bab ii kepustakaan a. tinjauan umum...

31
13 BAB II KEPUSTAKAAN A. Tinjauan Umum Zakat Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk membantu masyarakat lain, menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas, sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena zakat dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi untuk membangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukkan bagi kepentinganseluruh masyarakat. Zakat merupakan bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Bahkan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq orang-orang yang enggan berzakat diperangi sampai mereka mau berzakat. Itu karena kewajiban berzakat sama dengan kewajiban mendirikan sholat. 1. Konsep zakat dan dasar hukumnya Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan orang arab kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zakat yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji, yangsemua arti ini digunakan didalam menerjemahkan Al-Qur’an dan Hadits. 15 15 Muhammad dan Ridwan Mas’ud (2005). Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. (Yogyakarta: UII Press), Hal. 33-34.

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 13

    BAB II

    KEPUSTAKAAN

    A. Tinjauan Umum Zakat

    Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk

    membantu masyarakat lain, menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah

    hingga kalangan atas, sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang

    tertindas karena zakat dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh

    karena itu, zakat sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi

    untuk membangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah

    yang diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukkan bagi

    kepentinganseluruh masyarakat.

    Zakat merupakan bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Bahkan pada

    masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq orang-orang yang enggan berzakat diperangi

    sampai mereka mau berzakat. Itu karena kewajiban berzakat sama dengan kewajiban

    mendirikan sholat.

    1. Konsep zakat dan dasar hukumnya

    Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan orang arab kata zakat merupakan kata

    dasar (masdar) dari zakat yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji, yangsemua

    arti ini digunakan didalam menerjemahkan Al-Qur’an dan Hadits.15

    15 Muhammad dan Ridwan Mas’ud (2005). Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan

    Ekonomi Umat. (Yogyakarta: UII Press), Hal. 33-34.

  • 14

    Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta

    tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk

    dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan

    tertentu pula.16

    Kaitan antara makna bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa

    setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah,

    tumbuh dan berkembang. Dalam penggunaannya, selain untuk kekayaan, tumbuh dan

    suci disifatkan untuk jiwa orang yang menunaikan zakat. Maksudnya, zakat itu akan

    mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahalanya. Sedangkan

    dalam istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan dari

    golongan kaya kepada golongan tidak punya.17

    Adapun pengertian zakat menurut syara’ para ulama berbeda pendapat :

    a. Menurut Yusuf Qardawi zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan

    Allah SWT dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan

    syarat tertentu.18

    b. Dalam UU No.38 Tahun 1999, zakat adalah harta yang wajib disisihkanoleh

    seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan

    ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

    16 Dikutip oleh K. H. Didin Hafidhhuddin (2002) dalam buku, Zakat Dalam Perekonomian

    Modern. (Jakarta: Gema Insani), Hal. 7. 17Ibid hal 42. 18 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung; Remaja Rosda Karya: 2006) Cet 1, Hal

    77.

  • 15

    c. Menurut Sayyid Sabiq zakat adalah nama harta yang dikeluarkan manusia dari

    hak Allah untuk diberikan kepada fakir miskin.19

    Dari pengertian di atas dapat kita fahami, bahwa zakat adalah ibadah fardhu

    yang wajib bagi setiap muslim melalui harta benda dengan syarat-syarat tertentu.

    Zakat adalah ibadah fardhu yang setara dengan shalat karena ia adalah salah satu

    termasuk rukun Islam.

    Dalam al-Qur’an disebutkan tentang wajibnya zakat, diantaranya sebagai

    berikut:

    لَٰوةَ وَ ِكِعيَن َوأَقِيُمواْ ٱلصَّ َكٰوةَ َوٱۡرَكعُواْ َمَع ٱلرَّٰ َءاتُواْ ٱلزَّ“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang

    yang ruku'.”20

    ُسوَل لَعَلَُّكۡم تُۡرَحُموَن َكٰوةَ َوأَِطيعُواْ ٱلرَّ لَٰوةَ َوَءاتُواْ ٱلزَّ َوأَقِيُمواْٱلصَّ

    “Dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul,

    supaya kamu diberi rahmat.”21.

    Zakat dari segi istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan

    Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak, di samping berarti mengeluarkan

    jumlah tertentu itu sendiri. Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat

    karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti dan

    melindungi kekayaan itu dari kebinasaan,22 sesuai firman Allah:

    ُ يِهم بَِها َوَصل ِ َعلَۡيِهۡمۖۡ إِنَّ َصلَٰوتََك َسَكٞن لَُّهۡمۗۡ َوٱّللَّ ُرُهۡم َوتَُزك ِ ِلِهۡم َصدَقَٗة تَُطه ِ َسِميعل َعِليمل ُخۡذ ِمۡن أَۡمَوٰ “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

    membersihkan dan mensucikan mereka dengannya”23

    19 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Farul Fikr;Beirut:1996) Cet 2, Hal.176’ 20Q.S., Al-Baqarah (43). 21Q.S., An-Nur [24]:56. 22Ibid. 23 Q.S., At-Taubah [9]:103.

  • 16

    Adapun dalam Al-Hadits diantaranya yaitu ketika Rasulullah mengutus Mu’adz

    bin Jabal ke Yaman untuk menjadi wali negara dan sebagai hakim adalah:

    “Rasulullah sewaktu mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman

    (yang telah ditaklukkan oleh umat Islam) bersabda: Engkau datang kepada kaum

    ahli kitab ajaklah mereka kepada syahadat, bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada

    Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Jika

    mereka taat kepada itu, beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah mewajibkan

    mereka melakukan shalat lima waktu sehari semalam.

    Jika mereka telah taat untuk itu, beritahukan kepada mereka, bahwa Allah

    mewajibkan mereka menzakati harta mereka. Yang zakat itu diambil dari yang kaya

    dan dibagikan kepada fakir-fakir. Jika mereka telah taat untuk itu, maka hati-hatilah

    (janganlah) mengambil yang baik-baik saja (bila kekayaan itu bernilai tinggi, sedang

    dan rendah, maka zakatnya harus meliputi nilai-nilai itu) hindari doanya orang yang

    madhlum (teraniaya) karena diantara doa itu dengan Allah tidak tertandingi (pasti

    dikabulkan)” 24

    2. Harta yang wajib dikeluarkan zakat.

    Adapun harta yang wajib Dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut :

    1. Emas, perak, dan mata uang

    2. Harta perniagaan

    3. Binatang ternak

    4. Buah-buahan dan biji-bijian yang dapat dijadikan makanan pokok

    5. Barang tambang dan barang temuan25

    Harta tersebut diatas wajib untuk dibayarkan zakatnya, apabila telah memenuhi

    syarat-syarat wajibnya, yaitu :

    a. Islam

    24Pedoman Zakat, (Jakarta: Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf, 1985/1986), Hal.108. 25 Muhammad Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang ;PT karya Toha Putra) Cet 1, Hal. 349.

  • 17

    b. Baligh dan berakal sehat, sedangkan anak-anak dan orang yang tidak

    waras akalnya hartanya wajib dizakati oleh walinya masing-masing

    c. Sampai nisab dengan milik sempurna, yang dimaksud dengan nisab adalah

    suatu jumlah tertentu bagi setiap jenis harta yang termasuk wajib zakat,

    selain dari kebutuhan hidup sehari-hari, seperti sandang, pangan, papan,

    kendaraan dan alat-alat kerja.

    3. Mustahik Zakat.

    Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang batasan orang yang menerima zakat

    adalah:

    قَاِب ِمِليَن َعلَۡيَها َوٱۡلُمَؤلَّفَِة قُلُوبُُهۡم َوفِي ٱلر ِ ِكيِن َوٱۡلعَٰ ُت ِلۡلفُقََرآِء َوٱۡلَمَسٰدَقَٰ ِرِميَن َوفِي َسبِيِل إِنََّما ٱلصَّ َوٱۡلغَٰ

    ُ َعِليمل َحِكيمٞ ِۗۡ َوٱّللَّ َن ٱّللَّ ِ َوٱۡبِن ٱلسَّبِيِلۖۡ فَِريَضٗة م ِ .ٱّللَّSesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

    miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk

    (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk

    mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan

    Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.26

    Ayat ini dengan tegas menerangkan delapan golongan yang berhak menerima

    zakat tersebut, yaitu orang-orang fakir, miskin, mereka yang bekerja

    mengumpulkannya (amil), mereka yang masih dijinakkan hatinya (mualaf), yang

    berada dalam perbudakan, mereka yang berutang, orang yang berjuang di jalan Allah,

    dan orang yang terlantar di jalanan.27 Secara khusus Imam Syafi’i memprioritaskan

    pemberiaan zakat kepada fakir miskin sampai mencukupi kebutuhannya, jauh lebih

    26 At-Taubah [9]: 60. 27 Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, cet. Ke-1 ( Jakarta: Kencana, 2006). Hal. 492.

  • 18

    baik dari pada membagi-bagikannya dalam jumlah yang sedikit kepada seluruh

    golongan (asnaf).28

    Adapun penjelasan mengenai golongan penerima zakat adalah sebagai berikut:

    1) Orang-orang fakir

    Menurut mazhab hanafi ialah orang yang tidak memiliki apa-apa di

    bawah nilai nishab menurut hukum zakat yang sah, atau nilai sesuatu yang

    dimiliki mencapai nishab atau lebih, yang terdiri dari perabot rumah tangga,

    barang-barang, pakaian, buku-buku sebagai keperluan pokok sehari-hari.29

    2) Orang miskin

    Sedang pengertian miskin menurut mazhab Hanafi ialah mereka yang

    tidak memiliki apa-apa. Dan inilah yang mashur. Jadi pengertian fakir dan

    miskin menurut ulama’ Hanafi adalah:

    a) Yang tidak punya apa-apa.

    b) Yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebihan.

    c) Yang memiliki mata uang kurang dari nishab.

    d) Yang memiliki kurang dari nishab selain mata uang, seperti empat

    ekor unta, tiga puluh sembilan ekor kambing, yang nilainya tidak

    sampai dua ratus dirham.30

    28 Dalam Noor Aflah.(et.al.,). Zakat dan Peran Negara. (Jakarta: Forum Zakat, 2006). Hal.148. 29 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet. Ke-3 alih bahasa Salam Harun, Didin Hafidhuddin, dan

    Hasanudin (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1993), Hal. 512. 30Ibid. hal. 513.

  • 19

    Menurut imam mazhab yang tiga, fakir dan miskin adalah mereka

    yang kebutuhannya tak tercukupi. Yang disebut fakir adalah mereka yang

    tidak mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi

    keperluannya: sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala keperluan pokok

    lainnya, baik untuk diri sendiri atau mereka yang jadi tanggungannya. Yang

    disebut miskin adalah, yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam

    memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tetapi

    tidak sepenuhnya tercukupi, seperti misalnya yang diperlukan sepuluh, tapi

    yang ada hanya tujuh atau delapan, walaupun sudah masuk satu nishab atau

    beberapa nishab.31

    Sedang untuk pendistribusiannya fakir dan miskin dibagi menjadi dua:

    a) Orang miskin yang sanggup bekerja dan mencari nafkah, juga dapat

    mencukupi dirinya sendiri seperti tukang, pedagang dan petani. Akan

    tetapi mereka kekurangan alat pertukangan atau modal untuk

    berdagang, atau kekurangan tanah, alat pertanian dan pengairan. Maka

    mereka wajib diberi sesuatu yang memungkinkannya dapat mencari

    nafkah yang hasilnya dapat mencukupi sepanjang hidup, sehingga

    mereka tidak membutuhkan zakat lagi untuk membeli hal-hal yang

    diperlukan dalam melangsungkan usahanya, baik sendiri-sendiri

    maupun bersama.

    31Ibid. hal 518.

  • 20

    b) Orang miskin yang tidak mampu mencari nafkah, seperti orang

    lumpuh, orang buta, orang tua, janda, anak-anak dan sebagainya.

    Kepada mereka boleh diberikan zakat secukupnya. Misalnya diberi

    gaji tetap yang dapat untuk setiap tahun, bahkan baik juga diberikan

    bulanan apabila dikuatirkan orang itu berlaku boros atau mengeluarkan

    uang diluar kebutuhan penting.

    B. Konsep Dan Undang-undang Tentang Pengelolaan Zakat Produktif

    1. Definisi Zakat Produktif

    Kata produktif secara bahasa berasal dari bahasa Inggris “productive” yang

    berarti banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil, menghasilkan barang-barang

    berharga, yang mempunyai hasil baik.32

    Pengertian produktif berkonotasi kepada kata sifat. Kata sifat akan jelas

    maknanya ketika digabungkan dengan kata yang disifatinya. Dalam hal ini kata yang

    disifatinya adalah kata zakat, sehingga menjadi zakat produktif yang artinya zakat di

    mana dalam pendirtribusiannya bersifat produktif lawan dari konsumtif.

    Zakat produktif adalah pendayagunaan zakat secara produktif, yang

    pemahamannya lebih kepada bagaimana cara atau metode menyampaiakan dana

    32 Oxford Dictionaries Online. Definition of Productive in English. (Oxford Dictionary)

    http://www.oxforddictionaries.com diakses Tanggal 05 Juni 2016.

    http://www.oxforddictionaries.com/

  • 21

    zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas, sesuai dengan ruh dan tujuan

    syara’.33

    Dengan demikian zakat produktif adalah zakat di mana harta atau dana zakat

    yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan

    digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka

    dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus.34

    Sementara menurut Mu’inan Rafi’; zakat produktif adalah harta zakat yang

    dikumpulkan dari muzakkitidak habis dibagikan sesaat begitu saja untuk memenuhi

    kebutuhan yang bersifat konsumtif, melainkan harta zakat itu sebagian ada yang

    diarahkan pendayagunaannya kepada yang bersifat produktif. Dalam arti harta zakat

    itu didayagunakan (dikelola), dikembangkan sedemikian rupa sehingga bisa

    mendatangkan manfaat (hasil) yang akan digunakan dalam memenuhi kebutuhan

    orang yang tidak mampu (terutama fakir miskin) tersebut dalam jangka panjang.35

    Mengenai pendayagunaan zakat secara produktif ini, sebagian ulama dari

    golongan Syafi’iyyah mengemukakan sebagai berikut:

    “orang fakir dan miskin diberi harta zakat yang cukup untuk biaya selama

    hidupnya menurut ukuran umum yang wajar. Atau dengan harta zakat itu fakir miskin

    dapat membeli tanah/ lahan untuk kemudian digarapnya. Pemerintah juga dapat

    membelikan tanah/ lahan bagi fakir miskin dengan harta zakat, seperti halnya kepada

    tentara yang berperang (sabilillah). Demikian tadi apabila fakir miskin tidak

    mempunyai keterampilan berusaha (bekerja). Adapun bagi fakir miskin yang

    mempunyai keterampilan atau kemampuan berusaha, maka mereka diberi zakat yang

    dapat dipergunakan untuk membeli alat-alatnya. Dan bagi yang mempunyai

    keterampilan untuk berdagang, maka mereka diberi zakat yang dapat dipergunakan

    untuk modal dagang, sehingga keuntungannya dapat mereka gunakan untuk

    memenuhi kebutuhan hidupnya yang wajar” 36.

    33 Asnaini, Op.Cit. hal. 64. 34Ibid. 35 Mu’inan Rafi’, Op.Cit. hal.132. 36Ibid.

  • 22

    Dari paparan tersebut di atas, pola penyaluran harta zakat dapat dikelompokkan

    menjadi dua kategori bagian fakir miskin, kategori pertama yaitu mereka diberi harta

    zakat yang cukup untuk biaya selama hidupnya menurut ukuran umum yang wajar

    atau dengan harta zakat itu fakir miskin dapat membeli tanah atau lahan untuk

    kemudian digarapnya. Adapun kategori kedua mereka fakir miskin yang mempunyai

    keterampilan atau kemampuan usaha, maka mereka diberi harat zakat yang dapat

    dipergunakan untuk membeli alat-alatnya. Dalam arti apabila mereka mempunyai

    kemampuan untuk berdagang, maka mereka diberikan zakat yang dapat dipergunakan

    untuk modal dagang, sehingga keuntungannya dapat mereka gunakan untuk

    memenuhi kebutuhan hidupnya yang wajar.

    Pengembangan zakat produktif ini disesuaikan dengan perkembangan zaman

    dan berdasarkan pada kemaslahatan dan tidak lepas dari tuntunan syari’at Islam.

    Sehingga konsepsi zakat itu bisa tersalurkan dalam setiap penentuan kebijaksanaan

    pendayagunaan zakat serta tidak mengaburkan arti dari konsepsi zakat itu sendiri.37

    Hal ini seirama dengan qaidah:38

    األصل في األشياء اإلباحة Artinya: asal dari sesuatu itu adalah boleh.

    Dari qaidah tersebut dapat diambil pengertian bahwa sesuatu yang berhubungan

    dengan mu’amalah seorang hamba di beri kebebasan untuk mencapai kemaslahatan.39

    37Ibid.hal.142. 38 Nasrun Haroen. Ushul Fiqh I, cet. Ke-3, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001). Hal.137. 39 Mu’inan Rafi’. Op.Cit. hal.143.

  • 23

    Selain ulama yang membolehkan pendayagunaan zakat produktif ada pula

    sebagian ulama yang tidak membolehkan zakat produktif secara mutlak. Ini adalah

    pendapat Majma’ al-Fiqh al-Islamy Rabithah al-Alam al-Islamy, pada pertemuannya

    yang ke-15, di Mekkah pada tanggal 11 Rajab1419 / 31 Oktober 1998. Dan dalil-dalil

    mereka adalah sebagai berikut:

    َوآتُوا َحقَّهُ يَْوَم َحَصاِدهِ

    ” Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetiknya”. (Qs. al-An’am: 141)

    Ayat di atas menunjukkan bahwa zakat harus segera dibayarkan ketika panen.

    Ini menunjukkan larangan mengundurkan pembayaran zakat kepada yang berhak,

    walaupun dengan alasan diinvestasikan.

    Kedua: Perintah membayarkan zakat sifatnya segera tidak boleh diundur. Ini

    berdasarkan kaidah ushul fiqh yang berbunyi:

    األَِصُل فِي اأْلَْمِر َعلَى اْلفَْورِ

    “Pada dasarnya perintah itu menunjukkan pelaksanaannya harus segera.“

    Ketiga: Hadist ‘Uqbah bin al-Harist radhiyallahu ‘anhu berkata

    ُ َعلَْيِه َوَسلََّم بِاْلَمِدينَِة اْلعَْصَر فََسلَّمَ ُُمَّ قَاَم ُمْسِرعاا َعْن ُعْقبَةَ قَاَل َصلَّْيُت َوَراَء النَّبِيِ َصلَّى اّللَّ

    ى أَنَُّهْم ِض ُحَجِر نَِسائِِه فَفَِزَع النَّاُس ِمْن ُسْرَعتِِه فََخَرَج َعلَْيِهْم فََرأَ فَتََخطَّى ِرقَاَب النَّاِس إِلَى بَعْ

    تِهِ َعِجبُوا ِمْن ُسْرَعتِِه فَقَاَل ذََكْرُت َشْيئاا ِمْن تِْبٍر ِعْندَنَا فََكِرْهُت أَْن يَْحبَِسنِي فَأََمْرُت بِِقْسمَ

    “Dari 'Uqbah berkata, "Aku pernah shalat 'Ashar di belakang Nabi shallallahu

    'alaihi wasallam di kota Madinah. Setelah salam, tiba-tiba beliau berdiri dengan

    tergesa-gesa sambil melangkahi leher-leher orang banyak menuju sebagian kamar

    isteri-isterinya. Orang-orang pun merasa heran dengan ketergesa-gesaan beliau.

    Setelah itu beliau keluar kembali menemui orang banyak, dan beliau lihat orang-

  • 24

    orang merasa heran. Maka beliau pun bersabda: "Aku teringat dengan sebatang

    emas yang ada pada kami. Aku khawatir itu dapat menggangguku, maka aku

    perintahkan untuk dibagi-bagikan." (HR. Bukhori)

    Hadist di atas menunjukkan bahwa zakat harus segera dibagikan kepada yang

    berhak, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam tergesa-gesa pulang ke rumah

    untuk membagikan harta kepada yang berhak, padahal beliau baru saja selesai sholat.

    Seandainya pembayaran zakat boleh diundur-undur, tentunya tidak tergesa-gesa

    seperti itu untuk membagikan zakat.

    Uang zakat sebenarnya milik delapan golongan yang disebut Allah di dalam al-

    Qur’an, oleh karena itu jika ingin diinvesatasikan, maka dikembalikan kepada

    mereka, bukan kepada lembaga-lembaga zakat. Di dalam investasi uang zakat

    terdapat ketidakjelasan pada hasilnya, bisa untung atau rugi. Jika mendapat kerugian,

    maka akan merugikan para fakir miskin dan golongan lain yang berhak mendapatkan

    zakat, sehingga hak mereka menjadi hilang.

    Dalam perspektif hukum islam menunjukkan bahwa dalam menghadapi

    masalah-masalah yang tidak jelas dalam rinciannya dalam Al Quran atau petunjuk-

    petunjuk yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammada S.A.W penyelesaiannya adalah

    dengan metode ijtihad. Ijtihad adalah pemakaian akal dengan tetap berpedoman pada

    Al Quran dan Hadits.

    Dalam sejarah hukum islam dilihat bahwa ijtihad diakui sebagai sumber hukum

    setelah Al Quran dan Hadits. Apalagi problematika zakat tidak pernah absen dan

  • 25

    selalu menjadi topik pembicaraan umat islam, topik aktual dan akan terus ada selagi

    umat islam ada. Fungsi sosial , ekonomi dan pendidikan dari zakat bila

    dikembangkan dan di budidayakan sebaik-baiknya akan dapat mengatasi masalah

    sosial , ekonomi dan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa.

    Disamping itu zakat merupakan sarana bukan tujuan, karenanya dalam

    penerapan rumusan-rumusa tentang zakat harus ma’quluhu al ma’na atau rasional.

    Dia termasuk bidang fiqih yang selama penerapannya harus dipertimbangkan kondisi

    dan situasi serta senafas dengan tuntutan dan perkembangan zaman, kapan dan

    dimana dilaksanakan.

    Zakat produktif merupakan pengembangan model zakat dalam rangka

    penanganan fakir miskin dan kualitas umat. Negara menjamin kemerdekaan

    penduduknya untuk beribadah sesuai agamanya masing-masing, artinya

    pengembangan model zakat menjadi zakat produktif mendapatkan legitimasi dari

    negara atas kepentingan penanganan fakir miskin.

    2. Bentuk-Bentuk Pendayagunaan Zakat Produktif

    Salah satu tujuan nasional yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-

    undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah “memajukan

    kesejahteraan umum”. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, bangsa Indonesia

    senantiasa melaksanakan pembangunan, baik yang bersifat material maupun yang

    bersifat mental spritual. Pembangunan yang bersifat mental spritual, antara lain

  • 26

    melalui pembangunan di bidang agama dalam menciptakan suasanan kehidupan

    beragama yang penuh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.40

    Dalam sila pertama Pancasila menyatakan dengan jelas bahwa Negara ini

    berdiri atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dan di tegaskan lagi dalam Undang-

    undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1,

    selanjutnya dalam ayat 2 mengenai kebebasan beribadat menurut agama dan

    kepercayaan masing-masing, adalah sebagai berikut;

    1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

    2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

    masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.

    Dalam pasal 34 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    menyebutkan bahwa; Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

    Penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan

    yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat dalam bentuk

    kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk

    memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.41

    Salah satu upaya penanganan fakir miskin ialah dengan pemberdayaan zakat

    produktif, seperti yang disebutkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011

    tentang Pengelolaan Zakat, pada pasal 27 (1) yang berbunyi; Zakat dapat

    40 Seman Widjoyo.(et.al.,). Problematika Zakat Kontemporer (Artikulasi Proses Sosial Politik

    Bangsa), (Jakarta: Forum Zakat, 2003). Hal.27. 41 Pasal 1 (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

  • 27

    didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan

    peningkatan kualitas umat.

    Hertanto Widodo berpendapat tiga model pendayagunaan zakat produktif yang

    dapat diberikan oleh Lembaga Amil Zakat:42

    a. Bentuk hibah. Zakat pada dasarnya diberikan sebagai hibah (bantuan) yang

    artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahik setelah

    penyerahan zakat.

    b. Bentuk dana bergulir al-qarḍ al-hasan, di mana zakat diberikan berupa dana

    bergulir (pinjaman) oleh pengelola kepada mustahik dengan akad al-qarḍ al-

    hasan. Pada pola ini tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan

    mustahikbagi pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah

    pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan.

    c. Bentuk pembiayaan, walaupun dalam pelaksanaannya penyaluran zakat

    model ini tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Artinya tidak boleh ada

    ikatan seperti ṣhohibulmaal dengan muḍhorib dalam penyaluran zakat.

    Sementara Direktorat Pemberdayaan Zakat, Direktorat Jenderal Bimbingan

    Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI membagi pola zakat produktif dengan 2

    skema yaitu:43

    a. Skema qardul hasan, yaitu salah satu bentuk pinjaman yang menetapkan

    tidak adanya tingkat pengembalian tertentu dari pokok pinjaman. Namun

    42 Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan, Akutansi & Manajemen Keuangan untuk Oganisasi

    Pengelola Zakat, cet. Ke-1,(Bandung: Institut Manajemen Zakat, 2001), Hal. 86. 43Kementerian Agama RI.(II).Op.Cit. hal. 84.

  • 28

    jika peminjam dana tersebut tidak mampu mengembalikan pinjaman

    pokok tersebut, maka peminjam tersebut tidak dapat dituntut atas

    ketidakmampuannya mengembalikan pinjaman, karena pada dasarnya

    dana tersebut adalah hak mereka.

    b. Skema mudharabah, berarti lembaga pengelola zakat membuat terobosan

    dengan bertindak sebagai investor yang menginvestasikan dana hasil

    pengumpulan zakat kepada mustahik sebagai peminjam dana dengan

    angsuran pinjaman dan tingkat pengembalian yang dibayarkan menurut

    kesepakatan. Hasil keuntungan dari usaha tersebut dikembangkan dan

    diperluas bagi mustahik yang lain, sehingga terdapat pemerataan bagi

    usaha produktif yang menguntungkan.

    Sesuai dengan pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang

    Pengelolaan Zakat bahwa, Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam

    rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Namun, ia harus

    dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Ketentuan lebih lanjut

    mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif diatur dengan Peraturan

    Menteri.Hal ini sesuai dengan asas pengelolaan zakat, yaitu:

    1. Syariat Islam

    2. Amanah

    3. Kemanfaatan

    4. Keadilan

    5. Kepastian hukum

  • 29

    6. Terintegrasi

    7. Akuntabilitas

    Dengan menerapkan asas-asas pengelolaan zakat, diharapkan dapat mencapai

    tujuan pengelolaan zakat itu sendiri.44 Dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 23

    Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dijelaskan bahwa pengelolaan zakat

    bertujuan:

    a. Meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat;

    dan

    b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahtraan masyarakat

    dan penanggulangan kemiskinan.

    Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan

    berdasarkan persyaratan sebagai berikut:45

    a. Apabila pendayagunaan zakat sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat

    kelebihan.

    b. Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.

    c. Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.

    Penyaluran/ pendistribusian zakat dalam bentuk ini adalah bersifat bantuan

    pemberdayaan melalui program atau kegiatan yang berkesinambungan dengan dana

    bergulir untuk memberi kesempatan penerima dana lebih banyak lagi.

    44Kementerian Agama RI (II).Op.Cit. hal.77. 45Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat

    Pemberdayaan Zakat. Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Zakat. (Jakarta: 2007). (III). Hal.27..

  • 30

    Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif

    ditetapkan sebagai berikut:

    1. Melakukan studi kelayakan

    2. Menetapkan jenis usaha produktif

    3. Melakukan bimbingan dan penyuluhan

    4. Melakukan pemantauan, pengendalian, dan pengawasan

    5. Mengadakan evaluasi

    6. Membuat pelaporan. 46

    3. Zakat Produktif Dalam Pasal 27 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011

    Dalam hal ini pemerintah telah membuat aturan atau tata cara pengelolaan zakat

    yang dimuat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 yang menyempurnakan

    Undang-Undang mengenai zakat sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 38 Tahun

    1999. Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 masih berlaku selagi tidak bertentangan

    dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011. Peraturan mengenai pendayagunaan

    Zakat ini diatur dalam Bab V tentang pendayagunaan Zakat pasal 16 dan 17 Undang-

    Undang No. 38 Tahun 1999 dan bab III Bagian ketiga tentang pendayagunaan Zakat

    Pasal 27 Ayat 1-3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 mengenai pengelolaan Zakat

    dan bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut :

    1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan

    fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.

    46Ibid. hal. 53.

  • 31

    2. Pendayagunaan untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

    3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

    Penjelasan atas Pasal 27 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang

    pengelolaan zakat tersebut : Ayat (1) Yang dimaksud dengan “usaha produktif “

    adalah usaha yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan

    masyarakat. Dan yang dimaksud dengan “peningkatan kualitas umat” adalah

    peningkatan sumber daya manusia. Ayat (2) Kebutuhan dasar mustahik meliputi

    kebutuhan pangan, sanang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Ayat (3) Cukup

    jelas.

    Terbitnya Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23

    Tahun 2011 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014, menjadi acuan

    yuridis dalam memaksimalkan pengelolaan zakat. Ada dua agenda strategis yang

    harus dilakukan Kementrian Agama setelah dikeluarkannya PP ini, yaitu sosialisasi

    PP dan membuat regulasi turunannya. Dari ketentuan yang tercantum dalam PP ,

    setidaknya tujuh regulasi setingkat Peraturan Menteri yang sudah harus diterbitkan

    dalam jangka waktu paling lambat satu tahun sesuai batas waktu yang sudah

    ditentukan dalam PP.

    Ada tujuh PMA yang harus ditindaklanjuti, yaitu: (1) Peraturan Menteri Agama

    (PMA) tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah; (2)

    PMA tentang Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif; (3) PMA Tentang

  • 32

    Pembentukan Tim dan Tata Cara Seleksi Calon Anggota BAZNAS; (4) PMA

    Tentang Kedusukan, Tugas , Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat dan Unit

    Pelaksanaan BAZNAS; (5) PMA tentang Pembentukan Baznas Provinsi; (6) PMA

    tentang Pembentukan Organisasi BAZNAS Kabupaten/Kota; (7) PMA tentag Tata

    Cara Pengenaan Sanksi Administratif BAZNAS dan LAZ.47

    Peraturan-peraturan inilah yang bakal menjadi acuan pngelolaan zakat untuk

    BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, dan Laz. Pedoman

    pengelolaan tersebut memuat norma, standar, dan prosedur dalam perencanaan,

    pelaksanaan dan pengkoordinasian pengumpulan, pendistribusian, dan

    pendayagunaan zakat di tanah air. Bahkan Kementrian Agama sudah menyusun

    Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang pendayagunaan zakat untuk usaha

    produktif, meskipun rancangan ini masih mempunyai ketentuan hukum tetap tetapi

    bisa jadi pengantar hukum untuk menjalankan pengelolaan zakat produktif.

    Rancangan Peraturan Menteri Agama tersebut tercantum dalam Pasal 9 dan 10 bahwa

    :

    Pasal 9

    1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan

    fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.

    2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

    47http://Kementerian Agama Segera Tindak Lanjuti Peraturan Pemerintah Zakat_ Direktorat

    Jendral Bimbingan Masyarakat Islam htm, akses 05 Juni 2016.

    http://kementerian/

  • 33

    Pasal 10

    1. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan berdasarkan :

    a. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik dan kelayakan usahanya.

    b. Mendahulukan mustahik yang paling tidak berdaya secara ekonomi dan

    sangat memerlukan bantuan usaha.

    c. Mendahulukan mustahik diwilayahnya.

    2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif berdasarkan persyaratan sebagai

    berikut :

    a. Apabila kebutuhan pokok mustahik telah terpenuhi dan masih ada kelebihan

    dana zakat.

    b. Terdapat usaha nyata yang menguntungkan.

    c. Bentuk usaha sesuai dengan syariat islam.

    3. Prosedur pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagai berikut :

    a. Melakukan studi kelayakan.

    b. Menetapkan jenis usaha produktif.

    c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan.

    d. Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan.

    e. Mengadakan evaluasi.

    f. Membuat laporan.48

    48http://www.forumzakat.net/download/DRAFT PMA UU PENGATURAN ZAKAT BARU.

    pdf, diakses 3 Mei 2015.

    http://www.forumzakat.net/download/DRAFT

  • 34

    C. Tinjauan Umum Badan Amil Zakat Nasional

    1. Pengertian, Tugas dan Fungsi Baznas

    BAZNAS adalah singkatan Badan Amil Zakat Nasional yang dibentuk oleh

    pemerintah tingkat nasional berdasarkan keputusan presiden no 8 Tahun 2001,

    tanggal 17 januari 2001. BAZNAS sesuai dengan amanat Undang-Undang No 38

    Tahun 1999 Tentang Pengelolaan zakat, lembaga ini bersifat koordinatif, dan

    informative yang berkhidmat untuk meningkatkan harkat masyarakat yang secara

    sosial ekonomi belum beruntung dengan dana zakat, infak dan shodaqoh.

    Landasan Syar’I berdirinya baznas sesuai dengan QS At Taubah : 103:

    ُ يِهم بَِها َوَصل ِ َعلَۡيِهۡمۖۡ إِنَّ َصلَٰوتََك َسَكٞن لَُّهۡمۗۡ َوٱّللَّ ُرُهۡم َوتَُزك ِ ِلِهۡم َصدَقَٗة تَُطه ِ َسِميعل َعِليمل ُخۡذ ِمۡن أَۡمَوٰ

    ٣٠١

    “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

    membersihkan dan mensucikan mereka dengannya. Sesungguhnya doa kamu menjadi

    ketentraman jiwa mereka. Dan Allah mendengar lagi maha mengetahui”

    sebagaimana kata “Ambillah yang tercantum pada ayat tersebut adalah perintah .

    “Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhai keduanya. Iya berkata: serahkanlah

    sedekah kamu sekalian pada orang yang dijadikan Allah sebagai penguasa urusan

    kamu sekalian (HR Baihaqi).

    Baznas itu sendiri diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2011 Tentang

    Pengelolaan zakat pasal 1 angka 7 yang di sebut sebagai lembaga yang melakukan

    pengelolaan zakat secara nasional. Sedangkan yang dimaksud pengelolaan zakat

    menurut pasal 1 angka 1 undang-undang ini adalah kegiatan perencanaan,

    pelaksanaan dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan

    pendayagunaan zakat.

  • 35

    Organisasi pengelola zakat adalah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan

    dana zakat, infaq, dan shadaqoh.49 Sedangkan definisi pengelolaan zakat menurut

    Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah kegiatan

    perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,

    dan pendayagunaan zakat.

    Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,

    diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional

    sebagai organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga

    Amil Zakat sebagai organisasi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh

    masyarakat, dan dikukuhkan oleh pemerintah.

    Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,

    BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat

    mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.

    Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk

    mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan,

    keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas.

    Baznas menjalankan empat fungsi, yaitu:50

    a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

    49 Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan, Op.Cit. hal. 6. 50 BAZNAS. Profil BAZNAS. http://pusat.BAZNAS.go.id/profil/, diakses tanggal 11 Desember

    2013.

    http://pusat.baznas.go.id/profil/

  • 36

    b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

    c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan

    d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

    Untuk terlaksananya tugas dan fungsi tersebut, maka BAZNAS memiliki

    kewenangan:

    a. Menghimpun, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat.

    b. Memberikan rekomendasi dalam pembentukan BAZNAS Provinsi,

    BAZNAS Kabupaten/Kota, dan Laz

    c. Meminta laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana

    sosial keagamaan lainnya kepada Baznas Provinsi dan Laz.

    Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) memiliki tingkatan sebagai berikut:51

    a. Nasional, dibentuk oleh Presiden atas usul Menteri Agama

    b. Daerah Provinsi, dibentuk oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah

    Departemen Agama Provinsi

    c. Daerah Kabupaten atau Kota, dibentuk oleh Bupati atau Walikota atas usul

    Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota

    d. Kecamatan, dibentuk oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama

    Kecamatan.

    Struktur organisasi BAZNAS terdiri dari tiga bagian, yaitu: Dewan

    Pertimbangan, Komisi Pengawas, dan Badan Pelaksana. Kepengurusan

    Baznas tersebut ditetapkan setelah melalui tahapan sebagai berikut:

    51 Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan .Op.Cit. hal.7.

  • 37

    a. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendikia, tenaga

    profesional, praktisi pengelola zakat, lembaga swadaya masyarakat terkait,

    dan pemerintah

    b. Menyusun kriteria calon pengurus

    c. Mempublikasikan rencana pembentukan BAZNAS secara luas kepada

    masyarakat

    d. Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus, sesuai dengan

    keahliannya

    e. Calon pengurus terpilih kemudian diusulkan untuk ditetapkan secara resmi

    Beberapa kriteria yang harus dipunyai oleh pengurus BAZNAS antara lain:

    memiliki sikap amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional,

    berintegrasi tinggi, mempunyai program kerja, dan tentu saja paham fikih zakat.

    Walaupun BAZNAS dibentuk oleh pemerintah, namun sejak awal proses

    pembentukannya sampai kepengurusannya harus melibatkan unsur masyarakat.

    Menurut peraturan hanya posisi sekretaris saja yang berasal dari pejabat Departemen

    Agama (ex-officio). Dengan demikian masyarakat luas dapat menjadi pengelola

    Baznas sepanjang kualifikasinya memenuhi syarat dan lolos seleksi.

    Fungsi masing-masing struktur di BAZNAS dapat diuraikan sebagai berikut:

    a. Dewan Pertimbangan berfungsi memberikan pertimbangan, fatwa, saran,

    dan rekomendasi tentang pengembangan hukum dan pemahaman mengenai

    pengelolaan zakat.

  • 38

    b. Komisi Pengawas memiliki fungsi melaksanakan pengawasan internal atas

    operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana

    c. Badan Pelaksana mempunyai fungsi melaksanakan kebijakan BAZNAS

    dalam program pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat.

    Setelah terbentuk resmi, BAZNAS mempunyai kewajiban yang harus

    dilaksanakan yaitu:

    a. Segera melakukan kegiatan sesuai program kerja yang telah dibuat.

    b. Menyusun laporan tahunan termasuk laporan keuangan.

    c. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan

    publik atau lembaga pengawas pemerintah yang berwenang melalui media

    massa sesuai dengan tingkatannya, selambat-lambatnya enam bulan setelah

    tahun buku berakhir.

    d. Menyerahkan laporan tahunan tersebut kepada pemerintah dan Dewan

    Perwakilan Rakyat sesuai dengan tingkatannya.

    e. Merencanakan kegiatan tahunan.

    f. Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat yang diperoleh

    di daerah masing-masing sesuai dengan tingkatannya.

    Jika para pengelola BAZNAS tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana

    tersebut di atas, maka keberadaannya dapat ditinjau ulang. Mekanisme peninjauan

    ulang ini dilakukan dengan beberapa tahapan:

    a. Diberikan peringatan tertulis oleh Pemerintah yang membentuknya sebanyak

    tiga kali

  • 39

    b. Jika peringatan telah diberikan sebanyak tiga kali dan tidak ada perbaikan,

    maka pembentukan BAZNAS tersebut ditinjau ulang serta Pemerintah dapat

    membentuk kembali BAZNAS dengan susunan pengurus baru, sesuai

    dengan mekanisme yang berlaku.

    Masing-masing standar kelembagaan BAZNAS tersebut harus memenuhi

    kriteria sebagai berikut:52

    a. Secara kelembagaan, BAZNAS harus memenuhi kriteria;

    1) Dibentuk oleh pemerintah

    2) Lembaga pemerintah nonstruktural

    3) Bersifat mandiri

    4) Bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri

    5) Pelaporan dari pelaksanaan tugasnya diberikan kepada Presiden melalui

    Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI.

    b. Memiliki dan menjalankan tugas kelembagaan. Ketentuan ini dimuat dan

    diatur dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang

    Pengelolaan Zakat. Tugas dan fungsi pengumpulan, pendistribusian,

    pendayagunaan harus dilakukan melalui mekanisme perencanaan,

    pelaksanaan dan pengendalian hingga pelaporan dan pertanggungjawaban.

    Dalam melaksanakan tugas ini, BAZNAS dapat bekerjasama dengan pihak-

    pihak terkait seperti kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan

    lembaga luar negeri sejauh dilakukan untuk kepentingan umat.

    52Kementerian Agama RI.(II).Op.Cit. hal. 52.

  • 40

    c. Memiliki struktur kelembagaan. Jika merujuk pada pasal 8 Undang-undang

    Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, struktur kelembagaan

    tersebut mencakup beberapa kriteria, diantaranya:

    1) Struktur organisasi BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang

    wakil ketua

    2) Memiliki jumlah keanggotaan sebanyak 11 orang, yang terdiri atas 8

    orang dari unsur masyarakat dan 3 orang dari unsur pemerintah.

    d. Memiliki masa kepengurusan yang jelas. Setiap organisasi selalu memiliki

    masa kepengurusan sehingga dapat mengalami pergantian pengurus di masa-

    masa selanjutnya. Masa kepengurusan BAZNAS adalah:

    1) 5 tahun

    2) Dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

    e. Keanggotaan BAZNAS ditentukan berdasarkan beberapa kriteria sebagai

    berikut:

    1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul

    Menteri.

    2) Anggota BAZNAS terdiri dari unsur masyarakat yang terdiri dari unsur

    ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Isalam di mana

    pengangkatannya dilakukan oleh Presiden setelah mendapat

    pertimbangan DPR-RI, serta unsur pemerintah yang ditunjuk/ diambil

    dari kementrian/ instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.

    3) Secara lebih spesifik anggota BAZNAS harus memenuhi kriteria;

  • 41

    a) Warga negara Indonesia,

    Kriteria ini tampaknya menyesuaikan serta merujuk pada berbagai

    peraturan hukum lainnya yang menekankan bahwa setiap lembaga atau

    badan yang dibentuk oleh pemerintah harus diisi oleh warga negara

    Indonesia. Secara agama, ketentuan ini tentu saja tidak bertentangan,

    sementara secara sosial-budaya, ketentuan ini akan lebih memudahkan

    identifikasi dan juga pertanggungjawaban secara sosial dan hukum bagi

    warga negara sendiri.

    b) Beragama Islam,

    Kriteria ini sangat dianjurkan oleh ulama-ulama fikih di mana seorang

    pengelola zakat (amil) sangat dianjurkan dari kalangan muslim. Meskipun

    terdapat pendapat yang tidak mengharuskan kategori muslim menjadi

    amil, tetapi banyak dari kalangan ulama yang mensyaratkan keislaman

    sebagai syarat untuk menjadi pengelola zakat.

    c) Bertakwa kepada Allah SWT,

    Hampir senada dengan kriteria sebelumnya, kriteria ini untuk

    menekankan bahwa ketakwaan kepada Allah SWT akan membuat

    pengelola zakat akan bertindak secara amanah dan bertanggungjawab

    karena ia sangat takut kepada Allah SWT jika ia sampai tidak

    menjalankan tugasnya dengan baik. Hanya saja, kriteria ini agak sulit

    diukur mengingat ketakwaan merupakan persoalan batiniah yang sulit

    diukur melalui perilaku badaniah. Meskipun demikian, kesaksian dan

  • 42

    rekomendasi kalangan yang bisa dipercaya mengenai seseorang dapat

    dijadikan sebagai salah satu faktor untuk menjadikan sosok yang kuat

    iman serta takwanya itu untuk dapat dipilih sebagai pengelola zakat.

    d) Berakhlak mulia,

    Kriteria ini mencakup perilaku keseharian yang dilihat dan disaksikan

    secara sosial. Dengan pengertian lain, masyarakat umum dapat menilai

    apakah seseorang berperilaku mulia atau tidak.

    e) Berusia minimal 40 tahun,

    Kriteria ini lebih mengutamakan pada pertimbangan berdasarkan

    kematangan, kedewasaan, dan pengalaman hidup seseorang. Berbagai

    kajian mengenai psikologi, biologi, fisiologi dan juga medis

    mengutarakan bahwa usia 40 tahun dianggap sebagai usia kematangan

    dan merupakan tahap puncak dari kondisi fisik, sehingga seseorang

    berada dalam kondisi yang sangat mendukung bagi segala usaha untuk

    memenuhi tantangan dalam mencapai kekuasaan atau prestasi terbaik.

    f) Sehat jasmani dan rohani

    Kriteria ini merupakan keharusan untuk dimiliki setiap orang yang akan

    melaksanakan suatu proses pekerjaan yang berat dan menuntut tanggung

    jawab. Kriteria ini merupakan syarat mendasar yang selalu dicantumkan

    dalam berbagai persyaratan untuk menduduki jabatan atau melaksanakan

    tugas yang berhubungan dengan kepentingan publik.

    g) Tidak menjadi anggota partai politik,

  • 43

    Kriteria ini ingin menegaskan bahwa anggota BAZNAS tidak terlibat

    dalam wilayah politik praktis karena dikhawatirkan akan menjauhkan diri

    dari tujuan pengelolaan zakat yang sebenarnya. Keterlibatan dalam partai

    politik dikhawatirkan akan membawa kepentingan tertentu yang dapat

    merugikan tujuan pengelolaan zakat itu sendiri.

    h) Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat,

    Kriteria ini merupakan anjuran yang ditekankan baik oleh ajaran agama

    maupun ajaran pengetahuan kemanusiaan. Kompetensi merupakan

    seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,

    dihayati dan dikuasai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas

    keprofesionalan.

    i) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan

    yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

    Kriteria ini merupaka sesuatu yang tidak dapat ditawar. Pengelolaan zakat

    merupakan kepercayaan tinggi dari masyrakat. Hal-hal yang terkait

    dengan sisi negatif yang dimiliki oleh pengelola zakat harus dihindari

    agar masyarakat percaya dan ikhlas dalam menunaikan zakatnya melalui

    BAZNAS. Seseorang yang pernah dihukum karena melakukan tindak

    pidana kejahatan sangat tidak patut menjadi anggota BAZNAS karena

    akan mengurangi nilai kemuliaan dari lembaga pengelola zakat tersebut.