serial ramadhan karim ii fiqhus shiyam: menuju ... · pdf filepengertian puasa secara bahasa...

36
- 1 - SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU KESEMPURNAAN IBADAH PUASA Oleh: Aep Saepulloh Darusmanwiati*** Lisensi Dokumen Copyright Aep Saepulloh, www.indonesianschool.org Seluruh dokumen di www.indonesianschool.org dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang disertakan dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari penulis, indonesianschool.org.

Upload: phamdieu

Post on 06-Mar-2018

281 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 1 -

SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU KESEMPURNAAN IBADAH PUASA

Oleh: Aep Saepulloh Darusmanwiati***

Lisensi Dokumen Copyright Aep Saepulloh, www.indonesianschool.org

Seluruh dokumen di www.indonesianschool.org dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak

menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang disertakan dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin

terlebih dahulu dari penulis, indonesianschool.org.

Page 2: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 2 -

Pendahuluan

Setelah pada makalah pertama penulis menyajikan seputar cara dan amalan dalam rangka menyambut kedatangan 'tamu agung' Ramadhan berikut amalan yang sebaiknya dilakukan kelak pada bulan Ramadhan, maka makalah ini mencoba menyajikan 'aroma' lain, yakni aroma fiqih shiyamnya. Makalah ini, mencoba menyajikan semua hal yang erat kaitannya dengan hukum dan aturan dalam puasa Ramadhan, mulai dari syarat sah puasa, hal-hal yang sunnah dilakukan, sampai hal-hal yang membatalkan puasa. Semua ini disajikan tentu dengan maksud menjadi pegangan para pembaca kelak pada bulan Ramadhan. Makalah kedua ini rencananya, sebagaimana telah penulis sampaikan pada makalah pertama, akan dilampirkan terjemahan dua buah buku saku tanya jawab seputar ibadah puasa karya Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Shalih Utsaimin. Namun, karena keterbatasan waktu, penulis mohon maaf tidak dapat menyajikannya sebagai lampiran pada makalah kedua ini. Namun demikian, semoga pada makalah ketiga nanti, hasil terjemahan tersebut sudah dapat dilampirkan, amin.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini berguna dan bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi para pembaca semua. Hanya kepadaNyalah kita berbakti dan mengabdi, juga hanya kepadaNyalah kita akan kembali. Selamat menikmati. Wallahu a'lam bish-shawab, allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad, wa 'ala aalihi wa ashhabihi ajma'in. Pengertian puasa

Secara bahasa puasa berarti menahan dan mencegah sesuatu (al-imsak wal kaffu 'anis sya'i). Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Maryam ayat 26 berikut ini:

)26: مريم (فقولي إني نذرت للرحمن صوما فلن أآلم اليوم إنسياArtinya: "Maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini" (QS. Maryam: 26).

Kata shaum dalam ayat di atas maksudnya adalah diam, mencegah dan menahan untuk tidak berbicara.

Sedangkan secara syar'i, shiyam berarti: اإلمساك عن المفطرات من طلوع الفجر إلى غروب الشمس مع نية التعبد هللا تعالى

Artinya: "Puasa atau shiyam adalah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat untuk beribadah kepada Allah". Macam-macam puasa

Secara garis besar, puasa terbagi kepada empat macam 1. Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya haram 4. Puasa yang hukumnya makruh A. Puasa Wajib

Yang termasuk puasa wajib ada tiga macam: 1. Puasa yang wajib dilaksanakan dikarenakan waktunya yaitu puasa Ramadhan. 2. Puasa yang wajib dilaksanakan karena ada sebab, yaitu puasa kifarat. Puasa kifarat ini adalah puasa

untuk menebus kesalahan yang telah dilakukan, misalnya orang yang melakukan hubungan badan di siang hari bulan Ramadhan, maka ia harus menebus kesalahannya itu dengan jalan puasa dua bulan berturut-turut. Atau orang yang melanggar sumpahnya, ia juga harus berpuasa untuk menebus kesalahannya itu selama tiga hari berturut-turut.

3. Puasa yang wajib dilaksanakan karena janji kepada Allah untuk dirinya atau disebut dengan puasa nadzar. Misalnya, apabila seseorang berkata: "Seandainya saya tahun ini dapat lulus ujian, saya bernadzar (berjanji) akan puasa selama satu hari". Kemudian, ternyata ujiannya lulus, maka orang tersebut wajib untuk berpuasa selama satu hari karena nadzarnya itu. Apabila ia tidak berpuasa, maka ia berdosa.

Page 3: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 3 -

Puasa Ramadhan Hukum melaksanakannya

Puasa Ramadhan hukumnya wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang sudah baligh, berakal, sehat dan tidak sedang bepergian (karena kalau sedang bepergian, ia boleh berbuka, namun wajib qadha di hari yang lain kelak). Di antara dalil wajibnya puasa bulan Ramadhan ini adalah: A. Dalil al-Qur'an

ون م تتق بلكم لعلك ن ق ذين م ى ال ب عل ا آت صيام آم دودات * ياأيها الذين ءامنوا آتب عليكم ال ا مع أيامذين يط ى ال ر وعل ام أخ ن أي دة م ن فمن آان منكم مريضا أو على سفر فع سكين فم ام م ة طع ه فدي يقون

ون تم تعلم م إن آن ر لك صوموا خي ه وأن ت ر ل و خي را فه وع خي ه * تط زل في ذي أن ضان ال هر رم شن ضا أو القرءان هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان فم ان مري ن آ صمه وم شهر فلي نكم ال هد م ش

ى ه عل روا الل دة ولتكب على سفر فعدة من أيام أخر يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر ولتكملوا الع )185-183: البقرة (م تشكرون ما هداآم ولعلك

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" (QS. Al-Baqarah: 183-185).

B. Dalil Sunnah ال عن طلحة بن عبد اهللا أن أعرابيا جاء إلى رسول ا رأس فق ائر ال لم ث ه وس أخبرنى : هللا صلى اهللا علي

]رواه البخارى ومسلم)) [شهر رمضان إال أن تطوع شيئا: ((فقال, بما فرض اهللا علي من الصيامArtinya: Dari Thalhah bin Abdullah bahwasannya seorang Arab dusun datang kepada Rasulullah saw dalam keadaan rambutnya yang acak-acakkan. Ia lalu berkata: "Jelaskan kepada saya, puasa apa yang diwajibkan oleh Allah?" Rasulullah saw menjawab: "Puasa pada bulan Ramadhan kecuali kamu menjadikan sesuatu sebagai hal yang sunnah" (HR. Bukhari Muslim).

ه إال : بني اإلسالم على خمس : ((لى اهللا عليه وسلم قال رسول اهللا ص : عن ابن عمر قال شهادة أن ال إلول اهللا دا رس صالة, اهللا وأن محم ام ال اة, وإق اء الزآ ضان , وإيت ج وصوم رم ارى )) [والح رواه البخ

]ومسلمArtinya: "Ibn Umar berkata, Rasulullah saw bersabda: "Islam itu dibangun di atas lima perkara: Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji dan puasa pada bulan Ramadhan" (HR. Bukhari Muslim).

C. Ijma' Para ulama telah sepakat bahwa puasa pada bulan Ramadhan termasuk salah satu rukun Islam

yang wajib dilaksanakan.orang yang mengingkari kewajibannya dipandang telah kafir, dan ia tidak boleh ditinggalkan oleh mukallaf (orang yang baligh, berakal dan Islam) kecuali ada udzur sebagaimana dijelaskan oleh Syara' (lihat dalam al-Ifshah karya Ibn Hubairah (1/232), al-Mughni karya Ibn Qudamah (3/285), dan Majmu' al-Fatawa karya Ibnu Taimiyyah (6/252).

Kabar gembira bagi orang yang berpuasa Ramadhan (at-targhib) Pada makalah pertama telah dijelaskan panjang lebar keistimewaan bagi orang yang melaksanakan

ibadah puasa Ramadhan. Berikut ini di antara keistimewaan dimaksud: 1. Dapat menghapus dosa

Page 4: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 4 -

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: لم : عن حذيفة بن اليمان قال ه وس ه وجاره : ((قال رسول اهللا صلى اهللا علي ه ومال ة الرجل فى أهل فتن

]رواه البخارى ومسلم)) [تكفرها الصالة والصيام والصدقةArtinya: "Rasulullah saw bersabda: "Fitnah bagi seorang laki-laki itu akan ditemukan di keluarga, harta dan tetangganya. Namun, semua itu dapat ditutup dan ditebus dengan jalan shalat, puasa dan shadaqah" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda: ال لم ق ا : ((عن أبي هريرة عن النبي صلى اهللا عليه وس ه م ر ل سابا غف ا واحت من صام رمضان إيمان

]رواه البخارى ومسلم)) [بهتقدم من ذنArtinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan (ridha Allah), maka ia akan diampuni segala dosanya yang telah lalu" (HR. Bukhari Muslim).

لم عن أبي هريرة قال قا ة : ((ل روسول اهللا صلى اهللا عليه وس ى الجمع ة إل صلوات الخمس والجمع , ال ]رواه مسلم)) [مكفرات لما بينهن إذا اجتنبت الكبائر, ورمضان إلى رمضان

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Shalat yang lima waktu, dari Jum'ah ke Jum'ah dan dari Ramadhan ke Ramadhan, dapat menutupi dosa-dosa di antara keduanya selama ia meninggalkan dosa besar" (HR. Muslim).

2. Doanya akan dikabulkan serta akan dibebaskan dari api neraka Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:

اء من : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ة عتق وم وليل ار إن اهللا فى آل ي , فى شهر رمضان , الن ]رواه أحمد والبزار)) [فيستجاب له, وإن لكل مسلم دعوة بها

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah akan membebaskan dari api neraka pada bulan Ramadhan setiap satu hari satu malam. Dan bagi setiap muslim yang berdoa padanya (terutama ketika berbuka puasa sebagaimana disebutkan dalam hadits lainnya) ada doa yang tidak mungkin ditolak" (HR. Ahmad dan Bazzar).

3. Dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang benar dan syuhada (minas shiddiqiin was syuhadaa)

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut ini: ال : عن عمرو بن مرة الجهنى قال لم فق ا رسول اهللا : جاء رجل إلى النبي صلى اهللا عليه وس أرأيت , ي

ه , وأديت الزآاة, وصليت الخمس, وأنك رسول اهللا, إن شهدت أن ال إله إال اهللا , وصمت رمضان وقمت ] وسنده صحيحرواه ابن حبان)) [من الصديقين والشهداء: ((فممن أنا؟ قال

Artinya: Amr bin Murrah al-Juhany berkata: "Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw sambil berkata: "Ya Rasulullah, bagaimana menurut anda apabila saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan bahwasannya eukau utusan Allah, lalu saya juga shalat lima waktu, mengeluarkan zakat serta berpuasa pada bulan Ramadhan berikut melakukan shalat qiyam Ramadhan, termasuk golongan manakah saya ini kelak?" Rasulullah saw menjawab: "Termasuk golongan orang-orang yang benar dan orang-orang yang mati syahid" (HR. Ibn Hibban dan sanadnya Shahih).

Ancaman dan hukuman bagi yang tidak melaksanakan puasa Ramadhan tanpa ada udzur (tanpa ada alasan yang sah secara syar'i) / tarhib

Orang yang tidak melakukan puasa pada bulan Ramadhan padahal ia sudah baligh berakal tanpa alasan yang jelas, di samping berdosa juga sangat dikecam. Di antara dalil terlarangnya tidak berpuasa Ramadhan bagi yang tidak ada udzur adalah:

ول : عن أبي أمامة الباهلى قال لم يق ه وس انى رجالن : ((سمعت رسول اهللا صلى اهللا علي ائم أت ا ن ا أن بينمه : فقلت, اصعد: فأخذا بضبعى فأتيا بى جبال وعرا فقاال اال . إنى ال أطيق ك : فق سهله ل حتى , فصعدت . سن

ق :ما هذه األصوات؟ قالوا : قلت. إذا آنت فى سواد الجبل إذا بأصوات شديدة م انطل ار ث هذا عواء أهل النا , مشققة أشداقهم , فإذا أنا بقوم معلقين بعراقيبهم , بي ال . تسيل أشداقهم دم ال : قلت :ق ذين : من هؤالء؟ ق ال

]وابن حبان والحاآم وسنده صحيح, النسائيرواه...)) [يفطرون قبل تحلة صومهم

Page 5: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 5 -

Artinya: Abu Umamah al-Bahily berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Ketika saya sedang tidur, saya bermimpi didatangi dua orang laki-laki. Keduanya lalu menarik lengan saya dibawa ke sebuah gunung yang sulit didaki karena banyak batu-batu. Keduanya lalu berkata: "Naiklah". Saya menjawab: "Saya tidak mungkin dapat mendakinya". Keduanya berkata: "Saya akan memudahkan kamu untuk mendakinya". Saya pun lalu naik ke atasnya. Ketika sudah berada di puncak gunung, tiba-tiba saya mendengar jeritan yang sangat keras. Saya bertanya: "Jeritan apa ini?" Mereka menjawab: "Ini adalah jeritan penghuni neraka". Kemudian saya dibawa pergi. Tiba-tiba saya mendapati sekelompok orang yang menggantung leher mereka sendiri, dan ujung mulut-mulut mereka dirobek-robek sehingga tampak dari ujung mulut mereka darah segar mengalir. Saya bertanya: "Siapakah mereka ini?" Ia menjawab: "Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktu berbuka tiba" (HR. Nasai, Ibn Hibban, Hakim dan sanad hadits tersebut shahih).

Bahkan dalam hadits di bawah ini disebutkan bahwa orang yang dengan sengaja berbuka pada bulan Ramadhan tanpa alasan syar'i, maka satu hari ia berbuka tidak dapat ditebus sekalipun dengan berpuasa setahun lamanya.

ال لم ق ه وس ي صلى اهللا علي دا: ((أن النب ا من رمضان متعم دهر وإن , من أفطر يوم ه صيام ال ال يجزئ ]اه الترمذى وأبو داود والبيهقىرو)) [صامه

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berbuka satu hari saja dengan sengaja dan tanpa alasan syari pada siang hari bulan Ramadhan, maka ia tidak dapat ditebus sekalipun dengan berpuasa satu tahun lamanya" (HR. Turmudzi, Abu Dawud dan Baihaki).

Hadits ini dhaif lantaran di antara rawinya ada yang bernama Hubaib bin Abi Tsabit yang oleh para ulama dipandang lemah dan dipandang ayahnya tidak mendengar hadits tersebut dari Abu Hurairah sebagaimana dikatakan oleh Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari (4/161). Namun demikian, hadits ini dapat kita pakai juga dalam hal bahwa begitu berat ancaman dan teguran bagi mereka yang berbuka puasa dengan sengaja pada siang bulan Ramadhan.

Syarat sah puasa

Untuk sahnya sebuah puasa Ramadhan disyaratkan dua hal berikut ini: 1. Suci dari haid dan nifas. Orang yang haid dan nifas kemudian puasa, maka puasanya tidak sah (lihat

dalam Fathul Qadir 2/234), Hasyiyah ad-Dasuqi (1/509). 2. Niat. Puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah, oleh karena itu tidak sah apabila tidak memakai niat

sebagaimana ibadah-ibadah lainnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw: ]رواه البخارى)) [إنما األعمال بالنيات: ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Amal itu tergantung niat" (HR. Bukhari). Mengapa perlu memakai niat? Karena ketika seseorang menahan diri tidak makan dan minum,

boleh jadi karena sakit, agar langsing atau yang lainnya. Dan hal ini tidak dapat dibedakan dan dipisahkan kecuali dengan niat. Oleh karena itu, Imam Nawawi dalam bukunya Raudhatut Thalibin (2/350) berkata:

ومحلها القلب, ال يصح الصوم إال بالنيةArtinya: "Tidak sah puasa seseorang kecuali memakai niat. Dan tempat niat itu di dalam hati".

Sehubungan dengan syarat niat, para ulama berpendapat bahwa sebuah niat dapat dipandang telah mencukupi dan sah apabila memenuhi empat persyaratan berikut ini: 1. Yakin (al-jazm). Niat harus diucapkan dengan yakin dan penuh, tidak boleh ragu-ragu. Oleh karena

itu, orang yang berniat puasa pada esok hari pada malam yang ragu, atau diragukan, maka puasanya tidak sah karena niatnya tidak bulat dan yakin (lihat dalam al-Hidayah 2/248) dan Raudhah at-Thalibin 2/353).

2. Ditentukan (at-ta'yin). Orang berpuasa dalam berniatnya hendaklah tertentu, misalnya puasa wajib atau sunnahkah, puasa Ramadhan atau puasa nadzarkah dan seterusnya. Oleh karena itu, orang yang sedang berpuasa menurut Jumhur ulama harus menentukan dalam niatnya puasa apa yang dilakukannya, apakah Ramadhan atau lainnya (lihat dalam Raudhatut Thalibin 2/350, Bidayatul Mujtahid 1/435).

Page 6: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 6 -

3. Diniatkan pada waktu malam (at-tabyit). Orang yang akan berpuasa hendaklah meniatkan puasanya itu pada malam hari yakni antara matahari terbenam sampai terbit fajar. Syarat ini menurut madzhab Malikiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah berdasarkan hadits berikut ini:

ه , من لم يجمع الصيام قبل الفجر : ((عن حفصة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال رواه )) [فال صيام ل ] والترمذىأبو داود

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka puasanya tidak sah" (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

Apakah pada puasa sunnat juga wajib niat pada malam hari

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa para ulama telah sepakat berniat puasa pada malam hari bulan Ramadhan adalah wajib. Namun, bagaimana dengan puasa sunnat, apakah wajib berniat sejak malam juga atau boleh berniat pada waktu pagi sekalipun? Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat.

Perbedaan pendapat di antara para ulama tersebut dikarenakan terdapatnya dua hadits berikut ini yang seolah bertentangan satu sama lain. Kedua hadits di maksud adalah:

ه , من لم يجمع الصيام قبل الفجر : ((عن حفصة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال رواه )) [فال صيام ل ]أبو داود والترمذى

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka puasanya tidak sah" (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

Hadits kedua adalah hadits: ا )) هل عندآم شيئ؟ : ((فقال, دخل علي النبي صلى اهللا عليه وسلم ذات يوم : عن عائشة قالت , ال: فقلن

ا )) فإنى إذن صائم : ((قال ا رسول اهللا : ثم أتانا يوما آخر فقلن ا حيس , ي ال , أهدى لن ه : ((فق د , أريني فلق ]رواه مسلم[فأآل )) أصبحت صائما

Artinya: "Aisyah berkata: "Suatu hari Rasulullah saw masuk ke dalam rumah saya sambil bersabda: "Apakah ada yang dapat saya makan hari ini?" Kami menjawab: "Tidak ada". Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalau begitu, hari ini saya akan berpuasa". Pada hari lain, beliau datang lagi. Kami lalu berkata: "Ya Rasulullah, kami baru saja diberi hadiah berupa hais (makanan yang terbuat dari tepung). Rasulullah saw bersabda: "Ayo kesinihkan, saya berpuasa pada pagi hari tadi". Beliau pun lalu makan" (HR. Muslim). Hadits pertama (hadits Hafsah) memberikan pemahaman bahwa puasa apa saja, baik puasa sunnat maupun puasa wajib—karena dalam hadits tersebut umum tidak disebutkan apakah untuk puasa sunnat ataukah untuk puasa wajib, maka hukumnya pun umum; meliputi puasa wajib dan puasa sunnat—harus memakai niat pada malam hari. Mereka yang puasanya tidak memakai niat pada malam hari, maka puasanya tidak sah.

Sementara hadits kedua (hadits Aisyah) memberikan pemahaman bahwa untuk puasa sunnat, niatnya tidak mesti malam hari, boleh juga pada siang hari. Hal ini dikarenakan dalam hadits tersebut, ketika Rasulullah saw tidak mendapatkan makanan, beliau lalu berkata: "kalau demikian, saya akan berpuasa", dan Rasulullah saw mengatakannya pada waktu siang.

Oleh karena itu, Jumhur ulama mencoba memberikan solusi dengan jalan menggabungkan kedua hadits di atas. Menurut Jumhur ulama, bahwa hadits Hafsah untuk puasa wajib, sementara hadits Aisyah untuk puasa sunnat. Implikasinya, orang yang akan berpuasa wajib, diharuskan berniat pada malam hari. Sementara bagi yang akan berpuasa sunnat, diperbolehkan untuk berniat pada siang hari sebelum matahari tergelincir sedikit (sebelum waktu dhuhur). Sebagian ulama lain, membolehkannya sampai waktu matahari terbenam, selama ia siang hari.

Pendapat Jumhur ini dikuatkan dengan praktek dan pemahaman Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Abu Darda dan Hudzaifah, bahwa untuk puasa sunnat, boleh berniatnya sejak pagi atau siang hari, tidak mesti malam hari. Namun, untuk puasa wajib tetap harus diniatkan pada malam hari.

Sedangkan Imam Malik, Imam Laits, Ibnu Hazm termasuk pengarang kitab Nailul Authar, Imam Syaukani, mereka tidak membedakan antara puasa sunnat dengan puasa wajib. Bagi mereka, baik puasa sunnat maupun wajib, tetap diharuskan berniat terlebih dahulu sejak malam hari. Menurut kelompok ini, kata 'la shiyama' dalam hadits Hafsah berbentuk nakirah (umum) dalam susunan nafyi

Page 7: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 7 -

yang berarti ia umum, mencakup semua jenis puasa, baik puasa wajib maupun puasa sunnat (lihat dalam Nailul Authar: 4/233).

Dari kedua pendapat di atas, penulis berkecenderungan bahwa puasa wajib memang diharuskan berniat sejak malam hari, sementara untuk puasa sunnat, boleh berniat pada siang hari. Namun, apabila untuk puasa sunnat ini berniat juga pada malam hari, tentu hal ini lebih baik dan lebih hati-hati (ahwath).

4. Berniat pada setiap malam dari bulan Ramadhan Jumhur ulama berpendapat bahwa berniat puasa Ramadhan itu wajib diniatkan setiap malam.

Artinya, apabila dalam satu Ramadhan itu terdapat tiga puluh hari, maka ia harus berniat setiap malam, sehingga niatnya itu semuanya berjumlah tiga puluh malam juga. Hal ini didasarkan pada keumuman hadits Hafsah di atas yang mengharuskan niat untuk setiap puasa. Di samping itu, setiap hari puasa Ramadhan itu adalah ibadah tersendiri yang tidak terkait antara satu sama lainnya. Demikian juga apabila satu shaum rusak, maka tidak mempengaruhi kerusakan shaum hari-hari lainnya. Karena berdiri sendiri inilah, maka niatnya pun harus tiap malam juga, tidak boleh berniat puasa pada satu malam untuk sebulan puasa (lihat al-Majmu': 6/302, Raddul Mukhtar: 2/87).

Sementara menurut Zufar dan Imam Malik, satu niat cukup untuk sebulan puasa. Misalnya, apabila pada malam pertama berniat puasa, maka untuk malam-malam berikutnya tidak wajib berniat lagi, karena sudah cukup dengan niat di awal tadi. Hal ini, menurut Zufar dan Imam Malik, karena puasa seperti shalat; niatnya cukup diawal, bukan setiap gerakan shalat (lihat dalam asy-Syarhul Kabir: 1/521).

Dari kedua pendapat di atas, penulis lebih cenderung untuk mengambil pendapat pertama, Jumhur Ulama, yang mewajibkan niat setiap malam. Hal ini tentu untuk lebih hati-hati (ahwath).

Perlu penulis tambahkan juga, bahwa niat tersebut boleh sejak malam hari tiba, juga boleh ketika sahur nanti, sebelum waktu Shubuh.

Amalan Sunnah pada waktu berpuasa

Ada beberapa amalan sunnah yang perlu dilakukan dan diperhatikan selama melaksanakan ibadah puasa Ramadhan agar pahala ibadah puasanya lebih banyak dan lebih berlipat. Amalan-amalan dimaksud adalah: 1. Makan sahur

Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw berikut ini: ة , تسحروا: ((عن أنس بن مالك أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال سحور برآ رواه )) [فإن فى ال

]البخارى ومسلمArtinya: Rasulullah saw bersabda: "Sahurlah kalian, karena dalam sahur itu terdapat keberkahan" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits lain disebutkan: ين صيامنا وصيام أهل : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : عن عمرو بن العاص قال ا ب فصل م

]رواه مسلم)) [الكتاب أآلة السحورArtinya: Rasulullah saw bersabda: "Yang membedakan puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur" (HR. Muslim).

Makan sahur dipandang cukup sekalipun hanya dengan seteguk air sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

ال لم ق ه وس اء : ((عن عبد اهللا بن عمرو أن رسول اهللا صلى اهللا علي و بجرعة م سحروا ول رواه )) [ت ]الحديث حسنابن حبان وأحمد و

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Sahurlah kalian sekalipun hanya dengan seteguk air" (HR. Ibn Hibban dan Ahmad dan haditsnya Hasan).

Sahur dengan memakai kurma tentu lebih utama (apabila ada) sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

]رواه أبو داود)) [نعم سحور المؤمن التمر: ((عن أبي هريرة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قالArtinya: Rasulullah saw bersabda: "Sebaik-baik makanan sahur orang mukmin itu adalah kurma" (HR. Abu Dawud).

Page 8: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 8 -

2. Mengakhirkan waktu sahur Sahur sebaiknya dilakukan diakhirkan (menjelang waktu subuh, terbit fajar), karena mengakhirkan

waktu sahur termasuk amalan sunnah sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini: آم بين : قلت. تسحرنا مع النبي صلى اهللا عليه وسلم ثم قام إلى الصالة : عن أنس عن زيد بن ثابت قال

)رواه البخارى ومسلم(قدر خمسين أية : سحور؟ قالاألذان والArtinya: Zaid bin Tsabit berkata: "Kami melakukan sahur bersama Rasulullah saw, kemudian beliau berdiri untuk melakukan shalat. Saya bertanya: "Berapa jarak waktu antara adzan dan sahur tersebut?" Ia menjawab: "Kira-kira sama dengan waktu membaca lima puluh ayat" (HR. Bukhari dan Muslim).

ت ب قال ت حبي سة بن ن أني لم : ع ه وس ول اهللا صلى اهللا علي ال رس وا : ((ق وم فكل ن أم مكت إذا أذن ابربوا شربوا , واش أآلوا وال ت ال ت الل ف ن )) وإذا أذن ب شيئ م ا ال ى عليه ا ليبق دة من ت الواح إن آان فحورها بالل, س ول ل حورى : فتق ن س رغ م ى أف ل حت ديث صحيح )) [أمه د والح سائى وأحم رواه الن ]اإلسناد

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Apabila Ibn Ummi Maktum adzan, kalian masih boleh untuk makan dan minum. Namun, apabila Bilal sudah adzan, maka janganlah kalian makan dan minum". Unaisah berkata: "Apabila salah seorang dari kami masih ada sesuatu yang dimakan dalam sahurnya, kami berkata kepada Bilal: "Lambatkan adzannya, sehingga saya selesai dari sahur saya" (HR. Nasai, Ahmad).

Dari hadits ini ada beberapa hal yang perlu penulis sampaikan. Pertama, bahwa tukang adzan pada masa Rasulullah saw itu ada dua orang: Ibn Ummi Maktum (seorang sahabat Rasulullah saw yang buta) dan Bilal. Ibnu Ummi Maktum bertugas untuk adzan awal (adzan yang dilakukan sebelum waktu Shubuh, biasanya adzan ini untuk mengingatkan bahwa waktu Shubuh sudah dekat oleh karenanya bersiap-siaplah), sedangkan Bilal bertugas untuk adzan Shubuh. Kedua, pada masa Rasulullah saw, adzan waktu pagi hari dua kali; adzan awal (sebelum shubuh) dan adzan Shubuh. Ketiga, hadits ini juga mengisyaratkan bahwa apabila seseorang sedang sahur dan belum habis makan sahurnya, lalu tiba-tiba adzan Shubuh berkumandang, maka ia masih boleh meneruskan makanannya sampai adzan Shubuh tersebut berakhir sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

Bahkan, di bawah ini hadits yang lebih tegas lagi yang membolehkan seseorang yang masih makan sahur sementara adzan Shubuh sudah dikumandangkan, untuk terus menghabiskan makanannya sampai adzan tersebut berakhir:

لم قال: عن أبي هريرة قال داء : (( رسول اهللا صلى اهللا عليه وس ده , إذا سمع أحدآم الن ى ي اء عل واإلن ]رواه أبو داود والحاآم)) [فال يضعه حتى يقضى حاجته منه

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian mendengar adzan (maksudnya adzan Shubuh), sementara tangannya masih memegang piring (maksudnya masih makan sahur), maka janganlah meletakkan piring tersebut sehingga ia menghabiskannya" (HR. Abu Dawud dan Hakim).

Meski demikian, tentu agar lebih hati-hati (ikhtiyat), sebaiknya sahur tersebut sudah selesai sebelum adzan Shubuh tiba.

3. Menyegerakan berbuka Termasuk amalan sunnah lainnya selama bulan Ramadhan adalah bersegera dalam berbuka. Hal

ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: ال ر : ((عن سهل بن سعد أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ق اس بخي زال الن وا الفطر , الي ا عجل )) م

]رواه البخارى ومسلم[Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Orang-orang akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka bersegera dalam berbuka (berbuka puasa)" (HR. Bukhari Muslim).

4. Apabila ada, sebaiknya makanan pertama untuk berbuka adalah kurma atau air Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

ل أن يصلى : ((عن أنس قال ات قب ى رطب لم يفطر عل م تكن , آان رسول اهللا صلى اهللا عليه وس إن ل ف ]رواه أبو داود والحديث حسن)) [ حسا حسوات من الماءفإن لم تكن, رطبات فعلى تمرات

Artinya: Anas berkata: "Rasulullah saw apabila berbuka puasa beliau memakan beberapa biji ruthab (kurma basah, masih muda, biasanya masih berwarna merah) terlebih dahulu sebelum melakukan shalat. Apabila tidak ada ruthab, beliau makan tamar (kurma yang sudah dipendam dan dimasakkan

Page 9: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 9 -

biasanya berwarna hitam). Apabila tidak ada juga, beliau berbuka dengan satu teguk air minum" (HR. Abu Dawud dan haditsnya Hasan).

Mengapa lebih baik berbuka terlebih dahulu dengan kurma atau air? Dalam hal ini Ibnu Qayyim dalam bukunya, Zadul Ma'ad (2/50,51) berkata: "Secara tabiatnya, makanan yang manis umumnya lebih diterima oleh perut, juga lebih memberikan kekuatan tubuh di samping kekuatan penglihatan….Adapun dengan air, karena hati dengan adanya puasa, ia menjadi kering. Apabila sudah dibasahi hati tersebut dengan air, maka proses bekerjanya akan sempurna lagi ketika nanti diisi dengan makanan apa saja. Oleh karena itu, orang yang sedang haus dan lapar sebaiknya memulai berbuka mereka dengan sedikit air, kemudian setelah itu baru makan. Kedua hal ini terdapat dalam kurma dan air yang di antara kekhususan keduanya ini adalah dapat memperbaiki hati. Dan tentu hal ini tidak dapat diketahui kecuali oleh para dokter hati sendiri".

5. Berdoa ketika berbuka puasa Termasuk amalan sunnah lainnya selama berpuasa adalah berdoa ketika berbuka. Dalam sebuah

hadits disebutkan: ال : عن ابن عمر قال روق : ((آان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم إذا أفطر ق ت الع أ وابتل ب الظم , ذه

]رواه أبو داود والحديث حسن)) [ألجر إن شاء اهللاوثبت اArtinya: "Ibnu Umar berkata: "Rasulullah saw apabila beliau berbuka puasa, beliau membaca doa: "Dzahabad dhama'u wabtallatil 'uruuqu wa tsabatal ajru insya Allah (Ya Allah, telah hilang rasa dahaga, telah basah tenggorokan, telah didapatkan pahala, insya Allah" (HR. Abu Dawud dan hadits tersebut Hasan).

6. Rajin bersedekah, membaca dan menelaah serta mengkaji al-Qur'an Hal ini di antaranya didasarkan kepada hadits berikut ini:

ا يكون فى , ان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم أجود الناس آ: عن عبد اهللا بن عباس قال وآان أجود مفلرسول اهللا صلى اهللا , فيدارسه القرآن , وآان يلقاه فى آل ليلة من رمضان , رمضان حين يلقاه جبريل

)متفق عليه(عليه وسلم أجود بالخير من الريح المرسلة Artinya: Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi apabila pada bulan Ramadhan ketika Jibril datang menemuinya. Jibril seringkali menemui Rasulullah saw tiap malam pada bulan Ramadhan, ia mengajarkan al-Qur'an kepadanya. Sungguh Rasulullah saw itu adalah orang yang lebih dermawan dengan hartanya, dan beliau lebih dermawan lagi dari pada angin yang berhembus" (HR. Bukhari Muslim).

Untuk lebih jelas dan rinci bahasan ini, silahkan lihat pada makalah pertama tentang serial Ramadhan Karim.

7. Menjauhi sedapat mungkin dari perbuatan dosa dan maksiat yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala puasa.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa puasa bukan sekedar menjaga mulut dan perut dari makanan dan berhubungan badan di siang hari, akan tetapi juga sebaiknya puasa itu menahan dan mencegah seluruh tubuh dari perbuatan dosa dan maksiat, seperti berdusta, ghibah dan lainnya.

Oleh karena itu, Imam Ghazali membagi puasa ini menjadi tiga kelompok. Puasa awwam yaitu puasa mereka yang hanya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa saja. Kedua, puasa khusus atau puasa khawas, yaitu puasa orang yang bukan sekedar menjaga hal-hal yang membatalkan puasa, akan tetapi juga menjaga seluruh anggota badannya dari perbuatan dosa dan maksiat. Ketiga, puasa khususil khusus yaitu puasa yang lebih tinggi lagi dari kedua macam di atas, bukan semata menjaga hal-hal yang dapat membatalkan puasa, anggota badan pada bulan Ramadhan akan tetapi juga pada bulan-bulan lainnya selain Ramadhan.

Pentingnya menjaga anggota badan dari perbuatan dosa ini karena didasarkan kepada hadits berikut ini:

يس هللا : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم: عن أبي هريرة قال ه فل من لم يدع قول الزور والعمل ب ]رواه البخارى)) [حاجة فى أن يدع طعامه وشرابه

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan kotor dan jahatnya, maka Allah tidak akan memberikan pahala dari meninggalkan makan dan minumnya" (HR. Bukhari).

Page 10: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 10 -

ال لم ق ه وس ا : ((عن أبي هريرة عن النبي صلى اهللا علي الم يخرقه ة م صيام جن م )) ال ل وب ا؟ قي يخرقه ]رواه الطبرانى)) [بكذب أو غيبة: ((قال

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa itu adalah perisai selama tidak dilobanginya". Lalu ditanyakan: "Dengan apa dilobanginya?" Rasulullah saw menjawab: "Dengan berbohong atau berbuat ghibah (menceritakan kejelekan dan kejahatan orang lain dengan maksud kebencian)" (HR. Thabrani).

Namun demikian para jumhur Ulama berpendapat bahwa perbuatan dosa dan maksiat tersebut tidak membatalkan puasa hanya mengurangi pahala puasa saja. Untuk lebih jelasnya lihat makalah sebelumnya.

8. Selalu ingat dan mengatakan: Inni Shaaim (saya sedang berpuasa) Orang yang sedang berpuasa sebaiknya selalu ingat bahwa ia sedang berpuasa. Dengan mengingat

seperti itu, maka segala gerak dan langkahnya akan terawasi dan terjaga dari perbuatan-perbuatan dosa. Karena, sebagaimana dijelaskan pada makalah sebelumnya, bahwa puasa itu adalah Junnah, tameng, perisai dari perbuatan dosa. Oleh karena itu juga, apabila ada orang lain yang mengajak bertengkar atau mencaci memaki, yang sedang berpuasa, maka katakanlah bahwa: Inni Shaaim (saya sedang berpuasa). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

ال لم ق ه وس رة أن رسول اهللا صلى اهللا علي وم صوم أحدآم فال يرفث وال : ((عن أبي هري ان ي إذا آ ]رواه البخارى ومسلم)) [إنى صائم: فإن شاتمه أحد أو قاتله فليقل, وال يجهل, يصخب

Artinya: Rasulullah saw berikut ini: "Apabila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata-kata kotor dan bertengkar, juga jangan bertindak bodoh. Apabila seseorang mencaci atau memaki kamu maka katakanlah: "Saya sedang berpuasa". (HR. Bukhari Muslim).

Untuk lebih menambah wawasan dan keterangan seputar sub ini, silahkan lihat kembali makalah penulis sebelumnya.

Demikian di antara amalan sunnah yang perlu dilakukan oleh seseorang yang sedang melakukan puasa khususnya di bulan Ramadhan. Semua ini tentu akan lebih memperbanyak dan mempertebal pahala ibadah puasa kita. Semoga kita dapat melaksanakannya, amin. Hal-hal yang membatalkan puasa

Para ulama telah sepakat bahwa yang membatalkan puasa itu ada tiga, makan, minum disengaja dan hubungan badan di siang hari. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini:

ود فال يط الأس ن الخ أبيض م يط ال م الخ ين لك ى يتب آن باشروهن وابتغوا ما آتب الله لكم وآلوا واشربوا حت )187: البقرة (من الفجر ثم أتموا الصيام إلى الليل

Artinya: "Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam" (QS. Al-Baqarah: 187).

Sekalipun para ulama telah sepakat dalam tiga hal di atas, namun mereka berselisih dalam perinciannya sebagaimana akan diulas di bawah ini (lihat Bidayatul Mujtahid: 1/431).

Secara garis besar, yang membatalkan puasa dapat dikelompokkan kepada dua bagian: 1. Membatalkan puasa dan wajib qadha

Yang termasuk ke dalam bagian ini adalah: 1) Makan dan minum yang disengaja.

Namun apabila ia lupa makan dan minum, maka tidak membatalkan puasa dan tidak wajib qadha. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

رة أن النبي صل ال عن أبي هري لم ق ه وس سي : ((ى اهللا علي , فأآل أو شرب —وهو صائم —من ن ]رواه البخارى ومسلم)) [فإنما أطعمه اهللا وسقاه, فليتم صومه

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang lupa, ketika dia sedang berpuasa, lalu makan dan minum, maka teruskanlah puasanya, karena itu berarti Allah telah memberi makan dan minum orang tersebut" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits lain dikatakan: ال لم ق ا : ((عن ابن عباس أن النبي صلى اهللا عليه وس سيان وم أ والن إن اهللا وضع عن أمتى الخط

]رواه ابن ماجه والطبرانى والحاآم)) [استكرهوا عليه

Page 11: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 11 -

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah memaafkan dari ummatku karena salah, lupa dan dipaksa" (HR. Ibn Majah, Thabrani dan Hakim).

2) Muntah disengaja. Hal ini didasarkan kepad hadits berikut ini:

ال لم ق ه وس رة أن النبي صلى اهللا علي ه قضاء من ذ : ((عن أبي هري يس علي ىء فل ومن , رعه الق ]رواه أبو داود والترمذى وصححه األلبانى)) [استقاء عمدا فليقض

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang terpaksa harus muntah (tidak disengaja), maka ia tidak perlu mengqadha (tidak membatalkan puasa). Namun, barangsiapa yang muntah dengan disengaja, maka ia harus mengqadha" (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan disahihkan oleh Syaikh Albani).

3) Haid dan nifas. Para ulama telah sepakat, wanita yang haid dan nifas sekalipun sebentar pada penghujung

siang, maka puasanya menjadi batal dan ia harus mengqadhanya. 4) Melakukan masturbasi dengan disengaja (istimna')

Menurut jumhur ulama orang yang melakukan masturbasi pada siang hari di bulan Ramadhan, maka puasanya batal dan ia wajib qadha pada hari yang lain (al-Umm: 2/86), al-Mughni (3/48), Raudhatut Thalibin: 2/104).

Sedangkan menurut Ibn Hazm dalam bukunya, al-Muhalla:6/203-205, berpendapat bahwa orang yang mengeluarkan sperma tanpa melalui hubungan badan, misalnya dengan melakukan onani atau yang lainnya selama bukan jima', baik disengaja maupun tidak disengaja, tidak membatalkan puasa. Artinya, orang tersebut masih boleh meneruskan puasanya sampai maghrib tiba. Alasan yang dikemukakan Ibn Hazm adalah:

ولم يأت بذلك نص وال إجماع وال قول صاحب وال قياسArtinya: "Hal tersebut dikarenakan untuk masalah tadi tidak ada keterangannya baik dari nash, Ijma', qaul shahabi maupun qiyas".

Dari kedua pendapat di atas, penulis lebih condong untuk mengambil pendapatnya Jumhur ulama, bahwa orang yang melakukan mengeluarkan spermanya dengan sengaja pada siang hari bulan Ramadhan, puasanya menjadi batal dan ia wajib mengqadha pada hari lainnya. Hal ini dikarenakan dalam sebuah hadits dikatakan bahwa "orang yang berpuasa itu meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karenaKu" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits ini disebutkan bahwa orang yang berpuasa seharusnya bukan hanya menahan makan dan minum, akan tetapi juga syahwat. Melakukan onani dan masturbasi jelas termasuk perbuatan yang didasarkan syahwat buktinya sampai mengeluarkan air mani yang dalam sisi ini, sama dengan orang yang melakukan hubungan badan dalam hal sama-sama setelahnya mengeluarkan air mani. Oleh karena berdasarkan syahwat inilah, maka mengeluarkan sperma dengan sengaja termasuk yang membatalkan puasa dan orang tersebut wajib mengqadha pada hari lainnya.

5) Niat berbuka dengan hatinya Apabila orang yang berpuasa berniat dalam hatinya bahwa ia telah membatalkan puasanya

dengan penuh kesadaran bahwa ia sedang berpuasa, disengaja dan niat yang bulat, maka puasanya menjadi batal sekalipun ia belum makan atau minum dan orang yang melakukannya wajib mengqadha pada hari lainnya. Hal ini dikarenakan dalam sebuah hadits disebutkan:

)رواه البخارى(لكل امرئ ما نوى Artinya: "Segala sesuatu itu tergantung apa yang diniatkannya" (HR.Bukhari).

Oleh karena itu, orang yang berpuasa apabila sedang berada di atas bus, lalu terdengar adzan maghrib dan ia tidak membawa makanan untuk berbuka, maka cukup diniatkan dalam hatinya bahwa saat itu ia telah berbuka. Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Syafi'i, Dhahiriyyah, Abu Tsaur dan Imam Ahmad (al-Muhalla: 6/175, al-Majmu': 6/314).

6) Murtad dari agama Islam

Page 12: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 12 -

Para ulama sepakat bahwa orang yang keluar dari agama Islam, maka puasanya menjadi batal dan apabila ia kembali lagi ke agama Islam, ia wajib mengqadha puasanya itu (lihat dalam al-Mughni: 3/25).

2. Membatalkan puasa dan wajib qadha serta membayar kifarat (tebusan, denda) Yang termasuk ke dalam kelompok kedua ini hanyalah jima (berhubungan badan suami isteri di

siang hari). Dalil bahwa orang yang melakukan jima batal puasanya dan wajib membayar kifarat adalah hadits

di bawah ini: ال , بينما نحن جلوس عند النبي صلى اهللا عليه وسلم إذ جاءه رجل : عن أبي هريرة قال ا رسول اهللا : فق , ي

لم , وقعت على امرأتى وأنا صائم : قال, ))ما لك؟ : ((قال, هلكت هل : ((فقال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسابع : ((قال, ال: قال)) تجد رقبة تعتقها؟ ال )) ين؟فهل تستطيع أن تصوم شهرين متت ال , ال: ق فهل تجد : ((ق

لم : قال, ال: قال)) إطعام ستين مسكينا؟ ه وس ك أتى النبي , فسكت النبي صلى اهللا علي ى ذل ا نحن عل فبينمسائل؟ : ((قال, صلى اهللا عليه وسلم بعرق فيها تمر ن ال ال )) أي ا : فق ال , أن ه : ((ق ذا فتصدق ب ال )) خذ ه فق

ر من أهل بيتى على أفقر منى يا رسول اهللا؟ ف : الرجل ا أهل بيت أفق ين البتيه ا ب فضحك النبي , و اهللا م ]رواه البخارى ومسلم)) [أطعمه أهلك: ((ثم قال, صلى اهللا عليه وسلم حتى بدت أنيابه

Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Ketika kami duduk di samping Rasulullah saw, tiba-tiba datang seorang laki-laki berkata: "Ya Rasulullah, celaka" Rasulullah bertanya: "Emang ada apa?". Ia menjawab: "Saya melakukan hubungan badan dengan isteri saya padahal saya sedang berpuasa". Rasulullah saw bersabda: "Apakah kamu mampu untuk membebaskan seorang budak?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak". Rasulullah saw bertanya kembali: "Apakah kamu mampu untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak". Rasulullah saw bertanya kembali: "Apakah kamu dapat memberi makan enam puluh orang miskin?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak". Rasulullah saw lalu terdiam sejenak. Tidak lama kemudian, dibawakan kepada Rasulullah saw sekeranjang kurma. Rasulullah saw bertanya kembali: "Mana orang yang bertanya tadi?" Laki-laki itu menjawab: "Saya di sini". Rasulullah saw bersabda kembali: "Bawa kurma ini dan sedekahkanlah". Laki-laki itu berkata kembali: "Kepada orang yang lebih miskin dari saya, Rasulullah? Demi Allah tidak ada keluarga yang paling miskin di antara dua ujung kota ini selain keluarga saya". Rasulullah saw tertawa sehingga tampak gigi serinya, kemudian bersabda: "Berikan kurma tersebut ke keluargamu" (HR. Bukhari Muslim).

Dari hadits ini, jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan hubungan badan dengan jalan menempelkan atau mencelupkan minimal ujung kemaluannya (taghyib al-hasyafah) pada salah satu lobang, baik lobang depan (kemaluan wanita, qubul) ataupun belakang (dubur, pantat), membatalkan puasa dan pelakuknya wajib membayar kifarat berikut mengqadha puasanya pada hari yang lain, baik sampai mengeluarkan air mani, maupun tidak. Apakah wanitanya juga wajib membayar kifarat?

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dan terbagi kepada tiga kelompok. Kelompok pertama yakni madzhab Syafi'i dan satu pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa wanita yang melakukan hubungan badan tidak wajib membayar kifarat. Yang wajib membayar kifarat hanyalah laki-lakinya saja. Hal ini lantaran dalam hadits di atas, Rasulullah saw hanya memerintahkan laki-laki saja untuk membayar kifarat tersebut dan tidak memerintahkan wanitanya juga. Oleh karena itu, yang wajib membayar kifarat hanyalah laki-lakinya saja.

Kelompok kedua berpendapat bahwa cukup satu kifarat saja. Namun, apabila kifaratnya berupa puasa dua bulan berturut-turut, maka yang harus melakukannya adalah keduanya. Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Auza'i. Pendapat kedua ini tidak didasarkan kepada dalil yang kuat yang menguatkan pendapatnya.

Ketiga, jumhur ulama berpendapat bahwa wanita pun wajib membayar kifarat. Hal ini lantaran beberapa alasan: 1. Baik laki-laki maupun wanita yang melakukannya sama-sama telah mencemarkan kehormatan bulan

Ramadhan, oleh karena itu wanita pun wajib membayar kifarat. Di samping itu, dalam ajaran Islam, hukum bagi laki-laki dan perempuan tidak dibedakan kecuali ada dalil yang tegas membedakannya.

Page 13: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 13 -

Karena dalam kasus ini tidak ada dalil yang membedakannya, maka ketentuan hukumnya disamakan dengan laki-laki yakni sama-sama wajib membayar kifarat.

2. Mengenai alasan bahwa dalam hadits di atas Rasulullah saw tidak memerintahkan si wanita untuk membayar kifarat, hal ini tidak dapat dijadikan alasan kuat, karena boleh jadi saat itu si wanita sedang ada udzur untuk tidak puasa, misalnya sakit, bepergian atau lupa.

3. Boleh jadi Rasulullah saw tidak memerintahkan wanita tersebut untuk membayar kifarat juga lantaran Rasulullah saw mengetahui kondisi ekonominya yang lemah. Oleh karena itu, tentu ini tidak menutup kewajiban keduanya, laki-laki dan wanita untuk sama-sama membayar kifarat.

Dari ketiga pendapat di atas, penulis lebih cenderung untuk mengambil pendapat jumhur ulama, bahwa baik laki-laki maupuan wanita yang melakukan hubungan badan di siang hari dengan sengaja, keduanya wajib membayar kifarat berikut qadha. Wallahu 'alam. Apakah membayar kifarat mesti berurutan?

Dalam hadits di atas nampak bahwa orang yang melakukan hubungan badan di siang hari harus membayar kifarat (denda, tebusan) berikut ini dengan cara memilih salah satunya berdasarkan urutan berikut ini: membebaskan budak, puasa dua bulan berturut-turut dan memberi makan fakir miskin sebanyak enam puluh orang. Namun, persoalannya apakah kifarat tersebut harus berurutan artinya yang pertama kali harus dilakukan adalah membebaskan budak, apabila tidak ada diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut dan apabila tidak ada dengan memberi makan enam puluh fakir miskin?

Jumhur ulama berpendapat bahwa dalam membayar kifarat tersebut haruslah berurutan dimulai dari membebaskan budak sampai memberi makan enam puluh fakir miskin. Menurut jumhur, tidak boleh seseorang kifarahnya berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali ia tidak mampu untuk membebaskan budak terlebih dahulu. Demikian juga tidak boleh dengan memberi makan enam puluh fakir miskin, melainkan apabila ia tidak mampu membebaskan budak dan tidak dapat berpuasa selama dua bulan berturut-turut (lihat al-Mughni: 3/344, Bidayatul Mujtahid: 1/451, dan Fathul Bari: 4/198).

Sedangkan menurut Imam Malik, boleh memilih salah satu dari ketiga hal tersebut menurut kemampuan dan kehendaknya. Hal ini lantaran terdapat sebuah hadits lain yang membolehkan memilih tersebut, yakni:

ة , أن رجال أفطر فى رمضان : عن أبي هريرة ر بعتق رقب لم أن يكف ه وس أمره النبي صلى اهللا علي أو , ف )رواه مسلم(أو إطعام ستين مسكينا , صيام شهرين متتابعين

Artinya: Dari Abu Hurairah bahwasannya seorang laki-laki pernah berbuka pada bulan Ramadhan. Rasulullah saw lalu memerintahkan orang tersebut untuk menebusnya dengan jalan membebaskan budak atau puas dua bulan berturut-turut atau memberi makan enam puluh fakir miskin" (HR. Muslim).

Dari kedua pendapat ini nampak bahwa Jumhur mencoba menggunakan metode tarjih (mendahulukan dalil yang lebih kuat). Hadits yang menunjukkan tartib diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, sementara yang membolehkan takhyir (memilih) diriwayatkan oleh Imam Muslim saja, dan tentu riwayat Imam Bukhari Muslim lebih kuat dan lebih rajih dari pada riwayat Imam Muslim saja, dan karenanya lebih didahulukan daripada hadits Imam Muslim. Untuk itu, jumhur tetap berkesimpulan bahwa kafarat tersebut harus dibayar secara berurutan bukan dengan jalan memilih. Pendapat ini, hemat penulis, lebih tepat dan lebih hati-hati, wallahu 'alam. Bagaimana kalau melakukan jima'nya berkali-kali?

Dalam hal ini dapat dikemukakan beberapa ketentuan berikut (lihat dalam Bidayatul Mujtahid: 1/453, al-Mughni: 3/341, dan al-Majmu': 6/370): 1. Apabila seseorang melakukan hubungan badan pada siang hari di bulan Ramadhan, lalu membayar

kifarat, lalu berhubungan badan lagi pada hari yang lain, maka para ulama telah sepakat (ijma'), bahwa ia harus membayar kifarat yang lain lagi.

2. Apabila dalam satu hari melakukan hubungan badan berkali-kali, maka ia tidak wajib membayar kifarat selain satu kali saja. Hal ini sudah merupakan Ijma (kesepakatan) para ulama.

3. Apabila seseorang melakukan hubungan badan di siang hari Ramadhan dengan sengaja, lalu sebelum ia membayar kifaratnya ia melakukan hubungan badan lagi pada hari yang lain, maka para ulama terbagi dua pendapat.

Page 14: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 14 -

Pertama, Imam Malik dan Syafi'i dan para ulama lainnya, berpendapat bahwa setiap hari ia wajib membayar kifarat, karena setiap hari itu adalah ibadah tersendiri.

Kedua, pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Auza'i dan az-Zuhri bahwa ia cukup membayar satu kifarat saja selama belum membayar kifarat untuk jima' yang pertama. Hal ini karena dikiaskan (dianalogkan) kepada masalah had. Bahwa orang yang melakukan pelanggaran berkali-kali dan belum dihad (dihukum), maka ketika akan dihad (dihukum), cukup satu had saja. Namun, hemat penulis pendapat Jumhur lebih rajih. Wallahu a'alam.

Hal-hal yang dibolehkan bagi orang sedang berpuasa (tidak membatalkan puasa)

Ada beberapa hal yang boleh dilakukan atau boleh terjadi bagi seseorang yang sedang melakukan ibadah puasa (tidak membatalkan puasa): 1. Dalam keadaan junub sampai terbit pajar

Bagi suami isteri yang pada malam hari melakukan hubungan badan atau bagi pemuda pemudi yang mimpi sehingga 'basah', boleh untuk tidak mandi terlebih dahulu sekalipun fajar sudah terbit (sudah Shubuh). Kemudian ia mandi besar setelah Shubuh dan berpuasa seperti biasa. Namun, mandi terlebih dahulu sebelum terbit fajar (sebelum waktu Shubuh tiba), tentu hal tersebut lebih baik dan lebih utama. Bolehnya sampai terbit fajar masih dalam keadaan junub, adalah didasarkan kepada hadits berikut ini:

ه الفجر وهو جنب : ((عن عائشة وأم سلمة رضي اهللا عنهما ان يدرآ أن النبي صلى اهللا عليه وسلم آ ]رواه البخارى ومسلم)) [من أهله ثم يغتسل ويصوم

Artinya: "Dari Aisyah dan Ummu Salamah, bahwasannya Rasulullah saw pernah masih dalam keadaan junub (setelah berhubungan badan dengan isterinya) padahal fajar telah terbit. Beliau kemudian mandi besar (setelah waktu fajar terbit) lalu berpuasa" (HR. Bukhari Muslim).

2. Memakai siwak dan gosok gigi Dalam makalah pertama memang disebutkan bahwa bau mulut orang yang sedang berpuasa di sisi

Allah lebih wangi dari pada minyak kasturi, namun ini tidak berarti bahwa orang yang berpuasa tidak boleh membersihkan gigi dan mulutnya dengan anggapan semakin bau mulutnya, tentu semakin wangi di sisi Allah. Maksud hadits tersebut adalah untuk bau mulut yang alami, tidak dibuat-buat, yang pada umumnya orang yang terlambat mengisi perutnya dengan makanan, akan menimbulkan bau mulut yang kurang sedap.

Sedangkan mereka yang dengan sengaja membaukan mulutnya, tanpa menggosok gigi setelah sahur, misalnya, tentu hal ini dilarang dalam ajaran Islam, karena disamping akan menimbulkan 'pencemaran', juga akan menimbulkan kemadaratan bagi orang lain. Untuk itu, dalam ajaran Islam, bersiwak atau menggosok gigi, selama tidak terlalu tebal odolnya dan tidak berlebihan, tetap diperbolehkan. Bolehnya orang yang sedang berpuasa menggosok gigi pada siang hari adalah berdasarkan keumuman hadits berikut ini:

د آل وضوء : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم سواك عن رتهم بال ى أمتى ألم وال أن أشق عل )) ل ]رواه البخارى ومسلم[

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Kalaulah tidak akan memberatkan kepada ummatku, pasti akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) setiap kali berwudhu" (HR. Bukhari Muslim).

Dari hadits di atas, Imam Bukhari, Ibn Khuzaemah dan Ibnu Hajar al-Asqalany (lihat dalam Fathul Bari: 4/158) berpendapat bahwa hadits di atas umum, meliputi baik bagi orang yang sedang berpuasa maupun yang tidak berpuasa. Oleh karena itu, hadits di atas menjadi dalil bahwa memakai siwak juga menggosok gigi bagi orang yang sedang berpuasa serta bagi yang bukan sedang berpuasa diperbolehkan setiap kali berwudhu dan shalat. Namun untuk gosok gigi, sebaiknya tidak dilakukan siang hari, dan lakukanlah pada malam hari untuk menjaga masuknya odol atau pasta gigi ke dalam kerongkongan.

3. Kumur-kumur dan menghirup air ke hidung (madhmadhah dan istintsaq) Berkumur-kumur atau menghirup air ke hidung baik ketika berwudhu maupun bukan berwudhu,

bagi orang yang sedang berpuasa diperbolehkan. Hal ini karena praktek ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Kecuali untuk menghirup air ke hidung, apabila dilakukan sedang berpuasa, sebaiknya

Page 15: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 15 -

dilakukan tidak berlebihan (tidak sampai ke dalam rongga hidung sekali, cukup bagian depannya saja). Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam potongan hadits berikut ini:

لم ه وس تنثاق إال أن تكون صائما : ((...قال رسول اهللا صلى اهللا علي الغ فى االس رواه الترمذى )) [وب ]وابو داود وأحمد وابن ماجه والنسائى

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "…dan teruskanlah dengan istintsaq (menghirup air ke dalam hidung), kecuali jika kamu sedang berpuasa" (HR. Turmudzi, Abu Dawud, Ahmad, Ibn Majah dan Nasai).

Para ulama juga berpendapat, bahwa orang yang berpuasa boleh berkumur-kumur sekalipun bukan ketika berwudhu atau bukan ketika mandi. Air basah yang tersisa di mulutnya setelah berkumur-kumur, jika menelannya sebagai air ludah juga tidak membatalkan puasa, karena hal ini termasuk hal yang sulit dihindari (maksudnya apabila berkumur-kumur otomatis basah dan ada air yang tersisa, asal tidak disengaja saja menelan sisa-sisa air). Bahkan menurut sebagian besar ulama seperti Imam Auza'i, Ishaq, dan Imam Syafi'i, apabila sedang berkumur-kumur tersebut, tiba-tiba ada air yang tertelan tanpa sengaja dan tidak berlebih-lebihan, maka tidak membatalkan puasa.

Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, apabila sedang berkumur-kumur lalu ada air yang tertelan sekalipun tidak disengaja, tetap membatalkan puasanya, karena sekalipun air tersebut tertelannya tidak disengaja, namun, berkumur-kumurnya tetap disengaja (lihat dalam Raddul Mukhtar: 2/98).

4. Mencumbu dan mencium isteri Mencumbu dan mencium isteri diperbolehkan untuk dilakukan dalam keadaan puasa. Tentu

selama tidak berlebihan dan selama tidak akan 'terjerumus' kepada perbuatan lebih dari itu yakni Jima' (berhubungan badan). Karena, apabila sampai melakukan jima', tentu bukan saja puasanya batal, akan tetapi ia juga harus membayar kifarah (denda, tebusan) sebagaimana akan dijelaskan di bawah nanti. Ciuman dan cumbuan biasa yang tidak 'terlalu hot', diperbolehkan dilakukan dalam keadaan berpuasa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

آان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم يقبل وهو صائم ويباشر : ((عن عائشة رضي اهللا عنها أنها قالت ]رواه البخارى ومسلم)) [ولكنه آان أملككم إلربه, وهو صائم

Artinya: "Siti Aisyah bertutur: "Rasulullah saw terkadang mencium dan mencumbu (isteri-isterinya terutama Aisyah) ketika beliau sedang berpuasa. Hanya saja, beliau adalah orang yang paling dapat mengendalikan gairah syahwatnya" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits lain disebutkan: ]رواه أبو داود)) [ اهللا عليه وسلم يقبلنى وهو صائم وأنا صائمةآان رسول اهللا صلى: ((عن عائشة قالت

Artinya: Aisyah berkata: "Rasulullah saw menciumi saya ketika beliau sedang berpuasa dan saya pun berpuasa" (HR. Abu Dawud).

Hanya saja, hal itu boleh dilaukan bagi yang sudah agak tua atau yang sudah tua. Namun, bagi mereka yang masih muda dan masa pernikahannya masih baru, mencumbu atau mencium isterinya dimakruhkan (sebaiknya tidak dilakukan). Hal ini sebagaimana tercantum dalam hadits berikut ini:

ال , عن عبد اهللا بن عمرو بن العاص د : ((ق ا عن لم آن ه وس ال , فجاء شاب , النبي صلى اهللا علي ا : فق يال : فجاء شيخ فقال, ))ال: ((أقبل وأنا صائم؟ قال , رسول اهللا م : ((أقبل وأنا صائم؟ ق ال ))نع فنظر : و ق

سه : ((فقال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم , بعضنا إلى بعض ك نف شيخ يمل نده )) [إن ال د وس رواه أحم ]ضعيف لضعف ابن لهيعة

Artinya: "Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata: "Ketika kami sedang berada di samping Rasulullah saw, tiba-tiba datang seorang pemuda berkata: "Wahai Rasulullah, apakah saya boleh mencium isteri saya ketika sedang berpuasa?" Rasulullah saw menjawab: "Tidak boleh". Tidak lama kemudian, datang seorang kakek-kakek (atau laki-laki setengah tua) berkata: "Apakah saya boleh mencium isteri saya ketika sedang berpuasa?" Rasulullah saw menjawab: "Boleh". Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata: "Lalu kami saling memandang satu sama lain (maksudnya bingung kok yang tadi dibolehkan sementara satu lagi tidak). Rasulullah saw lalu bersabda: "Sesungguhnya laki-laki yang sudah tua itu lebih dapat mengendalikan dirinya" (HR. Ahmad dan sanadnya dhaif karena ada seorang rawi bernama Ibn Luhai'ah).

Namun, berkaitan dengan hadits ini, Ibnu Hazm dalam al-Muhalla (6/208) berkata:

Page 16: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 16 -

انى عشرة سنة رق فى , وآانت عائشة إذ مات عليه الصالة والسالم بنت ثم ول من ف فظهر بطالن قال , ذلك بين الشيخ والشباب ول من ق ة : وبطالن ق ا مكروه ا حسنة مستحبة وسنة من , إنه وصح أنه

وقربة من القرب إلى اهللا تعالى اقتداء بالنبي صلى اهللا عليه و سلم , السننArtinya: "Siti Aisyah ketika Rasulullah saw meninggal usianya delapan belas tahun. Dari sini nampak bahwa pendapat yang membedakan bolehnya mencium bagi yang sudah tua dan makruh bagi yang masih muda, adalah pendapat yang tidak tepat dan batal. Sebaliknya, mencium isteri (termasuk ketika puasa) termasuk perbuatan yang disukai dan termasuk salah satu sunnah Rasul juga termasuk salah satu upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan mengikuti contoh dan praktek Rasulullah saw".

Pendapat Ibn Hazm di atas, hendak menolak adanya pemisahan antara pemuda dan orang tua dalam mencium isterinya. Penulis juga lebih sepakat untuk mengatakan bahwa larangan mencium tersebut lebih kepada illat, sebabnya yaitu takut sampai keluar air mani atau keterlaluan. Oleh karena itu, selama tidak dikhawatirkan sampai mengeluarkan air mani atau sampai berbuat jima, maka mencium isteri baik untuk yang sudah tua maupun yang masih muda, diperbolehkan dan sah-sah saja. Namun, apabila dikhawatirkan akan menimbulkan keluarnya air mani, maka mencium isteri baik untuk laki-laki tua maupun muda, dilarang dan dimakruhkan. Untuk masalah ini, tentu yang bersangkutan lebih mengetahui kondisi masing-masing, apakah termasuk orang yang mudah keluar air mani dan mudah terangsang, atau tidak. Kalau mudah mengeluarkan air mani, maka sebaiknya praktek tersebut ditinggalkan.

Sebagian orang berpendapat bahwa kebolehan mencium isteri ketika sedang berpuasa adalah khusus untuk Rasulullah saw saja. Pendapat ini kurang tepat, karena banyak keterangan yang menunjukkan bahwa para sahabat pun melakukan hal demikian dan tidak dilarang oleh Rasulullah saw. Oleh karena itu, mencium isteri ketika sedang berpuasa boleh dilakukan oleh siapa saja selama dapat terjaga dari keluarnya air mani. Di antara riwayat yang mengatakan bahwa mencium isteri ketika sedang berpuasa bukan kehususan Rasulullah saw, adalah hadits berikut ini:

ه , فقبلت وأنا صائم , هششت يوما: عن جابر أن عمر بن الخطاب قال فجئت رسول اهللا صلى اهللا عليال . قبلت وأنا صائم : قلت)) وما هو؟ : ((قال, لقد صنعت اليوم أمرا عظيما : وسلم فقلت و : ((ق أرأيت ل

اء؟ ال: قلت)) تمضمضت من الم ضر ق يم؟: ((إذا ال ي دي)) [فف د والح و داود وأحم ث صحيح رواه اب ]لغيره

Artinya: "Jabir berkata bahwa suatu hari Umar bin Khatab berkata: "Suatu hari hati saya begitu bahagia, sehingga saya mencium isteri saya padahal saya sedang berpuasa". Saya lalu menghadap kepada Rasulullah saw sambil berkata: "Hari ini saya telah melakukan sesuatu yang kurang pantas". Rasulullah saw bertanya: "Perbuatan apa itu?" Umar menjawab: "Saya telah mencium isteri ketika saya sedang berpuasa". Rasulullah saw lalu bersabda: "Bagaimana menurut kamu (apakah membatalkan puasa) orang yang berkumur-kumur dengan air?" Saya menjawab: "Tidak, tidak mengapa dan tidak membatalkan". Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalau demikian, ada apa dengan kamu? (maksudnya kamu juga sama tidak membatalkan puasa kamu)" (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan haditsnya Shahih Ligairih).

5. Periksa darah dan disuntik yang bukan untuk tujuan menambah makanan dan kekuatan tubuh.

Memeriksa golongan darah atau disuntik bagi orang yang sakit, tidak membatalkan puasa, karena hal ini sebagaiman dikatakan oleh para ulama semisal Ibn Taimiyyah (lihat dalam Haqiqatus Shiyam hal. 55) tidak termasuk perkara yang membatalkan puasa. Kecuali apabila suntikkan itu dimaksudkan untuk memberikan makanan kepada si pasien, maka hal tersebut dipandang membatalkan karena intinya sama dengan memasukkan makanan melalui perutnya.

6. Berbekam (hijamah) dan donor darah Hijamah atau dibekam pada awalnya termasuk perkara yang membatalkan puasa. Namun, tidak

lama setelah itu, dinasakh (dihapus) sehingga bukan lagi termasuk yang membatalkan puasa (untuk lebih jelasnya mengenai persoalan ini, lihat dalam Nasikhul Hadits wa Mansukhuhu hal. 334-338 karya Ibn Syahiin). Dalil bolehnya melakukan bekam bagi orang yang sedang berpuasa adalah:

]رواه البخارى)) [أن النبي صلى اهللا عليه وسلم احتجم وهو صائم: ((عن ابن عباس رضي اهللا عنهما

Page 17: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 17 -

Artinya: "Ibn Abbas bertutur bahwasannya Rasulullah saw melakukan bekam ketika beliau sedang berpuasa" (HR. Bukhari). Demikian juga dengan praktek donor darah, diperbolehkan dan tidak membatalkan ibadah puasa.

7. Mencicipi masakan, makanan Mencicipi makanan biasanya banyak dilakukan oleh ibu-ibu ketika memasak. Praktek seperti ini

diperbolehkan dengan catatan bahwa masakan yang dicicipi tersebut tidak sampai ke tenggorokan. Jadi hanya nempel dilidah sedikit saja, lalu segera diludahkan. Hal ini sebagaimana dituturkan dalam sebuah riwayat dari Ibn Abbas berikut ini:

ه )) [ال بأس أن يذوق الخل أو الشيئ ما لم يدخل حلقه وهو صائم: ((عن ابن عباس رواه البيهقى وعلق ]البخارى ووصله ابن أبي شيبة

Artinya: Ibnu Abbas berkata: "Tidak mengapa bagi orang yang sedang berpuasa untuk mencicipi cuka atau apa saja, selama tidak masuk ke dalam tenggorokkan" (HR. Baihaki).

Sehubungan dengan masalah ini Ibnu Taimiyyah berkata: "…Mencicipi makanan apabila dilakukan tanpa keperluan dan kepentingan, makruh untuk dilakukan. Namun tidak membatalkan puasa. Sedangkan apabila dilakukan karena ada keperluan atau kepentingan, maka dia seperti orang yang berkumur-kumur" (lihat Majmu'ul Fatawa: 25/266).

Dalam riwayat lain dikatakan: ا : عن يونس عن الحسن قال ه —وهو صائم —رأيته يمضغ للصبي طعام م يخرجه من في , يمضغه ث

]رواه عبد الرزاق والحديث صحيح اإلسناد[يضعه فى فم الصبي Artinya: Dari Yunus dari Hasan berkata: "Saya melihatnya mengunyah makanan untuk bayi sedangkan dia dalam keadaan puasa. Ia mengunyahnya lalu mengeluarkannya dari mulutnya dan meletakkannya ke mulut bayi" (HR. Abdurrazaq dan haditsnya Shahih sanadnya).

Jumhur ulama memberikan catatan, bolehnya mengunyah atau mencicipi makanan ini bagi yang berkepentingan dan selama tidak sampai ke tenggorokan. Apabila makanan tersebut masuk ke dalam tenggorokkan, maka puasanya batal (lihat dalam al-Mughni: 3/109, Majmu'ul Fatawa: 6/353, dan Fathul Bari: 4/160).

8. Bercelak, mengoleskan obat mata atau apa saja ke dalam mata, juga mencium bau-bauan Bercelak atau membersihkan kotoran di mata dengan jalan meneteskan obat mata, salep, atau apa

saja ke dalam mata, atau mencium bau-bauan dan wangi-wangian, diperbolehkan bagi orang yang sedang berpuasa. Hal ini karena perkara tersebut tidak termasuk perkara yang membatalkan puasa sebagaimana dituturkan oleh Ibn Taimiyyah dalam bukunya Haqiqatus Shiyam, muridnya Ibn Qayyim al-Jauziyyah dalam bukunya Zadul Ma'ad. Imam Bukhari sebagaimana dikutip oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari (4/153) mengatakan:

ولم ير أنس والحسن وإبراهيم بالكحل للصائم بأساArtinya: "Anas, Hasan dan Ibrahim tidak melihat bercelak bagi orang yang sedang berpuasa itu membatalkan puasa".

9. Mandi dan menuangkan air dingin ke badan dan kepala Orang yang berpuasa juga diperbolehkan untuk menuangkan air dingin ke badan atau kepalanya

untuk mengademkan badan dari kehausan dan sengatan matahari. Di samping itu, orang yang berpuasa apabila sangat haus dan udara sangat panas, diperbolehkan untuk merendam dirinya di atas bak, di kolam atau di mana saja. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya bab Mandi bagi orang yang sedang berpuasa (Bab Ightisal ash-Shaim) disebutkan:

ام وهو , ويل ابن عمر رضي اهللا عنهما ثوبا فألقاه عليه وهو صائم : قال البخارى شعبى الحم ودخل ال .ال بأس بالمضمضة والتبرد للصائم: وقال الحسن, صائم

Artinya: Imam Bukhari berkata: "Ibnu Umar suatu hari meminta air untuk mengademkan badannya karena sangat haus dengan cara merendam dan membasahi bajunya lalu ia pakai ketika ia sedang berpuasa. Imam Sya'bi juga masuk ke dalam toilet ketika sedang berpuasa (untuk mandi dan mengademkan badannya karena haus atau kepanasan). Imam Hasan (ulama dari madzhab Hanafiyyah) berpendapat: "Tidak mengapa orang yang sedang berpuasa berkumur-kumur dan mengademkan tubuhnya (baik dengan jalan mandi maupun dengan menuangkan air ke atas kepala dan tubuhnya).

وآان النبي صلى اهللا عليه وسلم يصب الماء على رأسه وهو صائم من العطش أو من الحر

Page 18: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 18 -

Artinya: "Nabi saw ketika sedang berpuasa, terkadang menuangkan air ke atas kepalanya karena rasa dahaga atau udara panas yang menyengat" (HR. Abu Dawud, Ahmad dan sanadnya Shahih).

10. Menelan dahak dan ingus (an-nukhamah) Menurut madzhab Hanafiyyah, pendapat rajih madzhab Malikiyyah dan satu riwayat dari Imam

Ahmad, bahwa menelan dahak atau ingus tidak membatalkan puasa. Karena baik dahak ataupun ingus adalah termasuk hal-hal yang berada di dalam mulut, bukan diperoleh dari luar. Oleh karenanya, baik dahak maupun ingus disamakan dengan air ludah yang tidak membatalkan puasa (lihat dalam al-Mughni: 2/43 dan Raduul Mukhtar: 2/101).

Sedangkan menurut Syafi'iyyah dan Hanabilah, boleh menelan dahak atau ingus selama belum sampai ke mulut (maksudnya apabila masih berada di dalam tenggorokkan, atau hidung). Namun, apabila dahak dan ingus tersebut sudah sampai di dalam mulut, lalu menelannya, maka puasanya menjadi batal (lihat dalam Raudhatut Thalibin: 2/360).

Hemat penulis, tidak mengapa menelannya sekalipun sudah berada di mulut selama tidak diatkan untuk minum ataupun makan.

11. Menelan sesuatu yang tidak dapat dihindari Sesuatu yang tidak dapat dihindari seperti sisa-sisa makanan yang sedikit dan ringan atau darah

sedikit yang berada di sela-sela gigi (misalnya tiba-tiba ada darah di gigi), selama tidak ada maksud sengaja untuk memakannya, maka menurut Jumhur ulama tidak membatalkan puasa karena hal-hal tersebut disamakan dengan air ludah. Namun, apabila darah tersebut banyak atau sisa makanan tersebut besar dan masih beraroma rasa, lalu ditelan sengaja, menurut Jumhur ulama termasuk Hanafiyyah, puasanya batal (lihat dalam Raddul Mukhtar: 2/98, 112, Raudhatut Thalibin: 2/361).

Sedangkan menurut Syafi'iyyah dan Hanabilah, air ludah yang bercampur dengan darah sekalipun sedikit, membatalkan puasa karena darah, menurut mereka, najis yang tidak boleh ditelan (Raddul Mukhtar: 2/98)

Hemat penulis, apabila menelan darah dengan disengaja, tentu bukan saja membatalkan puasa akan tetapi juga dilarang, karena darah adalah perkara yang tidak boleh dimakan. Namun, apabila darah tersebut tertelan tidak sengaja atau sulit dihindari, maka tidak mengapa.

12. Makan, minum dan berhubungan badan karena lupa, tidak disengaja Makan, minum atau berhubungan badan yang tidak disengaja tidak membatalkan puasa. Dalam

sebuah hadits dikatakan: ال سي : ((عن أبي هريرة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم ق تم , فأآل أو شرب —وهو صائم —من ن فلي

]لمرواه البخارى ومس)) [فإنما أطعمه اهللا وسقاه, صومهArtinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang lupa, ketika dia sedang berpuasa, lalu makan dan minum, maka teruskanlah puasanya, karena itu berarti Allah telah memberi makan dan minum orang tersebut" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam al-Qur'an juga dikatakan: )5: األحزاب (ليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم

Artinya: "Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu" (HR. al-Ahzab: 5).

13. Muntah yang tidak disengaja Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

ه قضاء : ((عن أبي هريرة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال يس علي تقاء , من ذرعه القىء فل ومن اس ]رواه أبو داود والترمذى وصححه األلبانى)) [عمدا فليقض

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang terpaksa harus muntah (tidak disengaja), maka ia tidak perlu mengqadha (tidak membatalkan puasa). Namun, barangsiapa yang muntah dengan disengaja, maka ia harus mengqadha" (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan disahihkan oleh Syaikh Albani).

Hukum orang yang boleh berbuka

Orang yang diperbolehkan untuk berbuka pada puasa bulan Ramadhan, dikelompokkan ke dalam tiga golongan: 1. Kelompok yang diperbolehkan untuk berbuka juga untuk berpuasa

Page 19: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 19 -

2. Kelompok yang diwajibkan untuk berbuka 3. Kelompok yang tidak boleh berbuka A. Orang yang boleh berbuka juga boleh berpuasa

Yang termasuk kelompok ini adalah: 1) Orang yang sakit

Para ulama telah sepakat bahwa orang sakit diperbolehkan untuk berbuka puasa, dan apabila kelak sakitnya sembuh, maka ia wajib mengqadhanya pada hari yang lain (lihat dalam al-Mughni: 3/16). Hal ini didasarkan kepada firman Allah swt berikut ini:

)185: البقرة (ومن آان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخرArtinya: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" (QS. Al-Baqarah: 185).

Orang yang sakit ada tiga kategori: 1) Sakitnya ringan yang tidak akan terlalu terpengaruh dengan puasa atau dengan berbuka, seperti flu

ringan, sakit kepala ringan, sakit gigi ringan dan lainnya. Untuk jenis penyakit seperti ini, pengidapnya tidak diperbolehkan untuk berbuka, ia tetap wajib berpuasa

2) Sakitnya agak berat, yang apabila ia berpuasa, penyakitnya agak bertambah, namun tetap tidak membahayakan pengidapnya. Untuk kelompok ini, sebaiknya ia berbuka dan makruh untuk berpuasa.

3) Penyakitnya berat sehingga apabila ia berpuasa membahayakan pengidapnya atau bahkan akan menyebabkannya meninggal dunia. Untuk jenis ini, haram pengidapnya untuk melakukan puasa. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini:

)29: النساء (كمولا تقتلوا أنفسArtinya: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu" (QS. An-Nisa: 29).

2) Orang yang sedang bepergian Orang yang bepergian—tentu bukan bepergian yang biasa dan dekat—diperbolehkan untuk

berbuka. Hal ini berdasarkan firman Allah swt berikut ini: )185: البقرة (ومن آان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر

Artinya: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" (QS. Al-Baqarah: 185).

Namun demikian, apabila si musafir tetap melaksanakan puasa, menurut Jumhur ulama, puasanya tetap sah sah. Namun, menurut Ibnu Umar, Ibn Abbas, Abu Hurairah dan Ibn Hazm, mengatakan bahwa puasa orang yang sedang melakukan perjalanan tidak sah, dan apabila ia tetap berpuasa, ia wajib mengqadhanya pada hari lainnya kelak. Namun, penulis lebih cenderung untuk mengambil pendapat Jumhur ulama karena lebih kuat dan rajih.

Mana yang lebih baik bagi orang yang sedang bepergian; berpuasa atau berbuka?

Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat. Namun demikian, hemat penulis, mereka yang sedang bepergian dapat dikelompokkan kepada tiga keadaan: 1. Perjalanan tersebut sangat memberatkan pelakunya sehingga apabila berpuasa, pelakunya akan

sangat terbebani, juga akan sangat sulit, repot dan berat dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan lainnya. Untuk kondisi ini, berbuka lebih utama dari pada berpuasa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini:

ال ألصحابه انوا فى غزوة —عن أبي سعيد الخدرى أن النبي صلى اهللا عليه وسلم ق م ((—وآ إنك ]رواه مسلم)) [مصبحوا العدو غدا والفطر أقوى لكم

Artinya: "Rasulullah saw bersabda kepada para sahabatnya: "Kalian besok akan menghadapi musuh, maka berbuka akan lebih menguatkan tubuh kalian" (HR. Muslim).

2. Perjalanan tersebut tidak terlalu memberatkan pelakunya, sehingga kalaupun musafir (orang yang bepergian) tersebut tetap berpuasa, tidak akan terbebani dan tidak akan berat dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan lainnya. Untuk kondisi seperti ini, berpuasa tentu lebih utama berdasarkan keumuman firman Allah:

). 184: البقرة (وأن تصوموا خير لكم

Page 20: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 20 -

Artinya: "Dan berpuasa lebih baik bagimu" (QS. Al-Baqarah: 184). حتى , خرجنا مع النبي صلى اهللا عليه وسلم فى بعض أسفاره فى يوم حار : (( عن أبي الدرداء قال

آان من النبي صلى اهللا عليه وسلم وما فينا صائم إال ما , يضع الرجل يده على رأسه من شدة الحر ]رواه البخارى ومسلم)) [وابن رواحة

Artinya: "Abu Darda' berkata: "Kami mengadakan perjalanan bersama Rasulullah saw pada cuaca yang sangat panas. Saking panasnya sampai-sampai orang-orang meletakkan tangannya di atas kepalanya. Di antara kami tidak ada yang melakukan puasa satupun kecuali Rasulullah saw dan Ibn Rawahah" (HR. Bukhari Muslim).

3. Perjalanan tersebut sangat memberatkan si musafir, sehingga apabila ia berpuasa, akan membahayakan kesehatan, tubuh, bahkan nyawanya sendiri. Untuk kondisi seperti ini, musafir wajib berbuka dan haram berpuasa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits berikut ini: يم رام النع غ آ ى بل سار حت ة ف ى مك تح إل ام الف لم خرج ع ه وس ي صلى اهللا علي ابر أن النب , عن ج

ه , ثم عاد بقدح من ماء , وصار الناس اس إلي م شرب , فرفعه حتى نظر الن ك , ث د ذل ه بع ل ل إن : قي ]رواه البخارى ومسلم)) [أولئك العصاة, أولئك العصاة: ((فقال, بعض الناس قد صام

Artinya: "Dari Jabir bahwasanya ketika Rasulullah saw melakukan perjalanan pada penaklukan kota Mekah, beliau berjalan sehingga sampai di Karam an-Na'im. Demikian juga dengan para sahabat lainnya. Lalu beliau mengambil satu kendi air dan mengangkatnya sehingga para sahabat lainnya melihatnya. Rasulullah saw lalu meminumnya. Dikatakan kepada beliau bahwa ada sebagian sahabat yang masih berpuasa. Rasulullah saw lalu bersabda: "Mereka orang-orang yang berbuat dosa, mereka orang-orang yang berbuat dosa" (HR. Bukhari Muslim).

Waktu bolehnya berbuka puasa bagi musafir: 1. Apabila bepergiannya itu dilakukan sebelum terbit atau ketika terbit fajar, dan ia telah berniat

untuk berbuka puasa, maka para ulama sepakat, ia boleh berbuka. Karena orang tersebut telah dikategorikan orang yang mengadakan perjalanan (musafir) dan karenanya diperbolehkan berbuka puasa (lihat dalam al-Qawanin al-Fiqhiyyah karya Ibn Jazi halaman 82).

2. Apabila perjalanannya dilakukan setelah tebit fajar (tengah hari). Untuk kondisi seperti ini, Jumhur ulama (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan satu riwayat menurut Imam Ahmad) berpendapat bahwa orang tersebut tidak diperbolehkan untuk berbuka puasa. Hal ini karena menurut mereka puasa itu adalah ibadah yang berbeda kondisi dan keadaannya seiring dengan kondisi ada di tempat (hadhar) atau dalam keadaan bepergian (safar). Apabila dua kondisi tersebut ada, maka ambil hokum berada di tempat (hadhar) sebagaimana shalat.

Namun, menurut Imam Ahmad, Ishak, Hasan dan Ibnu Taimiyyah, dan pendapat ini hemat penulis yang lebih rajih, bahwa orang tersebut boleh berbuka puasa, hal ini dikarenakan keumuman firman Allah berikut ini:

)185: البقرة (ومن آان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخرArtinya: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" (QS. Al-Baqarah: 185).

3. Orang yang mengadakan perjalanan tersebut berniat terlebih dahulu untuk berpuasa, namun karena berbagai hal ia bermaksud untuk berbuka, maka menurut Jumhur ulama diperbolehkan ia berbuka (lihat dalam al-Mughni: 3/19, al-Majmu': 6/260).

Musafir (orang yang melakukan perjalanan) tidak boleh berbuka puasa

Musafir tidak boleh berbuka puasa apabila: 1. Apabila berniat untuk tinggal di tempat tujuan selamanya, atau tinggal dalam masa lama.

Orang yang bepergian ke suatu tempat dengan tujuan untuk tinggal selamanya di Negara tersebut, atau pergi untuk waktu lama, baik karena pekerjaan, kuliah, sekolah atau lainnya, maka tidak boleh berbuka; ia harus tetap berpuasa (menurut Malikiyyah dan Syafi'iyyah, masa perjalanan yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah empat hari, sedangkan menurut

Page 21: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 21 -

Hanabilah lebih dari empat hari dan menurut Hanafiyyah lima belas hari. Artinya, apabila perjalanan tersebut lebih dari waktu tersebut, maka ia harus berpuasa dan tidak boleh berbuka lagi. Namun, alasan ini tidak berdasarkan dalil sebagaimana diungkapkan Ibn Hazm dalam al-Muhalla: 6/244). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

).رواه البخارى(أن النبي صلى اهللا عليه وسلم غزا عزوة الفتح فى رمضان وصام : عباسعن ابن Artinya: "Dari Ibn Abbas bahwasannya Rasulullah saw ketika melakukan panaklukan kota Mekah, terjadi pada bulan Ramadhan, dan beliau tetap melakukan puasa" (HR. Bukhari).

Dalam berbagai keterangan di sebutkan bahwa Rasulullah saw ketika menundukkan kota Mekah, beliau tidak berpuasa Ramadhan selama sepuluh atau sebelas hari, namun sisa hari lainnya beliau tetap berpuasa. Ini menunjukkan bahwa apabila diniatkan perjalanan tersebut untuk tinggal selamanya atau dalam waktu yang lumayan lama, maka ia tidak boleh berbuka, harus berpuasa.

2. Apabila kembali ke negaranya. Apabila seseorang yang sudah mengadakan perjalanan lalu kembali lagi ke tempat asalnya

pada malam hari atau waktu sahur (sebelum Shubuh), maka keesokkan harinya ia harus berpuasa, tidak boleh berbuka. Hal ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Namun, apabila ia kembali ke tempat asalnya pada siang hari, maka menurut pendapat yang lebih kuat, orang tersebut boleh berbuka. Oleh karena itu, apabila pada saat ia kembali tersebut pada siang hari, isterinya baru saja suci dari haidnya (masa sucinya pada siang hari juga), maka suaminya tadi boleh menggauli isterinya dan tidak ada kifarat bagi keduanya.

Masalah: Seorang suami yang sudah tidak kuat lagi hendak melakukan hubungan badan dengan

isterinya di siang hari bulan Ramadhan, apakah ia boleh membawa isterinya melakukan bepergian sehingga membolehkannya untuk berbuka, lalu ia menggaulinya?

Menurut pendapat ulama yang lebih rajih, hemat penulis, hal demikian sah-sah saja dan diperbolehkan.

3) Orang yang sudah sangat tua dan orang yang sakit yang sudah tidak diharapkan lagi kesembuhannya

Para ulama sepakat bahwa orang yang sudah sangat tua yang sudah tidak kuat lagi untuk melakukan ibadah puasa, mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan tidak ada qadha baginya. Para ulama kemudian berbeda pendapat, apabila mereka berbuka, apa gantinya?

Jumhur ulama berpendapat mereka harus memberi makan setiap harinya kepada seorang miskin. Imam Malik berpendapat bahwa mereka tidak wajib memberi makan orang miskin, hanya sunnah saja. Sekalipun tidak memberikan, tidak apa-apa.

Dari kedua pendapat tersebut, tentu pendapat Jumhur lebih utama karena sesuai dengan firman Allah berikut ini:

).184: البقرة (وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكينArtinya: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin" (QS. Al-Baqarah: 184).

Sementara Imam Malik yang mengatakan tidak perlua membayar fidyah, beralasan sebagaimana pendapatnya Ibnu Abbas dan kebanyakan para sahabat bahwa ayat tersebut sudah dinasakh (dihapus) oleh ayat setelahnya (QS. Al-Baqarah: 185) yang berbunyi:

شهر شهر رمضا نكم ال هد م ن ش ان فم دى والفرق ن اله ات م ن الذي أنزل فيه القرءان هدى للناس وبينا ير سر ول م الي ه بك د الل ر يري ام أخ ن أي دة م فر فع ى س سر فليصمه ومن آان مريضا أو عل م الع د بك ي

).185: البقرة(ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداآم ولعلكم تشكرون Artinya: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya

Page 22: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 22 -

dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" (QS.al-Baqarah: 185).

Dalam ayat ini, demikian menurut Imam Malik, Allah mengatakan bahwa Allah bermaksud untuk memberikan keringanan. Orang yang sudah tua renta yang tidak kuat untuk berpuasa, tentu diberikan keringanan oleh Allah berupa boleh untuk tidak berpuasa dan dia tidak berkewajiban membayar fidyah, karena ayat fidyah tersebut sudah dinasakh oleh ayat di atas.

Namun, sebagaimana telah dikatakan di atas, bahwa pendapat Jumhur dalam hal ini lebih utama, bahwa orang tersebut harus membayar fidyah. Apabila tidak mempunyai makanan atau harta untuk membayar fidyah, baru tidak mengapa ia tidak membayarnya.

Orang yang sakit yang kecil kemungkinan untuk sembuhnya kembali, dihukumi seperti orang yang sudah tua renta yang tidak mampu untuk berpuasa.

4) Wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui Apabila wanita yang sedang hamil atau yang sedang menyusui khawatir apabila ia berpuasa air

susunya kering atau janinnya terganggu, maka diperbolehkan bagi keduanya untuk berbuka. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

لم ه وس لى اهللا علي ول اهللا ص ال رس صالة : ((ق طر ال سافر ش ن الم ع ع ل وض ن , إن اهللا عزوج وع ]رواه أحمد والحديث حسن [))المسافر والحامل والمرضع الصوم

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah memberikan keringanan kepada orang yang sedang bepergian (musafir) setengah shalat (shalat qashar), dan bagi musafir, wanita yang sedang hamil dan menyusui, juga diberikan keringanan untuk tidak berpuasa" (HR. Ahmad, dan haditsnya Hasan).

Namun, para ulama berbeda pendapat, apabila wanita hamil atau menyusui tersebut tidak berpuasa, apa gantinya; apakah qadha atau fidyah? Para ulama dalam hal ini terbagi kepada lima pendapat:

Pendapat pertama, yaitu pendapatnya Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad, wanita tersebut wajib mengqadha dan memberi makan setiap hari satu orang miskin (fidyah).

Pendapat kedua, yaitu pendapat Imam Auzai, ats-Tsauri, Abu Hanifah, Abu Tsur dan Abu 'Ubaid, bahwa wanita tersebut wajib qadha saja.

Pendapat ketiga, yaitu pendapatnya Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan lainnya bahwa wanita tersebut wajib membayar fidyah (memberi makanan kepada minimal satu orang miskin tiap hari). Pendapat ini dipandang pendapat yang lebih rajih oleh Syaikh Albani. Hal ini berdasarkan riwayat berikut ini:

ان الصوم , والعجوز الكبيرة فى ذلك , رخص للشيخ الكبير : ((عن ابن عباس قال ا يطيق يفطران , وهما , ويطعمان آل يوم مسكينا , إن شاءا ة , وال قضاء عليهم ذه األي ك فى ه سخ ذل م ن نكم : ((ث فمن شهد م

ان الصوم )) الشهر فليصمه ا ال يطيق رة إذا آان ى والمرضع والحب, وثبت للشيخ الكبير والعجوز الكبي ل ]رواه البيهقى والحديث صحيح)) [وأطعمتا آل يوم مسكينا, إذا خافتا

Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Pada awalnya diberi keringanan bagi kakek-kakek tua, nenek-nenek tua untuk tidak berpuasa apabila keduanya merasa berat (tidak mampu) untuk berpuasa. Keduanya boleh tidak berpuasa, namun harus memberi makan setiap hari seorang miskin. Dan keduanya juga tidak wajib untuk mengqadhanya. Kemudian ayat tersebut dihapus oleh ayat berikutnya: "Apabila menyaksikan bulan Ramadhan,maka berpuasalah" (QS. Al-Baqarah: 185). Setelah turunnya ayat tersebut, kakek-kakek tua dan nenek-nenek tua yang tidak kuat lagi untuk berpuasa, wanita hamil, wanita menyusui apabila keduanya khawatir dengan janin dan bayinya, untuk memberikan makan setiap hari seorang miskin" (HR. Baihaki).

Pendapat keempat, pendapatnya Imam Malik dan Syafi'iyyah, bahwa wanita hamil harus qadha, sementara wanita menyusui harus qadha dan membayar fidyah.

Pendapat kelima, adalah pendapatnya Ibn Hazm yang mengatakan bahwa wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa dan tidak ada kewajiban qadha juga tidak ada kewajiban fidyah. Karena, lanjut Ibn Hazm, tidak ada nashnya yang mengatakan hal itu. Qadha hanyalah diperuntukkan bagi orang sakit, musafir, wanita yang haid dan nifas juga orang yang sengaja muntah. Demikian juga fidyah, hanyalah untuk orang yang tidak kuat lagi berpuasa karena sudah lanjut usia. Untuk itu, wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa dan tidak ada kewajiban membayar fidyah, juga tidak ada kewajiban qadha (lihat al-Muhalla: 6/265).

Page 23: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 23 -

Dari kelima pendapat di atas, penulis lebih condong untuk mengambil pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, bahwa wanita hamil atau menyusui boleh tidak berpuasa dan sebagai gantinya, ia wajib membayar fidyah, memberi makan kepada fakir miskin minimal satu orang perharinya, sesuai dengan jumlah puasa yang ditinggalkannya.

B. Orang yang wajib berbuka dan wajib mengqadha

Yang termasuk kategori ini adalah: 1. Wanita yang sedang haid dan nifas

Para ulama sepakat bahwa wanita yang sedang haid dan nifas (darah yang keluar karena melahirkan), tidak sah bahkan haram puasanya, dan wajib membatalkannya serta wajib qadha baginya (lihat dalam al-Mughni: 3/142, al-Majmu': 6/259). Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

لم ه وس ال رسول اهللا صلى اهللا علي م تصم؟ : ((عن أبي سعيد قال ق م تصل ول يس إذا حاضت ل أل ]رواه البخارى)) [فذلك نقصان دينها

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Bukankah apabila wanita haid, ia tidak shalat dan tidak puasa? Maka itulah salah satu cirri dan bukti kurangnya agama wanita" (HR. Bukhari).

ؤمر بقضاء الصوم وال : عن عائشة قالت لم فن ه وس آنا نحيض على عهد رسول اهللا صلى اهللا علي )رواه مسلم(نؤمر بقضاء الصالة

Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Kami (isteri-isteri Rasulullah saw) dalam keadaan haid pada masa Rasulullah saw, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, namun tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat" (HR. Muslim).

Hal-hal yang terkait dengan wanita haid dan nifas 1. Apabila wanita yang sedang haid tiba-tiba berhenti darah haidnya dan suci pada siang hari,

maka wanita itu harus tetap tidak berpuasa. Apabila suaminya datang siang hari dari bepergian jauh, keduanya boleh melakukan hubungan badan dan tanpa membayar kifarat

2. Apabila wanita tersebut telah suci sebelum terbit fajar, lalu ia berniat untuk puasa, maka sah puasanya, sekalipun ia mengakhirkan mandinya setelah terbit fajar. Demikian menurut Jumhur ulama.

3. Darah nifas adalah darah yang keluar saat melahirkan. Wanita yang masih dalam tahap 'pecah empedu'nya belum dipandang telah nifas, dan karenanya ia tetap wajib untuk shalat.

4. Wanita yang sedang istihadah (mengeluarkan darah di luar waktu biasanya haid, darah penyakit), tetap wajib untuk berpuasa dan shalat, karena darah tersebut bukan darah haid, akan tetapi darah penyakit. Demikian Ijma' para ulama.

Bolehkah meminum obat agar tidak haid selama bulan Ramadhan?

Apabila obat tersebut tidak membahayakan diri dan tubuh si wanita, maka silahkan saja meminumnya. Dan ketika ia tidak mengalami haid lantaran obat tersebut, ia wajib untuk terus melakukan puasa Ramadhan.

2. Orang yang apabila berpuasa, akan membahayakan diri dan nyawanya. Untuk orang yang dalam kondisi seperti ini, diwajibkan untuk berbuka dan wajib

mengqadhanya pada hari lain (lihat al-Muhalla: 6/228, al-Majmu': 6/262). C. Orang yang tidak boleh berbuka

Orang yang tidak boleh berbuka puasa Ramadhan adalah setiap orang muslim yang balig, berakal, sehat, ada ditempat (tidak sedang bepergian), dan wanita yang suci dari darah haid juga suci dari nifas. Qadha puasa Ramadhan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan qadha puasa Ramadhan ini: 1. Orang yang berbuka puasa tanpa alasan syar'i (tanpa udzur)

Orang yang tidak berpuasa atau berbuka puasa dengan sengaja, menurut sebagian besar para ulama wajib malakukan qadha, baik berbukanya itu tanpa alasan syar'i maupun karena ada alasan (udzur)

Page 24: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 24 -

yang diperbolehkan oleh syar'i. Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai qadha bagi orang yang berbuka puasa dengan sengaja tanpa ada alasan yang diperbolehkan oleh syar'i.

Sebagian ulama seperti Ibnu Mubarak, ats-Tsauri, Ishak, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa orang yang berbuka puasa dengan sengaja tanpa alasan yang syar'i, wajib mengqadha puasa yang ditinggalkannya berikut membayar kifarah sebesar kifarah orang yang melakukan hubungan badan di siang hari.

Hal ini, dikarenakan orang yang berbuka dengan sengaja pada siang hari bulan Ramadhan disamakan dengan orang yang melakukan hubungan badan di siang hari. Menurut kelompok ini, illat, sebab, dilarangnya melakukan hubungan badan di siang hari adalah karena tidak menghormati bulan Ramadhan (al-intihak bi syahri ramadhan), demikian juga dengan orang yang berbuka dengan sengaja pada siang hari tanpa alasan syar'i. Keduanya sama-sama tidak menghormati bulan Ramadhan. Apabila orang yang melakukan hubungan badan pada siang hari dihukum dengan keharusan membayar denda diantaranya dengan berpuasa dua bulan berturut-turut, maka demikian pula dengan orang yang dengan sengaja berbuka pada siang hari di bulan Ramadhan.

Sedangkan menurut Syafi'iyyah dan Imam Ahmad bin Hanbal, orang tersebut hanya wajib untuk qadha saja, dan tidak wajib membayar kifarah.

Sementara menurut Ibnu Hazm, orang yang dengan sengaja berbuka pada bulan Ramadhan tanpa alasan yang jelas, tidak diwajibkan untuk mengqadha. Hal ini karena menutut Ibn Hazm, puasa Ramadhan termasuk ibadah yang waktunya ditentukan. Dan pada dasarnya, setiap ibadah yang ditentukan waktunya, apabila ditinggalkan tanpa alasan syar'i, ia tidak wajib diqadha kecuali ada keterangan lain yang mewajibkan untuk mengqadhanya (nash jadid). Mengganti puasa Ramadhan dengan puasa lainnya yang dipandang wajib, tentu tidak diijinkan oleh Allah, karena berarti membuat aturan baru yang tidak ada ketentuannya dari Allah swt (lihat dalam al-Muhalla: 6/180, masalah nomor 735).

Dari beberapa pendapat di atas, penulis lebih cenderung untuk mengatakan bahwa orang yang dengan sengaja berbuka pada puasa Ramadhan, tidak ada qadha baginya. Hal ini dikarenakan, sebagaimana diungkapkan Ibn Hazm, bahwa tidak ada nash yang memerintahkan untuk mengqadha bagi orang tersebut. Bahkan, apabila kita qiyaskan dengan orang yang melakukan hubungan badan di siang hari sekalipun, untuk jenis ini, Rasulullah saw juga tidak memerintahkan mereka untuk mengqadha puasanya, hanya langsung mewajibkan untuk membayar kafarah.

Untuk itu, penulis lebih condong untuk mengatakan bahwa orang yang berbuka dengan sengaja pada bulan Ramadhan dapat memilih dua hal: Pertama, membayar kifarah yang besarnya sama dengan kifarah orang yang melakukan hubungan badan di siang hari, karena illatnya sama yakni telah mengotori kehormatan bulan Ramadhan (al-intihak syahr ramadhan), atau kedua, ia bertaubat, untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya itu. Opsi yang kedua ini sesuai dengan ucapan Ibnu Mas'ud berikut ini:

ه : ((قال ابن مسعود دهر آل م يجزه صيام ال )) من أفطر يوما من رمضان من غير عذر وال رخصة ل ]أخرجه ابن أبي شيبة وإسناده صحيح[

Artinya: Ibnu Mas'ud berkata: "Barangsiapa yang berbuka dengan sengaja satu hari dari puasa Ramadhan tanpa alasan syar'i yang diperbolehkan, juga tidak karena adanya rukhsah, maka tidaklah cukup tebusannya sekalipun dengan puasa satu tahun penuh" (HR. Ibn Abi Syaibah dan sanadnya Shahih).

Dalam hadits lain, sekalipun dhaif namun dikuatkan oleh keterangan-keterangan lain, dikatakan: دا : ((لنبي صلى اهللا عليه وسلم قال أن ا دهر وإن , من أفطر يوما من رمضان متعم ه صيام ال ال يجزئ

]رواه الترمذى وأبو داود والبيهقى)) [صامهArtinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berbuka satu hari saja dengan sengaja dan tanpa alasan syari pada siang hari bulan Ramadhan, maka ia tidak dapat ditebus sekalipun dengan berpuasa satu tahun lamanya" (HR. Turmudzi, Abu Dawud dan Baihaki).

Hadits ini dhaif lantaran di antara rawinya ada yang bernama Hubaib bin Abi Tsabit yang oleh para ulama dipandang lemah dan dipandang ayahnya tidak mendengar hadits tersebut dari Abu Hurairah sebagaimana dikatakan oleh Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari (4/161). Namun

Page 25: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 25 -

demikian, hadits ini dapat dipakai juga karena dikuatkan oleh keterangan banyak keterangan lain yang maknanya sama, yang salah satunya ucapan Ibnu Mas'ud di atas.

Sementara bagi orang yang muntah dengan sengaja, tidak dapat disamakan dengan orang yang berbuka puasa dengan sengaja. Bagi orang yang muntah dengan disengaja, maka ia wajib mengqadha puasanya, hal ini lantaran dalam masalah muntah disengaja terdapat nash shahih yang memerintahkan untuk mengqadhanya. Nash dimaksud adalah:

ه قضاء : ((عن أبي هريرة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال يس علي تقاء , من ذرعه القىء فل ومن اس ]رواه أبو داود والترمذى وصححه األلبانى)) [عمدا فليقض

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang terpaksa harus muntah (tidak disengaja), maka ia tidak perlu mengqadha (tidak membatalkan puasa). Namun, barangsiapa yang muntah dengan disengaja, maka ia harus mengqadha" (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan disahihkan oleh Syaikh Albani).

2. Mengqadha puasa Ramadhan tidak wajib segera Mengqadha puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena ada udzur syar'i, seperti sakit, haid,

bepergian atau yang lainnya, tidak wajib segera dilakukan. Mengqadha puasa Ramadhan yang tertinggal, hukumnya wajib muwassa' artinya kewajiban untuk melaksanakannya luas menurut kapan waktu dan keadaan leluasa dan maunya. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

رواه )) [آان يكون علي الصوم من رمضان فما أستطيع أن أقضيه إال فى شعبان : ((عن عائشة قالت ]البخارى ومسلم

Artinya: Siti Aisyah berkata: "Saya pernah bolong berpuasa pada bulan Ramadhan, dan saya tidak dapat mengqadhanya melainkan hanya pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari Muslim).

Hadits di atas menunjukkan bahwa mengqadha puasa Ramadhan yang tertinggal boleh dilaksanakan kapan saja, karena buktinya Siti Aisyah pun baru dapat mengqadhanya pada bulan Sya'ban. Kalau saja mengqadha puasa Ramadhan yang tertinggal ini harus sesegera mungkin, tentu Siti Aisyah akan segera melaksanakannya. Berdasarkan hadits ini juga Ibn Hajar al-Asqalany (Fathul Bari: 4/191) berpendapat: "Hadits ini menjadi dalil bolehnya mengakhirkan mengqadha puasa pada bulan Ramadhan yang tertinggal baik karena udzur (maksudnya tidak dapat segera mengqadhanya karena sakit atau udzur lainnya), maupun tanpa ada udzur (tidak ada alasan untuk mengakhirkan mengqadha puasa".

Hanya saja, menyegerakan untuk mengqadha tentu lebih baik sebagaimana disinggung oleh keumuman ayat berikut ini

)61: المؤمنون(أولئك يسارعون في الخيرات وهم لها سابقون Artinya: "Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya" (QS. Al-Mukminun: 61). Bagaimana apabila belum mengqadha puasa Ramadhan sehingga bulan Ramadhan baru datang?

Apabila seseorang belum mengqadha puasa Ramadhannya sampai datang lagi bulan Ramadhan yang lain, maka yang harus dia lakukan adalah puasa Ramadhan seperti biasa dan ketika bulan Syawal nanti tiba, ia harus segera mengqadha hari-hari yang ditinggalkannya itu, tanpa ada tambahan juga tanpa ada kewajiban untuk memberi makan fakir miskin atau kifarat lainnya.

Hal ini dikarenakan tidak ada nash yang memerintahkan bahwa orang yang belum mengqadha pusanya sampai datang bulan Ramadhan yang baru di samping harus mengqadha puasanya juga harus membayar diyat berupa memberi makan orang-orang miskin. Karena tidak ada keterangan itulah, maka orang yang belum mengqadha tersebut cukup mengqadha puasa yang sempat ditinggalkannya pada bulan Ramadhan tahun sebelumnya. Pendapat ini adalah pendapat Madzhab Abu Hanifah dan Ibn Hazm dan pendapat ini, hemat penulis pendapat yang lebih rajih (lebih kuat).

Namun, menurut Imam Malik, juga Imam Syafi'i, orang yang belum mengqadha puasa Ramadhannya dengan sengaja sampai datang bulan Ramadhan yang baru, maka di samping harus mengqadha puasanya, juga setiap hari ia mengqadha diwajibkan juga untuk memberi makan orang-orang miskin (jumlah orang miskinnya yang jelas lebih dari satu, tidak ditentukan) masing-masing satu mud (lihat dalam al-Muhalla: 6/260, dan Majmu' al-Fatawa: 6/412).

Page 26: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 26 -

Tambahan kewajiban memberi makanan satu mud kepada tiap-tiap orang miskin ini, boleh jadi dimaksudkan sebagai hukuman atas kelalaian dan keteledorannya. Namuan, sayang, tambahan dari Imam Syafi'i dan Imam Malik ini, sepengetahuan penulis, tidak ada dalil dan keterangannya. Untuk itu, penulis lebih condong untuk mengambil madzhab Abu Hanifah dan Ibn Hazm di atas.

3. Mengqadha puasa Ramadhan yang tertinggal tidak mesti berurutan Orang yang bolong puasa Ramadhannya dengan ada alasan syar'i, misalnya tiga atau empat hari,

maka ketika mengqadha tidak diharuskan berurutan dan beriringan. Maka, ia boleh mengqadha minggu ini satu hari, kemudian minggu berikutnya satu hari, kemudian bulan berikutnya dua kali dan seterusnya. Hal ini lantaran dalam ayat berikut ini disebutkan:

)184: البقرة (فعدة من أيام أخرArtinya: "Maka gantilah (qadhalah) pada hari-hari yang lain".

Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas mengatakan: )رواه الدارقطنى والبيهقى وإسناده صحيح(ال بأس أن يفرق

Artinya: "Boleh ia mengqadhanya dengan jalan berbeda-beda (maksudnya tidak berurutan)" (HR. Darul Quthni, Baihaki, dan sanad hadits tersebut Shahih).

Demikian juga Abu Hurairah dan Anas berkata dalam makna yang sama: ]رواه الدارقطنى)) [يواتره إن شاء: ((قال أبو هريرة

Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Jika ia mau (qadhalah) dengan diselang-seling (tidak berurutan)" (HR. Darul Quthni)

] أبي شيبة والبيهقىرواه ابن)) [وإن شئت متفرقا, إن شئت فاقض رمضان متتابعا: ((وقال أنسArtinya: "Anas berkata: "Jika kamu mau, qadhalah puasa Ramadhan itu dengan berurutan, dan jika kamu mau juga qadha dengan tidak berurutan" (HR. Ibn Abi Syaibah dan Baihaki).

Demikian juga para imam madzhab yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal) membolehkan untuk memilih antara berurutan maupun tidak (lihat dalam al-Muhalla: 6/261) dan Majmu' al-Fatawa: 6/312).

Sedangkan riwayat Abu Hurairah yang mengatakan: )رواه الدارقطنى والبيهقى(طعه فليسرده وال يق, من آان عليه صوم رمضان

Artinya: "Barangsiapa yang mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka qadhalah dengan berurutan dan jangan diputus-putus" (HR. Darul Quthni dan Baihaki).

Hadits di atas adalah hadits Dhaif, dan karenanya tidak dapat dijadikan pegangan dalam berhujjah. 4. Orang yang meninggal dunia sementara dia mempunyai kewajiban puasa

Bagaimana apabila ada orang meninggal dunia pada bulan Ramadhan ketika puasa Ramadhannya belum lengkap satu bulan, apakah ahli warisnya wajib mengqadhakan atau bagaimana?

Para ulama dalam hal ini terbagi kepada tiga kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa ahli waritsnya tidak wajib mengqadhakannya baik untuk

puasa Ramadhannya maupun untuk puasa nadzarnya. Pendapat ini adalah pendapatnya Madzhab Abu Hanifah, Malik, dan sebagian madzhab Syafi'i (lihat dalam Fathul Qadir: 2/360, Majmu' al-Fatawa: 6/412). Oleh karena itu, menurut pendapat ini, orang yang meninggal dunia pada bulan Ramadhan atau orang yang meninggal dunia dan memiliki kewajiban puasa nadzar yang belum dilaksanakannya, tidak wajib diqadha dan tidak wajib dibayar oleh ahli waritsnya. Hal ini di antaranya didasarkan kepada dalil-dalil berikut ini:

وأن ليس للإنسان إلا ما سعى -1Artinya: "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. An-Najm: 39)

ن آدم : قال النبي صلى اهللا عليه وسلم -2 ه إال من ثالث إذا مات اب م : انقطع عمل ة أو عل صدقة جاري )رواه مسلم(ينتفع به أو ولد صالح يدعو له

Artinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang selalu mendoakannya" (HR. Muslim)

Page 27: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 27 -

ال -3 لم ق ه وس سى أن رسول اهللا صلى اهللا علي ن ن زل : (( عن عبادة ب م ي من مرض فى رمضان فله , مريضا حتى مات لم يطعم عنه م عن سند )) [وإن صح فلم يقضه حتى مات أطع رزاق ب د ال رواه عب

]ضعيفArtinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang sakit pada bulan Ramadhan, kemudian ia terus menerus sakit sehingga meninggal, maka tidak harus membayar fidyah (ahli waritsnya). Namun, jika ia sehat, namun belum mengqadha juga sehingga ia meninggal, maka harus membayar fidyah (ahli waritsnya)" (HR. Abdurrazaq dengan sanad dhaif).

بل تصدقى , ال: أقضيه عنها؟ قالت: أن أمها ماتت وعليها صيام من رمضان فقالت لعائشة : عن عمرة ]رواه الطحاوى وسنده ضعيف[عنها مكان آل يوم نصف صاع على آل مسكين

Artinya: Dari Amurah bahwasannya ibunya meninggal dunia padahal ia mempunyai puasa Ramadhan. Lalu ia bertanya kepada Siti Aisyah: "Apakah saya harus mengqadhakan untuknya?" Siti Aisyah menjawab: "Tidak, akan tetapi cukup dengan bersedekah saja setiap hari yang ditinggalkannya dengan setengah sha' kepada setiap orang miskin" (HR. Thahawi, hanya saja sanad hadits tersebut lemah (dhaif).

Sayang, hadits-hadits yang disodorkan kelompok ini dhaif dan karenanya tidak dapat dijadikan pegangan.

Kelompok kedua adalah pendapatnya Abu Tsaur, Imam Nawawi dan Ibn Hazm (lihat dalam al-Muhalla: 7/2) yang berpendapat bahwa puasa nadzar dan puasa qadha yang belum dibayarnya harus dipuasakan oleh ahli waritsnya. Hal ini didasarkan kepada hadits-hadits berikut ini:

ه صيام : ((عن عائشة أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال ه , من مات وعلي ه ولي رواه )) [صام عن ]البخارى ومسلم

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang meninggal sementara dia masih punya hutang puasa, maka wali (atau ahli waritsnya) hendaklah berpuasa untuknya" (HR. Bukhari Muslim).

لم فقالت ه وس ى النبي صلى اهللا علي ة جاءت إل رأة من جهين ذر : عن ابن عباس أن ام ت أن إن أمى نن أآنت قاضيته؟ , حجى عنها , نعم: ((أفأحج عنها؟ قال , تحج حتى ماتت ى أمك دي ان عل و آ أرأيت ل

]أخرجه البخارى)) [فاهللا أحق بالوفاء, اقضوااهللاArtinya: "Dari Ibnu Abbas, bahwasannya seorang wanita dari kabilah Juhainah datang kepada Rasulullah Saw seraya berkata: "Sesungguhnya ibu saya sebelum meninggal dulu pernah bernadzar untuk melakukan ibadah haji. Apakah saya harus melaksanakan hajinya itu?" Rasulullah Saw bersabda: "Ya, hajikanlah dia. Bukankah kalau ibu kamu mempunyai hutang, kamu harus membayarnya? Tunaikanlah hutang kamu kepada Allah, karena hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar" (HR. Bukhari).

رأة فقالت , بينا أنا جالس عند رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : عن بريدة رضى اهللا عنه قال : إذ أتته ام: قالت )) وردها عليك الميراث , وجب أجرك : ((فقال: قال, وإنها ماتت , إنى تصدقت على أمى بجارية

, إنها لم تحج قط : لتقا, ))صومى عنها : ((أفأصوم عنها؟ قال , إنه آان عليها صوم شهر , يا رسول اهللا ]رواه مسلم)) [حجى عنها: ((أفأحج عنها؟ قال

Artinya: "Buraidah berkata: "Ketika saya sedang duduk di samping Rasulullah Saw, tiba-tiba datang seorang perempuan sambil berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya bersedekah seorang budak wanita untuk ibu saya yang sudah meninggal". Rasulullah bersabda: "Kamu dan ibumu akan mendapatkan pahala". Wanita itu berkata lagi: "Ya Rasulullah, ibu saya yang sudah meninggal itu juga mempunyai hutang puasa sebulan, apakah saya harus berpuasa untuknya?" Rasulullah bersabda: "Berpuasalah untuknya". Wanita itu berkata lagi: "Dia juga belum pernah melaksanakan ibadah haji, apakah saya boleh berhaji untuknya?" Rasulullah bersabda: "Berhajilah untuknya" (HR. Muslim).

Ketiga, kelompok Imam Ahmad, Ishak, Imam Laits dan lainnya yang berpendapat bahwa yang harus dipuasai hanyalah puasa nadzarnya saja, sementara puasa qadhanya tidak perlu (Fathul Bari: 4/228). Hal ini di antaranya berdasarkan argumen berikut ini: 1. Dalam hadits Aisyah yang mengatakan: "Barang siapa yang meninggal sementara dia masih

punya hutang puasa, maka wali (atau ahli waritsnya) hendaklah berpuasa untuknya" (HR. Bukhari Muslim), itu sifatnya umum. Sedangkan dalam hadits Ibnu Abbas yang mengatakan: "

Page 28: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 28 -

Sesungguhnya ibu saya sebelum meninggal dulu pernah bernadzar untuk melakukan ibadah haji. Apakah saya harus melaksanakan hajinya itu?" Rasulullah Saw bersabda: "Ya, hajikanlah dia. Bukankah kalau ibu kamu mempunyai hutang, kamu harus membayarnya? Tunaikanlah hutang kamu kepada Allah, karena hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar" (HR. Bukhari), adalah bersifat khusus. Untuk itu, hadits Aisyah harus dibawa pemahamannya pada hadits Ibn Abbas ini, bahwa yang harus dipuasai itu hanyalah puasa nadzar saja dan tidak yang lainnya.

2. Dalam hadits lain disebutkan: م مات : (( أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال عن ابن عباس من مرض الرجل فى رمضان ث

ه قضاء , ولم يصم ه , أطعم عنه ولم يكن علي ه ولي ذر فضى عن ه ن ان علي و داود )) [وإن آ رواه أب ] وإسناده صحيح

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang sakit pada bulan Ramadhan, kemudian meninggal sebelum ia berpuasa, maka gantilah dengan memberi makanan, dan tidak mesti mengqadhanya. Namun, jika ia mempunyai hutang puasa nadzar, maka walinya harus mengqadhakannya" (HR. Abu Dawud dan sanadnya Shahih). Dari beberapa pendapat di atas, perlu penulis ketengahkan terlebih dahulu bahwa para ulama telah

sepakat orang yang meninggal dunia sementara dia mempunyai beberapa hutang shalat wajib yang belum ditunaikan, maka walinya atau siapapun tidak usah menggantikan sahalatnya itu.

Demikian juga apabila orang yang meninggal tersebut ketika masa hidupnya sangat berat untuk melakukan puasa, karena sakit misalnya atau udzur lainnya, kemudian apabila ia meninggal padahal masih mempunyai hutang puasa, maka para ulama juga sepakat, wali dan yang lainnya tidak perlu mengganti puasanya itu. Namun, apabila orang yang meninggal tersebut sehat dan kuat, namun ketika ia meninggal dunia masih mempunyai tunggangan puasa yang belum dibayarnya, para ulama berbeda pendapat sebagaimana dipaparkan di atas.

Dari beberapa pendapat tersebut, penulis berkesimpulan sebagai berikut: 1). Orang yang mempunyai udzur misalnya sakit, atau sangat tua, sehingga ia tidak mampu membayar

hutang puasanya itu sehingga meninggal dunia, maka untuk orang seperti ini tidak ada kewajiban untuk mengqadhanya juga tidak ada kewajiban untuk menggantinya dengan memberi makan fakir miskin, tidak untuk ahli waritsnya tidak juga untuk yang lainnya.

2). Apabila orang yang meninggal tersebut sehat, kuat dan mampu untuk berpuasa, tidak ada udzur, lalu meninggal padahal ia masih mempunyai hutang puasa yang belum dibayarnya, maka ahli warits atau walinya wajib berpuasa untuknya.

3). Apabila ia meninggal dunia, sementara dia mempunyai hutang puasa nadzar yang belum dipenuhinya, baik orang tersebut mempunyai udzur ataupun tidak, maka ahli waritsnya tetap harus berpuasa untuk menggantikannya.

Kesimpulan ini diperoleh (bahwa baik puasa nadzar maupun qadha wajib dipuasakan oleh ahli warits atau walinya) karena hadits Aisyah yang bersifat umum tidak dapat dikhususkan oleh hadits Ibnu Abbas. Hal ini lantaran tidak ada pertentangan di antara kedua hadits tersebut, sementara dalam kaidah Ushul Fiqh dikatakan bahwa hadits yang umum ditarik kepada hadits yang khusus itu manakala terjadi pertentangan di antara keduanya ('indat ta'arrudh). Namun, apabila tidak terjadi pertentangan, maka tidak boleh ditarik dan masing-masing berdiri sendiri, dipergunakan menurut kandungan hukumnya masing-masing.

4). Orang yang meninggal di tengah bulan Ramadhan, misalnya meninggal pada tanggal 10 Ramadhan atau 15 Ramadhan, maka hari-hari Ramadhan yang tidak dilaluinya (dua puluh hari atau lima belas hari lainnya) tidak wajib diganti dengan puasa atau dengan memberi makan. Hal ini lantaran ketidakmampuannya untuk berpuasa bukan karena sebab dirinya, tapi karena sebab dari Allah, berupa kematian yang tidak dapat dicegah oleh siapapun juga. Wallahu 'alam.

Puasa-puasa Sunnat

Ada beberapa puasa yang hukum melaksanakannya sunnah saja, yaitu: 1. Puasa enam hari pada bulan Syawal

Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal—pelaksanaannya tidak mesti berurutan, boleh kapan saja selama

Page 29: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 29 -

masih dalam bulan Syawal—karena puasa enam hari pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya. Dalam sebuah hadits dikatakan:

ال تا , من صام رمضان : ((عن أبي أيوب األنصارى أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ق ه س م أتبع ث ]رواه مسلم)) [آان آصيام الدهر, من شوال

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka sama dengan telah berpuasa selama satu tahun" (HR. Muslim).

Sehubungan dengan puasa ini, para ulama semisal Imam Syafi'i, Ahmad bin Hanbal dan Imam Abu Hanifah betul-betul menganjurkannya. Hanya saja, Imam Malik memakruhkannya dengan alasan agar tidak diyakini oleh orang-orang sebagai suatu kewajiban. Namun, pendapat Imam Malik ini tidak berdasarkan nash dan karenanya tidak dapat diterima. Bagaimana kalau dia mempunyai puasa yang harus diqadha dari bulan Ramadhan, apakah boleh berpuasa enam hari pada bulan Syawal tersebut sebelum mengqadha?

Sebagian besar para ulama membolehkan untuk mendahulukan puasa enam hari bulan Syawal ini, karena berdasarkan keumuman hadits di berikut ini:

شهر بعشرة أشهر وصيام ستة ,من صام رمضان : ((عن ثوبان عن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال ف ]رواه أحمد والنسائى وابن ماجه)) [فذلك تمام صيام السنة, أيام بعد الفطر

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, maka puasa satu bulan sama dengan puasa sepuluh bulan, ditambah dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka genaplah sama dengan puasa satu tahun" (HR. Ahmad, Nasa'i dan Ibn Majah).

Sebagian ulama mensyaratkan harus mengqadha terlebih dahulu, berdasarkan hadits dari Abu Ayyub di atas bahwa dalam hadits tersebut menggunakan kata-kata: "kemudian diikuti dengan puasa enam hari pada bulan Syawal". Kata-kata ini oleh kelompok tersebut dipahami keharusan mengganti yang wajib dulu, puasa qadha dulu.

Hanya saja, penulis tetap berkesimpulan untuk mengambil keumuman hadit dari Tsauban di atas yang tidak mensyaratkan keharusan mengqadha dahulu, terlebih sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa mengqadha puas Ramadhan itu tidak mesti segera, dan Siti Aisyah pun, sebagaimana haditsnya telah disebutkan sebelumnya, baru mengqadha pada bulan Sya'ban. Ini artinya, bahwa Siti Aisyah pun terlebih dahulu melaksanakan puasa enam hari pada bulan Syawal ini, baru mengqadha puasa Ramadhannya pada bulan Sya'ban. Wallahu 'alam.

2. Puasa tanggal sembilan dan sepuluh Muharram (Puasa Asyura'). Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa pada bulan Muharram disunnahkan untuk

memperbanyak puasa sunnat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: لم ه وس ول اهللا صلى اهللا علي ال رس ال ق رة ق ي هري هر اهللا : ((عن أب ضان ش د رم صيام بع ضل ال أف

]رواه مسلم)) [الة بعد الفريضة صالة الليلوأفضل الص, المحرمArtinya: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam" (HR. Muslim).

Sedangkan mengenai sunnahnya puasa pada tanggal sepuluh Muharram (puasa Asyura), di antaranya didasarkan kepada hadits berikut ini:

أحتسب على اهللا أن يكفر السنة , صيام يوم عاشراء : ((عن أبي قتادة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال ]رواه مسلم)) [التى قبله

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa Asyura itu (puasa tanggal sepuluh Muharram), dihitung oleh Allah dapat menghapus setahun dosa yang telah lalu" (HR. Muslim).

Demikian juga sunnah hukumnya melakukan puasa pada tanggal sembilan Muharram berdasarkan hadits berikut ini:

ال اس ق لم عاشوراء : عن ابن عب ه وس صيامه , حين صام رسول اهللا صلى اهللا علي الوا , وأمر ب ا : ق يلم , إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى , رسول اهللا ه وس ام : ((فقال رسول اهللا صلى اهللا علي ان الع إن آ ف

Page 30: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 30 -

ل اهللا صلى اهللا فلم يأت العام المقبل حتى توفى رسو : قال)) صمنا اليوم التاسع —إن شاء اهللا —المقبل ]رواه مسلم)) [عليه وسلم

Artinya: Ibn Abbas berkata: "Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura', dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut, para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura itu hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nashrani". Rasulullah saw menjawab: "Jika tahun depan, insya Allah saya masih ada umur, kita berpuasa bersama pada tanggal sembilan Muharramnya". Ibn Abbas berkata: "Belum juga sampai ke tahun berikutnya, Rasulullah saw keburu meninggal terlebih dahulu" (HR. Muslim).

Dari hadits ini, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal lebih menganjurkan agar berpuasanya pada kedua hari tersebut (sebaiknya tidak hanya berpuasa pada salah satunya saja), agar tidak menyerupai orang Yahudi dan Nashrani yang berpuasa hanya pada tanggal sepuluhnya (lihat dalam Syarh az-Zarqani: 2/237, Majmu' al-Fatawa: 6/383).

3. Banyak berpuasa pada bulan Sya'ban Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw berpuasa pada bulan Sya'ban

hamper semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan tersebut kecuali sedikit sekali. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

ول , ال يفطر : آان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم يصوم حتى نقول : عن عائشة قالت : ويفطر حتى نقر , وما رأيت رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم استكمل صيام شهر إال رمضان , ال يصوم ه أآث ا رأيت وم

)رواه البخارى و مسلم(صياما منه فى شعبان Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa, sehingga kami berkata: "Beliau tidak berbuka". Dan apabila beliau berbuka, kami berkata: "Sehingga ia tidak berpuasa". Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya juga tidak pernah melihat beliau melakukan puasa sebanyak mungkin kecuali pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim). Bolehkah berpuasa sunnat setelah pertengahan bulan Sya'ban?

Para ulama berbeda pendapat mengenai puasa setelah tanggal 15 Sya'ban (setelah pertengahan bulan Sya'ban). Jumhur ulama membolehkannya, sementara sebagian ulama Syafi'iyyah memakruhkannya. Mereka yang memakruhkan puasa setelah pertengahan bulan Sya'ban berdasarkan hadits berikut ini:

رواه أبو )) [إذا انتصف شعبان فال تصوموا : (( وسلم قال عن أبي هريرة أن رسول اهللا صلى اهللا عليه )داود والترمذى والحديث منكر

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Apabila sudah lewat pertengahan bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa" (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan haditsnya Munkar).

Hanya saja, hadits ini hadits sangat lemah (Munkar) dan karenanya tidak dapat dijadikan dalil. Oleh karena itu, penulis lebih cenderung untuk mengambil pendapat Jumhur ulama yang

mengatakan bahwa puasa setelah pertengahan bulan Sya'ban itu boleh-boleh saja. Hal ini di samping berdasarkan hadits dari Siti Aisyah di atas, juga berdasarkan hadits berikut ini:

ومين : ((عن أبي هريرة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال وم أو ي , ال يتقدمن أحدآم رمضان بصوم ي ]رواه البخارى ومسلم)) [إال أن يكون رجل آان يصوم صومه فليصم ذلك اليوم

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu mendahului puasa Ramadhan ini dengan terlebih dahulu berpuasa satu atau dua hari, kecuali apabila orang tersebut telah terbiasa berpuasa, maka boleh ia berpuasa pada hari itu" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits ini yang dilarang adalah puasa satu atau dua hari sebelum bulan Ramadhan. Ini menunjukkan bahwa puasa setelah pertengahan bulan Sya'ban masih diperbolehkan. Larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan Ramadhan itu karena ditakutkan untuk menambah puasa Ramadhan. Namun, apabila tidak diniatkan untuk itu, maka diperbolehkan untuk berpuasa pada hari tersebut.

Demikian juga dengan hadits berikut ini yang lebih mempertegas bahwa puasa setelah pertengahan bulan Sya'ban itu diperbolehkan:

Page 31: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 31 -

ا إ سنة شهرا تام ال عن أم سلمة رضي اهللا عنها عن النبي صلى اهللا عليه وسلم أنه لم يكن يصوم من ال )رواه أبو داود(يصله برمضان , شعبان

Artinya: "Dari Ummu Salamah, bahwasannya Rasulullah saw tidak pernah berpuasa dalam satu tahun hamper satu bulan kecuali pada bulan Sya'ban dan beliau meneruskannya dengan bulan Ramadhan" (HR. Abu Dawud).

ابعين إال شعبان ورمضان ما: وفى رواية لم يصوم شهرين متت ه وس رواه ( رأيت النبي صلى اهللا علي )الترمذى والنسائى

Artinya: Dalam riwayat lain dikatakan: Ummu Salamah berkata: "Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada bulan Sya'ban dan bulan Ramadhan" (HR. Turmudzi dan Nasai).

4. Puasa Arafah (tanggal sembilan Dzulhijjah) bagi yang tidak melaksanakan ibadah Haji Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnatkan untuk melaksanakan puasa pada tanggal

sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa Arafah. Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang melakukan Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan ibadah Haji, sebaiknya tidak berpuasa.

Dalil disunnatkannya puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah bagi orang yang tidak melaksanakan ibadah Haji ini adalah hadits berikut ini:

ال ادة ق لم : عن أبي قت ه وس ال رسول اهللا صلى اهللا علي ر : ((ق ى اهللا يكف ة أحتسب عل وم عرف صيام ي ]رواه مسلم)) [والسنة التى بعده, السنة التى قبله

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa pada hari Arafah akan dibalas oleh Allah dengan dapat menghapus dosa-dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya" (HR. Muslim).

5. Puasa Senin Kamis Sunnahnya melakukan puasa Senin Kamis ini berdasarkan hadits-hadits berikut ini:

ش تعن عائ يس : ((ة قال ين والخم لم يتحرى صوم اإلثن ه وس ول اهللا صلى اهللا علي ان رس رواه )) [آ ]الترمذى والنسائى وابن ماجه

Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Rasulullah saw selalu berpuasa pada hari Senin dan Kamis" (HR. Turmudzi, Nasai dan Ibn Majah).

Dalam hadits lain disebutkan: ه , سأل أسامة بن زيد رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم عن صيامه اإلثنين والخميس ال صلى اهللا علي فق

ا صائم , ذانك يومان تعرض فيهما األعمال على رب العالمين : ((وسلم ى وأن )) وأحب أن يعرض عمل )رواه النسائى وأحمد والبيهقى[

Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang puasa Senin dan Kamis, beliau menjawab: "Dua hari itu adalah hari dimana amal perbuatan akan ditunjukkan (disetorkan) kepada Allah, dan saya menginginkan ketika amal saya disetorkan kepada Allah, keadaan saya sedang berpuasa" (HR. Nasai, Ahmad dan Baihaki).

6. Puasa tiga hari pada setiap bulan (bulan Islam bukan bulan Masehi) Disunnahkan juga untuk berpuasa tiga hari setiap bulan qamariyyah (bulan Islam), yakni setiap

tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. Puasa ini sering disebut dengan puasa bidh, puasa bulan purnama. Dalil sunnahnya puasa bidh ini adalah:

ال رة ق ي هري ثالث: عن أب لم ب ه وس ى صلى اهللا علي ل شهر: أوصانى خليل ن آ ام م ة أي , صيام ثالث ]رواه البخارى ومسلم(وأن أوتر قبل أن أنام , ورآعتى الضحى

Artinya: Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw berwasiat kepadaku tiga hal: "Puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha dua rakaat dan shalat witir sebelum tidur" (HR. Bukhari Muslim).

أيام البيض صبيحة , صيام الدهر, صيام ثالثة أيام من آل شهر: ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ]رواه النسائى)) [س عشرةوأربع عشرة وخم, ثالث عشرة

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Puasa tiga hari setiap bulan adalah sama dengan puasa satu tahun. Yaitu puasa pada malam bulan purnama: tanggal 13, 14 dan 15" (HR. Nasai).

Page 32: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 32 -

7. Puasa Nabi Daud Puasa Nabi Daud adalah puasa yang diselang satu hari, satu hari puasa, satu hari tidak, begitu

seterusnya. Puasa ini termasuk puasa sunnah, di antaranya berdasarkan hadits berikut ini: لم : عن عبد اهللا بن عمرو قال ه وس ى اهللا صالة داود : ((قال رسول اهللا صلى اهللا علي , أحب الصالة إل

ى ا صيام إل ل, هللا صيام داودوأحب ال ام نصف اللي ان ين ه, وآ وم ثلث ه, ويق ام سدس ا , وين صوم يوم وي ]رواه البخارى ومسلم)) [وهو أعدل صيام: ((وفى رواية] رواه البخارى ومسلم)) [ويفطر يوما

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Shalat dan puasa yang paling disukai oleh Allah adalah shalat dan puasa Nabi Daud as. Nabi Daud biasa tidur setengah malam, lalu ia bangun pada sepertiga malamnya, lalu tidur lagi pada seperenam malamnya. Puasa Nabi Daud juga satu hari berpuasa, satu hari berbuka" (HR. Bukhari Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan: "Dia adalah puasa yang paling baik" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits berikut ini mengisyaratkan agar sebaiknya setiap bulan itu tidak melewatkan begitu saja tanpa puasa sunnah, paling tidak sebaiknya puasa meskipun hanya satu hari. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

ا سوى : قلت لعائشة : عن عبد اهللا بن شقيق قال هل آان النبي صلى اهللا عليه وسلم يصوم شهرا معلومت ضان؟ قال ه : ((رم ى مضى لوجه ا سوى رمضان حت هرا معلوم ى , واهللا إن صام ش وال أفطر حت

]رواه مسلم)) [يصيب منهArtinya: Abdullah bin Syaqiq bertanya kepada Siti Aisyah: "Apakah Rasulullah saw pernah melakukan puasa sebulan penuh selain Ramadhan?" Siti Aisyah menjawab: "Demi Allah, beliau tidak melakukan puasa satu bulan penuh selain puasa Ramadhan, sampai beliau meninggal dunia. Dan beliau tidak berbuka sehingga beliau pernah berpuasa padanya (maksudnya tidak melewati satu bulan kecuali beliau pernah melakukan puasa sunnat di dalamnya)" (HR Muslim).

Beberapa persoalan yang berkaitan dengan puasa sunnat 1. Berniat sejak malam hari untuk melakukan puasa sunnat.

Jumhur ulama, sebagaimana telah dibahas dalam bahasan syarat sah puasa, berpendapat bahwa diperbolehkan seseorang untuk berniat puasa sunnat pada pertengahan hari, tidak mesti malam hari. Misalnya, apabila pagi hari sampai siang tidak ada makanan apa-apa dan belum makan atau minum, lalu ia berkata: "Kalau begini, saya mau puasa saja ah", maka hal demikian boleh-boleh saja. Mengenai dalil dan penjelasannya lihat kembali pada bahasan syarat sah puasa.

Hanya saja, menurut Abu Hanifah dan Imam Syafi'i, niat tersebut sebaiknya sebelum matahari tergelincir (sebelum duhur). Apabila setelah duhur belum juga berniat, maka puasanya tidak sah. Namun menurut Imam Ahmad bin Hanbal dan para ulama lainnya, diperbolehkan kapan saja baik sebelum Dhuhur maupun setelahnya, dan penapat ini adalah pendapat Jumhur ulama. Hanya saja, tentu berpuasa sebelum terbit fajar, lebih baik dan lebih selamat dari perbedaan.

2. Orang yang berpusa sunnat boleh buka kapan saja, jika ia mau Menurut Imam Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal juga ulama lainnya, orang yang berpuasa sunnat

sunnah hukumnya untuk menyempurnakan puasanya sampai matahari terbenam kelak (waktu berbuka), namun, apabila ia hendak berbuka pun tetap diperbolehkan (lihat dalam Majmu' al-Fatawa: 6/393 dan Syarh al-'Umdah: 2/601). Di antara dalilnya adalah:

شراب فشرب اولنى , عن أم هانئ أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم دخل عليها يوم الفتح فأتى ب م ن , ثت ائمة : فقل ى ص لم , إن ه وس لى اهللا علي ول اهللا ص ال رس سه : ((فق ر نف وع أمي ئت , إن المتط إن ش ف

]رواه الترمذى والحديث ضعيف)) [وإن شئت فأفطرى, فصومىArtinya: Dari Ummu Hani, bahwasannya Rasulullah saw suatu hari masuk ke rumahnya pada saat penaklukan kota Mekah. Lalu diberi minum, dan beliau pun minum. Rasulullah saw lalu menyodorkan minuman tersebut kepada saya, dan saya berkata: "Saya sedang berpuasa". Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya orang yang sedang berpuasa sunnat itu pemimpin untuk dirinya, jika kamu mau, kamu boleh berpuasa, dan jika mau juga kamu boleh berbuka" (HR. Turmudzi dan haditsnya lemah).

Hadits ini sekalipun lemah, namun dikuatkan oleh hadits-hadits lain yang satu makna sehingga dapat dijadikan dalil dan hujjah.

Page 33: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 33 -

3. Apakah boleh puasa sunnat sebelum mengqadha puasa Ramadhan? Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat. Bagi Hanafiyyah, boleh-boleh saja, sedangkan

Malikiyyah, memakruhkannya, sementara menurut Imam Syafi'i, disunnahkan untuk berpuasa qadha dulu sebelum puasa sunnat.

Namun, dari kedua pendapat di atas, sebagaimana telah disebutkan pada bahasan puasa enam hari bulan Syawal, bahwa pendapat yang mengatakan boleh berpuasa sunnat sebelum puasa qadha, adalah pendapat yang lebih rajih. Hal ini disamping dalam ayat qadha (al-Baqarah: 185) disebutkan bahwa waktu untuk mengqadha itu kapan saja, juga dalam hadits Aisyah dikatakan:

رواه )) [آان يكون علي الصوم من رمضان فما أستطيع أن أقضيه إال فى شعبان : ((عن عائشة قالت ]البخارى ومسلم

Artinya: Siti Aisyah berkata: "Saya pernah bolong berpuasa pada bulan Ramadhan, dan saya tidak dapat mengqadhanya melainkan hanya pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa Siti Aisyah mendahulukan puasa sunnat dari pada qadha dan karenanya boleh-boleh saja. Untuk lebih jelas lihat kembali pada sub bahasan puasa qadha dan puasa enam hari di bulan Syawal.

4. Seorang isteri sebaiknya meminta idzin terlebih dahulu kepada suaminya apabila hendak berpuasa sunnat.

Hal ini sebagaimana disabdakan dalam hadits berikut ini: ه : ((عن أبي هريرة عن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال ا شاهد إال بإذن رأة وبعله رواه )) [ال تصوم الم

]البخارى ومسلمArtinya: "Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri tidak boleh melakukan puasa sunnat sementara suaminya ada, kecuali meminta idzin terlebih dahulu" (HR. Bukhari Muslim).

Hal ini tentu karena taat dan meladeni suami hukumnya wajib, sementara puasa hukumnya sunnat, dan tentu yang wajib harus lebih didahulukan dari pada yang sunnat. Dari hadits ini juga para ulama mengambil kesimpulan bahwa apabila suaminya sedang tidak ada, pergi, maka para ulama sepakat, bahwa isteri tersebut boleh berpusa (lihat al-Majmu' karya Imam Nawawi: 6/392).

Puasa-puasa yang hukumnya haram

Berikut ini adalah puasa-puasa yang hukumnya haram: 1. Puasa pada hari Raya Idul Fitri (tanggal 1 Syawal) dan pada hari Raya Idul Adha (tanggal 10

Dzulhijjah). Sehubungan dengan puasa pada kedua hari ini, para ulama telah sepakat bahwa hukumnya haram

(lihat dalam al-Mughni: 4/424 dan Fathul Bari: 4/281). Di antara dalil yang melarang puasa ini adalah: ومين لم نهى عن صيام ي ه وس وم : عن أبي سعيد الخدرى أن رسول اهللا صلى اهللا علي وم الفطر وي ي

)رواه البخارى ومسلم(النحر Artinya: "Rasulullah saw melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha" (HR. Bukhari Muslim).

2. Puasa pada hari Tasyrik Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah)

diharamkan. Hal ini di antaranya didasarkan kepada hadits berikut ini: ]رواه مسلم)) [أيام التشريق أيام أآل وشرب: ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Hari Tasyrik itu adalah hari makan dan minum (dilarang berpuasa)" (HR. Muslim).

Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar dam), diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

)رواه البخارى(إال لمن لم يجد الهدي , لم يرخص فى أيام التشريق أن يصمن: عن عائشة وابن عمر قاالArtinya: Siti Aisyah dan Ibn Umar berkata: "Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyrik, kecuali bagi yang tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)" (HR. Bukhari).

Page 34: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 34 -

3. Puasa pada hari yang diragukan (hari syak, ragu). Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari dengan maksud

untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa hukumnya haram. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw:

ومين : ((عن أبي هريرة عن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال وم وال ي ال يتقدمن أحدآم رمضان بصوم ي ]رواه البخارى ومسلم)) [فليصم ذلك اليوم, إال أن يكون رجل يصوم صومه

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari terebut" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits lain disebutkan: لم : ((عن عمار بن ياسر قال ه وس ا القاسم صلى اهللا علي د عصى أب ه فق )) من صام اليوم الذى شك في

)أبو داود والترمذىرواه [Artinya: Amar bin Yasir berkata: "Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan padanya, maka sungguh ia telah berbuat dosa kepada Abu Qasim, Rasulullah saw" (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

Puasa-puasa yang hukumnya makruh 1. Puasa hanya pada hari Jum'at

Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya, kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh pas hari Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh dilakukan, karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari Jum'at.

Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja adalah: لم ه وس ة إال أن يصوم : ((عن أبي هريرة قال قال رسول اهللا صلى اهللا علي وم الجمع ال يصم أحدآم ي

]رواه البخارى ومسلم)) [قبله أو يصوم بعدهArtinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum'at, kecuali ia berpuasa sebelum atau sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).

2. Puasa setahun penuh (puasa dahr) Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut kuat untuk

melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

ادة ال عمر : عن قت ا رسول اهللا : ق ال , ي ه؟ ق دهر آل رواه )) [الصام وال أفطر : ((آيف بمن يصوم ال ]مسلم

Artinya: Umar bertanya: "Ya Rasulallah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?" Rasulullah saw menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak berbuka" (HR. Muslim).

3. Puasa wishal Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya, misalnya ia puasa

satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya, namun dimakruhkan untuk ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut ini:

الوا —قالها ثالثا –)) إياآم والوصال : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ا رسول : ق فإنك تواصل يال ى : ((اهللا؟ ف ك مثل ى ذل ستم ف م ل سقينى , إنك ى وي ى رب ت يطعمن ى أبي ا , إن ال م ن األعم اآلفوا م ف ]رواه البخارى ومسلم)) [تطيقون

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa wishal?" Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian tidak seperti saya. Kalau saya tidur, Allah memberi saya makan dan minum. Oleh karena itu, perbanyaklah dan giatlah bekerja sekemampuan kalian" (HR. Bukhari Muslim).

Page 35: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 35 -

4. Puasa hanya pada hari Sabtu Puasa hanya pada hari Sabtu ini ketentuannya sama dengan puasa hanya pada hari Jum'at

sebagaimana telah disebutkan di atas. Yang dilarang dari puasa hanya hari Sabtu itu adalah puasa yang hanya hari itu saja dan tidak bertepatan dengan puasa yang disunatkan, misalnya tidak bertepatan dengan puasa Arafah, puasa Asyura dan lainnya (lihat dalam al-Majmu' karya Imam Nawawi: 6/440), al-Mughni: 4/428). Dalil makruhnya puasa ini adalah hadits berikut ini:

ال لم ق ه وس ه أن النبي صلى اهللا علي ا : ((عن عبد اهللا بن بسر عن أخت سبت إال فيم وم ال ال تصوموا ي ]رواه أبو داود)) [أو عود شجرة فليمضغه, وإن لم يجد أحدآم إال لحاء عنبة, افترض عليكم

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali apa yang telah Allah wajibkan kepada kalian. Apabila seseorang tidak mendapatkan selain kulit buah anggur atau dahan kayu, maka kunyahlah" (HR. Abu Dawud).

Hanya saja, hadits ini lemah, sehingga untuk persoalan puasa ini para ulama sangat beragam pendapat. Namun demikian, hadits ini, hemat penulis, dikuatkan pula oleh hadits-hadits lainnya yang semakna. Oleh karena itu, berpuasa hanya pada hari Sabtu saja termasuk puasa yang hukumnya makruh.

Penutup

Demikian sekelumit pembahasan seputar Fiqh Shiyam dan segala persoalan yang terkait dengannya. Semoga makalah ini menjadi bekal kedua—setelah bekal pertama pada makalah pertama—dalam rangka menyambut bulan Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi. Apabila makalah pertama lebih bersifat al-madkhal (pengantar), maka makalah kali ini boleh dikatakan isi dari persoalan Fiqh Shiyam tersebut. Makalah ketiga pada minggu mendatang insya Allah akan mencoba mengupas bagian lain yang tidak kalah penting dan menariknya yaitu bahasan I'tikaf, Lailatul Qadar, Qiyamul Lail, Tarawih dan Zakat Fitrah.

Semoga makalah ini khususnya dan makalah-makalah lainnya yang telah atau belum tersaji berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya. Tidak lupa, segala kesalahan dan kekurangan, tentu datangnya dari diri penulis sendiri, sementara yang benarnya itu datang dari Allah dan RasulNya. Semoga berguna dan menjadi ilmu yang bermanfaat yang pahalanya dapat mengalir sampai penulis tiada kelak. Walllahu a'alam bis shawab, allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'in, amin. ***Makalah ini special dipersembahkan untuk kawan-kawan tercinta siswa siswi remaja Sekolah Indonesia Cairo (SIC) pada pengajian rutin remaja Sabtuan di Mesjid Indonesia Kairo, Egypt. Dipresentasikan pada hari Sabtu, tanggal 24 September 2005 di Mesjid Indonesia Cairo, Dokki, Kairo. Penulis adalah kandidat master Universitas al-Azhar Kairo pada fakultas Hukum dan Perundang-undangan jurusan Ushul Fiqh (kini sedang menulis thesis). Email: [email protected] Depan makam Shahabat Rasulullah saw, Abu Dzar al-Ghifari, Rabu, 21 September 2005 pukul 6.00 sore.

DAFTAR BACAAN / REFERENSI

1. Ummu Anas Samiyyah binti Muhammad al-Anshari, ath-Thariq Ila Rayyan ash-Shaaimiin, Dar Ibn

Rajab, Manshurah, 2002. 2. Hatim bin Hasan ad-Diib, Kaifa Tuzakki Nafsaka fi Ramadhan, Maktabah al-Yarmuuk, Kairo, 2003. 3. Muhammad Sa'id Mursi, Ila 'Ussyaq Ramadhan, Muassasah Iqra', Kairo, 2005. 4. Nabil bin Muhammad Mahmud, Ma Yahummu ash-Shaaimaat fi Ramadhan, Maktabah Wahah al-

Firdaus, Iskandariah, 2004. 5. Abu Abdurrahman, Masyahidul Iman fi Syahri Ramadhan, Maktabah Aulad asy-Syaikh Litturats,

Kairo, 2000. 6. As-Sayyid Mahmud Abdul Aal, Ramadhan Syahrul Jihad, Maktabah Aulad asy-Syaikh Litturats,

Kairo, 2000.

Page 36: SERIAL RAMADHAN KARIM II FIQHUS SHIYAM: MENUJU ... · PDF filePengertian puasa Secara bahasa puasa ... Puasa yang hukumnya wajib 2. Puasa yang hukumnya sunnah 3. Puasa yang hukumnya

- 36 -

7. Muhammad Dardiry al-Azhari, Qathf al-Jinan Fi Asraarish Shiyam wa Maa Hadatsa fi Ramadhan, Maktabah Aulad asy-Syaikh Litturats, Kairo, 2001.

8. Khalid Abu Syaadi, Manit Thariq? Ana Ramadhan, Darut Tauzi' wan Nasyr al-Islamiyyah, Kairo, 2005.

9. Qasim Abdullah dan Yasir Abdurrahman, Wa Syauuqaah ya Ramadhan; Barnamij Yaumi, Iimani wa Tsaqafii, Muassasah Iqra', Kairo, 2005.

10. Ali al-Khatib, Ash-Shiyam Minal Bidayah Hattal Islaam, Maktabah al-Kulliyyaat al- Azhariyyah, Kairo, t.th.

11. Imam Bukhari, Kitab ash-Shiyam: Waajibaatuh, Mustajabaatuh, Mubthilaatuh, Maktabah ash-Shafa, Kairo, 2003.

12. Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Majalis Syahri Ramadhan, Maktabah ash-Shafa, Kairo, 2003. 13. Salim bin Idul Hilali dan Ali Husain Ali Abdul Hamid, Shifat Shaumin Nabiy Saw fi Ramadhan, Dar

Ibn Hazm, Beirut, Cet. Kedelapan, 2005. 14. Yusuf al-Qardhawi, Fiqhus Shiyam, Maktabah Wahbah, Kairo, 2003. 15. Said Abdul Adhim, Durus az-Zaman fi Syahris Shiyam, Darul Aqidah, Kairo, 2002. 16. Abdurrahman Abdul Hamid al-Birr, Waqafaat Tarbawiyyah Ma'as Shaaimiin, Darul Yakin,

Manshurah, 2003. 17. Muhammad bin Shalih al-Utsaimiin, Fatawas Shiyaam, Maktabah ash-Shafa, Kairo, 1999. 18. Abdul Aziz bin Baz, Fatawaa wa Ahkam az-Zakaat was Shiyaam, Maktabah ash-Shafaa, Kairo, 2001. 19. Abdul Halim Mahmud, Syahr Ramadhan, Dar al-Ma'arif, Kairo, Cet. Ke-6, t.th. 20. Shalih al-Ja'fary, Asrar al-Shiyam li al-Khawash wa al-Awam, Dar Jawami' al-Kalim, Kairo, t.th. 21. Syaban Muhammad Ismail, al-Shiyam fi al-Qur'an wa al-Sunnah, al-Maktabah al-Taufiqiyyah, Kairo,

t.th. 22. Ibn Rajab al-Hanbaly, Lathaiful Ma'arif Fiimaa Limawasiml Aam Minal Wazhaaif, Maktabah Anwar,

Nigeria, 2002. 23. Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqhus Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib

al-Aimmah, Maktabah Taufiqiyyah, Kairo, t.th. 24. Ibnu Hajar al-Asqalany, Fathul Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, Dar al-Hadits, Kairo, 1998. 25. Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adhim, Maktabah al-Iman, Mansurah, 1996. 26. Abu Bakar Jabir al-Jazairy, Minhajul Muslim, Dar al-Salam, Kairo, 2003 27. Imam Nawawi, Riyadlu al-Shalihin Min Kalam Sayyid al-Mursalin, Dar al-Salam, Kairo, 2002. 28. Abu Bakar Jabir al-Jazairy, Aqidah al-Mukmin,, Dar al-Salam, Kairo, 2000 29. Ibnu Taymiyyah, Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibn Taymiyyah, Hukumah Mamlakah al-Arabiyyah

as-Saudiyyah, Saudi, 1381 H. 30. Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Dar al-Fath, Kairo, cet. Kedua, 1999. 31. Sayyid Sabiq, ash-Shiyam: Lailatul Qadar, Zakatul Fithr, Shalatul 'Id, Dar al-Fath, Kairo, 1996. 32. Muhammad Abdul Maqshud Afifi, Kitab ash-Shiyam: Fatawa wa Ahkam, Darur Ridha, Kairo, 2004. 33. Imam Nawawi, Raudhatut Thalibin: Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut, t.th. 34. Imam Nawawi, al-Majmu' Syarh al-Muhadzab, Darul Fikr, Beirut, t.th. 35. Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut, 1996. 36. Syamsuddin ar-Ramly, Nihayatul Muhtaj Ila Syarh al-Muhtaj, Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut, 1993. 37. Syihabuddin al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj, Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut, 1996. 38. Imam Syaukani, Nailul Authar, Darul Hadits, Kairo, 2000. 39. Ibn Hazm, al-Muhalla, Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut, t.th.