bab ii acuan teoretik, kerangka berfikir dan hipotesis …

40
13 BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teoretik Pendidikan sejati merupakan upaya sistematis untuk pembebasan yang permanen dari macam-macam keterbelengguan (terbelenggu oleh kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, kesengsaraan, penindasan, dll), sehingga individu dapat menjadi pribadi yang memiliki kesadaran diri, tahu akan martabat dan penentuan tempatnya serta bertanggung jawab susila, dan mampu hidup mandiri. Dalam dunia pendidikan proses belajar-mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal yang ada di sekolah-sekolah, yang di dalamnya terdapat interaksi antar berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen tersebut adalah guru, materi atau isi pelajaran dan peserta didik. Interaksi dari ketiga itu tentunya melibatkan sarana dan prasarana seperti, metode, media, dan penataan lingkungan tempat belajar. Untuk itu, agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan efisien, maka diperlukan media pembelajaran yang dapat menunjang proses pembelajaran tersebut. 2.1.1 Definisi belajar Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda tentang definisi belajar antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar sebagai berikut. Sanjaya (2006:112) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard dalam Sanjaya mengemukakan belajar merupakan suatu proses perubahan melaui kegiatan atau prosedur latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Menurut Hamalik (2008:27) belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu. Skinner dalam buku Muhibbin (2005:64) mengemukakan belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian 13

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

13

BAB II

ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Deskripsi Teoretik

Pendidikan sejati merupakan upaya sistematis untuk pembebasan yang

permanen dari macam-macam keterbelengguan (terbelenggu oleh kemiskinan,

keterbelakangan, kebodohan, kesengsaraan, penindasan, dll), sehingga individu

dapat menjadi pribadi yang memiliki kesadaran diri, tahu akan martabat dan

penentuan tempatnya serta bertanggung jawab susila, dan mampu hidup

mandiri.

Dalam dunia pendidikan proses belajar-mengajar merupakan inti dari

proses pendidikan formal yang ada di sekolah-sekolah, yang di dalamnya

terdapat interaksi antar berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen

tersebut adalah guru, materi atau isi pelajaran dan peserta didik. Interaksi dari

ketiga itu tentunya melibatkan sarana dan prasarana seperti, metode, media,

dan penataan lingkungan tempat belajar. Untuk itu, agar proses pembelajaran

dapat berjalan dengan lancar dan efisien, maka diperlukan media pembelajaran

yang dapat menunjang proses pembelajaran tersebut.

2.1.1 Definisi belajar

Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda tentang

definisi belajar antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu

mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses

belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya.

Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar

sebagai berikut. Sanjaya (2006:112) mengemukakan bahwa belajar adalah

proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard

dalam Sanjaya mengemukakan belajar merupakan suatu proses perubahan

melaui kegiatan atau prosedur latihan di dalam laboratorium maupun dalam

lingkungan alamiah. Menurut Hamalik (2008:27) belajar adalah suatu proses,

suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya

mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu. Skinner dalam buku Muhibbin

(2005:64) mengemukakan belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian

13

Page 2: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

14

tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Evelin dan Hartini

mengemukakan belajar adalah sebuah proses kompleks yang terjadi pada

semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam

kandungan) hingga liang lahat dan salah satu tandanya bahwa seorang telah

belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya (2011:3).

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan definisi belajar

adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.1.2 Definisi Mengajar

Pada hakekatnya mengajar menunjukan kepada, bagaimana seorang guru

membantu siswa untuk belajar. Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan

beberapa tokoh pendidikan berikut.

Menurut DeQueliy dan Gazali (dalam Slameto, 2003:30), ‘Mengajar

adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat

dan tepat. Dalam hal ini pengertian waktu yang singkat sangat penting’.

Menurut Alvin (dalam Slameto, 2003:32), ‘Mengajar ialah suatu aktivitas

untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan,

mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations

(penghargaan) dan knowledge’. Sedangkan menurut Burton (dalam Sagala,

2007:61), ‘Mengajar ialah upaya memberi stimulus, bimbingan pengarahan,

dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar’.

Menurut Bettencourt (dalam Fitriana, 2008:9), ‘Mengajar adalah suatu

bentuk belajar sendiri dalam hal ini berarti mengajar bukanlah kegiatan transfer

ilmu pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang

memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti

guru berpartisipasi sebagai fasilitator dalam membantu siswa untuk

membentuk pengetahuan, membuat makna tentang apa yang dipelajari, melatih

siswa untuk berpikir kritis dan logis’.

Menurut Smith (dalam Sanjaya, 2006:96), ‘Mengajar adalah

menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge

or skill) ’.

Page 3: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

15

Dari uraian di atas, maka pengertian mengajar yaitu suatu aktivitas yang

berupa interaksi antara guru dan siswa yang melakukan kegiatan di dalam

lingkungan yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Selain itu

juga, guru di tuntut untuk dapat mendidik siswa agar memilki sikap yang

terpuji sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan baik sesuai dengan

yang diharapkan.

2.1.3 Pembelajaran

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan

maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan

oleh pihaka guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta

didik atau murid.

“Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat

untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk

membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar”.Sedangkan menurut

Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala, 2007:62), ‘Pembelajaran ialah kegiatan

guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa

belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar’.

Pembelajaran ialah proses interaksi antara peserta didik dengan

lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik.

Menurut UUSPN No.20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran ialah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar.

Sedangkan menurut Corey (dalam Sagala, 2007:61) menyatakan,

Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara

disengaja dikelola untuk memungkinkan ia untuk turut serta dalam tingkah

laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap

situasi tertentu.

Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk membangun

kreativitas berpikir yang meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat

meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya

meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Page 4: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

16

Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran di atas dapat di

simpulkan bahwa pembelajaran adalah aktivitas guru dan siswa dalam proses

belajar yang memungkinkan siswa berkembang dalam mencapai tujuan yang

telah dirumuskan dan didukung oleh lingkungan belajar. Lingkungan belajar

dalam pengertian tersebut bukan hanya ruang kelas atau ruang belajar, tetapi

juga meliputi alat-alat belajar, sumber belajar, dan sebagainya yang relevan

dengan kegiatan belajar siswa.

2.1.4 Pembelajaran Matematika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Fitriana, 2008:10)

‘pembelajaran matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan

antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam

menyelesaikan masalah mengenai bilangan’.

Menurut Suherman dan Winataputra (dalam Said, 2007:12) mengatakan

bahwa, Secara sederhana pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai

upaya penataan lingkungan yang memberi suasana bagi tumbuh dan

berkembangnya proses belajar. Dalam konsep psikologi yang menjadi

jantungnya proses pembelajaran adalah belajar.

Pembelajaran matematika hendaknya merupakan pembelajaran yang

bermakna, maksudnya adalah pembelajaran matematika termasuk evaluasi

hasil belajarnya mengutamakan pada pengembangan daya matematika siswa.

Utari (dalam Fitriana, 2008:10).

Daya matematika yang dimaksud tersebut meliputi kemampuan

menemukan kembali, menalar secara logis, menyelesaikan masalah,

berkomunikasi soal yang tidak etik, berkomunikasi secara matematika dengan

kegiatan intelektual lainnya, dari penjelasan di atas dalam pelaksanaannya

pembelajaran tidak terbatas dalam ruang kelas saja tapi pembelajaran dapat

juga dilaksanakan di luar kelas.

2.1.5 Hasil belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui

kegiatan belajar. Menurut Hamalik (2012:159) hasil belajar adalah keseluruhan

kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan,

Page 5: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

17

penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil

belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam

upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan

menurut Sudjana hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (2012:22).

Menurut Slameto hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri (2003:57). Menurut

Suprihatiningrum untuk menunjukan tinggi rendahnya atau baik buruknya hasil

belajar yang dicapai siswa ada beberapa cara. Satu cara yang sudah lazim

digunakan adalah dengan memberikan skor terhadap kemampuan atau

keterampilan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses belajar tersebut

(2013:38).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan suatu perubahan yang didapat oleh peserta didik setelah mengikuti

kegiatan belajar mengajar, baik dari segi pengetahuan, perubahan sikap serta

tingkah laku dalam interaksinya. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengukur

kemampuan siswa dari segi pengetahuan materi pembelajaran dengan

menggunakan tes.

2.1.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Menurut Purwanto faktor-faktor yg mempengaruhi hasil belajar siswa,

terbagi menjadi dua golongan, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor

intern adalah faktor yang muncul dari dalam individu yang sedang belajar,

sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang datang dari luar (lingkungan)

individu yang sedang belajar (2007:106-107).

a) Faktor intern (faktor yang berasal dari dalam diri siswa).

Faktor intern terdiri dari dua aspek, yaitu aspek psikologi (yang bersifat

rohaniah) seperti bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif dan

aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah) seperti kondisi fisik dan kondisi panca

indera.

b) Faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa).

Page 6: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

18

Faktor ekstern terdiri dari dua macama yaitu faktor lingkungan

(lingkungan sosial dan alam) dan faktor instrumental (seperti kurikulum/bahan

pelajaran, guru/pengajar, sarana/fasilitas dan administrasi/ manajemen).

2.1.5.2 Pengukuran hasil belajar

Penilaian hasil belajar sangat bermanfaat bagi siswa. Bagi siswa hasil

belajar berguna untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terhadap

materi yang disampaikan serta untuk mengetahui kelebihan atau potensi dan

kekurangan yang dimilikinya. Adapun fungsi hasil belajar Menurut Arifin

adalah sebagai berikut (2002:28).

a) Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik dan memperbaiki

proses pembelajaran serta mengadakan remedial bagi siswa;

b) Fungsi sumatif, yaitu untuk menentukan nilai/ angka kemajuan hasil

belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan laporan kepada

pihak tertentu, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya

siswa;

c) Fungsi diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang siswa yang

mengalami kesulitan belajar, dan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar

untuk memecahkan kesulitan tertentu;

d) Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan siswa dalam situasi

pembelajaran yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

Berdasarkan fungsi hasil belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar tidak hanya menilai tentang bagaimana pemahaman siswa tetapi

juga untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan,

mengatasi kesulitan belajar siswa serta untuk mengontrol kemajuan siswa.

Hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil belajar dari

fungsi sumatif yang diartikan sebagai peningkatan kemampuan kognitif siswa

yang diukur melalui pretestt dan posttest guna memperoleh data berupa nilai.

2.1.6 Definisi matematika

Page 7: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

19

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai:

ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur bilangan

operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Menurut James dalam Suherman matematika adalah konsep ilmu tentang

logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang

berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang

terbagi ke dalam tiga bidang yaitu : aljabar, analisis, dan geometri (2001:16).

Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia, yang berhubungan

dengan idea, proses, dan penalaran. Selain itu matematika adalah ratunya ilmu

maksudnya bahwa matematika itu tidak tidak bergantung kepada bidang studi

lain, agar dipahami orang dengan tepat kita harus menggunakan simbol dan

istilah yang cermat yang disepakati bersama, ilmu deduktif yang tidak

menerima generalisasi yang didasarkan kepada observasi (induktif) tetapi

generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif, ilmu tentang

keteraturan, ilmu tentang struktur terorganisasi mulai dari unsur yang tidak

didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan

akhirnya ke dalil.

Matematika adalah disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan mengolah

logika, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pada matematika di letakan

dasar bagaimana mengembangkan cara berfikir dan bertindak melalui aturan

yang di sebut dalil (dapat dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu

yang berhubungan dengan idea, proses pengolahan logika, dan penalaran yang

didasarkan kepada pembuktian.

2.1.7 Pengertian Media

Media menurut Zain (1997:136) secara bahasa memiliki arti perantara

atau pengantar pesan. Sedangkan menurut Gagne sebagaimana yang dikutip

oleh Sadiman (2005:6) dalam bukunya “Media Pendidikan: Pengembangan dan

Pemanfaatanya” media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan

siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu

yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan

Page 8: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

20

kemauan audien (peserta didik), sehingga dapat mendorong terjadinya proses

belajar pada dirinya. Pada hakikatnya proses belajar-mengajar adalah proses

komunikasi.

Menurut Kemp & Dayton sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2003:22)

dalam bukunya “Media Pembelajaran” menyatakan, bahwa media mempunyai

manfaat, yaitu sebagai berikut :

1. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau

mendengar penyaji melalui media menerima pesan yang sama.

2. Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat di asosiasikan sebagai penarik

perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.

3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif.

4. Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat.

5. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan.

6. Pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan atau diperlukan.

7. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses

belajar dapat ditingkatkan

8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif. Beban guru untuk

penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi

bahkan dihilangkan.

Media pun merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kegiatan

proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam memilih media, di antaranya adalah:

1. Media yang dipillih hendaknya selaras dan menunjang tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Media yang dipilih seharusnya dapat menjelaskan apa yang akan

disampaikan kepada peserta didik secara tepat dan berhasil guna, dengan

kata lain tujuan yang hendak dicapai dapat tercapai secara optimal.

3. Aspek materi menjadi pertimbangan yang dianggap penting dalam

memilih media. Sesuai atau tidaknya antara materi dan media yang

digunakan akan berdampak pada hasil pembelajaran peserta didik.

Agar seorang guru dalam menggunakan media pendidikan itu lebih

efektif, maka guru harus mempunyai pengetahuan dan pemahanan yang cukup

Page 9: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

21

tentang media pendidikan/pengajaran. Ada beberapa pengetahuan yang harus

dimiliki oleh guru, di antaranya adalah :

1. Media sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.

2. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-

mengajar.

3. Hubungan antara metode mengajar dengan media pendidikan.

4. Nilai dan manfaat media pendidikan.

Dengan menggunakan media dalam proses belajar-mengajar, maka akan

mampu membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar,

membangkitkan keinginan dan minat baru pada diri peserta didik untuk mau

belajar dan dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu masalah

yang konkrit sampai kepada yang abstrak.

2.1.8 Hasil belajar matematika

Menurut Gagne dalam Abidin (2001:24) menyatakan, hasil belajar

matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil

belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang

diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap

dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut

diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih

baik dari sebelumnya.

Dari definisi di atas, serta definisi-definisi tentang belajar, hasil belajar,

dan matematika, maka dapat dirangkai sebuah kesimpulan bahwa hasil belajar

matematika merupakan suatu perubahan yang didapat oleh peserta didik

setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar matematika, baik dari segi

pengetahuan, perubahan sikap serta tingkah laku dalam interaksinya.

2.1.9 Alat Peraga Matematika

Menurut Estiningsih (1994:8) alat peraga merupakan media pembelajaran

yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari.

Sedangkan menurut Anderson, alat peraga merupakan media yang digunakan

untuk membantu para guru dalam mengajar.

Page 10: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

22

Pada dasarnya anak belajar melalui benda atau obyek konkret. Untuk

memahami konsep abstrak anak memerlukan benda–benda konkrit (riil)

sebagai perantara atau visualisasinya. Konsep abstrak itu dicapai melalui

tingkat-tingkat belajar yang berbeda-beda.

Belajar anak akan meningkat bila ada motivasi. Oleh karena itu dalam

pengajaran diperlukan faktor–faktor yang dapat memotivasi anak belajar

bahkan untuk pengajar. Konsep abstrak yang baru dipahami peserta didik itu

akan mengendap, melekat dan tahan lama bila peserta didik belajar melalui

perbuatan dan dapat dimengerti peserta didik, bukan hanya melalui mengingat-

ingat fakta.

Dengan demikian, maka dalam pembelajaran matematika dengan

menggunakan alat peraga adalah dimaksudkan agar:

a. Proses belajar-mengajar termotivasi, baik peserta didik maupun guru.

Khususnya adalah peserta didik, minatnya akan timbul, ia akan merasa

senang, tertarik dan karena itu akan bersikap positif terhadap pengajaran

matematika.

b. Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk konkrit, lebih dapat

dipahami dan dimengerti, dapat ditanamkan pada tingkat-tingkat yang

lebih rendah.

c. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda di alam

sekitar akan lebih dapat dipahami.

d. Konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkrit yaitu dalam bentuk

model matematik yang dapat dipakai sebagai obyek penelitian maupun

sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi baru menjadi bertambah

banyak. Suherman (1990:242 -243).

Alat peraga ini berfungsi untuk memvisualisasikan sesuatu yang tidak

dapat dilihat atau sukar dilihat, hingga tampak jelas dan dapat menimbulkan

pengertian atau meningkatkan persepsi seseorang (Soelarko, 1995:6).

Namun, fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan

keabstrakan dari konsep, agar peserta didik mampu menangkap arti sebenarnya

konsep tersebut. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi obyek atau alat

Page 11: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

23

peraga maka peserta didik mempunyai pengalaman-pengalaman dalam

kehidupan sehari-hari tentang ati dari suatu konsep.

Dari uraian di atas, maka jelas bahwa peranan alat peraga sangat

menunjang dalam pembelajaran matematika, khusunya pada penemuan nilai-

nilai dalam “Theorema Pythagoras”.

2.1.10 Media Alat Peraga Puzzle

2.1.10.1 Pengertian alat peraga puzzle pythagoras

Pengertian puzzle menurut Patmonodewo ( Muzamil, 2010) kata puzzle

berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media

puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar

pasang. Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan

bahwa media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat

merangsang kemampuan matematika anak, yang dimainkan dengan cara

membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya. Muzamil,

(2010) menyatakan beberapa bentuk puzzle, salah satunya adalah Puzzle

konstruksi. Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan

potongan-potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi

beberapa model. Mainan rakitan yang paling umum adalah blok-blok tripleks

sederhana berwarna-warni. Mainan rakitan ini sesuai untuk anak yang suka

bekerja dengan tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka berimajinasi.

Puzzle Pythagoras adalah keping-keping pythagoras yang digunakan untuk

mebuktikan teorema Pythagoras. Puzzle Pythagoras dapat didefinisikan

sebagai suatu alat peraga yang digunakan untuk membantu siswa dalam

membentuk pemahaman dan memberikan pembuktian mengenai konsep atau

theorema phytagoras. Adapun gambaran atau bentuk alat peraga Puzzle

Pythagoras adalah sebagai berikut:

Alat peraga matematika model Pythagoras,

Page 12: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

24

Gambar 2.1.10.1

2.1.10.2 Langkah - langkah pembelajaran media puzzle Pythagoras

Ada banyak bukti yang menunjukkan kebenaran teorema Pythagoras.

Beberapa diantaranya adalah bukti Pythagoras yang dikemukakan oleh

Pythagoras, Baskhara, Garfield, dan Euclid. Saya menggunakan bukti

Pythagoras yang ditemukan oleh Pythagoras. Alat peraga yang saya buat terdiri

dari kertas HVS dan keping-keping kertas lipat Pythagoras. Rincian alat, bahan

serta biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan alat peraga Puzzle Pembuktian

Teorema Pythagoras ini dapat dilihat di tabel di bawah ini.

Tabel 2.1

NO NAMA ALAT DAN

BAHAN

JUMLAH HARGA

SATUAN

HARGA

TOTAL

1 Kertas HVS 5 lembar Rp. 200 Rp. 1.000

2 Penggaris 30 cm 1 buah Rp. 3.000 Rp. 3.000

3 Pensil 1 buah Rp. 2.000 Rp. 2.000

4 Spidol 1 buah Rp. 2.000 Rp. 2.000

5 Gunting 1 buah Rp. 5.000 Rp. 5.000

Page 13: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

25

6 Lem Glukol 1 buah Rp. 1.500 Rp. 1.500

7 Kertas lipat warna 1 pak Rp. 5.000 Rp. 5.000

Jumlah Rp 19.500

Fungsi :

Menunjukkan kebenaran rumus pythagoras bahwa kuadrat sisi miring

sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya.

Cara Pembuatan :

Dengan menggunakan alat dan bahan diatas, maka langkah-langkah

untuk membuat alat peraga puzzle pembuktian Theorema Pythagoras adalah

sebagai berikut:

1. Siapkan alat dan bahan

2. Sediakan kertas Kertas HVS

3. Gambarkan Persersegi kecil dengan ukuran 6cm x 6cm, persegi sedang

dengan ukuran 8cm x 8cm dan persegi besar dengan ukuran 10cm x 10cm

pada salah satu kertas lipat yang sudah disediakan.

4. Kertas lipat yang sudah dibuat persegi di tempelkan pada kertas HVS

5. Persegi yang kecil dipotong sesuai keinginan setelah itu persegi yang

sedang harus menyesuaikan dengan bentuk persegi kecil sehingga saat

penyusunan dapat membentuk persegi besar seperti gambar dibawah dan

yang paling kanan. Begitu juga dengan model yang lain.

6. Berikan garis - garis pada tiap persegi menggunakan spidol

Petunjuk Penggunaan :

Translasikan potongan-potongan pada persegi kecil dan sedang ke

persegi besar (sisi miring segitiga).

Pythagoras dengan Persegi Satuan :

Page 16: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

28

Kelebihan :

1. alat peraga ini bisa membantu menunjukkan bahwa Theorema Pythagoras

itu bisa dibuktikan.

2. Alat peraga ini terdiri dari berbagai warna yang sangat membantu untuk

pembuktian itu sendiri. Sehingga mudah dibedakan pasangan puzzle atau

potongan kertas lipat yang berpasangan.

3. Alat peraga ini mudah dibuat dan sangat ringan, baik biaya maupun berat

bendanya sendiri.

2.1.10.4 Kekurangan media puzzle Pythagoras

Kekurangan :

1. Bahannya terbuat dari bahan yang lunak sehingga rentan untuk rusak.

2. Hanya mewakili satu langkah untuk membuktikan teorema Pythagoras,

yaitu untuk segitiga yang sisi alas dan tingginya sama panjang. Tapi itu

sudah cukup mewakili, itulah keterbatasan alat ini.

Seperti halnya dengan bentuk puzzle yang lain, Puzzle Pythagoras ini

terdiri dari beberapa bangun datar seperti persegi maupun persegi panjang dan

juga lingkaran. Proses penggunaannya pun hampir sama dengan puzzle pada

umumnya, yakni memasangkan puzzle yang belum tersusun kedalam alat

peraga Puzzle Phytagoras, tentunya harus memenuhi konsep dari theorema

pythagoras.

Theorema Pythagoras menyatakan bahwa “kuadrat hipotenusa dari suatu

segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-

sisi siku-sikunya)”.

Ahli matematika dan filsafat berkebangsaan Yunani pada abad ke 6 SM

bernama Pythagoras (582 SM - 496 SM) lahir di pulau Samos, di daerah Lonia,

Yunani Selatan. Salah satu peninggalan Pythagoras yang paling terkenal

hingga saat ini adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat

sisi miring suatu segitiga siku - siku sama dengan jumlah kuadrat dari sisi -

sisinya. Yang unik, ternyata rumus ini 1.000 tahun sebelum masa pythagoras,

orang - orang Yunani sudah mengenal penghitungan “ajaib ini”. Walaupun

fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras,

namun Theorema ini dianggap sebagai temuan Pythagoras, karena ia yang

Page 17: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

29

pertama membuktikan pengamatan ini secara matematis. Pythagoras

menggunakan metode aljabar untuk menyatakan teorema ini.

Temuan lain yang ditemukan oleh Pythagoras adalah rasio atau

perbandingan emas (golden ratio). Pada masa lalu, matematika memang tidak

hanya berkaitan dengan bilangan. Matematika digunakan untuk menjabarkan

filsafat dan memahami keindahan. Termasuk golden ratio ini. Berdasarkan

penemuan Pythagoras, ternyata banyak hal di alam semesta ini mengarah pada

golden ratio. Cangkang siput, galur - galur pada nanas, dan ukuran tubuh

bagian atas manusia dibandingkan bagian bawahnya hampir pasti mendekati

golden ratio 1 : 1,618. Pythagoras juga membuktikan, semua benda yang

memenuhi golden ratio senantiasa memiliki tingkat estetika yang sangat tinggi.

Kalau alam semesta berlimpahan dengan benda - benda dengan “ukuran golden

ratio”. Maka manusia mesti membuat yang serupa demi menjaga keindahan

tersebut. Bahkan, Pythagoras berprinsip bahwa “Segala sesuatu adalah angka ;

dan perbandingan emas adalah raja semua angka.

Berdasarkan uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan, antara

lain :

1. Pythagoras adalah orang rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Sekalipun

teorema tentang segitiga siku - siku sudah dikenal masyarakat sebelumnya,

tapi dia terus menggalinya sehingga dapat membuktikan kebenaran

teorema tersebut secara otomatis.

2. Tanpa kita sadari ternyata bumi yang indah beserta kehidupan yang ada di

dalamnya ini tidak lepas dari penghitungan matematika. Oleh karena itu

kita perlu belajar matematika dengan lebih mendalam sehingga bisa

menguak rahasia alam sekaligus membuktikan ke-Mahabesaran ciptaaan

Tuhan YME.

3. Matematika adalah ilmu yang menarik untuk kita pelajari, bukan ilmu

yang menyeramkan seperti dikatakan sebagian orang. Karena telah banyak

sejarah yang menceritakan tentang peran matematika dalam memajukan

peradaban manusia, salah satunya adalah Theorema Pythagoras yang

menjadi spelopor perkembangan ilmu geometri dan arsitektur. Theorema

ini dikenal sebagai teorema Pythagoras, dinyatakan sebagai berikut :

Page 18: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

30

THEOREMA PYTHAGORAS

1. Pengertian Theorema Pythagoras

Siapakah Pythagoras itu? Pythagoras adalah seorang ahli matematika dan

filsafat berkebangsaan Yunani yang hidup pada tahun 569 - 475 sebelum

Masehi. Sebagai ahli matematika, ia mengungkapkan bahwa kuadrat panjang

sisi miring suatu segitiga siku -siku adalah sama dengan jumlah kuadrat

panjang sisi-sisi yang lain.

2. Penulisan Theorema Pythagoras

Bagaimana menentukan panjang sisi-sisi segitiga suku-siku? Jika diketahui :

alas = a, tinggi = b, sisi miring = c ? Dengan menggunakan rumus umum

theorema Pythagoras, diperoleh perhitungan sebagai berikut :

sisi miring : c² = a² + b²

alas : a² = c² - b²

tinggi : b² = c² - a²

Pythagoras menyatakan bahwa : “Untuk setiap segitiga siku-siku berlaku

kuadrat panjang sisi miring (Hipotenusa) sama dengan jumlah kuadrat panjang

sisi siku-sikunya.”

jika c adalah panjang sisi miring/hipotenusa segitiga, a dan b adalah panjang

sisi siku-siku. Berdasarkan Theorema Pythagoras di atas maka diperoleh

hubungan:

c2 =a

2 +b

2

Page 19: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

31

Dalilpythagorasdiatasdapatditurunkanmenjadi:

a2 =c

2 -b

2

b2 = c

2 - a

2

Catatan : Dalam menentukan persamaan Pythagoras yang perlu

diperhatikan adalah siapa yang berkedudukan sebagai hipotenusa/sisi

miring.

Theorema Pythagoras merupakan teorema yang menunjukkan hubungan

panjang sisi-sisi pada segitiga siku-siku. Theorema ini telah lama diketahui

sebelum Pythagoras, namun dia lah yang pertama kali memberikan pembuktian

terhadap theorema ini.

Perhatikan segitiga siku-siku di atas.

Dengan sudut C siku-siku, maka berlaku hubungan: C² = a² + b²

Theorema pythagoras ini hanya berlaku untuk segitiga siku-siku, yaitu

segitiga yang besar salah satu sudutnya adalah 90 derajat.

3. PenggunaanTheoremaPythagoras

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, Theorema Pythagoras digunakan

dalam perhitungan bidang matematika yang lain. Misalnya, menghitung

panjang sisi-sisi segitiga, menentukan diagonal dan bangun datar, sampai

perhitungan diagonal ruang pada suatu bangun ruang. Ada banyak cara

pembuktian teorema ini oleh para matematikawan, namun cara di bawah ini

lah yang pertama kali dibuktikan oleh Pythagoras, dengan menggunakan

metode penyusunan kembali.

Page 20: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

32

Perhatikan kedua gambar persegi di atas, yang berukuran sama (kongruen).

Pada persegi sebelah kiri, terdapat 4 segitiga kecil yang kongruen, serta

sebuah persegi dengan panjang sisi c. Kemudian, keempat segitiga kecil

tersebut disusun ulang menjadi seperti gambar persegi sebelah kanan.

4. Menentukan Jenis Segitiga jika Diketahui Panjang Sisinya dan Triple

Pythagoras

a. Kebalikan Dalil Pythagoras

Dalil pythagoras menyatakan bahwa dalam segitiga ABC, jika sudut A

siku-siku maka berlaku a2 = b2+c2.

Dalam ABC, apabila a adalah sisi dihadapan sudut A, b adalah sisi

dihadapan sudut B, c adalah sisi dihadapan sudut C, maka berlaku kebalikan

Theorema Pythagoras, yaitu :

Dengan menggunakan prinsip kebalikan dalil Pythagoras, kita dapat

menentukan apakah suatu segitiga merupakan segitiga lancip atau tumpul.

b. Triple Pythagoras

Yaitu pasangan tiga bilangan bulat positif yang memenuhi kesamaan

“kuadrat bilangan terbesar sama dengan jumlah kuadrat kedua bilangan yang

lain.”

Contoh: 3, 4 dan 5 adalah triple Pythagoras sebab, 52 = 42 + 32.

Cara mencari bilangan-bilangan yang merupakan tripel Pythagoras adalah

dengan menggunakan rumus Pythagoras a2 = b

2 + c

2 yang ditentukan oleh dua

bilangan misalkan x dan y, diperoleh hubungan sebagai berikut :

a = x2 + y

2

Page 21: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

33

b = x2 – y

2

c = 2 xy

Contoh:

Tentukan tripel Pythagoras dari bilangan-bilangan 5 dan 2 ?

Jawab:

Misalkan x =5 dan y =2, maka

a = x2 + y

2 = 5

2 + 2

2 = 25 + 4 = 29

b = x2 – y

2 = 5

2 – 2

2 = 25 – 4 = 21

c = 2 xy = 2 (5) (2) = 20

Jadi tripel pythagorasnya adalah : 29, 21, 20

a. Penerapan Theorema Pythagoras Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Pernahkah anda berpikir apa manfaatnya kita mempelajari teorema

Pythagoras ? Suatu ilmu akan tahu manfaatnya jika ilmu tersebut diterapkan

dalam kehidupan sehari - hari begitu juga dengan Theorema Pythagoras dalam

bangun datar dan bangun ruang. Banyak sekali permasalahan dalam kehidupan

sehari - hari yang disajikan dalam bentuk soal cerita dan dapat diselesaikan

dengan menggunakan Theorema Pythagoras.

Untuk memudahkan menyelesaikan soal - soal penerapan Theorema

Pythagoras diperlukan bantuan gambar (sketsa). Untuk mengetahui Theorema

Pythagoras silahkan pelajari contoh soal dibawah ini :

Soal No. 1

Diketahui keliling belah ketupat 52 cm dan salah satu diagonalnya 24

cm. Luas belah ketupat ABCD adalah....

Page 22: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

34

A. 312 cm2

B. 274 cm2

C. 240 cm2

D. 120 cm2

Pembahasan

Penerapan theorema pythagoras dalam menentukan luas bangun

datar. Belah ketupat kelilingnya 52

Panjang sisi belah ketupat AB = BC = CD = DA = 52 : 4 = 13 cm

Jika AC = 24, maka panjang AE = 12 cm. Gunakan pythagoras untuk

mendapatkan panjang BE, diperoleh BE = 5 cm, sehingga diagonal

BD = 10 cm

Luas belah ketupat = (AC x BD) / 2 = (24 x 10) / 2 = 120 cm2.

Soal No. 2

Diberikan sebuah segitiga siku-siku pada gambar berikut ini:

Page 23: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

35

Tentukan panjang sisi miring segitiga!

Pembahasan

AB = 6 cm

BC = 8 cm

AC = ......

Mencari sisi miring sebuah segitiga dengan theorema pythagoras:

Soal No. 3

Diberikan sebuah segitiga siku-siku pada gambar berikut ini:

Tentukan panjang sisi alas segitiga!

Pembahasan

PR = 26 cm

PQ = 10 cm

QR = ......

Page 24: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

36

Menentukan salah satu sisi segitiga yang bukan sisi miring:

Soal No. 4

Sebuah segitiga siku-siku memiliki sisi miring sepanjang 35 cm dan

sisi alas memiliki panjang 28 cm.

Tentukan luas segitiga tersebut!

Pembahasan

Tentukan tinggi segitiga terlebih dahulu:

Luas segitiga adalah setengah alas dikali tinggi sehingga didapat

hasil:

Page 25: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

37

Soal No. 5

Perhatikan gambar segitiga berikut!

Tentukan panjang sisi AB!

Pembahasan

Perbandingan panjang sisi-sisi pada segitiga siku-siku dengan sudut

45° adalah sebagai berikut:

Bandingkan sisi-sisi yang bersesuaian didapat:

Page 26: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

38

Berikutnya akan dibahas soal-soal segitiga yang menggunakan

perbandingan dengan sudut-sudut 30o dan 60

o

Soal No. 6

Berikut ini adalah ukuran sisi-sisi dari empat buah segitiga :

I. 3 cm, 4 cm, 5 cm

II. 7 cm, 8 cm, 9 cm

III. 5 cm, 12 cm, 15 cm

IV. 7 cm, 24 cm, 25 cm

Yang merupakan ukuran sisi segitiga siku-siku adalah....

A. I dan II

B. I dan III

C. II dan III

D. I dan IV

Pembahasan

Angka-angka yang memenuhi pythagoras / tripel pythagoras / tigaan

pythagoras diantaranya:

3, 4, 5 dan kelipatannya seperti (6, 8, 10), (9, 12, 15), (12, 16, 20) dan

seterusnya.

5, 12, 13 dan kelipatannya.

7, 24, 25 dan kelipatannya

8, 15, 17 dan kelipatannya

9, 40, 41 dan kelipatannya

11 ,60, 61 dan kelipatannya

12, 35, 37 dan kelipatannya

13, 84, 85 dan kelipatannya

15, 112, 113 dan kelipatannya

16, 63, 65 dan kelipatannya

17, 144, 145 dan kelipatannya

19, 180, 181 dan kelipatannya

20, 21, 29 dan kelipatannya

dan seterusnya masih banyak lagi.

Jawab: D. I dan IV.

Page 27: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

39

2.1.11 Strategi Pembelajaran Ekspositori

2.1.11.1 Konsep dan Prinsip Strategi Pembelajaran Ekspositori

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang

guru pada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai

materi pelajaran secara optimal. Menurut Killen dalam buku Sanjaya

(2010:177) menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi

pembelajaran langsung (direct insruction). Karena dalam strategi ini materi

pelajaran disamapaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk

menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena

strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga

dinamakan istilah strategi “chalk and talk”.

Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori. Pertama, strategi

ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara

verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan

strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah.

Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran

yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus

dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ketiga, tujuan

utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya,

setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapakan dapat memahaminya

dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah

diuraikan.

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan

pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach).

Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang

sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran

secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disamapaikan itu dapat

dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama srtategi ini adalah kemampuan

akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah

merupakan bentuk strategi ekspositori.

Page 28: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

40

2.1.11.2 Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori

a. Berorientasi pada Tujuan

Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam

strategi pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti

proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran; justru tujan itulah yang

harus menjadi pertimbangan strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini

diterapkan terlebih dahulu, guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara

jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran harus

dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada

kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk

dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol

efektivitas penggunaan strategi pembelajaran. Memang benar, strategi

pembelajaran ekspositori tidak mungkin dapat mengajar tujuan kemampuan

berfikir tingkat tinggi, misalnya kemampuan untuk menganalisis, menyintesis

sesuatu, atau mungkin mengevaluasi sesuatu, namun tidak berarti tujuan

kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu dirumuskan; justru tujuan itulah

yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan strategi ekspositori.

b. Prinsip Komunikasi

Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai psoses komunikasi, yang

menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan)

kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin

disampaiakan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan

disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses

komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berferan sebagai

penerima pesan.

Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi

urutan pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan.

Sistem komunikasi dikatakan tidak efektif, manakala penerima pesan tidak

dapat menangkap setiap pesan yang disampaikan. Kesulitan menangkap pesan

itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat

kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan (noise) tersebut

memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak dapat

Page 29: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

41

menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu strategi

pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian, maka prinsip

komunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan.

Artinya, bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat

menghilangkan setiap gangguan (noise) yang bisa mengganggu proses

komunikasi.

c. Prinsip Kesiapan

Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu

hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan

merespon dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah

memiliki kesiapan; sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespon

setiap stimulus yang muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan.

Yang dapat kita tarik dari ukum belajar ini adalah, agar siswa dapat menerima

informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu kita harus

memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis

untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita sajikan materi pelajaran,

manakala siswa belum siap untuk menerimanya. Seperti halnya kerja sebuah

komputer, setiap data yang dimasukan akan dapat disimpan dalam memori

manakala sudah tersedia file untuk menyimpan data. Setiap. Oleh karena itu,

sebelum kita menyampaikan informasi terlebih dahulu kita yakinkan apakah

dalam otak anak sudah tersedia file yang sesuai dengan jenis informasi yang

akan disampaikan atau belum, kalau seanadinya belum maka terlebih dahulu

harus kita sediakan dahulu file yang akan menampung setiap informasi yang

akan kita sampaikan.

d. Prinsip berkelanjutan

Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau

mempelajari materi pembelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya

berlangsung pada saat itu, akan tetai juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori

yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa

siswa pada situasi ketidak seimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong

mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui

proses belajar mandiri.

Page 30: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

42

2.1.11.3 Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori

Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu :

1. Persiapan (preparation)

2. Penyajian ( presentasion)

3. Menghubungkan (correlation)

4. Menyimpulan (generalization)

5. Penerapan (aplication)

Setiap langkah itu diuraikan di bawah ini.

1. Persiapan (Preparation)

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima

pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah

yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:

Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.

Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.

Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.

Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

2. Penyajian (Presentation)

Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai

dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dipikirkan oleh setiap guru

dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan

mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini.

a) Penggunaan bahasa

Penggunaan bahasa merupakan aspek yang sangat berpengaruh untuk

keberhasilan presentasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

penggunaan bahasa. Pertama, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang

bersifat komunikatif hanya mungkin muncil manakala guru memiliki

kemampuan bertutur yang baik. Oleh karenanya, guru dituntut untuk tidak

menyajikan materi pelajaran secara langsung dengan bahasanya sendiri. Kedua,

dalam penggunaan bahasa guru harus memperhatiakn tingkat perkembangan

Page 31: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

43

audiens atau siswa. Misalnya, penggunaan bahasa untuk anak SD berbeda

dengan bahasa untuk tingkat mahasiswa.

b) Intonasi suara

Intonasi suara adalah pengaturan suara sesuai dengan pesan yang ingin

disampaikan. Guru yang baik akan memahami kapan ia harus meninggikan

nada suaranya, dan kapan ia harus melemahkan suaranya. Pengaturan nada

suara akan membuat perhatian siswa tetap terkontrol, sehingga tidak akan

mudah bosan.

c) Menjaga kontak mata dengan siswa

Dalam proses penyajian materi pelajaran, kontak mata (eye contac)

merupakan hal yang sangat penting untuk membuat siswa tetap memperhatikan

pelajaran. Melalui kontak mata yang selamanya terjaga, siswa bukan hanya

akan merasa dihargai oleh guru, akan tetapi juga mereka seakan-akan diajak

terlibat dalam proses penyajian. Oleh sebab itu, guru sebaiknya secara terus-

menerus menjaga dan memeliharanya. Pandanglah siswa secara bergiliran,

jangan biarkan pandangan mereka tertuju pada hal-hal di luar materi pelajaran.

3. Korelasi (Correlation)

Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pembelajaran

dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkatkan

siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah

dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan tiaa lain untuk memberikan makna

terhadap materfi pembelajaran, baik makna untuk memperbaiki stuktur

pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk mengikatkan

kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.

Seiring terjadi, dalam suatu pembelajaran setelah siswa menerima materi

pembelajaran dari guru, ia tidak dapat menangkap makna untuk apa materi

pembelajaran itu di kuasai dan dipahami; apa manfaat materi pembelajaran

yang telah disampaikan; bagaimana kaitan materi yang baru disampaiikan

dengan pengetahuan yang telah sejak lama dimilikinya; dan lain sebagainya.

Melalui langkah korelasi, semua pertanyaan tersebut tidak perlu ada, sebab

dengan mengaitkan (mengorelaksikan) materi pembelajaran dengan berbagai

hal, siswa akan langsung memahaminya.

Page 32: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

44

4. Menyimpulkan (Generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk tahapan untuk memahami inti

(core) dari materi pembelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan

merupakan langkah yang penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui

langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti dari proses penyajian.

Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang

kebenaran suatu paparan. Denganm demikian, siswa tidak merasa ragu lagii

akan penjelasan guru. Kalau diibaratkan dengan memasukan data pada suatu

proses penggunaan komputer, menyimpulkan adalah proses men-save data

tersebut, sehingga data yang baru saja dimasukannya akan tersimpan di

memori, dan akan muncul kembali manakala dipanggil akan digunakan.

Menyimpulkan bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya, pertama,

dengan cara mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan.

Dengan cara demikian, diharapkan siswa dapat menangkap inti materi yang

telah disajikan. Kedua, dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang

relevan dengan materi yang disajikan. Dengan cara demikian, diharapkan siswa

dapat mengingat kembali keseluruhan materi pelajaran yang telah dibahas.

5. Mengaplikasikan (Aplication)

Langkah aplikasi adalah langkah untuk kemampuan siswa setelah mereka

menyimak penjelasan guru. Langkah ini mderupakan langkah yang sangat

penting dalam proses pembelajartan ekspositori, sebab melalui langkah ini guru

akan mendapatkan mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan

pemahaman materi pembelajran oleh siswa. Teknik yang bisa dilakukan pada

langkah ini diantaranya, p[ertama, sajikan. Kedua, dengan memberikan tes

sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.

2.1.11.4 Keunggulan dan Kelemahan Strategi Ekspositori

1. Keunggulan

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi yang banyak dan

sering digunakan. Hal ini disebabkan strategi ini memiliki beberapa

keunggulan, diantarnya:

a. strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan

keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui

Page 33: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

45

sampai Dengan sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang

disampaikan.

b. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif bila materi

pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang

dimiliki untuk belajar terbatas.

c. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar

melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus

siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).

d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk

jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

2. Kelemahan

Disamping memiliki keunggulan strategi pembelajaran ekspositori juga

memiliki kelemahan, diantaranya:

a. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dilakukan terhadap siswa yang

memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa

yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang

lain.

b. Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik

perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat , serta

perbedaan gaya belajar.

c. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit

mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi,

hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.

d. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada

apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri,

semangat, antusiasme, motivsi, dan berbagai kemampuan seperti

kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemempuan mengelolo kelas.

Tanpa ini sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin

berhasil.

e. Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi

satu arah (one-way comunication), maka kesempatan untuk mengontrol

pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula.

Page 34: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

46

Disamping itu komunikasi satu arah dapat mengakibatkan pengetahuan

yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

Memperhatikan berberapa kelemahan diatas maka sebaiknya dalam

melaksanakan strategi ini guru perlu persiapan yang matang baik mengenai

materi pelajaran yang akan disampaikan maupun mengenai hal-hal lain yang

dapat mempengaruhi kelancaran proses presentasi.

2.2 Tinjauan Hasil Penelitian yang Relevan

Dari beberapa hasil penelusuran yang telah peneliti lakukan terhadap

penelitian-penelitian sebelumnya yang masalahnya ada kaitannya dengan

masalah yang akan diteliti, ditemukan beberapa hasil penelitian yaitu:

Pertama, penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga

Jaring-Jaring dan Kerangka Bangun Ruang terhadap Hasil Belajar Matematika

Siswa pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok” yang dilakukan penelitiannya

oleh Wati, S.Pd.I di siswa Kelas VIII MTs Negeri Sindangsari Kabupaten

Kuningan pada 31 Maret – 31 Mei 2010. Dalam penelitiannya menghasilkan

kesimpulan bahwa penggunaan alat peraga jaring-jaring dan kerangka bangun

ruang terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan kubus dan

balok berpengaruh secara signifikan, dengan analisis data melalui uji korelasi

didapat harga koefisien , yang berarti memiliki hubungan yang kuat.

Sedangkan melalui uji hitung diperoleh t hitung = 7,68 dan t tabel = 2,025 pada

taraf signifikasi α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Adapun

besarnya pengaruh dapat digambarkan melalui persamaan regresi Y = 20,79 +

0,68X dengan koefisien determinasi yang didapat 60,84% dan 39,16%

dipengaruhi oleh faktor lain.

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat variable X yaitu

penggunaan alat peraga dan variable Y yaitu hasil belajar, karena

menggunakan dua metode maka peneliti menandai indeks 1 dan 2 pada X

untuk membedakan kedua metode tersebut, yaitu variable X1 Penerapan model

pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras dan X2

model pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori.

Hasil penelusuran pertama, ada kesamaan dan perbedaan dengan peneliti

pada variabel X1 yaitu dengan menggunakan alat peraga jaring-jaring dan

Page 35: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

47

kerangka bangun ruang terhadap hasil belajar (variabel Y) matematika siswa

pada pokok bahasan kubus dan balok. Sedangkan yang akan dilakukan peneliti

adalah menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras terhadap hasil belajar

matematika siswa pada pokok bahasan theorema pythagoras.

Kedua, penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga

Model Segitiga pada Pembelajaran Bidang Datar terhadap Hasil Belajar Siswa”

yang dilakukan oleh Mirah Habibah, S.Pd.I pada 30 Maret – 30 Mei 2010.

Dalam penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa ada pengaruh yang cukup

kuat antara penggunaan alat peraga model segitiga pada pembelajaran bidang

datar terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan korelasi product moment yang

diperoleh sebesar 0,44 dengan koefisien determinasi 19%. Hal ini berarti 19%

merupakan kontribusi dari penggunaan alat peraga terhadap hasil belajar siswa,

dan sisanya 81% ditentukan oleh variabel lain yang mempengaruhi hasil

belajar siswa.

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat variable X yaitu

penggunaan alat peraga dan variable Y yaitu hasil belajar, karena

menggunakan dua metode maka peneliti menandai indeks 1 dan 2 pada X

untuk membedakan kedua metode tersebut, yaitu variable X1 Penerapan model

pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras dan X2

model pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori.

Hasil penelusuran kedua, ada kesamaan dan perbedaan dengan peneliti

pada variabel X1 yaitu dengan menggunakan alat peraga model segitiga

terhadap hasil belajar (variabel Y) matematika siswa pada pembelajaran bidang

datar. Sedangkan yang akan dilakukan peneliti adalah menggunakan alat

peraga Puzzle Pythagoras terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok

bahasan theorema pythagoras.

Ketiga, penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan learning map

Terhadap Prestasi Belajar Matematika” yang diteliti oleh Tuti Sumiarsih,

S.Pd.I pada 01 Mei – 30 Juni 2010. Dalam penelitiannya menghasilkan

kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan

learning map terhadap prestasi belajar matematika. Hal ini dapat dilihat

Page 36: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

48

berdasarkan hasil uji hipotesis dan uji korelasi yang memperoleh koefisien

korelasi .

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat variable X yaitu

penggunaan alat peraga dan variable Y yaitu hasil belajar, karena

menggunakan dua metode maka peneliti menandai indeks 1 dan 2 pada X

untuk membedakan kedua metode tersebut, yaitu variable X1 Penerapan model

pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras dan X2

model pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori.

Hasil penelusuran ketiga, ada kesamaan dan perbedaan dengan peneliti

pada variabel X1 yaitu dengan menggunakan learning map terhadap prestasi

belajar (variabel Y) matematika siswa. Sedangkan yang akan dilakukan peneliti

adalah menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras terhadap hasil belajar

matematika siswa pada pokok bahasan theorema pythagoras.

Tabel 2.2

Relevansi Penelitian

Penelusuran

Variabel

X1

Variabel

X2

Variabel

Y Ket

1 - √ √ Variable Y aktivitas dan

hasil belajar, sedangkan

yang akan diteliti hanya

hasil belajar

2 √ - √ Variable Y aktivitas dan

hasil belajar, sedangkan

yang akan diteliti hanya

hasil belajar

3 - - √ -

4 √ √ √

Variable Y aktivitas dan

hasil belajar, sedangkan

yang akan diteliti hanya

hasil belajar dan Waktu,

tempat dan pokok bahasan

berbeda

5 √ √ √ Penelitian Sekarang

Page 37: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

49

2.3 Kerangka Pemikiran

Sekolah merupakan sebuah wadah yang mengajarkan berbagai disiplin

ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pendidikan. Salah satunya adalah

pendidikan matematika, dimana pendidikan matematika itu tidak hanya

dituntut memberi pengajaran materi saja, akan tetapi harus mampu pula dalam

pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan

matematika merupakan integral yang tidak dapat dipisahkan dalam

peningkatan mutu sumber daya manusia.

Namun, akhir-akhir ini kecenderungan prestasi belajar matematika yang

dicapai oleh para peserta didik menunjukan hasil yang kurang memuaskan.

Untuk itu diperlukan adanya kerjasama antara guru dan peserta didik, serta

penentuan dan pemilihan metode pembelajaran yang tepat demi terwujudnya

tujuan yang akan dicapai dari proses pembelajaran.

Pembelajaran di sekolah-sekolah menengah pada umumnya

menggunakan metode ekspositori (ceramah). Kondisi seperti ini menyebabkan

potensi yang ada pada diri peserta didik menjadi tidak berkembang, dengan

kata lain menghambat kemampuan peserta didik untuk berkreasi dan

menyalurkan informasi serta inovasinya dalam dunia pendidikan.

Kurang memuaskannya prestasi belajar peserta didik, pada umumnya di

picu oleh kemampuan peserta didik dalam menyerap materi yang diberikan

oleh guru. Karena tidak semua peserta didik memiliki daya serap yang tinggi

dalam menerima pembelajaran dari seorang guru.

Konsep dari sebuah pembelajaran merupakan suatu proses penambahan

informasi dan kemampuan baru. Seorang guru ketika merancang informasi

untuk peserta didiknya, maka seharusnya ia juga mendesain metode atau media

apa yang relevan agar pembelajaran menjadi efektif dan efisien sehingga

prestasi belajar yang dihasilkan pun dapat tercapai lebih baik.

Dengan demikian pemilihan suatu metode dan media pembelajaran

merupakan hal yang sangat penting dalam usaha pencapaian tujuan dari proses

pembelajaran yang telah diinginkan. Penggunaan alat peraga dalam

pembelajaran matematika merupakan solusi yang tepat, guna meningkatkan

mutu pendidikan, yaitu dengan mengembangkan keterampilan akademis

Page 38: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

50

peserta didik dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan pembelajaran

tersebut, peserta didik dapat lebih tertarik, interaktif dan termotivasi untuk

belajar.

Alat peraga merupakan media pembelajaran yang membawakan ciri-ciri

dari konsep materi yang dipelajari. Dengan menggunakan alat peraga berarti

seorang guru telah membantu peserta didiknya dalam memahami konsep

pembelajaran.

Alat peraga ini digunakan untuk peningkatan perhatian peserta didik.

Dengan alat peraga, peserta didik diajak secara aktif untuk memperhatikan apa

yang diajarkan oleh gurunya. Alat peraga dalam mengajar, memegang peranan

yang sangat penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar-

mengajar yang efektif ( Sudjana, 2002:99).

Dengan penggunaan alat peraga, berarti seorang guru telah meletakakan

dasar-dasar yang nyata untuk berfikir. Oleh karena itu dapat mengurangi

verbalisme. Dengan penggunaan alat peraga juga dapat meletakkan dasar untuk

perkembangan belajar peserta didik, sehingga hasil belajar pun bertambah

mantap, memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan

kegiatan berusaha sendiri pada setiap peserta didik, menumbuhkan pemikiran

yang teratur dan berkesinambungan, serta membantu berkembangnya efisiensi

dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.

Dengan demikian, penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran

merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas peserta didik dalam

dunia pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada

bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik ( Surya, 1992:21).

Karena salah satu fungsi pendidikan adalah membimbing peserta didik ke arah

suatu tujuan yang memiliki nilai yang tinggi, maka pendidikan merupakan

usaha berhasil yang membawa semua peserta didiknya kepada tujuan yang

telah ditetapkan dan apa yang telah diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya

oleh semua peserta didik sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Sesuai dengan kemajuan dan tuntutan zaman, maka guru harus memiliki

kemampuan lebih untuk memahami peserta didik dengan berbagai

Page 39: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

51

keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan

belajar. Sehingga bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didiknya

dapat dikuasai sepenuhnya oleh seluruh peserta didiknya, bukan hanya kepada

beberapa peserta didik saja. Oleh karena itu guru dituntut untuk memahami dan

mempunyai berbagai metode pembelajaran yang efektif agar dapat

membimbing peserta didik-nya secara optimal dan dapat membuka jalan baru

kearah prestasi hasil belajar yang lebih maksimal.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka diharapkan dengan penggunaan alat

peraga dalam proses pembelajaran dapat menigkatkan motivasi belajar peserta

didik, sehingga dapat berdampak pada prestasi hasil belajar yang lebih baik.

Adapun kerangka berfikir ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Gambar 2.3

Kerangka Berfikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa-siwa

dalam kelompok pembelajaran matematika dengan penggunaan alat peraga

puzzle Pythagoras pada pokok bahasan Theorema Pythagoras kelas VIII SMP

Negeri 1 Jalaksana.

Dengan berpedoman pada teori-teori dan kerangka pemikiran di atas,

maka hipotesis yang akan diajukan dan uji kebenarannya adalah:

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

group Hasil belajar Matematika

Siswa

Hasil belajar Matematika

Siswa

Perbandingan

Proses Pembelajaran

Matematika

Page 40: BAB II ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS …

52

Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan alat peraga dengan

hasil belajar matematika pada pokok bahasan theorema pythagoras.