dapat mengamati pergerakan atau tren datadata yang diamati sehingga bisa
dilakukan peramalan. Peramalan di dalam VAR merupakan sebuah ekstrapolasi
nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan menggunakan seluruh
informasi yang ada pada masa lalu (Widarjono: 2013: 339). Jika data menunjukkan
adanya kointegrasi maka model yang digunakan adalah VECM untuk menjelaskan
perilaku jangka pendek variabel terhadap periode jangka panjang variabel.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
65
7. Impulse Response Function (IRF)
Secara individual koefisien di dalam model VAR sulit diinterpretasikan.
Dengan demikian para ahli ekonometrika menggunakan analisis impuls response.
Analisis ini dapat melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR
karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan (e)
(Widarjono, 2013: 339). Untuk melihat dampak atau respon dilakukan dengan cara
memberikan guncangan (shocks) kepada salah satu variabel endogen. Guncangan
tersebut diberikan sebesar satu standar deviasi dari variabel (biasanya disebut
Innovations).
8. Variance Decomposition (VD)
Selain impulse response, model VAR juga menyediakan analisi Forecast
Error Decomposition of Variance (FEDV) atau sering disebut dengan Variance
Decomposition (VD). Variance Decomposition menggambarkan relatif pentingnya
setiap variabel dalam model VAR karena adanya shock. Variance Decomposition
digunakan untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena
adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem VAR
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
66
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data Penelitian
1. Analisis Deskriptif
Statistika deskriptif adalah bagian dari statistika yang mempelajar i
bagaimana mengumpulkan data serta menyajikannya dalam bentuk yang lebih
mudah dan lebih cepat dipahami (Subagyo, 2005: 1). Dalam penelitian ini, analisis
deskriptif disajikan dalam bentuk nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maximum,
dan minimum. Pengolahan data untuk analisis deskriptif pada penelitian ini
menggunakan aplikasi SPSS 21.
a. Bank Konvensional
Berikut adalah hasil analisis deskriptif untuk bank konvensional:
Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Bank Konvensional
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kredit 106 1405640,0 5168778,0 3274414,745 1083178,4980 LTV 106 0 1 ,17 ,377 GWMLDR 106 0 1 ,37 ,485 BIRate 106 4,25 7,75 6,2335 1,07031 Inflasi 106 2,79 8,79 5,0459 1,64483 NilaiTukar 106 9032,00 15678,87 11985,7551 2049,01956 LDR 106 72,13 94,09 85,9191 5,64749 Valid N (listwise) 106
Sumber: Lampiran 3.1
Hasil pengolahan dalam tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa terdapat 106
jumlah sampel (N) pada setiap variabel yang diteliti. Variabel utama yaitu kredit
menunjukkan bahwa total kredit di bank konvensional dengan nilai terendah yaitu
1405640 terjadi pada tahun 2010 bulan Januari. Sedangkan nilai tertinggi yaitu
5168778 berada pada tahun 2018 bulan Oktober. Rata-rata (mean) kredit sejak
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
67
Januari 2010 sampai Oktober 2018 sebesar 3274414,74 dengan standar deviasi
sebesar 1083178,50. Untuk variabal LTV dan GWM-LDR memiliki nilai minimum
dan maksimum yang sama yaitu sebasar 0 dan 1, karena kedua variabel tersebut
merupakan variabel dummy yang hanya memiliki nilai 0 dan 1. Namun, kedua
variabel ini memiliki rata-rata dan standar deviasi yang berbeda. LTV memilik i
nilai rata-rata dan standar deviasi masing-masing sebesar 0,17 dan 0,377.
Sedangkan untuk variabel GWM-LDR memiliki nilai rata-rata dan standar deviasi
masing-masing sebesar 0,37 dan 0,485.
a. Bank Syariah
Berikut adalah hasil analisis deskriptif untuk bank syariah:
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Bank Syariah
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pembiayaan 106 47140,0 312879,0 175401,925 74628,6439 FTV 106 0 1 ,17 ,377 GWMLDR 106 0 1 ,25 ,438 BIRate 106 4,25 7,75 6,2335 1,07031 Inflasi 106 2,79 8,79 5,0459 1,64483 NilaiTukar 106 9032,00 15678,87 11985,7551 2049,01956 FDR 106 77,63 104,83 91,8697 7,72118 Valid N (listwise) 106
Sumber: Lampiran 3.2
Hasil pengolahan dalam tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa terdapat 106
jumlah sampel (N) pada setiap variabel yang diteliti. Variabel utama yaitu
pembiayaan menunjukkan bahwa total pembiayaan di bank syariah dengan nila i
terendah yaitu 47140 terjadi pada tahun 2010 bulan Januari. Sedangkan nila i
tertinggi yaitu 312879 berada pada tahun 2018 bulan Oktober. Rata-rata (mean)
kredit sejak Januari 2010 sampai Oktober 2018 sebesar 175401,93 dengan standar
deviasi sebesar 74628,64. Sama seperti bank konvensional, Untuk variabal FTV
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
68
dan GWM-LDR juga memiliki nilai minimum dan maksimum yang sama yaitu
sebasar 0 dan 1. Namun, kedua variabel ini memiliki rata-rata dan standar deviasi
yang berbeda. FTV memiliki nilai rata-rata dan standar deviasi masing-mas ing
sebesar 0,17 dan 0,377. Sedangkan untuk variabel GWM-LDR memiliki nilai rata-
rata dan standar deviasi masing-masing sebesar 0,37 dan 0,485.
2. Analisis VAR/VECM
a. Uji Stasioneritas Data
Uji stasioneritas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pengujian formal dengan melakukan uji akar unit (unit root test). Metode yang
digunakan adalan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji Phillips-Peron (PP).
ADF digunakan untuk data normal dimana pada data tersebut bergerak sangat
lembut (smooth). Sementara PP digunakan untuk data yang mengalami lonjakan
besar secara tiba-tiba tetapi tidak terjadi secara terus menerus. Misalnya variabel
yang erat kaitanya atau cukup berpengaruh terhadap terjadinya krisis sehingga
ketika krisis terjadi variabel tersebut berubah drastis.
Hasil uji stasiineritas untuk bank konvensional dan bank syariah adalah
sebagai berikut.
1) Bank Konvensinal
Berikut hasil uji stasioneritas dengan menggunakan ADF dan PP pada
tingkat level pada bank konvensional:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
69
Tabel 4.3 Hasil Uji Stasioneritas ADF Dan PP Bank Konvensional Tingkat
Level
Variabel ADF Philips-Perron
T-Statistik Prob. T-Statistik Prob.
Kredit -3,545690 0,0404** -1,903408 0,6457 LTV -1,862406 0,6668 -1,940642 0,6262 GWM-LDR -1,655686 0,7638 -1,663070 0,7606 BI Rate -1,537227 0,8104 -1,610567 0,7824 Inflasi -2,998529 0,1377 -2,548324 0,3048 Nilai Tukar -2,301933 0,4289 -2,204463 0,4819 LDR -2,316088 0,4214 -2,314110 0,4224
Test Critical Values(MacKinnon)
1% Level -4,047795 -4,047795 5% Level -3,453179 -3,453179 10% Level -3,152153 -3,152153 Ket: * menunjukkan data stasioner pada 10% ** menunjukkan data stasioner pada tingkat 5% *** menunjukkan dat stasioner pada tingkat 1%
Sumber: Lampiran 4.1
Tabel 4.3 menjelaskan bahwa pada tingkat level dengan menggunakan
metode ADF dan PP, hanya variabel kredit saja yang stasioner dengan nilai T-
Statistik -3,545690 < nilai critical value MacKinon yaitu pada 5% sebesar -3,453179.
Sedangkan variabel lainnya seperti LTV, GWM-LDR, BI rate, inflasi, nilai tukar, dan
LDR belum stasioner pada tingkat level karena memiliki nilai T-Statistik yang lebih
besar dari nilai critical value MacKinon.
Hasil pengujian di atas menghasilkan bahwa data tidak stasioner dalam
tingkat level, sehingga dilakukan proses diferensiasi atau disebut uji derajat
integrasi untuk membuat data menjadi stasioner. Di bawah ini merupakan hasil
pengujian dalam tahap first difference:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
70
Tabel 4.4 Hasil Uji Stasioneritas ADF dan PP Bank Konvensional Tingkat
First Difference
Variabel ADF Philips-Perron
T-Statistik Prob. T-Statistik Prob.
Kredit 0,122530 0,9971 -11,70715 0,0000*** LTV -10,06729 0,0000*** -10,06729 0,0000*** GWM-LDR -10,13242 0,0000*** -10,13241 0,0000*** BI Rate -6,736931 0,0000*** -6,886590 0,0000*** Inflasi -7,702925 0,0000*** -7,346462 0,0000*** Nilai Tukar -7,611214 0,0000*** -7,706825 0,0000*** LDR -10,53471 0,0000*** -10,53525 0,0000***
Test Critical Values(MacKinnon)
1% Level -4,048682 -4,048682 5% Level -3,453601 -3,453601 10% Level -3,152400 -3,152400 Ket: * menunjukkan data stasioner pada 10% ** menunjukkan data stasioner pada tingkat 5% *** menunjukkan dat stasioner pada tingkat 1%
Sumber: Lampiran 4.1
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada tingkat first difference dengan
menggunakan metode ADF dan PP, semua variabel memiliki nilai T-Statistik <
nilai critical value MacKinon pada 1% sebesar -4,048682, 5% sebesar -3.453601
dan 10% sebesar -3.152400. Sehingga semua variabel stasioner pada tingkat first
difference pada level 1%. Adapun hasil lengkap pengujian stasioneritas data pada
tingkat level dan tingkat first difference terdapat dalam lampiran 4.1.
2) Bank Syariah
Hasil pengujian akar unit untuk bank syariah memiliki kesamaan dengan
ban konvensional, karena sama-sama terdapat variabel yang stasioner di tingkat
level. Berikut hasil uji stasioneritas dengan menggunakan ADF dan PP pada tingkat
level pada bank syariah:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
71
Tabel 4.5 Hasil Uji Stasioneritas ADF dan PP Bank Syariah Tingkat Level
Variabel ADF Philips-Perron
T-Statistik Prob. T-Statistik Prob.
Pembiayaan -2,268533 0,4468 -3,552457 0,0391** FTV -1,862406 0,6668 -1,940642 0,6262 GWM-LDR -1,604433 0,7849 -1,629982 0,7745 BI Rate -1,537227 0,8104 -1,610567 0,7824 Inflasi -2,998529 0,1377 -2,548324 0,3048 Nilai Tukar -2,301933 0,4289 -2,204463 0,4819 FDR -2,582358 0,2892 -2,522349 0,3170
Test Critical Values(MacKinnon)
1% Level -4,047795 -4,047795 5% Level -3,453179 -3,453179 10% Level -3,152153 -3,152153 Ket: * menunjukkan data stasioner pada 10% ** menunjukkan data stasioner pada tingkat 5% *** menunjukkan dat stasioner pada tingkat 1%
Sumber: Lampiran 5.1
Tabel 5.1 menjelaskan bahwa pada tingkat level dengan menggunakan
metode ADF dan PP, hanya variabel pembiayaan saja yang stasioner dengan nila i
T-Statistik -3,552457 < nilai critical value MacKinon yaitu pada 5% sebesar -
3,453179. Sedangkan variabel lainnya seperti FTV, GWM-LDR, BI rate, inflasi, nila i
tukar, dan FDR belum stasioner pada tingkat level karena memiliki nilai T-Statistik
yang lebih besar dari nilai critical value MacKinon.
Hasil pengujian di atas menghasilkan bahwa masih terdapat data yang tidak
stasioner dalam tingkat level, sehingga dilakukan proses diferensiasi atau disebut
uji derajat integrasi untuk membuat data menjadi stasioner. Pengujian akar unit
pada diferensiasi pada tingkat pertama digunakan untuk menstasionerkan data. Jika
pada diferensiasi tingkat pertama data belum stasioner maka dilakukan uji pada
tingkat kedua dan seterusnya. Di bawah ini merupakan hasil pengujian dalam tahap
first difference:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
72
Tabel 4.6 Hasil Uji Stasioneritas ADF dan PP Bank Syariah Tingkat First
Difference
Variabel ADF Philips-Perron
T-Statistik Prob. T-Statistik Prob.
Pembiayaan -9,523662 0,0000*** -31,67136 0,0001*** FTV -10,06729 0,0000*** -10,06729 0,0000*** GWM-LDR -10,09848 0,0000*** -10,09847 0,0000*** BI Rate -6,736931 0,0000*** -6,886590 0,0000*** Inflasi -7,702925 0,0000*** -7,346462 0,0000*** Nilai Tukar -7,611214 0,0000*** -7,706825 0,0000*** FDR -11,71994 0,0000*** -11,76127 0,0000***
Test Critical Values(MacKinnon)
1% Level -4,048682 -4,048682 5% Level -3,453601 -3,453601 10% Level -3,152400 -3,152400 Ket: * menunjukkan data stasioner pada 10% ** menunjukkan data stasioner pada tingkat 5% *** menunjukkan dat stasioner pada tingkat 1%
Sumber: Lampiran 5.1
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada tingkat first difference dengan
menggunakan metode ADF dan PP, semua variabel memiliki nilai T-Statistik <
nilai critical value MacKinon pada 1% sebesar -4,048682, 5% sebesar -3.453601
dan 10% sebesar -3.152400. Sehingga semua variabel stasioner pada tingkat first
difference pada level 1%. Adapun hasil lengkap pengujian stasioneritas data pada
tingkat level dan tingkat first difference terdapat dalam lampiran 5.1.
b. Uji Panjang Kelambanan (Lag) Optimal
Panjang lag optimal dapat digunakan untuk mencegah munculnya kembali
masalah autokorelasi. Langkah yang digunakan untuk menentukan lag optimal
adalah dengan melihat nilai terendah dari AIC, SC, dan HQ.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
73
1) Bank Konvensional
Berikut adalah hasil pemilihan lag optimal untuk model bank konvensiona l:
Tabel 4.7 Hasil Uji Lag Optimal untuk Bank Konvensional
Lag AIC SC HQ
0 6,929689 7,113182 7,003931 1 -1,054237 -9,074428* -9,948441* 2 -1,022076 -7,468362 -9,107136 3 -1,008733 -6,050480 -8,454015 4 -1,001511 -4,693799 -7,862096 5 -1,002047 -3,414711 -7,347769 6 -1,036746 -2,477251 -7,175071 7 -10,55643* -1,381761 -6,844342
AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: Lampiran 4.2
Tanda bintang pada Tabel 4.7 menggambarkan nilai terendah dari masing-
masing indikator. Nilai terendah untuk indikator SC dan HQ berada pada lag 1
dengan nilai -9,074428, dan -9,948441. Namun untuk indikator AIC, nilai terendah
berada pada lag 7 dengan nilai -10,55643. Apabila terdapat perbedaan dalam
pemilihan lad terendah dari AIC dan SC, maka yang digunakan adalah SC, karena
SC memberikan timbangan yang lebih besar daripada AIC (widarjono, 2013: 181).
Dengan demikian, lag 1 dipilih sebagai lag optimal sehingga dapat disimpulkan
bahwa setiap shock yang pada satu variabel akan direspon oleh variabel lain dengan
jeda waktu satu periode. Hasil pengujian lag optimal yang lebih lengkap terdapat
dalam lampiran 4.2.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
74
2) Bank Syariah
Pengujian lag optimal dengan menggunakan kriteria AIC, SC, dan HQ juga
digunakan untuk model bank syariah. Berikut ini hasil pengujian lag optimal untuk
model bank syariah:
Tabel 4.8 Hasil Uji Lag Optimal untuk Bank Syariah
Lag AIC SC HQ
0 10,38553 10,56903 10,45978 1 -3,642495* -2,174549* -3,048562* 2 -3,253957 -0,501558 -2,140332 3 -2,828954 1,207899 -1,195637 4 -2,582845 2,738461 -0,429836 5 -2,197999 4,407760 0,474702 6 -2,081484 5,808729 1,110909 7 -2,296225 6,878441 1,415860
AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: Lampiran 5.2
Tabel 4.8 menggambarkan nilai terendah dari indikator AIC, SC dan HQ
berada pada lag 1 dengan nilai -3,642495, -2,174549, dan -3,048562. Dengan
demikian, semua indikator merekomendasikan lag 1 sebagai lag optimal sehingga
dapat disimpulkan bahwa setiap shock yang pada satu variabel akan direspon oleh
variabel lain dengan jeda waktu satu periode. Selengkapnya, hasil pengujian lag
optimal terdapat dalam lampiran 5.2.
c. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger ini digunakan untuk melihat arah hubungan di antara
semua variabel yang diteliti baik hubungan satu arah, timbal balik ataupun tidak
ada hubungan. Ada tidaknya hubungan tersebut dilihat dari nilai probabilita s
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
75
masing-masing pengujian dengan lag optimal kemudian dibandingkan dengan nila i
signifikansi 1%, 5% dan 10%.
1) Bank Konvensional
Berikut uji kausalitas granger untuk bank konvensional:
Tabel 4.9 Hasil Uji Kausalitas Granger Bank Konvensional
Null Hypothesis = Ho Obs Prob. Hasil Uji
LTV does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,3223 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause LTV 0,9868 Terima Ho GWM_LDR does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,4619 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause GWM_LDR 0,3034 Terima Ho BI_RATE does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,2345 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause BI_RATE 0,6910 Terima Ho INFLASI does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,6359 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause INFLASI 0,1584 Terima Ho LNNILAI_TUKAR does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,0700* Tolak Ho LNKREDIT does not Granger Cause LNNILAI_TUKAR 0,0011* Tolak Ho LDR does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,7069 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause LDR 0,0505* Tolak Ho * = Nilai prob. < tingkat signifikansi 1%,5%, 10%
Sumber: Lampiran 4.3
Berdasarkan hasil dari uji kausalitas granger di atas menghasilkan bahwa
untuk variabel nilai tukar terdapat kredit menunjukkan nilai probabilitas F-statistik
sebesar 0,0700 < α = 1%. Ho ditolak, artinya nilai tukar mempengaruhi kredit,
sedangkan untuk kredit terhadap nilai tukar menunjukkan nilai probabilitas F-
statistik sebesar 0,0011 < α = 5%. Ho ditolak, artinya kredit mempengaruhi nila i
tukar. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat terhubungan kausalitas antara
kredit dengan nilai tukar.
Selain itu, terdapat hubungan satu arah antara kredit dengan LDR yang
ditunjukkan dari nilai probabilitas F-statistik 0,0505 < α = 1%. Adapun untuk
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
76
hubungan variabel lain bersifat independen atau tidak saling mempengaruhi. Hasil
pengujian kausalitas granger selengkapnya terdapat pada lampiran 4.3.
2) Bank Syariah
Selain itu pengujian kausalitas granger juga digunakan untuk bank syariah.
Berikut adalah hasil uji kausalitas granger bank syariah:
Tabel 4.10 Hasil Uji Kausalitas Granger Bank Syariah
Null Hypothesis = Ho Obs Prob. Hasil Uji
FTV does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,9655 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause FTV 0,8356 Terima Ho GWM_LDR does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,9664 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause GWM_LDR 0,8376 Terima Ho BI_RATE does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,4958 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause BI_RATE 0,9724 Terima Ho INFLASI does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,6063 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause INFLASI 0,2251 Terima Ho LNNILAI_TUKAR does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,0347* Tolak Ho
LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause LNNILAI_TUKAR 0,0032* Tolak Ho FDR does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,6013 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause FDR 0,0382* Tolak Ho * = Nilai prob. < tingkat signifikansi 1%,5%, 10%
Sumber: Lampiran 5.3
Terdapat sebuah kesamaan antara hasil dari uji kausalitas granger bank
konvensional dan bank syariah. Dalam analisis bank syariah juga terdapat
hubungan kausalitan antara nilai tukar dengan pembiayaan. Nilai tukar terhadap
pembiayaan ditunjukkan pada nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,0347 < α = 5%.
Ho ditolak, artinya nilai tukar mempengaruhi pembiayaan, sedangkan untuk
pembiayaan terhadap nilai tukar menunjukkan nilai probabilitas F-statistik sebesar
0,0011 < α = 10%. Ho ditolak, artinya pembiayaan mempengaruhi nilai tukar.
Selain itu, juga terdapat hubungan satu arah antara pembiayaan dengan FDR
yang ditunjukkan dari nilai probabilitas F-statistik 0,0382 < α = 5%. Adapun untuk
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
77
hubungan variabel lain bersifat independen atau tidak saling mempengaruhi. Hasil
pengujian kausalitas granger selengkapnya terdapat pada lampiran 5.3.
d. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR digunakan untuk menguji stabil atau tidaknya model
VAR yang telah dibentuk. Model VAR dinyatakan stabil jika nilai modulus kurang
dari satu.
1) Bank Konvensional
Berikut hasil uji stbilitas VAR untuk bank konvensional:
Tabel 4.11 Hasil Uji Stabilitas VAR Bank Konvensional
Root Modulus
0,989566 0,989566* 0,947437 - 0,058698i 0,949253* 0,947437 + 0,058698i 0,949253* 0,861761 - 0,067424i 0,864395* 0,861761 + 0,067424i 0,864395* 0,829342 - 0,080790i 0,833268* 0,829342 + 0,080790i 0,833268*
* Nilai Modulus tidak lebih dari 1
Sumber: Lampiran 4.4
Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa tidak ada nilai modulus yang lebih
dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR yang telah dibentuk stabil.
Selain itu, hasil uji di atas juga diperkuat dengan keterangan “No root lies outside
the unit circle. VAR satisfies the stability condition” yang berarti model VAR telah
stabil.
Selain dengan melihat nilai modulus, kestabilan VAR juga dapat dideteksi
menggunakan grafik AR Roots. Dari gamabar 4.1 dapat diketahui bahwa titik-tit ik
dalam gambar berada dalam lingkaran, tidak keluar dari garis lingkaran. Dengan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
78
demikian, dapat disimpulkan bahwa model VAR yang dibangun stabil. Berikut
adalah gambar grafik AR Roots:
Gambar 4.1 Grafik AR Roots Bank Konvensional
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: Lampiran 4.4
2) Bank Syariah
Hasil uji stabilitas VAR menunjukkan hasil yang sama dengan bank
konvensional. Berikut hasil uji stabilitas VAR bank syariah:
Tabel 4.12 Hasil Uji Stabilitas VAR Bank Syariah
Root Modulus
0,998309 0,998309* 0,935286 - 0,062692i 0,937385* 0,935286 + 0,062692i 0,937385* 0,874129 - 0,041841i 0,875130* 0,874129 + 0,041841i 0,875130* 0,.688468 - 0,046861i 0,690061* 0,688468 + 0,046861i 0,690061*
* Nilai Modulus tidak lebih dari 1
Sumber: Lampiran 5.4
Dari tabel 4.12 dapat diketahui bahwa tidak ada nilai modulus yang lebih
dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR yang telah dibentuk stabil.
Selain dengan melihat nilai modulus, kestabilan VAR juga dideteksi menggunakan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
79
grafik AR Roots. Dari gambar 4.2 dapat diketahui bahwa titik-titik dalam gambar
berada dalam lingkaran, tidak keluar dari garis lingkaran. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa model VAR yang dibangun stabil. Berikut adalah gambar
grafik AR Roots:
Gambar 4.2 Grafik AR Roots Bank Syariah
Sumber: Lampiran 5.4
e. Uji Kointegrasi Johansen
Uji kointegrasi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui
hubungan keseimbangan jangka panjang dari beberapa variabel. Uji kointegras i
dalam penelitian ini menggunakan metode Johansen. Pengujian ini menentukan
penggunaan VAR atau VECM dalam estimasi model. Pengujian dilakukan dengan
membandingkan antara nilai Trace Statictic dan nilai Maximum Eigenvalue dengan
Critical Value pada alpha 5% serta dengan melihat nilai probabilitas untuk
menunjukkan ada tidaknya kointegrasi dalam sistem. Jika Trace Statictic dan
Maximum Eigenvalue < Critical Value, maka tidak terdapat hubungan kointegras i
sehingga estimasi model yang digunakan adalah model VAR. Jika Trace Statictic
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
80
dan Maximum Eigenvalue > Critical Value, maka terdapat hubungan kointegras i
sehingga estimasi model yang digunakan adalah model VECM.
Berikut hasil uji kointegrasi untuk bank konvensional dan bank syariah.
1) Bank Konvensional
Hasil uji kointegrasi bank konvensional sebagai berikut:
Tabel 4.13 Hasil Uji Kointegrasi Johansen Bank Konvensional
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Ho Eigenvalue Trace Statistic 0,05 Critical Value Prob.**
r = 0 0,289338 120,7392 139,2753 0,3565 r ≤ 1 0,186218 85,21711 107,3466 0,5517 r ≤ 2 0,169367 63,78655 79,34145 0,4107
* denotes rejection of the hypothesis at the 0,05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eugenvalue)
Ho Eigenvalue Max-Eigen Statistic 0,05 Critical Value Prob.**
r = 0 0,289338 35,52204 49,58633 0,6178 r ≤ 1 0,186218 21,43056 43,41977 0,9840 r ≤ 2 0,169367 19,29899 37,16359 0,9274
* denotes rejection of the hypothesis at the 0,05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: Lampiran 4.5
Hasil uji kointegrasi pada tabel 4.13 menunjukkan nilai dari Trace Statistic
sebesar 120,7392 < Critical Value pada alpha 5% yaitu 139,2753. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat kointegrasi dalam persamaan yang dibangun.
Kemudian dalam uji Maximum Eigenvalue, nilai Max-Eigen Statistic sebesar
35,52204 < Critical Value pada alpha 5% sebesar 49,58633. Hal ini menjelaskan
bahwa tidak terdapat kointegrasi dalam model bank konvensional. Dengan
demikian, seluruh variabel yang diuji tidak terkointegrasi atau tidak memilik i
hubungan jangka panjang. Hasil uji kointegrasi johansen selengkapnya terdapat
pada lampiran 4.5.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
81
2) Bank Syariah
Hasil uji kointegrasi johansen untuk bank syariah sebagai berikut:
Tabel 4.14 Hasil Uji Kointegrasi Johansen Bank Syariah
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Ho Eigenvalue Trace Statistic 0,05 Critical Value Prob.**
r = 0 0,301987 134,6016 150,5585 0,2764 r ≤ 1 0,258586 97,21173 117,7082 0,4674 r ≤ 2 0,170704 66,09536 88,8038 0,6588
* denotes rejection of the hypothesis at the 0,05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eugenvalue)
Ho Eigenvalue Max-Eigen Statistic 0,05 Critical Value Prob.**
r = 0 0,301987 37,38983 50,59985 0,5617 r ≤ 1 0,258586 31,11637 44,49720 0,6178 r ≤ 2 0,170704 19,46657 38,33101 0,9544
* denotes rejection of the hypothesis at the 0,05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Sumber: Lampiran 5.5
Hasil uji kointegrasi pada tabel 4.14 menunjukkan nilai dari Trace Statistic
sebesar 134,6016 < Critical Value pada alpha 5% yaitu 150,5585. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat kointegrasi dalam persamaan yang dibangun.
Kemudian dalam uji Maximum Eigenvalue, nilai Max-Eigen Statistic sebesar
37,38983 < Critical Value pada alpha 5% sebesar 50,59985. Hal ini menjelaskan
bahwa tidak terdapat kointegrasi dalam model bank syariah. Dengan demikian,
seluruh variabel yang diuji tidak terkointegrasi atau tidak memiliki hubungan
jangka panjang. Hasil uji kointegrasi johansen selengkapnya terdapat pada lampiran
5.5.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
82
f. Estimasi Model VAR
Berdasarkan hasil uji kointegrasi johansen menunjukkan bahwa untuk
model bank konvensional dan bank syariah keduanya tidak terdapat kointegrasi dari
setiap variabel yang diuji, sehingga analisis yang dilakukan selanjutnya adalah
analisis VAR. Dengan panjang lag yang digunakan adalah 1 berdasarkan indikator
AIC, SC, dan HQ. Signifikan atau tidaknya pengaruh kelambanan atau lag dari
suatu variabel dapat diketahui dari hasil estimasi VAR.
Hasil analisis VAR untuk model bank konvensional dan bank syariah
disajikan dalam lampiran 4.6 dan 5.6. Berdasarkan hasil analisis, kelambanan
variabel endogen dalam sistem VAR secara statistik kemungkinan tidak signifikan.
Selain itu, hasil analisis VAR sulit untuk diinterpretasikan (Widarjono, 2013: 339).
Sehingga yang biasa digunakan dalam analisis VAR adalah dari uji Impulse
Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD) dalam
menginterpretasikan hasil.
g. Impulse Response Function (IRF)
Impulse Respone Function (IRF) digunakan untuk mengetahui pengaruh
shock atau guncangan suatu variabel terhadap variabel itu sendiri atau variabel-
variabel lainnya di dalam sistem yang telah dibangun. IRF dapat memberikan
informasi berapa lama pengaruh dari guncangan (shock) suatu variabel di masa
mendatang jika terjadi gangguan pada variabel lainnya serta variabel manakah yang
akan memberi respon terbesar terhadap guncangan yang terjadi. Berikut adalah
hasil uji IRF bank konvensional dan bank syariah.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
83
1) Bank Konvensional
Dalam pengujian IRF dengan grafik, sumbu vertikal menunjukkan nilai
standar deviasi yang digunakan untuk mengukur seberapa besar respon yang akan
diberikan suatu variabel saat terjadi guncangan pada variabel lainnya. Sementara
itu, sumbu horizontal menunjukkan periode mendatang dari respon yang diberikan
terhadap shock. Jika garis respon berada di atas sumbu horizontal maka shock akan
memberikan pengaruh yang negatif, dan sebaliknya apabila berada di atas sumbu
horizontal maka pengaruhnya akan positif. Semakin mendekati 0 berarti respon
semakin kecil dan semakin menjauhi 0 menunjukkan respon semakin besar. Garis
respon dapat dinyatakan stabil apabila nilai yang ditunjukkan tidak fluktuatif atau
relatif sama untuk periode selanjutnya.
Tabel 4.15 Rangkuman Hasil Uji IRF Bank Konvensional
Guncangan Variabel Respon Kredit
Kredit Positif, mendekati nol LTV Negatif, stabil mulai periode ke-33 GWM-LDR Negatif, stabil mulai periode ke-38 BI Rate Negatif, stabil mulai periode ke-21 Inflasi Negatif, mendekati nol Nilai Tukar Negatif, mendekati nol LDR Positif, mendekati nol
Sumber: Lampiran 4.7
Rangkuman hasil uji IRF untuk melihat efektifitas kebijakan pengetatan
LTV dan GWM-LDR, variabel makroekonomi dan variabel internal bank
konvensional dapat dilihat dalam tabel 4.15 diatas. Untuk hasil selengkapnya
terdapat pada lampiran 4.7.
Tabel diatas menunjukkan bahwa respon kedit terhadap shock dari semua
variabel makroekonomi dalam model yaitu BI rate, inflasi, dan nilai tukar adalah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
84
negatif. respon kedit terhadap shock dari BI rate terjadi fluktuatif dan mulai stabil
pada periode ke-21. Sedangkan respon kedit terhadap shock dari inflasi dan nila i
tukar adalah mendekati nol, walaupun pada awal periode respon kedit terhadap
shock dari inflasi dan nilai tukar cukup besar, namun akhirnya melemah dan
mendekati nol. Untuk respon kedit terhadap shock dari variabel internal bank
konvensional dalam model yaitu LDR adalah positif walaupun tidak cukup besar.
Dan pergerakan respon tersebut adalah mendekati nol.
Adapun respon kedit terhadap shock dari semua variabel makroprudens ia l
yaitu LTV dan GWM-LDR adalah negatif. Hal ini dapat disimpilkan bahwa
instrumen kebijakan maroprudensial LTV dan GWM-LDR telah mampu menekan
kredit saat pengetatan dilakukan. Berikut adalah hasil uji IRF kredit terhadap
kebijakan LTV:
Gambar 4.3 Grafik Hasil Uji IRF Kredit Terhadap LTV
-.015
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of DLNKREDIT to DLTV
Sumber: Lampiran 4.7
Garis biru menunjukkan respon kredit terhadap kebijakan LTV. Respon
yang diberikan kredit terhadap LTV menunjukkan respon yang negatif. Walaupun
respon yang ditunjukkan cukup kecil tetapi respon yang diberikan terus membesar.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
85
Namun mulai periode ke-33 mulai menunjukkan kestabilan. Hal ini menunjukkan
bahwa kebijakan LTV telah mampu menekan penyaluran kredit walaupun dengan
nilai yang relatif kecil.
Selanjutnya adalah respon kredit terhadap kebijakan GWM-LDR. Respon
yang diberikan kredit terhadap GWM-LDR menunjukkan respon yang negatif.
Walaupun pada awal periode respon yang ditunjukkan adalah positif, namun mula i
periode ke-17 mulai menunjukkan respon yang negatif. Respon yang diberikan
terus membesar namun pada periode ke-38 mulai menunjukkan kestabilan. Hal ini
menunjukkan bahwa kebijakan GWM-LDR telah mampu menekan penyaluran
kredit. Berikut adalah hasil uji IRF kredit terhadap GWM-LDR:
Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji IRF Kredit Terhadap GWM-LDR
-.015
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of DLNKREDIT to DGWM_LDR
Sumber: Lampiran 4.7
2) Bank Syariah
Uji IRF juga dilakukan untuk model bank syariah. Berikut adalah
rangkuman hasil uji IRF bank syariah:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
86
Tabel 4.16 Rangkuman Hasil Uji IRF Bank Syariah
Guncangan Variabel Respon Pembiayaan
Pembiayaan Positif, mendekati nol FTV Negatif, stabil mulai periode ke-17 GWM-LDR Positif, stabil mulai periode ke-32 BI Rate Negatif, stabil mulai periode ke-35 Inflasi Negatif, mendekati nol Nilai Tukar Positif, stabil mulai periode ke-7 FDR Positif, mendekati nol
Sumber: Lampiran 5.7
Tabel diatas menunjukkan bahwa respon pembiayaan terhadap shock dari
variabel makroekonomi dalam model yaitu BI rate, inflasi, dan nilai tukar adalah
negatif kecuali terhadap variabel nilai tukar yang direspon positif. respon
pembiayaan terhadap shock dari BI rate terjadi fluktuatif dan mulai stabil pada
periode ke-35. Sedangkan respon pembiayaan terhadap shock dari inflasi adalah
mendekati nol. Respon pembiayaan terhadap shock dari nilai tukar adalah positif
yang terus membesar dan mulai stabil pada periode ke-7. Untuk respon pembiayaan
terhadap shock dari variabel internal bank syariah dalam model yaitu FDR adalah
positif yang cukup besar. Namun pergerakan respon tersebut adalah mendekati nol.
Adapun respon pembiayaan terhadap shock dari semua variabel
makroprudensial yaitu FTV adalah negatif, sedangkan untuk GWM-LDR adalah
positif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa instrumen kebijakan makroprudens ia l
LTV telah mampu menekan penyaluran pembiayaan saat pengetatan dilakukan,
namun kebijkan GWM-LDR belum mampu menekan pembiayaan saat kebijakan
pengetatan dilakukan. Untuk hasil selengkapnya terdapat pada lampiran 5.7.
Berikut adalah hasil uji IRF pembiayaan terhadap kebijakan FTV:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
87
Gambar 4.5 Grafik Hasil Uji IRF Pembiayaan Terhadap FTV
-.04
.00
.04
.08
.12
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of DLNPEMBIAYAAN to DFTV
Sumber: Lampiran 5.7
Respon yang diberikan pembiayaan terhadap FTV menunjukkan respon
yang negatif. Walaupun pada awal periode respon yang ditunjukkan adalah positif,
namun mulai periode ke-7 mulai menunjukkan respon yang negatif. Namun mula i
periode ke-17 mulai menunjukkan kestabilan. Hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan FTV telah mampu menekan penyaluran pembiayaan walaupun dengan
nilai yang relatif kecil.
Selanjutnya adalah respon pembiayaan terhadap kebijakan GWM-LDR.
Respon yang diberikan pembiayaan terhadap GWM-LDR menunjukkan respon
yang positif. Walaupun pada awal periode terjadi fluktuatif namun mulai periode
ke-32 menunjukkan kestabilan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan GWM-LDR
belum mampu menekan penyaluran pembiayaan. Berikut adalah hasil uji IRF kredit
terhadap GWM-LDR:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
88
Gambar 4.6 Grafik Hasil Uji IRF Pembiayaan Terhadap GWM-LDR
-.04
.00
.04
.08
.12
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of DLNPEMBIAYAAN to DGWM_LDR
Sumber: Lampiran 5.7
h. Variance Decomposition (VD)
Uji model VAR yang dilakukan selanjutnya adalah uji Variance
Decomposition (VD). Uji VD digunakan untuk melihat karakteristik model. Uji VD
menggambarkan relatif pentingnya variabel dalam VAR karena adanya shock. Uji
VD memberikan informasi seberapa besar kontribusi suatu variabel terhadap
perubahan variabel itu sendiri dan variabel lainnya dalam beberapa periode
mendatang. Nilai yang terdapat dalam hasil analisis berbentuk prosentase sehingga
akan diketahui variabel yang memiliki kontribusi paling besar terhadap variabel
tertentu. Berikut ini merupakan hasil dari analisis VD untuk bank konvensional dan
bank syariah.
1) Bank Konvensional
Variance Decomposition dilakukan pada model bank konvensional untuk
mengetahui kontribusi dari LTV, GWM-LDR, BI rate, inflasi, nilai tukar, dan LDR
terhadap kredit. Berikut adalah hasil uji VD untuk bank konvensional:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
89
Gambar 4.7 Grafik Hasil Uji Variance Decomposition Bank Konvensional
Dengan MS Excel
Sumber: Lampiran 4.8
Berdasarkan hasil uji VD pada gambar 4.7 di atas menunjukkan bahwa
kontribusi terbesar yang mempengaruhi keragaman pada variabel kredit pada bank
konvensional adalah dirinya sendiri dengan rata-rata sebesar 78,718%. Pada
periode awal, kredit berpengaruh 100% namun kemudian menurun pada setiap
periodenya menjadi 62,875% pada akhir periode.
Variabel makroekonomi dan variabel internal bank yaitu BI rate, inflas i,
nilai tukar, dan LDR masing-masing memiliki rata-rata kontribusi sebesar 2,883%,
6,941%, 5,241%, dan 0,897%. Dari beberapa variabel makroekonomi dan variabel
internal bank, kontribusi terbesar yang mempengaruhi keragaman pada variabel
kredit bank konvensional adalah variabel inflasi sebesar 6,941%, sedangkan
kontribusi paling kecil adalah variabel LDR sebesar 0,897%.
Kontribusi rata-rata variabel kebijakan makroprudensial yaitu LTV dan
GWM-LDR dalam mempengaruhi keragaman pada variabel kredit pada bank
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49
DLNKREDIT DLTV DGWM_LDR DBI_RATE
DINFLASI DLNNILAI_TUKAR DLDR
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
90
konvensional masing-masing sebesar 3,280% dan 2,040%. Dapat dikatakan bahwa
kontribusi variabel LTV dan GWM-LDR adalah sangat kecil. Variabel LTV pada
periode awal berpengaruh sebesar 0% namun terus mengalami kenaikan pada setiap
periodenya menjadi 6,351% pada akhir periode. Sedangkan untuk variabel GWM-
LDR pada periode awal berpengaruh sebesar 0% namun terus mengalami kenaikan
pada setiap periodenya menjadi 5,112% pada akhir periode. Hasil uji VD bank
konvensional selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.8.
2) Bank Syariah
Berikut adalah hasil uji VD untuk bank syariah:
Gambar 4.8 Grafik Hasil Uji Variance Decomposition Bank Syariah Dengan
MS Excel
Sumber: Lampiran 5.8
Berdasarkan hasil uji VD pada gambar 4.8 di atas menunjukkan bahwa
kontribusi terbesar yang mempengaruhi keragaman pada variabel pembiayaan pada
bank syariah adalah dirinya sendiri dengan rata-rata sebesar 71,239%. Pada periode
awal, kredit berpengaruh 100% namun kemudian menurun pada setiap periodenya
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49
DLNPEMBIAYAAN DFTV DGWM_LDR DBI_RATE
DINFLASI DLNNILAI_TUKAR DFDR
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
91
menjadi 61,595% pada akhir periode. Walaupun menurun kontribusi wariabel
pembiayaan tetap mendominasi dibanding variabel lain.
Variabel makroekonomi dan variabel internal bank yaitu BI rate, inflas i,
nilai tukar, dan FDR masing-masing memiliki rata-rata kontribusi sebesar 2,736%,
2,237%, 11,836%, dan 6,309%. Dari beberapa variabel makroekonomi dan variabel
internal bank, kontribusi terbesar yang mempengaruhi keragaman pada variabel
pembiayaan bank konvensional adalah variabel nilai tukar sebesar 11,837%, hal ini
berbeda dengan model bank konvensional yang menunjukkan kontribusi paling
besar diatara variabel makroekonomi dan variabel internal bank adalah variabel
inflasi. Sedangkan kontribusi paling kecil adalah variabel inflasi sebesar 0,897%,
hal ini juga sangat bertolak belakang dengan model bank konvensional yang
menunjukkan bahwa variabel inflasi berkontribusi terbesar kedua setelah kredit itu
sendiri.
Kontribusi rata-rata variabel kebijakan makroprudensial yaitu FTV dan
GWM-LDR dalam mempengaruhi keragaman pada variabel kredit pada bank
konvensional masing-masing sebesar 0,917% dan 4,727%. Kontribusi FTV
merupakan kontribusi paling kecil dibanding dengan variabel lain.. Variabel FTV
pada periode awal berpengaruh sebesar 0% dan terus mengalami kenaikan pada
setiap periodenya menjadi 1,885% pada akhir periode. Sedangkan untuk variabel
GWM-LDR pada periode awal berpengaruh sebesar 0% dan terus mengalami
kenaikan pada setiap periodenya menjadi 5,717%. Namun pada periode ke-25 terus
mengalami penurunan sampai akhir periode menjadi 5,417%. Hasil uji VD bank
syariah selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.8.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
92
B. Pembahasan
1. Pengaruh Pengetatan Kebijakan Loan to Value (LTV) Terhadap
Penyaluran Kredit Bank Konvensional
LTV merupakan instrumen kebijakan makroprudensial yang digunakan
untuk memitigasi risiko sistemik yang ada pada penyaluran kredit perbankan
konvensional, khususnya terhadap Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kredit
kendaraan bermotor. Kebijakan pengetatan dilakukan untuk menekan penyalura
kredit agar tidak terlalu besar sedangkan kebijakan pengetatan dilakukan untuk
meningkatkan penyalurean kredit.
Hipotesis pertama (H1a) menyatakan bahwa kebijakan pengetatan
berdampak negatif terhadap kredit, sehingga ketika dilakukan kebijakan pengetatan
LTV penyaluran kredit telah mampu diturunkan. Hasil IRF menunjukkan bahwa
respon kredit terhadap guncangan dari variabel kebijakan pengetatan LTV adalah
negatif. Terjadi penurunan dari awal periode dan stabil mulai periode ke-33 sampai
periode terakhir. Adapun kontribusi rata-rata variabel LTV terhadap keragaman
pada kredit sebesar 3,280%. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
H1a diterima.
Hasil penelitian ini mengindikasi bahwa kebijakan pengetatan LTV telah
mampu menekan penyaluran kredit yang berlebihan pada bank konvensional. Hal
ini berarti bahwa kebijakan LTV telah efektif dalam menstabilkan siklikal kredit.
Keberhasilan kebijakan pengetatan juga direspon oleh pemerintah dengan
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 17/10/PBI/2015 yang berisi tentang
kebijakan pelonggaran rasio LTV/FTV untuk kredit/pembiayaan.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
93
Hasil ini sejalan dengan penelitian Purnawan dan Nasir (2015) yang
menyatakan bahwa kebijakan LTV berpengaruh negatif dan telah efekti diterapkan
untuk menekan penyaluran kredit. Sejalan juga dengan penelitian Wimanda,
Permata, Bathaludin, dan Wibowo (2012) yang menyatakan bahwa kebijakan
makroprudensial telah mampu meng-address masalah yang ada seperti kredit.
2. Pengaruh Pengetatan Kebijakan Financing to Value (FTV) Terhadap
Penyaluran Pembiayaan Bank Syariah
Hipotesis pertama (H1b) untuk model bank syariah menyatakan bahwa
kebijakan pengetatan berdampak negatif terhadap pembiayaan, sehingga ketika
dilakukan kebijakan pengetatan FTV penyaluran pembiayaan telah mampu
diturunkan. Hasil IRF menunjukkan bahwa respon pembiayaan terhadap guncangan
dari variabel kebijakan pengetatan FTV adalah negatif. Adapun kontribusi rata-rata
variabel FTV terhadap keragaman pada pembiayaan sebesar 0,971%. Hal ini juga
dibuktikan dengan garis respon FTV yang mendekati standar deviasi 0,0 artinya
shock negatif terhadap pembiayaan kecil. Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa H1b untuk model bank syariah diterima.
Hasil penelitian ini mengindikasi bahwa kebijakan pengetatan FTV telah
mampu menekan penyaluran pembiayaan yang berlebihan pada bank syariah. Hal
ini berarti bahwa kebijakan FTV telah efektif dalam menstabilkan siklika l
pembiayaan bank syariah walaupun respon yang ditunjukkan begitu kecil.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Intan Puspitasri (2016) yang menyatakan
bahwa kebijakan FTV berpengaruh negatif dan telah efekti diterapkan untuk
menekan penyaluran pembiayaan. Dalam konteks yang sama juga sejalan dengan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
94
penelitian Wimanda, Permata, Bathaludin, dan Wibowo (2012) dan Purnawan dan
Nasir (2015) yang menyatakan bahwa kebijakan LTV berpengaruh negatif terhadap
penyaluran kredit.
3. Pengaruh Pengetatan Kebijakan GWM-LDR Terhadap Penyaluran
Kredit Bank Konvensional
Hipotesis kedua (H2a) untuk model bank konvensional menyatakan bahwa
kebijakan pengetatan berdampak negatif terhadap kredit, sehingga ketika dilakukan
kebijakan pengetatan GWM-LDR penyaluran kredit telah mampu diturunkan. Hasil
IRF menunjukkan bahwa respon kredit terhadap guncangan dari variabel kebijakan
pengetatan GWM-LDR adalah negatif. Walaupun pada awal periode respon yang
ditunjukkan adalah positif, namun mulai periode ke-17 mulai menunjukkan respon
yang negatif. Respon yang diberikan terus membesar namun pada periode ke-38
mulai menunjukkan kestabilan. Adapun kontribusi rata-rata variabel GWM-LDR
terhadap keragaman pada pembiayaan sebesar 2,040%. Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa H2a untuk model bank konvensional diterima.
Hasil penelitian ini mengindikasi bahwa kebijakan pengetatan GWM-LDR
telah mampu menekan penyaluran kredit yang berlebihan pada bank konvensiona l.
Hal ini berarti bahwa kebijakan GWM-LDR telah efektif dalam menstabilkan
siklikal kredit bank konvensional.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Intan Puspitasri (2016), Purnawan dan
Nasir (2015) yang menyatakan bahwa kebijakan GWM-LDR berpengaruh negatif
dan efektif diterapkan untuk menekan penyaluran kredit ketika kebijakan
pengetatan.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
95
4. Pengaruh Pengetatan Kebijakan GWM-LDR Terhadap Penyaluran
Pembiayaan Bank Syariah
Hipotesis kedua (H2b) untuk model bank syariah. Hasil IRF menunjukkan
bahwa respon pembiayaan terhadap guncangan dari variabel kebijakan pengetatan
GWM-LDR adalah positif. Walaupun pada awal periode respon yang ditunjukkan
fluktuatif, namun mulai stabil periode ke-17 sampai aakhir periode. Adapun
kontribusi rata-rata variabel GWM-LDR terhadap keragaman pada pembiayaan
sebesar 4,727%. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa H2b untuk
model bank syariah ditolak.
Dari hasil di atas, terdapat perbedaan antara hipotesis dan hasil. Dalam
hipotesis menghendaki kebijakan pengetatan GWM LDR akan memiliki efek yang
negatif dalam menurunkan penyaluran pembiayaan, namun hasil menunjukkan
sebaliknya. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian bank konvensina l
respon kredit terhadap bank konvensional menunjukkan respon yang negatif. Hasil
penelitian ini mengindikasi bahwa kebijakan pengetatan GWM-LDR belum
mampu menekan penyaluran pembiayaan yang berlebihan pada bank syariah.
Sehingga dapat disimpilkan bahwa kebijakan GWM-LDR belum efektif dalam
menstabilkan siklikal pembiayaan bank syariah.
Hasil ini diperkuat dengan fakta yang ada bahwa rasio FDR bank syariah
cenderung lebih besar dari batas atas penetapan LDR.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
96
Gambar 4.9 Grafik FDR Bank Syariah
Sumber: Lampiran 2.2
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa pada saat kebijakan pengetatan
GWM-LDR dilakukan yaitu pada tahun 2013 sampai 2015, Namun kebijakan
GWM-LDR baru diberlakukan pada tahun 2014. Posisi rasio LDR melambung
tinggi hingga melebihi 100% pada tahun 2013 sampai menjelang akhir tahun 2014.
Namun pada awal tahun 2014 setelah kebijakan GWM-LDR mulai diberlakukan
untuk bank syariah telah mampu mengurangi peningkatan penyaluran pembiyaan.
Penurunan ini belum sampai pada batas kisaran FDR, namun pihak pemerintah
telah memberlakukan kebijakan pelonggaran pada tahun 2015. Sehingga
menyebabkan pengaruh kebijakan pengetatan GWM-LDR berpengaruh positif.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Intan Puspitasri (2016) yang menyatakan
bahwa kebijakan GWM-LDR berpengaruh positif terhadap penyaluran pembiayaan
bank syariah.
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2010
M1
2010
M6
20
10
M1
1
2011
M4
2011
M9
2012
M2
2012
M7
20
12
M1
2
2013
M5
20
13
M1
0
2014
M3
2014
M8
2015
M1
2015
M6
20
15
M1
1
2016
M4
2016
M9
2017
M2
2017
M7
20
17
M1
2
2018
M5
20
18
M1
0
Ras
io
Periode
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
97
5. Pengaruh Variabel Makroekonomi dan Variabel Internal Bank
Terhadap Penyaluran Kredit dan Pembiayaan Perbankan
Hipotesis selanjutnya yaitu (H3a dan H3b, H4a dan H4b, H5a dan H5b, H6a dan
H6b). Hasil pengujian menunjukkan bahwa H3a, H4a, H5a dan H6a diterima. Hasil ini
ditunjang dengan uji IRF yang menunjukkan bahwa hubungan BI rate, nilai tukar
dan inflasi terhadap penyaluran kredit secara signifikan adalah berpengaruh negatif,
sedangkan hubungan LDR terhadap penyaluran kredit adalah berpengaruh positif.
Hal ini sejalan dengan penelitian Haryati (2009) yang menyatakan bahwa
variabel makroekonomi yaitu Bi rate dan nilai tukar berpengaruh negatif signifikan
terhadap pertumbuhan kredit.
Hasil penelitian ini juga berlaku terhadap penyaluran pembiayaan bank
syariah, kecuali variabel nilai tukar atau H5b. Uji IRF menunjukan bahwa variabel
BI rate dan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap penyaluran pembiayaan
bank syariah. Sedangkan variabel FDR berpengaruh positif signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan. Penemuan hubungan nilai tukar terhadap penyaluran
pembiayaan adalah positif signifikan mengakibatkan ditolaknya H5b untuk bank
syariah. Hal ini terjadi karena nilai pengembalian pembiayaan tidak akan berubah
ketika kurs tinggi. Pengembalian pembiayaan merupakan bagi hasil yang telah
disepakati di awal, sehingga tingginya kurs tidak akan mempengaruhi
pengembalian pembiayaan.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
98
6. Efektivitas kebijakan Makroprudensial sebagai Countercyclical
Penyaluran Kredit dan Pembiayaan Perbankan
Kebijakan countercyclical merupakan kebijakan yang menstabilkan siklus
ekonomi atau bisnis (Kaminsky, Reinhart dan Vegh, 2004). Sehingga dalam hal ini
kebijakan countercyclical sangat erat kaitannya dengan siklus bisnis.
Siklus bisnis adalah pola konjontur yang berfluktuasi dari ekspansi
(pemilihan) dan kontraksi (resesi) dalam aktivitas perekonomian disekitar jalur dari
tren pertumbuhan pertumbuhan ekonomi (Mankiw, 2007: 247). Berikut gambar
yang menjelaskan siklus bisnis.
Gambar 4.10 Grafik Siklus Bisnis
Sumber: Sukirno (2004)
Tahap pertama adalah ekspansi, pertumbuhan ekonomi terlihat mulai bergerak
naik yang ditandai dengan adanya gerakan peningkatan produk nasional, kesempatan
kerja mulai meningkat, upah cenderung mengalami kenaikan dan keuntungan
perusahaan mengalami peningkatan, kegiatan ekonomi disebut ekspansi bila terjadi
kenaikan selama minimal dua triwulan berturut-turut.
Tahap ketiga adalah resesi, ketika perekonomian mengalami resesi
pendapatan akan turun sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
99
berkurang. Laba juga turun sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak
pendapatan, semakin banyak orang yang menjadi tergantung pada bantuan
pemerintah seperti asuransi kesejahteraan dan pengangguran, sehingga pengeluaran
pemerintah naik.
Kondisi naik turunnya siklus ekonomi tersebut diikuti oleh perilaku
perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan. Ketika economic downturn, pihak
perbankan cenderung untuk tidak menyalurkan kredit untuk menghindari risiko.
Hal ini akan menyebabkan merosotnya investasi dan mengakibatkan merosotnya
pembelanjaan agregat (Sukirno, 2012:500). Keadaan inilah yang akan
memperburuk kondisi perekonomian akibat kurangnya modal dan dapat
memperparah economic downturn.
Sebaliknya, Pihak perbankan akan dengan mudah memberikan
kredit/pembiayaan ketika perekonomian sedang diatas (economic upturn) (Utari,
Arimurti, dan Kurniati, 2012). Namun penyaluran kredit yang terlalu besar akan
mengakibatkan pertumbuhan kredit macet, sehingga akan mengulangi kondisi
krisis keuangan global tahun 2008. Perilaku perbankan dalam menaikan atau
menurunkan penyaluran kredit dengan mengikuti pola konjungtur ekonomi inilah
disebut dengan prosiklikalitas kredit. Hasil penelitian Utari, Arimurti, dan Kurniat i
(2012) menunjukkan bahwa sejak tahun 1994 hingga 2010 pertumbuhan kredit riil
yang tinggi berkorelasi dengan pertumbuhan perekonomian riil yang tinggi, dan
sebaliknya.
Kebijakan makroprudensial akan bersinergi dengan kebijakan moneter. Jika
kebijakan moneter digunakan untuk menaikkan atau menurunkan penyaluran
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
100
kredit, maka kebijakan makroprudensial untuk menjaga naik turunya kredit tetap
pada keadaan stabil, sehingga kebijakan makroprudensial bersifat countercyclical.
Tercapai atau tidaknya kebijakan makroprudensial sebagai countercyclical dapat
diketahui dengan indikator seberapa efektif kebijakan makroprudensial dalam
meng-address prosiklikalitas kredit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara umum penerapan pengetatan
kebijakan LTV/FTV dan GWM-LDR direspon negatif oleh penyaluran
kredit/pembiayaan. Hal ini mengindikasi bahwa prosiklikalitas kredit/pembiayaan
dapat di-address. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan kebijakan
makroprudensial yang bersifat countercyclical tercapai dengan kebijakan
LTV/FTV. Walapun penerapan kebijakan pengetatan GWM-LDR direspon positif
oleh penyaluran pembiayaan, namun garis respon dalam uji IRF semakin mendekati
nol. Artinya penerapan kebijakan GWM-LDR berpotensi direspon negatif oleh
pembiayaan dalam periode mendatang.
Selain menggunakan uji IRF pada kebijakan LTV/FTV dan GWM-LDR,
dalam pengambilan keputusan bahwa kebijakan makroprudensial sebagai
countercyclical penyaluran kredit dan pembiayaan juga di tunjang dengan rasio
pertumbuhan penyaluran kredit bank konvensional dan pembiayaan bank syariah.
Grafik pertumbuhan penyaluran kredit bank konvensional adalah sebagai berikut:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
101
Gambar 4.11 Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Konvensional
Sumber: Lampiran 2.2
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pada periode pengetatan kebijakan
LTV/FTV dan GWM-LDR yaitu pada periode awal tahun 2013 sampai pertengahan
tahun 2015 menunjukkan bahwa volatilitas pertumbuhan penyaluran kredit
cenderung mengalami penurunan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa instrumen
kebijakan makroprudensial LTV/FTV dan GWM-LDR telah mampu memitigas i
penyaluran kredit yang bersifat prosiklal, artinya kebijakan makroprudens ia l
sebagai kebijakan countercyclical telah tercapai. Hasil ini juga ditunjang oleh
volatilitas penyaluran pembiayaan yang juga cenderung menurun ketika
diberlakukan kebijakan pengetatan LTV/FTV dan GWM-LDR.
-3,00%
-2,00%
-1,00%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
20
10
M2
20
10
M7
2010
M12
20
11
M5
2011
M10
20
12
M3
20
12
M8
20
13
M1
20
13
M6
2013
M11
20
14
M4
20
14
M9
20
15
M2
20
15
M7
2015
M12
20
16
M5
2016
M10
20
17
M3
20
17
M8
20
18
M1
20
18
M6
PER
TUM
BU
HA
N
PERIODE
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
102
Gambar 4.12 Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah
Sumber: Lampiran 2.2
Tercapainya sifat countercyclical kebijakan makroprudensial sejalan
dengan penelitian Purnawan dan Nasir (2015) yang menunjukkan bahwa semenjak
kebijakan one month holding period diumumkan pada Mei 2010 dan diterapkan
pada Juni 2010 kondisi volatilitas nilai tukar bergerak relatif stabil dari nilai rata-
rata bergerak volatilitas tukar 5 bulan. Sehingga kondisi prosiklikalitas yang terjadi
sebelum periode penerapan kebijakan OMHP dapat dimitigasi. Tujuan kebijakan
makroprudensial yang bersifat countercyclical tercapai dengan kebijakan OMHP.
Upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem keuangan tercermin
dalam kebijakan makroprudensial. Dalam kaidah fiqh dijelaskan:
اعيهة منوط مام على الره ف ال ة تصر المصلح ب
Menunjukkan bahwa tindakan atau kebijakan yang ditempuh seorang
pemimpin dalam hal ini adalah Bank Indoensia dan pemerintah selaku pembuat
kebijakan harus tetap pada prinsip untuk mensejahterakan umat. Kesejahteraan
-6,00%
-4,00%
-2,00%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
2010
M2
2010
M7
2010
M12
2011
M5
2011
M10
2012
M3
2012
M8
2013
M1
2013
M6
2013
M11
2014
M4
2014
M9
2015
M2
2015
M7
2015
M12
2016
M5
2016
M10
2017
M3
2017
M8
2018
M1
2018
M6
PER
TUM
BU
HA
N
PERIODE
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
103
umat dapat tercermin dari stabilitas sistem keaungan tetap terjaga, sehingga krisis
yang menyengsarakan umat dapat dihindari.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)