bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hasil ......6 bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori...

24
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD / MI yang terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa matematika merupakan ilmu yang universal serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam perkembangan teknologi modern, serta berperan penting dalam berbagai macam disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pesatnya perkembangan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini berlandaskan dari perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang maupun matematika diskrit. Agar dapat digunakan dalam menguasai sekaligus mencipta teknologi di masa depan diperlukan adanya penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Menurut Ismail dkk (Hamzah, 2014: 48) matematika merupakan ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat. Hal ini berarti bahwa objek yang dibahas dalam matematika hanyalah pada permasalah angka saja, baik dalam permasalahan angka-angka yang memiliki nilai maupun sebagai sarana dalam memecahkan suatu masalah. Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013: 10) matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan symbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Berdasarkan uraian dari pendapat ahli tersebut Matematika merupakan kegiatan manusia yang mengkaji berbagai benda abstrak yang berkaitan dengan

Upload: others

Post on 16-Aug-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar Matematika

2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD

Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD / MI

yang terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa

matematika merupakan ilmu yang universal serta dapat dijadikan sebagai dasar

dalam perkembangan teknologi modern, serta berperan penting dalam berbagai

macam disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pesatnya perkembangan

dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini berlandaskan dari

perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang

maupun matematika diskrit. Agar dapat digunakan dalam menguasai sekaligus

mencipta teknologi di masa depan diperlukan adanya penguasaan matematika

yang kuat sejak dini.

Menurut Ismail dkk (Hamzah, 2014: 48) matematika merupakan ilmu yang

membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah

numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan

struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat. Hal ini berarti bahwa

objek yang dibahas dalam matematika hanyalah pada permasalah angka saja, baik

dalam permasalahan angka-angka yang memiliki nilai maupun sebagai sarana

dalam memecahkan suatu masalah.

Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013: 10) matematika adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari konsep – konsep abstrak yang disusun dengan

menggunakan symbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari

emosi.

Berdasarkan uraian dari pendapat ahli tersebut Matematika merupakan

kegiatan manusia yang mengkaji berbagai benda abstrak yang berkaitan dengan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

7

angka-angka yang digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari

dan juga digunakan sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika merupakan komunikasi dua arah, mengajar

dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh

peserta didik. Pembelajaran didalamnya mengandung makna belajar dan mengajar

atau merupakan kegiatan belajar mengajar. Belajar tertuju kepada apa yang

dilakukan oleh seorang sebaga subjek menerima pelajaran, sedangkan mengajar

berorientasi kepada pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi

pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu

kegiatan pada saat terjai interaksi antara guru dengan siswa, serta anata siswa

dengan siswa didalam pembelajaran matematika sedang berlangsung.

Menurut Corey (Susanto, 2013), pemelajaran adalah suatu proses dimana

lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta

dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan

respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran dalam pandangan Corey sebagai

upaya menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif sehingga

memungkinkan siswa berubah bertingkah laku.

Adapun menurut Dimyati (Susanto, 2013), pembelajaran adalah kegiatan

guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa belajar

secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran

adalah aktivitas guru dalam merancang bahan pengajar agar proses pembelajaran

dapat berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan

bermakna.

Menurut Ahmad Susanto (2013 :186) Pembelajaran matematika adala suatu

proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru unruk mengembangkan

kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa,

serta dapat meningkatkan kemampuan mengkrontruksi pengetahuan baru sebagai

upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

8

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang

mengandung dua jenis kegiatan tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah

belajar dan mengajar. Kedua aspek ini berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu

kegiatan pada saat terjadi interaksi antara siswa dengan guru, antara siswa dengan

siswa, dan antara siswa dengan lingkungan di saat pembelajaran matematika

sedang berlangsung.

2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Menurut Ahmad Susanto (2013 :189) Tujuan umum pendidikan matematika

di SD adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Adapun

tujuan matematika di SD secara khusus menurut Depdiknas (Ahmad Susanto,

2013:190) sebagai berikut,

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,

dan mengaplikasikan konsep algoritme

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan

solusi yang diperoleh

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media

lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan

sehari-hari

2.1.1.4 Karakteristik Siswa di SD

Menurut Havighurst (Ahmad Susanto,2013) pada masa kanak-kanak akhir

dan anak sekolah, yaitu usia 6-12 tahun, memiliki tugas perkembangan sebagai

berikut.

1. Belajar ketrampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

9

2. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai

organisme yang sedang tumbuh berkembang

3. Belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya

4. Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita

5. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari

6. Mengembangkan kata hati, moralitas dan suatu skala nilai-nilai

7. Mencapai kebebasan pribadi

8. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan

institus-institusi sosial

2.1.2 Definisi Belajar Menurut Konstruktivisme

Menurut Thobroni (2015:93), teori kontruktivisme bukanlah teori

pendidikan, teori ini membahas mengenai bagaimana proses terbentuknya

pengetahuan manusia. Menurut teori ini, pembentukan pengetahuan terjadi sebagai

hasil kontrusi manusia atau realitas yang dihadapinya.

Menurut kaum kontruktivis (Thobroni, 2015:93), menganggap bahwa

belajar merupakan proses aktif siswa mengonstruksi pengetahuan. Proses tersebut

dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut.

a. belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa

yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Kontruksi makna ini

dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punya.

b. Kontruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus

menerus

c. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik

dan lingkungan siswa

Piaget (Thobroni, 2015:93), mengatakan bahwa kontruktivisme adalah

pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan

akomodasi. Asimilasi adalah proses dimana anak mengevaluasi dan mencoba

memahami informasi baru. Akomodasi adalah proses dimana anak memperluas dan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

10

memodifikasi representasi-representasi mental merekan tentang dunia berdasarkan

pengalaman-pengalaman baru.

Berdasarkan beberapa pandangan para ahli, dapat disimpulkan bahwa teori

belajar kontruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam

mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas

apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.

2.1.2.1Definisi Hasil Belajar

Sudjana (2009:22) mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah suatu

kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Hasil belajar ini digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang

telah ditetapkan sebelum siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.

Menurut Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-

nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Setiap guru

pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang

dibimbingnya. Oleh karena itu guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang

dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar

keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa.

Dimiyati dan Mujiono (2009:20) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah

suatu pencapaian akhir dari suatu proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar ini

didapatkan dari evalusai yang dilakukan oleh guru dan hasilnya dapat berupa

dampak pengiring dan dampak pengajaran yang saling berkaitan. Kedua dampak

tersebut sangat bermanfaat bagi siswa dan guru.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas bahwa hasil belajar adalah adanya

perubahan pada diri siswa yang dapat diukur maupun diamati dalam perubahan

pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Hasil belajar yang penulis amati

berupa nilai evaluasi disetiap akhir pembelajaran, sehingga siswa dikatakan

berhasil apabila hasil tes diatas KKM atau sama dengan KKM yang telah

ditentukan.. Perubahan tersebut mencakup semua perubahan yang bersifat

progresif yang diharapkan kearah yang lebih baik. Bagi seorang siswa hasil

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

11

belajar ini dapat dilihat melalui perubahan yang terjadi pada seorang siswa mulai

dari belum pandai setelah belajar maka menjadi pandai. Perubahan ini tentunya

setelah siswa berinteraksi dengan lingkungannya yang diukur melalui tes, tugas,

pengamatan, atau evaluasi.

2.1.2.2 Ranah Hasil Belajar

Menurut Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2016 : 22) hasil belajar terbagi menjadi

3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Berikut

penjelasan dari ketiga ranah hasil belajar.

1. ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6

aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi

2. ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari 5, yaitu penerimaan,

jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi

3. ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan

kemampuan bertindak. Ada 6 aspek ranah psikomotorik yaitu gerakan

reflek, ketrampilan gerakan dasar, ketrampilan perseptual, keharmonisan

atau ketepatan, gerakan ketrampilan komplek, gerak ekspresif dan

interprektif

2.1.2.3 Definisi Hasil Belajar Matematika dalam Penelitian

Hasil belajar adalah adanya perubahan pada diri siswa yang dapat diukur

maupun diamati dalam perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Hasil

belajar yang penulis amati berupa nilai evaluasi disetiap akhir pembelajaran,

sehingga siswa dikatakan berhasil apabila hasil tes diatas KKM atau sama dengan

KKM yang telah ditentukan.. Pengukuran hasil belajar yang diperoleh siswa dalam

kegiatan pembelajaran di dalam kelas dapat dilakukan dengan 2 teknik yaitu teknik

Tes dan Non Tes. Tekni Tes dapat dilakukan dengan pemberian tes evaluasi pada

akhir pembelajaran, sedangkan non tes dilakukan dengan melakukan observasi dan

dokumentasi.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

12

Pada penelitian ini, hasil belajar matematika yang diperoleh siswa dapat

dilihat dari perolehan nilai kognitif setelah siswa melakukan tes evaluasi, karena

dengan nilai kognitif peneliti dapat mengetahui seberapa besar peningkatan hasil

belajar yang diperoleh siswa.

2.1.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, menurut

Wasliman (2007:158) hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik adalah hasil

interaksi dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Berikut uraian

dari masing-masing kelompok faktor tersebut.

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta

didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:

kecerdasan, kebiasaan belajar, motivasi belajar, ketekunan, minat dan perhatian,

sikap, serta kondisi fisik dan kesehatan.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik

yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

2.1.3 Model Pembelajaran TSTS

2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)

Menurut Yusritawati (2009), model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS (Two Stay Two Stray) merupakan model pembelajaran berkelompok

yang memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk membagikan

informasinya ke kelompok lain agar siswa dapat saling bekerjasama,

bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan untuk

bersosialisasi dengan baik.

Sejalan dengan pendapat tersebut Lie (2002:61), mendefinisikan

model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) merupakan

salah satu model kooperatif yang memberikan kesempatan kepada

kelompok untuk membagikan hasil dan informasi ke kelompok lain.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

13

2.1.3.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two

Stray

Menurut Lie (2006:61) adapun langkah-langkah model pembelajaran

kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) adalah sebagai berikut.

1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya

terdiri dari 4 siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok yang

heterogen.

2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas

bersama-sama dengan anggota kelompok lain.

3. Siswa bekerja sama dengan anggota kelompok

4. Setelah selesai, dua orang dalam masing-masing kelompok meninggalkan

kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain

5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan

informasi mereka ke tamu mereka

6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan

temuan mereka dalam kelompok lain

7. Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka

8. Masing-masing kelompok mempresentasikan didepan kelas

2.1.3.3 Tahapan-tahapan Dalam Model Pembelajaran TSTS dalam Penelitian

Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai

berikut:

1. Persiapan

Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus

dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan

membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4

siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi

akademik siswa dan suku.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

14

2. Presentasi Guru

Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan

menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.

3. Kegiatan Kelompok

Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi

tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok.

Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan

yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-

jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut

bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-

kan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.

Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan

kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang

tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi

mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal,

tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan

temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

4. Formalisasi

Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang

diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya

untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya.

Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.

5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan

Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan

siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis

yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model

TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada

kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

15

2.1.3.4 Kelebihan Model Pembelajaran Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)

Menurut Lie (2006:61), Kelebihan metode pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)

yaitu :

1. Dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkat usia

siswa

2. Metode ini tidak hanya bekerja sama dengan anggota kelompok tetapi bisa

juga bekerja sama dengan kelompok lain

3. Memungkinkan terciptanya keakraban sesama teman dalam suatu kelas

dan lebih berorientasi pada keaktifan siswa

4. Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur

5. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna

6. Menambah rasa percaya diri dan kekompakan pada diri siswa

7. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan

8. Membantu meningkatkan motivasi dan presentasi belajar

2.1.3.5 Kekurangan Model Pembelajran TSTS (Two Stay Two Stray)

a. Membutuhkan waktu yang lama

b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok

c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)

d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka

sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk

kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan

kemampuan akademis. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu

kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan

kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar

dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan

adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa

membantu anggota kelompok yang lain.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

16

2.1.3.6 Tujuan Model Pembelajaran Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)

Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan

mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang

secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan

oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan

terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.

Menurut Lie (2004) dalam model TSTS) ini memiliki tujuan yang sama

dengan pendekatan lainnya. Siswa diajak untuk bergotong royong dalam

menemukan suatu konsep. Penggunaan model TSTS akan mengarahkan siswa

untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan,

dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.

2.1.4 Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Perlakuan Model

TSTS

Strategi untuk mencapai kesuksesan dalam belajar adalah penggunan

model dalam setiap pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran tentu saja

tidak mudah dan memerlukan perencanaan yang matang sebelum diaplikasikan

dalam kelas. Perencanaan tersebut melibatkan penyusunan pemetaan sintak dan

langkah-langkah pembelajaran di kelas. Adapun pemetaan sintak dan langkah-

langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran matematika

dengan model TSTS dipaparkan pada tabel 1 dan 2 berikut.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

17

Tabel 1

Pemetaan Sintak TSTS

Sintak

Standar Proses

Pen

dah

ulu

an

Ek

splo

rasi

Ela

bora

si

Kon

firm

asi

Pen

utu

p

Fase 1. Persentasi Guru √ √

Fase 2. Kegiatan Kelompok √

Fase 3. Formalisasi √

Fase 4. Evaluasi Kelompok √

Fase 5. Kesimpulan √

Tabel 2

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model TSTS

Kegiatan Guru

Tahapan

Pelaksan

aan

Kegiatan Siswa

1. Guru menyiapkan peserta didik

secara psikis dan fisik untuk

mengikuti proses pembelajaran.

2. Guru mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang mengaitkan

pengetahuan sebelumnya dengan

materi yang akan dipelajari.

3. Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran atau kompetensi

dasar yang akan dicapai.

4. Guru menyiapkan cakupan

materi dan penjelasan uraian

kegiatan sesuai silabus.

1.

Per

senta

si G

uru

1. Siswa menyiapkan secara psikis

dan fisik.

2. Siswa menjawab pertanyaan

tentang pelajaran sebelumnya.

3. Siswa menjelaskan penjelasan

tentang tujuan dan kompetensi

yang akan dicapai.

4. Siswa menyiapkan materi dan

mendengarkan penjelasan

tentang uarai kegiatan yang akan

dilakukan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

18

5. Guru membagi siswa menjadi 5

kelompok.

6. Guru membagi LKS ke masing-

masing kelompok.

7. Guru memberi waktu untuk

diskusi kelompok.

8. Guru menyuruh dua siswa dari

masing-masing kelompok

meninggalkan kelompoknya dan

bertamu kekelomok lain,

sementara dua siswa yan tinggal

dalam kelompok bertugas

menyampaikan hasil kerja dan

menginformasikan ke tamu.

2.

Keg

iata

n K

elom

po

k

5. Siswa dibagi mnjadi 5

kelompok.

6. Siswa menerima LKS yang

dibagi guru.

7. Siswa melakukan diskusi

kelompok dengan waktu yang

sudah ditentukan.

8. Siswa melakukan rotasi.

9. Guru menyuruh perwakilan

kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya untuk di

komunikasikan atau di

diskusikan dengan kelompok

lain.

10. Guru membahas dan

mengarahkan siswa ke bentuk

formal.

3.

Form

alis

asi.

9. Siswa melakukan presentasi

hasil diskusi kelompok.

10. Siswa mendengarkan pembahasa

dari guru dan melakukan

bentukan formal.

11. Guru memberikan siswa kuis

yang berisi pertanyaan-

pertanyaan dari hasil

pembelajaran.

4.

Eval

ua

si

Kel

om

pok

11. Siswa mengerjakan kuis yang

diberikan.

12. Guru menyimpulkan pelajaran

hari ini.

5.

Kes

impula

n. 12. Siswa mendengarkan

kesimpulan pelajaran hari ini.

2.1.5 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

2.1.4.1 Definisi PTK

Secara historis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali

diperkenalkan oleh ahli Psikologi Sosial Serikat yang bernama Kurt Lewin pada

tahun 1946 (Darmidi, 2015 : 7). Gagasan Lewin tersebut kemudian dikembangkan

oelh ahli lain seperti Stephen, Kemmis, Robin, Mc Taggart, John Elliot, Dave

Ebbutt, dan sebagainya. Di indonesia PTK baru dikenal pada dekade 1980-an. Usia

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

19

yang relative muda tersebut maka keberadaan PTK sebagai salah satu jenis

penelitian masing diperdebatkan, terutama dengan bobot keilmiahannya.

Menurut John Elliot (Darmidi, 2015 : 7) PTK adalah kajian tentang situasi

sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Pendapat

yang hampir sama dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988), yang

mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan

oleh peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan

tindakan terhadap situasi tempat dimana dilakukan tindakan tersebut.

Menurut Kemmis (Darmidi, 2015 : 8) PTK adalah suatu bentuk refleksi diri

yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa, atau kepala sekolah) dalam situasi

sosial.

Adapun menurut Harjodipuro (Darmidi , 2015:8) PTK adalah suatu

pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui inovasi pembelajaran melalui

perubahan dengan memotivasi para guru untuk memikirkan dan memperbaiki cara

mengajarnya, agar bersikap kritis terhadap stategi dan cara yang digunakan untuk

mencari solusi terbaik dalam menyajikan materi pelajaran.

Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahawa PTK

adalah suatu bentuk refleksi dalam pembelajaran guna memperbaiki kinerjanya

sebagai guru, sehingga hasil belajar menjadi meningkat.

2.1.4.2 Prinsip-Prinsip PTK

Agar peneliti memperoleh kejelasan yang lebih baik tentang penelitian

tindakan kelas, perlu memahami prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila

melakukan PTK. Hopkins (Darmidi , 2015:54) mengemukakan ada 6 prinsip

sebagai berikut.

1. Metode PTK yang diterapkan seharusnya tidak menganggu komitmen

guru sebagai pengajar

2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang

berlebihan karena dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran

3. Metode yang digunakan harus reliable

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

20

4. Masalah program yang diusahakan adalah masalah yang merisaukan,

dan didasarkan pada tanggung jawab professional

5. Dalam menyelenggarakan PTK, guru haru selalu bersikap konsisten dan

memiliki kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan

dengan pekerjaannya

6. PTK tidak dilakukan sebatas dalam konteks kelas atau mata pelajaran

tertentu melainkan dengan perspektif misi sekolah secara keseluruhan

2.1.4.3 Model PTK

Ada beberapa model penelitian tindakan kelas. Dalam bukunya Chaig A.

Mertler (2014: 16) terdapat 7 macam model penelitian tindakan kelas, yaitu sebagai

berikut.

1. Model Penelitian Tindakan Berinteraksi Spiral Stringer, dalam penelitian

tindakan ini menggambarakan bahwa penelitian tindakan sebagai suatu

kerangka kerja yang sederhana, namun berpengaruh kuat yang terdiri dari

rutinitas melihat, berpikir dan bertindak.

Gambar 1 Penelitian Tindakan Berinteraksi Spiral Stringer

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

21

2. Model Penelitian Tindakan Spiral Kurt Lewin, dalam penelitian tindakannya

yang melukiskan suatu penelitian tindakan spiral yang mencangkup penemuan

fakta, perencanaan, pengambilan keputusan, evaluasi dan rencana amandemen

sebelum masuk pada langkah selanjutnya.

Gambar 2 Penelitian Tindakan Spiral Kurt Lewin

3. Model Siklus Penelitian Tindakan Calhoun, walaupun tidak tampil spiral

seperti model lainya, dalam penelitian tindakan ini masih menggambarkan satu

proses yang dibangun di sekitar siklikal. Dalam gambar, garis yang tidak

terputus mengindikasikan arah utama pada siklus, namun garis yang terputus-

putus menunjukan arah maju dan mundur ketika permulusan atau klarifikasi

informasi.

Gambar 3 Siklus Penelitian Tindakan Calhoun

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

22

4. Model Penelitian Tindakan Spiral Bachman, dalam penelitian tindakan ini para

peserta mengumpulkan informasi, merencanakan tindakan, mengobservasi,

dan mengevaluasi tindakan-tindakan itu, dan kemudian merefleksikan dan

merencanakan satu siklus spiral baru berdasarkan kajian yang dikumpulkan

pada siklus sebelumnya.

Gambar 4 Penelitian Tindakan Spiral Bachman

5. Model Pemecahan Masalah Progresif Riel, dalam model penelitian tindakan

ini peserta dibawa pada empat langkah pada setiap siklus yaitu perencanaan,

pengambilan tindakan, pengumpulan bukti dan refleksi.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

23

Gambar 5 Pemecahan Masalah Progresif Riel

6. Model Penelitian Tindakan Piggot-Irvin, dalam penelitian tindakan ini

melukiskan sifat spiral dengan menunjukan langkah perencanaan, tindakan dan

refleksi melalui tiga siklus penelitian yang berurutan.

Gambar 6 Penelitian Tindakan Piggot-Irvin

7. Model Penelitian Tindakan Hendrick, dalam penelitian tindakan ini berfokus

pada langkah bertindak, evaluasi dan refleksi.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

24

Gambar 7 Penelitian Tindakan Hendrick

8. Model Penelitian Tindakan Spiral Kemmis & Mc Taggart (Kunandar, 2011:

70), dalam penelitian ini terdapat 4 tahap yang perlu dilakukan yaitu

perencanaan (plan), pelaksanaan (act), observasi dan refleksi. Dalam penelitian

ini tindakan dan observasi dijadikan menjadi satu kesatuan.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

25

Gambar 8 Penelitian Tindakan Spiral Kemmis & Mc Taggart

Dari model-model tersebut, peneliti memilih untuk menggunakan model

penelitian Spiral Kemmis & Mc Taggat. Hal ini dikarenakan model tersebut terdiri

dari 4 tahap yang terpenting dilakukan dalam suatu penelitian. Alasan peneliti tidak

menggunakan model lainnya, karena:

1. pada model pertama belum terdapat tahap refleksi,

2. pada model kedua yang terdiri dari 7 tahap, pada tahap 1 dan 2 sudah masuk

pada perencanaan,

3. pada model ketiga yang terdiri dari 5 tahap, tahap 1 sudah masuk pada tahap

perencanaan,

4. pada model keempat, walaupun sama-sama memiliki 4 tahap yang sama,

namun pada tindakan dan observasi menjadi satu kesatuan, maka kurang cocok

dengan yang diharapkan peneliti,

5. pada model kelima juga terdapat 4 tahap, namun pada tahap 1 (studi dan

rencana), studi tersebut sebenarnya sudah dilakukan pada saat observasi

prasiklus bukan pada siklus lagi,

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

26

6. pada model keenam yang hanya terdapat 3 tahap, tidak terdapat tahap observasi

atau pengamatan,

7. pada model ketujuh juga hanya terdapat 3 tahap, tidak memiliki tahap

perencanaan.

2.2 Penelitian yang Relevan

Terdapat penelitian yang telah membandingkan antara model TSTS dengan

model pembelajaran lainnya. Diantaranya penenilitian Wahadi (2012) dengan

menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam

pelajaran matematika pada siswa kelas IV SDN Semampir. Peneliti Sari (2014)

dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing terhadap hasil

belajar PKn . Adapun peneliti Sumiyati (2012) yang membandingkan dengan

STAD dalam pelajaran matematika materi tentang menjumlahkan dan

mengurangkan berbagai bentuk pecahan pada siswa kelas V SDN Timbang 01 Kec.

Banyuputih Kab. Batang. Ketiga peneliti ini telah menunjukkan bahwa model

pembelajaran TSTS menghasilkan hasil belajar yang lebuh baik dibanding dengan

model pembelajaran lain.

Selain penelitian membandingkan dengan penerapan model pembelajaran

tsts dengan model lain, terdapat beberapa penelitian yang menerapkan model tsts

terhadap hasil belajar, diantaranya penelitian Gunawan (2012) pada materi bangun

datar siswa kelas V SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Penelitian Warsono

(2014) siswa kelas 5 SD Sidomulyo 03 Jakenan Pati dalam materi IPA tentang

fungsi organ pernapasan hewan. Adapun penelitian Mestasiana (2013) dalam

matapelajaran matematika tentang mengukur waktu dengan satuan satuan jam pada

siswa kelas 2 SDN Pagerharjo 02 Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati. Ketiga

peneliti ini telah menunjukkan bahwa model pembelajaran TSTS telah

menghasilkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model

pembelajaran lainnya.

Seperti halnya Wahadi (2012), Sari (2014) dan Sumiyati (2012), penelitian

ini juga akan menggunakan model pembelajaran TSTS. Namun, bukan untuk

dibandingkan dengan model lain, penelitian ini akan menerapkan model tsts untuk

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

27

menungkatkan hasil belajar matematika seperti halnya pada penelitian Gunawan

(2012) dan Mestasiana (2013). Meskipun demikian materi dan subjek yang

digunakan pada penelitian berbeda dengan kedua penelitian tersebut. Penelitian ini

akan menerapkan model pembelajaran tsts dalam matematika tentang pecahan bagi

siswa kelas IV SD 04 Kaloran.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan penelitian yang penulis laksanakan, guru dalam mengajar

masih menggunakan cara yang konvensional, dengan bantuan media cetak berupa

buku pegangan guru dan lembar kerja siswa. Model pembelajaran tersebut kurang

memberi kesempatan dan latihan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan

yang dimiliki karena terpusat pada guru.

Melalui model pembelajaran Two Stay Two Stray berhubungan erat dengan

pembelajaran yang meneyenangkan. Model pembelajaran Two Stay Two Stray

adalah model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara

mandiri dalam menemukan sebuah konsep pelajaran. Selain itu kelebihan model

pembelajaran Two Stay Two Stray dapat digunakan dalam semua mata pelajaran

dan semua tingkat usia siswa ,model pembelajaran ini tidak hanya bekerja sama

dengan anggota kelompok tetapi bisa juga bekerja sama dengan kelompok lain,

memungkinkan terciptanya keakraban sesama teman dalam suatu kelas dan lebih

berorientasi pada keaktifan siswa, dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan

tingkatan umur, kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, menambah

rasa percaya diri dan kekompakan pada diri siswa, kemampuan berbicara siswa

dapat ditingkatkan, dan membantu meningkatkan motivasi dan presentasi belajar

Maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

28

Gambar 9

Kerangka Berpikir

Guru masih

menggunakan

metode

kensional

Hasil belajar siswa kelas

IV di SD Negeri 04

Kaloran pada mata

pelajaran Matematika

masih rendah. Hasil tes

dari 21 siswa hanya

terdapat 7 siswa yang

tuntas KKM dan 14 siswa

belum tuntas KKM yaitu

Tindakan

Penerapan Model Pembelajaran

TSTS

1. Guru membagi ke beberapa

kelompok

2. Guru memberikan sub pokok

bahasan

3. Siswa bekerja kelompok

4. Siswa membahas hasil kerja

kelompok

5. Siswa melakukan presentasi

Siklus I

Hasil belajar siswa

meningkat < KKM

(75).

Siklus II

Hasil Belajar siswa

sudah tuntas ≥ KKM

(75).

Kondisi Akhir

Hasil belajar siswa kelas IV di

SD Negeri 04 Kaloran

meningkat 80% dari jumlah

siswa memperoleh nilai ≥ dari

KKM (75).

Kondisi

Awal

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar

29

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir, maka hipotesis pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah :

1. Adanya penyusunan perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan

sintak TSTS dan KTSP 2006, serta pelaksanaan pembelajaran sesuai

dengan perencanaan dapat meningkatkan hasil.