bab ii kepustakaan a. tinjauan umum...
TRANSCRIPT
-
13
BAB II
KEPUSTAKAAN
A. Tinjauan Umum Zakat
Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk
membantu masyarakat lain, menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah
hingga kalangan atas, sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang
tertindas karena zakat dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh
karena itu, zakat sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi
untuk membangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah
yang diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukkan bagi
kepentinganseluruh masyarakat.
Zakat merupakan bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Bahkan pada
masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq orang-orang yang enggan berzakat diperangi
sampai mereka mau berzakat. Itu karena kewajiban berzakat sama dengan kewajiban
mendirikan sholat.
1. Konsep zakat dan dasar hukumnya
Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan orang arab kata zakat merupakan kata
dasar (masdar) dari zakat yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji, yangsemua
arti ini digunakan didalam menerjemahkan Al-Qur’an dan Hadits.15
15 Muhammad dan Ridwan Mas’ud (2005). Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan
Ekonomi Umat. (Yogyakarta: UII Press), Hal. 33-34.
-
14
Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta
tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan
tertentu pula.16
Kaitan antara makna bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa
setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah,
tumbuh dan berkembang. Dalam penggunaannya, selain untuk kekayaan, tumbuh dan
suci disifatkan untuk jiwa orang yang menunaikan zakat. Maksudnya, zakat itu akan
mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahalanya. Sedangkan
dalam istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan dari
golongan kaya kepada golongan tidak punya.17
Adapun pengertian zakat menurut syara’ para ulama berbeda pendapat :
a. Menurut Yusuf Qardawi zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah SWT dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan
syarat tertentu.18
b. Dalam UU No.38 Tahun 1999, zakat adalah harta yang wajib disisihkanoleh
seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan
ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
16 Dikutip oleh K. H. Didin Hafidhhuddin (2002) dalam buku, Zakat Dalam Perekonomian
Modern. (Jakarta: Gema Insani), Hal. 7. 17Ibid hal 42. 18 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung; Remaja Rosda Karya: 2006) Cet 1, Hal
77.
-
15
c. Menurut Sayyid Sabiq zakat adalah nama harta yang dikeluarkan manusia dari
hak Allah untuk diberikan kepada fakir miskin.19
Dari pengertian di atas dapat kita fahami, bahwa zakat adalah ibadah fardhu
yang wajib bagi setiap muslim melalui harta benda dengan syarat-syarat tertentu.
Zakat adalah ibadah fardhu yang setara dengan shalat karena ia adalah salah satu
termasuk rukun Islam.
Dalam al-Qur’an disebutkan tentang wajibnya zakat, diantaranya sebagai
berikut:
لَٰوةَ وَ ِكِعيَن َوأَقِيُمواْ ٱلصَّ َكٰوةَ َوٱۡرَكعُواْ َمَع ٱلرَّٰ َءاتُواْ ٱلزَّ“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku'.”20
ُسوَل لَعَلَُّكۡم تُۡرَحُموَن َكٰوةَ َوأَِطيعُواْ ٱلرَّ لَٰوةَ َوَءاتُواْ ٱلزَّ َوأَقِيُمواْٱلصَّ
“Dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul,
supaya kamu diberi rahmat.”21.
Zakat dari segi istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak, di samping berarti mengeluarkan
jumlah tertentu itu sendiri. Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat
karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti dan
melindungi kekayaan itu dari kebinasaan,22 sesuai firman Allah:
ُ يِهم بَِها َوَصل ِ َعلَۡيِهۡمۖۡ إِنَّ َصلَٰوتََك َسَكٞن لَُّهۡمۗۡ َوٱّللَّ ُرُهۡم َوتَُزك ِ ِلِهۡم َصدَقَٗة تَُطه ِ َسِميعل َعِليمل ُخۡذ ِمۡن أَۡمَوٰ “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dengannya”23
19 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Farul Fikr;Beirut:1996) Cet 2, Hal.176’ 20Q.S., Al-Baqarah (43). 21Q.S., An-Nur [24]:56. 22Ibid. 23 Q.S., At-Taubah [9]:103.
-
16
Adapun dalam Al-Hadits diantaranya yaitu ketika Rasulullah mengutus Mu’adz
bin Jabal ke Yaman untuk menjadi wali negara dan sebagai hakim adalah:
“Rasulullah sewaktu mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman
(yang telah ditaklukkan oleh umat Islam) bersabda: Engkau datang kepada kaum
ahli kitab ajaklah mereka kepada syahadat, bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Jika
mereka taat kepada itu, beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah mewajibkan
mereka melakukan shalat lima waktu sehari semalam.
Jika mereka telah taat untuk itu, beritahukan kepada mereka, bahwa Allah
mewajibkan mereka menzakati harta mereka. Yang zakat itu diambil dari yang kaya
dan dibagikan kepada fakir-fakir. Jika mereka telah taat untuk itu, maka hati-hatilah
(janganlah) mengambil yang baik-baik saja (bila kekayaan itu bernilai tinggi, sedang
dan rendah, maka zakatnya harus meliputi nilai-nilai itu) hindari doanya orang yang
madhlum (teraniaya) karena diantara doa itu dengan Allah tidak tertandingi (pasti
dikabulkan)” 24
2. Harta yang wajib dikeluarkan zakat.
Adapun harta yang wajib Dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut :
1. Emas, perak, dan mata uang
2. Harta perniagaan
3. Binatang ternak
4. Buah-buahan dan biji-bijian yang dapat dijadikan makanan pokok
5. Barang tambang dan barang temuan25
Harta tersebut diatas wajib untuk dibayarkan zakatnya, apabila telah memenuhi
syarat-syarat wajibnya, yaitu :
a. Islam
24Pedoman Zakat, (Jakarta: Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf, 1985/1986), Hal.108. 25 Muhammad Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang ;PT karya Toha Putra) Cet 1, Hal. 349.
-
17
b. Baligh dan berakal sehat, sedangkan anak-anak dan orang yang tidak
waras akalnya hartanya wajib dizakati oleh walinya masing-masing
c. Sampai nisab dengan milik sempurna, yang dimaksud dengan nisab adalah
suatu jumlah tertentu bagi setiap jenis harta yang termasuk wajib zakat,
selain dari kebutuhan hidup sehari-hari, seperti sandang, pangan, papan,
kendaraan dan alat-alat kerja.
3. Mustahik Zakat.
Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang batasan orang yang menerima zakat
adalah:
قَاِب ِمِليَن َعلَۡيَها َوٱۡلُمَؤلَّفَِة قُلُوبُُهۡم َوفِي ٱلر ِ ِكيِن َوٱۡلعَٰ ُت ِلۡلفُقََرآِء َوٱۡلَمَسٰدَقَٰ ِرِميَن َوفِي َسبِيِل إِنََّما ٱلصَّ َوٱۡلغَٰ
ُ َعِليمل َحِكيمٞ ِۗۡ َوٱّللَّ َن ٱّللَّ ِ َوٱۡبِن ٱلسَّبِيِلۖۡ فَِريَضٗة م ِ .ٱّللَّSesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.26
Ayat ini dengan tegas menerangkan delapan golongan yang berhak menerima
zakat tersebut, yaitu orang-orang fakir, miskin, mereka yang bekerja
mengumpulkannya (amil), mereka yang masih dijinakkan hatinya (mualaf), yang
berada dalam perbudakan, mereka yang berutang, orang yang berjuang di jalan Allah,
dan orang yang terlantar di jalanan.27 Secara khusus Imam Syafi’i memprioritaskan
pemberiaan zakat kepada fakir miskin sampai mencukupi kebutuhannya, jauh lebih
26 At-Taubah [9]: 60. 27 Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, cet. Ke-1 ( Jakarta: Kencana, 2006). Hal. 492.
-
18
baik dari pada membagi-bagikannya dalam jumlah yang sedikit kepada seluruh
golongan (asnaf).28
Adapun penjelasan mengenai golongan penerima zakat adalah sebagai berikut:
1) Orang-orang fakir
Menurut mazhab hanafi ialah orang yang tidak memiliki apa-apa di
bawah nilai nishab menurut hukum zakat yang sah, atau nilai sesuatu yang
dimiliki mencapai nishab atau lebih, yang terdiri dari perabot rumah tangga,
barang-barang, pakaian, buku-buku sebagai keperluan pokok sehari-hari.29
2) Orang miskin
Sedang pengertian miskin menurut mazhab Hanafi ialah mereka yang
tidak memiliki apa-apa. Dan inilah yang mashur. Jadi pengertian fakir dan
miskin menurut ulama’ Hanafi adalah:
a) Yang tidak punya apa-apa.
b) Yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebihan.
c) Yang memiliki mata uang kurang dari nishab.
d) Yang memiliki kurang dari nishab selain mata uang, seperti empat
ekor unta, tiga puluh sembilan ekor kambing, yang nilainya tidak
sampai dua ratus dirham.30
28 Dalam Noor Aflah.(et.al.,). Zakat dan Peran Negara. (Jakarta: Forum Zakat, 2006). Hal.148. 29 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet. Ke-3 alih bahasa Salam Harun, Didin Hafidhuddin, dan
Hasanudin (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1993), Hal. 512. 30Ibid. hal. 513.
-
19
Menurut imam mazhab yang tiga, fakir dan miskin adalah mereka
yang kebutuhannya tak tercukupi. Yang disebut fakir adalah mereka yang
tidak mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi
keperluannya: sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala keperluan pokok
lainnya, baik untuk diri sendiri atau mereka yang jadi tanggungannya. Yang
disebut miskin adalah, yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam
memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tetapi
tidak sepenuhnya tercukupi, seperti misalnya yang diperlukan sepuluh, tapi
yang ada hanya tujuh atau delapan, walaupun sudah masuk satu nishab atau
beberapa nishab.31
Sedang untuk pendistribusiannya fakir dan miskin dibagi menjadi dua:
a) Orang miskin yang sanggup bekerja dan mencari nafkah, juga dapat
mencukupi dirinya sendiri seperti tukang, pedagang dan petani. Akan
tetapi mereka kekurangan alat pertukangan atau modal untuk
berdagang, atau kekurangan tanah, alat pertanian dan pengairan. Maka
mereka wajib diberi sesuatu yang memungkinkannya dapat mencari
nafkah yang hasilnya dapat mencukupi sepanjang hidup, sehingga
mereka tidak membutuhkan zakat lagi untuk membeli hal-hal yang
diperlukan dalam melangsungkan usahanya, baik sendiri-sendiri
maupun bersama.
31Ibid. hal 518.
-
20
b) Orang miskin yang tidak mampu mencari nafkah, seperti orang
lumpuh, orang buta, orang tua, janda, anak-anak dan sebagainya.
Kepada mereka boleh diberikan zakat secukupnya. Misalnya diberi
gaji tetap yang dapat untuk setiap tahun, bahkan baik juga diberikan
bulanan apabila dikuatirkan orang itu berlaku boros atau mengeluarkan
uang diluar kebutuhan penting.
B. Konsep Dan Undang-undang Tentang Pengelolaan Zakat Produktif
1. Definisi Zakat Produktif
Kata produktif secara bahasa berasal dari bahasa Inggris “productive” yang
berarti banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil, menghasilkan barang-barang
berharga, yang mempunyai hasil baik.32
Pengertian produktif berkonotasi kepada kata sifat. Kata sifat akan jelas
maknanya ketika digabungkan dengan kata yang disifatinya. Dalam hal ini kata yang
disifatinya adalah kata zakat, sehingga menjadi zakat produktif yang artinya zakat di
mana dalam pendirtribusiannya bersifat produktif lawan dari konsumtif.
Zakat produktif adalah pendayagunaan zakat secara produktif, yang
pemahamannya lebih kepada bagaimana cara atau metode menyampaiakan dana
32 Oxford Dictionaries Online. Definition of Productive in English. (Oxford Dictionary)
http://www.oxforddictionaries.com diakses Tanggal 05 Juni 2016.
http://www.oxforddictionaries.com/
-
21
zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas, sesuai dengan ruh dan tujuan
syara’.33
Dengan demikian zakat produktif adalah zakat di mana harta atau dana zakat
yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan
digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka
dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus.34
Sementara menurut Mu’inan Rafi’; zakat produktif adalah harta zakat yang
dikumpulkan dari muzakkitidak habis dibagikan sesaat begitu saja untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat konsumtif, melainkan harta zakat itu sebagian ada yang
diarahkan pendayagunaannya kepada yang bersifat produktif. Dalam arti harta zakat
itu didayagunakan (dikelola), dikembangkan sedemikian rupa sehingga bisa
mendatangkan manfaat (hasil) yang akan digunakan dalam memenuhi kebutuhan
orang yang tidak mampu (terutama fakir miskin) tersebut dalam jangka panjang.35
Mengenai pendayagunaan zakat secara produktif ini, sebagian ulama dari
golongan Syafi’iyyah mengemukakan sebagai berikut:
“orang fakir dan miskin diberi harta zakat yang cukup untuk biaya selama
hidupnya menurut ukuran umum yang wajar. Atau dengan harta zakat itu fakir miskin
dapat membeli tanah/ lahan untuk kemudian digarapnya. Pemerintah juga dapat
membelikan tanah/ lahan bagi fakir miskin dengan harta zakat, seperti halnya kepada
tentara yang berperang (sabilillah). Demikian tadi apabila fakir miskin tidak
mempunyai keterampilan berusaha (bekerja). Adapun bagi fakir miskin yang
mempunyai keterampilan atau kemampuan berusaha, maka mereka diberi zakat yang
dapat dipergunakan untuk membeli alat-alatnya. Dan bagi yang mempunyai
keterampilan untuk berdagang, maka mereka diberi zakat yang dapat dipergunakan
untuk modal dagang, sehingga keuntungannya dapat mereka gunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang wajar” 36.
33 Asnaini, Op.Cit. hal. 64. 34Ibid. 35 Mu’inan Rafi’, Op.Cit. hal.132. 36Ibid.
-
22
Dari paparan tersebut di atas, pola penyaluran harta zakat dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori bagian fakir miskin, kategori pertama yaitu mereka diberi harta
zakat yang cukup untuk biaya selama hidupnya menurut ukuran umum yang wajar
atau dengan harta zakat itu fakir miskin dapat membeli tanah atau lahan untuk
kemudian digarapnya. Adapun kategori kedua mereka fakir miskin yang mempunyai
keterampilan atau kemampuan usaha, maka mereka diberi harat zakat yang dapat
dipergunakan untuk membeli alat-alatnya. Dalam arti apabila mereka mempunyai
kemampuan untuk berdagang, maka mereka diberikan zakat yang dapat dipergunakan
untuk modal dagang, sehingga keuntungannya dapat mereka gunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang wajar.
Pengembangan zakat produktif ini disesuaikan dengan perkembangan zaman
dan berdasarkan pada kemaslahatan dan tidak lepas dari tuntunan syari’at Islam.
Sehingga konsepsi zakat itu bisa tersalurkan dalam setiap penentuan kebijaksanaan
pendayagunaan zakat serta tidak mengaburkan arti dari konsepsi zakat itu sendiri.37
Hal ini seirama dengan qaidah:38
األصل في األشياء اإلباحة Artinya: asal dari sesuatu itu adalah boleh.
Dari qaidah tersebut dapat diambil pengertian bahwa sesuatu yang berhubungan
dengan mu’amalah seorang hamba di beri kebebasan untuk mencapai kemaslahatan.39
37Ibid.hal.142. 38 Nasrun Haroen. Ushul Fiqh I, cet. Ke-3, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001). Hal.137. 39 Mu’inan Rafi’. Op.Cit. hal.143.
-
23
Selain ulama yang membolehkan pendayagunaan zakat produktif ada pula
sebagian ulama yang tidak membolehkan zakat produktif secara mutlak. Ini adalah
pendapat Majma’ al-Fiqh al-Islamy Rabithah al-Alam al-Islamy, pada pertemuannya
yang ke-15, di Mekkah pada tanggal 11 Rajab1419 / 31 Oktober 1998. Dan dalil-dalil
mereka adalah sebagai berikut:
َوآتُوا َحقَّهُ يَْوَم َحَصاِدهِ
” Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetiknya”. (Qs. al-An’am: 141)
Ayat di atas menunjukkan bahwa zakat harus segera dibayarkan ketika panen.
Ini menunjukkan larangan mengundurkan pembayaran zakat kepada yang berhak,
walaupun dengan alasan diinvestasikan.
Kedua: Perintah membayarkan zakat sifatnya segera tidak boleh diundur. Ini
berdasarkan kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
األَِصُل فِي اأْلَْمِر َعلَى اْلفَْورِ
“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan pelaksanaannya harus segera.“
Ketiga: Hadist ‘Uqbah bin al-Harist radhiyallahu ‘anhu berkata
ُ َعلَْيِه َوَسلََّم بِاْلَمِدينَِة اْلعَْصَر فََسلَّمَ ُُمَّ قَاَم ُمْسِرعاا َعْن ُعْقبَةَ قَاَل َصلَّْيُت َوَراَء النَّبِيِ َصلَّى اّللَّ
ى أَنَُّهْم ِض ُحَجِر نَِسائِِه فَفَِزَع النَّاُس ِمْن ُسْرَعتِِه فََخَرَج َعلَْيِهْم فََرأَ فَتََخطَّى ِرقَاَب النَّاِس إِلَى بَعْ
تِهِ َعِجبُوا ِمْن ُسْرَعتِِه فَقَاَل ذََكْرُت َشْيئاا ِمْن تِْبٍر ِعْندَنَا فََكِرْهُت أَْن يَْحبَِسنِي فَأََمْرُت بِِقْسمَ
“Dari 'Uqbah berkata, "Aku pernah shalat 'Ashar di belakang Nabi shallallahu
'alaihi wasallam di kota Madinah. Setelah salam, tiba-tiba beliau berdiri dengan
tergesa-gesa sambil melangkahi leher-leher orang banyak menuju sebagian kamar
isteri-isterinya. Orang-orang pun merasa heran dengan ketergesa-gesaan beliau.
Setelah itu beliau keluar kembali menemui orang banyak, dan beliau lihat orang-
-
24
orang merasa heran. Maka beliau pun bersabda: "Aku teringat dengan sebatang
emas yang ada pada kami. Aku khawatir itu dapat menggangguku, maka aku
perintahkan untuk dibagi-bagikan." (HR. Bukhori)
Hadist di atas menunjukkan bahwa zakat harus segera dibagikan kepada yang
berhak, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam tergesa-gesa pulang ke rumah
untuk membagikan harta kepada yang berhak, padahal beliau baru saja selesai sholat.
Seandainya pembayaran zakat boleh diundur-undur, tentunya tidak tergesa-gesa
seperti itu untuk membagikan zakat.
Uang zakat sebenarnya milik delapan golongan yang disebut Allah di dalam al-
Qur’an, oleh karena itu jika ingin diinvesatasikan, maka dikembalikan kepada
mereka, bukan kepada lembaga-lembaga zakat. Di dalam investasi uang zakat
terdapat ketidakjelasan pada hasilnya, bisa untung atau rugi. Jika mendapat kerugian,
maka akan merugikan para fakir miskin dan golongan lain yang berhak mendapatkan
zakat, sehingga hak mereka menjadi hilang.
Dalam perspektif hukum islam menunjukkan bahwa dalam menghadapi
masalah-masalah yang tidak jelas dalam rinciannya dalam Al Quran atau petunjuk-
petunjuk yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammada S.A.W penyelesaiannya adalah
dengan metode ijtihad. Ijtihad adalah pemakaian akal dengan tetap berpedoman pada
Al Quran dan Hadits.
Dalam sejarah hukum islam dilihat bahwa ijtihad diakui sebagai sumber hukum
setelah Al Quran dan Hadits. Apalagi problematika zakat tidak pernah absen dan
-
25
selalu menjadi topik pembicaraan umat islam, topik aktual dan akan terus ada selagi
umat islam ada. Fungsi sosial , ekonomi dan pendidikan dari zakat bila
dikembangkan dan di budidayakan sebaik-baiknya akan dapat mengatasi masalah
sosial , ekonomi dan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa.
Disamping itu zakat merupakan sarana bukan tujuan, karenanya dalam
penerapan rumusan-rumusa tentang zakat harus ma’quluhu al ma’na atau rasional.
Dia termasuk bidang fiqih yang selama penerapannya harus dipertimbangkan kondisi
dan situasi serta senafas dengan tuntutan dan perkembangan zaman, kapan dan
dimana dilaksanakan.
Zakat produktif merupakan pengembangan model zakat dalam rangka
penanganan fakir miskin dan kualitas umat. Negara menjamin kemerdekaan
penduduknya untuk beribadah sesuai agamanya masing-masing, artinya
pengembangan model zakat menjadi zakat produktif mendapatkan legitimasi dari
negara atas kepentingan penanganan fakir miskin.
2. Bentuk-Bentuk Pendayagunaan Zakat Produktif
Salah satu tujuan nasional yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah “memajukan
kesejahteraan umum”. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, bangsa Indonesia
senantiasa melaksanakan pembangunan, baik yang bersifat material maupun yang
bersifat mental spritual. Pembangunan yang bersifat mental spritual, antara lain
-
26
melalui pembangunan di bidang agama dalam menciptakan suasanan kehidupan
beragama yang penuh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.40
Dalam sila pertama Pancasila menyatakan dengan jelas bahwa Negara ini
berdiri atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dan di tegaskan lagi dalam Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1,
selanjutnya dalam ayat 2 mengenai kebebasan beribadat menurut agama dan
kepercayaan masing-masing, adalah sebagai berikut;
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
Dalam pasal 34 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan bahwa; Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan
yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat dalam bentuk
kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.41
Salah satu upaya penanganan fakir miskin ialah dengan pemberdayaan zakat
produktif, seperti yang disebutkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat, pada pasal 27 (1) yang berbunyi; Zakat dapat
40 Seman Widjoyo.(et.al.,). Problematika Zakat Kontemporer (Artikulasi Proses Sosial Politik
Bangsa), (Jakarta: Forum Zakat, 2003). Hal.27. 41 Pasal 1 (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.
-
27
didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
peningkatan kualitas umat.
Hertanto Widodo berpendapat tiga model pendayagunaan zakat produktif yang
dapat diberikan oleh Lembaga Amil Zakat:42
a. Bentuk hibah. Zakat pada dasarnya diberikan sebagai hibah (bantuan) yang
artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahik setelah
penyerahan zakat.
b. Bentuk dana bergulir al-qarḍ al-hasan, di mana zakat diberikan berupa dana
bergulir (pinjaman) oleh pengelola kepada mustahik dengan akad al-qarḍ al-
hasan. Pada pola ini tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan
mustahikbagi pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah
pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan.
c. Bentuk pembiayaan, walaupun dalam pelaksanaannya penyaluran zakat
model ini tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Artinya tidak boleh ada
ikatan seperti ṣhohibulmaal dengan muḍhorib dalam penyaluran zakat.
Sementara Direktorat Pemberdayaan Zakat, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI membagi pola zakat produktif dengan 2
skema yaitu:43
a. Skema qardul hasan, yaitu salah satu bentuk pinjaman yang menetapkan
tidak adanya tingkat pengembalian tertentu dari pokok pinjaman. Namun
42 Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan, Akutansi & Manajemen Keuangan untuk Oganisasi
Pengelola Zakat, cet. Ke-1,(Bandung: Institut Manajemen Zakat, 2001), Hal. 86. 43Kementerian Agama RI.(II).Op.Cit. hal. 84.
-
28
jika peminjam dana tersebut tidak mampu mengembalikan pinjaman
pokok tersebut, maka peminjam tersebut tidak dapat dituntut atas
ketidakmampuannya mengembalikan pinjaman, karena pada dasarnya
dana tersebut adalah hak mereka.
b. Skema mudharabah, berarti lembaga pengelola zakat membuat terobosan
dengan bertindak sebagai investor yang menginvestasikan dana hasil
pengumpulan zakat kepada mustahik sebagai peminjam dana dengan
angsuran pinjaman dan tingkat pengembalian yang dibayarkan menurut
kesepakatan. Hasil keuntungan dari usaha tersebut dikembangkan dan
diperluas bagi mustahik yang lain, sehingga terdapat pemerataan bagi
usaha produktif yang menguntungkan.
Sesuai dengan pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat bahwa, Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam
rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Namun, ia harus
dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif diatur dengan Peraturan
Menteri.Hal ini sesuai dengan asas pengelolaan zakat, yaitu:
1. Syariat Islam
2. Amanah
3. Kemanfaatan
4. Keadilan
5. Kepastian hukum
-
29
6. Terintegrasi
7. Akuntabilitas
Dengan menerapkan asas-asas pengelolaan zakat, diharapkan dapat mencapai
tujuan pengelolaan zakat itu sendiri.44 Dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dijelaskan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan:
a. Meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat;
dan
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahtraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan.
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan
berdasarkan persyaratan sebagai berikut:45
a. Apabila pendayagunaan zakat sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat
kelebihan.
b. Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
c. Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
Penyaluran/ pendistribusian zakat dalam bentuk ini adalah bersifat bantuan
pemberdayaan melalui program atau kegiatan yang berkesinambungan dengan dana
bergulir untuk memberi kesempatan penerima dana lebih banyak lagi.
44Kementerian Agama RI (II).Op.Cit. hal.77. 45Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat
Pemberdayaan Zakat. Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Zakat. (Jakarta: 2007). (III). Hal.27..
-
30
Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif
ditetapkan sebagai berikut:
1. Melakukan studi kelayakan
2. Menetapkan jenis usaha produktif
3. Melakukan bimbingan dan penyuluhan
4. Melakukan pemantauan, pengendalian, dan pengawasan
5. Mengadakan evaluasi
6. Membuat pelaporan. 46
3. Zakat Produktif Dalam Pasal 27 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Dalam hal ini pemerintah telah membuat aturan atau tata cara pengelolaan zakat
yang dimuat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 yang menyempurnakan
Undang-Undang mengenai zakat sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 38 Tahun
1999. Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 masih berlaku selagi tidak bertentangan
dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011. Peraturan mengenai pendayagunaan
Zakat ini diatur dalam Bab V tentang pendayagunaan Zakat pasal 16 dan 17 Undang-
Undang No. 38 Tahun 1999 dan bab III Bagian ketiga tentang pendayagunaan Zakat
Pasal 27 Ayat 1-3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 mengenai pengelolaan Zakat
dan bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
46Ibid. hal. 53.
-
31
2. Pendayagunaan untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Penjelasan atas Pasal 27 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat tersebut : Ayat (1) Yang dimaksud dengan “usaha produktif “
adalah usaha yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Dan yang dimaksud dengan “peningkatan kualitas umat” adalah
peningkatan sumber daya manusia. Ayat (2) Kebutuhan dasar mustahik meliputi
kebutuhan pangan, sanang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Ayat (3) Cukup
jelas.
Terbitnya Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23
Tahun 2011 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014, menjadi acuan
yuridis dalam memaksimalkan pengelolaan zakat. Ada dua agenda strategis yang
harus dilakukan Kementrian Agama setelah dikeluarkannya PP ini, yaitu sosialisasi
PP dan membuat regulasi turunannya. Dari ketentuan yang tercantum dalam PP ,
setidaknya tujuh regulasi setingkat Peraturan Menteri yang sudah harus diterbitkan
dalam jangka waktu paling lambat satu tahun sesuai batas waktu yang sudah
ditentukan dalam PP.
Ada tujuh PMA yang harus ditindaklanjuti, yaitu: (1) Peraturan Menteri Agama
(PMA) tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah; (2)
PMA tentang Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif; (3) PMA Tentang
-
32
Pembentukan Tim dan Tata Cara Seleksi Calon Anggota BAZNAS; (4) PMA
Tentang Kedusukan, Tugas , Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat dan Unit
Pelaksanaan BAZNAS; (5) PMA tentang Pembentukan Baznas Provinsi; (6) PMA
tentang Pembentukan Organisasi BAZNAS Kabupaten/Kota; (7) PMA tentag Tata
Cara Pengenaan Sanksi Administratif BAZNAS dan LAZ.47
Peraturan-peraturan inilah yang bakal menjadi acuan pngelolaan zakat untuk
BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, dan Laz. Pedoman
pengelolaan tersebut memuat norma, standar, dan prosedur dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengkoordinasian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat di tanah air. Bahkan Kementrian Agama sudah menyusun
Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang pendayagunaan zakat untuk usaha
produktif, meskipun rancangan ini masih mempunyai ketentuan hukum tetap tetapi
bisa jadi pengantar hukum untuk menjalankan pengelolaan zakat produktif.
Rancangan Peraturan Menteri Agama tersebut tercantum dalam Pasal 9 dan 10 bahwa
:
Pasal 9
1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
47http://Kementerian Agama Segera Tindak Lanjuti Peraturan Pemerintah Zakat_ Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam htm, akses 05 Juni 2016.
http://kementerian/
-
33
Pasal 10
1. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan berdasarkan :
a. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik dan kelayakan usahanya.
b. Mendahulukan mustahik yang paling tidak berdaya secara ekonomi dan
sangat memerlukan bantuan usaha.
c. Mendahulukan mustahik diwilayahnya.
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif berdasarkan persyaratan sebagai
berikut :
a. Apabila kebutuhan pokok mustahik telah terpenuhi dan masih ada kelebihan
dana zakat.
b. Terdapat usaha nyata yang menguntungkan.
c. Bentuk usaha sesuai dengan syariat islam.
3. Prosedur pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagai berikut :
a. Melakukan studi kelayakan.
b. Menetapkan jenis usaha produktif.
c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan.
d. Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan.
e. Mengadakan evaluasi.
f. Membuat laporan.48
48http://www.forumzakat.net/download/DRAFT PMA UU PENGATURAN ZAKAT BARU.
pdf, diakses 3 Mei 2015.
http://www.forumzakat.net/download/DRAFT
-
34
C. Tinjauan Umum Badan Amil Zakat Nasional
1. Pengertian, Tugas dan Fungsi Baznas
BAZNAS adalah singkatan Badan Amil Zakat Nasional yang dibentuk oleh
pemerintah tingkat nasional berdasarkan keputusan presiden no 8 Tahun 2001,
tanggal 17 januari 2001. BAZNAS sesuai dengan amanat Undang-Undang No 38
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan zakat, lembaga ini bersifat koordinatif, dan
informative yang berkhidmat untuk meningkatkan harkat masyarakat yang secara
sosial ekonomi belum beruntung dengan dana zakat, infak dan shodaqoh.
Landasan Syar’I berdirinya baznas sesuai dengan QS At Taubah : 103:
ُ يِهم بَِها َوَصل ِ َعلَۡيِهۡمۖۡ إِنَّ َصلَٰوتََك َسَكٞن لَُّهۡمۗۡ َوٱّللَّ ُرُهۡم َوتَُزك ِ ِلِهۡم َصدَقَٗة تَُطه ِ َسِميعل َعِليمل ُخۡذ ِمۡن أَۡمَوٰ
٣٠١
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dengannya. Sesungguhnya doa kamu menjadi
ketentraman jiwa mereka. Dan Allah mendengar lagi maha mengetahui”
sebagaimana kata “Ambillah yang tercantum pada ayat tersebut adalah perintah .
“Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhai keduanya. Iya berkata: serahkanlah
sedekah kamu sekalian pada orang yang dijadikan Allah sebagai penguasa urusan
kamu sekalian (HR Baihaqi).
Baznas itu sendiri diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan zakat pasal 1 angka 7 yang di sebut sebagai lembaga yang melakukan
pengelolaan zakat secara nasional. Sedangkan yang dimaksud pengelolaan zakat
menurut pasal 1 angka 1 undang-undang ini adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat.
-
35
Organisasi pengelola zakat adalah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan
dana zakat, infaq, dan shadaqoh.49 Sedangkan definisi pengelolaan zakat menurut
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional
sebagai organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga
Amil Zakat sebagai organisasi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh
masyarakat, dan dikukuhkan oleh pemerintah.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.
Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk
mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas.
Baznas menjalankan empat fungsi, yaitu:50
a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
49 Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan, Op.Cit. hal. 6. 50 BAZNAS. Profil BAZNAS. http://pusat.BAZNAS.go.id/profil/, diakses tanggal 11 Desember
2013.
http://pusat.baznas.go.id/profil/
-
36
b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Untuk terlaksananya tugas dan fungsi tersebut, maka BAZNAS memiliki
kewenangan:
a. Menghimpun, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat.
b. Memberikan rekomendasi dalam pembentukan BAZNAS Provinsi,
BAZNAS Kabupaten/Kota, dan Laz
c. Meminta laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya kepada Baznas Provinsi dan Laz.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) memiliki tingkatan sebagai berikut:51
a. Nasional, dibentuk oleh Presiden atas usul Menteri Agama
b. Daerah Provinsi, dibentuk oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah
Departemen Agama Provinsi
c. Daerah Kabupaten atau Kota, dibentuk oleh Bupati atau Walikota atas usul
Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota
d. Kecamatan, dibentuk oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan.
Struktur organisasi BAZNAS terdiri dari tiga bagian, yaitu: Dewan
Pertimbangan, Komisi Pengawas, dan Badan Pelaksana. Kepengurusan
Baznas tersebut ditetapkan setelah melalui tahapan sebagai berikut:
51 Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan .Op.Cit. hal.7.
-
37
a. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendikia, tenaga
profesional, praktisi pengelola zakat, lembaga swadaya masyarakat terkait,
dan pemerintah
b. Menyusun kriteria calon pengurus
c. Mempublikasikan rencana pembentukan BAZNAS secara luas kepada
masyarakat
d. Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus, sesuai dengan
keahliannya
e. Calon pengurus terpilih kemudian diusulkan untuk ditetapkan secara resmi
Beberapa kriteria yang harus dipunyai oleh pengurus BAZNAS antara lain:
memiliki sikap amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional,
berintegrasi tinggi, mempunyai program kerja, dan tentu saja paham fikih zakat.
Walaupun BAZNAS dibentuk oleh pemerintah, namun sejak awal proses
pembentukannya sampai kepengurusannya harus melibatkan unsur masyarakat.
Menurut peraturan hanya posisi sekretaris saja yang berasal dari pejabat Departemen
Agama (ex-officio). Dengan demikian masyarakat luas dapat menjadi pengelola
Baznas sepanjang kualifikasinya memenuhi syarat dan lolos seleksi.
Fungsi masing-masing struktur di BAZNAS dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dewan Pertimbangan berfungsi memberikan pertimbangan, fatwa, saran,
dan rekomendasi tentang pengembangan hukum dan pemahaman mengenai
pengelolaan zakat.
-
38
b. Komisi Pengawas memiliki fungsi melaksanakan pengawasan internal atas
operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana
c. Badan Pelaksana mempunyai fungsi melaksanakan kebijakan BAZNAS
dalam program pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat.
Setelah terbentuk resmi, BAZNAS mempunyai kewajiban yang harus
dilaksanakan yaitu:
a. Segera melakukan kegiatan sesuai program kerja yang telah dibuat.
b. Menyusun laporan tahunan termasuk laporan keuangan.
c. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan
publik atau lembaga pengawas pemerintah yang berwenang melalui media
massa sesuai dengan tingkatannya, selambat-lambatnya enam bulan setelah
tahun buku berakhir.
d. Menyerahkan laporan tahunan tersebut kepada pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat sesuai dengan tingkatannya.
e. Merencanakan kegiatan tahunan.
f. Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat yang diperoleh
di daerah masing-masing sesuai dengan tingkatannya.
Jika para pengelola BAZNAS tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
tersebut di atas, maka keberadaannya dapat ditinjau ulang. Mekanisme peninjauan
ulang ini dilakukan dengan beberapa tahapan:
a. Diberikan peringatan tertulis oleh Pemerintah yang membentuknya sebanyak
tiga kali
-
39
b. Jika peringatan telah diberikan sebanyak tiga kali dan tidak ada perbaikan,
maka pembentukan BAZNAS tersebut ditinjau ulang serta Pemerintah dapat
membentuk kembali BAZNAS dengan susunan pengurus baru, sesuai
dengan mekanisme yang berlaku.
Masing-masing standar kelembagaan BAZNAS tersebut harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:52
a. Secara kelembagaan, BAZNAS harus memenuhi kriteria;
1) Dibentuk oleh pemerintah
2) Lembaga pemerintah nonstruktural
3) Bersifat mandiri
4) Bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri
5) Pelaporan dari pelaksanaan tugasnya diberikan kepada Presiden melalui
Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI.
b. Memiliki dan menjalankan tugas kelembagaan. Ketentuan ini dimuat dan
diatur dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat. Tugas dan fungsi pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan harus dilakukan melalui mekanisme perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian hingga pelaporan dan pertanggungjawaban.
Dalam melaksanakan tugas ini, BAZNAS dapat bekerjasama dengan pihak-
pihak terkait seperti kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan
lembaga luar negeri sejauh dilakukan untuk kepentingan umat.
52Kementerian Agama RI.(II).Op.Cit. hal. 52.
-
40
c. Memiliki struktur kelembagaan. Jika merujuk pada pasal 8 Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, struktur kelembagaan
tersebut mencakup beberapa kriteria, diantaranya:
1) Struktur organisasi BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
wakil ketua
2) Memiliki jumlah keanggotaan sebanyak 11 orang, yang terdiri atas 8
orang dari unsur masyarakat dan 3 orang dari unsur pemerintah.
d. Memiliki masa kepengurusan yang jelas. Setiap organisasi selalu memiliki
masa kepengurusan sehingga dapat mengalami pergantian pengurus di masa-
masa selanjutnya. Masa kepengurusan BAZNAS adalah:
1) 5 tahun
2) Dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
e. Keanggotaan BAZNAS ditentukan berdasarkan beberapa kriteria sebagai
berikut:
1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Menteri.
2) Anggota BAZNAS terdiri dari unsur masyarakat yang terdiri dari unsur
ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Isalam di mana
pengangkatannya dilakukan oleh Presiden setelah mendapat
pertimbangan DPR-RI, serta unsur pemerintah yang ditunjuk/ diambil
dari kementrian/ instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
3) Secara lebih spesifik anggota BAZNAS harus memenuhi kriteria;
-
41
a) Warga negara Indonesia,
Kriteria ini tampaknya menyesuaikan serta merujuk pada berbagai
peraturan hukum lainnya yang menekankan bahwa setiap lembaga atau
badan yang dibentuk oleh pemerintah harus diisi oleh warga negara
Indonesia. Secara agama, ketentuan ini tentu saja tidak bertentangan,
sementara secara sosial-budaya, ketentuan ini akan lebih memudahkan
identifikasi dan juga pertanggungjawaban secara sosial dan hukum bagi
warga negara sendiri.
b) Beragama Islam,
Kriteria ini sangat dianjurkan oleh ulama-ulama fikih di mana seorang
pengelola zakat (amil) sangat dianjurkan dari kalangan muslim. Meskipun
terdapat pendapat yang tidak mengharuskan kategori muslim menjadi
amil, tetapi banyak dari kalangan ulama yang mensyaratkan keislaman
sebagai syarat untuk menjadi pengelola zakat.
c) Bertakwa kepada Allah SWT,
Hampir senada dengan kriteria sebelumnya, kriteria ini untuk
menekankan bahwa ketakwaan kepada Allah SWT akan membuat
pengelola zakat akan bertindak secara amanah dan bertanggungjawab
karena ia sangat takut kepada Allah SWT jika ia sampai tidak
menjalankan tugasnya dengan baik. Hanya saja, kriteria ini agak sulit
diukur mengingat ketakwaan merupakan persoalan batiniah yang sulit
diukur melalui perilaku badaniah. Meskipun demikian, kesaksian dan
-
42
rekomendasi kalangan yang bisa dipercaya mengenai seseorang dapat
dijadikan sebagai salah satu faktor untuk menjadikan sosok yang kuat
iman serta takwanya itu untuk dapat dipilih sebagai pengelola zakat.
d) Berakhlak mulia,
Kriteria ini mencakup perilaku keseharian yang dilihat dan disaksikan
secara sosial. Dengan pengertian lain, masyarakat umum dapat menilai
apakah seseorang berperilaku mulia atau tidak.
e) Berusia minimal 40 tahun,
Kriteria ini lebih mengutamakan pada pertimbangan berdasarkan
kematangan, kedewasaan, dan pengalaman hidup seseorang. Berbagai
kajian mengenai psikologi, biologi, fisiologi dan juga medis
mengutarakan bahwa usia 40 tahun dianggap sebagai usia kematangan
dan merupakan tahap puncak dari kondisi fisik, sehingga seseorang
berada dalam kondisi yang sangat mendukung bagi segala usaha untuk
memenuhi tantangan dalam mencapai kekuasaan atau prestasi terbaik.
f) Sehat jasmani dan rohani
Kriteria ini merupakan keharusan untuk dimiliki setiap orang yang akan
melaksanakan suatu proses pekerjaan yang berat dan menuntut tanggung
jawab. Kriteria ini merupakan syarat mendasar yang selalu dicantumkan
dalam berbagai persyaratan untuk menduduki jabatan atau melaksanakan
tugas yang berhubungan dengan kepentingan publik.
g) Tidak menjadi anggota partai politik,
-
43
Kriteria ini ingin menegaskan bahwa anggota BAZNAS tidak terlibat
dalam wilayah politik praktis karena dikhawatirkan akan menjauhkan diri
dari tujuan pengelolaan zakat yang sebenarnya. Keterlibatan dalam partai
politik dikhawatirkan akan membawa kepentingan tertentu yang dapat
merugikan tujuan pengelolaan zakat itu sendiri.
h) Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat,
Kriteria ini merupakan anjuran yang ditekankan baik oleh ajaran agama
maupun ajaran pengetahuan kemanusiaan. Kompetensi merupakan
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati dan dikuasai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
i) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Kriteria ini merupaka sesuatu yang tidak dapat ditawar. Pengelolaan zakat
merupakan kepercayaan tinggi dari masyrakat. Hal-hal yang terkait
dengan sisi negatif yang dimiliki oleh pengelola zakat harus dihindari
agar masyarakat percaya dan ikhlas dalam menunaikan zakatnya melalui
BAZNAS. Seseorang yang pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana kejahatan sangat tidak patut menjadi anggota BAZNAS karena
akan mengurangi nilai kemuliaan dari lembaga pengelola zakat tersebut.