ii kerangka teoritis dan hipotesis -...

17
8 II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak Menurut Norman. D.Nowak dalam Zain (2004) kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercemin dalam situasi dimana Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar dan membayar pajak yang terutang tepat waktu. Selanjutnya Nurmantu (2005), mengatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi segala kewajibannya dan melaksanakan hak perpajakannya. Lebih lanjut Nurmantu mengatakan bahwa ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan materil. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam UU Perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Sedangkan kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberithauan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Upload: phungnhi

Post on 08-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

8

II KERANGKA TEORITIS DAN

HIPOTESIS

Kepatuhan Pajak

Menurut Norman. D.Nowak dalam Zain (2004)

kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai suatu iklim

kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban

perpajakan, tercemin dalam situasi dimana Wajib Pajak

paham atau berusaha untuk memahami semua

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,

mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,

menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

dan membayar pajak yang terutang tepat waktu.

Selanjutnya Nurmantu (2005), mengatakan

bahwa kepatuhan Wajib Pajak didefinisikan sebagai

suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi segala

kewajibannya dan melaksanakan hak perpajakannya.

Lebih lanjut Nurmantu mengatakan bahwa ada dua

macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan

kepatuhan materil. Kepatuhan formal adalah suatu

keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban

perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan

dalam UU Perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu

penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan

(SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Sedangkan

kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi

dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberithauan

(SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP

sebelum batas waktu berakhir sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Page 2: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

9

Lebih lanjut, Chaizi Nasucha dalam Devano dan

Kurnia (2006), juga menjelaskan bahwa kepatuhan

Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib

Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk

menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT),

kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak

terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran

tunggakan. Kemudian merujuk pada kriteria Wajib

Pajak Patuh menurut Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 192/PMK.03/2007 tanggal 3 Juni 2007, Wajib

Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh

apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat

Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun

terakhir ;

b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT masa

yang terlambat tidak lebih dari 3(tiga) masa pajak

untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-

turut;

c. SPT masa yang terlambat itu disampaikan tidak

lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa

pajak berikutnya;

d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua

jenis pajak :

Kecuali telah memperoleh izin untuk

mengangsur atau menunda pembayaran

pajak;

Tidak termasuk tunggakan pajak

sehubungan dengan STP yang diterbitkan

untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;

Page 3: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

10

e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena

melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir;

f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh

akuntan publik atau Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan harus dengan

pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan

pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang

pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba

rugi fiskal.

Laporan audit harus disusun bentuk panjang

(long form report)

Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial

dan fiskal.

g. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh

Akuntan Publik, maka wajib Pajak dapat

mengajukan permohonan untuk dapat ditetapkan

sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu, sepanjang

memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud

dalam butir a s.d. e serta syarat lainnya yang

ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Maka pada prinsipnya kepatuhan Wajib Pajak adalah

tindakan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang

berlaku dalam suatu Negara.

Theory of Planned Behavior (TPB)

Theory of Planned Behavior (TPB) adalah model

berbasis niat (intentions) yang dikembangkan dari

Theory of Reasoned Action (TRA). Terdapat dua

Page 4: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

11

determinan yang mempengaruhi niat (intenton) yaitu

sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior),

norma subyektif (subjective norm). Pengembangan

dilakukan dengan menambahkan kontrol perilaku

(perceived behavioral control) pada model TRA.

Penambahan perceived behavioral control diteliti oleh

Madden et al. (1992) dengan membandingkan TPB dan

TRA pada 10 perilaku, dan mereka menemukan bahwa

penyertaan perceived behavioral control meningkatkan

prediksi niat dan perilaku.

Teori ini dilandasi pada asumsi-asumsi teori yang

menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari

informasi atau keyakinan/kepercayaan yang menonjol

mengenai perilaku tersebut. Seseorang dapat saja

memiliki berbagai keyakinan terhadap perilaku

tertentu, namun ketika dihadapkan pada suatu

kejadian, hanya sedikit dari keyakinan tersebut yang

timbul untuk mempengaruhi perilaku seseorang.

Sedikit keyakinan inilah yang menonjol dalam

mempengaruhi perilaku individu (Ajzen, 1991).

Keyakinan yang menonjol ini dapat dibedakan menjadi

: (1) behavioral belief, yaitu keyakinan akan hasil dari

suatu perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku

tersebut. (2) normative belief, yaitu keyakinan individu

terhadap harapan normatif orang lain yang menjadi

rujukannya. (3) control belief, yaitu keyakinan individu

tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau

menghambat perilakunya dan persepsinya tentang

seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi

perilakunya.

Page 5: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

12

Sumber : Dikembangkan untuk Tesis ini (2013)

Gambar 2.1 Model Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005)

Model teoritis TPB pada Gambar 2.1 menunjukan

bahwa ketiga determinan berkaitan satu dengan yang

lain. Secara konseptual ketiga determinan tersebut

mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun

secara empiris sering ditemukan kaitan antar

determinan (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh

kesamaan informasi yang diterima yang dapat

mempengaruhi keyakinan (Beliefs) yang dimiliki

individu tersebut. Ketiga keyakinan (Beliefs) merupakan

pembentuk ketiga determinan dalam TPB yaitu attitude

towards behavior, subjective norm dan perceived

behavioral control.

Inti dari TPB tetap pada faktor niat berperilaku

(behavioral intention) namun determinan niat tidak

hanya dua melainkan tiga dengan ditambahkannya

perceived behavioral control. Niat (intention) dipengaruhi

oleh tiga determinan yaitu, attitude towards behavior

yang berkaitan dengan keyakinan dan evaluasi individu

tentang positif atau negatif dari suatu peristiwa;

subjective norm, berkaitan dengan persepsi individu

terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya, sedangkan

Page 6: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

13

perceived behavioral control, berkaitan dengan

pengalaman masa lalu dan perkiraan individu

mengenai seberapa sulit atau mudah untuk melakukan

perilaku tersebut.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Pengetahuan atas pajak terhadap Sikap atas pajak.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yaitu

hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya.

Selanjutnya dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa

pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(Overt Behaviour). Pengetahuan seseorang atas Pajak

dijelaskan sebagai hasil tahu Wajib Pajak mengenai

perpajakan, yang dapat dijadikan sebagai suatu

informasi dalam bertindak dan mengambil keputusan

sehubungan dengan hak dan kewajibannya dibidang

perpajakan (Setyawati, 2013). Selain itu, pengetahuan

seseorang atas pajak berhubungan dengan

aktivitasnya, besarnya kewajiban pajak yang harus

dibayarkan, bagaimana memenuhi kewajiban

perpajakannya, serta sanksi yang harus diterima jika

tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek

mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek

negatif (Notoatmodjo, 2003). Kedua aspek ini yang akan

menentukan sikap seseorang. Sikap didefinisikan oleh

Massen dan Krech dalam Yusuf (2006) sebagai suatu

sistem dari tiga komponen yang saling berhubungan,

yaitu kognisi (pengenalan), feeling (perasaan), dan

Page 7: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

14

action tendency (kecendrungan untuk bertindak).

Sedangkan Sikap atas Pajak merujuk pada bagaimana

kelompok-kelompok sosial memberikan apresiasi atau

justru menjadi oposisi atas sistem perpajakan yang

berlaku (Edlund, 1999).

Azwar (1995) menjelaskan bahwa pengetahuan

dan sikap memiliki keterkaitan yang terletak pada

aspek kognitif sebagai salah satu komponen dari sikap.

Aspek kognitif tersebut berhubungan dengan keyakinan

seseorang akan pengetahuannya terhadap objek.

Senada, Yusuf (2006) memaparkan bahwa komponen

kognitif dalam sikap berkaitan dengan pengetahuan,

pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan

dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek

sikap.

Notoadmodjo (2003) mengungkapkan bahwa

pengetahuan yang diperoleh seseorang selanjutnya

akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap

terhadap objek yang telah diketahuinya.Sehingga dapat

disimpulkan bahwa bila pengetahuan yang baik akan

memiliki sikap yang baik juga. Namun hal yang

sebaliknya bisa saja terjadi karena diduga dipengaruhi

oleh persepsi atau keyakinan terhadap informasi-

informasi yang mereka dapatkan dari berbagai sumber

sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan dengan

persepsi atau keyakinan tersebut dapat menumbuhkan

sikap yang terkadang tidak tepat. Sumiati (2012)

membuktikan bahwa seseorang yang memiliki

pengetahuan yang tinggi cenderung memiliki sikap

yang negatif. Berdasarkan penalaran dan dukungan

Page 8: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

15

hasil penelitiaan, dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H1 : Pengetahuan atas Pajak berpengaruh terhadap

Sikap atas pajak.

Sikap atas Pajak terhadap Niat untuk Berperilaku

Patuh.

Sikap merupakan kecenderungan seseorang

untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap

objek sikap. Sikap mewakili perasaan umum seseorang

mengenai favorableness dan unfavorableness (Fishben

dan Ajzen, 1975). Sikap seseorang terhadap suatu

obyek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau

tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut

(Bobek dan Hatfield, 2003). Lebih lanjut Bobek dan

Hatfield dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa

Sikap seseorang dapat mempengaruhi niatnya untuk

berperilaku. Niat adalah keinginan untuk melakukan

suatu perilaku sesuai kehendak individu (Jogiyanto,

2007). Niat merupakan dasar dari sebuah perilaku,

karena perilaku tidak akan terjadi tanpa adanya niat

untuk berperilaku. Niat seseorang untuk berperilaku

merupakan kecenderungan yang akan mendorong dia

pada suatu keputusan untuk melakukan suatu

tindakan yang mendukung dia atau sebaliknya.

Seseorang yang memiliki kecenderungan bahwa

melakukan suatu tingkah laku akan menghasilkan hal

yang positif atau negatif, akan mendorong niat

seseorang untuk memiliki sikap yang mendukung atau

tidak mendukung dalam melakukan suatu perilaku.

Page 9: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

16

Wajib Pajak yang memiliki keyakinan bahwa

berperilaku patuh dalam memenuhi kewajiban

perpajakanya akan menghasilkan hal yang positif,

maka akan mendorong niat Wajib Pajak untuk memiliki

sikap yang favorable (setuju) dalam melakukan

tindakan kepatuhan pajak. Hal ini telah dibuktikan

oleh Pangestu dan Rusmana (2012), yang meneliti

tentang sikap Wajib Pajak terhadap niat berperilaku

patuh membuktikan semakin positif sikap Wajib Pajak

untuk patuh terhadap pajak, maka niat Wajib Pajak

untuk patuh semakin besar. Senada, Damayanti dan

Supramono (2012) juga berhasil membuktikan bahwa

Wajib Pajak yang memiliki sikap atau cara pandang

yang positif atas pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya terbukti memiliki niat untuk

berperilaku patuh. Berdasarkan penalaran dan

dukungan hasil penelitiaan yang ada, maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Sikap atas pajak berpengaruh positif terhadap

niat WP Orang Pribadi untuk berperilaku patuh.

Norma Subjektif terhadap Niat untuk Berperilaku

Patuh.

Ajzen (1991) mendefenisikan norma sujbektif

(Subjective Norm) sebagai pengaruh dari orang-orang

sekitar (misalnya keluarga, teman sejawat atau

pimpinan) yang direferensikan. Norma subjektif lebih

mengacu pada keyakinan seseorang tentang apakah

individu-individu atau kelompok tertentu menyetujui

atau menolak melakukan perilaku tertentu, dan sejauh

mana mereka termotivasi untuk menyesuaikan diri

Page 10: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

17

dengan individu-individu atau kelompok lain (Bobek

dan Hatfield, 2003). Lebih lanjut Bobek dan Hatfiled

menjelaskan bahwa norma subjektif dapat dinilai

secara langsung atau dengan mempertimbangkan

keyakinan dasar (referent beliefs) yang mendasari

penilaian individu terhadap norma subjektif. Norma

subjektif disisi lain, terkait dengan persepsi seseorang

terhadap tekanan sosial yang berasal dari lingkungan

sekitarnya untuk melakukan atau menghindari

perilaku (Tan dan Laswad, 2006).

Apabila orang-orang sekitar yang dianggap

penting atau dijadikan referent menganggap bahwa

perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan

seharusnya dilakukan agar dapat meningkatkan

penerimaan Negara serta mensejahterahkan kehidupan

masyarakat, dan memotivasi seseorang untuk

melakukannya, maka dikatakan orang tersebut

menerima pengaruh sosial dan cenderung akan

memiliki niat untuk melakukan perilaku patuh dalam

memnuhi kewajiban perpajakannya. Beberapa

penelitian sebelumnya telah membuktikan hal tersebut

diantaranya yaitu Penelitian Suherman (2012), dan

Salman dan Sarjono (2013), yang menemukan bahwa

norma subjektif secara signifikan mempengaruhi niat

untuk berperilaku patuh. Dengan demikian, dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Norma subyektif berpengaruh positif terhadap niat

WP Orang Pribadi untuk berperilaku patuh.

Page 11: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

18

Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan (Perceived

Behavior Control) terhadap Niat untuk Berperilaku

Patuh.

Theory of Planned Behavior (TPB) memodifikasi

Theory Reasoned Action (TRA) dengan menambahkan

konsep kontrol perilaku yang dipersepsikan (Ajzen dan

Madden,1986). Kontrol perilaku yang dipersepsikan

mengacu pada persepsi seseorang terhadap kesulitan

atau kemudahan melaksanakan perilaku yang

diinginkan, terkait dengan keyakinan akan tersedia

atau tidaknya sumber dan kesempatan yang diperlukan

untuk mewujudkan perilaku tertentu (Ajzen, 1991).

Kemudahan atau kesulitan yang dihadapi individu

berkaitan dengan ada atau tidaknya faktor-faktor yang

memfasilitasi dan menghalangi performa perilaku

seseorang dalam melakukan suatu perilaku.

Hal senada juga dikemukakan oleh Francis et al.

(2004), yang menjelaskan kontrol perilaku yang

dipersepsikan sebagai persepsi seseorang terhadap

kesanggupannya dalam melaksanakan suatu perilaku.

Ajzen (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan

bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan dapat

mempengaruhi niat. Hal ini berdasarkan atas asumsi

bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan oleh

individu akan memberikan implikasi berupa motivasi

terhadap orang tersebut. Artinnya niat akan terbentuk

dengan sendirinya ketika individu merasa mampu

untuk menampilkan perilaku.

Apabila Wajib Pajak memiliki sikap yang positif

dan norma subjektif yang mendukung mereka untuk

memenuhi kewajiban perpajakannya serta percaya

Page 12: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

19

bahwa mereka memiliki sumber daya yang ada atau

memiliki kesempatan (memiliki kontrol perilaku yang

besar) untuk melakukan perilaku tersebut,

kemungkinan mereka akan memiliki niat yang besar

untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan

Wajib Pajak yang percaya bahwa mereka tidak

mempunyai sumber daya yang ada atau tidak

mempunyai kesempatan untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya, mungkin tidak akan membentuk niat

untuk melakukan perilaku tersebut walaupun mereka

mempunyai sikap yang positif atas pajak dan percaya

bahwa orang lain akan menyetujui seandainya mereka

melakukan perilaku patuh pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2011),

Pangestu dan Rusmana (2012), Salman dan Sarjono

(2013) membuktikan bahwa kontrol perilaku yang

dipersepsikan berpengaruh terhadap niat berperilaku

patuh. Berdasarkan penalaran dan dukungan hasil

penelitiaan yang ada, dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H4 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh

positif terhadap niat WP Orang Pribadi untuk

berperilaku patuh.

Sikap atas Pajak, Norma Subyektif, Kontrol Perilaku

yang Dipersepsikan terhadap Niat untuk Berperilaku

Patuh

Secara konseptual ketiga determinan yaitu Sikap,

Norma Subyektif, Kontrol Perilaku yang dipersepsikan

mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun

ketiga determinan juga memiliki kaitan satu dengan

Page 13: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

20

lainnya (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh

kesamaan informasi yang diterima yang dapat

mempengaruhi keyakinan yang dimiliki individu

tersebut. Adanya keterkaitan antar determinan

memungkinkan untuk mempengaruhi niat berperilaku

secara bersama-sama. Wajib Pajak yang memiliki sikap

yang positif atas pajak, kemudian mendapat dukungan

dari lingkungan atau orang-orang sekitar untuk

memenuhi kewajiban perpajakannya serta percaya

bahwa mereka memiliki sumber daya yang ada atau

memiliki kesempatan (memiliki kontrol perilaku yang

besar) untuk melakukan perilaku tersebut,

kemungkinan mereka akan memiliki niat yang besar-

pula untuk berperilaku patuh.

Beberapa penelitian sebelumnya yang menguji

sikap, norma subyektif, kontrol perilaku yang

dipersepsikan secara bersama-sama dalam

mempengaruhi niat berperilaku yaitu Taurusia (2011),

Fausiah et al. (2013) serta Anggelina dan Japarianto

(2014) menunjukan bahwa sikap, norma subjektif dan

kontrol perilaku secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap niat berperilaku. Sedangkan

penelitian sebelumnya mengenai Kepatuhan Pajak

dengan menggunakan TPB belum menguji keterkaitan

antar ketiga determinan pembentuk niat. Berdasarkan

penalaran dan dukungan hasil penelitiaan yang ada,

dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Sikap atas Pajak, Norma Subyektif, Kontrol

perilaku yang dipersepsikan berpengaruh secara

simultan terhadap niat WP Orang Pribadi untuk

berperilaku patuh.

Page 14: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

21

Kontrol Perilaku Diperspsikan (Perceived Behavior

Control) terhadap Perilaku Kepatuhan Pajak.

Perilaku (behavior) merupakan tindakan atau

kegiatan nyata yang dilakukan (Jogiyanto, 2007).

Dalam TPB, dijelaskan bahwa sebuah perilaku

(behavior) dilakukan karena individu mempunyai niat

atau keinginan untuk melakukannya (behavioral

intention) serta didukung oleh kontrol perilaku yang

dipersepsikan (perceived behavioral control). Kontrol

keperilakuan dapat mempengaruhi perilaku baik itu

secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh

langsung kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap

perilaku adalah sebuah controllability (Ajzen, 2002).

Pelaksanaan perilaku tergantung pada keyakinan

individu terhadap seberapa besar kontrol yang

dimilikinya terhadap perilaku (control over the behavior).

Pengaruh langsung disebabkan karena adanya actual

behavioral control yang terjadi di luar kehendak

individu sehingga mempengaruhi perilaku (Ajzen,

2005).

Semakin positif sikap dan norma subyektif

terhadap perilaku, serta semakin besar kontrol yang

dipersepsikan seseorang, maka semakin kuat niat

seseorang untuk memunculkan perilaku tertentu.

Akhirnya, sesuai dengan kondisi pengendalian yang

nyata di lapangan (actual behavioral control) niat

tersebut akan diwujudkan jika kesempatan itu muncul.

Namun sebaliknya, perilaku yang dimunculkan bisa

jadi bertentangan dengan niat individu tersebut. Hal

tersebut terjadi karena kondisi di lapangan tidak

memungkinkan memunculkan perilaku yang telah

Page 15: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

22

diniatkan sehingga dengan cepat akan mempengaruhi

perceived behavioral control individu tersebut. Perceived

behavioral control yang telah berubah akan

mempengaruhi individu untuk berperilaku. Hal

tersebut ditegaskan oleh Ajzen (1991) yang berpendapat

bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan dapat

digunakan sebagai pengganti dalam mengukur adanya

actual control behavioral yang berpengaruh terhadap

perilaku.

Terry and O’Leary (1995) telah membuktikan

bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan

berpengaruh dan mampu memprediksi perilaku.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Andrianto

(2010), Laksono (2011), dan Hardaya (2013) juga

berhasil membuktikan bahwa kontrol perilaku memiliki

pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan

Wajib Pajak. Wajib Pajak yang memiliki sikap dan

norma subjektif yang positif, serta memiliki kontrol

perilaku yang kuat akan mempengaruhi niat Wajib

Pajak tersebut untuk menampilkan perilaku yang

patuh terhadap pajak. Selain itu, kondisi yang nyata di

lapangan yang dialami oleh Wajib Pajak juga

mempengaruhi perilaku yang ditampilkan. Kondisi

nyata yang memungkinkan Wajib Pajak untuk

berperilaku patuh akan memberikan kesempatan bagi

Wajib Pajak untuk berperilaku patuh. Berdasarkan

penalaran dan dukungan hasil penelitiaan yang ada,

dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H6 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh

positif terhadap perilaku kepatuhan pajak WP

Orang Pribadi.

Page 16: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

23

Pengaruh Niat Berperilaku (behavioral intention)

terhadap Perilaku Kepatuhan Pajak.

Niat berperilaku merupakan variabel antara

dalam berperilaku (Ajzen,1991). Hal ini berarti, pada

umumnya seseorang berperilaku sesuai dengan niat

atau tendensinya. Ajzen (2005), dalam penelitiannya

menyatakan bahwa niat adalah kecenderungan atau

keinginan seseorang untuk menampilkan suatu

perilaku tertentu. Niat juga dijelaskan sebagai indikator

terbaik untuk meramalkan perilaku seseorang. Miladi

(2010) mengungkapkan bahwa niat erat kaitannya

dengan motivasi, yaitu dorongan yang timbul pada diri

seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk

melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.

Niat untuk berperilaku patuh dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya, merupakan kecenderungan

yang akan mendorong Wajib Pajak melakukan suatu

perilaku tersebut atau sebaliknya, dan hal tersebut

dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, dan kontrol

perilaku. Semakin besar niat Wajib Pajak untuk

melakukan perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya, semakin besar pula keberhasilan

prediksi perilaku tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Miladi (2010),

Pangestu dan Rusmana (2012), membuktikan bahwa

niat Wajib Pajak untuk berperilaku patuh berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Ini

berarti bahwa ketika seorang Wajib Pajak telah

memiliki niat yang besar untuk berperilaku patuh

maka semakin tinggi tingkat kepatuhan pajaknya.

Page 17: II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7100/2/T2_932012001_BAB II.pdf · II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak

24

Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan sebagai

berikut:

H7 : Niat untuk berperilaku berpengaruh positif

terhadap perilaku kepatuhan pajak WP Orang

Pribadi.

Model Penelitian

Berdasarkan paparan kerangka teori diatas,

maka model yang dikembangkan untuk penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Model Penelitian

Pengetahuan atas

Pajak

(X1)

Sikap atas Pajak

(X2)

Norma Subyektif

(X3)

Kontrol Perilaku

yang

Dipersepsikan

(X4)

Niat untuk

Berperilaku

(X5)

Perilaku

Kepatuhan Pajak

(X6)