mengajar berfikir

28
Menghasilkan. Kita mungkin menghasilkan ide-ide baru dengan (15) menyimpulkan (mengidentifikasi apa yang mungkin menjadi sebuah kebenaran), (16) memprediksi (mengantisipasi apa yang mungkin akan terjadi), dan (17) menguraikan (menambahkan rincian, penjelasan, dan pemberian contoh). Menggabungkan. Kita menggabungkan apa yang sudah kita pelajari dan menjadi sebuah solusi dengan (18) merangkum (menyingkat, memilih dan menyatukan)) d an (19) menyusun kembali (menyatukan sesuatu yang baru dengan yang lama menjadi sesuatu yang baru). Mengevaluasi. Lalu kita dapat mengevaluasi bahwa (20) kriteria sudah ditentukan dan solusi sudah (21) diuji. (pp. 68-114) Carolyn Hudges (Hudges dan Jones, 1988) menambahkan sebuah pandangan visual yang penting (Gambar 14.1) dari keterampilan Marzano dkk. Dia berfikir bahwa konten dapat meningkatkan kesulitan dan bahwa para guru harus mengenali pengalaman belajar mengajar (kongkrit, grafis, dan abstrak) harus sesuai dengan kesiapan peserta didik. Pendekatan lain dalam keterampilan inti adalah langkah-langkah membuat keputusan yang dikemukakan oleh Beyer (1984) dan saran-saran dari Baron dan Stenberg dalam memilih program keterampilan pendidikan. Menghubungkan Informasi Baru dengan Pengetahuan yang sudah ada

Upload: darda-muhammad-firdaus-sofyan

Post on 14-Aug-2015

95 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mengajar Berfikir

Menghasilkan. Kita mungkin menghasilkan ide-ide baru dengan (15) menyimpulkan

(mengidentifikasi apa yang mungkin menjadi sebuah kebenaran), (16) memprediksi

(mengantisipasi apa yang mungkin akan terjadi), dan (17) menguraikan

(menambahkan rincian, penjelasan, dan pemberian contoh).

Menggabungkan. Kita menggabungkan apa yang sudah kita pelajari dan menjadi

sebuah solusi dengan (18) merangkum (menyingkat, memilih dan menyatukan)) d an

(19) menyusun kembali (menyatukan sesuatu yang baru dengan yang lama menjadi

sesuatu yang baru).

Mengevaluasi. Lalu kita dapat mengevaluasi bahwa (20) kriteria sudah ditentukan dan

solusi sudah (21) diuji. (pp. 68-114)

Carolyn Hudges (Hudges dan Jones, 1988) menambahkan sebuah pandangan visual yang

penting (Gambar 14.1) dari keterampilan Marzano dkk. Dia berfikir bahwa konten dapat

meningkatkan kesulitan dan bahwa para guru harus mengenali pengalaman belajar mengajar

(kongkrit, grafis, dan abstrak) harus sesuai dengan kesiapan peserta didik. Pendekatan lain

dalam keterampilan inti adalah langkah-langkah membuat keputusan yang dikemukakan oleh

Beyer (1984) dan saran-saran dari Baron dan Stenberg dalam memilih program keterampilan

pendidikan.

Menghubungkan Informasi Baru dengan Pengetahuan yang sudah ada

Jones, Palinscar, Ogle, dan Scar (1987) mengobservasi bahwa para peneliti percaya bahwa

‘informasi disimpan dalam memori (yang saling berhubungan) dalam struktur pengetahuan

yang disebut skema’(p.7). Ini terlihat jelas ketika seseorang menghubungkan pengalaman

terdahulu dengan solusi sebuah masalah atau ketika mereka membandingkan kesempatan-

kesempatan terdahulu untuk menyelesaikan sebuah masalah (p.8) meta kognisi dilibatkan.

Kemampuan untuk menghubungkan informasi baru dengan pengalaman terdahulu

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perspektif seseorang mempengaruhi bagaimana informasi

baru dipandang (contohnya perspektif berbeda jika seseorang melihat sebuah situs bangunan

dari referensi kerangka biayanya daripada pengaruh lingkungannya. Variabel yang lain

berhubungan dengan karakteristik peserta didik. Kurangnya informasi atau informasi yang

tidak terorganisir dapat membatasi kemampuan seseorang untuk melihat pola-pola, informasi

Page 2: Mengajar Berfikir

yang besar, analogi yang berkembang, dan mengenali kesamaan dan perbedaan diantara

masalah (p.9)

Penelitian menunjukkan bahwa (1) keberhasilan dalam pembelajaran sering

bergantung pada pengetahuan terdahulu yang spesifik, dan (20 bermodalkan pengetahuan

yang telah ada tidak cukup jika tidak bisa dijangkau atau jika peserta didik tidak mampu

untuk menghubungkannya kedalam informasi baru. Adalah hal penting untuk membangun

apa yang sudah peserta didik ketahui dan keterampilan yang sudah mereka pelajari. Peserta

didik mungkin sudah tahu bagaimana cara membandingkan atau memfarafrasekan.

Contohnya, peserta pasti sudah belajar atau harus belajar keterampilan seperti merubah,

mengatur, dan mendapatkan kembali informasi (Jones dkk, 1987, hal. 9-10).

Jones dkk (1987) berpendapat bahwa peserta didik berkemampuan kurang mungkin

membutuhkan instruksi yang jelas dalam memakai keterampilan berfikir dan bahwa konten

dan instruksi keterampilan harus berkembang untuk meminimalisir gangguan. Instruksi

dalam keterampilan strategis untuk peserta didik yang kurang harus mempunyai penekanan

konten yang kuat dan penerapan kedalam ranah konten harus menerima perhatian lebih.

Instruksi untuk peserta didik lain harus melibatkan keterampilan berfikir ‘dalam konteks

konten mata pelajaran’ (hal. 17). Menitikberatkan transfer keterampilan strategis terhadap

ranah konten alternatif.

Isu-isu Masa Kini dan Pendekatan Pengajaran

Pentingnya Proses

Program Penilaian Kalifornia meliputi proses dalam mengukur sains dan matematika.

Membedakan antara konten dan proses pembelajaran sama dalam membedakan antara

pendidikan yang berpusat pada anak dan yang berpusat pada pelajaran. Dapat dikatakan

bahwa proses pembelajaran adalah belajar untuk masa depan, dan konten pembelajaran

adalah belajar tentang hal-hal yang sudah ditemukan, dirumuskan, disusun ulang, dan

dipertimbangkan.

Para guru harus menyediakan dalam proses pembelajaran. Sebuah keputusan utama

adalah memutuskan ketika akan mengekstrak pengetahuan prosedural dari seluruh aktivitas.

Dilemma apakah harus mengajar sebuah proses secara langsung atau dalam konteks (yang

melekat dalam) kurikulum menjadi perhatian. Kedua pendekatan tersebut sesuai dengan saat

Page 3: Mengajar Berfikir

ini, dan keduanya sekaligus menjadi hal yang mendasar. Jika sebuah proses diajarkan secara

langsung, ketentuan harus dibuat untuk proses transfer .

Terlihat jelas bahwa pengajaran untuk berfikir menjadi sebuah prioritas pendidikan

yang tinggi jika lulusan sekolah menegah atas akan terlibat masyarakat yang berorientasi

secara teknik. Program-program sekolah dewasa ini tidaklah memadai. Banyak waktu

sekolah yang harus disediakan untuk keterampilan berfikir dan integrasinya dalam semua

kurikulum K-12. Terlalu banyak peserta didik tidak dapat merespon secara efektif dan kritis

terhadap lingkungan mereka.

Sebuah pendekatan terhadap proses pengajaran yang dapat kita pakai ditunjukkan

dalam gambar 14.2. Harus dipahami bahwa proses pengajaran adalah hal yang rumit dan

menguras banyak waktu dan energi. Dalam perhatian panjang tentang proses, dapat

membantu menerima tujuan-tujuan umum pendidikan. Kita harus belajar bagaimana menilai

‘proses’ pembelajaran. Jika kita hanya ’menghasilkan’ penilaian, tujuan aslinya akan gagal

(lihat Baron dan Sternberg, 1987, hal.224). Penilaian yang tepat membutuhkan peserta didik

untuk menerapkan proses dalam sebuah konteks baru untuk melihat apakah transfer sudah

berlangsung.

Proses secara normal melibatkan dua atau lebih keterampilan berfikir. Semua

manusia, dengan sifat alami mereka, adalah pemikir. Sebagai para guru, kita ingin membantu

peserta didik kita untuk berfikir lebih baik terlepas dari tahap perkembangan mereka.dalam

tambahannya terhadap keterampilan dan fakta-fakta dasar, hal ini memungkinkan untuk

mengidentifikasi urutan keterampilan yang lebih tinggi dan pengetahuan terdahulu, yaitu

konten dan proses. Sebuah ancaman berada diluar perhatian dalam replikasi dan penerapan

dan dibawah perhatian dalam penggunaan asosiatif atau jaringan asosiasi yang dimiliki

peserta didik dan pemakaian interpretif atau penerjemahan ide-ide dan memberikan arti.

Table 14.2 kelas yang Berorientasi Hasil dan Proses

Kelas Berorientasi Hasil Kelas Berorientasi Proses

- Guru menekankan, ‘Apa yang sudah

kalian lakukan?’

- Guru juga menekankan, ‘Bagaimana

kalian melakukannya?’

- Tugas-tugas berpusar pada item-item

konten.

- Tugas-tugas mencakup sebuah

‘proses’ pembelajaran.

- Jawaban adalah yang paling penting. - Cara menemukan sebuah jawaban

Page 4: Mengajar Berfikir

adalah sepenting jawabannya.

- Guru percaya adanya sebuah konten

pokok.

- Guru mengenali bahwa konten adalah

satu-satunya komponen proses

pembelajaran untuk dicakupi.

- Guru mengevaluasi hasil. - Guru juga mengevaluasi proses.

- Peserta didik ‘melakukan’. - Peserta didik ‘melakukan’ dan

berfikir apa yang telah mereka

lakukan.

- Peserta didik sering merasa kurang

kesadaran dalam bagaimana mereka

belajar.

- Peserta didik mempunyai kesadaran

yang tumbuh terhadap bagaimana

mereka belajar dan dapat belajar.

- Pembelajaran terjadi melalui

penerimaan pengetahuan factual.

- Pembelajaran terjadi ketika peserta

didik bekerja melalui proses dimana

pengetahuan dimanipulasi dan

disusun ulang untuk mencapai

pengetahuan.

- Keterampilan menyelesaikan masalah

berkembang secara otomatis ketika

mempelajari konten.

- Keterampilan menyelesaikan masalah

berkembang ketika mempelajari

konten dan refleksi dalam plroses

terjadi ketika bekerja dengan konten.

Pendidikan harus bergerak dibawah memori untuk mendidik akal/pikiran. Dan hal itu

menjadi patokan sebuah sekolah. Sebuah pendekatan dalam prosese pengajaran diilustrasikan

dalam gambar 14.3.

Ada pendekatan yang menjanjikan dalam pengajaran berfikir: berdiri sendiri,

mengingat, dan keterlibatan. Ada materi yang tersedia untuk menolong kita dalam

mengajar keterampilan berfikir melalui pendekatan berdiri sendiri, contohnya, materi yang

dikemukakan oleh Waserman (1978). Selama bertahun-tahun, ratusan penelitian telah

berkecimpung dalam penelitian pengajaran berfikir, berfikir kritis dan keatif dalam cara yang

lazim. Pendekatan mengingat membangun keterampilan berfikir kedalam mata pelajaran

sekolah regular, sebagaimana pendekatan keterlibatan. Yang terdahulu, teapi bukan yang

terakhir, keterampilan berfikir dibuat eksplisit. Mengingat merupakan cara yang umumnya

paling dapat diterima. Bagi peserta didik, ini harus dibuat ,eksplisit. Secara umum, para guru

Page 5: Mengajar Berfikir

harus memutuskan ketika mempraktekkan keterampilan tertentu dibutuhkan untuk

otomatisitas. Pemahaman yang lebih baik terjadi ketika keterampilan diekstrak dan dipelajari

dalam isolasi seperti halnya dalam konteks. Secara jelas, ‘agar bisa ditangkap, harus

diajarkan,’ dan jika pentransferan akan terjadi kepada bagian lain mata pelajaran, mata

pelajaran lain dan dalam kehidupan, ini, juga, harus ‘diajarkan’.

Tidak semua pengetahuan dasar harus diajarkan sebelum keterampilan berfikir.

Misalnya, keberagaman bentuk rangkaian dapat diajarkan dalam usia dini, dan anak-anak

dapat diajarkan dan didorong untuk mengembangkan sistem rangkaian mereka. Kelas

haruslah interaktif dan berorientasi aktivitas untuk membantu pekembangan pembelajaran

dan penerapan proses dan keterampilan berfikir.

Para guru harus membuat keputusan tentang pemilihan waktu dan aktivitas untuk

pembelajaran keterampilan kognitif dan melihat bahwa keterampilan ini ditransfer kedalam

konteks yang beragam. Ini adalah hal yang tepat bagi anak-anak dan bagi mereka yang

mengalami kesulitan dalam proses. Seringnya, mereka yang mengeluh tentang penerimaan

dalam kehidupan sekolah, mengeluh tentang kurang dipakainya keterampilan-keterampilan

ini dalam pendidikan yang lebih tinggi dan tempat kerja. Paul (1990) mempercayai bahwa isu

ini kompleks. Guru harus membuat keputusan untuk menjamin pertumbuhan dalam

pengetahuan procedural, system penggunaan dan artinya, atau dilemma atomistik versus

dilemma holistik. Dan bawah ini adalah urutan prosesnya dari awal sampai akhir.

1. Menyediakan ulasan proses

2. Mempertunjukkan

3. Memisahkan langkah-langkah

Mempraktekannya masing-masing

4. Menghubungkan bagian-bagian kedalam keseluruhan

5. Mempraktekkan keseluruhan dalam konteks

6. Mentransfer-mempraktekkan dalam konteks baru

7. Mengevaluasi

8. Mentransfer kedalam mata pelajaran/kehidupan lain

Gambar 14.3 Sebuah Pendekatan dalam Proses pengajaran

Berfikir Dialektika

Page 6: Mengajar Berfikir

Tingkatan lain berfikir untuk melibatkan dalam pengajaran kita adalah dialektika. ‘Karakter

utama berfikir dialektika adalah bahwa ia menempatkan semua perhatian dalam

perubahan. . . . dan karakteristik yang kedua . . . adalah bahwa ia menyatakan bahwa

perubahan cara terjadi melalui konflik dan oposisi’ Rowan (2004). Befikir dialektika adalah

seperti berargumen dengan diri kita sendiri. Barry dan Rudinow (1994) mempercayai bahwa

berfikir dialektika adalah kemampuan untuk menggambarkan dengan kritis pemikiran pribadi

dan untuk mempertimbangkan dengan simpatik dengan menggunakan sebuah kerangka

referensi yang berbeda atau mungkin bahkan bertentangan dengan kerangka referensi itu

sendiri. Hal semacam ini dapat disebut kritik pribadi reflektif. Meskipun saran Barry dan

Rudinow lebih sesuai dengan peserta didik tingkat menengah dan atas, mereka dapat

diadaptasikan dengan sekolah dasar.

Lengkah pertama dalam rencana Barry dan Rudinow adalah untuk memposisikan

sebuah pertanyaan untuk diskusi, tanpa mensyaratkan sebuah posisi. Setelah persiapan

diskusi dan klarifikasi, peserta didik mengambil posisi yang mereka siapkan untuk bertahan.

Mereka menanyakan pertanyaan-pertanyaan posisi lain dan menjawab pertanyaan dalam

pandangan mereka. Didalam tim dengan posisi yang sudah ditetapkan sebelumnya, tugas

yang beragam dapat diberikan dan diberikan ulang untuk praktek. Lalu, setiap tim

mempersiapkan sebuah pertahanan terhadap posisi dimana hal tersebut awalnya ditentang.

Latihan direkam lalu para peserta didik dapat mengulas dan mengkritik penampilan mereka.

Keberagaman strategi ini dapat diciptakan.

Strategi Kognitif dan Afektif

Sebuah situs web yang bagus, Komunitas Berfikir Kritis (www.criticalthinking.org)

memberikan sebuah daftar strategi tiga puluh lima dimensi berfikir kritis. Hal ini ditunjukkan

bagaimana daftat dapat dipakai dalam rencana mata pelajaran yang diperagakan ulang yang

ditambahkan dimensi berfikir kritis. Daftar lengkapnya tersedia di

www.criticalthinking.org/resources/TRK12-strategy-list.shtml.

Meskipun Pettus dan Blosser (2002) berfikir bahwa hal ini adalah hal penting untuk

mengajarkan keterampilan berfikir kepada peserta didik, mereka percaya ‘peserta didik dapat

dengan kreatif mengembangkan strategi-strategi dalam membantu konsep dan informasi

Page 7: Mengajar Berfikir

ingatan mereka. Seringnya, mereka mengembangkan strategi dan peralatan dengan lebih up

to date dan relevan daripada guru mereka’ (hal.14).

Penyelesaian Masalah

Peserta didik menghadapi masalah setiap hari, apakah dengan pekerjaan sekolah, teman

sebaya, atau dirumah. Para peserta didik mendekati masalah dengan 4 cara: (1) mereka

mengabaikan dan berharap masalah akan hilang dengan sendirinya, (2) mereka mengabaikan

masalah dan tidak peduli jika masalah sudah tidak ada, (3) mereka mempunyai kesempatan

untuk meyelesaikan masalah sebaik yang mereka bisa meskipun mereka tidak mempunyai

bekal dalam menyelesaikan masalah. Atau (4) mereka mendekati masalah dalam sebuah

pendengaran dan cara sistematis, yang sudah diajarkan bagaimana cara melakukan hal seperti

ini. Kita dapat membantu peserta didik untuk menerapkan keempat pendekatan ini.

Penyelesaian masalah membutuhkan aplikasi pengetahuan dan keterampilan untuk

menjangkau sebuah solusi atau menerima sebuah tujuan. Transfer pembelajaran kedalam

situasi baru harus terjadi. Penyelesaian masalah memiliki dua aspek: mengingat atau

menerima informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah masalah, dan mengikuti

prosedur penyelesaian masalah dengan efektif.

Dalam satu hal, diyakini bahwa penyelesaian masalah harus mengikuti sebuah definisi

rentetan permasalahan, menganjurkan sebab-sebab permasalahan yang mungkin terjadi

(hipotesis), dan menguji setiap hipotesis. Pendekatan masa kini bergantung pada apa yang

telah diajarkan tentang bagaimana orang-orang memproses informasi. Para ahli pemecah

masalah tidak memulai dengan menganjurkan banyak hipotesis dan lalu mengujinya satu per

satu. Pertama mereka membatasi masalah dengan membagi fitur-fitur kunci permasalahan

dan menghubungkannya kedalam informasi yang mereka miliki yang dapat segera digunakan

atau dicari. Lalu mereka mengambil satu atau beberapa hipotesis untuk diuji. Pendekatan ini

menghemat waktu kerja karena para ahli tidak menghabiskan waktu mereka dalam

menginvestigasi hipotesis yang rendah probabilitas. Pendekatan membutuhkan definisi

masalah yang akurat dan cepat dan pengenalan pola-pola. Peserta didik dapat diajarkan

mencari pola-pola, strategi, dan keterampilan berfikir yang dapat mereka gunakan untuk

menyelesaikan masalah.

Page 8: Mengajar Berfikir

Stenberg (1990) menekankan bahwa peserta didik harus menemukan masalah dalam

diri mereka sendiri. Masalah-masalah kehidupan tidaklah tersusun dengan baik, lalu

penerapan langkah-langkah yang keras seringnya tidak berpengaruh. Permasalahan disekolah

biasanya tidak berhubungan dengan konteks situasi. Langkah-langkah penyelesaian mungkin

berhasil bagi masalah-masalah tes, tapi bukanlah ‘yang sesungguhnya’. Peserta didik yang

peduli dengan sebuah masalah, karena itu adalah masalah mereka, terdorong untuk

menghadapinya. Stenberg menekankan bahwa peserta didik harus diajarkan bagaimana

menyelesaikan masalah dan keterampilan berfikir untuk digunakan.

Dimulai dengan meminta peserta didik untuk mempelajari langkah-langkah

penyelesaian masalah. Ketika kita melakukan hal ini, kita membantu mereka menemukan

bagaimana mereka menggambarkan masalah-masalah – beberapa mungkin hanya dapat

memikirkan fitur-fitur kuncinya saja, sedangkan yang lain harus menuliskannya, dan yang

lainnya lagi membutuhkan representasi visual. Ketika kita harus belajar dari pengalaman, kita

sering menjadi tahanan dari pengalaman kita sendiri. Peserta didik dapat belajar dari

pengalaman, untuk menghilangkan ikatan tradisi dan bekerja keras untuk menemukan hal

baru. Permasalahan kehidupan nyata hanya memiliki satu solusi, lantas peserta didik harus

berhati-hati terhadap harapan akan ‘satu jawaban tepat’. Kadang sebuah masalah dapat

diabaikan untuk beberapa saat; setelah menginkubasi, lalu jawabannya nampak ‘loncat’.

Rothstein (1990) menyarankan hal-hal yang dpat kita lakukan untuk membantu peserta didik

dalam menggunakan kemampuan penyelesaian masalah mereka.

Menyediakan sebuah iklim yang memungkinkan mendapatkan resiko. Mendorong

peserta didik menelaah masalah dengan kreatif dan menyediakan waktu inkubasi.

Menerima dan sensitif terhadap perasaan peserta didik.

Menunjukkan kepada peserta didik bagaimana cara menjelaskan masalah. Sebuah

masalah yang mudah untuk dijelaskan adalah ‘setengah selesai’. Yakinkan peserta didik

mengenali kebutuhan untuk menjelaskan masalah sebelum mereka mulai

menyelesaikannya. Bantulah mereka dalam belajar mencari fitur esensial masalah.

Ajarkan peserta didik bagaimana melakukan analisis masalah. Mereka harus mereka

harus belajar membedakan informasi esensial dan non-esensial.. meminta mereka

menanyakan materi apa yang mereka kaji dan bagaimana ini dapat digunakan untuk

menyelesaikan masalah.

Page 9: Mengajar Berfikir

Meminta peserta didik untuk belajar menghasilkan hipotesis. Mereka tidak harus

mencari sebuah hipotesis sebelum waktunya. Sediakanlah instruksi dan praktek dalam

keterampilan penting brainstorming.

Tunjukkanlah kepada peserta didik bagimana menilai setiap hipotesis. Peserta didik

tidaklah harus belajar loncat langsung kedalam kesimpulan. Pintalah mereka mengatur

kriteria untuk menilai hipotesis dan merekam implikasinya atau konsekuensi-

konsekuensi dari beberap hipotesis.

Ajarkan peserta didik untuk mengenali factor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian

masalah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyelesaian masalah

medapatkan informasi yang dibutuhkan, menjelaskan masalah, dan membiarkan

masalah berinkubasi.

Tunjukkanlah kepada peserta didik bagaimana cara menggunakan analogi. Doronglah

peserta didik untuk mencari permasalahan-permasalahan yang sama dengan masalah

mereka dan solusi-solusi yang sukses dalam hal semacam ini. Ini mengurangi beberapa

kesalahan (error) yang akan dibuat dan waktu harus menyelesaikan sebuah masalah.

Pintalah peserta didik untuk mempraktekkan menyelesaikan masalah dan sediakanlah

timbal balik. Mereka harus didorong ketika mereka mempraktekannya, dan timbal balik

harus fokus terhadap proses penyelasaian masalah daripada fokus dalam mendapatkan

‘jawaban yang tepat’ (hal. 268-270).

Pembelajaran berdasarkan-masalah akan dibahas lebih jauh dalam bab ini.

Berfikir dan Membuat Keputusan

Membuat keputusan melibatkan pemilihan diantara beberapa pilihan. Ini adalah sebuah

proses (seperti menyelesaikan sebuah masalah, membuat konsep, dan berfikir reflektif) yang

meliputi beberapa keterampilan berfikir. Membuat kesimpulan biasanya meliputi (1)

menyatakan tujuan yang lebih diminati atau kondisi; (2) menyatakan hal-hal yang menjadi

penghambat, (3) mengidentifikasi pilihan untuk mengatasi setiap halangan; (4) memeriksa

pilihan-pilihan dalam hubungannya dengan sumber-sumber yang dibutuhkan dan membatasi

pemakaian mereka; (5) mengurutkan pilihan dalam hubungannnya dengan konsekuensi-

konsekuensi yang dapat terjadi; dan (6) memilih pilihan yang terbaik.

Page 10: Mengajar Berfikir

Menggunakan Pertanyaan untuk Menggugah Fikiran

Teknik bertanya telah dibahas dalam bab 8. Pertanyaan-pertanyaan dapat dikategorikan

kedalam sebuah hirarki dari tingkat rendah (fakta dan pemahaman) melalui penerapannya

terhadap tingkat tinggi (analisis, perpaduan, dan penilaian). Penekanan dalam pertanyaan

kognitif yang lebih tinggi lebih efektif, khususnya bagi peserta didik dengan kemampuan

rata-rata dan tinggi, ketika penekanan terhadap pertanyaan fakta efektif dalam penguasaan

keterampilan dasar (khususnya bagi peserta didik dengan kemampuan rendah). Guru

seringnya menekankan pertanyaan-pertanyaan tertutup, jawaban tunggal yang tepat, dan

tingkat rendah, ketika perhatian terhadap pertanyaan-pertanyaan dengan akhir-terbuka dan

tingkat-kognitif yang lebih tinggi akan menjadi lebih efektif. Kita belajar mengenai

penggunaan pemeriksaan dan pengalihan sebuah hal yang dapat membawa kedalam tingkat

berfikir yang lebih tinggi dan bahwa penerimaan guru terhadap gagasan peserta didik secara

positif dikorelasikan dengan pemerolehan pembelajaran peserta didik. Waktu tunggu yang

berlangsung setidaknya tiga detik bersifat kritis, khusunya bagi pertanyaan dengan tingkatan

yang lebih tinggi. Peserta didik harus didorong untuk merespon, dan respon-responnya harus

diseimbangkan diantara sukarelawan dan non-sukarelawan. Respon yang tepat harus diakui

dan pujian harus digunakan secara spesifik dan berbeda. Kualitas pertanyaan guru,

penggunaan dorongan, dan keterlibatan dan penerimaan peserta didik adalah hal penting.

Cara kita merespon selama pertanyaan dan jawaban mempengaruhi apakah keterampilan

berfikir sedang dikembangkan. Peserta didik harus merasa diterima, mampu menanggung

resiko, menggunakan pertanyaan akhir-terbuka dan waktu tunggu yang mencukupi

mendorong dalam proses berfikir.

Contoh-contoh pertanyaan yang menggugah pemikiran disajikan oleh King (1990).

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini dan ide-ide lainnya dalam mendorong proses berfikir

tersedia di Universitas Texas di situs web Divisi Penilaian dan Informasi Bahan-bahan

Pelajaran Austin , www.utexas.edu/academic/diia/gsi/coursedesign/advanced.php.

Bagaimana kalian akan menggunakan . . . untuk . . . ?

Apa contoh baru dari . . . ?

Jelaskan kenapa . . .

Apa yang kalian pikirkan yang akan terjadi jika . . . ?

Apa perbedaan antara . . . dan . . . ?

Bagaimana . . . dan . . . sama . . . ?

Page 11: Mengajar Berfikir

Apa solusi yang memungkin terhadap masalah . . . ?

Kesimpulan seperti apa yang dapat kalian buat . . . ?

Bagaimana . . . memperngaruhi . . . ?

Bagaimana pendapatmu, manakah yang terbaik . . . ? Kenapa . . .?

Apa keunggulan dan kelemahan dari . . . ?

Apa kalian setuju/tidak setuju dengan pernyataan ini . . . ?

Bagiamana . . . berhubungan dengan . . . yang sudah kita pelajari . . . ?

Gejala-gejalanya hadir dalam kelas dengan sedikit dorongan bagi aktivitas berfikir

peserta didik adalah:

Perbedaan yang besar dalam mengikuti kata hati (perhatian terhadap apa yang sedang

dilakukan, tanpa banyak berfikir dibelakangnya)

Ketergantungan yang berlebih (‘Katakan kepadaku apa yang harus ku lakukan

Bu/Pak’)

Pernyataan dogmatis (‘Jangan membingungkanku dengan data-data, pikiranku sedang

sibuk)

Ketidakmampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip yang sudah dipelajari kedalam

situasi baru (‘Apa yang harus aku lakukan disini?’)

Terlalu anti intelektualisme (‘Ini adalah pekerjaanmu untuk memberitahu apa yang

harus kita lakukan’)

Pengajaran tradisional yang dapat dikenali dari peranan guru yang lebih dominan

dalam menjelaskan, memberitahukan bagaimana, dan menunjukkan, membuat peserta didik

pasif daripada aktif. Peserta didik harus terlibat dalam memperoleh pengetahuan.

Menyediakan penerimaan, dukungan, pemerikasaan, dan dorongan untuk berfikir.

Pembelajaran yang menekankan dalam berfikir adalah hal mudah pecah, mencakup emosi,

tekanan, konsep pribadi peserta didik, kelompok kelas dinamis, dan perilaku tenaga pengajar.

Pengajaran berfikir dan Transfer

Salah satu isu yang paling didebatkan dalam pengajaran berfikir adalah transfer. Jika kita

ingin mentransfer, maka ajarkanlah. Hal ini harus ditekankan dalam pembukaan dan

penutupan sebuah mata pelajaran dan dipakai berangsur-angsur dalam konteks yang lebih

sampai hal itu diterapkan dalam konteks-konteks dimana peserta didik mencari transfer dari

pembelajaran sebelumnya.

Page 12: Mengajar Berfikir

Pemerolehan keterampilan berfikir atau proses-prosesnya mencakup pengetahuan

deklaratif. Seperti sebuah konsep, arti dari proses selalu dibawah susunan. Proses berfikir

bahkan dapat diajarkan kepada anak-anak melalui kelas berorientasi aktivitas ayng

mempunyai banyak kesempatan untuk membangun ide-ide. Sayangnya, kajian akhir-akhir ini

terhadap peserta didik awal yang melakukan kegiatan membaca ditemukan bahwa

mendapatkan aktivitas sudah selesai lebih penting dari membahas apa yang sedang mereka

kerjakan. Hal ini menyarankan bahwa guru harus memperhatikan pemahaman dan

penggunaan keterampilan berfikir.

Penilaian dan Berfikir

Tidak hanya keterampilan berfikir yang harus diajarkan secara langsung, mereka juga harus

menjadi bagian dari penilaian. Jika kita ingin peserta didik mengetahui dan mampu untuk

mentransfer penggunaan keterampilan tertentu kedalam konteks baru, ini harus menjadi

bagian dari ‘sistem ganjaran’. Penilaian harus secara spesifik diberikan terhadap bagaimana

peserta didik menggunakan keterampilan berfikir mereka dalam mata pelajaran yang sedang

mereka pelajari (tidak hanya dalam mengingat informasi atau ‘medapatkan jawaban tepat’).

Jika perkembangan peserta didik menggunakan proses dan keterampilan berfikir bukan

bagian dari penilaian, pembelajaran mungkin menurun menjadi ‘mengingat konten’. Level

terendah evaluasi mengulangi sebuah keterampilan berfikir dalam bentuk paling

sederhananya dan dalam sebuah konteks yang sudah digunakan. Banyak pendekatan yang

dibutuhkan: tertulis dan oral, deskripsi, merekam, luas dan sempit, baku, dan pemeriksaan

diri.

Langkah-langkah yang dapat kita ikuti ketika merencanakan untuk mengajarkan

keterampilan berfikir diilustrasikan dalam gambar 14.4 dalam halaman 460.

Penelitian Tindakan

Kita percaya bahwa kebanyakan guru, dalam semua umur dan tingkatan, memperhatikan

tentang pengajaran berfikir. Para dapat dibantu untuk menyusun kerja mereka dalam tujuan

ini. Perhatian pada perkembangan professional dan tindakan kelas kerjasama dimana kita

memulai dengan sebuah posisi tersusun dan, melalui sebuah pendekatan interaktif dan

Page 13: Mengajar Berfikir

reflektif, dibawa kedalam sebuah perbaikan penilaian professional. Sebuah pendekatan

kedalam perkembangan bersangkutan dengan pengajaran berfikir karena aspek politis dan

moral dalam kebudayaan yang beragam. Pembelajaran yang berhubungan dari penelitian usia

dini, anak-anak, remaja, dan pendidikan dewasa dapat menyediakan sebuah latarbelakang

kekayaan. Contohnya, membaca dapat dipandang sebagai sebuah keterampilan berfikir dalam

susunan yang lebih tinggi. (keterampilan-keterampilan) dilibatkan, beberapa, termasuk

McPeck (1990) , mempecayai bahwa tidak ada kemampuan umum. Dapat dinyatakan bahwa,

bagaimanapun juga, ada banyak penempatan dan peralatan yang dapat dipelajari and

ditransfer dalam sebuah cara yang mengenali keunikan disiplin, isu, dan situasi.

Scriven dan Paul (1996) mengatakan bahwa berfikir kritis ‘proses disiplin secara

intelektual yang berkonsep secara aktif dan penuh keterampilan, penerapan, penggabungan,

dan atau menilai informasi yang dikumpulkan dari observasi, pengalaman, penggambaran,

pertimbangan, atau komunikasi, sebagai sebuah bimbingan untuk diyakini dan ditindak.’

Lebih awal lagi, Norris (1985) menyatakan bahwa berfikir kritis adalah memutuskan secara

rasional apa yang harus di/atau tidak dipercayai.’ Berfikir kritis dapat dirangkum sebagai

‘kemampuan untuk berfikir tentang pemikiran seseorang untuk mengenali keunggulan dan

kelemahannya dan sebagai sebuah hasil, melakukan ulang dan memperbaiki pemikiran dalam

bentuk yang sudah diperbaiki’ (Scriven dan Paul, 1996). Singkatnya, ‘berfikir kritis berarti

membuat penilaian yang masuk akal’(Beyer, 1995, hal.8). Apapun definisinya, tujuannya

adalah, melalui pertanyaan dan pemeriksaan ketika menjadi sensitif terhadap konteks,

memperoleh pemahaman, menilai sudut pandang, dan menyelesaikan masalah. Proses

berfikir kritis adalah penting bagi pendidikan. Bagi tujuan kita, kita menjelaskan berfikir

kritis sebagai penerjemahan, analisis, atau menilai informasi, argument, atau pengalaman

dengan seperangkat perilaku reflektif, keterampilan dan kemampuan untuk membimbing ide,

kepercayaan dan tindakan kita. Singkatnya, berfikir kritis mencakup evaluasi dalam

kredibilitas informasi.

Penyusunan Berfikir Kritis dan Perilaku

Mampu berfikir secara kritis dimulai dengan sebuah perilaku yang cenderung untuk

memandang, dalam cara yang perseptif dan masuk akal, masalah dan subjek aspek-aspek

kehidupan. Ketika kita melibatkan berfikir kritis disekolah kita harus memperhatikan,

memperagakan, dan mendorong penyusunan berfikir kritis. Kita dapat membantu peserta

Page 14: Mengajar Berfikir

didik untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dengan mengajarkan mereka

bagaimana menginvestigasi sebab-sebab kejadian. Kita dapat memperagakan dan

mempromosikan kejujuran intelektual, meskipun bukti-bukti menantang secara pribadi

terhadap kepercayaan yang dihormati. Peserta didik harus mempelajari pentingnya

fleksibilitas dan mempunyai, tetapi tidak harus dihalangi oleh, skeptisisme sehat sampai

bukti-bukti yang memadai muncul ke permukaan. Sebuah pendekatan yang sabar, terus-

menerus, dan sistematis akan sampai pada kesimpulan dan menyelesaikan perbedaan harus

dinilai sebagaimana perilaku hormat terhadap sudut pandang lain setelah mendengarkan

pandangan-pandangan itu dengan seksama.

Prosedur dan Keterampilan

Otoritas tidak setuju apa yang terlibat dalam berfikir kritis dan kapan, dimana, dan bagaimana

ia harus diajarkan. Kita percaya bahwa berfikir kritis harus diajarkan dalam rasa yang lazim

dan mata pelajaran tertentu. Ini tidaklah harus diajarkan dalam isolasi, apakah sebuah topik

yang dapat berdiri sendiri atau sebagai bagian dari sebuah disiplin, tanpa menyediakan

transfer – itu adalah hal yang penting. Jika peserta didik mempraktekan berfikir kritis, konten

selalu dibutuhkan – apakah berasal dari mata pelajaran sekolah atau sumber lainnya. Jika,

contohnya, diajarkan sebagai bagian dari kajian sosial, guru harus membantu peserta didik

untuk memahami, contohnya, sains, bahasa Inggris, dan mata pelajaran lainnya. Berfikir

kritis dalam kajian sosial seperti berfikir kritis dalam sains, seperti berfikir kritis dalam,

menyelesaikanisu sebuah komunitas, seperti membuat keputusan yang berarti dalam sebuah

bisnis, dan seperti membuat keputusan yang tepat tentang sebuah kebingungan pribadi.

Transfer mungkin tidak terjadi kecuali jika kita dengan sengaja memperhatikan langsung

posibilitas transfer dan meminta peserta didik untuk memperoleh susunan untuk mencari

transfer terhadap situasi baru.

Sternberg (1985) mempercayai bahwa pengajaran berfikir kritis, ‘sebagaimana

biasanya selesai, mempersiapkan peserta didik dengan kurang tepat untuk beberapa jenis

masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari’ (hal.227). Ia menambahkan

bahwapemikiran yang bagus dalam satu ranah akademis tidak menjamin bagus dalam ranah

yang lain. Solusinya adalah dengan mempunyai program yang menguji ranah konten yang

beragam dan keterampilan berfikir dalam sebuah cara yang ‘benar dimana masalah muncul

dalam kehidupan sehari-hari’ (hal. 278). Prosedur dan keterampilan berfikir kritisdapat

Page 15: Mengajar Berfikir

diajarkan! Peserta didik harus mempraktekkan hal ini dan menemukan permasalahan bagi diri

mereka sendiri. Beyer (1984) memberikan daftar prosedur yang mungkin mempunyai

relevansi dengan masa kini:

1. Membedakan antara fakta-fakta dan klaim-klaim nilai.

2. Memutuskan keabsahan sebuah klaim atau sumber.

3. Memutuskan keakuratan sebuah pernyataan.

4. Membedakan antara klaim pembenaran dan non-pembenaran.

5. Membedakan antara informasi yang relevan dan tidak relevan, klaim, atau argument.

6. Mendeteksi bias.

7. Mengidentifikasi asumsi yang dinyatakan dan tidak dinyatakan.

8. Mengidentifikasi klaim atau argument yang ambigu dan samar.

9. Mengenali ketidakkonsistensian logis dalam sebuah garis pertimbangan.

10. Memutuskan kekuatan sebuah argument (hal.557)

Paul dan Elder (2001) mendeskripsikan karakter intelektual yang membantu berfikir

kritis: kerendahan hati intelektual, keberanian, empati, otonomi, integritas, ketekunan,

kepercayaan diri dalam pertimbangan. Berfikir kritis, dapat dinyatakan, membutuhkan

seperangkat susunan (atau perilaku) dan proses dan keterampilan yang spesifik. Penyusunan

ini harus diajarkan (berdasarkan bab 4).

Kemampuan untuk berfikir secara kritis melibatkan perilaku yang dapat dipelajari.

Seseorang dapat menguji masalah, mengidentifikasi isu-isu kunci, dan menanyakan

pertanyaan seperti dibawah ini: apakah ada asumsi yang mendasar? Generalisasi apa yang

dapat dibuat dengan aman? Sumber-sumber terpercaya apa saja yang mungkin dapat

mencerahkan masalah? Apa yang sudah kita pelajari sebelumnya tentang masalah? Jenis data

seperti apa yang relevan? Seberapa sesuaikah datanya? Apakah datanya disajikan dengan bias

atau menyimpang? Seberapa konsisten dan relevan argumentasi kita? Apa yang dapat kita

lakukan untuk memastikan bahwa bias pribadi tidak mempengaruhi apa yang kitta lakukan?

Apa kesimpulan dan solusi yang memungkinkan yang dapat diajukan? Apa saja pro dan

kontra dari setiap solusi esensial? Solusi manakah atau kombinasi solusi manakah yang

Nampak terbaik? Bagaimana kita menguji solusi atau kombinasi solusi? Jika test tidak dapat

dilalui, apa yang dapat dilakukan untuk mendatangkan solusi yang memungkinkan yang lain

untuk diuji?

Page 16: Mengajar Berfikir

Berfikir Kreatif

TCP-BERFIKIR KREATIF

Pastikan peserta didik berfikir kreatif

Mendukung potensi kreatif peserta didik;

menyambut ide baru dan respon imaginatif’

menggunakan pendekatan yang berbeda;

memperagakan kreativitas dan mengizinkan

ekspresi akhir-terbuka; pendekatan

pengalaman, induktif, dan melibatkan orang

lain.

Kreativitas tidak disambut dengan

jelas;kepercayaan atau informasi standar’

hanya jawaban ‘tepat’ yang disambut, sedikit

kesempatan untuk menggugah ide baru, ide

kreatif dan imaginatif.

Kreativitas bukanlah proses tunggal. Meskipun kita mengenali dan menilai berfikir

kreatif, hal itu menghadapi deskripsi yang tepat. Berfikir kreatif dapat dipandang sebagai

pembentukan kombinasi baru ide-ide untuk memenuhi sebuah kebutuhan atau sebagai proses

berfikir dimana hal itu menghasilkan hasil yang asli dan tepat. Kreativitas sudah dihubungkan

denganpemikiran yang berbeda dan keaslian ide atau pengabsahanya. Mekipun sesuatu dapat

menjadi kreatif (asli) bagi seseorang, itu tidak harus menjadi asli untuk umat manusia.

Kreativitas ditemukan dalam hamper semua ranah kehidupan dan tidak dibatasi dalam bidang

seni, mereka yang genius, atau mereka yang berbakat. Berfikir kreatif harus ditata kedalam

kurikulum dan didorong melalui tantangan akhir-terbuka.

Pengajaran Kreativitas

Setiap peserta didik memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat bertubrukan dengan aturan

yang sudah dibuat, prosedur, pola, dan apa yang ‘benar’. Ketika kita mempetimbangkan

kreativitas, mengharapkan sebuah campuran ide baru, imaginatif, dan jawaban yang bernilai,

dan juga jawaban yang mungkin terkesan konyol dan ganjil. Biarkanlah peserta didik berfikir,

menyelesaikan masalah, menggunakan ide-ide mereka yang lainnya.

Pengajaran kreativitas mencakup pengajaran keterampilan berfikir. Kreativitas sudah

dikenal sebagai bentuk fungsi mental tertinggi. Beberapa strategi yang bersifat pelajaran lebih

efektif dari yang lain dalam menghasilkan reswpon kreatif dari peserta didik. Kita harus

Page 17: Mengajar Berfikir

membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berfikir dan perperasaan kreatif

mereka. Para peserta didik yang sudah mempunyai kesempatan besar menggunakan bakat

kreatif mereka mungkin akan menggunakan keterampilan mereka dengan baik dalam

kehidupan mereka. Penghambat untuk berfikir kreatif sering berada dalam pikiran para

peserta didik; mereka yang pandai tetapi tidak begitu kreatif mungkin tidak akan segan

menjadi imaginatif. Penghambat terjadi mungkin karena ketakutan sosial, takut salah, kurang

percaya diri, atau merasa diri mereka tidak kreatif.

Memeragakan kreativitas dan menyediakan kesempatan yang besar untuk ekspresi

kreatif dengan memperkenankan peserta didik untuk mengekspresikan diri mereka dalam

cara akhir-terbuka dan untuk mencari cara lain untuk melakukan sesuatu dan menyelesaikan

masalah. Takut akan kegagalan atau nampak ‘bodoh’ membatasi kreativitas. Peserta didik

tidak harus merasa bahwa jawaan mereka akan merendahkan tingkatan yang sedang mereka

jalani; mencoba hal baru haruslah diapresiasi, tidak harus dibuli. Penyelesaian masalah

kelompok kecil atau membuat keputusan dapat mempromosikan kreativitas. Ajarkanlah

brainstorming dan pintalah mereka untuk melakukannya. Peserta didik juga harus diajarkan

ketidaksetujuan yang bersifat konstruktif, dan bahwa ide-ide dan prosedur-prosedur itu dapat

diuji, tetapi orang-orang dan kepribadian mereka tidak harus diserang.

Rothstein (1990) menyediakan saran-saran untuk pengajaran kreativitas:

Mendorong peserta didik untuk menyelidiki hal-hal dalam lingkungan mereka.

Pintalah mereka menggunakan indera mereka dan menemukan pesan yang dikirim

melalui setiap kombinasi indera. Pintalah mereka menerangkan hal-hal yang mereka

merasa tertarik terhadapnya. Pintalah mereka menemukan bagaimana ‘menatap hal-

hal dengan mata segar’.

Menyediakan waktu sekolah untuk mendorong kreativitas. Susunlah aktivitas dan

latihan yang membutuhkan orisinalitas atau penyelesaian masalah. Pintalah peserta

didik untuk menyarankan penggunaan hal baru terhadap hal yang lama. Buatlah

penggunaan brainstorming yang sering dilakukan dan aktivitas kreatif. Beritahukan

mereka bahwa kreativitas sedang dicari.

Mendorong peserta didik untuk menjadi tertarik akan banyak hal. Variasikanlah

aktivitas, bawalah peserta didik dalam sebuah penjelahan kenyataan, bawalah mereka

menjadi pembicara, dan gunakanlah media untuk membantu mereka ‘melebarkan

pikiran mereka’.

Page 18: Mengajar Berfikir

Membantu peserta didik percaya bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih kreatif.

Sedikit penemu, ilmuwan, dan seniman yang sangat kreatif pada awalnya. Hadiahilah

mereka yang menunjukkan bukti kreativitas dan menunjukkan kemajuan.

Ajarkan peserta didik apa saja yang ada dalam kreativitas. Bantulah mereka belajar

bahwa kreativitas dipengaruhi oleh tipe-tipe, jumlah, dan orisinalitas pilihan-pilihan

yang dihasilkan. Latihlah peserta didik untuk menggunakan keterampilan berfikir

tertentu, meyelidiki, dan proses menyelesaikan masalah dan bagaimana menyalurkan

pengetahuan semacam ini terhadap situasi baru.

Mendorong peserta didik untuk menerima informasi dan menggunakannya dengan

kreatif. Tunjukkanlah kepada peserta didik bagaimana pengetahuan dapat digunakan

untuk menghasilkan alternatif/pilihan, analogi atau untuk membuat kesimpulan (hal.

274).