bab ii kerangka teori dan hipotesis a. kerangka...

41
13 BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori 1. Defenisi Autism Autism berasal dari bahasa yunani ‘autos’ yang berarti sendiri. Istilah ini menggambarkan keadaan yang cenderung dikuasai oleh pikiran atau perilaku yang terpusat pada diri sendiri. (Maulani, 2005) Dalam kamus kedokteran autism didefinisikan sebagai keadaan introversi mental dengan perhatian yang hanya tertuju pada ego sendiri. Anak yang mengalami gangguan ini akan terlihat emosional, serta di tandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. (Fadhli, 2010) Dalam kata lain bahwa autism adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron, 1993) . 2. Karakteristik Autism Karakteristik anak dengan autism adalah adanya 6 gangguan dalam bidang: interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilaku- emosi, pola bermain, gangguan sensorik dan motorik, perkembangan

Upload: dangcong

Post on 30-Jan-2018

226 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

13

BAB II

KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

1. Defenisi Autism

Autism berasal dari bahasa yunani ‘autos’ yang berarti sendiri.

Istilah ini menggambarkan keadaan yang cenderung dikuasai oleh

pikiran atau perilaku yang terpusat pada diri sendiri. (Maulani, 2005)

Dalam kamus kedokteran autism didefinisikan sebagai keadaan

introversi mental dengan perhatian yang hanya tertuju pada ego sendiri.

Anak yang mengalami gangguan ini akan terlihat emosional, serta di

tandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang

kognitif, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. (Fadhli, 2010) Dalam

kata lain bahwa autism adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak

lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat

membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya

anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia

repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron, 1993)

.

2. Karakteristik Autism

Karakteristik anak dengan autism adalah adanya 6 gangguan

dalam bidang: interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilaku-

emosi, pola bermain, gangguan sensorik dan motorik, perkembangan

14

terlambat atau tidak normal, Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat

masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. .

Secara universal referensi yang digunakan dalam mendiagnosa

gangguan perkembangan pada anak autism adalah dengan ICD

(International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan

DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994. Secara

ringkas dapat dijelaskan dalam gambar 2.1, bahwa kriteria harus ada

sedikitnya 6 gejala dari gangguan (1), (2), dan (3), dengan minimal 2

gejala dari gangguan (1) dan masing-masing 1 gejala dari gangguan (2)

dan (3).

Gambar 2.1

DSM-IV Diagnostic And Statistical Manual 1994 Sumber: http://www.majalah-farmacia.com,

diakses 20 November 2012

Autism dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder R-IV berada dibawah payung PDD (Pervasive Development

Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan

15

ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv

(PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa

kelompok gangguan perkembangan, yaitu:

Autistic Disorder. Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan

adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan

bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan

aktivitas.

Asperger’s Syndrome Adanya hambatan perkembangan interaksi

sosial serta adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak

menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat

intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.

Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified

(PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS

berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada

diagnosa tertentu (Autism Infantil, Asperger atau Rett Syndrome).

Rett’s Syndrome. Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan

jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan

yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang

dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan

dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia

1 – 4 tahun.

Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan

perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan

16

kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah

dicapai sebelumnya.

3. Penyebab Autism

Penyebab belum diketahui secara pasti, hanya diperkirakan

mungkin adanya kelainan dari system saraf (neurologi). Pendapat

yang sudah menjadi konsensus bersama para ahli belakangan ini

mengakui bahwa autism diakibatkan terjadinya kelainan fungsi luhur

di daerah otak. (yatim, 2007). Adanya gangguan perkembangan dan

fungsi susunan saraf pusat yang menyebabkan gangguan fungsi otak,

terutama pada fungsi mengendalikan pikiran, pemahaman, dan

komunikasi dengan orang lain. beberapa penyebab autism adalah

sebagai berikut: (Dibattisto, 2011)

a. Genetik.

Kemungkinan besar ini melibatkan proses non-

mendelian yang mungkin melibatkan gen regulator satu atau

lebih yang aktif selama perkembangan otak.

b. Structural Abnormalities.

Penelitian neuroanatomical yang melibatkan sampel

otak berasal dari otopsi pasien dengan gangguan autis

mengungkapkan bahwa adanya perubahan struktural

termasuk hilangnya sel purkinje di hippocampus, amygdala,

dan otak kecil.

17

c. Cortical and Intracerebral Abnormalities.

Berbagai temuan abnormal cortikal telah dilaporkan

pada individu dengan autism: malformasi gyral kortikal

menunjukkan kesalahan perkembangan dalam migrasi

neuronal.

d. Electrophysiology Abnormalities.

Dalam sebuah penelitian di Jepang, 37% anak – anak

penderita epilepsi terdiagnosa autism.

e. Neurotransmitters.

Dalam berbagai tinjauan penelitian berbasis

imunoneuropatobiologis menunjukkan bahwa

Neurotransmiter berperanan sangat penting dalam gangguan

autism dan gangguan perilaku lainnya. Neurotransmiter yang

berpengaruh pada terjadinya gangguan perilaku tersebut

adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat

dan asetilkolin.(Judarwanto,2012)

Disfungsi serotonin memiliki bukti empiris yang

paling mendasar. Peningkatan kadar serotonin dalam darah

secara konsisten telah ditemukan di 25% sampai 40% dari

pasien autism.

f. Hormones.

Kadar testosterone pada janin dikaitkan dengan autism.

18

g. Immunology.

Hubungan antara sistem kekebalan tubuh dan autism

telah dipelajari setidaknya sejak tahun 1970-an. Namun,

beberapa penelitian terkontrol belum mendukung hipotesa

ini. Baru-baru ini, peningkatan signifikan kadar plasma dari

jumlah sitokin, cenderung ditemukan berkembang pada

gangguan spectrum autism.

h. Prenatal and Perinatal Factors.

Sebuah database terkait studi dari bayi yang lahir antara

tahun 1990 dan 2002 dilakukan di Kanada di antara 129.733

anak, 924 memiliki diagnosis autism. Penelitian tersebut

menemukan bahwa ibu dengan berat badan sebelum hamil

dari 90 kg atau lebih dan naik lagi 18 kg (obesitas) selama

kehamilan merupakan faktor risiko independen untuk autism.

Wanita yang melahirkan kurang dari 18 bulan setelah

melahirkan sebelumnya juga memiliki risiko anak dengan

autism. Teratogenik diketahui meningkatkan risiko autism

termasuk infeksi rubella pada ibu dan

infeksi cytomegalovirus. (Dibattisto, 2011)

4. Struktur dan Fungsi Otak pada Anak Dengan Autism

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga

disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.

Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan

19

binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,

analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan

kemampuan visual. Gangguan yang terjadi pada anak autism dengan

area ini adalah karena volume otak lebih berat dan berlebihan Para

ilmuwan dalam riset terbaru menemukan, anak-anak autism pada

umumnya memiliki otak yang lebih berat dan sel-sel otak yang

berlebihan. Sebagaimana telah dilakukan pada 13 otak anak laki-laki

usia 2-16 tahun yaitu sebanyak tujuh (7) anak menderita autism dan

enam (6) anak yang tidak, para peneliti menemukan bahwa otak anak

autime memiliki neuron di area cortex prefrontal 67% lebih banyak .

Fungsi yang terganggu pada anak autism di area tersebut berkaitan

dengan fungsi sosial, emosional dan proses komunikasi.

Otak anak autism juga memiliki berat 17,5 persen lebih berat

dibanding anak yang bukan autis. Di otak bagian dorsolateral corteks

prefrontal anak-anak autis memiliki sel saraf 79% lebih banyak. Di

otak bagian medial korteks prefrontal anak-anak autism memiliki sel

saraf 29% lebih banyak. Di otak bagian dorsolateral corteks prefrontal

rata-rata terdapat 1,57 miliar sel saraf pada anak autism dibandingkan

dengan pada anak lain yang hanya 0.88 miliar. Di otak bagian medial

korteks prefrontal rata-rata terdapat 0.36 miliar sel saraf pada anak

autism dibandingkan dengan pada anak lain yang hanya 0,28 miliar.

Corteks prefrontal merupakan bagian lapisan terluar kortikal

otak yang terdiri dari satu-sepertiga dari semua materi abu-abu

kortikal, lapisan ini merupakan bagian otak yang terlibat dalam sosial,

20

bahasa, komunikasi, fungsi afektif dan kognitif, merupakan fungsi

yang paling mendapat gangguan pada autism. Penelitian pencitraan

otak pada anak-anak penderita autism telah menunjukkan pertumbuhan

yang berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area-area

otak lainnya. Sebuah studi dari para peneliti di University of

California, Autism Center of Excellence San Diego, menunjukkan

bahwa pertumbuhan otak pada anak penderita autism melibatkan

jumlah neuron yang berlebihan di area otak yang berhubungan dengan

sosial, komunikasi dan perkembangan kognitif. Otak anak-anak autis

juga lebih berat dibandingkan anak-anak yang bertumbuh secara

normal pada usia yang sama.

Perbedaan berat otak sebesar 17,6% di antara anak-anak

dengan autism dibandingkan dengan di antara mereka yang bukan

autism sebesar 0,2%. Perkembangan neuron di area prefrontal cortex

terjadi saat kehamilan. Saat janin berkembang di kandungan terjadi

pertumbuhan berlebihan sel otak, terutama di usia 10-20 minggu

kehamilan. Proliferasi (perkembangan) neuron tersebut bersifat

eksponensial antara kehamilan 10 minggu dan 20 minggu dan biasanya

menghasilkan luapan neuron dalam perkembangan janin ini. Namun,

selama trimester ketiga kehamilan dan kehidupan awal bayi, sekitar

setengah dari neuron biasanya dikeluarkan dalam proses yang disebut

apoptosis (kematian sel). Kegagalan dari proses perkembangan awal

yang penting ini akan menciptakan kelebihan patologis neuron kortikal

yang besar. Para ilmuwan mengatakan siklus tersebut membuat otak

21

mengatur dirinya dan sel-sel otak saling tersambung satu sama lain.

Namun jika terjadi pertumbuhan berlebihan, koneksi antar sel otak ini

akan terganggu.

System Lymbik pun telah di teliti pada anak dengan autism.

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak

ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.

Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,

hipocampus dan korteks limbik.

Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur

produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,

dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori

jangka panjang. Gangguan pada sistem ini adalah volume hipokampus

dan sistem limbik tidak normal. Penelitian telah dilakukan terhadap

volumetri global dan regional bagian Greymatter (otak abu-abu) dan

putih pada 10 anak autism berfungsi sebagai kontrol kecerdasan

nonverbal. Ternyata hasilnya menunjukkan volume hipokampus

meningkat pada individu autism dengan struktur limbik yang

lebih..(Judarwanto, 2012)

Gambar 2.2 Lobus Otak

Sumber : http://www.aktivasiotak.com/fungsi_otak.htm

22

5. Pola Perkembangan Anak Dengan Autism

Sejak usia dini anak yang diduga autis memiliki pola

perkembangan yang khas yang tidak dimiliki anak-anak normal,

sebagai contoh, biasanya bayi berusia 6 bulan sudah bisa tersenyum

ketika diajak bercanda, maka ketika itu tidak terjadi, gejala tersebut di

tengarai anak memiliki kecenderungan autis. Berikut adalah

karakteristik pola perkembangan anak yang umumnya di gunakan oleh

banyak praktisi dalam mendeteksi secara dini anak yang diduga autis.

(Harnowo, Agus, Putro, 2012)

a. Usia 3 Bulan.

Anak tidak tersenyum ketika diajak tersenyum atau berbicara

b. Usia 8 Bulan.

Anak tidak ikut menatap mata ketika dipandang

Usia 10 sampai 12 bulan: Bayi tidak melihat arah yang ditunjuk

kemudian bereaksi menatap balik orang di hadapannya.

c. Usia 2 - 3 Bulan.

Anak tidak sering melakukan kontak mata

Usia 3 bulan, bayi tidak tersenyum ketika diajak bercanda atau

mendengar suara pengasuhnya.

d. Usia 6 Bulan.

Anak tidak tertawa atau membuat ekspresi gembira lainnya.

e. Usia 8 Bulan.

Anak tidak mengikuti pandangan mata ketika orang yang

menatapnya memalingkan muka ke benda lain.

23

f. Usia 9 Bulan.

Anak belum mulai mengoceh.

g. Usia 1 Tahun.

Anak tidak konsisten menoleh ketika namanya dipanggil, bayi

nampak tidak peduli terhadap vokalisasi, yaitu kurang

merespon saat namanya dipanggil. Namun memiliki kepekaan

yang tajam terhadap suara lingkungan di sekitarnya, bayi tidak

terlibat dalam vokalisasi namanya bersama pengasuh, bayi

belum dapat melambaikan tangan seolah-olah mengucapkan

selamat tinggal, bayi tidak dapat mengikuti atau melihat ke

arah yang ditunjuk.

h. Usia 16 Bulan.

Anak tidak berkata-kata.

i. Usia 18 Bulan.

Anak tidak nampak memiliki hal-hal yang menarik minatnya.

j. Usia 24 Bulan.

Anak tidak bisa mengucapkan dua kata yang memiliki arti

Setiap saat, bayi nampak kehilangan salah satu keterampilan

yang sebelumnya pernah dikuasai.

6. Perkembangan Motorik Anak Dengan Autism

Keterampilan motorik bayi usia 7 bulan antara lain mampu

menahan kepala, berguling, menggenggam dan memainkan benda-

benda kecil. Jika seusia tersebut keterampilan motoriknya rendah, bisa

24

berisiko tinggi mengalami gangguan Autistic Spectrum Disorder

(ASD). Analisis statistik menunjukkan bahwa kelompok yang berisiko

ASD kurang memiliki keterampilan motorik yang baik dan terdeteksi

sejak usia 7 bulan. Keterampilan motorik dapat berupa kemampuan

motorik kasar seperti kemampuan untuk menahan kepala, berguling,

belajar berjalan, serta keterampilan motorik halus seperti

menggenggam dan memainkan benda-benda kecil, rendahnya

perkembangan motorik bisa memiliki dampak negatif pada

perkembangan keterampilan sosial dan kognitif dari waktu ke waktu.

(Harnowo, Agus, Putro, 2012)

Ganguan tersebut menyebabkan otot tidak adequate berespons

terhadap rangsangan, menyebabkan inaktif dan cenderung passive

sehingga menyebabkan rendahnya fleksibilitas sendi dan kurang

stabilnya postural dalam bertahan di segala posisi serta absennya

inisiasi gerak yang berfungsi memicu gerak selanjutnya, kegagalan

perkembangan motorik pun mengakibatkan tidak berkembangnya

fungsi motor unit dalam mengaktivasi banyak otot untuk berespons

terhadap stimulasi yang diberikan.

Sedangkan dalam perkembangan normal sejalan dengan

perkembangan fisik dan usia anak, syaraf-syaraf yang berfungsi

mengontrol gerakan motorik mengalami proses neurogical

maturation. Pada anak usia 5 tahun syaraf-syaraf yang berfungsi

mengontrol gerakan motorik sudah mencapai kematangannya dan

menstimulasi berbagai kegiatan motorik yang dilakukan anak secara

25

luas. Otot besar yang mengontrol gerakan motorik kasar seperti

berjalan, berlari, melompat dan berlutut, berkembang lebih cepat

apabila dibandingkan dengan otot halus yang mengontrol kegiatan

motorik halus, diantaranya menggunakan jari-jari tangan untuk

menyusun puzzle, memegang gunting atau memegang pensil. Pada

waktu bersamaan persepsi visual motorik anak ikut berkembang

dengan pesat, seperti mengisi gelas dengan air, menggambar,

mewarnai dengan tidak keluar garis. Di usia 5 tahun anak telah

memiliki kemampuan motorik yang bersifat komplek yaitu

kemampuan untuk mengkombinasikan gerakan motorik dengan

seimbang, seperti berlari sambil melompat dan mengendarai sepeda.

Ketika anak mampu melakukan suatu gerakan motorik, maka

akan termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi.

Aktivitas fisiologis meningkat dengan tajam. Anak seakan-akan tidak

mau berhenti melakukan aktivitas fisik, baik yang melibatkan motorik

kasar maupun motorik halus. Pada saat mencapai kematangan untuk

terlibat secara aktif dalam aktivitas fisik yang ditandai dengan

kesiapan dan motivasi yang tinggi. Orangtua dan guru perlu

memberikan berbagai kesempatan dan pengalaman yang dapat

meningkatkan keterampilan motorik anak secara optimal, peluang-

peluang ini tidak saja berbentuk membiarkan anak melakukan

kegiatan fisik akan tetapi perlu di dukung dengan berbagai fasilitas

yang berguna bagi pengembangan keterampilan motorik kasar dan

motorik halus. (Ibudanbalita.net ,2012)

26

7. Postural Kontrol

Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Postur juga memiliki

pengertian pengaturan relatif dari bagian-bagian tubuh. Postur yang

baik adalah keseimbangan dari otot dan rangka yang melindungi

struktur-struktur penunjang tubuh dalam melawan cidera atau

deformitas progresif terlepas dari struktur ini dalam keadaan kerja

maupun istirahat. Postur adalah posisi atau sikap tubuh saat mulai

bergerak dan saat berhenti. Bila memiliki alignment postur yang baik

maka akan memudahkan tubuh dapat bergerak walaupun ada gangguan

pada sendi maupun otot. Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat

kesimetrisannya dengan melihat kaki selebar sendi pinggul, lengan di

sisi tubuh dan mata menatap kedepan. Walaupun posisi ini dapat

dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat

bertahan lama karena seseorang akan segera berganti posisi untuk

mencegah kelelahan. Postur yang benar adalah ketika axis pada rotasi

sendi ada pada bidang frontal sebagai pusat gravitasi dan pada

keseimbangan berdiri kontraksi otot tidaklah diperlukan tapi dapat

dijaga dengan tekanan dari sendi dan juga kekuatan dari ligament.

Tidak maksimalnya kontrol postural pada anak dengan autism

merupakan akibat dari adanya gangguan neurobehavioral, gangguan

pemrosesan sensori, keterlambatan dan kemunduran perkembangan

sejak usia dini. Keterlambatan dan kemunduran perkembangan sejak

usia dini menyebabkan gangguan gerak fungsional, clumsy dan tonus

otot postural yang rendah serta gangguan neoromuscular

27

menyebabkan adanya inaktivitas dan hiperaktivitas, gangguan sistem

informasi persepsi, kognisi, tidak adequatnya system balance,

penurunan elastisitas jaringan , pemendekan otot, serta kekauatan otot

yang tidak maksimal.

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu dilakukan aktivasi otot-

otot postural dengan cara memberikan bentuk latihan keseimbangan

yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja

otot-otot postural dan stimulasi proprioseptif untuk membangkitkan

qualitas body awareness dan body orientasi terhadap terhadap tempat

dan ruang (lingkungan). Outcome yang di harapkankan dalam latihan

ini adalah stabilitas postural yang adequate. Postural stability yang

adequat meliputi:

a. Kemampuan mempertahankan pusat massa tubuh.

b. Kemampuan tubuh mempertahankan posisi tanpa perubahan

BOS.

c. Kemampuan tubuh mempertahankan COG tanpa jatuh.

Tujuan meningkatkan postural control meningkatkan

kemampuan mempertahankan alignment tubuh secara tepat dan

sesuai.

Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan

tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri

tegak tekanan tubuh dipengaruhi beberapa faktor seperti posisi kaki

dan luasnya BOS. Pada saat berdiri fungsi sistem saraf pusat menjaga

pusat massa tubuh untuk berinteraksi dengan COG dan BOS dalam

28

membentuk postural stability. Ketepatan dalam posisi tertentu di

pengaruhi oleh system saraf sensoris yang komplek yaitu system

vestibular, visual dan system somatosensoris.

Kontrol postural tejadi dari tingkat spinal, medulla oblongata,

otak tengah dan korteks yang merupakan masukan dari segmen spinal

yang sama. masukan yang terjadi pada neuron motorik mengatur tiga

fungsi yang berbeda antara lain menimbulkan aktivitas volunteer,

menyesuaikan postur tubuh untuk menghasilkan landasan yang kuat

bagi gerakan dan mengkoordinasikan kerja berbagai otot agar gerakan

gerakan yang di hasilkan teratur dan tepat. Pola aktivitas volunteer ini

direncanakan di otak lalu perintahnya dikirim ke otot terutama melalui

corticospinal dan corticobulbaris.

Postur tubuh secara terus menerus disesuaikan selama bergerak

dimana gerakan halus yang timbul dikoordinasikan oleh bagian medial

cerebellum dan intermedial sedangkan bagian lateral cerebellum dan

basal ganglia berfungsi dalam perencanaan dan pengaturan gerakan

volunteer.

Postur yang baik saat berdiri adalah ketika Ankle pada garis

gravitasi yang terletak 2-5 cm dari axis sendi talocruris, jika tubuh

bergerak ke depan maka akan terjadi gerakan dorsifleksi. Sedangkan

pada Foot Tarsal dan Otot-Otot Intrinsik membentuk keseimbangan

saat seseorang berdiri satu kaki maka titik keseimbangan bertambah

pada bagian kaki tersebut, otot-otot intrinsik kaki diperkuat oleh

29

ligament plantaris dan apponeurosis plantaris. Saat berdiri pada kedua

kaki otot-otot intrinsik tidak aktif.

Pada knee. garis gravitasi berada di depan, saat berdiri, patella

dengan mudah dapat berpindah atau bergerak dari satu sisi ke sisi yang

lain. Pada Hip pusat gravitasinya terletak pada bagian anterior dari

thorakal 11, sedangkan garis gravitasinya terletak pada bagian

belakang axis transversal hip sehingga saat tubuh bergerak ke

belakang akan berlawanan dengan ligament illiofemoral yang berada

pada bagian depan hip. Ketika tubuh bergerak kedepan maka otot

bicep femoris mejadi aktif sedangkan otot gluteus maximus tidak aktif

saat berdiri tegak.

Pada columna Vertebralis, postur di pengaruhi oleh otot

erector spine ketika ekstensi trunk dan ketika fleksi trunk dipengaruhi

oleh otot rectus femoris. Pada tungkai bawah, otot-otot upper limb

rileks maka otot yang lain pun rileks kecuali pada otot supraspinatus

dan otot deltoid.

Tarikan horizontal dari otot supraspinatus akan

mempertahankan caput humerus dan cavitas glenoidalis. Pada kepala,

garis gravitasinya melewati sendi atlanto-occipitalis sehingga otot-otot

sekitar kepala rileks. Otot tonik pada kepala hanya temporalis yang

berfungsi melawan gravitasi sehingga mulut dapat menutup.

30

8. Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan

kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi,

kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang

tumpu terutama ketika saat posisi tegak, kemampuan untuk

mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun dalam

keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang

minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan

relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau

pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of

support). (Irfan,2010)

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen

tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang

tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan

bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas

secara efektif dan efisien.

Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan

statis: kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi

tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan

keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk

mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak.

Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari

integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan

somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot,

31

sendi, dan jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol

motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai

respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi

juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan,

kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.

Beberapa komponen pengontrol keseimbangan adalah:

a. Sistem Informasi Sensoris.

Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan

somatosensoris.

1) Visual.

Visual memegang peran penting dalam sistem

sensoris. Mata akan membantu agar tetap fokus pada

titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan

sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik

atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber

utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita

berada, penglihatan memegang peran penting untuk

mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai

lingkungan tempat kita berada.

Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar

yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan

informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau

bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan

32

aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis

untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

2) Sistem Vestibular.

Komponen vestibular merupakan sistem sensoris

yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol

kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris

vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada

sistem vestibular meliputi canalis semisircularis,

utrikulus, serta sakulus.

Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan

sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi

perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan

sudut.

Melalui refleks vestibulo-occular, mereka

mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat

obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan

melalui saraf cranialis VIII ke nukleus vestibular

yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus

tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke cerebellum,

formatio retikularis, thalamus dan corteks cerebri.

Nukleus vestibular menerima masukan (input)

dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan

serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular

menuju ke motor neuron melalui medula spinalis,

33

terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot

proximal.

Kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung

(otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat

cepat sehingga membantu mempertahankan

keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot

postural.

3) Somatosensoris.

Sistem somatosensoris terdiri dari tactil dan

proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi

propriosepsi disalurkan ke otak melalui columna

dorsalis medula spinalis.

Sebagian besar masukan (input) proprioseptif

menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke

corteks cerebri melalui lemniscus medialis dan

thalamus. Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh

dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang

datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat

indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang

beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls

dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan

lain , serta otot di proses di corteks menjadi kesadaran

akan posisi tubuh dalam ruang.

34

b. Respon Otot-Otot Postural yang Sinergis (Postural Muscles

Response Synergies).

Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada

waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan

untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur.

Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun

bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak

serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan.

Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya

akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja

secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu,

gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot yang sinergi

berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan

kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam

melakukan fungsi gerak tertentu.

c. Kekuatan Otot (Muscle Strength).

Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan

aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan

hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon

motorik.

Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan

otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal

force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot

sangat berhubungan dengan sistem neuromusculer yaitu

35

seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot

untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut

otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang

dihasilkan otot tersebut.

Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat

untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya

gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung

dengan kemampuan otot untuk melawan gaya garvitasi serta

beban eksternal lainnya yang secara terus menerus

mempengaruhi posisi tubuh.

d. Adaptive Systems.

Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris

dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat

sesuai dengan karakteristik lingkungan.

e. Lingkup Gerak Sendi (Joint Range Of Motion).

Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan

mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan

keseimbangan yang tinggi.

Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan

kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari

faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam

pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan

keseimbangan adalah : menyanggah tubuh melawan gravitasi dan

36

faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar

seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh

ketika bagian tubuh lain bergerak. Berikut ini beberapa Faktor penting

yang mempengaruhi keseimbangan.

a. Pusat Gravitasi (Center Of Gravity-COG).

Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda,

pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat

gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan

mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu

ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang.

Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah

atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri

tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan

belakang vertebra sakrum ke dua.

Gambar 2.3 Centre Of Gravity

Sumber : http://www.answers.com/topic/center-of-gravity, diakses 20 november 2012

Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor,

yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang

37

tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan

bidang tumpu, serta berat badan.

b. Garis Gravitasi (Line Of Gravity-LOG).

Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada

vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan

antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu

adalah menentukan derajat stabilitas tubuh.

c. Bidang Tumpu (Base Of Support-BOS).

Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang

berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis

gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan

seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area

bidang tumpu.

Gambar 2.4 Base Of Support

Sumber: http://dhaenkpedro.wordpress.com, diakses tanggal 20 November 2012

38

Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas.

Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding

berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan

pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.

d. Keseimbangan Berdiri.

Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat

berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body

mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak

berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain

(misalnya : melangkah).

Pengontrol keseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari

tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual,

vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor.

Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity

(membedakan pola dan bayangan) dan membedakan jarak.

Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol

keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi

datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai

pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf

pusat untuk respon sikap dan memberi keputusan tentang

perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya.

Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot

dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting untuk

mengatur keseimbangan saat berdiri statik maupun dinamik.

39

Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi

titik gravitasi, menata respon sikap, serta mengorganisasikan

respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi

sebagai perangkat biomekanik untuk merealisasikan respon

yang telah terprogram di pusat, yang terdiri dari unsur lingkup

gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina.

Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat

membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam

posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak,

hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang

biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan

diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan

yang menekan di bawah telapak kaki, yang di sebut pusat

tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika

berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari

bidang tumpu.

Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya

dengan : kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan

mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan

sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan

lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk

mencegah kelelahan. (Irfan,Muh,2009)

40

9. Bentuk Latihan

Latihan akan diberikan terhadap anak dengan penekanan pada

tiga unsur pendekatan yaitu bentuk latihan yang mengandung unsur

respons vestibular, fokus visual dan stimulus proprioseptif. Latihan

akan diberikan selama 45 menit dari keseluruhan latihan yang

mewakili jenis latihan yang telah disiapkan, beberapa metode latihan

akan diberikan mewakili ketiga unsur dan jenisnya akan disesuaikan

dengan kebutuhan pasien, masing-masing metode atau jenis latihan

membutuhkan waktu yang tidak sama namun secara keseluruhan

mencapai 45 menit, dalam hal jika anak menolak dengan acuan latihan

yang telah di sediakan bisa dilakukan modifikasi latihan tanpa

menghilangkan ketiga unsur yang diinginkan. Metode atau jenis

laihan yang di sediakan adalah sebagai berikut:

a. Rebounder

Adalah metode latihan dengan cara melompat-lompat pada

trampoline, dalam latihan ini anak di minta melompat-lompat

dalam bidang yang memantul. Efek dari latihan ini adalah

memberikan stimulasi proprioseptif, gaya lompatan

menyebabkan kontraksi dan tarikan tendon achiles serta

benturan sendi synovial pada tungkai, memberikan masukan

informasi sensoris proprioseptif memberikan efek pada

kelekatan tubuh terhadap posisi dimana terjadi kontraksi sesuai

antara kerja otot leher, otot trunk dan tungkai mempertahankan

posisi massa tubuh terhadap base of support, system lain yang

41

terlibat adalah system vestibular dan visual, keduanya

mengontrol keseimbangan tubuh terhadap ruang sehingga anak

mampu mempertahankan aktifitas tersebut tanpa terjatuh. Fungsi

otot yang teraktivasi adalah otot pada bagian leher berguna

mempertahankan kepala dalam posisi tegak, otot-otot pada trunk

dan abdominal keduanya membentuk keseimbangan otot

postural serta aktivasi otot tungkai terutama pada tendon achiles

dan tibialis anterior saat tubuh memantul.

Gambar 2.5 Rebounder

Sumber : Dokumen Pribadi, 2012

b. Swing

Adalah metode latihan dengan cara berayun, metode ini

memberikan efek keseimbangan dinamis dan stimulasi

proprioseptif dimana saat anak di posisikan berdiri diatas

ayunan terapis perlahan menggerakkan ayunan tersebut secara

perlahan dan ketika anak mampu berespons dengan baik

42

intensitas ayunan di tingkatkan sampai batas yang wajar. Efek

Ayunan yang sedemikian rupa mempengaruhi system

vestibular dalam menjaga alignment tubuh agar tidak terjatuh

serta posisi perpindahan massa tubuh (weight bearing)

memberikan dampak stimulasi proprioseptif , informasi

sensoris pada tungkai, trunk dan leher untuk menjaga tubuh

agar tidak terjatuh, meraih dan melempar bola dapat menambah

efek visual dalam meningkatkan fokus visual pada objek yang

dituju seperti anak diminta amerai dan melempar bola pada

tong dengan jarak 1 meter atau lebih.

Gambar 2.6 Swing

Sumber : Dokumen Pribadi, 2012

c. Jump.

Adalah jenis latihan melompat, yaitu anak mengikuti

aktivitas melompati balok kayu yang di pasang seperti aral

43

lintang, kemudian di akhir lompatan anak berdiri pada balok

dengan ketinggian 20 cm kemudian melempar dan

memasukkan bola pada tong dengan jarak 1 atau 2 meter, setalh

itu turun dengan melompat.

Metode ini mengandung unsur vestibular, visual dan

proprioseptif di mana ketiganya mempengaruhi tubuh untuk

menjaga keseimbangan serta rangsangan proprioseptif

mengaktivasi otot leher, trunk dan tungkai dalam menjaga

postur saat bergerak dinamis dan statis.

Gambar 2.7 Jump

(Sumber : Dokumen Pribadi, 2012)

d. Naik Tangga.

adalah jenis latihan dengan menaiki anak tangga, unsur

yang terlibat dalam metode ini adalah stimulasi proprioseptif

dengan perpindahan berat tubuh secara bergantian pada tungkai

kanan dan kiri, informasi proprioseptif juga memberikan

44

dampak teraktivasinya otot-otot trunk dan abdomen serta otot

leher guna menjaga dan memepertahankan postur dalam posisi

tegak. Unsur vestibular dan visual yang membantu tubuh dalam

keseimbangan dinamis dan fokus visual.

Gambar 2.8 Naik Tangga

Sumber : Dokumen Pribadi, 2012

e. Meraih dan Melempar Bola.

Adalah jenis latihan yang mengandung unsur

keseimbangan, focus visual dan stimulasi proprioseptif

tujuannya adalah untuk koordinasi lengan dan penglihatan

terhadap gerakan meraih yaitu meraih bola kemudian

melemparnya kedalam tong dalam jarak 1 atau 2 meter. Metode

ini dapat memberikan respon trunk control, dalam posisi ini

system vestibular dan informasi proprioseptif mengaktivasi otot

trunk, leher dan tungkai dalam menjaga tubuh untuk berdiri

tegak, saat ada gaya yang diakibatkan lengan meraih bola tubuh

membentuk posisi dimana terjadi weight bearing pada sisi

tungkai secara bergantian sesuai arah bola yang terapis berikan,

45

hal ini dapat memberikan nilai tambah pada ketiga kelompok

otot tersebut untuk berespons menjaga tubuh agar tidak

terjatuh.

Gambar 2.9 Meraih dan Melempar Bola

Sumber : Dokumen Pribadi, 2012

f. Physioball.

Adalah jenis latihan dengan mendudukkan pasien diatas

bola, terapis memagang sisi lateral dari pelvis untuk

memberikan gaya bagi tubuh untuk meresposn arah yang

terapis berikan, arah gaya di terjemahkan oleh tubuh pasien

dengan menjaga alignment tubuh untuk tetap segaris dengan

gravitasi secara vertikal. Efek yang di timbulkan adalah

aktivasi otot trunk dan abdominal serta otot-otot leher untuk

berespon terhadap perubahan gaya, kontraksi otot sebagai hasil

dari berubahan gaya tersebut untuk menjaga tubuh agar tetap

dalam posisi vertikal.

46

Gambar 2.10 PhysioBall

Sumber : Dokumen Pribadi, 2012

g. Rolling Board.

Adalah metode latihan dengan cara berdiri diatas board

silinder, metode ini memberikan efek keseimbangan dinamis

dan stimulasi proprioseptif dimana saat anak di posisikan

berdiri, terapis perlahan menggerakkan board kedepan dan

kebelakang secara perlahan. Efek yang sedemikian rupa

mempengaruhi system vestibular dalam menjaga alignment

tubuh tetap tegak serta posisi perpindahan massa tubuh (weight

bearing) memberikan dampak stimulasi proprioseptif ,

informasi sensoris pada tungkai, trunk dan leher untuk menjaga

tubuh agar berkontraksi sesuai arah gerakan yang diberikan.

47

Gambar 2.11 Rolling Board

Sumber : Dokumen Pribadi, 2012

h. Walking Board.

Adalah metode latihan dengan cara berjalan pada titian,

bentuk titian berupa trek lurus maupun horizontal. Latihan ini

memiliki unsur keseimbangan, visual dan stimulasi

proprioseptif.

Keseimbangan didapat dengan anak diminta berjalan

menelurusi trek yang telah di berikan, sedangkan perpindahan

masssa tubuh (weight bearing) memberikan efek stimulasi

proprioseptif, kontrol terhadap trek di dapat dari informasi

visual. Perencanaan gerak memberikan pengalaman bagi anak

dalam inisiasi gerak sesuai pola, otot otot yang terkativasi

adalah oot-otot pembentuk postural yaitu leher, trunk dan

48

tungkai, bersamaan dengan informasi sensoris yang didapat otot

beresposn sesuai guna mempertahankan tubuh agar tidak

terjatuh.

Gambar 2.12 Walking Board

Sumber : Dokumen pribadi, 2012

10. Test dan Pengukuran.

Pengukuran menggunakan Fungtional Reach Test. Adalah

model pengukuran yang di kembangkan oleh Duncan (1990) suatu

metode yang masih popular dan simple untuk mengukur fungsi

keseimbangan dan stabilitas postur. Metode ini telah di modifikasi

sebagai pediatric reach test yang dapat digunakan pada anak-anak.

a. Tujuan.

Untuk Mengatahui Stabilitas postural pasien dalam

mempertahankan keseimbangan berdiri saat pasien

mencondongkan ke arah depan secara maksimal tanpa adanya

perubahan BOS.

49

b. Alat yang diperlukan :

Adalah penanda dan penggaris

c. Prosedur Test :

Posisi pasien berdiri tegak rileks lengan diluruskan

kedepan dengan sisi menempel alat ukur. Fisioterapi menandai

titik awal kemudian pasien di intruksikan untuk meraih benda

sejauh yang ia mampu, dilakukan sebanyak tiga kali, nilai yang

digunakan adalah nilai yang terjauh, jarak di ukur dari ujung

jari awal ke jarak capaian maksimal (finger to finger).

Gambar 2.13 Functional Reach Test Measuring

Sumber : Kage, 2009

B. Kerangka Berpikir

Autism dianggap sebagai impairment in developmental processes atau

neuro behavioral disorders, tidak hanya mengalami gangguan perkembangan

kognisi dan perilaku tetapi juga adanya gangguan pemprosesan sensori atau

50

disebut sebagai sensory disorders serta keterlambatan dalam perkembangan

sensomotorik.

gangguan pada senso-motor berdampak pada gangguan musculoskletal

dalam hal ini gangguan yang timbul adalah, adanya kelemahan otot dan

gangguan fleksibilitas, keduanya menyebabkan fungsi otot dan mobilitas sendi

menurun, sehingga gerakan selektif terganggu. Ketiadaan gerakan selektif

menyebabkan anak cenderung inaktif dan passive. Sedangkan bagi yang

hiperakti, gerakan yang terbentuk tanpa konsep dan arah, anak cenderung

tidak bisa diam dan sulit diarahkan.

Gangguan neuromuscular menyebabkan terganggunya kontrol

motorik, ketiadaan control motorik menyebabkan anak cenderung inaktiv

akibatnya tonus postural menurun menyebabkan stabilitas sendi menurun,

gangguan koordinasi menyebabkan gerakan volunteer terganggu, abnormalitas

pola gerak menyebabkan lingkup gerakan yang terbatas, inisisasi gerak

terganggu menyebabkan gerakan selektif terganggu.

Gangguan pemrosesan sensori terdapat dua gangguan yang

menyebabkan gangguan postural control yaitu Sensori discrimination

disorder dan sensory base motor disorder.

Sensori discrimination disorder mengakibatkan gangguan informasi

proprioseptif, visual dan vestibular dari gangguan ini menyebabkan

terganggunya joint positioning dan body awareness, serta adanya gangguan

fokus visual terhadap objek.

51

Sensory base motor disorder yang menyebabkan dyspraksia dan

gangguan postural, adanya dyspraxia menyebabkan inisiasi gerak terganggu

sedangkan gangguan postural menyebabkan instability postural.

Latihan yang diberikan dalam gangguan postural control ini adalah

dengan pemberian latihan keseimbangan dan stimulasi proprioseptif. Jenis

latihan yang disiapkan memiliki unsur keseimbangan dan stimulasi

proprioseptif.

Latihan keseimbangan berguna dalam meningkatkan kemampuan otot-

otot stabilisator, meningkatkan aktifitas volunteer motorik dan bersama-sama

melatih fokus visual terhadap objek.

Stimulasi proprioseptif berdampak pada join positioning, stimulasi

respon motorik, dan berkontribusi pada bangkitnya postural reflex, joint

stabilization, dan kontrol motorik.

Dengan demikian dari pemberian latihan tersebut diharapkan anak

dapat meningkatkan kemampuan kontrol motorik, mampu menjaga

keseimbangan dan stabilitas posturnya.

52

Skema 2.1 Kerangka Berpikir

53

C. Kerangka Konsep

1. Variable Dependent : Latihan Keseimbangan Dan Stimulasi

Proprioseptif

2. Variable Independent : Peningkatan Postural Control

3. Konsep Penelitian

Skema 2.2 Konsep Penelitian

Keterangan :

N = Populasi

R = Randomisasi

n = Sampel

Q1 = Pretest ( Sebelum intervensi)

Q2 = Posttest ( Setelah intervensi)

P. = Perlakuan

D. Hipotesis

Dalam gambaran diatas, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini :

“Pemberian latihan keseimbangan dan stimulasi proprioseptif

meningkatkan postural control pada anak dengan autism”

R N n Q1

P Q2