bab ii kajian pustaka a. reviu penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/59137/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. REVIU PENELITIAN TERDAHULU
Ritonga (2017) melakukan penelitian dengan judul Analisis Perencanaan
Pajak Melalui Metode Penyusutan Dan Revaluasi Asset Tetap Untuk
Meminimalkan Beban Pajak Pada PT. Taspen ( Persero ) Cabang Utama Medan.
Teknik analisis yang digunakan adalah metode kualitatifdengan cara menganalisis
data dengan pemikiran yang objektif dan ditulis dengan deskriptif. Kebijakan
revaluasi asset tetap yang dilakukan oleh PT.TASPEN (PERSERO) berdampak
pada meningkatnya nilai buku asset tetap dan kebijakan revaluasi asset tetap yang
dilaksanakan oleh pt.taspen pada tahun 2010 berdampak pada membesarnya
beban pajak yang harus dibayar perusahaan.
Nur dan Sagala (2017)meneliti tentang Revaluasi Aktiva Tetap Terhadap
Beban Pajak Dan Peningkatan Nilai Aset Pada Pt.Wiveris Herbatama. Teknik
analisis yang digunakan adalah metode kualitatifdengan cara menganalisis data
dengan pemikiran yang objektif dan ditulis dengan deskriptif. Kesimpulan
penelitian ini adalah Pertama, bahwa jumlah beban pajak yang harus dibayarkan
perusahaan lebih kecil ketika tidak melakukan revaluasi aset tetap dibandingkan
dengan ketika perusahaan melakukan revaluasi aset tetap. Kedua bahwa, nilai
buku aset pada beberapa aset PT. Wiveris Herbatama mengalami peningkatan
yang cukup besar. Meskipun PT. Wiveris Herbatama harus membayar pajak lebih
besar setelah melakukan revaluasi aset tetap, tetapi nilai buku aset tetap pada
perusahaan mengalami peningkatan yang besar, sehingga mencerminkan nilai aset
yang sebenarnya pada PT. Wiveris Herbatama dan ini akan berdampak pada
laporan keuangan perusahaan yang bisa memperlihatkan laporan keuangan yang
sehat.
Dalam penelitian yang dilakukan Alamsyah (2018) yang meneliti Analisis
Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Dan Revaluasi Aset Tetap Pada Pt
Pembangunan Perumahan (Persero),Tbk. Penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif, oleh karenanya penelitian ini mengumpulkan fakta-fakta dilapangan
7
serta mengidentifikasi data yang membahas permasalahan perencanaan pajak PT.
Pembangunan Perumahan (persero). Berdasarkan hasil penelitian yang didukung
data dan informasi yang telah dibahas sebelumnya, peneliti menarik kesimpulan
bahwa PT. Pembangunan Perumahan (persero), Tbk telah melakukan revaluasi
aset tetap sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan
nomor 191/PMK.010./2015 tentang penilaian kembali aktiva tetap. Aset Tetap
dinilai dengan menggunakan cost model dan revaluation model serta metode
penyusutan yang digunakan adalah garis lurus pada seluruh aset tetap sehingga
dengan dilakukannya penyusutan dan revaluasi aset tetap maka PT. Pembangunan
Perumahan (persero), Tbk dapat menghemat beban pajak yang harus dibayar.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. PAJAK
Pajak adalah iuran yang wajib dibayarkan oleh rakyat atau wajib pajak
kepada negara untuk kepentingan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat
umum. Manfaat dari pajak yang terkumpul tidak akan secara langsung dapat
dinikmati oleh wajib pajak, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum
bukan individual.
Sedangkan menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan
tata cara perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Aset Tetap
Menurut PSAK 16, aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki dan
digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan
kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan
selama lebih dari satu periode.
Berdasarkan definisi di atas, suatu aset berwujud memiliki ciri digunakan
dalam operasi usaha dan tidak untuk dijual kembali, bersifat jangka panjang dan
8
biasanya dapat disusutkan, serta memiliki wujud fisik. PSAK 16 tidak berlaku
until properti investasi (PSAK 13) dan hak penambangan maupun reservasi
tambang.
Namun, termasuk ke dalam definisi aset tetap adalah tanaman produktif
(bearer plants). Tanaman produktif adalah tanaman hidup yang digunakan dalam
produksi atau penyediaan produk agrikultur, diharapkan untuk menghasilkan
produk untuk jangka waktu lebih dari satu periode dan memiliki kemungkinan
yang sangat jarang untuk dijual sebagai produk agrikultir, kecuali untuk penjualan
sisa yang insidental (incidental scrap)
3. Jenis Aset Tetap
Aset tetap sesuai dengan jenisnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Aset tetap tidak dapat disusutkan
Aset tetap yang tidak dapat disusutkan adalah aset yang mempunyai umur dan
masa manfaat yang tidak terbatas. Misalnya, tanah untuk bangunan kantor, atau
untuk bangunan pabrik. Harga perolehan atas tanah tersebut tidak perlu
disusutkan karena masa manfaatnya tidak terbatas.
b. Aset tetap dapat disusutkan
Aset tetap yang dapat disusutkan adalah aset yang umur atau masa manfaatnya
terbatas. Jenis dari aset tetap yang dapat disusutkan terdiri dari dua kelompok,
yaitu :
1. Aset tetap yang bila masa manfaatnya berakhir dapat diganti dengan aset yang
sejenis. Aset jenis ini harga perolehannya dapat dialokasikan dengan cara
menyusutkan (depresiasi) misalnya : bangunan, kendaraan, mesin-mesin,
peralatan kantor dan lain sebagainya.
2. Aset tetap yang bila pada masa manfaatnya telah berakhir tidak dapat
digantikan dengan aset yang sejenis, harga perolehannya dapat dialokasikan
dengan cara menyusutkan (deplesi). Misalnya : tanah, hutan dan sumber daya
alam lainnya.
4. Penyusutan Aktiva
9
Penyusutan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan selama
pemanfaatan suatu asset tetap. Menurut PSAK No. 16 menyatakan bahwa
penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu
asset selama umur manfaatnya.
Ketentuan tentang penyusutan asset tetap menurut pasal 10 Undang-undang pph,
meliputi :
a. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang memiliki masa
manfaat lebih dari satu tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang menjadi objek pajak, kecuali tanah.
b. Harta yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal, misalnya : bangunan untuk
tempat tinggal karyawan bukan didaerah terpencil yang ditetapkan Menteri
Keuangan. Keuntungan penjualan harta tersebut merupakan objek PPH, namun
apabila terjadi kerugian tidak dapat dibebankan sebagai biaya fiskal.
c. Penyusutan asset dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk
asset yang masih dalam proses pengerjaan asset tersebut. Dengan persetujuan
DJP, penyusutan dapat dimulai pada bulan asset tersebut digunakan.
Cara dan Tarif Penyusutan Aktiva Tetap Menurut Undang – undang No. 17 Tahun
2000 pasal 11 ayat (6) menyatakan bahwa harta tetap berwujud digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu :
a. Golongan bukan bangunan yang dirinci menjadi empat kelompok dan
b. Golongan bangunan yang dirinci menjadi dua kelompok, yaitu bangunan
yang bersifat permanen dan tidak permanen.
Cara Penyusutan dan Tarif Penyusutan Aktiva Tetap dengan UU No. 17 Tahun
2000 pasal 11 ayat ( 6 )
10
KELOMPOK HARTA
BERWUJUD
MASA
MANFAAT
TARIF DEPRESIASI
GARIS LURUS SALDO
MENURUN
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% –
Tidak Permanen 10 tahun 10% –
Cara penentuan penyusutan menurut UU No. 17 Tahun 2000 pasal 11 ayat 11
( 1 )dan ayat ( 2 ) metode penyusutan yang digunakan adalah :
a. Metode garis lurus ( starigt line method ) untuk semua harta berwujud dan
b. Meode saldo menurun ( declining balance method ), untuk harga berwujud
selain bangunan.
5. Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak
seperti melakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan
untuk menyeleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan (Suandy,
2011:16). Menurut Chrisdianto dan Yunus (2011) dan Nadeak (2011),
perencanaan pajak memiliki dua strategi yaitu: 1) revaluasi aset atau menilai aset
tetap dengan metode cost model dan revaluation model, 2) perhitungan
penyusutan dengan metode saldo menurun. Pada umumnya tujuan dari
perencanaan pajak ditekankan untuk meminimumkan kewajiban pajak, namun
beberapa tujuan pokok perencanaan pajak seperti yang diungkapkan Pohan
(2013:21) yaitu (1) meminimalisasi beban pajak terutang, (2) memaksimalkan
laba setelah pajak, (3) meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika
terjadi pemeriksaan pajak oleh fiskus, (4) memenuhi kewajiban perpajakan secara
benar dan efektif sesuai ketentuan perpajakan. Beberapa strategi umum
perencanaan pajak menurut Ratag (2013) yaitu:
11
1. Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif
pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya perusahaan dapat
melakukan perubahan pemberian natura pada karyawan menjadi tunjangan
dalam bentuk uang;
2. Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari
pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak.
Misalnya, perusahaan yang mengalami kerugian perlu mengubah tunjangan
karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberiannatura karena natura bukan
merupakan objek pajak PPh pasal 21;
3. Memahami peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari
timbulnya sanksi perpajakan berupa sanksi administrasi berupa denda, bunga
atau kenaikan serta sanksi pidana atau kurungan;
4. Menunda pembayaran pajak tanpa melanggar peraturan pajak yang berlaku
dengan melalui penundaan pembayaran PPN yang dilakukan dengan menunda
penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan
khususnya untuk penjualan kredit; dan
5. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan karena wajib pajak sering
kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat
dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka.
6. Tujuan Perencanaan Pajak
Tujuan dari perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax
burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang
ada untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return), karena
pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan
kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali (Suandy, 2011:7).
Chairil Anwar (2013:21) mengemukakan bahwa secara umum tujuan
pokok dari perencanaan pajak adalah sebagai berikut :
1. Meminimalisasi beban pajak yang terutang.
2. memaksimalkan laba setelah pajak
3. meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi pemeriksaan
pajak oleh fiskus
12
4. memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien dan efektif, sesuai
dengan ketentuan perpajakan, yang antara lain meliputi :
a. mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari pengenaan
sanksi, baik sanksi administrative maupun pidana, seperti bunga, kenaikan
denda, dan hokum kurungan atau penjara
b. melaksanakan secara efektif segala ketentuan undang-undang perpajakan yang
terkait dengan pelaksanaanpemasaran, pembelian, dan fungsi keuangan, seperti
pemotongan dan pemungutan pajak (PPh pasal 21, pasal 22, dan pasal 23)”.
7. Manfaat Perencanaan pajak
Menurut Chairil Anwar Pohan (2015:20), beberapa manfaat yang biasa
diperoleh dari perencanaan pajak yang dilakukan secara cermat :
1. Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupajkan unsur biaya
dapat dilurangi.
2. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena dengan perencanaan
pajak yang matang dapat diperkirakan kebutuhan kas untuk pajak, dan
menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran
kas secara lebih akurat.
8. Revaluasi Asset Tetap
Penilaian kembali atau revaluasi asset tetap adalah kegiatan perhitungan
kembali nilai sebuah asset sesuai harga pasar yang berlaku pada saat penilaian
dilakukan sehinggaakan diperoleh nilai asset yang relevan. Menurut Waluyo &
IIyas (2002:122) revaluasi asset tetap adalah penilaian kembali asset tetap
perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai asset tetap tersebut
dipasarkan atau karena rendahnya nilai aktiva tetap dalam laporan keuangan
perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aktiva
tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai wajar.
Menurut PSAK No. 16 revisi 2007,revaluasi merupakan salah satu metode
penilaian asset kembali. Jika suatu entitas memilih menggunakan metode
revaluasi maka metode ini harus diterapkan secara konsisten oleh perusahaan.
Perusahaan tidak boleh hanya menggunakan metode revaluasi sesekali untuk
13
tujuan seperti yang disebutkan diatas, tetapi revaluasi harus dilakukan secara
regular.
Menurut Standart Akuntansi (SAK 2009) memperlihatkan model revaluasi
seperti yang akan dijelaskan dibawah ini;
1. Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur
secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasinya, yaitu nilai wajar pada
tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi
penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus
dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa
jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan
dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
2. Nilai wajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang
dilakukan oleh penilai yang memiliki kualifikasi professional berdasarkan
bukti pasar. Nilai wajar pabrik dan peralatan biasanya menggunakan nilai
pasar yang ditentukan oleh penilai.
3. Jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena
sifat dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjual-belikan, kecuali sebagai
bagian dari bisnis yang berkelanjutan, entitas mungkin perlu mengestimasi
nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang
telah disesuaikan (depreciation replacement cost approatch)
4. Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap
yang direvaluasi. Jika nilai wajar dari aset yang direvaluasi berbeda secara
material dari jumlah tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu dilakukan.
Beberapa aset tetap mengalami perubahan nilai wajar secara signifikan dan
fluktuatif, sehingga perlu direvaluasi secara tahunan. Revaluasi tahunan
seperti itu tidak perlu dilakukan apabila perubahan nilai wajar tidak signifikan.
Namun demikian, aset tersebut mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau
lima tahun sekali.
5. Apabila suatu aset tetap direvaluasi, akumulasi penyusutan pada tanggal
revaluasi diperlakukan dengan salah satu cara berikut ini :
14
a) Disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dalam
jumlah tercatat bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah
revaluasi sama dengan jumlah revaluasian. Metode ini sering
dilakukan apabila aset direvaluasi dengan cara memberikan indeks
untuk menentukan biaya pengganti yang telah disesuaikan, atau
b) Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah
tercatat aset setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah
revaluasinya dari aset tersebut. Metode ini sering digunakan untuk
bangunan
Jumlah penyesuaian yang timbul dari penyajian kembali atau eliminasi
akumulasi penyusutan membentuk bagian dari kenaikan atau penurunan
dalam jumlah tercatat yang ditentukan
6. Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok
yang sama harus direvaluasi
7. Suatu kelompok aset tetap adalah pengelompokan aset yang memiliki sifat
dan kegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas. Berikut adalah
contoh dari kelompok aset yang terpisah :
a) Tanah
b) Tanah dan bangunan
c) Mesin
d) Kapal
e) Pesawat udara
f) Kendaraan bermotor
g) Perabotan, dan
h) Peralatan kantor
8. Aset-aset dalam suatu kelompok aset tetap harus direvaluasi secara
berkelanjutan untuk menghindari revaluasi aset secara selektif dan
bercampuran dengan harga perolehan dan nilai lainnya pada saat yang
berbeda-beda. Namun, suatu kelompok aset dapat direvaluasi secara
bergantian (rolling basis) sepanjang revaluasi dari kelompok aset tersebut
15
dapat diselesaikan secara lengkap dalam waktu yang singkat dan sepanjang
revaluasi dimutakhirkan.
9. Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut
langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun, kenaikan
tersebut harus diakui dalam laporan laba-rugi hingga sebesar jumlah
penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam
laporan laba-rugi.
10. Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui
dalam laporan laba-rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut
langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan
tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.
11. Surplus revaluasi aset tetap yang telah disajikan dalam ekuitas dapat
dipindahkan langsung ke saldo laba pada saat aset tersebut diberikan
pengakuannya. Hal ini meliputi pemindahan sekaligus surplus revaluasi pada
saat penghentian atas pelepasan aset tersebut. Namun, sebagian surplus
revaluasi tersebut dapat dipindahkan sejalan dengan penggunaan aset oleh
entitas. Dalam hal ini, surplus revaluasi yang dipindahkan ke saldo laba
adalah sebesar perbedaan antara jumlah penyusutan berdasarkan nilai
revaluasian aset dengan jumlah penyusutan berdasarkan biaya perolehan aset
tersebut. Pemindahan surplus revaluasi ke saldo laba tidak dilakukan melalui
laporan laba-rugi
12. Dampak atas pajak penghasilan, jika ada yang dihasilkan dari revaluasi aset
tetap diakui dan diungkapkan sesuai dengan PSAK No. 46 tentang Akuntansi
Pajak Penghasilan.
13. Jika entitas mengubah kebijakan akuntansi dari model biaya ke model
revaluasi dalam pengukuran aset tetap, maka perubahan tersebut berlaku
prospektif.
14. Jika dalam suatu entitas terdapat aset tetap yang tersdia untuk dijual, maka
perlakuan akuntansi untuk aset tersebut adalah sebagai berikut:
a) Diakui pada saat dilakukan penghentian operasi.
16
b) Diukur sebesar nilai yang lebih rendah dari jumlah tercatatnya
dibandingkan nilai wajar setelah dikurangi dengan biaya-biaya
penjualan aset tersebut.
c) Disajikan sebagai aset tersedia untuk dijual, jika jumlah tercatatnya
akan dipulihkan melalui transaksi penjualan dari penggunaan lebih
lanjut, dan penghentian operasi dan pelepasan aset (aset tidak lancar).
9. Keuntungan dan kerugian revaluasi
Keuntungan Revaluasi Aset untuk kepentingan komersial, yaitu:
1. Mencerminkan nilai yang sesungguhnya (nilai wajarnya), sehingga dapat
lebih baik dalam pengambilan keputusan bagi perusahaan maupun investor dalam
melakukan investasi.
2. Bagi perusahaan yang ingin atau yang sudah go publik, revaluasi berguna
untuk menyusun nilai asetnya ke harga yang realistis
3. Meningkatkan kepercayaan kreditur , sebagai dampak membaiknya
beberapa rasio keuangan perusahaan, khususnya yang ditunjukkan oleh debt to
assets ratio dan debt to equity ratio.
4. Penilaian kembali aktiva tetap ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan
yang ingin merger. Sebab dengan melakukan penilaian kembali aktiva tetap pada
masing – masing perusahaan yang ingin melakukan merger, maka akan dapat
diketahui nilai aktiva sesungguhnya (nilai wajarnya) untuk perusahaan bentukan
baru (setelah merger).
Kerugian Revaluasi Aset Tetap bagi Perusahaan :
Dalam hal revaluasi aset tetap, sebenarnya perusahaan tidak mendapatkan aliran
kas masuk, perusahaan hanya melakukan window dressing untuk pelaporan
keuangan nya. Sedangkan bila terdapat selisih lebih atas revaluasi, perusahaan
akan dikenai PPh final sebesar 10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak
boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan hutang pajak
tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aset turun. Bayangkan
apabila perusahaan memutuskan memakai model revaluasi dan setiap tahun harga
17
asetnya meningkat, maka setiap tahun perusahaan harus membayar pajak final.
Padahal kenaikan harga aset tersebut tidak membawa aliran kas masuk ke dalam
perusahaan apalagi untuk menilai nilai wajar aset yang tidak memiliki nilai pasar,
perusahaan membutuhkan jasa penilai (assessor) sehingga akan makin menambah
biaya yang keluar untuk menilai asset – aset tersebut. Maka hal ini hanya akan
menjadi pemborosan saja bagi perusahaan.
10. Jenis Revaluasi
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
191/PMK. 010/2015 revaluasi aset tetap dapat dilakukan dengan 2 cara antra lain
sebagai berikut:
1. Revaluasi menyeluruh adalah revaluasi yang dilakukanpada semua aset
berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan yang tidak dimaksudkan
untuk dialihkan atau dijual atau bukan barang dagangan.
2. Revaluasi parsial berarti perusahaan hanya melakukan revaluasi sebagian aset
yang ada sesuai pertimbangan perusahaan.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 79/PMK.003/2008 revaluasi aset berwujud harus dilakukan secara
menyeluruh dan tidak boleh secara parsial.
11. Revaluasi Asset Tetap berdasarkan Perpajakan
Sistem akuntansi yang dikembangkan dan ditetapkan sesuai dengan
ketentuan perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip – prinsip
akuntansi yang berlaku umum, dalam hal ini sesuai dengan PSAK kecuali jika
terdapat aturan khusus dari ketentuan perpajakan yang diatur oleh pemerintah.
Dalam peraturan pajak, penilaian kembali harus dilakukan sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 mei 2008
tentang Penilaian Kembali Asset Tetap Perusahaan untuk tujuam Perpajakan.
Meskipun didalam peraturan perpajakan memperbolehkan WP untuk melakukan
penilaian kemnali asset tetap, tetapi tidak semua asset tetap dapat direvaluasi atau
dinilai kembali. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18
79/PMK.03/2008 tertanggal 23 MEI 2008 pasal 3 ayat 1, revaluasi asset tetap
perusahaan dilakukan terhadap :
a. Seluruh asset tetap berwujud termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak
guna bangunan atau.
b. Seluruh asset tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di
Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
12. Teknik Revaluasi Aset tetap
Penilaian kembali aset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai
wajar aset tetap yang berlaku pada saat penilaian kembali aset tetap yang
ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin
dari Pemerintah. Apabila nilai pasar atau nilai wajar tersebut dianggap tidak
mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar yang
bersangkutan. Penilaian kembali aset tetap perusahaan dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai
atau ahli penilai.
Pada ketentuan 1979 (KMK Nomor 109) dan 1986 (PP Nomor 45 dan
KMK Nomor 914), penilaian kembali aset tetap menggunakan metode angka
perkalian (indeks) terhadap harga perolehan maupun penyusutannya. Indeksasi
dapat dipandang sebagai pendekatan untuk mengeliminir kekeliruan pengukuran
penghasilan kena pajak karena inflasi.
Sejak diterbitkannya KMK 507/KMK.04/1996, Indonesia menganut
metode penilaian kembali berdasarkan pendekatan harga pasar. Metode penilaian
ini dilakukan oleh lembaga penilai independen (appraisal company) yang diakui
Pemerintah. Metode ini menilai aset tetap dengan harga pasar maupun
perbandingan harga secara umum. Beberapa pendekatan dalam praktik akuntansi
komersial yang dapat digunakan oleh independent appraisal company untuk
melakukan penilaian kembali aset tetap, yaitu Gunadi (1999:105):
a. Reproduction cost, yang menunjuk pada jumlah pengeluaran sekarang yang
diperlukan untuk memproduksi aset tetap serupa yang baru.
19
b. Sound value, yang mencerminkan nilai reproduksi dikurangi dengan depresiasi
berdasar jumlah tersebut.
13. Tarif Pajak Penghasilan atas Revaluasi
Selisih lebih akibat revaluasi aset tetap setelah dikompensasikan dengan
kerugian fiskal dan atau sisa kerugian fiskal pada tahun-tahun yang lalu (Pasal 6
ayat (2) UU PPh) dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen).
Bagi wajib pajak yang melakukan penggabungan usaha, PPh final dapat
dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun terhitung sejak tahun
dilakukannya revaluasi aset tetap, sepanjang PPh yang dibayarkan/dilunasi setiap
tahunnya tidak boleh lebih dari 20% jumlah PPh terutang, kecuali pelunasan
untuk tahun terakhir.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 191/PMK. 010/2015 Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud berupa
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar:
a. 3% (tiga persen) , untuk permohonan yang diajukan sejak berlakunya Peraturan
Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;
b. 4% (empat persen), untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Januari 2016
sampai dengan tanggal 30 Juni 2016; atau
c. 6% (enam persen) , untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016 sampai
dengan tanggal 31 Desember 2016,
yang dikenakan atas selisih lebih nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali
atau hasil perkiraan penilaian kembalioleh Wajib Pajak, di atas nilai sisa buku
fiskal semula.
14. PMK 191/PMK.010/2015
Dalam rangka menambah setoran tunai pajak penghasilan, pemerintah
telah mengeluarkan fasilitas perpajakan terkait revaluasi aset. Fasilitas ini
memberikan tiga keuntungan bagi pelaku usaha jika pelaku usaha melakukan
revaluasi aset tahun 2015 dan tahun 2016. Jika tahun 2017 atau setelahnya, maka
pemajakannya tidak mendapat diskon. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
nomor 191/PMK.010/2015 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan perpajakan
terkait revaluasi, khususnya revaluasi yang dilakukan tahun 2015 dan 2016.
20
Peraturan menteri keuangan ini diberi nama "Penilaian Kembali Aset tetap Untuk
Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan Yang Diajukan Pada Tahun 2015 Dan
Tahun 2016".
Secara formal, tujuan kebijakan khusus ini adalah:
1. Menjaga stabilitas ekonomi makro, dan
2. Mendorong pertumbuhan ekonomi
Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 tidak mencabut
atau mengubah Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008. Jadi,
setelah 2016 ketentuan tentang PPh atas revaluasi kembali lagi ke Peraturan
Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 dan tarif yang dikenakan 10%.
15. Perbedaan PMK 191/PMK.010/2015 dengan PMK 79/PMK.003/2008
No PERBEDAAN PMK 191/PMK.010/2015 79/PMK.003/2008
1 Dasar Pengenaan
Pajak
1. Selisih lebih nilai
aktiva tetap hasil
penilaian kembali
diatas nilai sisa buku
fiskal.
2. Selisih lebih nilai
aktiva tetap hasil
perkiraan penilaian
kembali oleh Wajib
Pajak diatas nilai sisa
buku fiskal semula
1. Selisih lebih nilai
aktiva tetap hasil
penilaian kembali
diatas nilai sisa
buku fiskal
2 Tarif 3%, 4%, 6% 10%
3 Wajib Pajak yang
dapat mengajukan
permohonan
Wajib Pajak badan dalam
negeri, bentuk usaha
tetap (BUT), dan Wajib
Pajak orang pribadi yang
melakukan pembukuan,
termasuk WP yang
Wajib Pajak badan
dalam negeri, bentuk
usaha tetap (BUT)
21
melakukan pembukuan
Bahasa Inggris dan
Dollar serta WP yang
masih dalam 5 tahun
sejak penilaian kembali
terakhir berdasarkan
PMK 79/PMK.003/2008
4 Penilaian aktiva
tetap
Sebagian atau seluruh
aktiva berwujud
Seluruh aktiva
berwujud
5 Pengajuan
permohonan
1. Telah melakukan
penilaian kembali
aset tetap yang
dilakukan oleh
kantor jasa penilai
publik
2. Belum melakukan
penilaian kembali
aset tetap
Telah melakukan
penilaian kembali aset
tetap yang dilakukan
oleh kantor jasa penilai
publik
6 Saat penyusutan 1. 1 Januari 2016, bagi
Wajib Pajak yang
melakukan penilaian
kembali aktiva tetap
pada tahun 2015
2. Bulan dilakukannya
penilaian kembali,
bagi Wajib Pajak
yang melakukan
penilaian kembali
aktiva tetap
Bulan dilakukannya
penilaian kembali
7 Jangka waktu
penilaian KJPP/
Pengajuan permohonan
tahun 2015
Pengajuan permohonan
penilaian kembali
22
ahli penilai
dengan pengajuan
permohonan
penilaian kembali
menggunakan laporan
KJPP tahun 2015
menggunakan laporan
KJPP paling lama 1
tahun sebelumnya
8 Pelunasan pajak
terhutang
Sebelum mengajukan
permohonan
15 hari setelah
diterbitkannya
keputusan persetujuan
9 Angsuran Tidak dapat diangsur Paling lama 12 bulan
16. Subjek Revaluasi
Subjek pajak revaluasi yang dimasud dalam Pasal 1 meliputi Wajib Pajak
dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan pembukuan termasuk Wajib Pajak yang melakukan pembukuan dalam
bahasa inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat, dan Wajib Pajak yang pada
saat penetapan penilaian kembali nilai aset tetap oleh kantor jasa penilai publik
atau ahli penilai yang memperoleh izin dari Pemerintah.
17. Objek revaluasi
Sesuai dengan Pasal 3 disebutkan bahwa objek revaluasi yaitu meliputi:
a. Seluruh aset tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak
guna bangunan, atau
b. Seluruh aset tetap berwujud tidak termasuk tanah.
Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali terhadap sebagianatau
seluruh aktiva berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan objek pajak kecuali tanah, namun jika perusahaan memiliki hak milik
atau hak guna bangunan atas tanah, maka tanah tersebut juga dapat dinilai
kembali.
Berdasarkan PSAK 16 (revisi 2011) Paragraf 36 diatur bahwa jika suatu
aset tetap direvaluasi, maka seluruh asset tetap dalam kelompok yang sama harus
direvaluasi. Oleh karena itu, sistim informasi akuntansi suatu perusahaan perlu
23
didesain sedemikian rupa sehingga mampu membuat kelompok-kelompok aset
tetap sesuai dengan PSAK ini. Dalam hal ini,PSAK memperbolehkan perusahaan
untuk melakukan revaluasi aset menurut kelompok aset tertentu (tidak harus)
terhadap keseluruhan aset tetap. Perusahaan juga diperbolehkan untuk melakukan
revaluasi secara bergantian antara kelompok asset tetap yang berbeda seperti yang
dijelaskan dalam paragraph 38. Sedangkan Peraturan Menteri Keuangan No.
191/PMK.010/2015 revaluasi harus dilakukan terhadap seluruh aset tetap
berwujud termasuk tanah dan atau tanpa tanah.
Berdasarkan PSAK 16 paragraph 34, tanah dan bangunan harus
diperlakukan sebagai aktiva yang terpisah untuk tujuan akuntansi, walaupun
diperoleh sekaligus. Tanah biasanya memiliki usia tidak terbatas, oleh karena iu
tidak disusutkan, sedangkan bangunan memiliki usia terbatas, dan karenanya
disusutkan. Karena tanah tidak dapat disusutkan, maka atas tanah kurang perlu
dilakukan revaluasi.
Revaluasi atas tanah merupakan suatu hal yang kurang bermanfaat jika
dibandingkan dengan revaluasi terhadap aktiva lainnya. Tanah merupakan aktiva
yang memiliki masa manfaat tida terbatas sehingga tidak dapat disusutkan, karena
tidak dapat disusutkan, maka setelah revaluasi hanya nilai tanah yang akan
berubah, tanpa pernah bisa disusutkan dan perusahaan tetap harus membayar
biaya atas revaluasi tanah tersebut. Sehingga revaluasi terhadap tanah tidak akan
berpengaruh pada besarnya beban penyusutan yang mengakibatkan tidak adanya
kontribusi terhadap turunnya penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan badan
perusahaan paska revaluasi tanah.
18. Periode Revaluasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 191/PMK.010/2015
revaluasi aset tetap tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka panjang
waktu lima tahun terhitung sejak penilaian kembali aset tetap perusahaan yang
terakhir dilakukan. Berbeda dengan peraturan sebelumnya yang memperbolehkan
revaluasi dilakukan paling banyak 1 (satu) kali dalam tahun buku yang sama.
Artinya terjadi perubahan signifikan dalam jangka waktu revaluasi dari yang
sebelumnya dapat dilakukan setiap tahun menjadi lima tahun sekali. Jangka waktu
24
lima tahun merupakan waktu yang cukup lama bagi sebuah aset tetap untuk
mengalami perubahan harga. Selain itu masa manfaat aktiva tersebut sudah jauh
berkurang. Bahkan bisa habis sebelum dilakukannya revaluasi.
Namun berdasarkan PSAK 16 (revisi 2011) paragraph 31, peraturan ini
bertentangan dengan perlakuan akuntansi karena PSAK menyebutkan bahwa
revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk
memasikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara signifikan dari nilai wajar
pada tanggal neraca. Selanjutnya, dalam paragraf 34 dijelaskan pula bahwa jika
nilai wajar dari aset yang direvaluasi berbeda secara material dari jumlah
tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu dilakukan.
19. Dampak Revaluasi Aset Dalam Penyajian Laporan Keuangan
Aset tetap menurut PSAK 16 (revisi 2007) adalah aset berwujud yang
diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang
digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun. Pada umumnya nilai aset yang disajikan dalam laporan keuangan
mengunakan model biaya historis (historical cost), namun dalam beberapa kasus
penyajian laporan keuangan tersebut tidak menggambarkan posisi keuangan yang
sewajarnya sebagai akibat dari perbedaan yang sangat jauh nilai historis dengan
nilai aktualnya.
Menyingkapi hal tersebut maka International Accounting Standard
memberi dua alternatif dalam membukukan aset tetap, yaitu dengan model
historical cost dan model revaluasi. Model historical cost mengharuskan aset tetap
yang telah diakui sebagai aset tetap dicatat sebesar harga perolehan dikurangi
dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset tetap,
model ini tidak membenarkan adanya revaluasi. Sedangkan model revaluasi
mengharuskan dilakukan revaluasi secara rutin, jika model revaluasi yang akan
digunakan maka penilaian kembali aset tetap harus mengunakan nilai wajar.
25
Dalam model revaluasi, perlakuan terhadap akumulasi penyusutan aset
tetap pada tanggal revaluasi dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai
berikut:
a) Disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dan jumlah
tercatat secara bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi
sama dengan jumlah revaluasinya. Metode ini sering digunakan apabila
aset direvaluasi dengan cara memberi indek untuk menentukan biaya
pengganti yang disusutkan (depreciated replacement cost)
b) Dieliminasi terhadap jumlah bruto aset dan jumlah neto aset setelah
eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut,
metode ini biasa digunakan untuk revaluasi bangunan. Jumlah penyesuaian
yang timbul dari penyajian kembali atau eliminasi akumulasi penyusutan
tersebut membentuk bagian kenaikan atau penurunan nilai aset.
Pengakuan terhadap kenaikan atau penurunan nilai akibat revaluasi
dilakukan langsung pada kenaikan atau penurunan akibat revaluasi, kecuali jika
revaluasi dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. Apabila revaluasi dilakukan
untuk kedua kalinya dan seterusnya, terdapat perlakuan yang berbeda, perbedaaan
tersebut adalah:
a) Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut
langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun apabila
sebelumnya pernah diakui penurunan nilai asset akibat revaluasi dalam
laporan laba rugi , maka terhadap kenaikan aset tersebut harus diakui
dalam laporan rugi laba sebesar nilai penurunan nilai aset akibat revaluasi
yang pernah dilakukan sebelumnya dalam laporan laba rugi. Sisa nilai
setelah sebagian diakui dalam laporan laba rugi tersebut dicatat sebagai
kenaikan yang langsung dikreditkan ke ekuitas.
b) Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui
dalam laporan laba rugi. Namun apabila sebelumnya terhadap asset
tersebut pernah dilakukan revaluasi dan dicatat sebagai kenaikan yang
26
langsung dikreditkan ke ekuitas maka terhadap penurunan nilaiakibat
revaluasi tersebut langsung didebit ke dalam ekuitas pada bagian surplus
revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus
revaluasi untuk aset tersebut. Sisa nilai penurunan dibebankan ke laporan
laba rugi.
20. Prosedur Pengajuan Permohonan Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Permohonan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan yang
diajukan dengan menggunakan hasil penilaian kembali aktiva tetap berdasarkan
nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap harus melampirkan :
Permohonan tertulis kepada Kepala Kanwil DJP melalui KPP tempat Wajib
Pajak terdaftar
Surat Setoran Pajak bukti pelunasan PPh atas penilaian kembali aktiva tetap
Daftar aktiva tetap hasil penilaian kembali
Fotokopi surat izin usaha KJPP atau ahli penilai, yang memperoleh Ijin dari
Pemerintah yang dilegalisir oleh instansi Pemerintah yang berwenang
menerbitkan surat izin usaha tersebut
Laporan penilaian aktiva tetap oleh KJPP atau ahli penilai yang memperoleh
ijin dari Pemerintah dan
Laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap
Permohonan penilaian kembali aktiva tetap bagi Wajib Pajak yang belum
melakukan penilaian kembali aktiva tetap diajukan dengan menggunakan
perkiraan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap menurut Wajib Pajak harus
melampirkan :
Permohonan tertulis kepada Kepala Kanwil DJP melalui KPP tempat Wajib
Pajak terdaftar
Surat Setoran Pajak bukti pelunasan Pajak Penghasilan atas perkiraan penilaian
kembali aktiva tetap dan
daftar aktiva tetap yang akan dinilai kembali beserta perkiraan nilainya
Selain melampirkan dokumen atas permohonan penilaian kembali aktiva
tetapbagi Wajib Pajak yang belum melakukan penilaian kembali aktiva tetap,
Wajib Pajak juga harus melengkapi :
27
Surat Setoran Pajak bukti pelunasan Pajak Penghasilan atas penilaian kembali
aktiva tetap dalam hal terjadi kekurangan pembayaran pajak terutang
daftar aktiva tetap hasil penilaian kembali
fotokopi surat izin usaha KJPP atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari
Pemerintah yang dilegalisir oleh instansi Pemerintah yang berwenang
menerbitkan surat izin usaha tersebut;
laporan penilaian aktiva tetap oleh KJPP atau ahli penilai yang memperoleh
izin dari Pemerintah dan
laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap
21. Persyaratan Administrasi Setelah Revaluasi Aset Tetap
Setelah melakukan revaluasi aset tetap maka wajib pajak memberitahukan
hasil penilaian kembali dengan mengisi formulir yang telah disediakan kepada
Dirjen Pajak Kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar dengan melampirkan hal-
hal sebagai beriklut:
a. Laporan penilaian dari perusahaan penilai/penilai profesional yang diakui
pemerintah.
b. Neraca penyesuaian yang setelah diaudit oleh akuntan publik yang secara jelas
terlihat nilai sebelum dan sesudah dilakukannya revaluasi aset tetap.
c. Penghitungan selisih lebih akibat revaluasi aset tetap dan perhitungan besarnya
PPh terutang.
d. Surat Setoran Pajak (SSP)